Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makin tinggi makhluk hidup berkembang, makin besar kebutuhan akan
sistem penghantar informasi, sistem kordinasi dan sistem pengaturan, disamping
kebutuhan akan organ pemasok dan organ ekskresi. Pada manusia, sistem saraf,
khususnya otak, mempunyai kemampuan berfungsi yang jauh lebih berkembang
daripada sistem saraf makhluk hidup lain. fungsi dari sistem saraf itu sendiri yaitu
untuk menerima rangsangan dari lingkungan atau rangsangan yang terjadi
didalam tubu, mengubah rangsangan, menghantarkannya dang memprosesnya,
serta mengkoordinasi dan mengatur fungsi tubuh melalui impuls-impuls yang
dibebaskan dari pusat ke perifer.
Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem
saraf otonom.Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi
gastro- intestinal pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan
banyak aktivitas lainnya.Ada sebagian yang diatur saraf otonom sedangkan yang
lainnya sebagian saja.
Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur
fungsi viseral tubuh. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat
yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian
korteks serebri khususnyakorteks limbik, dapat menghantarkan impuls ke pusatpusat yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik.
Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna untuk
memperkirakan efek farmakologi obat-obatan sistem saraf simpatis maupun
parasimpatis.

1.2 Rumusan Masalah :


1. Apa yang di maksud dengan saraf ?
2. Apa yang di maksud dengan saraf otonom ?
3. Apa contoh obat-obat saraf ototnom ?
1.3 Tujuan :
1. Untuk mengetahui apa yg di maksud dengan saraf otonom
2. Untuk mengetahui obat-obat dari saraf otonom
3. Untuk mengetahui efek samping,mekanisme kerja,kontra indikasi
dari obat saraf otonom

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengenalan Sistem Saraf


Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat (SSP)
yang terdiri dari otak dan medulla spinalis, serta sistem saraf tepi yang merupakan
sel-sel saraf yang terletak diluar otak dan medulla spinalis yaitu saraf-saraf yang
masuk dan keluar sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi selnajutnya dibagi dalam
divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medulla spinalis ke
jaringan tepi, serta divisi aferen yang membawa informasidari perifer ke sistem
saraf pusat.
Bagian

eferen

sistem

saraf

tepi

selanjutnya

dibagi

dalam

subdivisifungsional utama, yaitu sistem somatik dan sistem otonom. Eferen


somatik dapat dipengarui oleh kesadaran yang mengatur fungsi-fugsi seperti
kontraksi otot untuk memndahkan suatu benda. Sedangkan sistem otonom tidak
dipengaruhi kesadaran dalam mengatur kebutuhan tubuh sehari-hari. Sistem saraf
otonom terutama terdiri atas saraf motorik visera (eferen) yang menginevarsi otot
polos organ visera, otot jantung, pembuluh darah dan kelenjar eksokrin. Berikut
digambarkan secara singkat tentang pembagian sistem saraf pada manusia :
2.2 Sistem Saraf Otonom
Sistem

saraf

otonom

bersama-sama

dengan

sistem

endokrin

mengkoordinasikan pengaturan dan integrasi fungsi-fungsi tubuh. Sistem


endokrin mengirimkan sinyal pada jaringan targetnya melalui hormon yang
kadarnya bervariasi dalam darah. Sebaliknya, sistem saraf menghantarkannya
melalui transmisi impuls listrik secara sepat melalui serabut-serabut saraf yang
berakhir pada organ efektor, dan efek khusus akan timbul sebagai akibat
pelepasan substansi neuromediator.
Sistem saraf otonom (SSO) disebut juga susunan saraf vegetatif, meliputi
antara lain saraf-saraf dan ganglia (majemuk dari ganglion = simpul saraf) yang
merupakan persarafan ke otot polos dari berbagai organ ( bronchia, lambung,

usus, pembuluh darah, dan lain-lain). termasuk keompok ini pula adalah, otot
jantung (lurik) serta beberapa kelenjar (ludah, keringat, dan pencernaan).dengan
demikian, SSO tersebar luas diseluruh tubuh dan ungsinya adalah mengatur secara
otomatis keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan dan perearan
darah, serta pernapasan.
SSO dipecah lagi dalam dua cabang, yakni Susunan (Ortho) Simpatik
(SO) dan Susunan Parasimpatik (SP). Pada umunya dapat dikatakan bahwa
kedua susunan ini bekerja antagonistis: bila satu sistem merintangi fungsi tertentu,
sistem lainnya justru menstimulasinya. Tetapi, dalam beberapa hal, khasiatnya
berlainan sama sekali atau bahkan bersifat sinergistis. Untuk jelasnya,
percabangan sistem dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada bagan diatas dimuat efek-efek terpenting dari perangsangan SO
(saraf simpatik) dan SP (saraf parasimpaik) terhadap berbagai organ tubuh. Jadi
dapat disimpulkan, stimulasi susunan adrenergik menimbulkan reaksi yang perlu
guna meningkatkan penggunaan zat-zat oleh tubuh, seperti bila kita berada dalam
keadaan aktif dan memerlukan energi. Sebaliknya, bila susunan kolinergik
dirangsang, maka akan timbul efek dengan tujuan menghemat penggunaan zat-zat
yang membutuhkan enersi. Hal ini terjadi bila tubuh berada dalam keadaan
istrahat atau tidur. Dalam tubuh yang sehat terdapat keseimbangan antara kedua
kelompok saraf tersebut.
1.) Penerusan impuls oleh neurotransmitter
Susunan saraf motoris mengatur obat-obat lurik dengan impuls listrik
(rangsangan) yang secara langsung dikirim dari SSP melalui saraf motoris ke otot
tersebut. Pada SSO, impuls disalurkan keorgan tujuan (efektor, organ ujung)
secara tak langsung. Saraf otonom dibeberapa tempat terkumpul di sel-sel
ganglion, dimana terdapat sinaps, yaitu sela diantara dua neuron(sel saraf). Saraf
yang meneruskan impuls dari SSP ke ganglia dinamakan neuron preganglioner,
sedangkan saraf antara ganglia dan organ ujung disebut neuron post-ganglioner.
Impuls dari SSP dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada yang lain
secara kimiawi dengan jalan neurotransmitter. Bila dalam suatu neuron impuls

tiba di sinaps, maka pada saat itu juga neuron tersebut membebaskan suatu
neurohormon diujungnya, yang melintasi sinaps dan merangsang neuron
berikutnya. Pada sinaps yang berikut dibebaskan pula neurohormon dan
seterusnya hingga impuls tiba di organ efektor.
Berikut adalah organ dan reseptor dari saraf adrenergik dan saraf kolinergik :
Organ

Reseptor

Mata (pupil)

Paru-paru (bronchia)
Jantung

Efek stimulasi
S.adrenergik
:diperbesar
:dilatasi
:daya kontraksi

S.kolinergik
:diperkecil
:konstriksi
:diperlemah

diperkuat,
denyutan
Arteriola
Vena

Lambung-usus
(peristaltik

dan

dipercepat
: konstriksi
: konstriksi

Diperlambat

:dikurangi

dilatasi
-

relaksasi

sekresi)
Kantong kemih dan

: relaksasi

Diperbesar

empedu, rahim

konstriksi

Rahim
megandung,
Kulit, otot-otot

yg

: konstriksi

berubah-ubah
-

: konstriksi

2.3 Obat-obat Sistem Saraf Otonom


Obat-obat yang menghasilkan efek terapeutik utamanya dengan menyerupai
atau mengubah fungsi sistem saraf otonom, disebut obat-obat otomon. Obat-obat
yang mempengaruhi sistem saraf otonom dibagi dalam dua subgrup sesuai dengan
mekanisme kerjanya terhadap tipe neuron yang dipengaruhi.

2.3.1 Agonis kolinergik


Agonis kolinergik meniru efek asetilkolin dengan cara berikatan langsung pada
kolinoseptor. Obat ini adalah ester sintetik kolin, seperti karbakol dan betanekol,
atau alkaloid alam seperti pilokarpin.
a. Agonis kolinergik langsung
Semua obat kolinergik yang bekerja langsung mempunyai masa kerja
lebih lama dibandingkan asetilkolin. Beberapa diantaranya yang sangat
bermanfaat dalam terapi (pilokarpin dan betanekol) lebih mudah terikat pada
reseptor muskarinik dan kadang-kadang dikenal sebagai obat muskarinik. Namun
demikian, sebagai satu grup, maka agonis yang bekerja langsung ini menunjukkan
kurang spesifik dalam kerjanya, yang sudah tentu akan membatasi penggunaan
klinisnya.
Asetilkolin
Adalah suatu senyawa amonium kuartener yang tidak mampu menembus
membran. Walaupun sebagai suatu neurotransmitter saraf parasimpatis dan
kolinergik, namun dalam terapi zat ini kurang penting karena beragam kerjanya
dan sangat cepat di-inaktifkan oleh asetilkolinesterase. Aktivitasnya berupa
-

muskarinik dan nikotinik. Kerjanya termasuk :


Menurunkan denyut jantung dan curah jantung
Menurunkan tekanan darah
Asetilkolin juga mempunyai kerja lain seperti pada saluran cerna, asetilkolin
dapat meningkatkan sekresi saliva, memacu sekresi dan gerakan usus. Sekresi
bronkial juga dipacu. Pada saluran genitourinaus, tonus otot detrusor urine juga
ditingkatkan. Pada mata, asetilkolin memacu kontraksi otot siliaris untuk melihat
dekat dan menkontriksi otot sfingter pupil sehingga timbul miosis.

Betanekol
Mempunyai struktur yang berkaitan dengan asetilkolin; asetatnya diganti dengan
karbamat dan kolinnya dimetilasi.kerja nikotiniknya kecil atau tidak ada sama
sekali, tetapi kerja muskariniknya sangat kuat. Masa kerjanya berlangsung sekitar
1 jam
Kerja : memacu langsung reseptor muskarinik, sehingga tonus dan motilitas usus
meningkat, dan memacu pula otot detrusor kandung kemih sementara trigonum
dan sfingter kemih melemas, sehingga urin terpencar keluar.

Aplikasi terapi : untuk pengobatan urologi, obat ini digunakan untuk memacu
knadung kemih yang mengalami atoni (atonis bladder) terutama retensi urin pasca
persalinan dan pasca bedah non-obstruksi.
Efek samping : dapat menimbulkan pacuan kolinergik umum. Termasuk dalam
pacuan ini adalah keringat, salivasi, kemerahan, penurunan tekanan darah, mual,
nyeri abdomen, diare dan bronkospasme.
Karbakol (karbamikolin)
Bekerja sebagai muskarinikmaupun nikotinik.
Kerja : berefek sangat kuat terhadap sistem kardiovaskuler dan sistem pencernaan
karena aktivitas pacu ganglion-nya dan mungkin tahap awalnya memacu dan
kemudian mendepresi sistem tersebut. Penetesan lokal pada mata, dpat meniru
efek asetilkolin yang menimbulkan miosis.
Penggunaan terapi : karena potensi tinggi dan masa kerja yang relatif lama,
maka ibat ini jarang digunakan untuk maksud terapi, kecuali pada mata sebagai
obat miotikum untuk menyebabkan kontraksi pupil dan turunnya tekanan dalam
bola mata.
Efek samping : jika diberikan dalam dosis oftalmologi maka efek sampingnya
kecil atau tidak ada sama sekali.
Pilokarpin
Menunjukkan kativitas muskarinik dan terutama digunakan untuk oftalmologi
Kerja : dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada
mata akan terjadi suatu spasme akomodasi, da penglihata akan terpaku pada jarak
tertentu, sehingga sulit untuk memfokus suatu objek. Pilokarpin adalah salah satu
pemacu sekresi kelenjar keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak
digunkan untuk maksud demikian.
Penggunaan terapi : merupakan obat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat
menurunkan tekanan bola matabaik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut
lebar
Efek samping : pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan SSP.
Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan.
b. Inhibitor kolinesterase
Pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat
penting yaitu Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan
asetilkolinesterase. Enzim ini ditemukan pada celah syaraf kolinergik,
neuromuscular junction, dan darah. Enzim ini sangat penting karena berfungsi
7

untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Obat dalam hal ini bereaksi
dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah sinaptik. Sedangkan obatobatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan sebagai
Inhibitor Ireversibel.
1.) Antikolinesterase Reversibel
Obat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE
dan dapat terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air.
Contoh obat-obatan yang bersifat inhibitor reversibel ini yaitu :
Fisotigmin
Merupakan substrat yang relatif stabil yang berfungsi meng-inaktifkan secara
reversible asetilkolinesterase. Akibatnya terjadi potensiasi aktivasi kolinergik
diseluruh tubuh.
Kerja : lama kerja sekitar 2-4 jam, dapat mencapai dan memacu SSP.
Penggunaan terapi : obat ini meningkatka gerakan usus dan kandung kemih,
sehingga

berkhasiat

untuk

mengobati

kelumpuhan

kedua

organ

tersebut.digunakan pula untuk mengobati kerja antikolinergik yang berlebihan


seperti atropin dalam dosis berlebihan, fenotiazin, dan obat antidepresi trisiklik.
Efek samping : efek terhadap SSP menimbulkan kejang bila diberikan dalam
dosis besar. Dapat terjadi juga bradikardia. Efek jarang ditemukan bila digunakan
dalam dosis teraupetik.
Neostigmin
Suatu senyawa sintetik yang dapat menghambat asetilkolinesterase secara
reversible seperti fisotigmin, tetapi lebih polar dan oleh sebab itu tidak dapat
masuk dalam SSP. Masa kerjanya 2-4 jam. Neostigmin juga bermanfaat sebagai
simtomatik pada mistenia gravis, suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh
antiboditerhadap reseptor nikotinik yang terikat pada reseptol asetilkolin dari
sambungan neuromuskular. Efek samping berupa salivasi, muka merah, dan pans,
menurunnya tekanan darah, mual, nyeri perut, diare dan bronkospasme.
Piridogstimin
Penghambat kolinesterase lain yang digunakan untuk pengobatan jangka panjang
miastenia gravis. Masa kerjanya lebih panjang (3-6 jam) dari neogstigmin (2-4
jam)
Edrofonium
Kerja obat ini mirip dengan neostigmin, kecuali obat ini lebih cepat diserap dan
masa kerjanya lebih singkat (sekitar 10-20 menit). Edrofonium amin kuartener
8

dan digunakan untuk mendiagnosis miastenia gravis. Injeksi intravena edrofonium


menyebabkan peningkatan kekuatan otot dengan cepat. Kelebihan dosis dari obat
ini harus diperhatikan karena mungkin menimbulkan krisis kolinergik. Atropin
adalah antidotumnya.
2.) Antikolinesterase Irreversibel
Sejumlah senyawa organofosfat sintetik mempunyai kapasitas untuk
melekat secara kovalen pada asetilkolinesterase. Keadaan ini memperpanjang efek
asetilkolin pada semua tempat pelepasannya. Kebanyakan dari obat ini sangat
toksik dn dikembangkan hanya untuk keperluan militer sebagai racun saraf.
Senyawa turunannya seperti paration digunakan sebagai inteksida.
Isoflurofat
Mekanisme kerja : merupakan organofosfat yang terikat secara kovalen pada
serin-OH pada sisi aktif asetilkolinesterase. Sekali terikat, maka enzim menjadi
tidak aktif secara permanen, dan restorasi (pemulihan kembali) aktivitas
asetilkolinesterase memerlukan sintesis molekul enzim baru. Setelah terjadi
modifikasi kovalen asetilkolinesterase, maka enzim yang terfosforisasiakan
melepas secara perlahan satu gugus isopropilnya. Kehilangan satu gugus alkil,
yang sering disebut sebagai penuaan, menjadi sulit sekali bagi reaktivator kimia
seperti pralidoksim, untuk memecah ikatan antara sisa obat dan enzim. Obat saraf
yang baru, ditujukan untuk militer, bekerja setelah beberapa menit atau detik,
sedangkan DFP dalam 6-8 jam.
Kerja : kerja obat ini meliputi pacuan kolinergik umum, kelumpuhan fungsi
motor (yang menimbulkan kesulitan bernapas), dan kejang. Isoflurofat
menimbulkan pula miosis kuat dan bermanfaat terapeutik. Atroin dosis besar
mampu melawan semua efek muskarini dan efek sentral Isoflurofat.
Penggunaan terapi : bentuk salep mata obat ini digunakan secara topikal dalam
jangka panjang pada pengobatan glaukoma sudut terbuka. Efeknya berakhir
mendekati satu minggu setelah penetesan tunggal. Ekotiofat adalah obat baru
yang terikat pula secara kovalen pada asetilkolinesterase. Kegunaanya sama
seperti Isoflurofat
Reaktivasi asetilkolinesterase : pralidoksim (PAM) adalah senyawa piridium
sintetik yang mampu mengaktifkan kembali asetilkolinesterase yang terhambat.

2.3.2 Antagonis Kolinergik


Antagonis kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat
antikolinergik) mengikat kolinoreseptor tetapi tidak memicu efek intraseluler
diperntarai reseptor seperti lazimnya. Yang paling bermanfaat dari obat golongan
ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara
selektif.oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja
pacu simpatis muncul tanpa imbangan.
a.) Obat antimuskarinik
Obat golongan ini seperti atropin dan skopolamin bekerja menyekat
reseptor muskarinik yang menyebabkan hambatan semua fungsi muskarinik.
Selain itu, obat ini menyekat sedikit perkeualian neuron simpatis yang juga
kolinergik, seperti saraf simpatis yang menuju kelenjar keringat. Bertentangan
dengan obat agonis kolinerik yang kegunaan teraupetiknya tebatas, maka obat
penyekat kolinergik ini sangat menguntungkan dalam sejumlah besar situasi
klinis. Karena obat ini tidak menyekat nikotinik, maka obat antimuskarinik ini
sedikit atau tidak mempengaruhi smbungan saraf otot rangka atau ganglia
otonom.
Atropin
Atropin, alkaloid belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarink,
dimana obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat
pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik
baik di snetral maupun saraf tepi. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar
4 jam kecuali bila diteteskan kedalam mata, maka kerjanya sampai berhari-hari.
Kerja :
- Mata : atropin meyekat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingg
menimbulkan midriasis, mata menjadi tidak bereaksi terhadap cahaya dan
sikloplegia (ketidak mampuan untuk memfokuskn penglihatan dekat). Pada pasien
dengan glaukoma, tekanan intraokular akan meninggi secara membahayakan.
- Gastrointestial : atropin digunakan sebagai obat antispsmodik untuk mengurangi
aktivitas saluran cerna.
- Sistem kemih : atropin digunakan pula untuk mengurangi keadaan hipermotilitas
kandung kemih. Obat ini kadang-kdang masih dipakai untuk kasus enuresis

10

(buang air seni tanpa disadari). Tetapi obat agoni adrenergik alfa mungkin jauh
-

lebih efektif dengan efek samping yang sedikit.


Kardiovaskuler : atropin menimbulkan efek divergen pada sistem kardiovaskuler,
tergantung pada dosisnya. Pada dosis rendah, efek yang menonjol adalah
penurunan denyut jantung (brakardia). Pada dosis tinggi, reseptor jantung pada
nodus SA disekat, dan denyut jantung sedikit bertambah (takkikardia). Dosis
sampai timbul efek ini sedikitnya 1 mg atropin, yang berarti sudah termasuk dosis
tinggi dan pemberian biasanya. Tekanan darah arterial tidak dipengaruh tetapi

padatingkat toksik, atropin akan mendilatasi pembuluh darah di kulit.


Sekresi : atropin menyekat kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada
lapisan mukosa mulut (serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin.
Kelenjar keringat dan kelenjar air mata terganggu pula. Hambatan sekresi pada

kelenjar keringat menyebabkan suhu tubuh meninggi.


Penggunaan terapi :
- Oftalmik : pada mata, salep mata atropin menyebabkan efek midratik atau
siklopegik dan memunginkan untuk pengukuran kelainan refraksi tanpa gangguan
oleh kapasitas akomodasi mata. Atropin mungin menimbulkan suatu serangan
-

pada individu yang menderita glaukoma sudut sempit.


Obat antipasmodik : atropin digunakan sebagai obat antiplasmodik untuk

melemaskan saluran cerna dan kandung kemih.


Antidotum untuk aginis kolinergik : atropin digunakan untuk mengobati kelebihan
dosis organofosfat (yang megandung insektisida tertentu) dan beberapa jenis
keracunan jamur ( jamur tertentu yang megandung substansi kolinergik).
Kemampuan obat ini masuk kedalam SSP sangat penting sekali. Atropin
menyekat efek asetilkolin yang berlebihan akibat dari hambatan terhadap

asetilkolinesterase oleh obat-obatan seperti fisostigmin.


Obat antisekretori : suatu obat kadang diperlukan sebagai antisekretori guna
menghentikan sekresi pada saluran napas atas dan bawah sebelum dilakukan suatu
operasi
Farmakokinetik :atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme didalam hepar,
dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. Masa paruhnya sekitar 4 jam.
Efek samping : tergantung pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut kering,
penglihatan mengabur, mata rasa berpasir (sandy eyes), takikardia, dan konstipasi.
Efeknya terhadap SSP termasuk rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang

11

mungkin berlanjut mnejadi depresi, kolaps sirkulasi dan sistem pernapasan dan
kematian. Pada individu yang lebih tua, pemakaian atropin dapat menimbulkan
midrasis dan sikloplegi dan keadaan ini cukup gawat karena dapat menyebabkan
serangan glaukomaberulang setelah menjalani kondisi tenang.
Skopolamin
Skolapomin, alkaloid beladona lainnya, dapat menimbulkan efek tepi yang sama
dengan efek atropin. Tetapi efe skopolamin lebih nyata pada SSP dan masa
kerjanya lebih lama dibandingkan atropin.
Efek : skopolamin merupakan salah satu obat anti mbauk perjalanan yang paling
efektif. Obat ini menimbulkan pula efek penumpulan daya ingat jangka pendek.
Bertolak belakang dengan atropin, obat ini menyebabkan sedasi, rasa megantuk,
tetapi pada dosis yang lebih tinggi bahkan menimbulkan kegelisahan/kegaduhan.
Penggunaan terapi : walaupun mirip dengan atropin, indikasi obat ini terbatas
pada pencegahan mabuk perjalanan (obat ini memang sangat efektif) dan
penumpulan daya ingat jangka pendek.
Farmakokinetik dan efek samping : aspek ini persis sama seperti atropin
Ipratropium
Penyedotan Ipratropium, suatu turunan kuartener atropin, bermanfaat untuk
pengobatan asma dan penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) pada pasien yang
tidak cocok menelan agonis adrenergik.
b.) Penyekat ganglionik
Obat ini menunjukkan tidak adanya selektivitas terhadap ganglia simpatis
maupun parasimpatis dan tidak efektif sebagai antagonis neuromuskular. Oleh
karena itu, obat ini menghentikan semua keluaran sistem saraf otonom pada
reseptor nikotinikrespon yang teramati memang kompleks dan sulit diduga,
sehingga tidak mungkin meperoleh kerja yang selektif. Obat penyekat ganglionik
jarang digunakan untuk maksud terapi saat ini. Tetapi obat ini ering digunakan
sebagai alat dalam eksperimen farmakologi.
Nikotin
Satu komponen dalam roko sigaret, nikotin memiliki sejumlah kerja yang kurang
menyenangkan. Tergantung

pada

dosis,

ikotin

mendepolarisasi

ganglia,

menimbulkan pertama kali gejala pacuan dan kemudian diikuti oleh paralisis dari
semua ganglia. Efek pacunya kompleks, termasuk peningkatan tekanan darah,
12

pertambahan denyut jantung ( akibat pelepasan transmitter dari ujung saraf


adrenergik dan medula adrenalis ), serta peningkatan peristaltis dan sekresi. Pada
dosis lebih tinggi, teanan darah justru menurun karena penyekatan ganglionik, dan
aktivitas saluran cerna otot-otot kandung kemih terhent.
Trimetafan
Trimetafan adalah obat penyekat ganglionik nikotinik bekerja singkat dan bersifat
kompetitif yang harus diberikan secara infus intravena. Saat ini trimetafan
digunakan untuk menurunkan tekanan darah dalam keadaan darurat seperti
hipertensi yang disebabkan oleh edema paru atau pecahnya aneurisma aorta bila
obat lain tidak dapat digunakan.
Mekamilamin
Mekamilamin menyekat kompetitif ganglia nikotinik. Lam kerjanya berkisar 10
jam setelah pemberian tunggal. Ambilan obat melalui penyerapan oral baik,
berbeda dengan trimetafan.
c.) Obat penyekat neuromuskular
Penyekat neuromuskular bermanfaat secara klinik selama opersi guna
melemaskan otot secara sempurna tanpa memperbanyak obat anastesi yang
sebanding dalam melemaskan otot. Obat penyekat neuromuskular ini strukturnya
analog

dengan

asetilkolin

dan

bekerja

baik

sebagai

antagonis

(tipe

nondepolarisasi) maupun agonis (tipe depolarisasi) terhadap reseptor yang


terdapat cekungan sambungan neuromuskular.
Penyekat nondepolarisasi (kompetitif)
Obat pertama yang mampu menyekat sambungan neuromuskular otot
rangka adalah kurare, yang dipake oleh pemburu alam didaerah amazon Amerika
Selatan untuk melumpuhkan binatang buruannya. Obat tubokuarin akhirnya
dimurnikan dengan baikdan dikenalkan dalam klinik pada awal tahun 1940-an.
Obat penyekat neuromuskilat jelas mempertinggi tinggkat keamanan anastesi
yang dibutuhkan untuk sampai ketingkat melemaskan otot tidak perlu terlalu
banyak.
Mekanisme kerja : pada dosis rendah

obat penyekat neuromuskular

nondepolarisasi bergabung dengan reseptor nikotinik dan mencegah pengikatan


asetilkolin. Obat ini justru mencegah depolarisasi membran sel otot yang
menghambat kontraksi otot. Karena obat ini bersaing dengan aetilkolin pada

13

reseptor, maka disebut penyekat kompetitif. Kerjanya dapat dimusnahkan dengan


memperbanyak kadar asetilkolin pada cela sinaptik, sebagai contoh pemberian
obat penghambat kolinesterase seperti neostigmin atau edrofonium. Ahli anastesi
sering menggunakan strategi ini untuk mempersingkat lama penyekatan
neuromuskular. Pada dosis tinggi penyekat nondepolarisasi menghadang kanal ion
pada cekungan. Keadaan ini menyebabkan pelemahan transmisi neuromuskular
lebih lanjut dan mengurangi kemampuan obat penghambat asetilkolinesterase
untuk menghilangkan kerja obat pelemas otot nondepolarisasi.
Efek : tidak semua otot sama pekanya terhadap penyekatan oleh obat penyekat
kompetitif. Otot-otot kecil yang berkontraksi cepat pada muka dan mata sangat
peka sekali dan dilumpuhkan pertama kali, kemudian diikuti oleh otot jari-jari.
Setelah itu otot tungkai dan lengan, lher, dan batang tutbuh dilumuhkan,
kemudian otot sela iga terganggu dan terakhir otot diafragma lumpuh.
Penggunaan terapi : obat penyekat ini digunakan dalam terapi sebagai obat
pelengkap dalam anastesi selama operasi guna melemaskan otot rangka.
Farmakokinetik : obat ini sulit menembus membran dan tidak mauk kedalam sel
atau melintasi sawar darah otak. Kebanyakan obat ini tidak dimetabolisme;
kerjanya diakhiri dengan cara penyebaran kembali. Sebagai contoh, tubokuarin,
pankuronium, mivakurium, metokurin dan doksakurium diekskresikan kedalam
urin dalam bentuk utuh. Atrikurium dihancurkan spontan didalam plasma dan
dengan hidrolisis ester. Obat aminosteroid (vekuronium dan rokuronium) dideastilasi dalam hati, dan bersihannya akan memanjang pada pasien dengan
penyakit hepar. Obat ini diekskresi dalam bentuk utuh kedalam empedu.
Interaksi obat : penghambat kolinesterase, anestesi hidrokarbon berhalogen,
antibiotika aminoglikosida, penyekat kanal kalsium.
Obat depolarisasi
Mekanisme kerja : tidak seperti asetilkolin yang segera dirusak oleh
asetilkolinesterase, maka obat depolarisasi ini kadarnya teteap tinggi dalam celah
sinaptik dan tetap melekat pada reseptor dalam jangka waktu yang relatif lama,
dan terus menerus memacu reseptor.

14

Efek : urutan kelumpuhan ungkin sedikit berbeda, tetapi sebagaimana yang terjadi
pada penyekat kompetitif, otot-otot pernapasan limpuh belakangan. Suksinilkolin
mengawali efeknya dengan lumpuh dalam beberapa menit. Obat ini tidak
menyebabkan penyekatan ganglion, kecuai pada dosis tinggi, walaupun
sebenarnya obat ini memacu secara lemah pelepasan histamin. Dalam keadaan
normal, lama kerja suksinilkolin sangat singkat, karena obat ini cepat sekali
dirusak oleh kolinesterase dalam plasma.
Penggunaan terapi : karena mula kerjanya cepat dan lama kerja singkat,
suksisnilkolin berguna sewaktu intubasi endotrakeal cepat dibutuhkn selama
induksi anastesi. Obat ini digunakan juga selama terapi syok elektrokonvulsif
(ECT).
Farmakokinetik : suksisnilkolin disuntikkan intravena. Kerjanya yang sangat
singkat (beberapa menit saja) disebabkan oleh hidrolisis cepat kolinesterase dalam
plasma. Oleh karena itu, obat ini biasanya diberikan dalam bentuk nfus terus

menerus.
Efek samping :
Hipertermia : bila halotan digunakan sebagai anastesi, maka pemberian
suksinilkolin terkadang menyebabkan hipertemia sangat berat pada orang yang

dasar genetiknya peka.


Apnea : pasien yang dasar genetiknya berkaitan dengan defisiensi kolinesterase
plasma atau adanya bentuk atipikal dari enzim tersebut sering terjadi apnea (tidak
dapat bernapas) karena kelumpuhan otot diafragma.

2.3.3 Agonis adrenergik


Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan
syaraf adrenergik. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis
adrenergik ini beraksi menyerupai neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin.
Agonis adrenergik juga dinamakan dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang
bekerja dengan cara ini bereaksi dengan reseptor adrenergik, yaitu reseptor
adrenergik & reseptor adrenergik .
Obat agonis adrenergi memiliki 3 mekanisme kerja yaitu:
a.) Agonis bekerja langsung : yaitu obat-obat yang bekerja lngsung pada reseptor
dan dengan menimbulkan efek mirip pacuan saraf simpatis atau pelepasan

15

hormon epinefrin dari medula adrenalis, contoh obat agonis yang bekerja
langsung :
Epinefrin : epinefrin berinteraksi terhadap reseptor dan . Pada dosis rendah,
efek (vasodilatasi) pada sistem vaskular menonjol sekali, sedangkan pada dosis
tinggi, efek (vasokontriksi) menjadi efek terkuat.
Kerja : kerja utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskuler. Senyawa ini
memperkuat daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik positif: kerja 1).
Oleh sebab itu, curah jantung meningkat pula. Akibat dar efek ini maka kebutuhan
oksigen otot jantung meningkat juga. Epinefrin mengkontriksi areriol dikulit,
membran mukosa dan visera (efek ) dan mendilatasi pembuluh darah kehati dan
otot rangka (efek 2). Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena itu, efek
kumulatif epinefrin adalah peningkatan tekanan sistolik bersama dengan sedikit
penurunan tekanan diastolik yang akhirnya menimbulkan refleks perlambatan
jantung.
Respirasi : epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung
pada otot polos bronus (kerja 2). Kerja ini sangat membantu semua keadaan
bronkokontriksi karena reaksi alergi atau pacu histamin. Pada kasus syok
anafilaksis, obat ini dapat menyelamatkan nyawa.
Hiperglikemia : epinefrin mempunyai efek hiperglikemia yang khas karena
terjadinya glikogenolisis didalam hepar (efek 2) peningkatan pelepasan glukogen
(efek 2) dan menurunkan pelepasan insulin (efek 2). Efek demikian diperantarai
oleh AMP.
Lipolisis : epinefrin mengawali lipoisis melalui aktivitas agonisnya pada reseptor
beta jaringan lemak, yang pada stimulasi, mengaktifkan adenili siklase untuk
meningkatkan kadar cAMP. cAMP ini kemudian memacu suatu lipase sensitif
hormon yang selanjutnya menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas
dan gliserol.
Biotransformasi : epinefrin seperti katekolamin lainnya, dimetabolisme oleh 2
jalur enzimatik: COMT yang memiliki S-adenosilmetionin sebagai kofaktor, dan
MAO. Hasil metabolit kahir yang dijumpai dalam urin adalah metanefrin dan
asam vanilimendelat.
Penggunaan terapi :

16

Bronkospasme : epinefrin merupakan obat utama yang digunakan untuk


pengobatan gawat setiap kondisi saluran napas yang ditandai oleh bronkokontriksi

dengan kesulitan bernapas.


Glaukoma : pada oftalmologi, larutan epinefrin 2% dapat digunakan secara topikal
untuk mengurangi tekanan dalam bola matapada glaukoma sudut terbuka. Obat ini
mapu mengurangi produksi cairan humor dengan memvasokontriksi pembuluh

darah badan siliaris.


Syok anafilatik : epinefrin merupakan obat pilihan untuk pengobatan reaksi

hipersensitif tipe 1 dan responnya terhadap alergen.


Pada anastesi : larutan anastesi lokal biasanya megandung 1:100.000 bagian
epinefrin. Efeknya nyata sekali dalam memperpanjang kerja anastesi lokal.
Farmakokinetik : epinefrin mempunyai awitan cepat, tetapi masa kerjanya
singkat.
Efek samping :

- Gangguan SSP : akibat epinefrin termasuk kecemasan, ketakutan, tegang, sakit


kepala dan tremor.
-

Pendarahan : obat ini dapat memacu pendarahan didalam otak akibat dari naiknya
tekanan darah secara nyata.

Aritmia jantung : obat ini dapat pula memacu aritmia jantung, terutama bagi
pasien yang sedang mendapat digitalis

Edema paru : epinefrin dapat menimbulkan edema baru.


Interaksi

Hipertiroidisme : epinefrin akan mempercepat kerja kardiovaskuler pada pasien

hipertiroidisme, bisa digunakan kecuali dosis obat dikurangi.


Kokain : bila didalam tubuh terdapat kokain, maka epinefrin akan menambah efek

kardiovaskulernya.
Norepinefrin
Obat ini akan memacu semua tipe reseptor adrenergik. Namun dalam
kenyataannya, bila obat ini diberikan pada manusia dalam dosis terapi, maka

reseptor adrenergik saja yang paling dipengaruhi.


Kerja kardiovaskuler :
Vasokontriksi : norepinefrin menyebabkan kenaikan tahanan perifer akibat
vasokontriksi kuat hampir semua lapangan vaskular, termasuk ginjal.

17

Refleks baroreseptor : pada preparat jaringan jantung terpisah, norepinefrin akan


memacu kontraktilitas jantung; namun secara invivo, pacuan ini hanya ringan
sekali bila ada.ha in akibat dari peningkatan tekanan darah yang emacu suatu

refleks berkaitan dengan aktivitas vagal melalui pacuan baroreseptor.


Efek praterapi atropin : bila atropin diberikan sebelum norepinefrin, maka pacuan

norepinefrin jelas akan menimbulkan takikardia.


Penggunaan terapi : norepinefrin digunakan untuk pengobatan syok karena
kemampuannya menaikkan tahanan tepi dan oleh karena itu menaikkan tekanan
darah; namun demikian dopamin ternyata lebih baik, karena tidak mengurangi

aliran darah keginjal seperti norepinefrin.


Isoproterenol
Bekerja langsung yang terutama memacu reseptor 1 dan 2.
Kerja :
- Kardiovaskular : pacuan obat ini seaktif epinefrin sehingga bermanfaat pada
pengobatan blok antrioventrikular atau henti jantung. Isoproterenol mendilatasi
pula arteriol otot rangka (kerja 2.), sehingga mengurangi tahanan perifer. Karena
kerja pacu jantungnya, obat in mungkin enaikkan sedikit tekanan sistol, tetapi
-

sangat menurunkan tekanan arteri rerata dan tekanan diastolik.


Paru-paru : isoproterenol seaktif epinefrin dan cepat melegakkan seranan asma
akut, bila diberikan secara inhalasi/sedotan. Kerja ini berakhir sekitar 1 jam dan

sesudah itu dosis dapat diulangi kembali.


Efek lainnya : terhadap reseptor , seperti peningkatan kadar gula darah dan
lipolisis dapat dibuktikan, tetapi secara klinik efek ini tidak jelas.
Penggunaan terapi : isoproterenol sekarang jarang digunakan sebagai obat
bronkodilator pada asma.
Farmakokinetik : diserap secara sistemik oleh mukosa sublingual tetapi lebih

nyata diserap secara parental atau sedotan aerosol.


Efek samping : mirip sekali dengan efek samping epinefrin.
Dopamin
Dopamin dapat mengaktifkan reseptor adrenergik dan . Sebagai contoh, pada
dosis tinggi obat ini menimbulkan vasokontriksi dengan mengaktifkan reseptor ,
sebaliknya pada dosis rendah, obat akan memacu reseptor jantung .
Dobutamin
Kerja : adalah suatu katekolamin sintetik, bekerja langsung yang merupakan
agonis reseptor 1. Obat ini tersedia dalam bentuk campuraan resemik.

18

Penggunaan terapi : dobutamin digunakan untuk meningkatkan curah jantung


pada gagal jantung kongestif.
Efek samping : dobutamin perlu diperhatikan bila diberikan pada pasien dengan
fibrilasi atrial, karena obat ini meningkatkan konduksi atrioventrikular. Efek
samping lainnya mirip dengan efek samping epinefrin.
Fenilefrin
Fenilefterin adalah obat adrenergik sintetik langsung yang terutama mengikat
reseptor 2. Fenilefterin adalah suatu vasokontriktor yang mampu meningkatkan
tekanan sistolik maupun diastolik. Efeknya terhadap jantung langsung tidak ada,
tetapi memacu refleks bradikardia bila diberikan parental. Obat ini digunakan
untuk

enaikkan

tekanan

darah

dan

menghentikan

serangan

tarikardiasupraventrikular. Dosis besar dapat menyebabkan sakit kepala


hipertensif dan ketidakteraturan jantung.
Metoksamin
Metoksamin adalah obat adrenergik sintetik bekerja langsung yang mengikat
reseptor alpha, terlebih lagi reseptor 1 dan 2. Obat ini digunakan juga untuk
menanggulangi hipotensi selama operasi yang memperoleh anastesi halotan. Obat
ini cenderung tidak memacu aritmia jantung pada pasien yang disensitisasi
anastesi umum halotan. Efek samping yang terjadi berupa sakit kepala hipertensif
dan muntah-muntah.
Kionidin
Kionidin adalah agonis 2 yang digunakan pada hipertensi esensial untuk
menurunkan tekanan darah karena kerjanya pada SSP. Obat ini dapat digunakan
juga untuk mengurangi gejala yang timbul akibat putus obat opiat atau
benzodiazepin.
Metaproterenol
Obat ini dapat idberikan peroral atau inhalasi. Obat ini bekerja terutama pada
reseptor 2, menimbulkan efek ringan pada jantung. Obat ini menyebabkan
dilatasi bronkiolus dan memperbaiki fungsi aliran udara. Obat ini berfungsi
sebagai bronkodilator pada pengobatan asma dan melegakan bronkospasme.
Terbutalin
Tetrabulin yang bersifat lebih selektif daripada metaproterenol dan masa kerjanya
lebih lama. Obat ini diberikan baik secara oral ataupun subkutan. Digunakan
sebagai bronkodilator dan mengurangi kontraksi rahim pada persalinan prematur.
Albuterol

19

Albuterol adalah agonis 2 selektif yang sifatnya mirip sekali dengan tetrabutalin.
Obat ini banyak dignakan sebagai inhalan untuk mengatasi bronkospasme.
b.) Agonis adrenergik bekerja tidak langsung
Obat-obat ini memperkuat efek norepinefrin endogen, tetapi tidak langsung
mempengaruhi reseptor pasca sinaptik.
Amfetamin
Amfetamin sering diduga hanya bekerja sebagai pacu sentral kuat saja oleh
pecandu penyaahgunaan obat. Sebenarnya obat ini dapat menaikkan tekanan
darah dengan jelas karena kerja agonis -nya pada pembuluh darah sebagaimana
juga efek pacu -nya pada jantung.
Tiramin
Tiramin tidak digunakan dalam klinik, tetapi banyak ditemukan dalam makanan
fermentasi, seperti keju dan anggur chianti. Obat ini adalah produk normal dari
hasil metabolisme tirosin.
c.) Agonis adrenergik bekerja ganda
Efedrin
Efedrin adalah alkaloid tumbuhan, tetapi sekarang dapat dibuat secara sintetik.
Obat ini adalah obat adrenergik bekerja ganda, berarti tidak saja melepas
simpanan norepinefrin dari ujung saraf, tetapi mampu pula memacu langsung
reseptor dan . Oleh karena itu, sejumlah besar kerja adrenergik yang muncul
sering sekali dengan efek epinefrin, walaupun sedikit lebih lemah.
Metaraminol
Metaraminol adalah obat adrenergik yang bekerja ganda dengan kerja yang mirip
norepinefrin. Obat ini digunakan pada pengobatan syok dan untuk mengatasi
hipotensi mendadak.
2.3.4. Antagonis adrenergik
Antagonis adrenergik mengikat adrenoseptor tetapi tidak menimbulkan
efek intraseluler yang diperantarai reseptor seperti lazimnya.
a.) Obat penyekat adrenergik
Obat-obat yang menyekat adrenoseptor sangat mempengaruhi tekanan darah.
Fenoksibenzamin
Kerja fenoksibenzamin ini berakhir sekitar 24 jam setelah pemberian tunggal.
Setelah obat disuntikkan,belum erjadi penyekatan beberapa jam karena molekul
harus dibiotransformasi lebih dulu menjadi bentuk aktif.
Kerja :

20

Efek kardiovaskular : penurunan resistensi perifer ini menimbulkan refleks


takikardia. Lebih jauh kemampuan untuk menyekat reseptor 2 presinaptik pada

jantung justru menimbulkan peningkatan curah jantung.


Reversal epinefrin : fenoksibenzamin tidak mempunyai efek terhadap kerja
isoproterenol yang murni sebagai agonis .
Penggunaan terapi : fenoksibenzamin

digunakan

untuk

pengobatan

feokromositoma, tumor pensekresi katekolamin sel-sel yang berasal dari medulla


adrenalis.
Efek samping : fenoksibenzamin dapat menyebabkan hipotensi postural,
sumbatan hidung, mual dan muntah.
Fentolamin
Kebalikan dari fenoksibenzamin, fentolamin menimbulkan penyekatan kompetitif
terhadap reseptor 1 dan 2. Kerja obat ini berakhir setelah 4 jam pemberian
tunggal. Fentolamin digunakan juga untuk terapi feokromositoma dan keadaan
klinis lainnya ditandai dengan pelepasan katekolamin berlebihan.
Prazosin, terazosin, dan doksazosin
Efek kardiovaskuler : prazosin dan terazosin menurunkan resistensi vaskular
perifer dan menurunkan tekanan darah arterial dengan melemaskan otot polos
arteri dan vena.
Penggunaan terapi :dosis awal obt ini menimbulkan respons hipotensi yang
berlebihan bahkan menimbulkan sinkop(pingsan). Kerja demikian disebut sebagai
efek dosis awal, dapat dikurangi dengan menyesuaikan dosis awal tersebut
menjadi 1/3 atau dari dosis normal, dan obat diberikan menjelang tidur.
Efek samping : parazosin dan terazosin mungkin menyebabkan pusing,
kehilangan tenaga, hidung tersumbat, sakit kepala, megantuk, dan hipotensi
ortostatik.
b.) Obat penyeka adrenergik
Semua obat penyekat yang digunakan dalam klinik bersifat antagonis
kompetitif.
Propranolol: suatu antagonis- non-selektif
Kerja : kardiovaskular, vasokonstriksi perifer, bronkokonstriksi, peningkatan
retensi natrium, menghambat kerja isoproterenol.
Efek terapi : memberikan terapi pada hipertensi, glaukoma, migren, hipertiroid,
angina pektoris, infark miokardial.

21

Efek samping : bronkokonstriksi, aritmia, gangguan seksual, gangguan


metabolisme, interaksi obat.
Timolol dan nadolol: antagonis- non-selektif
Timolol menyekat juga adrenoseptor 1 dan 2 dan leih kuat dari propranolol.
Nadolol kerjanya sangat panjang. Nadolol mengurangi produksi cairan humor
mata dan digunakan secara topikal pada pengobatan glaukoma sudut terbuka
menahun, dan dapat pula sesekali digunakan untuk pengobatan sistemik
hipertensi.
Asebutolol, atenolol, metoprolol, dan esmolol antagonis selektif
Kerja : obat-obat penyekat menurunkan tekanan darah pada hipertensi dan
meningkatkan toleransi latihan fisik dan angina.
Penggunaan terapi dan hipertensi : karena obat-obat ini mempunyai efek kecil
sekali terhadap reseptor 2 vaskuler perifer, maka kedinginan anggota tubuh, suatu
efek samping yang sering muncul pada terapi penyekat- sangat jarang terjadi.
Pindolol, dan asebutolol: antagonis dengan aktivitas agonis parsial
Kerja : pada kardiovaskular asebutolol dan pindolol bukan penyekat murni;
melainkan mempunyai kemampuan memacu dengan lemah sekali reseptor 1 dan
2 dan oleh karena itu disebut memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik. Serta
pengurangan efek metabolik.
Labetalol penyekat dan
Kerja : obat ini tidak mengganggu kadar lipid atau glukosa darah alam serum.
Penggunaan terapi pada hipertensi : labetalol berguna untuk pengobatan pasien
hipertensi berusia tua. Labetalol dapat digunakan sebagai obat alternatif terhadap
hidralazin untuk pengobatan hipertensi akibat kehamilan.
c.) Obat-obat yang mempengaruhi pelepasan atau ambilan kembali neurotransmitter
Reserpin
Awal kerja obat ini lambat timbul tetapi masa kerjanya panjang. Bila obat
dihentikan kerjanya menetap selama beberapa hari.
Guanetidin
Obat ini sekarang jarang digunakan untuk pengobatan hipertensi karena sering
menimbulkan hipotensi ortostatik dan mengganggu fungsi seksual pada lelaki.
Kokain
Kokain adalah unik diantara anastesi lokal yang mampu menyekat enzim ATPase
diaktifkan Na dan K melintas membran sel neuron adrenergik. Akibatnya,
norepinefrin menumpuk dalam ruang sinaptik, menimbulkan bertambahnya
aktivitas simpatetik dan memperkuat kerja epinefrin dan norepinefrin. Oleh

22

karena itu, dosis kecil katekolamin mampu menimbulkan efek yang diperkuat
pada pasien yang menelan kokain dibanding yang tidak menelannya

BAB III
PENUTUP
Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom (SSO) disebut juga susunan saraf vegetatif, meliputi
antara lain saraf-saraf dan ganglia (majemuk dari ganglion = simpul saraf) yang
merupakan persarafan ke otot polos dari berbagai organ ( bronchia, lambung,
usus, pembuluh darah, dan lain-lain). termasuk keompok ini pula adalah, otot
jantung (lurik) serta beberapa kelenjar (ludah, keringat, dan pencernaan).
SSO dipecah lagi dalam dua cabang, yakni Susunan (Ortho) Simpatik (SO)
dan Susunan Parasimpatik (SP).

23

Obat-obat Sistem Saraf Otonom


1.) Agonis kolinergik
a. Agonis kolinergik langsung
Asetilkolin
Betanekol
Karbakol (karbamikolin)
b. Inhibitor kolinesterase
1.) Antikolinesterase Reversibel
Fisotigmin
Neostigmin
Piridogstimin
2.) Antikolinesterase Irreversibel
Isoflurofat
2.) Antagonis Kolinergik
a.) Obat antimuskarinik
Atropin
Skopolamin
Ipratropium
b.) Penyekat ganglionik
Nikotin
Trimetafan
Mekamilamin
c.) Obat penyekat neuromuskular
Penyekat nondepolarisasi (kompetitif)
Obat depolarisasi
3.) Agonis adrenergik
Obat agonis adrenergi memiliki 3 mekanisme kerja yaitu:
a.) Agonis bekerja langsung
Epinefrin :
Norepinefrin
Isoproterenol
Dopamin
Dobutamin
Fenilefrin
Metoksamin
Kionidin
Metaproterenol
Terbutalin
Albuterol
b.) Agonis adrenergik bekerja tidak langsung
Amfetamin
Tiramin
c.) Agonis adrenergik bekerja ganda
Efedrin

24

Metaraminol
4.) Antagonis adrenergik
a.) Obat penyekat adrenergik
Obat-obat yang menyekat adrenoseptor sangat mempengaruhi tekanan darah.
Fenoksibenzamin
Fentolamin
Prazosin, terazosin, dan doksazosin
b.) Obat penyeka adrenergik
Semua obat penyekat yang digunakan dalam klinik bersifat antagonis
kompetitif.
Propranolol: suatu antagonis- non-selektif
Timolol dan nadolol: antagonis- non-selektif
Asebutolol, atenolol, metoprolol, dan esmolol antagonis selektif
Pindolol, dan asebutolol: antagonis dengan aktivitas agonis parsial
Labetalol penyekat dan
c.) Obat-obat yang mempengaruhi pelepasan atau ambilan kembali neurotransmitter
Reserpin
Guanetidin
Kokain

25

Anda mungkin juga menyukai