Makalah Epid TRUE-rubah Umur
Makalah Epid TRUE-rubah Umur
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidemiologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang
penyebaran penyakit dan faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada
manusia (Azwar, 1999). Penyebaran penyakit yang dipelajari dalam epidemiologi
adalah karakteristik penyebaran penyakit menurut sifat orang, tempat, dan waktu.
Epidemiologi tidak hanya mempelajari tentang siapa yang terkena penyakit, tetapi
juga membahas mengenai dimana dan bagaimana suatu penyakit dapat menyebar.
Hasil dari penelitian epidemiologis adalah data mengenai jumlah penderita dari
suatu jenis penyakit, jenis kelamin penderita, lokasi dimana penderita tinggal,
bagaimana penyakit dapat menginfeksi penderita, dan kapan penyakit sering
muncul (Bustan dan Arsunan, 1997).
Epidemiologi secara sederhana dapat dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu epidemiologi deskriptif dan epidemiologi analitik.. Kedua studi ini memiliki
manfaat/keuntungan dan kerugian masing-masing dan digunakan sesuai dengan
tujuan peneliti dalam melaksanaan penelitian (Azwar, 1999).
Studi epidemiologi deskriptif adalah suatu studi yang menggambarkan
pola-pola kejadian penyakit, atau pola-pola pemaparan dalam kaitannya dengan
variabel orang (populasi), tempat (letak geografis), dan waktu (Subaris dkk,
2004). Studi epidemiologi deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi
pendahuluan dari studi analitik yang dapat dilakukan pada suatu saat atau suatu
periode tertentu. Studi epidemiologi deskriptif hanya bertujuan untuk memberi
gambaran masalah yang ada di masyarakat, bukan mencari penyebab dan
menentukan hubungan antarvariabel (Kasjono dan Kristiawan, 2009). Penjelasan
mengenai studi epidemiologi deskriptif beserta contoh penelitian yang
menggunakan studi epidemiologi deskriptif pada bidang kesehatan reproduksi
akan dibahas pada makalah ini.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari studi epidemiologi deskriptif.
2. Mengetahui tujuan dari studi epidemiologi deskriptif.
3. Mengetahui perbedaan studi epidemiologi deskriptif
dengan
epidemiologi analitik.
4. Mengetahui karakteristik variabel studi epidemiologi deskriptif.
5. Mengetahui ciri-ciri studi epidemiologi deskriptif.
6. Mengetahui kegunaan studi epidemiologi deskriptif.
7. Mengetahui kategori studi epidemiologi deskriptif.
8. Mengetahui langkah-langkah studi epidemiologi deskriptif.
9. Mengetahui keuntungan dan kerugian studi epidemiologi deskriptif.
10. Mengetahui interpretasi hasil studi epidemiologi deskriptif.
11. Mengetahui contoh penelitian yang menggunakan studi epidemiologi
deskriptif pada bidang kesehatan reproduksi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta
sebagai bahan masukan bagi mahasiswa dalam mengembangkan pengetahuan,
serta dapat dijadikan sebagai referensi atau sumber informasi untuk melakukan
pembelajaran dan bahan bacaan.
1.4.2
Manfaat Praktis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Studi Epidemiologi Deskriptif
Studi epidemiologi deskriptif adalah suatu studi yang menggambarkan
pola-pola kejadian penyakit, atau pola-pola pemaparan dalam kaitannya dengan
variabel orang (populasi), tempat (letak geografis), dan waktu (Subaris dkk,
2004). Sedangkan menurut Azwar, studi epidemiologi deskriptif merupakan studi
yang hanya mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan
saja, tanpa memandang perlu mencarikan jawaban terhadap faktor-faktor
penyebab yang mempengaruhi frekuensi, penyebaran, dan atau munculnya
masalah kesehatan tersebut (Azwar, 1999).
Studi epidemiologi deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi
pendahuluan dari studi analitik yang dapat dilakukan pada suatu saat atau suatu
periode tertentu (Kasjono dan Kristiawan, 2009). Studi epidemiologi deskriptif
yang ditujukan pada sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah
kesehatan disebut dengan studi kasus, tetapi jika ditujukan untuk pengamatan
secara berkelanjutan maka disebutlah dengan surveilans, serta apabila ditujukan
untuk menganalisis faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya maka disebut
dengan studi potong lintang atau cross sectional (Murti, 2011).
Epidemiologi deskriptif umumnya dilaksanakan jika tersedia sedikit
informasi yang diketahui mengenai kejadian, riwayat alamiah dan faktor yang
berhubungan dengan penyakit. Upaya mencari frekuensi distribusi penyakit
berdasarkan epidemiologi deskriptif dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan mengenai: siapa yang terkena, bilamana hal tersebut terjadi,
bagaimana terjadinya, dimana kejadian tersebut, berapa jumlah orang yang
terkena, bagaimana penyebarannya, dan bagaimana ciri-ciri orang yang terkena
(Noor, 1997).
1. What, yaitu apa masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat dan berapa
besarnya masalah kesehatan masyarakat tersebut. Jawaban pertanyaan ini
akan mengukur masalah kesehatan.
2. Who, yaitu siapa yang terkena masalah kesehatan. Who yang dimaksudkan
adalah masyarakat atau sekelompok manusia (man) yang menjadi host
penyakit. Man yang akan diteliti dan dibahas adalah variabel pada
karakteristiknya, meliputi: jenis kelamin, usia, paritas, agama, ras,
genetika, tingkat pendidikan, penghasilan, jenis pekerjaan, jumlah
keluarga,dan berbagai variabel lainnya.
3. Where, yaitu dimana masyarakat yang terkena masalah kesehatan.
Jawabannya akan menjelaskan tempat (place) dengan karakteristik tempat
tinggal, batas geografis, desa-kota, batas administrative, dan berbagai
karakteristik tempat lainnya.
4. When, yaitu kapan masyarakat terkena masalah kesehatan. Jawaban
pertanyaan ini akan menjelaskan waktu (time) dengan karakteristik periode
penyakit atau gangguan kesehatan jangka pendek (ukurannya detik, menit,
jam, hari, minggu), jangka panjang (bulan, tahun), atau periode musiman.
2.2 Tujuan Studi Epidemiologi Deskriptif
Tujuan dilakukannya studi epidemiologi deskriptif adalah (Kasjono dan
Kristiawan, 2009):
1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan menurut
karakteristik tertentu, seperti: umur, gender, ras, strata sosial, pekerjaan,
daerah geografik, dan lainnya sehingga dapat diduga kelompok mana di
masyarakat yang paling banyak terserang.
2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai
kelompok.
3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan
terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis untuk
dilanjutkan dengan studi analitik atau intervensi).
4. Menyediakan data dasar bagi perencanaan, penyediaan dan penilaian
upaya pelayanan kesehatan di suatu populasi.
2.3 Perbedaan Sudi Epidemiologi Deskriptif dengan Epidemiologi Analitik
Secara umum, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
(Budiarto dan Anggraeni, 2002):
analitik
bertujuan
untuk
mempelajari
determinan/faktor
paritas.
Umur
Variabel umur memiliki pengaruh yang paling besar dibandingkan
dengan variabel sifat manusia yang lain dalam hal membantu memastikan
hubungan sebab-akibat penyakit infeksi, cedera, penyakit kronis, dan penyakit
lain. Variabel umur merupakan hal yang penting karena semua rate morbiditas
dan rate mortalitas yang dilaporkan hampir selalu berkaitkan dengan umur
(Budiarto dan Anggraeni, 2002).
kecenderungan
meningkat
seiring
banyak
pria
merokok,
kecanduan
alkohol,
bekerja
berat,dan
Kelas Sosial
Kelas sosial juga merupakan variabel yang sering dilihat hubungannya
dengan angka kesakitan atau kematian. Variabel ini menggambarkan tingkat
kehidupan
seseorang,
yang
ditentukan
oleh:
pendidikan,
pekerjaan,
penghasilan, dan tempat tinggal atau pemukiman. Tingkat kehidupan ini dapat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pemeliharaan kesehatan
sehingga terdapat perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara
4.
4. Luas tempat kerja. Penularan penyakit akan lebih mudah terjadi diantara
para pekerja apabila pekerja berada pada satu tempat kerja yang relatif
sempit.
5. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan
5.
pekerjaan di pertambangan.
Penghasilan
Penghasilan dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Penghasilan yang kurang diduga
akan mengurangi pula penggunaan fasilitas kesehatan. Contohnya, seseorang
kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dikarenakan tidak
mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau membayar transport (Rajab,
2012).
6.
Etnis
Perbedaan golongan etnis berperan dalam adanya perbedaan kebiasaan
makan, susunan genetika, daya hidup, dan berbagai perbedaan lain yang dapat
mengakibatkan perbedaan di dalam angka kesakitan dan kematian. Perbedaan
genetik ini dapat berpengaruh terhadap kecenderungan suatu etnis atau ras
tertentu menderita suatu penyakit (Lapau, 2009).
Misalnya, ras Negro secara genetik mempunyai sel darah merah yang
berbentuk oval sehingga ras Negro disebut menderita sickle cell anemia. Ras
Negro juga secara sosio-ekonomis termasuk golongan berpendapatan rendah
sehingga mereka rentan untuk menderita penyakit infeksi seperti tuberculosis
(Lapau, 2009).
7.
Status Perkawinan
Berdasarkan data, diketahui bahwa angka kesakitan dan kematian lebih
tinggi pada orang yang tidak menikah dibandingkan dengan yang sudah
menikah. Hal ini kemungkinan diakibatkan adanya kebiasaan kurang sehat dari
orang-orang yang tidak menikah atau karena adanya perbedaan gaya hidup
yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit tertentu (Kasjono
dan Kristiawan, 2009).
Janda atau orang yang belum menikah juga lebih sering menderita
penyakit karena faktor tekanan fisiologis atau psikologis. Namun disertai pula
10
dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah, yang juga merangsang terjadinya
penyakit (Lapau, 2009).
8.
Besarnya Keluarga
Di dalam keluarga besar dengan penghasilan yang rendah, anak-anak
lebih mudah mengidap penyakit karena status gizi dan imunitas yang rendah.
Hal ini dikarenakan penghasilan yang sedikit dan masih harus dibagi-bagi
untuk memenuhi kebutuhan banyak anggota keluarga sehingga tidak
mencukupi kebutuhan nutrisi (Bustan dan Arsunan, 1997).
Struktur keluarga juga dapat mempunyai pengaruh terhadap timbulnya
penyakit dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena
besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-desakan di
dalam rumah yang luasnya terbatas sehingga memudahkan penularan penyakit
11
12
membentuk
siklus, dimana
perubahan-perubahan angka
13
semacam ini dapat terjadi, baik pada penyakit infeksi maupun penyakit
bukan infeksi (Lapau, 2009).
Beberapa siklus penyakit bersifat musiman, beberapa yang lain
mungkin dikendalikan oleh faktor siklus lain, seperti: tahun ajaran
sekolah, pola migrasi, durasi dan perjalanan penyakit, penempatan
militer, dan perang (Lapau, 2009).
Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian
suatu penyakit yang ditularkan melalui vektor secara siklus ini
berhubungan dengan (Lapau, 2009):
a. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh
vektor yang bersangkutan, yaitu apakah terdapat temperatur atau
kelembaban yang memungkinkan transmisi.
b. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vektor yang menjamin
kepadatan vektor yang diperlukan dalam transmisi.
c. Selalu adanya kerentanan.
d. Adanya kegiatan berkala dari orang yang rentan yang menyebabkan
mereka terserang oleh vector borne disease tertentu.
e. Kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit tetap tinggi.
f. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui.
Hilangnya atau berubahnya siklus berarti terdapat perubahan dari
salah satu atau lebih hal-hal tersebut di atas.
c. Tren Sekuler (Jangka Panjang)
Yaitu, terjadinya perubahan angka kesakitan yang berlangsung
dalam periode waktu yang panjang atau dalam waktu yang lama,
bertahun-tahun, atau berpuluh tahun. Kecenderungan sekuler dapat
terjadi pada penyakit menular maupun penyakit infeksi non menular.
Misalnya, terjadinya pergeseran pola penyakit menular ke penyakit tidak
menular di negara maju pada dasawarsa terakhir (Kasjono dan
Kristiawan, 2009).
d. Variasi dan Tren Musiman
Pola yang konsisten dapat dilihat pada beberapa penyakit atau
kondisi yang terjadi dalam satu tahun. Peningkatan insiden penyakit atau
kondisi pada bulan-bulan tertentu, dengan variasi siklus berdasarkan
tahun dan musim memperlihatkan adanya tren musiman pada suatu
penyakit (Kasjono dan Kristiawan, 2009).
14
epidemi
yang
tidak
dapat
diramalkan
15
series) terhadap populasi. Karakteristik dari populasi yang akan diteliti biasanya
tergantung pada minat seorang peneliti, misalnya: jenis kelamin, umur, kebiasaan
mengkonsumsi makanan tertentu, obat-obatan, rokok, aktivitas, tempat tinggal,
atau variabel lainnya (Murti, 2011).
2.7.2 Studi Individu
Studi individu terdiri dari: laporan kasus (case report), rangkaian kasus
(case series), dan studi potong lintang (cross-sectional).
1.
Case series
Case series merupakan serangkaian laporan pasien (serangkaian case
report) yang mencakup pengobatan yang diberikan. Case series berisi data diri
pasien yang meliputi informasi demografis (usia, seks, etnis) dan informasi
tentang diagnosis, pengobatan, perawatan, sampai dengan tindak lanjut setelahnya
(Budiarto, 2004).
Case series digunakan ketika penyakit yang diteliti bukan penyakit biasa
dan disebabkan oleh pajanan eksklusif atau hampir eksklusif (seperti vinyl
chloride dengan angiosarcoma). Hal ini merupakan hal pertama yang bisa
dilakukan untuk menemukan petunjuk dalam identifikasi sebuah penyakit baru
dan untuk melihat dampak pajanan bagi kesehatan (Budiarto, 2004).
Karena merupakan laporan per pasien tanpa populasi kontrol sebagai
perbandingan, case series tidak memiliki validitas statistik. Case series berguna
untuk mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis,
dan prognosis kasus. Case series banyak dijumpai dalam literatur kedokteran
klinik. Tetapi desain studi ini lemah untuk memberikan bukti kausal, sebab pada
case series tidak dilakukan perbandingan kasus dengan non-kasus. Case series
dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis yang akan diuji dengan desain studi
analitik (Budiarto, 2004).
2.
Case report
Merupakan laporan kasus yang bertujuan untuk mendeskripsikan
manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus. Laporan kasus
merupakan rancangan studi yang menggambarkan kejadian satu kasus baru yang
menarik. Misalnya, terjadinya kasus keracunan methyl mercury di Teluk
16
17
mengenai
pola
penyakit
dan
18
Studi ekologi/korelasi
Kelebihan dari studi korelasi adalah sangat tepat bila digunakan sebagai
dasar penelitian untuk melihat hubungan antara fakor paparan dengan penyakit,
karena mudah dilakukan dengan informasi yang tersedia sehingga dapat muncul
hipotesis kausal dan selanjutnya dapat diuji dengan rancangan studi epidemiologi
analitik (Timmreck, 2004).
Kelemahan dari studi korelasi adalah studi korelasi mengacu pada populasi
(kelompok), sehingga tidak dapat mengidentifikasikan kondisi per individu dalam
kelompok tersebut. Selain itu, dalam studi korelasi juga tidak dapat mengontrol
faktor perancu yang potensial (Timmreck, 2004).
2.
3.
Cross sectional
19
cross
sectional
memungkinkan
penggunaan
populasi
dari
dan
interpretasi
hasil
penelitian
epidemiologi
semakin
20
Populasi
pada
penelitian
ini
adalah
seluruh
kejadian
21
Usia
Pada penelitian deskriptif kejadian preeklamsia/eklamsia ini, sampel
yang diambil adalah semua ibu penderita preeklamsia/eklamsia di Rumah
Sakit
PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta
tahun
20072009
tanpa
22
USIA IBU
16 tahun
17 tahun
19 tahun
20 tahun
21 tahun
22 tahun
23 tahun
24 tahun
25 tahun
27 tahun
28 tahun
29 tahun
30 tahun
31 tahun
33 tahun
34 tahun
35 tahun
37 tahun
38 tahun
JUMLAH
1
3
7
5
4
4
6
3
4
5
7
11
5
8
7
11
13
7
7
118
PERSENTASE
0,85
2,54
5,93
4,24
3,39
3,39
5,08
2,54
3,39
4,24
5,93
9,32
4,24
6,78
5,93
9,32
11,03
5,93
5,93
100
23
KELOMPOK
JUMLAH
PERSENTASE
USIA
1.
Primigravida
2.
Multigravida
JUMLAH
Dari penelitian tersebut
dapat
82
36
118
dilihat
bahwa
69,5
30,5
100
kejadian
TINGKAT ANC
JUMLAH
< 4 kali
4 kali
Berdasarkan
tabel
PERSENTASE
90
28
118
3
dapat
dilihat
76,3
23,7
100
bahwa
kejadian
24
pada tahun 20072009 berdasarkan tingkat ANC ibu lebih didominasi oleh
penderita yang melakukan ANC kurang dari 4 kali dengan jumlah 90 orang
(76,3 persen), dan angka terendah terjadi pada kelompok penderita yang
melakukan ANC lebih dari atau sama dengan 4 kali ( 4 kali) dengan jumlah
28 orang (23,7 persen).
d. Riwayat Hipertesi
Pada proses scoring untuk mendeskripsikan riwayat hipertensi pada
penelitian ini, data sampel dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu: ibu
hamil yang ada riwayat hipertensi dan yang tidak ada riwayat hipertensi
sehingga variabel riwayat hipertensi memiliki skala data ordinal. Berikut
tabel hasil dari penelitian tersebut.
Tabel 4 Data Penderita Preeklamsia/Eklamsia Menurut Riwayat
Hipertensi
NO.
RIWAYAT
JUMLAH
PERSENTASE
HIPERTENSI
1.
2.
JUMLAH
Ada
Tidak ada
Berdasarkan
tabel
19
99
118
4
dapat
dilihat
16,1
83,9
100
bahwa
kejadian
25
KELOMPOK
JUMLAH
PERSENTASE
USIA
1.
2.
3.
4.
5.
JUMLAH
Tidak Sekolah
SD
SLTP
SLTA
PT
23
8
15
47
35
118
19,5
6,8
12,7
39,8
21,2
100
f. Jenis Pekerjaan
Pada proses scoring untuk mendeskripsikan jenis pekerjaan pada
penelitian ini, data sampel dikelompokkan dalam 5 kelompok sehingga
variabel jenis pekerjaan memiliki skala data ordinal. Berikut tabel hasil dari
penelitian tersebut.
Tabel 6 Data Penderita Preeklamsia/Eklamsia Menurut Jenis Pekerjaan
NO.
JENIS
JUMLAH
PERSENTASE
PEKERJAAN
1.
2.
3.
4.
5.
JUMLAH
Buruh
Wiraswasta
PNS
Tani
Tidak bekerja
1
31
9
2
75
118
0,8
26,3
7,6
1,7
63,5
100
26
Karakteristik Tempat
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
dimana menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta menjadi salah satu rumah sakit dengan
penderita preeklamsia/eklamsia yang tinggi dan merupakan rumah sakit rujukan
tingkat 2.
3. Karakteristik Waktu
Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 20072009 dimana pada tahun
tersebut didapatkan data rekam medis penderita preeklamsia/eklamsia di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta cukup banyak.
27
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Studi epidemiologi deskriptif adalah suatu studi yang menggambarkan
pola-pola kejadian penyakit, atau pola-pola pemaparan dalam kaitannya
dengan variabel orang (populasi), tempat (letak geografis), dan waktu.
2. Epidemiologi deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan distribusi
penyakit dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi serta
memahami distribusi dan mengetahui besarnya masalah kesehatan pada
populasi. Sedangkan epidemiologi analitik bertujuan untuk mempelajari
determinan/faktor resiko/penyebab penyakit dan menemukan strategi yang
efektif untuk mencegah dan mengendalikan penyakit.
3. Data dari hasil studi epidemiologi deskriptif disajikan dalam bentuk narasi,
tabel, diagram, serta dapat berupa perhitungan statistik, seperti: distribusi
frekuensi, prevalensi, nilai rata-rata, dan standar deviasi.
4. Keuntungan dari penggunaan desain studi epidemiologi deskriptif antara
lain adalah mudah dilakukan, relatif murah, serta dapat memberikan
informasi dasar untuk keperluan perencanaan, pelayanan, dan evaluasi
program pelayanan kesehatan pada masyarakat.
5. Kerugian studi epidemiologi deskriptif adalah tidak dapat digunakan untuk
uji hipotesis dan tidak dapat menentukan adanya asosiasi atau hubungan
antara faktor risiko dengan masalah kesehatan.
3.2 Saran
Semua praktisi kesehatan, praktisi pendidikan, dan pembuat kebijakan
disarankan untuk memiliki pengetahuan tentang studi epidemiologi deskriptif
karena data yang disajikan dari hasil studi epidemiologi deskriptif merupakan data
mentah dan real pada populasi serta dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai
kebijakan, terutama kebijakan di bidang kesehatan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Jakarta. Binarupa Aksara.
Budiarto, Eko. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Budiarto, E., dan Anggraeni, D. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bustan, M.N., dan Arsunan, A. 1997. Pengantar Epidemiologi. Jakarta. PT.
Rineka Cipta.
Djannah, S.N., Arianti, I.S. 2010. Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeklamsia/Eklamsia di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
2007-2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Volume 13 Nomor 4
Oktober 2010:378-385
Harlan, Johan. 2006. Epidemiologi Kebidanan. Jakarta. Universitas Gunadarma.
Kasjono, H.H.S., dan Kristiawan, H.B. 2009. Intisari Epidemiologi. Yogyakarta.
Mitra Cendikia Press.
Lapau, Buchari. 2009. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta. Universitas
Indonesia
Murti, Bhisma. 2011. Desain Studi. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.
Noor, N.Nasri. 1997. Dasar Epidemiologi. Jakarta. PT Rineka Cipta
Rajab, Wahyudin. 2012. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Subaris, H., Aritonang, I., Riwidigdo, H., Palestin, B., Winarti, S.A. 2004.
Manajemen Epidemiologi. Yogyakarta. Politeknik Kesehatan Yogyakarta.
29