Anda di halaman 1dari 27

BERKAS PORTOFOLIO

Nama Peserta :, dr.


Nama Wahana : RSUD
Topik : Kasus gawat darurat (Dengue Shock Syndrome + Ensefalopati
Dengue)
Tanggal (kasus) : 24 Maret 2015
Nama Pasien : An. K
Tanggal Presentasi :

No. RM : 226715
Nama Pendamping :
, dr., MARS.
Kepala SMF Anak :

, dr. Sp.A.
Tempat Presentasi : Ruang Aula RSUD
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik Manajemen
Masalah
Neonatus
Bayi Anak Remaj Dewas
a

Tinjauan Pustaka
Istimewa
Lansi Bumi
a

Deskripsi :
Anak laki-laki, 4 tahun datang dengan kaki dan tangan teraba dingin dan
pasien terlihat lebih diam dan lemas sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam tinggi terusmenerus, pagi sama dengan malam. Keluhan pasien disertai dengan sesak nafas
nyeri perut, nyeri sendi, nyeri kepala, pasien terlihat gelisah, mengigau, BAB
hitam 1x, dan sulit tidur, Sebelumnya keluhan pasien tidak disertai muntah-muntah
hebat, batuk, pilek, keluaran cairan dari telinga, dan nyeri menelan. Ibu pasien
menyangkal adanya tanda-tanda kemerahan di tangan dan kaki, tidak ada mimisan,
tidak ada perdarahan di gusi.
Dari hasil pemeriksaan fisik ketika pasien datang didapatkan keadaan umum
delirium, tekanan darah 90/70, nadi 120 kali/menit regular, lemah, isi tidak cukup,
akral dingin dan pucat dengan Capillary Refill Time (CRT) lebih dari 2 detik pada
keempat ekstremitas. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada saat pasien datang
didapatkan data sebagai berikut :
-

Hb 15,4 gr%

Leukosit 8300/mm3

Eritrosit 6,9 juta/


1

PCV 46%

- Trombosit 50000/mm3
Tujuan :

Mendiagnosis

Dengue Shock Syndrome + Ensefalopati dengue dan

mengetahui terapi yang tepat.

Mengidentifikasi kegawatan yang terjadi serta penanganannya.

Menilai prognosis penyakit.


Bahan bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset Kasus
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi

Audit
Pos

Email
Data pasien :
Nama RS :

Nama : An. K
Telp : -

No. register : 226715


Terdaftar sejak :

RSUD
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ gambaran klinis:
Pasien didiagnosis dengue shock syndrome berdasarkan keluhan kaki dan
tangan pasien teraba dingin dan pasien terlihat lebih lemas sejak 1 jam sebelum
masuk RS. Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam tinggi
terus-menerus, dari pagi hingga malam. Ditunjang dengan hasil pemeriksaan fisik
yaitu dari tanda-tanda vital menunjukkan adanya hipotensi (90/palpasi), takipnea
(42 x/menit), hipotermia (35,8 C) dan takikardi (nadi 120x/menit) regular, lemah,
isi tidak cukup) dan pada keempat ekstremitas menunjukkan akral pucat dan
dingin serta CRT lebih dari 2 detik merupakan tanda-tanda syok. Pemeriksaan
darah rutin menunjukkan trombositopenia (50.000), hemokonsentrasi (penurunan
hematokrit 20% setelah mendapat terapi cairan), IgG dengue (+) dan IgM dengue
(+).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang mengarah ke
diagnosis dengue shock syndrome.

Syok tersebut disebabkan oleh kebocoran

plasma yang terjadi akibat infeksi virus dengue.


Pasien juga didiagnosis ensefalopati dengue berdasarkan kesadaran pasien
saat datang yaitu tampak gelisah, mengigau, dan lemas. Adanya kebocoran plasma
menyebabkan syok dan menyebabkan hipoksia pada otak sehingga menyebabkan

ensefalopati.
2. Riwayat pengobatan:
Pada saat hari pertama demam, pasien dibawa ke dokter dan diberi obat namun
tidak ada perbaikan.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien memiliki riwayat benturan kepala karena terserempet motor 1 tahun
yang lalu. Kejadian tersebut mengakibatkan benturan pada kepala bagian kanan.
Kejadian tersebut menimbulkan gejala panas badan dan muntah-muntah, sehingga
pasien dilakukan operasi dan setelah operasi pasien sadar, kembali pulih dan rutin
kontrol ke dokter bedah saraf. Setelah peristiwa tersebut pasien tidak pernah
mengalami keluhan.
4. Riwayat keluarga:
Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan:
6. Lain-lain : Daftar Pustaka:
1. RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
2. Diunduh dari : http://www.depkes.go.id/downloads/Tata-Laksana-DBD.pdf.
Pada tanggal 1 April 2015.
3. Depkes RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan
keehatan. Jakarta. : Departemen Kesehatan RI : 2005.
4. WHO. Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. TDR :
2009.
Hasil Pembelajaran:
1. Membuat diagnosis Dengue Shock Syndrome + Ensefalopati dengue
2. Mengetahui prinsip tatalaksana kegawatan pada Dengue Shock Syndrome +
Ensefalopati dengue
3. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada kasus Dengue Shock
Syndome + Ensefalopati dengue
4. Edukasi tentang perjalanan penyakit dan prognosis penyakit pada pasien.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
3

Dari anamnesis, keluarga pasien mengeluhkan kaki dan tangan pasien teraba
dingin dan pasien terlihat lebih lemas sejak 1 jam sebelum masuk RS. Lima hari
sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam tinggi terus-menerus, pagi
sama dengan malam.
Keluhan pasien disertai dengan sesak nafas, nyeri perut, nyeri sendi, nyeri
kepala, pasien terlihat gelisah, mengigau, bab hitam 1x dan sulit tidur, Sebelumnya
keluhan pasien tidak disertai muntah-muntah hebat, batuk, pilek, keluaran cairan dari
telinga, dan nyeri menelan. Ibu pasien menyangkal adanya tanda-tanda kemerahan di
tangan dan kaki, tidak ada mimisan, tidak ada perdarahan di gusi.
2. Objektif
Hasil dari Anamnesis dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosis Dengue
Shock Syndrome + Ensefalopati dengue. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan
berdasarkan :
Anamnesis
-

Kaki dan tangan pasien teraba dingin

Pasien terlihat gelisah, lemas, dan mengigau

Demam tinggi yang berlangsung selama 5 hari yang lalu

Bab hitam 1x

Nyeri sendi, nyeri kepala.

Pemeriksaan fisik
-

Tanda-tanda vital
tekanan darah

: 90/palpasi mmHg (Hipotensi)

nadi

: 120 x/menit reguler (Takikardi)

respirasi

: 42 x/menit, abdominothoracal (Takipnea)

suhu

: 35,8 oC (Hipotermia)

Ekstremitas : Akral pucat dan dingin dengan CRT >2, Rumple leede test (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan

darah

rutin

menunjukkan

adanya

trombositopenia

(50.000),

hemokonsentrasi (penurunan hematokrit 20% setelah mendapat terapi cairan.


Pasien ini 37 % 29 % ), IgG dengue (+) dan IgM dengue (+).
3. Assessment (Penalaran Klinis)
Berdasarkan hasil pemeriksaan, data-data mendukung kedalam diagnosa
syok. Syok terjadi karena adanya kegagalan sistem sirkulasi yang mengakibatkan
kebutuhan metabolik organ dan jaringan tidak terpenuhi. Pada pasien ini syok yang
terjadi adalah syok hipovolemik yang disebabkan oleh kebocoran plasma yang
disebabkan oleh reaksi virus dengue terhadap struktur mikrovaskular. Kebocoran
plasma tersebut menyebabkan perpindahan cairan ke rongga ekstravaskuler sehingga
mengakibatkan kehilangan cairan intravaskular dalam jumlah yang banyak dan
mengakibatkan terjadinya hipoperfusi jaringan yang ekstrim yang disebut syok.
Anamnesa berupa kaki dan tangan yang teraba dingin dan pemeriksaan fisik
yang menunjukkan adanya akral pucat dan dingin dengan CRT >2 detik mendukung
ke arah diagnosa syok. Pada pasien ini juga terdapat panas badan, nyeri badan, nyeri
kepala dan juga pemeriksaan fisik yaitu Rumple leede test (+) mendukung adanya
infeksi virus dengue. Pada infeksi virus dengue dengan tanda-tanda syok disebut
Dengue Shock Syndrome. Adanya BAB hitam mendukung infeksi virus dengue,
akibat penurunan trombosit yang menyebabkan manifestasi perdarahan pada saluran
cerna pasien.
Pada pasien ini juga mengalami ensefalopati yang terjadi akibat kegagalan
sirkulasi ke otak akibat kebocoran plasma. Termasuk ke dalam hypoxic ischemic
encephalopathy. Tanda utama terjadinya ensefalopati pada pasien ini adalah
terganggunya status mental pasien dengan gejala penurunan kesadaran yaitu tampak
gelisah dan mengigau (delirium).
4. Plan
Diagnosis: Dengue Shock Syndrome + Ensefalopati Dengue
Pengobatan: Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien ini adalah dengan
memperbaiki kondisi umum.

Pada pasien ini terdapat 2 keadaan, keadan yg paling pertama harus diperbaiki adalah
Ensefalopati Dengue.
1.

Pertahankan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat


(terapi oksigen)

2.

Cegah TTIK :
- Posisikan penderita dengan kepala ditinggikan 30 derajat
- Retriksi cairan tidak boleh >80% kebutuhan cairan rumatan
- Ganti ke cairan koloid bila terus terjadi nilai hematokrit
- Beri diuretika bila terdapat tanda-tanda kelebihan cairan

Segera dilakukan pemasangan pipa endotrakeal untuk menghindari


hiperkarbia

Pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan untuk menurunkan


TTIK, diberikan deksametason dengan dosis 0,15 mg/kgBB/dosis setiap
6-8 jam secara i.v.

3. Menurunkan produksi amonia


4. Pertahankan gula darah pada 80-100 mg/dL
5. Koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa
6. Berikan vitamin K1 secara i.v. dengan dosis 3 mg untuk anak usia <1 th; 5
mg usia 1-5 th; da 10 mg pada usia >5 th
7. Bila terdapat kejang dapat diberikan antikonvulsi
8. Pemberian transfusi darah dianjurkan PRC segar bila terdapat indikasi.
Hindari pemberian transfusi komponen darah karena kelebihan cair dapat
TTIK
9. Indikasi pemberian antibiotik empiris bila ada dugaan superinfeksi oleh
bakteri
10. Obat H-2 blocker atau proton pum inhibitor dapat diberikan untuk
mengatasi perdarahan gastrointestinal
11. Hindari pemberian obat-obatan lain tanpa indikasi karena akan
memperberat kerja hati
12. Pertimbangkan tindakan plasmaferesis atau hemodialisis bila diperlukan
Keadaan pasien yaitu Dengue Shock Syndrome harus tetap diperbaiki, yaitu melalui
resusitasi cairan.

Pendidikan: Harus ditekankan pada pasien dan keluarganya bahwa kondisi pasien
merupakan kondisi gawat darurat yang dapat mengancam jiwa sehingga perlu
mendapatkan penanganan segera.

Konsultasi: Pasien dikonsultasikan kepada dokter spesialis Anak.


Follow up : Pasien harus dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
darah rutin serial untuk memantau hasil terapi dan keputusan tindakan selanjutnya.
Selain itu pasien harus melakukan pemeriksaan golongan darah dan cross match
untuk persiapan transfusi jika hemoglobin kurang dari 8gr% atau jika syok tidak
teratasi.

BAB I
ILUSTRASI KASUS
KETERANGAN UMUM
Pasien
Nama

: An. K

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 4 tahun

Anak ke

: 2 dari 2 bersaudara

Alamat

: Parakan

Orangtua
Nama Ayah

: Tn. A

Umur

: 40 tahun.

Pendidikan terakhir

: SMA

Pekerjaan

: Wiraswasta.

Alamat

: Parakan

Nama Ibu

: Ny. R.

Umur

: 36 tahun.

Pendidikan terakhir

: SMP

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Parakan

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Kaki dan tangan terasa dingin

Anamnesa tambahan:
Anak laki-laki, 4 tahun datang dengan kaki dan tangan teraba dingin dan
pasien terlihat lebih diam sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Lima hari
sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam tinggi terus-menerus, pagi
sama dengan malam.
Keluhan pasien disertai dengan sesak nafas nyeri perut, nyeri sendi, nyeri
kepala, pasien terlihat gelisah, mengigau, BAB hitam 1x, dan sulit tidur, sebelumnya
keluhan pasien tidak disertai muntah-muntah hebat, batuk, pilek, keluaran cairan dari
telinga, dan nyeri menelan. Ibu pasien menyangkal adanya tanda-tanda kemerahan di
9

tangan dan kaki, tidak ada mimisan, tidak ada perdarahan di gusi. Pada saat hari
pertama demam, pasien dibawa ke dokter dan diberi obat namun tidak ada perbaikan.
Pasien memiliki riwayat benturan kepala karena terserempet motor 1 tahun
yang lalu. Kejadian tersebut mengakibatkan benturan pada kepala bagian kanan.
Kejadian tersebut menimbulkan gejala panas badan dan muntah-muntah, sehingga
pasien dilakukan operasi dan setelah operasi pasien sadar, kembali pulih dan rutin
kontrol ke dokter bedah saraf. Setelah peristiwa tersebut pasien tidak pernah
mengalami keluhan.
Riwayat Pengobatan
Pada saat hari pertama demam, pasien dibawa ke dokter dan diberi obat namun tidak
ada perbaikan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien dilahirkan pada usia kehamilan 9 bulan, persalinan normal dengan
pertolongan bidan beratbadan 3000 gram panjang badan 45 cm. Menurut keterangan
ibu, pada saat hamil ibu tidak pernah mengeluhkan sakit. Pasien menjalani imunisasi
dasar lengkap sampai usia 1 tahun.
Riwayat Tumbuh Kembang
Menurut keterangan ibu, pasien sudah bisa berdiri dan mulai berjalan pada usia
sekitar 7 bulan dan mulai berbicara pada usia 1 tahun.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar telah lengkap dilakukan
Riwayat makanan
0 4 bulan, diberikan ASI
4 bulan 2 tahun, diberikan Susu formula
6 12 bulan, diberikan bubur susu

10

12 bulan sampai sekarang, diberikan makanan keluarga


PEMERIKSAAN FISIK (awal masuk, IGD)
Keadaan Umum
Kesadaran

: Delirium

Tanda-tanda vital:
tekanan darah

: 90/palpasi mmHg

nadi

: 120 x/menit reguler

respirasi

: 40 x/menit, abdominothoracal

suhu

: 35,8 oC

Kepala

Mata

: Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera icterik (-/-), pupil

bulat isokor d=3 mm, refleks cahaya direct dan indirect (+/+).

Hidung

: sekret -/-, epistaxis -/-

Mulut

: halitosis -, tonsil T1/T1 tenang, uvula di tengah, arcus faring

simetris, post nasal drip (-), perdarahan gusi (-).

Gigi

: gigi geligi tidak ada kelainan

Thorax
Inspeksi

Gerak dan bentuk simetris

Palpasi

Hangat dan lembab, tidak terdapat kelainan, ICS tidak melebar, iktus
kordis kuat angkat.

Jantung
Palpasi:

Iktus kordis teraba pada ICS V lateral dari LMCS, kuat angkat, thrill (-)

Perkusi:

Batas jantung:

atas

ICS III LPS

kanan ICS V LPD


kiri

ICS V LMCS

11

Auskultasi:

Suara jantung S1 dan S2 normal regular

S3 (-), S4 (-), Murmur (-)

Paru-paru

Palpasi:

VF (+), ka=ki

Perkusi:

Sonor (+), ka=ki, Batas paru hepar ICS VII tidak ada peranjakan.

Auskultasi:

VBS (+), ka=ki, VR (+), ka=ki, Ronchi (-/-), wheezing (-/-)


Abdomen

Inspeksi:

Datar, distensi (-), retraksi epigastrik (-).

Auskultasi:

BU (+) normal

Palpasi:

Lembut, NT (+) ulu hati, NL (-),Massa (-)


Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi:

Tympani , Pekak samping (-), pekak pindah (-)


Ruang traube kosong
Ekstremitas Atas

Akral dingin dan pucat

CRT >2

Rumple leede test (+)

Ekstremitas Bawah

Akral dingin dan pucat

CRT >2

Neurologis
Kaku kuduk (-)

12

Meningeal sign (-)


Refleks Patologis
Babinski -/Chaddock -/Refleks Fisiologis
Patella +/+
Achiles +/+
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum terapi cairan :
Hb 12,7 gr%
Lekosit 11800 /mm3
Eritrosit 5,7 juta/
PCV 37%
Trombosit 31000 /mm3
Hitung jenis : Bas/Eos/Staf/Sgm/Ly/Mo/Mclo/Mcla M : -/-/-/59/33/8/-/IgG Dengue +, IgM Dengue +
Setelah terapi cairan (24 jam) :
Hb 10,2 gr%
Lekosit 8600 /mm3
Eritrosit 4,5 /mm3
PCV 29%
Trombosit 60000 /mm3
DIAGNOSIS KERJA
Dengue Shock Syndrome + Ensefalopati dengue
PENATALAKSANAAN
1. Oksigen 2 liter/menit
2. Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
3. Lampu sorot

13

4. Terapi cairan sesuai protap penatalaksanaan DSS :


(13.30)
-

Infus 20 ml/kgBB : 173 gtt/menit makrodrip

Observasi tanda-tanda vital tiap jam

Obsevasi diuresis

(14.05)
KU : gelisah, TD ; 90/palpasi, N ; 120x/menit, RR ;40 x/menit

Infus HES 10 cc/kgBB = 175 cc dalam 30-60 menit

Cek Hb, leukosit, PCV, trombosit tiap 12 jam

Terapi lain lanjut

(16.55)
KU : gelisah, TD ; 80/60, N ; 90x/menit, RR ;40 x/menit, suhu = 36,6

Infus HES 10 cc/kgBB = 175 cc dalam 30-60 menit

Terapi lain lanjut

Rujuk dengan fasilitas PICU & NICU


(RS Sumber waras, waled, putra bahagia, arjawinangun, RSHS penuh)

14

(17.25)
TD : 90/60, S : 37,1

O2 lembab 3 liter per menit

Infus RL 10 cc/kgBB = 175 cc = 45 tetes per menit makrodrip

Terapi lain lanjut

TD ; 90/60, N ; 90 x/menit, R ; 40 x/menit terapi lanjut

TD ; 90/60, S ; 37,5 terapi lanjut

Masuk ruangan rawat inap


Terapi lain lanjut
5. Parasetamol syrup 3 x 1 cth
6. Ampicillin 4 x 500 mg IV
7. Ranitidin 2 x 20 mg IV
8. Domperidon syrup 3 x 1 cth

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia Ad bonam.

Quo ad functionam

: dubia Ad bonam.

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dengue Shock Syndrome
Definisi
Penyakit demam yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditandai
dengan manifestasi pendarahan dan menimbulkan renjatan/syok dan kematian.
Etiologi :
Virus dengue tipe 1,2,3,4 (golongan arthropod borne virus grup B) yang
ditularkan melalui gigitan banyak spesies nyamuk aedes (antara lain Aedes aegypti
dan Aedes albopictus).
Patofisologi :
Terdapat 2 teori:
-

Secondary heterologous infection/teori infeksi sekunder

Hipotesis immune enhancement

16

Bagan Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD


Sumber http://www.depkes.go.id/downloads/Tata-Laksana-DBD.pdf.
Kriteria Diagnosis
1. Kasus DBD
o Demam akut 2-7 hari
o Manifestasi pendarahan : ptekie, purpura, ekimosis, gusi berdarah,
epitaksis,

perdarahan

mukosa/tempat

mukosa,

perdarahan

penyuntikan/saluran

cerna

(hematemesis, dan melena).


o Trombositopenia 100.000/L
o Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
Peningkatan hematokrit/ hemokonsentrasi 20% dari baseline atau
penurunan pada konvalesens, atau terdapat kebocoran plasma seperti
efusi pleura, asites, hipoproteinemia/ hipoalbuminemia.
2. DSS

17

Takikardia, ekstremitas dingin, CRT memanjang, nadi lemah, letargis,


gelisah yang mungkin merupakan penurunan perfusi otak

Tekanan nadi <20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastol (misal


100/80 mmHg)

Hipotensi menurut usia, didefinisikan dengan tekanan sistol <80


mmHg untuk usia <5 thn atau 80-90 mmHgntuk anak lebih besar dan
dewasa

Klasifikasi
Menurut WHO, dibagi atas:
Derajat I

: demam dan uji tourniquet (+)

Derajat II

: demam dengan pendarahan spontan, pada umumnya dikulit dan/


pendarahan di tempat lain.

Derajat III

: ditemukan gagal sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan


lembut, tekanan nadi (<20mmHg) atau hipotensi dengan kulit
dingin, lembab dan gelisah.

Derajat IV

: renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tensi yang tidak dapat
diukur.

Tatalaksana
Umum :
1. Tirah baring
2. Diet makanan lunak.
3. Banyak minum
Khusus :
1. Penggantian kehilangan plasma
2. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka
analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.
Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga

18

tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian


cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan
natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan.
3. Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2-4 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
4. Antipiretik
Antipiretik diberikan pada fase akut untuk mengurangi risiko kejang dan pasien
dengan hiperpireksia terutama bagi pasien yang memiliki riwayat kejang. Harus
diberikan bila suhu tubuh lebih dari 39 0C, tetapi tidak lebih dari 6 dosis dalam 24
jam.
< 1 tahun

: 60 mg/dosis

1-3 tahun

: 60-120 mg/dosis

3-6 tahun

: 120 mg/dosis

6-12 tahun

: 240 mg/dosis

19

Bagan tata laksana DBD derajat III dan IV

20

5. Sedatif
Terapi sedative diberikan pada beberapa kasus untuk merestrain anak yang
agitasi. Diberikan dosis tunggal kloral hidrat (12,5-50 mg/kg) per oral atau rectal,
dosis maksimal 1 gram.
6. Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien
syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian
transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata.
Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage)
apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50%
mennjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang
mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel
darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya
terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin
parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID.
Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah:

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30
menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien
stabil

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,


jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi.

21

Jumlah dan frekuensi dieresis

Pemantauan pada syok:

Observasi tanda vital setiap 15-30 menit sampai syok teratasi dan gejala
klinis

Periksa secara serial Hb, Ht,leukosit, dan trombosit tiap 2 jam selam 6 jam
pertama, kemudian tipa 4 jam sampai stabil.

Intake dan output

Elektrolit serum, analisa gas darah

PT, PTT, TT, FDP untuk menilai timbulnya penyakit dan derajat KID yang
kan mempengaruhi prognosis

Tes fungsi hati : aspartat aminotransferas, alnin aminotransferase dan protein


serum.

Indikasi untuk hospitalisasi:

Takikardia

Kapilari refill (>2 detik)

Kulit dingin, pucat

Penurunan nadi perifer

Perubahan pada status mental

Oliguria

Peningkatan tiba-tiba hematokrit atau peningktan hematokrit secar kontinu


meskipun pemberian cairan

Penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg)

Hipotensi

Komplikasi
-

Myokarditis

Enchelopathy dengue

KID

Edem paru
22

Gagal ginjal

Sepsis

Kriteria Memulangkan Pasien


Pasien dapat dipulangkan, apabila:

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit > 50.000/l

Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau


asidosis)

2.2.

Ensefalopati Dengue

Secara literatur berarti adanya gangguan atau penyakit pada otak. Ensefalopati
tidak mengarah hanya pada satu penyakit melainkan merupakan sindrom disfungsi
otak secara global. Sindrom ini dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organ.
Berikut ini beberapa tipe ensefalopati

Mitochondrial encephalopathy gangguan metabolik yang diakibatkan


karena disfungsi dari DNA mitokondrial. Dapat memepengaruhi berbagai
system tubuh termasuk otak da n system saraf.

Glycine encephalopathy gangguan metabolik pada anak-anak

Hepatic encephalopathy akibat kerusakan liver (sirosis hepatis)

Hypoxic ischemic encephalopathy ensefalopati permanen atau sementara


akibat penurunan pengantaran oksigen ke otak.

Uremic encephalopathy akibat peningkatan zat toksik yang seharusnya di


buang oleh ginjal.

Wernicke's encephalopathy akibat defisiensi thiamin, biasanya pada orang


dengan pecandu alcohol.

23

Hypertensive encephalopathy akibat peningkatan tekanan darah secara


akut/tiba-tiba.

Toxic encephalopathy disebabkan karena zat-zat kimia, sering


menyebabkan kerusakan permanen pada otak

Toxic-Metabolic encephalopathy semua kerusakan otak yang disebabkan


karena infeksi, kegagalan organ, atau intoksikasi.

Transmissible spongiform encephalopathy sekumpulan penyakit yang


disebabkan oleh prion dan dikarakteristikan dengan adanya jaringan otak
yang menyerupai spons, adanya kegagalan motorik dan koordinasi.

Pada pasien ini ensefalopati terjadi akibat kegagalan sirkulasi ke otak akibat plasma
leakage. Termasuk ke dalam hypoxic ischemic encephalopathy.
Tanda utama terjadinya ensefalopati adalah terganggunya status mental pasien
dengan gejala tersering adalah penurunan kesadaran. Tergantung dari keparahan
ensefalopati, symptom utama neurologis adalah hilangnya fungsi kognitif, adanya
gangguan personality, tidak mampu untuk berkonsentrasi, letargi, dan yang utama
adanya penurunan kesadaran. Tanda neurologis lainya adalah myoclonus (pergerakan
otot yang involunter), asterixis (hilangnya tonus otot secara tiba-tiba, tetapi dengan
cepat membaik kembali), nystagmus (pergerakan bola mata cepat dan involunter),
tremor, kejang, ganguan respirasi anatara lain Cheyne-Stokes respiration, apneustic
respirations, dan post-hypercapnic apnea.
Terapi ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati dengue disebabkan atau ditandai oleh
ensefalopati hepatik, karena itu penatalaksaannya sama dengan tatalaksana
ensefalopati hepatik, yaitu :
1. Pertahankan jalan napas dan oksigenasi yang adekuat (terapi oksigen)
2. Hindari atau cegah TTIK atau atasi bila sudah terjadi
o Posisikan penderita dengan kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
o Retriksi cairan tidak boleh >80% kebutuhan cairan rumatan
o Ganti ke cairan koloid bila terus terjadi peningkatan nilai hematokrit
o Beri diuretika bila terdapat tanda-tanda kelebihan cairan

24

o Segera dilakukan pemasangan pipa endotrakeal untuk menghindari


hiperkarbia
o Pemberian kortikosterois dapat dipertimbangkan untuk menurunkan
TTIK, diberikan deksametason dengan dosis 0,15 mg/kgBB/dosis
setiap 6-8 jam secara IV.
3. Menurunkan produksi amonia
4. Pertahankan kadar gula darah pada 80-100 mg/dL
5. Koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa
6. Berikan vitamin K1 secara IV dengan dosis 3 mg untuk anak < 1 tahun ; 5
mg usia 1-5 thn ; dan 10 mg pada usia >5 thn
7. Bila terdapat kejang dapat diberikan antikonvulsi
8. Pemberian transfusi darah dianjurkan PRC segar bila terdapat indikasi.
Hindari pemberian transfusi komponen darah karena kelebihan cairan
dapat TTIK
9. Indikasi pemberian antibiotik empiris bila ada dugaan superinfeksi oleh
bakteri
10. Obat H-2 blocker atau proton pump inhibitor dapat diberikan untuk
mengatasi perdarahan gastrointestinal
11. Hindari pemberian obat-obatan lain tanpa indikasi karena akan
memperberat kerja hati
12. Pertimbangkan tindakan plasmafaresis atau hemodialisis bila diperlukan

25

PRESENTASI KASUS GAWAT DARURAT


DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS) + ENSEFALOPATI DENGUE

Disusun oleh:
, dr.
Dokter Internship RSUD

Pendamping :
, dr., MARS.
Kepala SMF Anak :
, Sp.A.

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

26

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


2015

27

Anda mungkin juga menyukai