Anda di halaman 1dari 11

Patogenesis Rinitis Vasomotor

Abstrak :
Pengenalan : rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan yang dapat memunculkan gejala pada
hidung yang terjadi sebagai respon kepada lingkungan, seperti perubahan suhu atau kelembaban
relative, bau (seperti ; parfum atau bahan pembersih), asap rokok, alkohol, gairah seksual, dan
faktor emosi. Hiperreaktifitas pada alergi tidak dimediasi oleh peningkatan aktivitas saraf eferen
pada pembuluh darah yang menyuplai mukosa nasal.
Objektif : penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patogenesis dari rhinitis vasomotor dengan
mikroskop electron untuk melihat apakah ada penyebab lain pada penyakit ini.
Bahan dan metode : penelitian ini adalah penelitian random prospektif yang dilaksanakan di
fakultas kedokteran Benha pada periode januari 2009 sampai November 2011. Penelitian ini
melibatkan 45 pasien dan dibagi menjadi 2 kelompok. Dalam penelitian ini didapatkan 39
pasien (21 laki laki, 18 perempuan ; rata rata usia 25 38 tahun) dengan rhinitis vasomotor dan
6 pasien kontrol ( 4 laki laki, 2 perempuan ; rata rata usia 22 34 tahun). Pada penelitian,
pasien yang menderita rhinitis vasomotor menunjukkan adanya hidung tersumbat dan rinorea
yang masif. Berdasarkan riwayat penyakit pasien, gejala ini sudah ada selama minimal 2 tahun
(antara 2 6 tahun). Pada rinoskopi anterior, konka yang hipertrofi menyebabkan obstruksi
signifikan dari rongga hidung. Kelompok kontrol (6 pasien) yang telah melakukan operasi THT
atau yang tidak mempunyai keluhan atau penyakit.
Metodologi : pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop electron telah dilakukan. Specimen
telah ditambahkan dengan larutan cacodylate formalin glutaraldehid-R. kemudian dicampurkan

osomium tetraoxide 1%, dikeringkan dan dilekatkan di spurris resin. Bagian yang sangat tipis
diwarnai dengan reynold 10%. Pemeriksaan dilakukan dengan TEM (phillipo400).
Hasil : mikroskop electron : pasien dengan rhinitis vasomotor menunjukkan hilangnya
interseluler junction dengan sel yang terpisah, silia lebih pendek, jarang, dan berubah bentuk,
apoptosis sel di lapisan epitel, sel sel epitel penuh dengan vesikel dan sel goblet. Tipe kelenjar
lain juga terlihat, hilangnya permukaan halus dari sel endotel dan menebalnya lamina basal.
Kesimpulan : patologi dari rhinitis vasomotor dimulai dari angiopati pembuluh darah submukosa
yang mirip dengan angiopati pada diabetes kemudian terjadilah perubahan epitel. Perawatan
bedah atau pengobatan diarahkan langsung ke sistem simpatis, kemungkinan dapat mengalami
perbaikan tergantung pada seberapa banyak pembuluh darah mukosa yang mengalami kelainan.
Adanya tipe granul lain di kelenjar submukosa membutuhkan banyak penelitian histokimia.

1.

Pendahuluan
Rinitis Vasomotor (Rhinitis non alergik), tanpa eosinophilia kadang-kadang disebut rinitis
idiopatik. Gejalanya seperti ;

hidung tersumbat, peningkatan sekresi (rinorea), atau

keduanya. Bersin - bersin dan gatal jarang terjadi. Keadaan klinis ini kemungkinan
disebabkan oleh berbagai macam kelompok penyakit dengan patogenesis yang tidak
sepenuhnya diketahui.

(1)

Rinitis vasomotor lebih spesifik terjadi sebagai respon dalam

menanggapi lingkungan, seperti perubahan suhu atau kelembaban relatif, bau (misalnya,
parfum atau bahan pembersih), asap rokok, alkohol, gairah seksual, dan faktor emosional.
Hiper-reaktivitas pada alergi tidak dimediasi oleh peningkatan kerja saraf eferen pada
pembuluh darah yang menyuplai mukosa hidung. (1)
Pasien dengan Rhinitis vasomotor mempunyai dua sub kelompok: yakni "runners," yang
menunjukkan basah adanya rhinorrhea ; dan "kering", yang menunjukkan hidung
tersumbat dan hambatan aliran udara dengan rhinorrhea yang minimal. (2)
Rinitis non allergi adalah penyakit umum yang diderita 17 juta penduduk Amerika.
Sekitar 22 juta orang menderita Kombinasi dari rinitis non allergic dan rinitis alergi (rinitis
campuran). Keduanya lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak,
lebih banyak pada wanita dibandingkan pada pria, dan lebih sering perenial daripada
musiman.
Telah diketahui bahwa rinitis alergi disebabkan oleh reaksi dari antigen dan antibodi IgE.
Di sisi lain, rhinitis vasomotor bukanlah dari reaksi alergi maupun infeksi, dan etiologi yang
diyakini adalah ketidakseimbangan dari sistem saraf otonom. (4) Karena gejala subjektif dari 2
jenis rhinitis ini serupa, maka sulit untuk membedakannya. Bagaimanapun juga, karena
terapinya berbeda untuk masing-masing, maka diagnosis pasti dan cepat sangatlah penting. (5)
Patofisiologi rinitis idiopatik tidak diketahui, tetapi penyakit ini diklasifikasikan sebagai
rinitis nonallergi atas dasar serum IgE radioalergosorbent assay (RAST) yang negatif dan tes

cukit kulit. Sebaliknya, pada rinitis alergi didapatkan reaksi inflamasi yang dimediasi oleh
IgE dan sel mast, dengan infiltrasi sel plasma yang berlebih dan sel IgE +. Telah diamati pada
pembedahan, dengan menghentikan kerja saraf simpatis dan parasimpatis dari mukosa
pernapasan hidung, namun tidak menghasilkan perbaikan pada hidung yang tersumbat. Hal
ini tampaknya bertentangan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa peningkatan aktivitas
saraf parasimpatis memainkan peranan dalam gangguan pembuluh darah yang ditemukan di
rinitis vasomotor. Dalam hal ini dipertimbangkan adanya penurunan saraf simpatis daripada
peningkatan aktivitas saraf parasimpatis.

(5)

Rinitis vasomotor ditandai dengan adanya gejala

kronis selama 9 bulan atau lebih setiap tahunnya. Hal ini dapat dibedakan dari rinitis alergi
dari onset usia, komorbid atopik seperti alergi asma dan alergi konjungtivitis, faktor pemicu,
tipe gejala, dan faktor Penyerta seperti perubahan iklim, dan iritasi nonspesifik, seperti
parfum dan asap tembakau. Hidung tersumbat dan rhinorhea adalah ciri khas dari rhinitis
vasomotor.

Pasien dengan Rinitis vasomotor lebih mungkin terkena sakit kepala

dibandingkan pasien dengan rinitis alergi, tekanan pada hidung, dan rhinorrhea. Dan jarang
ditemukan bersin, hidung gatal, dan gejala konjungtiva. (6)
Tujuan dari pengobatan rinitis vasomotor baik bedah atau medikamentosa tidak
memuaskan sampai sekarang dalam memperbaiki gejala, patofisiologi rinitis vasomotor
harus direvisi untuk melihat apakah ada yang lain yang menyebabkan penyakit ini.
2. Material dan metode
Studi ini merupakan studi prospektif acak yang diadakan di Fakultas Kedokteran Benha,
pada periode Januari 2009 sampai November 2011. Penelitian ini melibatkan 45 pasien, dan
dibagi menjadi dua kelompok. Penelitian ini dilakukan pada 39 pasien (21 laki-laki, 18
perempuan; usia kisaran 25- 38 tahun) dengan rhinitis vasomotor dan 6 pasien kontrol (4
laki-laki, 2 perempuan; rentang usia 22- 34 tahun).

Kelompok penelitian ; Pasien yang mempunyai gejala rinitis vasomotor, seperti


menderita hidung tersumbat dan rhinorrhea. Berdasarkan riwayat penyakit pasien, gejalagejala ini harus telah ada dalam jangka waktu minimal 2 tahun (kisaran 2-6 tahun). Pada
rhinoskopi anterior, ditemukan konka inferior yang hipertrofi yang menyebabkan obstruksi
signifikan pada rongga hidung. IgE dinilai untuk setiap pasien.
Kelompok control ; 6 pasien yang pernah melakukan operasi tht sebelumya atau yang
tidak mempunyai keluhan hidung atau penyakit hidung.
Metodologi ;
a. Etika komite fakultas kedokteran Benha menyetujui penelitian dan informasi persetujuan
yang ditandatangani oleh semua pasien. Spesimen diambil dari konka inferior.
b. Dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Spesimen di campurkan dengan
larutan cacodylate formaldehida glutraraldehyde-R. kemudian di tahan dengan larutan
osomium tetraoxide 1 %, dikeringkan dan dicampur dalam resin spurris. Bagian yang
tipis dicat lagi dengan reynold 10 %. Pemeriksaan dilakukan oleh TEM (philipo4001).

3. Hasil, bagian mikroskopis elektron

degeneration
represented
by
dilated endoplasmic reticuluilar
pirinucliolar hallows
8

4. Diskusi
Pengurangan ketebalan epitel dan hilangnya silia telah ditemukan. Hilangnya silia, tidak
adanya interseluler juntion dan adanya interseluler space pada epithelium yang rusak, sel
goblet dan sel-sel epitel dapat terlihat dan penuh vesikel. Respon rhinitis vasomotor terhadap
pengobatan bervariasi dari satu pasien ke pasien lain. Serabut pascaganglion membentuk
saraf petrosal, yang bergabung dengan saraf petrosus superfisial yang lebih besar dan
membentuk saraf Vidianus. Saraf vidianus bersifat parasimpatik dan simpatik.

(7)

Neurektomi

Vidianus, memotong saraf simpatis dan parasimpatis yang melekat pada mukosa hidung,
efektif dalam menangani rinitis vasomotor dengan gejala dominan rhinorrhoea.
Dalam prosedur ini tidak adanya perbaikan pada hidung tersumbat. Hal ini tampaknya
bertentangan dengan hipotesis dari peningkatan aktivitas parasimpatis yang mana
memainkan peran dalam gangguan pembuluh darah yang didapatkan pada rhinitis vasomotor.
Dalam hal ini dipertimbangkan adanya mekanisme hidung tersumbat bisa terjadi karena
penurunan aktivitas simpatik, bukan atas over aktivitas dari saraf parasimpatis.

(9)

Jadi kami

menganggap ada mekanisme lain yang menyebabkan patogenesis penyakit ini. Dalam
penelitian lain, Braat et al.,(4) tidak menemukan perbedaan antara pasien dengan rinitis
nonallergic dan kontrol dalam hal kelainan vaskular atau sekretori hidung; Namun, peneliti
mengidentifikasi bahwa gejala hidung dapat diprovokasi dengan udara dingin dan kering
pada lingkungan.
Mekanisme melalui udara dingin menyebabkan hidung bereaksi kompleks. Sanico et al.,
(10)

menemukan NGF (nerve growth factor) banyak ditemukan di kelenjar dan epitel

pernapasan; di samping beberapa sel-sel inflamasi, terutama eosinofil,

dan melepaskan

neurotrophin. sekret hidung berisi NGF lebih banyak pada individu dengan rhinitis alergi
dibandingkan dengan orang sehat. Oleh karena itu, hubungan antara rinitis alergi dan NGF
9

jelas ada(11) Udara dingin menyebabkan hidung bereaksi melalui mekanisme kompleks.

(4)

Kerusakan parah epitel pernapasan yang terjadi di rinitis vasomotor mungkin memungkinkan
iritasi saluran napas dan mengubah struktur subepitel, sehingga menyebabkan peningkatan
reaktivitas dari saraf trigeminus. Hasil penelitian lain menunjukkan patofisiologi lain
penyebab terjadinya rhinitis vasomotor. Produksi NO yang berlebihan dan stres oksidatif
disertai peroxynitrite mungkin memainkan peran penting dalam perubahan epitel. Ekspresi
iNOS di sel-sel otot pada sinus kavernosa disertai dengan peroxynitrite, Yang mungkin
ditemukan pada rhinitis vasomotor.(12)
Kami menemukan bahwa apa pun penyebab neurologis baik penghambatan simpatik atau
over aktivitas parasimpatis akhirnya memberikan efek pada pembuluh darah, epitel dan
kelenjar submukosa. Hyperskresi dari sel goblet dan kelenjar submukosa yang berisi serosa
dan mucus dan adanya tambahan kelenjar sekretori ditemukan di 60% dari kelompok studi
kami. Pembuluh darah submukosa yang melebar dengan lamina basalis yang tipis dan
degenerasi sitoplasma pada sel-sel endotel. Karena cedera berulang, lamina basal pada
pembuluh darah menjadi tipis sehingga mirip dengan angiopati diabetik. Lamina basal kaku
dan didapatkan lysozymes dalam sel endotel. Degenerasi ditandai dengan dilatasi
endoplasma perinucliolar reticuluilar.
5. Kesimpulan
a. Patologi rinitis vasomotor dimulai dengan angiopati pada pembuluh darah submukosa
yang mirip dengan angiopati diabetes kemudian terjadi perubahan epitel. perawatan
bedah atau medikamentosa diarahkan ke sistem simpatis mungkin dapat memperbaiki
gejala. Hal ini tergantung terutama pada seberapa banyak pembuluh darah submukosa
yang terpengaruh.
b. Adanya kelenjar sekretori tipe lain pada kelenjar mukosa membutuhkan lebih penelitian
histokimia untuk mengetahui lebih tepatnya.

10

11

Anda mungkin juga menyukai