Anda di halaman 1dari 19

4

TELAAH KRITIS JURNAL

1. Judul
Hiperemesis Gravidarum dan Gangguang Disfungsi Plasenta

2. Pendahuluan
Mual dan muntah merupakan sebuah gejalan ringan yang biasanya dialami
pada trimester pertama kehamilan. Timbulnya mual berhubungan dengan kadar
human chorionic gonadotropin (hCG), yang biasanya meningkat dalam waktu 4
minggu setelah periode menstruasi terakhir, dengan puncak rata-rata pada minggu
ke 9 dalam kehamilan. Enam puluh persen kasus mual berakhir pada akhir dari
trimester pertama dan 91% pada 20 minggu kehamilan. Hiperemesis gravidarum
adalah akhir yang berat pada gejala mual dan menurut The International
Statistical classification of Disease and Related Healt Problems (ICD-9)
didefinisikan sebagai 'muntah yang menetap dan berlebihan dimulai sebelum
berakhirnya kehamilan pada minggu ke 22. Hiperemesis gravidarum secara klinis
diklasifikasikan menjadi ringan atau berat, tergantung pada gangguan metabolik
seperti kekurangan karbohidrat, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Kejadian hiperemesis gravidarum diperkirakan 0,3-1,5% dari semua kelahiran
yang hidup tetapi tidak merata pada tingkat global. Wanita Asia, lebih mungkin
untuk menderita hiperemesis gravidarum dari pada wanita Kaukasia. Hiperemesis
sangat mempengaruhi kesejahteraan maternal dan kualitas hidup dan salah satu
penyebab paling umum yang berhubungan dengan rawat inap pada kehamilan.
Relatif sedikit yang mengetahui tentang etiologi dari hyperemesis.
Hormon seks, hormon tiroid, infeksi H. pylori dan gen paternal diketahui memilki
peranan yang penting, meskipun dalam konsensus belum diketahui pasti. Kadar
yang positif hCG berhubungan dengan kejadian dan keluhan hiperemesis yang
berat, seperti yang ditunjukan pada kehamilan multiple atau molar. Sementara
keluhan mual dan muntah biasa terjadi pada awal kehamilan berhubungan erat
dengan peningkatan kadar hCG, yang juga menunjukan angka kejadian pada

wanita dengan hiperemesis, Kadar hCG yang terus-menerus tinggi menunjukan


adanya disregulasi dari stimulasi normal pada peredaran trofoblas, yang nerakibat
pada posisi dari plasenta. Letak plasenta yang akhirnya menjadi tidak
normalvdapat menyebabkan disfungsi dari plasenta yang secara klinis dapat
bermanifestasi pada hipertensi gestasional, preeklamsia, keguguran, lahir mati dan
terbatasnya pertumbuhan di intrauterin (IUGR). Secara khusus, peningkatan kadar
hCG dalam plasma terjadi pada trimester kedua yang berhubungan dengan kondisi
perkembangan. Dengan demikian, hiperemesis gravidarum terjadi pada awal dan
akhir dari trimester kedua, yang bisa menjadi indikator atau gejala awal dari
keadaan disfungsi plasenta yang akan terjadi.
Hanya ada sedikit bukti tentang konsekuensi dari hiperemesis pada
kesehatan ibu dan anak. Dua penelitian kohort yang besar dilakukan di negara
Skandinavia menunjukkan bahwa hiperemesis berhubungan dengan risiko yang
tinggi dengan kejadian preeklamsia, berat lahir rendah dan durasi kehamilan yang
singkat. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan risiko
tinggi terjadinya berat badan lahir rendah (BBLR), usia yang kecil untuk
kehamilan (SGA), dan kelahiran yang prematur pada ibu yang mengalami
hiperemesis. Namun, beberapa studi besar dan studi kecil lainnya tidak
menunjukkan hubungan yang bermakna.
Wanita yang mengalami hiperemesis berat menunjukan angka yang
signifikan dalam menurunkan 'asupan' kalori dan kehilangan nutrisi tambahan dan
elektrolit pada ibu hamil. Keadaan ini sama seperti berpuasa dan bisa
menyebabkan ketonuria, dimana keadaan seperti ini secara klinis sering
ditemukan pada wanita yang mengalami hyperemesis. Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa perubahan efisiensi plasenta terjadi pada wanita yang
mengalami kelaparan. Peningkatan berat plasenta pada wanita yang sedang hamil
di Hungerwinter Belanda menunjukkan kompensasi pertumbuhan dari plasenta
bisa terjadi dalam keadaan yang kurang akan asupan gizi. Kompensasi yang sama
mungkin terjadi pada wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum berat,
Namun kurangnya bukti akan hal tersebut

Keadaan hiperemesis dan disfungsi plasenta merupakan ancaman besar


bagi ibu hamil dan kesehatan neonatal, khususnya di negara yang berpenghasilan
rendah dan menengah di mana terdapat keterbatasan dari sumber perawatan
kesehatan [33]. Oleh karena itu, eksplorasi lebih lanjut mengenai hubungan antara
hiperemesis dan gangguan yang terkait sangat dibutuhkan.

3. Metode
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hiperemesis
dan gangguan disfungsi plasenta (hipertensi gestasional, preeklamsia, keguguran,
dan lahir mati), dan hasil dari neonatal, termasuk berat badan saat lahir, usia
kehamilan yang kecil (SGA), nilai Apgar dan usia kehamilan saat melahirkan.
Populasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan prospektif kohort dari 2252 wanita hamil.
Di Rumah Sakit Kesehatan Ibu-Anak Pribadi Budi Kemuliaan (Budi Kemuliaan
Petojo) di Jakarta, Indonesia. Rumah sakit menyediakan perawatan sekunder
kepada kesehatan ibu, sedangkan cabang berfokus pada pelayanan perawatan.
Wanita yang direkrut adalah perwakilan dari populasi wanita hamil di perkotaan
dari negara berkembang. Wanita hamil yang direkrut berdasarkan kunjungan
reguler pertama mereka untuk pelayanan antenatal (ANC) antara Juli 2012 sampai
Oktober 2014. Semua wanita yang menghadiri kunjungan klinik diundang dan
diminta untuk menandatangani informed consent tertulis. Peserta diperiksa dan
diwawancarai oleh bidan sesuai standar perawatan klinis dan ditindaklanjuti
sampai saat melahirkan.
Setelah pendaftaran, informasi mengenai identitas pribadi, status medis
dan informasi klinis diperoleh melalui wawancara dengan bidan di kunjungan
ANC. Ini termasuk latar belakang sosial-ekonomi wanita dan pasangannya,
riwayat medis (termasuk operasi sebelumnya obat-obatan), kehamilan saat ini
(Last menstrual period (LMP), berat badan sebelum kehamilan), riwayat obstetrik
(paritas, morbiditas sebelumnya selama kehamilan, cara persalinan yang

dilakukan ), dan riwayat penyakit dalam keluarga. Informasi klinis pada setiap
kunjungan ANC termasuk berat ibu, tekanan darah ibu, suhu, terjadinya
hiperemesis gravidarum, dan kehadiran dari proteinuria.
Pengukuran Paparan Hiperemis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum didiagnosis oleh bidan selama kunjungan ANC
rutin. Rincian tentang durasi keluhan, penurunan berat badan, gangguan
metabolisme dan catatan terkait rawat inap. Untuk analisis, perempuan
digolongkan

menjadi tidak hiperemis gravidarum,

ringan atau

hiperemesis

gravidarum berat (wanita dengan penurunan berat badan > 5% dibandingkan


dengan berat badan sebelum hamil). Hanya wanita dengan hiperemesis
didiagnosis pada trimester pertama atau trimester kedua yang dimasukkan.
Pengukuran Hasil
Defenisi Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan oleh International
Society for the study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP). Hipertensi
gestasional didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih
dan / atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih pada dua criteria pada
wanita tanpa hipertensi sebelum 20 minggu kehamilan. Pada wanita dengan
hipertensi gestasional, proteinuria ditemukan sebagai positif 2 dipstick dalam
sampel urin secara acak. Preeklamsia didiagnosis jika wanita dengan hipertensi
gestasional memiliki broteinuria atau jika ada juga satu atau lebih kejang. Insiden
rendah eklampsia, analisa dilakukan pada pasien eklampsia dikombinasikan
dengan kelompok preeklampsia. Hipertensi kronis didefinisikan sebagai tekanan
darah melebihi 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu
kehamilan, dan hanya ditemukan meningkat pada 2 kali pemeriksaan. Wanita
yang
didiagnosis dengan hipertensi gestasional atau preeklamsia menerima perawatan
sesuai dengan standar protokol rumah sakit.
Keguguran didefinisikan sebagai kematian janin sebelum 23 minggu
kehamilan dan atau berat sampai 500 gram, dan lahir mati sebagai bayi tanpa
tanda-tanda kehidupan pada atau setelah 28 minggu kehamilan. Small For
Gestational Age (SGA) didefinisikan sebagai berat lahir pada kehamilan tertentu

usia di bawah persentil ke-10 dari Amerika Serikat Referensi Nasional untuk
Pertumbuhan Janin. Berat Badan Lahir rendah (BBLR) adalah berat lahir di
bawah 2500 gram. Skor Apgar diukur pada 1, 5, dan 10 menit setelah lahir.
Dilaporkan hasil untuk skor Apgar adalah skor 5 menit postpartum. Prematuritas
didefinisikan sebagai lahir sebelum 37 minggu kehamilan. Usia kehamilan saat
melahirkan dihitung dalam hari dengan mengurangi hari pertama dari hari terakhir
haid (HPHT) dari tanggal penerimaan ke kamar pengiriman / operasi. Konfirmasi
usia kehamilan menggunakan USG tidak dilakukan karena hanya bisa dilakukan
oleh wanita yang memiliki akses ke pemeriksaan ini. Sembilan wanita dengan
durasi kehamilan >46 minggu (mungkin karena ketidaktelitian perhitungan usia
kehamilan) dikeluarkan dari sampel.
Setelah lahir, berat badan lahir dan dimensi plasenta (Berat, panjang, dan
lebar) diukur dengan menggunakan standar metode oleh bidan. Perbandingan
berat plasenta sampai kelahiran dilakukan perhitungan. Setelah keluar dari rumah
sakit, tindak lanjut aktif dihentikan. Analisis pada hasil neonatal berdasarkan
kelahiran hidup tunggal kehamilan, dan karena itu beberapa kehamilan, bayi lahir
mati dan keguguran dikeluarkan dari analisis.

Wanita yang masuk dalam penelitian


(n=2,252)
19 wanita diinklusi ( terjadi kehilangan data untuk berat badan atau usia gestasi)

Wanita yang masuk dlam analisis (n=2,233)

Tanpa HG HG derajat ringan


HG derajat berat
(n=1,833)
(n=354)
(n=46)

209 wanita diinklusi (kehamilan multiple, keguguran, lahir mati

Tanpa HG
(n=1,659)

HG derajat ringan
HG derajat berat
(n=354)
(n=46)

Variabel Perancu
Hubungan Analisis antara hyperemesis dan gangguan disfungsi plasenta
yang disesuaikan dengan status social ekonomi (pendapatan keluarga), paparan
rokok, usia ibu saat melahirkan, graviditas, dan indeks massa tubuh pra-kehamilan
(BMI).
Analisis Data
Dasar analisis dikelompokkan berdasarkan diagnosis hyperemesis (berat/
ringan/ tidak hyperemesis), dan perbedaan antara kelompok-kelompok dievaluasi
dengan Chi-square, one-way-ANOVA atau Kruskal-Wallis tes yang disesuaikan.
Untuk data, kami laporkan hasil median dan kisaran interkuartil (IOR). Hasil dari
penelitian menunjukan bahwa pengujian biasa dan pengujian secara koefisiensi
regresi linier dan odds rasio dari regersi logistic dengan interval kepercayaan 95%

10

dan nilai p-values seperti didalam tabel. Semua analisis dijalankan menggunakan
IBM SPSS (versi 22 for Mac)

4. Hasil
Populasi Penelitian
Perserta penelitian berjumlah 2250 orang, dengan 400 perserta
terdiagnosis hyperemesis gravidarum (18,9%). Dari perserta yang terdiagnosis,
didapatkan 94 perserta mengalami penurunan berat badan yang bervariasi mulai
dari 1 hingga 13 Kg. terdapat 1.833 wanita yang tidak terdiagnosis, 354 wanita
denga diagnosis hyperemesis ringan dan 46 wanita dengan hyperemesis berat
(kekurangan berat badan > 5%). Dilampirkan pada gambar 1. Usia rata-rata
perserta penelitian adalah 28,3 tahun, 27% adalah primigravida.
Pada tabel 1 menunjukkan karakteristik dasar dalam penelitian. Dimana
totol pendapan keluarga diukur untuk menilai status social ekonomi perempuan
dan dikelompokkan kedalam 4 kategori dengan tingkatannya. Kami menemukan
bahwa kategori pendapatan keluarga berbeda secara statistic yang cukup
signifikan pada perumpuan dari kelompok eksposur yang berbeda. Wanita dengan
hyperemesis menghindari untuk dilakukan pemeriksaan ANC pada awal
kehamilan daripada wanita tanda hiperremesis.

11

Paparan Hyperemesis Gravidarum (HG) dan Hasil


Pada tabel 2, 3, dan 4 menunjukkan hubungan antara hyperemesis dan
gangguan disfungsi plasenta, hasil neonatal dan langka-langkah plasenta.
Hyperemesis ringan dan berat tidak dikaitan dengan gangguan disfungsi plasenta.
Setelah penyesuaian, bayi perempuan dengan hyperemesis berat yang rata-rata
172 gram lebih ringan saat lahir daripada bayi yang tidak terpapar. Tidak ada
hubungan yang temukan untuk SGA dan keturunan BBLR, atau dampak neonatal
lainnya yang merugikan. Wanita dengan hyperemesis ringan memiliki plasenta
sedikit lebih ringan, sementara wanita dengan hyperemesis berat memiliki

12

plasenta yang lebih berat, meskipun tidak ada hasil yang signifikan secara
statistic. Demikian juga., rasio berat plasenta dibanding berat badan lahir (PW
rasio/BW) yang lebih rendah dengan hyperemesis ringan dan lebih tinggi dengan
hyperemesis yang parah, meskipun tidak signifikan secara statistic.
Pada analisis didapatkan mengenai efek perubahan berat badan yang
absolut dan relative selama awal kehamilan pada wanitan dengan hyperemesis
gravidarum. Namun, tidak ada hubungan perubahan berat badan pada awal
kehamilan dengan gangguan disfungsi plasenta dan hasil neonatal atau plasenta.

13

5. Diskusi
Studi ini menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum yang parah
dikaitkan dengan penurunan yang signifikan dalam berat lahir, tapi tidak ada
hubungan antara HG dan hipertensi gestasional, preeklamsia atau gangguan
disfungsi plasenta lainnya selama dilakuakn pengamatan atau observasi. Tidak ada
hubungan yang ditemukan antara hiperemesis gravidarum dan outcome neonatal,
seperti SGA dan BBLR.
Kekuatan penelitian ini terdapat pada

desain penelitian dan jumlah

perempuan disertakan. Hal ini memungkinkan untuk menilai kedua efek trimester
pertama dan kedua dari hiperemesis gravidarum pada kelahiran neonatal terutama
pada berat lahir, untuk memberi kesan efek pada plasenta, dan mengevaluasi
perubahan awal berat badan kehamilan sebagai mediator tehadap efek yang
memungkinkan. Namun, mengingat insiden rendah gangguan disfungsi plasenta,
penelitian kami mungkin terlalu kecil untuk mendapatkan kesimpulan yang pasti.
18,9% dari partisipan memiliki beberapa bentuk hiperemesis yang sangat tinggi,
tapi perkiraan kami tidak sesuai dengan laporan sebelumnya. Terutama,
perempuan direkrut dari lembaga rujukan untuk kesehatan ibu dan anak, dan
memang beberapa diantara hiperemesis dirujuk pada awal kehamilan. Walaupun
data tentang indikasi untuk kasus rujukan tidak tersedia, kami percaya bahwa
arahan khusus untuk hiperemesis, terutama di awal kehamilan, adalah untuk
keluhan yang ada saja, dan tidak untuk beberapa harapan yang lebih tinggi terkait
risiko yang merugikan untuk ibu atau outcome dari neonatal, sehingga bias seleksi
tidak mungkin terjadi. Hal ini didukung oleh penemuan kami bahwa wanita hamil
dengan hiperemesis memiliki risiko yang sebanding untuk terjadinya komplikasi
kebidanan dibandingkan dengan wanita tanpa hiperemesis, yang didalamnya
termasuk beberapa keadaan pra-kehamilan seperti BMI, hipertensi kronis dan
diabetes tipe 2, dan komplikasi obstetri sebelumnya. Hilangnya informasi
meningkat dengan panjangnya masa follow-up, tapi sebagian besar disebabkan
karena ketersediaan layanan antenatal care yang bersifat sementara dan kemudian
dirujuk kembali ke tempat pelayanan keshatan tingkat primer, rutinititas seperti ini
tidak ada kaitannya dan tidak memiliki asosiasi dengan daya tarik penelitian.

14

Informasi laporan kuesioner kami mungkin berisi kesalahan pengukuran, tetapi


sebagian karena pasien kurang mengerti
cenderung terjadi secara random.

tujuan studi, kesalahan seperti ini

15

Hasil kami tidak menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum berat


meningkatkan risiko gangguan disfungsi plasenta. Sebuah hubungan antara
hiperemesis gravidarum dan gangguan disfungsi plasenta pertama kali diusulkan
dalam1991 laporan studi case-control yaitu risiko untuk terjadinya preeklampsia
1,6 kali lebih tinggi pada wanita dengan muntah yang parah [43]. Konsisten
dengan temuan kami, penelitian sebelumnya juga tidak menunjukkan peningkatan
risiko disfungsi plasenta gangguan dengan paparan hiperemesis [44, 45]. Kohort
terbesar sampai saat ini dengan 1.155.033 kehamilan, yang 13.287 diantaranya
dating ke rumah sakit dengan komplikasi hiperemesis, menunjukkan sedikit
peningkatan risiko preeklamsia, dan risiko yang lebih tinggi untuk preeklamsia
prematur ketika hiperemesis terjadi pada trimester kedua [15].

kami

mengemukakan bahwa perbedaan hasil pada kehamilan hiperemesis dijelaskan


oleh karakteristik ibu seperti (gestational) hipertensi, (gestational) diabetes, dan
primipara [46]. Masalah umum dalam membandingkan temuan pada hubungan
antara hiperemesis dan gangguan disfungsi plasenta adalah kurangnya definisi
yang diterima secara luas untuk hiperemesis 'berat'. Kriteria yang digunakan saat
ini berkisar pada kasus hiperemesis yang memerlukan rawat inap atau muntah
akibat adanya gangguan metabolik yang berhubungan dengan klasifikasi murni
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan. Dalam studi ini, terjadinya kelihangan
berat badan ibu lebih dari 5% (dibandingkan dengan berat badan sebelum
diagnosis) digunakan sebagai kriteria untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan
hiperemesis. penurunan berat badan relatif yang diukur lebih objektif untuk
memutuskan tingkat keparahan hiperemesis yang juga digeneralisasikan untuk
semua wanita hamil dengan berat badan yang berbeda.
Kami menunjukkan (disesuaikan) 172 g berat lahir rendah pada anak
perempuan dengan hiperemesis yang parah, yang tidak dijelaskan oleh durasi
kehamilan. Hal ini sesuai dengan beberapa laporan sebelumnya [22, 46-49].
Dalam studi ini, kami tidak menemukan hubungan antara hiperemesis dan SGA
atau BBLR, meskipun ini muncul lebih sering terjadi pada wanita dengan
hiperemesis berat. Meskipun bayi lahir dengan berat badan lebih kecil, ternyata
peluang mereka melewati ambang persentil ke-10 untuk usia kehamilan (SGA)

16

atau 2500 g untuk berat badan lahir (BBLR) adalah sama dengan yang tidak
terpapar. Ini setuju dengan beberapa laporan sebelumnya, termasuk studi terbesar
pada hasil neonatal sampai saat ini [21, 27, 50]. Perbedaan definisi paparan dan
klasifikasi beratnya dapat berkontribusi pada variasi temuan.
Penelitian sebelumnya pada hubungan antara hiperemesis dan penilaian
plasenta terbatas. Dalam penelitian ini, kami mendeteksi ada efek pada berat
plasenta dan rasio berat plasenta-berat kelahiran (rasio PW/BW). Wanita dengan
hiperemesis yang parah, namun, memiliki plasenta lebih berat dan lebih tinggi
dari rasio PW/BW, meskipun tidak signifikan secara statistik. plasenta berat dan
rasio PW/BW yang lebih tinggi yang sebelumnya dilaporkan, tapi hanya untuk
keturunan perempuan [28]. Studi tentang kelaparan dan berat plasenta dan rasio
PW / BW menunjukkan bahwa dengan asupan kalori yang rendah, plasenta
kompensatori dapat tumbuh, mungkin untuk mempertahankan gizi janin yang
memadai [31, 32]. Hal ini mungkin juga terjadi dengan hiperemesis dan, karena
itu, penelitian lebih lanjut pada plasenta dibenarkan; terutama karena ada bukti
bahwa pertumbuhan kompensatori dari plasenta berhubungan dengan masalah
kardiovaskular di kemudian hari [28, 51].
Penelitian lebih lanjut memerlukan definisi HG dan kriteria yang jelas
untuk tingkat keparahannya. Penelitian kohort yang besar akan diperlukan untuk
memperkirakan hubungan antara hiperemesis dan dimensi plasenta, dan dampak
yang jarang terjadi, seperti eklampsia dan bayi lahir mati (IUFD). Melakukan
studi tindak lanjut pada wanita dengan hiperemesis gravidarum yang parah akan
memberikan wawasan yang lebih baik untuk kemungkinan efek jangka panjang
dari hiperemesis pada kesehatan anak yang lahir dari kehamilan hiperemesis.

6. Kekuatan dan kelemahan penelitian

17

7. Kesimpulan
Hiperemesis gravidarum adalah penyakit yang membahayakan pada awal
kehamilan, terkait dengan rawat inap, penggunaan obat-obatan dan kualitas hidup
yang buruk. Namun, temuan kami menunjukkan tidak ada dampak yang relevan
hiperemesis gravidarum pada gangguan disfungsi plasenta.

18

Telaah Kritis
Jurnal yang diakses dari BMJ ini merupakan bagian dari kedokteran
berbasis bukti (evidence-based medicine) diartikan sebagai suatu proses evaluasi
secara cermat dan sistematis suatu artikel penelitian untuk menentukan reabilitas,
validitas, dan kegunaannya dalam praktik klinis. Komponen utama yang dinilai
dalam critical appraisal adalah validity, importancy, applicability. Telaah kritis
meliputi semua komponen dari suatu penelitian dimulai dari komponen
pendahuluan, metodologi, hasil, dan diskusi. Masing-masing komponen memiliki
kepentingan yang sama besarnya dalam menentukan apakah hasil penelitian
tersebut layak atau tidak digunakan sebagai referensi.
Evaluasi Jurnal
Telaah kritis meliputi semua komponen dari suatu penelitian dimulai dari
komponen pendahuluan, metodologi, hasil dan diskusi. Masing-masing komponen
memiliki kepentingan yang sama besarnya dalam menentukan apakah hasil
penelitian tersebut layak atau tidak digunakan sebagai referensi.
I. Latar belakang
Secara garis besar, latar belakang jurnal ini cukup memenuhi
komponen-komponen yang harusnya terpapar dalam latar belakang.
Dalam latar belakang dipaparkan jenis vaksin yang digunakan dan
kelompok mana yang diuji dan dampaknya terhadap subkelompok
tersebut. Tujuan penelitian juga sudah dituliskan dalam latar belakang.
II. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitan ini sudah cukup baik karena peneliti telah
memaparkannya secara jelas, yakni untuk menentukan apakah
pemberian vaksin quadrivalent HPV, dibandingkan dengan plasebo,
dapat mengurangi angka kejadian penyakit HPV dikalangan wanita
yang telah menjalani operasi untuk penyakit serviks atau yang

19

didiagnosis dengan vulva atau penyakit vagina (kutil kelamin,


neoplasia intraepithelial vulva, atau neoplasia intraephitelial vagina).
III. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam jurnal terdiri dari populasi dan subjek, desain
penelitian, sampel, dan intervensi. Rencana analisis statistik tidak
dipaparkan lebih lanjut pada jurnal ini (hanya diperlihatkan pada
lampiran).
IV. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dalam jurnal ini telah memenuhi komponenkomponen yang harus ada dalam hasil penelitian jurnal. Pada hasil
penelitian disajikan dalam bentuk paragraf, tabel, dan grafik.
I. Population
Antara Desember 2001 dan Mei 2003, 17.622 wanita berusia 15-26 tahun
terdaftar pada salah satu dari dua uji coba acak, double blind, dan plasebo
terkontrol.
II. Intervention
Pada penelitian ini dilakukan intervensi, dimana dalam kedua percobaan,
pasien diambil secara acak (1:1) untuk menerima suntikan secara
intramuskular dari vaksin quadrivalent HPV (Gardasil atau Silgard,
Merck, Whitehouse Station, NJ) atau plasebo nampak pada hari 1, bulan 2,
dan bulan 6. Pemeriksaan komprehensif terhadap anogenital dan ThinPrep
sitologi serviks (Cytyc, Boxborough, MA, USA) dilakukan selama
kunjungan yang terjadwal, yang terjadi setiap 6-12 bulan setelah fase
vaksinasi. Spesimen sitologi diklasifikasikan menurut Sistem Bethesda
Sistem 2.001. Semua pasien diwajibkan untuk menggunakan kontrasepsi
selama pemberian vaksinasi (hari 1 sampai bulan 7), dan semua pasien
dievaluasi kehamilan sebelum pemberian vaksin atau plasebo dengan
chorionic gonadotropin assay sebanyak 25 internasional unit.
III. Comparison

20

Penelitian

ini

merupakan

penelitian

retrospektif

membandingkan

pemberian vaksin dan plasebo dengan perbandingan 1:1.


IV. Outcome
Menentukan apakah pemberian vaksin quadrivalent HPV, dibandingkan
dengan plasebo, dapat mengurangi angka kejadian penyakit HPV
dikalangan wanita yang telah menjalani operasi untuk penyakit serviks atau
yang didiagnosis dengan vulva atau penyakit vagina (kutil kelamin,
neoplasia intraepithelial vulva, atau neoplasia intraephitelial vagina)
V. Study Validity
Research questions
Is the research question well-defined that can be answered using this study
design?
Ya. Penelitian dengan menggunakan desain penelitian retrospektif ini dapat
menjawab tujuan utama dari dilakukannya penelitian, yaitu untuk
menentukan apakah pemberian vaksin quadrivalent HPV, dibandingkan
dengan plasebo, dapat mengurangi angka kejadian penyakit HPV
dikalangan wanita yang telah menjalani operasi untuk penyakit serviks atau
yang didiagnosis dengan vulva atau penyakit vagina (kutil kelamin,
neoplasia intraepithelial vulva, atau neoplasia intraephitelial vagina)
Is the data collected in accordance with the purpose of the research?
Ya. Data yang diambil sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mencakup 17.
622 wanita berusia 15-26 tahun yang diambil secara acak dengan
perbandingan 1: 1 untuk vaksin atau plasebo, 2.054 yang mengalami operasi
serviks atau didiagnosis dengan kutil kelamin, neoplasia intraephitelial
vulva, atau neoplasia intraephitelial vagina.
Randomization

21

Was the randomization list concealed from patients, clinicians, and


researchers?
Ya, pada penelitian ini sampel yang diambil adalah seluruh subjek yang
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti.

Interventions and co-intervention


Were the performed interventions described in sufficient detail to be
followed by others? Other than intervention, were the two groups cared for in
similar way of treatment?
Ya, penelitian ini melakukan intervensi terhadap sampel penelitian dan
dapat diikuti oleh yang lain, serta mendapatkan perlakuan yang sama.
VI. Importance
Is this study important?
Ya, penelitian ini penting karena hasil penelitian ini untuk menentukan
apakah pemberian vaksin quadrivalent HPV, dibandingkan dengan plasebo,
dapat mengurangi angka kejadian penyakit HPV dikalangan wanita yang
telah menjalani operasi untuk penyakit serviks atau yang didiagnosis dengan
vulva atau penyakit vagina (kutil kelamin, neoplasia intraepithelial vulva,
atau neoplasia intraephitelial vagina) yang belum diketahui sebelumnya.
Oleh karena itu hasil penelitian ini penting untuk dijadikan referensi.
VII. Applicability
Are your patient so different from these studied that the results may not
apply to them?
Tidak. Pasien pada penelitian ini cukup menggambarkan populasi pasien di
Indonesia. Penjelasan mengenai sampel penelitian dijelaskan dengan baik

22

didalam jurnal. Oleh karena itu penelaah berkesimpulan bahwa hasil


penelitian ini dapat digeneralisasikan.
Is your environment so different from the one in the study that the methods
could not be use there?
Tidak, penelitian dengan metode penelitian ini dapat diterapkan di
Indonesia.
Kesimpulan: Jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan sehingga jurnal
ini dapat digunakan sebagai referensi.

Anda mungkin juga menyukai