Pneumonia Amel
Pneumonia Amel
Oleh :
Amelia Intan Saputri, S.Ked
NIM: 120610025
Preseptor :
PNEUMONIA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran
Universitas Malikussaleh RSUCM
Oleh :
Amelia Intan Saputri, S.Ked
NIM: 120610025
Preseptor :
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
BAB 1
PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah merupakan masalah utama dalam bidang
!1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru, sebelah distal dari
!2
2.2
Epidemiologi
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi pneumonia tahun
2013 sebesar 4,5 persen. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan
10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi
Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%). Period prevalensi
pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita dengan pneumonia yang
berobat hanya 1,6 per mil. Lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia
balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka
Belitung (34,8%), Sulawesi Barat (34,8%), dan Kalimantan Tengah (32,7%).
Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan
(21,7%)2.
!3
2.3
Faktor Resiko
Faktor resiko pneumonia pada anak dapat dilihat pada tabel dibawah ini4.
Perinatal
BBLR
Malnutrisi
yang buruk
Asfiksia
Ibu perokok
P e n g g u n a a n
Ibu alkoholik
ventilator
Postnatal
Tidak mendapatkan
ASI dini
Tidak mendapatkan
ASI ekslusif
Tidak mendapatkan
imunisasi
Jumlah penduduk
yang padat
Menderita penyakit
lainnya
Defisiensi vitamin A
!4
2.4
Etiologi
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh infeksi
virus, disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Di negara berkembang,
pneumonia lebih sering disebabkan oleh bakteri. Tabel etiologi pneumonia pada
anak sesuai dengan kelompok usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini5.
Tabel 2. Etiologi Pneumonia pada Anak
Usia
Lahir (0 hari)
Bakteri
Bakteri
sampai 20 hari
E. colli
Bakteri anaerob
Streptoccus group B
Streptoccous group D
Listeria monocytogenes
Haemophilllus influenzae
Streptococcus
pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Virus Herpes simpleks
Bakteri
3 bulan
Chlamydia trachomatis
Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae
Haemophilus influenzae
tipe B
Virus
Moraxella catharalis
Virus Adeno
Staphylococcus aureus
Virus Influenza
Ureaplasma urealyticum
Virus
!5
Bakteri
tahun
Haemophillus influenzae
Chlamydia pneumoniae
tipe B
Mycoplasma pneumoniae
Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae
Neisseria meningitidis
Virus
Staphylococcus aureus
Virus Adeno
Virus
Virus Influenza
Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun sampai
Bakteri
Bakteri
remaja
Chlamydia pneumoniae
Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae
Legionella sp
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
Virus
Virus Varisela-Zoster
!6
2.5
Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
napas. Selanjutnya akan terjadi respon berupa empat tahap dari penumonia yaitu6:
1. Kongesti (4-12 jam), ditandai dengan adanya eksudat serosa yang masuk ke
dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya), ditandai dengan tampakan paru yang
merah dan bergranula karena sel darah merah, fibrin, PMN, cairan edema,
dan mikroorganisme mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari), yaitu ditandai dengan paru yang tampak kelabu
karena deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat leukosit PMN di alveoli
dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
4. Resolusi (7-11 hari), ditandai dengan eksudat yang mengalami lisis, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, mikroorganisme penyebab dan debris menghilang.
Pemberian antibiotik sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,
sehingga stadium khas yang telah diuraikan tadi tidak terjadi lagi. Beberapa
bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya
bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru
(bronkopneumonia), dan pada anak yang lebih besar atau remaja dapat berupa
konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses kecil
sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil,
!7
2.6
Manifestasi Klinis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadangkadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
b.
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dinding dada,
takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
!8
c.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti perkusi pekak,
suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil,
gejala biasanya lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
2.7
Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan serologis
merupakan dasar untuk terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan pemeriksan laboratorium
penunjang yang memadai. Oleh karena itu, diagnosis pneumonia pada anak
umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan keterlibatan
sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya
pnumonia adalah demam, sianosis, lebih dari satu gejala respiratori berikut:
takipnea, batuk, sesak, napas cuping hidung, retraksi dinding dada, ronki, dan
suara napas yang melemah5.
1.
Pneumonia ringan
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
!9
2.
Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini7:
a. Kepala terangguk-angguk
b. Pernapasan cuping hidung
c. Tarikan dinding dada bagian bawah
d. Foto dada menunjukan gambaran pneumonia
e. Napas cepat
Crackles (ronki)
!10
3. Pemeriksaan penunjang
a. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma
umumnya leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi,
pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara
15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3)
menunjukan prognosis yang buruk. WBC dan jumlah granulosit lebih tinggi
pada pasien dengan infeksi bakteri dibandingkan pada mereka dengan infeksi
virus. Untuk leukosit dengan nilai cut-off
spesifisitas 86% dan 95% , untuk granulosit dengan cut-off 10,0 dan 15,0 x
103 memiliki spesifisitas 84 % dan 97%. Jumlah neutrofil mutlak (ANC) telah
diusulkan sebagai penanda untuk infeksi bakteri yang serius . ANC lebih dari
10.000/mm3 merupakan penanda infeksi bkteri dengan nilai sensitivitas (75%)
dan spesifisitas (75%). Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang
ditemukan eosinofilia. Kadang-kadang terdapat anemia dengan laju endap
darah (LED) yang meningkat5,8.
b. C-Reactive Protein
C-reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara
cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor
nekrosis faktor (TNF). Secara klinis CRP digunakan untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri.
!11
Kadar CRP lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri superfisialis
daripada bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi
respon terapi antibiotik5.
c. Uji Serologis
uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan
teteapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti titer antistreptolisin O, streptozim, atau
antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu.
Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen5.
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat untuk
mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi bakteri atipik
seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV,
Sitomegalo, Campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adeno,
peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis5.
d. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan kecuali untuk
pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit. Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorokan, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
Diagnosis dikatakan defenitif bila ditemukan mikroorganisme penyebab pada
darah, cairan pleura, atau aspirasi paru5.
!12
!13
2.8
Tatalaksana
Penetalaksanaan pneumonia menurut panduan WHO di bagi menjadi dua
!14
!15
3. Terapi oksigen
a. Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat.
b. Bila tersedia pulse oximetri, gunakan sebagai panduan untuk
terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen <
90%). Lakukan periode tanpa oksigen setiap harinya pada anak
yang stabil, hentikan pemberian bila saturasi tetap >90%.
Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna lagi.
c. Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
d. Pengggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk
menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau
masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia
secara terus-menerus setiap waktu.
e. Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti
tarikan dinding dada bagian bawa ke dalam yang berat atau napas
>70/menit) tidak ditemukan lagi.
f. Sebaiknya memeriksa setiap 3 jam bahwa kateter atau prongs
tidak tersumbat oleh mukus dan berada ditempat yang benar serta
memastikan semua sambungan baik.
!16
4. Perawatan penunjang
a. Bila anak disertai demam ( 39 C) beri parasetamol.
b. Bila ditemukan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat
c. Bila terdapat sekret kental ditenggorokan yang tidak dapat
dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara
perlahan.
d. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan rumatan sesuai
umur anak, tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan.
e. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.
f. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan
cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering, jika asupan
cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik
untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan resiko
pneumonia aspirasi.
g. Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan
makanan. Beri makanan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan anak dalam menerimanya.
!17
5. Pemantauan
a. Anak diperiksa perawat paling sedikit setiap 4 jam dan oleh
dokter paling sedikit 1 kali sehari.
b. Jika tidak ada komplikasi maka dalam 2 hari akan tampak
perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan
dinding dada, bebas demam, anak dapat makan dan minum)
6. Kriteria pulang menurut idai
a. Gejala dan tanda pneumonia menghilang
b. Asupan per oral adekuat
c. Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan dirumah (peroral)
d. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
kontrol
e. Kondisi rumah memadai perawatan lanjutan dirumah
!18
2.9
Pencegahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.10 Komplikasi
Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sering menyebabkan pembentukan
cairan inflamasi yang terkumpul di dalam rongga pleura yang berdekatan,
menyebabkan efusi parapneumonia atau jika terlalu purulen akan menyebabkan
!19
2.11 Prognosis
Sebagian besar anak-anak yang mengalami peumonia sembuh dengan cepat
dan sempurna. Kelainan pada radiografi kembali normal dalam waktu 6 sampai 8
minggu. Dalam beberapa kasus, pneumonia dapat bertahan lebih dari 1 bulan atau
mungkin berulang. Pneumonia berat yang disebebabkan oleh adenovirus dapat
mengakibatkan obliterans bronkiolitis, merupakan suatu proses inflamasi subakut
di mana saluran udara kecil digantikan oleh jaringan parut. Sindrom paru
hiperlusen unilateral, atau Swyer-James Syndrome merupakan gejala sisa dari
pneumonia yang menyebabkan nekrosis jaringan paru dikaitkan dengan infeksi
adenovirus tipe 213.
!20
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair., 2010, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru,
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya.
Riset Kesehatan Dasar., 2013, Period Prevalence Pneumonia Balita, dan
Prevalensi Pneumonia Menurut Provinsi, Indonesia 2013, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI,
Jakarta
Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Ed 12,
Jakarta: EGC.
Don, Massimilliano., 2009, Community-Acquired Pneumonia,University of
Tampere: Italy
Setyanto, Budi, D., 2008, Buku Ajar Respirologi Anak Ed.1 , Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M., Patofisiologi Ed 6, Jakarta: EGC
WHO Indonesia., 2008, Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota, Alih bahasa: Tim
Adaptasi Indonesia, Jakarta: Depkes RI.
!21
M, Korppi., 1993, White Blood Cell and Differential Counts in Acute Respiratory
Viral and Bacterial Infections in Children, Scand Journal Infection
Disease, no. 25, vol. 4, hh.435-40.
Bradley, John et al., 2011, The Management of Community-Acquired Pneumonia
in Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the
Infectious Diseases Society of America, Infectious Diseases Society of
America: San Diego
!22