Anda di halaman 1dari 42

BLEACHING DAN RESTORASI PASCA ENDODONTIK

TUTORIAL 5
FASILITATOR : drg.Maida Fitri

NOVITA PUTRI R

1513101010013

CUTPUTRI ARMALIA

1513101010019

AYU ANISAH REGHINA

1513101010021

ANNISA RISQI

1513101010041

NAJMI AFFIFI

1513101010044

DESY HAFIZHAH

1513101010057

AULIYA ATTAMIMI

1513101010054

FINA FITRIA ANDIKA

1513101010046

DIOTAMA NUZA

1513101010002

DHEYA AMELIA GINTING 1513101010037


ASTRILIA RIADY

1513101010035

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SYIAH KUALA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Bleaching dan Restorasi Pasca
Endodontik
Kami haturkan ucapan terimakasih kamikepada drg. Maida Fitri selaku
dosen fasilitator pada tutorial 5 yang telah membimbing kami dalam proses
diskusi. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Untuk itu kami menngharapkan saran serta kritikan yang positif demi perbaikan
laporan yang akan datang.
Diharapkan makalh ini dapat memberikan informasi atau pengetahua
kepada kita semua. Demikian laporan ini semoga data bermanfaat bagi pembaca
guna menambha pengetahuan. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihakpihak yang bersangkutan dalam penyusunan makalah ini.

Banda Aceh, 26-November-2016

Tutorial 5

DAFTAR ISI
2

KATA PENGANTARi
DAFTAR ISI..ii
SKENARIO...iii
BAB 1 PENDAHULUAN..1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah..1
1.3 Tujuan Penulisan1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.2
2.1 Bahasan Topik2
BAB 3 PENUTUP.30
3.1 Kesimpulan..30
DAFTAR PUSTAKA...31

SKENARIO

MF (30 tahun datang ke klinik dengan keluhan gigi depan bawah sakit secara
spontan sejak tadi malam. Sudah minum obat ereda nyeri tetapi masih merasa
sakit yang hebat, dan tidak bisa tidur sejak tadi malam. Pasien ingin giginya
segera di rawat. Pada pemeriksaan klinis tampak pada gigi 31 karies dalam pada
permukaan proksimal hingga palatal. AD(33 tahun) tunangan MF yang
mengantarnya juga mengeluh warnagiginya agak kuning kecoklatan. Menurut AD
waktuu kecil dia sering sakit dan dokter sering member antibiotic MF dan AD
ingin giginya terlihat putih.

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perawatan endodontic atau perawatan saluran akar terhadap pulpa
yang mengalami infeksi perlu dilakukannya restorasi pasca endodontic yang
sangat penting dalam mempertahankan stuktur gigi. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan restorasi sangatlah penting guna tetap menjaga kekuatan stuktur
gigi yang telah hilang. Gigi yang telah mengalami nekrosis juga berpengaruh
terhadap perwarnaan gigi yang dapat merubah warna gigi dari warna aslinya.
Untuk itu perlu tindakan bleaching guna member nilai estetik pada gigi yang
mengalami diskolorasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Apa saja jenis restorasi pasca endodontic?


Apa saja bahan restorasi pasca endodontic?
Bagaimana cara pemilihan restorasi?
Bagaimana bahan dan tehnik bleaching?

1.3 Tujuan Penulisan


1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui jenis restorasi pasca endodontic


Untuk mengetahui bahan yang digunakan
Untuk mengetahui cara pemilihan restorasi
Untuk mengetahui bahan dan tehnik bleaching

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prosedur Diagnosis

Pasien MF (30 tahun)


1. Data Subjektif (anamnesis)
- pasien MF mengeluh gigi depan bawah sakit secara spontan sejak
tadi malam.
- sudah minum obat ereda nyeri tapi sakit masih terasa hebat dan tidak
bisa tidur sejak tadi malam.
- pasien ingin giginya segera dirawat.
- Pasien ingin giginya terlihat putih.
2. Data Objektif (pemeriksaan klinis)
- Gigi 31 karies dalam pada permukaan proksimal hingga palatal
3. Riwayat penykit
- hipertensi
4. Data Penunjang

5. Diagnosis
Pulpitis irreversible akut dengan gejala sakit yang muncul secara
spontan dan berlangsung lama.dengan gejala nyeri yang tajam, jika
diberikan obat saki tetap menetap karna telah melewati ambang batas
nyeri.
6. Diagnosis Banding
Abses apikalis akut, periodontitis apikalis akut.
7. Prognosis

Prognosis baik jika dilakukan PSA dan jaringan pulpa yang terinfeksi
dihilangkan.
8. Rencana Perawatan
Pulpektomi, perawatan saluran akar
9. Restorasi Pasca Endo
Direct komposit atau indirect porselen
B. Jenis , Bahan, Indikasi & Kontraindikasi
1

Post
Post adalah bahan restorasi rigid yang diletakkan ke dalam akar gigi yang

dirawat endodontic dengan struktur koronal gigi yang kurang, sebagai retensi
tambahan dari core dan restorasi koronal.
Tujuan
1. memperkuat gigi
2. untuk retensi dari core
Tujuan
1. memperkuat gigi
2. untuk retensi dari core
Jenis
1. Berdasarkan retensi yang dihasilkan :
Active post : pasak aktif terikat secara mekanik dengan
dinding saluran akar
Passive post : tidak terikat dengan dinding saluran akar,
retensi diperoleh dari semen
2. Berdasarkan cara pembuatan :
Prefabricated post : siap pakai, ukuran disesuaikan dengan
saluran kar

Custom made : post yang dibuat pada laboratorium atau


langsung di klinik yang polanya sesuai dengan bentuk
morfologi saluran akar yang dipreparasi

Bahan pembuatan post


1. Metal, base metal alloy
2. Fiber plastik, fiber glass
3. Resin komposit

Indikasi

Kontra indikasi

1. Pada akar dengan dentin

1. Gigi anterior yang telah dirawat

radikuler yang tipis

endodontik, dengan marginal ridge

2. Pada gigi dengan tinggi vertikal

yang masih utuh

kurang dari 3 4 mm

2. Gigi posterior yang telah dirawat

3. Dengan 25-50% sisa struktur

endodontik dengan ruang pulpa yang

gigi

besar dan jaringan keras yang tersisa

4. Gigi nonital frakturmelebihi

masih banyak sehingga masih dapat

mahkota klinis

memberi retensi yang cukup bahan


resotorasi
3. OH yang buruk

Core
Core adalah bahan yang diletakkan pada area koronal gigi. Core ini adalah

satu kesatuan dari dowel yang masuk kedalam saluran akar gigi yang telah di
preparasi.

Gambar : Bagian-bagian dari gigi yang dirawat endodontik; B. Tanpa ferul C.


Dengan ferul

Bahan yang digunakan sebagai core


Core cast, amalgam, GIC dan resin komposit.
Post/core satu: Core cast logam, zirconia/keramik
Amalgam
Keuntungan:

Kekuatan kompresif yang tinggi


Kekuatan tensile
Modulus elastisitas yang tinggi
Manipulasi mudah
Waktu set yang cepat

Kekurangan:
Korosi (diskolorasi gingiva dan dentin)
GIC (Miracle mix/glass cermet)
Keuntungan:

Kontrol karies
Adhesi pada gigi

Kekurangan:
Sensitif pada lembap
Kekuatan kompresif yang kurang
Bahan rapuh
Membutuhkan jumlah sisa dentin yang banyak
Resin komposit
Keuntungan:

Bahan adhesif

Mudah dimanipulasi

Setting dapat dikendalikan

10

Kekuatan kompresif yang baik

Penyusutan polimerisasi

Microleakage

Kerugian:

Tujuan
Untuk mengganti struktur gigi yang lemah oleh karena kontinuitas jaringan dentin
terputus.
Indikasi

Kontra indikasi

1. Gigi yang telah dirawat PSA

3. Ada kelainan pada jaringan

2. Tidak ada kelainan pada jaringan

periodontal dan periapikal

periodontal

4. OH jelek
5. Bentuk & diameter gigi pendek,
kecill, membengkok, tidak mampu
menahan daya kunyah
6. Mahkota asli masih punya estetik
yang baik

Crown
1. All metal crown

Mahkota ini sering disebut dengan mahkota tuang penuh atau full cast crown.
Merupakan suatu restorasi yang menyelubungi permukaan gigi dari logam
campur yang dituang.
Indikasi

kontraindikasi

11

1. gigi molar dan premolar rahang

1. Sisa mahkota gigi tidak cukup

atas dan bawah

terutama pada gigi dengan pulpa vital

2. penderita dengan oklusi dan

2. memerlukan estetik

artikulasi yang berat

3. Pasien dengan OH buruk sehingga

3. penderita dengan oklusi dan

restorasi mudah tarnish

artikulasi yang berat

4. gusi sensitif terhadap logam.

4. tidak memerlukan estetik


5. Giig dengan karies servikal
6. Enamel hipoplasi

2. All ceramic crown (mahkota porselen)


Teknologi porselen gigi merupakan bidang ilmu paling cepat
perkembangannya dalam bahan kedokteran gigi. Porselen gigi umumnya
digunakan untuk memulihkan gigi yang rusak ataupun patah dikarenakan faktor
estetiknya yang sangat baik, resistensi pemakaian, perubahan kimiawi yang
lambat, dan konduktifitas panas yang rendah. Terlebih lagi, porselen mempunyai
kecocokan yang cukup baik dengan karakteristik struktur gigi.
BAHAN
keramik vitreus (seperti kaca) yang berbasis pada anyaman silica (SiO2) dan
feldspar potas (K2O.Al2O3.6SiO2) atau feldsparsoda (Na2O.Al2O3.6SiO2) atau
keduanya.Pigmen, bahan opak dan kaca ditambahkan untuk mengontrol
temperatur penggabungan, temperatur sintering, koefisien ekspansi thermal, dan
kelarutan.
Feldspar yang digunakan untuk porselen gigi relatif murni dan tidak berwarna.
Jadi harus ditambahkan pigmen untuk mendapatkan corak dari gigi-gigi asli atau
warna dari bahan restorasi sewarna gigi yang sesuai dengan gigi-gigi
tetangganya.1

12

Indikasi

Kontraindikasi

1. Membutuhkan estetik
tinggi
2. Tooth discoloratio
3. Malposisi
4. gigi yang telah dirawat

1. Indeks karies tinggi


2. distribusi beban di oklusal tidak baik,
3. Bruxism
4. Mahkota klinis yang pendek

endodonsi dengan pasak


dan inti.

A. Veneer

Veneer adalah sebuah bahan pelapis sewarna gigi yang diaplikasikan pada
sebagian

atau seluruh permukaan gigi yang mengalami kerusakan atau

diskolorasi.
Pembuatan Veneer dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara direct dan
indirect.
Pada direct veneer, digunakan mikrofil komposit resin dengan keuntungan
dapat dipoles dengan baik dan hasil polesan bertahan lama. Sedangkan pada
indirect veneer, digunakan bahan porselen, porselen fused to metal, dan lain-lain
yang mana dilekatkan dengan etsa asam dan bonding dengan semen resin lightcured.

Indikasi :
1. Fraktur pada sebagian mahkota
2. Karies yang melibatkan sudut insisal gigi anterior
3. Kavitas permukaan labial/klas V, khususnya apabila behubungan dengan karies
proksimal/restorasi klas II
4. Perubahan warna

13

5. Gigi yang mengalami kelainan bentuk


6. Gigi dengan atrisi, abrasi, dan erosi

Kontraindikasi :
1. Oral hygiene buruk
2. Gigi dengan tambalan oklusal yang besar
3. Pasien berusia di bawah 18 tahun dengan gambaran radiograf menunjukkan
rongga pulpa yang masih lebar
4. Gigi yang sangat pendek

B. Onlay

Onlay adalah restorasi pada gigi yang morfologi oklusalnya mengalami perubahan
karena restorasi sebelumnya atau karies. Restorasi ini meliputi seluruh daerah
oklusal, yaitu cusp-cusp gigi.

Indikasi :
1. Untuk restorasi posterior pasca perawatan endo dengan dinding bukal dan
lingual masih utuh
2. Pengganti restorasi amalgam yang rusak
3. Sebagai penghubung cusp bukal dan lingual
4. karies interproksimal gigi posterior
5. Restorasi gigi posterior dengan tekanan oklusal yang kuat

14

Kontraindikasi :
1. Oral Hygiene yang buruk
2. Dinding bukal dan lingual sudah rusak
3. Mahkota klinis pendek
4. Insidensi karies tinggi

C. Bahan

1. Porselen
Porselen untuk memperbaiki penampilan gigi yang kurang estetik atau bagus.
Namun, porselen ini mudah beresiko untuk pecah. Kekuatannya tergantung
ketebalan dan kemampuannya melekat pada gigi dengan baik. Setelah melekat,

porselen sangat kuat namun dapat mengikis gigi antagonisnya.

Onlay dengan porselen

15

2. Porselen Fused to Metal


Merupakan bahan yang sangat kuat karena kombinasinya yaitu porselen dan
metal. Namun dalam penempatannya, banyak struktur gigi diambil. Terdapat rasa
tak nyaman diawal penggunaan dan banyak pasien yang mengalami reaksi alergi
terhadap kandungan metalnya.

3. Alloy Emas
Bahan ini terdiri dari emas, tembaga, dan logam lainnya. Biasanya digunakan
untuk onlay. Alloy emas tahan karat, tidak merusak gigi antagonis, dan tidak
menyebabkan reaksi alergi. Namun, warnanya yang tidak sewarna gigi kurang
estetik dan bagus.

4. Alloy Logam
Alloy logam tampak seperti perak. Bahan ini tahan karat, sangat kuat, dan tidak
mudah patah. Namun, ada reaksi alergi yang dapat ditimbulkan pasien. Terkadang
pasien dapat merasa tidak nyaman diawal penggunaan karena logam dapat

16

menghantarkanrangsangan panas dan dingin. Warnanya yang tidak baik dan


estetik karena tidak sewarna dengan gigi.

5. Komposit
Bahan komposit yang digunakan sama dengan bahan untuk tambalan.
Keunggulannya ialah komposit tidak menyebabkan terkikisnya gigi antagonis.
Namun, komposit mudah pecah dan berubah warna atau mengalami diskolorasi.

17

C. Pertimbangan Oklusi dan Periodontal Dalam Restorasi Pasca Endo


Di awal abad ini, trauma dari oklusi (disebut juga trauma oklusal
traumatisme) dikenali sebagai sebuah perubahan patologi yang terjadi di dalam
periodonsium, tetapi dianggap sebagai sebuah kondisi tersah dari periodontitis,
bentuk umum penyakit periodontal yang destruktif kronis. Telah disepakati bahwa
periodontitis murni sebagai penyakit inflamasi, dimana poket periodontal dan
kerusakan jaringan dihasilkan oleh inflamasi saja. Apabila trauma dari oklusal
juga terjadi, ini diangga tidak terkait dengan kerusakan dan kehilangan gigi
dikaitkan dengan inflamasi. Pemisahan periodontitis dan trauma dari oklusi sangat
mempengaruhi perkembangan praktek periodontal. Ini mengarah pada banyak
dokter yang menimalisir signifikansi trauma akibat oklusi pada penyakit
periodontal yang meminimalisir signifikan trauma akiat oklusi pada penyakit
priodontal dan mempertanyakan manfaat pengobatan dengan koreksi oklusal.
Ada dua hasil penelitian yang menimbulan kesan bahwa trauma dari oklusi
tidak harus menjadi hal yang derius dalam diagnosis dan pegobatan periodontal :
(1) trauma dari oklusi tidak menyebabkan poket periodontal; dan (2) trauma dari
oklusi merupakan perubahan jaringan yang dapatdisembuhkan (reversible). Kedua
temuan ini cukup valid sejauh ini, tetapi di ekstrapolasi untuk menjustifikasi
kesimpulan yang keliru.
Karena trauma dari oklusi tidak menyebabkan poket periodontal, makan
timbul kesalahan preparasi bahwa trauma tersebut tidak mempengaruhi poketpoket periodontal yang disebabkan oleh factor-faktor lain. Beberapa ahli
menginterpretasikan kemampuan trauma dari oklusi untuk bereparasi sendiri
sebagai reparasi yang akan terjadi bahkan dengan adanya gaya-gaya oklusl
abnormal yang terus menerus.
Keabsahan pemisahan antara trauma dari oklusi dan inflamasi dalam
patologi periodontitis masih dipertanyakan. Oklusi sepertinya terlalu penting bagi
eksistensi periodonsium untuk hilangnya pengaruhnya terhadap jaringan
periodontal akibat inflamasi terjadi.

18

Trauma oklusal adalah suatu perlukaan pada apparatus perlekatan akibat


tekanan oklusal yang berlebihan. Trauma oklusal adalah perlukaan jaringan,
bukan tekanan oklusal.
Perencanaan pemilihan restorasi harus dilakukan dengan beberapa
pertimbangan. Ford menyatakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan restorasi adalah:
1. Banyaknya jaringan gigi tersisa
Banyaknya struktur jaringan gigi tersisa mempengaruhi retensi dan resistensi dari
gigi. Pemilihan restorasi untuk menggantikan struktur gigi yang telah hilang
sangat dipengaruhi oleh banyaknya struktur gigi tersisa (Garg, 2011).
2. Fungsi gigi
Fungsi gigi dalam lengkung rahang akan mempengaruhi beban kunyah yang
diterima gigi. Pemilihan restorasi dipengaruhi oleh fungsi dari gigi (Segovic,
2008).
3. Posisi atau lokasi gigi
Gigi anterior membutuhkan pertimbangan estetik yang lebih dibandingkan dengan
gigi posterior. Restorasi pada gigi anterior harus memiliki nilai estetik yang baik
(Cheung, 2011).
4. Morfologi atau anatomi saluran akar
Morfologi saluran akar berpengaruh dalam pemilihan restorasi. Morfologi akar
yang bengkok dapat menjadi pertimbangan jika ingin direstorasi dengan mahkota
pasak (Cheung, 2011) Semakin sedikit sisa dari struktur gigi dan semakin besar
fungsi gigi dalam lengkung rahang, pemilihan restorasi harus dilakukan dengan
lebih hati-hati. Gigi dengan sisa sruktur gigi yang sedikit dan beban kunyah yang
besar memiliki risiko fraktur yang lebih tinggi, sehingga perencanaan harus
dilakukan dengan lebih baik (Ford, 2008) 2
D. Evaluasi

19

1. Pemeriksaan Klinis
Yang paling lazim dinilai adalah tanda dan gejala klinis. Kriteria klinis
keberhasilan perawatan yang disusun oleh Bennet dan kawan-kawannya adalah:
1. Tidak ada nyeri atau pembengkakan
2. Hilangnya saluran sinus
3. Tidak adanya fungsi yang hilang
4. Tidak ada bukti kerusakan jaringan lunak termasuk pada pemeriksaan dengan
sonde periodontium
2. Temuan radiografis
Menurut gambaran radiograf yang diperoleh, setiap kasus digolongkan ke
dalam kasus yang berhasil, gagal, atau meragukan
A. Berhasil: jika tidak ada leai apeks yang resorptif secara radiologis. Ini berarti
bahwa suatu lesi yang terdapat saat perawatan telah membaik atau bahwa tidak
timbul lesi yang tidak ada saat perawatan.
Dengan begitu, keberhasilan benar-benar terjadi jika radiolusensi hilang setelah
interval waktu pasca perawatan antara 1-4 tahun.
B. Gagal: jika kelainannya menetap atau berkembangnya suatu tanda penyakit
yang jelas secara radiografis. Secara khusus, terdapat lesi radiolusen yang telah
membesar, telah menjadi persisten, atau telah berkembang mulai dari saat
perawatan.
C. Meragukan: jika ada tanda-tanda yang mencerminkan ketidakpastian.
Situasinya tergambar dengan adanya lesi radiolusen yang tidak berkembang
menjadi lebih buruk atau membaik dengan jelas. Suatu status yang meragukan
akan beralih menjadi kegagalan jika situasinya terus berlanjut, pada umumnya
setelah periode 1 tahun.
Regenerasi radiografis yang sempurna dari struktur periapeks tidak selalu terjadi.
Ada kalanya terlihat variasi dalam gambaran radiografisnya, misal suatu rongga
ligamen periodontal yang sedikit lebih besar dari pada normal, atau ada pola

20

trabekuler yang agak berbeda. Tapi radiolusensi apikal yang tetap tidak berubah
atau membaik menandakan kegagalan.
Kemungkinan kesalahan dalam interpretasi radiografis adalah faktor penting lain
yang dapat merumitkan keadaan. Karena biasa radiograf merupakan alat bantu
utama maka teknik dan interpretasinya merupakan hal yang menentukan. Waktu
melalukan foto radiogtaf dan ketika mencuci foto, serta angulasi tabung sinar dan
film merupakan hal penting untuk diperhatikan.
Ketidakkonsistenan dalam menggunakan radiograf dapat menyebabkan kekeliruan
dalam penilaian. Seperti suatu tanda anatomis normal misalnya struktur
radiolusens atau radiopak dapat terdorong istilahnya ke sekitar apeks dengan
mengubah angulasi tabung sinar yang kemudian dapat salah di interpretasikan
sebagai suatu lesi periapikal. Karena itu tidak bisa hanya mengandalkan temuan
radiografis dalam melakukan evaluasi.

3. Pemeriksaan Histologis
Secara histologis, perawatan yang berhasil ditandai dengan suatu perbaikan
struktur periapeks dan tidak adanya inflamasi. Namun karena kurangnya
penelitian histologis prospektif yang terkendali dengan baik, ada ketidaktepatan
mengenai derajat korelasi antara temuan histologis dengan gambaran
radiologisnya. Selain itu, pemeriksaan histologis rutin dari jaringan periapeks
pasien tidak praktis dilakukan. Dengan begitu, temuan klinis dan radiografis
adalah satu-satunya cara menilai keberhasilan dan kegagalan.3
E. Pengaruh Penyakit Hipertensi Terhadap Rencana Perawatan Endodontik
1. Obat

NSAID
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti
inflamasi non steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi
sebagai anti inflamasi, analgetik dan antipiretik.

21

ANTIMIKROBA
Pada

antimikroba

terdapat

tiga

golongan

obat,yaitu:

Antibiotik : obat-obatan yang digunakan untuk mengobati, dan dalam


sebagian

kasus

bisa

mencegah

infeksi

oleh

bakteri.

Antibiotik dapat digunakan untuk kondisi penyakit yang relatif ringan


seperti jerawathingga yang berpotensi mengancam jiwa seperti pneumonia
(salah satu jenis infeksi paru-paru). Namun, adakalanya antibiotik tidak
berguna pada beberapa jenis infeksi, dan menggunakannya hanya akan
meningkatkan risiko resistensi antibiotik, karena itulah antibiotik tidak
digunakan dalam jangka waktu yang lama.

KORTIKOSTEROID ( lokal )
Kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang digunakan secara
luas untuk mengobati beberapa kondisi medis. Umumnya, obat ini
digunakan untuk meredakan gejala pembengkakan, kemerahan, gatalgatal, dan reaksi alergi.Kortikosteroid merupakan tiruan dari hormon
manusia yang normalnya diproduksi oleh kelenjar adrenal (dua kelenjar
kecil di atas ginjal). Obat ini tergolong jenis obat yang keras, sehingga
memiliki efek samping yang bisa sangat serius.Harap berhati-hati bagi
yang sedang menderita gangguan hati, gangguan mental atau perilaku,
memiliki luka, menderita infeksi lain akibat jamur-bakteri-virus, penyakit
jantung, HIV, hipertensi, diabetes, epilepsi, glaukoma, gangguan kelenjar
tiroid, osteoporosis, obesitas, dan tukak lambung

ANASTESI ( lokal )
Anestesi

lokal

adalah

teknik

untuk

mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu.

ANTISEPTIK

22

menghilangkan

atau

Adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau


menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada
permukaan kulit dan membran mukosa. Antiseptik berbeda
dengan antibiotik dan disinfektan, yaitu antibiotik digunakan untuk
membunuh mikroorganisme di dalam tubuh, dan disinfektan digunakan untuk
membunuh mikroorganisme pada benda mati. Hal ini disebabkan antiseptik lebih
aman diaplikasikan pada jaringan hidup, daripada disinfektan.

ANALGESIK
Analgesik adalah sejenis obat yang dibuat untuk menghilangkan rasa nyeri

tanpa harus menghilangkan kesadaran seseorang. Analgesik memiliki sifat seperti


narkotik, yaitu menekan sistem saraf pusat dan mengubah persepsi terhadap rasa
sakit yang diderita.

ANESTESI
Anestesi lokal adalah suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya sensasi

rasa nyeri pada sebagian tubuh secara sementara.


Adapun klasifikasi anestesi golongan Ester :
-Kokain : Merupakan ester dari benzoic acid. Cocaine menimbulkan euphoria dan
meningkatkan kapasitas kerja otot.
- Benzokain : Merupakan derivat ester, tidak larut dalam air, digunakan
sebagai lokal anestesi pada permukaan mucosa, dan menghasilkan analgesi
permukaan pada

mulut, pharing, telinga dan kulit

- Prokain : Merupakan lokal anestesi syntetic yang pertama. Digunakan anestesia


infiltrasi dan nerve block anetesia
- Chlorprokain : Merupakan derivate dari procaine. Onset of action dan duration
of action rendah
Anestesi golongan Amida:

23

- Bupivakain : Merupakan lokal anestesi yang mempunyai kekuatan 4 kali lebih


potent dari pada lidokain. Onset lambat, durasi lama. Cepat diabsorbsi dari tempat
injeksi, tetapi absorbsi tergantung dari dari vascularisasi tempat injeksi.
Bupivacaine dimetabolisme dalam liver dan hanya 4-10 % dikeluarkan dalam
urine dalam bentuk tak berubah. Digunakan untuk nerve blok dan epidural
anestesi. Konsentrasi yang tersedia : 0,75 %, 0,5 %, 0,25 %, ada yang ditambah
epinephrin. Sekali pemberian jangan lebih dari 150 mg atau dalam waktu 4 jam
(30 cc setara dengan 0,5
-Lidokain :Merupakan lokal anestesi yang effective dengan onset cepat. Dapat
menyebabkan vasodilatasi. Sebagian besar dipecah dalam hepar. Dapat digunakan
sebagai anestesi infiltrasi, blok saraf, epidural, caudal blok dan sebagai topikal.
Lidocaine dapat digunakan sebagai anti arrythmia. Bila ditambah dengan
ephineprin akan menghambat absorbtion dan memperpanjang efek. Infiltrasi
anestesi digunakan 0,5 %. Dosis maksimum yang digunakan 100 ml (500 mg)
dengan adrenalin dan 40 ml (200 mg) tanpa adrenalin. Lidokain ini biasa yang
dipakai untuk anestesi pada pasien hipertensi pada saat ingin melakukan
pencabutan gigi
-Prilokain : Sebagai lokal analgesik mirip lidocaine. Duration of action
lama, dan

kurang toksik. Digunakan untuk infiltrasi, nerve, epidural dan

spinal block, topical application dan intravenous. Pada umumnya digunakan


larutan 0,5 2 %.

- Ropivakain : dimetabolisme di hati hanya 1 % di ekskresi lewat urine dalam


bentuk tak beruba. Merupakan long acting lokal anestetik. Duration lebih pendek
daripada bupivacaine. Untuk epidural anestesi digunakan larutan 1 %. Efek toksik
pada myocardium lebih kecil dibanding bupivacaine. Bupivacaine lebih sering
menimbulkan arrythmia daripada ropivacaine.4
F. Perawatan Darurat
Pasien dengan riwayat hipertensi atau datang dalam kondisi hipertensi
memerlukan pengelolaan dental yang tidak sama dengan pasien normal. Pada

24

sebagian besar pasien, prosedur atau tindakan dalam bidang kedokteran gigi
seringkali menyebabkan kecemasan dan memicu pelepasan endogen
cathecolamine yang meningkatkan tekanan darah pasien. Pengelolaan dan
pencegahan hipertensi perlu dilakukan pada pasien dengan riwayat hipertensi
dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta memberikan
perawatan dengan strategi preventif dan kuratif yang sesuai dengan kondisi fisik
dan emosional pasien dalam menerima dan merespon perawatan sehingga
komplikasi dapat dihindari.10
Terdapat dua strategi perawatan gigi pada pasien hipertensi, yaitu strategi
preventif dan kuratif (Tabel 1) dan perhatian yang sangat besar harus diberikan
khususnya adanya kemungkinan komplikasi hipertensi akut yang terjadi saat
perawatan gigi (Tabel 8). Pada strategi preventif, meliputi semua tindakan untuk
mengontrol tekanan darah pasien selama periode perawatan, meliputi kontrol
kecemasan, pemilihan anastesi, bahan anastesi dan kontrol sakit, setelah tindakan
selesai.10
Tabel 1 Strategi preventif dan kuratif untuk perawatan gigi pada pasien hipertensi
Tekanan Darah
120/80 mmHg atau kurang

130/85 mmHg atau kurang


Tekanan darah optimal
Resiko status I
130/85 sampai 130/89 mmHg
Tekanan
darah
tingginormal (prehipertensi)
Resiko status I
140/90 sampai 159/99 mmHg
Hipertensi stage 1
Resiko status II :
Stabil secara medis
Tidak
ada
pembatasan

Strategi

Catat tekanan darah


kunjungan
Perawatan gigi rutin
Catat tekanan darah
kunjungan
Perawatan gigi rutin
Catat tekanan darah
kunjungan
Perawatan gigi rutin

tiap

kali

tiap

kali

tiap

kali

Catat tekanan darah tiap kali


kunjungan

Perawatan dental rutin


Catat tekanan darah setelah
anastesi local dengan adrenalin

25

aktivitas fisik
160/100 sampai 179/109 mmHg
Hipertensi stage 2
Resiko status III :
Tidak
stabil
secara
medis
ada pembatasan aktivitas
fisik
180/110 sampai 209/119 mmHg
Hipertensi stage 2
Resiko status III :
Tidak
stabil
secara
medis
Sangat terbatas dalam
toleransi aktivitas fisik
210/120 atau lebih
Hipertensi stage 2
Resiko status IV :
Tidak toleransi terhadap
aktivitas fisik
Hipertensi mengancam
kehidupan

(dengan pembatasan)

Rujuk medis secara rutin

Catat tekanan darah tiap kali


kunjungan

Perawatan dental selektif


Catat tekanan darah setelah
anastesi local dengan adrenalin
(dengan pembatasan)
Rujuk medis secara rutin

Catat tekanan darah

Pemberian perawatan gigi emergensi


Monitor tekanan darah selama
perawatan
Penggunaan anastesi local tanpa
epineprin/adrenalin
Rujuk medis urgensi

Catat tekanan darah

Pemberian perawatan gigi emergensi


5. Monitor tekanan darah selama
perawatan
6. Penggunaan anastesi local tanpa
epineprin/adrenalin
Rujuk medis emergensi

Tabel 2 Diagnosis dan perawatan krisis hipertensi di dalam perawatan gigi


Gejala dan tanda

Perawatan

Lemas
Wajah
kemerahan
Sakit kepala
Pusing
Tinnitus
Tekanan darah
>160/110 mmHg
Perubahan status
mental
Sakit pada dada

26

Kepala dinaikkan
Pemberian
oksigen (6L/mnt)
Pemberian
nitroglycerin (0,4
mg)
sublingual/spray
Aktifkan medical
emergensi
Monitor
tanda
vital

Hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasien dengan
hipertensi adalah sebagai berikut:

Strategi Penatalaksanaan Pasien Hipertensi menurut ASA


Strategi perawatan kuratif (Tabel 1) untuk pasien hipertensi harus

disesuaikan dengan kondisi fisik dan kemampuan emosi pasien untuk dapat
menerima dan merespon terhadapa perawatan yang diberikan. American Society
of Anaesthesiologists (ASA) mengklasifikasikan status resiko pasien menjadi :
ASA I, ASA II, ASA III, dan ASA IV. Untuk pasien dengan ASA I (tekanan darah
normal 120/80 mmHg 130/89 mmHg, tidak ada penyakit sistemik) perawatan
gigi rutin dapat dilakukan. Pasien dengan ASA II (pasien dengan hipertensi stage
1 (140/90 159/99 mmHg), stabil secara medis, tidak ada pembatasan fisik),
perlu pemantauan tekanan darah setelah anastesi local yang mengandung
adrenalin, perawatan gigi rutin bisa diberikan. Pada pasien dengan hipertensi stage
2 dengan tekanan darah 160/100 179/109 mmHg, tidak stabil secara medis dan
toleransi aktifitas fisik terbatas (ASA III), perlu pembatasan vasokonstriktor
dalam anastesi local yang digunakan. Perawatan gigi hanya yang bersifat selektif.
Prosedur gigi selektif meliputi (tetapi tidak dibatasi) untuk: propilaksis,
restorative, periodontal, endodontic dan ekstraksi rutin.
Pasien dengan hipertensi stage 2 dengan tekanan darah 180/110 209/119
mmHg, tidak stabil secara medis dan aktifitas fisik sangat terbatas (ASA IV),
beresiko

untuk

perawatan

dengan

anastesi

local

yang

mengandung

vasokonstriktor. Hanya perawatan gigi darurat nonstressful yang bisa diberikan


meliputi: pengurangan sakit, perawatan infeksi (insisi sederhana dan drainase).
Adrenalin kontraindikasi untuk mengontrol hemostatis. Pasien hipertensi stage 2
dengan tekanan darah 210/120 atau lebih tidak bisa menerima stress fisik atau

27

emosional, biasanya hipertensi yang langsung mengancam kehidupan (ASA IV),


semua tindakan dental darurat harus dipertimbangkan bahwa terapi gigi memang
benar-benar menguntungkan dibanding komplikasi yang ditimbulkan akibat
hipertensinya.10

Penggunaan Anestetikum
Anestetikum digunakan untuk mengontrol rasa sakit selama perawatan gigi.

Anestesi lokal merupakan jenis anestesi yang lebih baik digunakan pada pasien
dengan hipertensi karena tidak menimbulkan kecemasan. Namun, anestetikum
lokal mengandung vasokonstriktor yang digunakan untuk memperpanjang durasi
anestesi, mengurangi resiko toksis sitemik, mengontrol perdarahan, dan
menghambat absorpsi anestetikum.10
Vasokonstriktor pada bahan anestesi lokal menyerupai mediator system saraf
simpatis, epinefrin, dan nonepinefrin. Vasokonstriktor merupakan salah satu obat
simpatomimetik yang mempengaruhi reseptor adrenergic. Reseptor adrenergik
dibagi dua, alfa dan beta yang keduanya dibagi dua subtype, alfa 1 dan alfa 2 serta
beta 1 dan beta2. Reseptor alfa1 banyak terdapat pada arteriol perifer. Alfa2 dan
beta 1 pada jantung, dan reseptor beta 2 banyak terdapat pada arterior pada otot
skeletal dan otot polos bronkiale. Reseptor Balfa cenderung meningkatkan
tekanan darah tetapi tidak dramatic. Reseptor Beta1 akan meningkatkan frekuensi
nadi jantung dan kekuatan kontraksi jantung sehingga meningkatkan tekanan
darah, sedangkan reseptor beta2 menyebabkan vasodilatasi dan bronchodilatasi.
Epinefrin memiliki pengaruh yang hampir sama terhadap reseptor beta1 dan beta2
sehingga tidak akan meningkatkan tekanan darah secara dramatis. Adrenalin atau

28

Epinefrin lebih aman digunakan untuk pasien hipertensi dibandingkan dengan


vasokonstriktor lain karena tidak meningkatkan tekanan darah secara dramatis
akibat perangsangan pada reseptor beta 1 dan beta 2 yang hampir sama dan waktu
paruh adrenalin yang singkat sehingga memiliki pengaruh yang sesaat. Pada
penelitian yang membandingkan pemeriksaan dan perawatan gigi, perbedaan ratarata 8 mmHg pada systole dan 1 mmHg pada diastole terjadi pada prosedur bedah
mulut dan kenaikan tekanan darah selama injeksi anestesi bersifat sesaat dan
kembali normal setelah jarum ditarik.10
Penggunaan vasokonstriktor adrenalin atau epinefrin maksimal untuk pasien
sehat adalah 0,2 mg setiap kali kunjungan dan 0.036- 0.054 mg epinefrin (2- 3
ampul lidocain 2% dengan epinefrin 1:100.000) setiap kali kunjungan untuk
pasien dengan hipertensi terkontrol. Sedangkan penggunaan vasokonstriktor
epinefrin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi tidak
terkontrol, angina yang tidak stabil, riwayat infark myokard dan stroke kurang
dari 6 bulan, pasien by pass arteri koroner kurang dari 3 bulan, hipertiroid tidak
terkontrol, gagal jantung parah, sensitive sulfit, dan phaeochromocytoma.10
Penggunaan anestesi lokal merupakan pilihan yang lebih baik untuk pasien
dengan hipertensi dibandingkan dengan anestesi umum asalkan pemberian
anestesi sesuai dosis maksimum dengan pemberian anestesi yang perlahan dan
menghindari penyuntikan intravascular.10

Waktu Perawatan dan Monitoring Pasien


Pemilihan

waktu

perawatan

gigi

merupakan

hal

yang

harus

dipertimbangkan. Berdasarkan klasifikasi hipertensi berdasar fase diurnal,


kenaikan tekanan darah pada pasien hipertensi sering terjaid sekitar waktu bangun

29

tidur pagi, mencapai puncak pada pertengahan hari dan fluktuasi tekanan darah
cenderung menurun pada sore hari, oleh karena itu sore hari merupakan waktu
perawatan yang tepat.
Monitoring pasien harus dilakukan selama penatalaksanaan dental dan
memastikan pasien dalam keadaan tenang. Tekanan darah harus diukur minimal
dua atau tiga kali dengan jeda beberapa menit pada pasien dengan riwayat
hipertensi dan pengukuran tekanan darah awal tidak dilakukan langsung ketika
pasien memasuki ruang praktik. Tekanan darah juga harus diukur sebelum dan
setelah injeksi anestesi lokal dengan vasokonstriktor. 10

Kontrol Kecemasan
Kecemasan

dan

stres

dalam

perawatan

gigi

dapat

menyebabkan

meningginya tekanan darah dan mempercepat denyut jantung. Dokter gigi harus
memastikan kembali kondisi pasien dalam keadaan rileks sebelum operasi
dimulai. Premedikasi per oral dengan benzodiazepine seperti triazolam,
oxazepam, diazepam yang dikonsumsi pada malam hari sebelum kunjungan serta
1 jam sebelum tindakan dapat menurunkan kecemasan pasien. Sedasi oral dapat
menolong pasien dalam meredakan kecemasan. Sedasi dengan N2O- O2 dapat
digunakan dalam mengendalikan kecemasan, dan juga dapat mengurangi tekanan
darah (tekanan sistolik dan diastolic 15-10 mmHg) kira-kira 10 menit digunakan
sebelum perawatan dilakukan, namun dapat menyebabkan hipoksia pada pasien
dengan hipertensi. 10

Penurunan Tekanan Ortostatik

30

Pasien dengan hipertensi dan mengkonsumsi obat- obatan antihipertensi


seringkali mengalami orthostatic hipotensi sebagai efek samping antihipertensi,
sehingga perubahan posisi kursi dental saat penatalaksanaan dental harus
dihindari. Saat dokter gigi memulai tindakan maupun setelah tindakan selesai,
posisi dental chair harus dikembalikan pada posisi tegak secara perlahan dan
pasien terus dimonitor hingga pasien merasa stabil dan seimbang. Seluruh
penatalaksanaan dental dilakukan dengan posisi semi supine dan pasien
diinstruksikan untuk tepatap di tempat duduk sampai perfusi serebral yang
memadai telah kembali. 10

Pengurangan Interaksi Obat


Pasien dengan hipertensi mengkonsumsi bermacam obat yang perlu dicatat

saat melakukan anamnesis. Aspiriin biasanya diberikan kepada pasien hipertensi


untuk mencegah thrombosis vascular di serebral atau koronal. Aspirin perlu
dihentikan selama 5 hari sebelum tindakan yang menimbulkan perdarahan.
Pemberian analgesic non steroid sebaiknya dihindarkan karena dapat mengurangi
efek antihipertensi. 10

Konsultasi Medis
Seluruh pasien yang akan menerima tindakan perlu mendapatkan

pengukuran tekanan darah sebelum tindakan dengan tiga tujuan, yaitu untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan medis akibat hipertensi
maupun hipotensi saat tindakan dental, screening dan monitoring pasien, serta
keperluan medikolegal. 10

31

Pada pasien dengan hipertensi, konsultasi ke internis perlu dilakukan untuk


mencegah kemungkinan adanya hipertensi sekunder akibat komplikasi penyakit
lain.

Skema pelaksanaan pasien hipertensi di praktek dokter gigi:

G. Diskolorasi (Definisi, Etiologi, Patogenesis)

Definisi Diskolorasi

Diskolorasi secara umum diartikan sebagaioerubahan warna pada gigi, atau gigi
telah kehilangan warna aslinya

Etiologi dan Patogenesis


A. Natural atau diskolorasi yang diperoleh atau didapat
1) Nekrosis Pulpa
Iritasi pada pulpa karena bakteri, mekanik atau kimia yang
bias mengakibatkan nekrosis. Keadaan ini menyebabkan
pelepasan produk disintegrasi jaringan. Senyawa-senyawa
tersebut merembes ke tubulus dentin sehingga mewarnai

32

sekeliling dentin. Derajat perubahan warnanya berkaitan


dengan berapa lama nekrosis pulpa terjadi. Semakin lama
senyawa berada di kamar pulpa, maka semakin parah
perubahan warnanya.

2) Perdarahan Intrapulpa
Pada umumnya berhubungan dengan cedera tumbukan pada
gigi sehingga pembuluh darah di mahkota putus dan terjadi
perdarahan serta lisisnya eritrosit. Produk disintegrasi darah
berupa sulfide memasuki tubulus dentin dan mewarnai
sekeliling dentin. Apabila keadaan ini dibiarkan akan
semakin parah.

3) Calcific metamorphosis
Calcific metamorphosis adalah pembentukan dentin tersier
(dentin sekunder ireguler) yang sangat luas dalam kamar
pulpa atau dindinng saluran akar. Fenomena ini terjadi
setelah cedera tumbukan yang tidak

mengakibatkan

nekrosis pulpa. Pada keadaan ini pasokan darah terputus


sementara dan disertai kerusakan sebagian dari odontoblas.
Odontoblas yang rusak akan diganti oleh sel-sel yang
secara cepat memnbentuk dentin ireguler di dinding ruang
pulpa. Akibatnya, mahkota gigi secara berangsur menurun
translusensinya dan bias menjadi berwarna kekuningan atau
coklat kuning.

4) Usia
Pasien usia tua, perubahan warna mahkota gigi terjadi
secara fisiologis sebagai akibat aposisi dentin secara
berlebihan, selain itu juga terjadi penipisan dan perubahan
optic didalam enamel. Makanan dan minuman juga
memberikan efek pewarnaan kumulatif karena terjadi

33

keretakan yang tidak dapat dihindaro dan perubahan lain


pada email serta dentin dibawhnya. Restorasi yang sudah
mengalami degradasi akan menambah perubahan warna.

5) Defek perkembangan
Perubahan warna dapat terjadi karena kerusakan saat
perkembangan gigi atau karena zat yang masuk ke dalam
email atau dentin saat pembentukan gigi. Bisa karena
fluorosis endemic, obat-obatan sistemik, defek dalam
pembentukan gigi, dan kelainan darah

Fluorosis endemic
Pemakaian fluoride dengan jumlah yang tinggi saat
masa perkembangan gigi dapat berpengaruh pada
proses

mineralisasi

dan

struktur

mineral

yangterdapat dalam enamel matrix, dengan akbat


menjadi

hypoplasia.

Gigi

tidak

mengalami

perubahan warna, tapi warna nya sepertu pucat.


Permukaan berporus dan menyerap senyawa kimia
di dalam rongga mulut.

Obat sistemik (tetrasiklin)


Biasanya pada anak diskolorasi dapat terjadi karena
efek penggunaan tetrasiklin. Perubahan warna
terjadi di lebih dari 1 gigi. Warnanya berkisar
kuning hingga kecoklatan atau abu-abu tua,
tergantung dari jumlah pemakaiannya. Tetrasiklin
dapat berikatan dengan kalsiu, yang mana akan
bersatu dengan Kristal hidroksiapatit di dalam
enamel

dan

dentin.

ditemukan didalam dentin.

34

Kebanyakan

tetrasiklin

B. Diskolorasi akibat dari perawatan endodontic


1) Material Obturasi
Pembuangan material yang tidak bersih dari kamar pulpa
saat menyelesaikan PSA dapat menimbulkan warna
kehitaman pada gigi. Material penyebab utamanya adalah
sisa semen pada saluran akar.

2) Sisa-sisa Jaringan Pulpa


Fragmen pulpa yang tertinggal saat dilakukan ekstirpasi
didalam mahkota dapat menyebabkan diskolorasi secara
perlahan.

3) Medikamen Intrakanal
Obat-obatan dapat menyebabkan perubahan warna interna
pada dentin. Obat intakanal golongan fenol/iodoform yang
biasa dimasukan didalam saluran akar, berkontak langsung
dengan dentin, kadang dalam waktu lama sehingga
memungkinkan terjadinya penetrasi obat dan terjadi
oksidasi.

4) Restorasi Korona
Amalgam : Menyebabkan diskolorasi pada gigi berwarna
abu-abu
Resin Komposit : Kebocoran mikro tepi tumpatan yang
terbuka merupakan tempat masuknya bahan kimia diantara
restorasi dan struktur gigi kemudian akan mewarnai dentin
dibagian bawah. Semakin lama komposit dapat berubah
warna dan mengubah warna mahkotanya.5
H. Bahan Bleaching
3.3.1 Bahan Bleaching
1) Hydrogen Peroksida
35

Hydrogen peroksida merupakan senyawa reaktif yang mengandung unsur


hydrogen dan oksigen (H2O2).
Bentuknya berupa liquid tidak berwarna dan sediaan komersialnya berupa
larutan dalam air yang mengandung 33-37% hydrogen peroksida murni dan bahan
lainnya untuk mencegah produk mengalami dekomposisi.
Larutan hydrogen peroksida dengan konsentrasi tinggi harus ditangani
dengan hati hati, karena hydrogen peroksida bersifat kaustik dan dapat membuat
jaringan mukosa terbakar jika terjadi kontak.
2) Karbamid Peroksida
Karbamid Peroksida disebut juga urea peroksida karena kombinasi urea
dengan hydrogen peroksida.
Karbamid Peroksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak toksik, dan
berbentuk kristal putih yang dapat larut dalam alcohol, eter, dan air. Karbamid
Peroksida dengan konsentrasi tinggi biasanya digunakan untuk in office
bleaching, sedangkan dengan konsentrasi rendah digunakan untuk home
bleaching.
Urea di dalam karbamid peroksida berperan sebagai penstabil agar efek
bahan tersebut lebih panjang dan berperan memperlambat proses pelepasan
hydrogen peroksida.
Perbedaan antara hydrogen peroksida dengan karbamid peroksida dapat
dilihat dari kecenderungannya melepaskan peroksida. Karbamid peroksida
melepaskan sekitar 50% peroksida dalam 2 jam pertama, kemudian sisanya akan
dilepaskan selama 6 jam kedepan. Sedangkan hydrogen peroksida sepenuhnya
melpaskan peroksida dalam waktu satu jam pertama, sehingga dapat berefek
terhadap pulpa.
3) Natrium perborat
Natrium perborat dapat diperoleh dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk
kombinasi campuran komersial. Natrium perborat stabil bila dalam keadaan
kering. Natrium perborat biasanya digunakan pada bleaching interna.6
36

I.Indikasi dan Kontraindikasi Bleaching


Pada perawatan bleaching, tentunya terdapat indikasi dan kontraindikasi
terhadap perawatannya. Perawatan bleaching pada gigi tidak bisa dilakukan
apabila gigi dalam keadaan tidak memenuhi syarat untuk bisa dilakukan
perawatan. Adapun indikasi dan kontraindikasinya terbagi atas bleaching yang
dilakukan pada gigi yang vital dan pada gigi yang non-vital.
1. Bleaching vital
a. Indikasi
- Adanya perubahan pada enamel yang ringan
- Adanya perubahan warna pada enamel yang disebabkan oleh factor
usia
- Fluorosis endemik.
b. Kontraindikasi
- Mengalami perubahan warna pada gigi yaitu kehitaman yang parah
- Kehilangan enamel yang parah
- Gigi yang mengalami hipersensitif
- Terdapat karies
- Keadaan gigi yang ingin di bleaching tersebut dekat dengan tanduk
pulpa
2. Bleaching non-vital
a. Indikasi
- Adanya perubahan warna yang berasal dari kamar pulpa
- Terjadi perubahan warna yang tidak dapat diatasi dengan pemutihan
b.
-

eksterna
Adanya perubahan warna pada dentin
Kontraindikasi
Adanya perubahan warna enamel superfisial
Terdapat karies
Terjadi perubahan warna pada komposit
Gigi yang mengalami kehilangan dentin yang parah
Gigi yang mengalami pembentukan enamel yang tidak sempurna7

J.Teknik Bleaching

Bleaching Non Vital


1. Walking Bleaching
Langkah-langkah :

37

1). Beritahu pasien penyebab Diskolorasi, prosedur dan kemungkinan


terjadinya Diskolorasi kembali
2). Nilai status jaringan periapikal dan kualitas obturasi
3). Nilai kualitas restorasi dang anti jika rusak
4). Evaluasi warna gigi
5). Isolasi gigi dengan rubber dam
6). Buang seluruh material restorasi dari kavitas
7). Buang seluruh material pada satu tingkat dibawah margin labialgingiva dengan kloroform
8). Gunakan 2mm semen untuk barier
9). Sediakan pasta walking bleach, letakkan pada kamar pulpa
10). Buang kelebihan pasta dari under cut
11). Lepaskan rubber dam dan beritahu pasien bahwa agen bleaching
bekerja dengan perlahan
12). Evaluasi pasien 2 minggu.

2. Termokatalitik
Teknik pemutihan dengan meletakkan
Material Oksidator didalam kamar ulpa dan kemudian
memanaskannya. Panas ini diperoleh dari lampu, alat yang dipanaskan
atau alat pemanas listrik yang dibuat khusus untuk memutihkan gigi`
3. UV photoxidation
Sinar Uv pada permukaan labial yang akan dibleaching H2O2 30%
ditempatkan dalam kamar pulpa diikuti paparan sinar UV 2 menit. Ini
menyebabkan pelepasan O2 pada teknik Termokatalitik

Bleaching Vital
1. In -Office Extracoronal Bleaching/Power Bleaching
Langkah-langkah:
1. Aplikasikan orasel pada daerah gingiva bagian labial atau palatal

38

2. Pasang rubber dam dan setiap gigi yang akan diputihkan diikat
dengan dental floss
3. Pemutihan labial atau bukal dipoles dengan pumice
4). Gigi dengan straining berat dietsa terlebih dahulu
5). Bilas dengan air
6.) Bibir rahang bawah ditutupi dengan kain kasa untuk melindungi
jaringan lunak
7). Siapkan superoksol H2O2 35%
8). Siapkan kain kasa selebar dan sepanjang daerah gigi yang akan
diputihkan kemudian basahi dengan superoksol

9). Jarak alat pemanas dengan permukaan gigi 30cm dilakukan


maximal 20 menit
10) Sebelum Rubber dam dilepas bilas dengan air hangat
11). Untuk mengurangi rasa sensitifitas gigi diaplikasikan dengan 1,1%
sodium floride berbentuk gel
12). Rasa seensitif pada gigi akan terasa selama 1-2 hari dan
dianjurkan tidak minum minuman dingin

2. Nightguard Vital Bleaching


Kunjungan pertama:
1. Membuat rekam medic yang lengkap serta informed consent
2. Kalkulus dibersihkan, gigi karies ditumpat, jika ada gindivitis atau
periodontitis dilakukan perawatan dahulu
3. Pemotretan dan penentuan warna gigi

39

4. Pencetakan rahang gigi yang akan diputihkan, pembuatan tray


sesuai rahang pasien
Kunjungan ke 2:
1. Nigthguard dicoba pada rahang pasien untuk melihat apakah sudah
mengikuti garis gusi
2. Pasien diintruksikan meletakkan bahan pemutih pada bagian labial
atau bukal
3. setelah meletakkan bahan pemutih pada tray nya kemudian
ditempatkan dirahang dan ditekan secara lembut agar bahan
pemutih merata
4. Kelebihan pemutih dibersihkan dengan sikat gigi
5. Jelaskan pada pasien pemakaian nigthguard dilakukan pada malam
hari setelah menyikat gigi minimal 5 jam dan maximal 8 jam
perhari
Kunjungan ke 3:
1. Setelah pemakaian 1 minggu Dokter gigi mengontrol untuk melihat
hasil yang dicapai dan memeriksa efek samping
2. Jika pasien merasa masih belum sesuai dapat diulang sampai
didapat warna yang diinginkan8

40

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemilihan material restorasi yang digunakan setelah perawatan saluran
akar atau perawatan endodontic perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu dai
stuktur gigi yang tersisa, fungsi gigi, posisi gigi, dan morfologi gigi. Pemilihan
restorasi yang tepat adalah sentuhan akhir yang baik untuk keberhasilan
perawatan endodontic.
Diskolorasi akibat pulpa yang nekrosis ataupun daripenyebab internal
perlu dilakukannya bleaching guna untuk memberikan sentuhan estetis pada gigi
pasien. Melihat dari indikasi dan kontraindikasi bahan dan tehnik sangat penting
dilakukan untuk memberikan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan pasien

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Shilingburg, H. T. Hobo, S. Whitsett, L,D. Jacobi, R. Brackett SE.


fundamental of fixed prostodontics. Ed 4th. quatessence Pub. Co,Inc
2. Hargreaves, Kenneth M & Louis H. Berman. 2015. Cohenss Pathways of
the pulp. Ed 11th. Mosby Elsevier
3. Thomson,H.Oklusi.ed.2.Jakarta:EGC.2007
4. torabinejad, mahmoud dan richard e walton. 2009. Principles and practice:
endodontics. Missouri: saunders elsevier. Pg: 425-428
5. Malamed SF.2004.Handbook of local anesthesia.5thEdition.Asevier
mosby
6. Torabinejad, Mahmoud., E.Walton, Richard. 2014. Endodontics:
Principles and Practice 5th Ed. St.Louis,Missouri : Elsevier
7. Walton, torabinejad. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia ed.3
.Jakarta:EGC.2008.458-460
8. Walton, Richard E. Torabinejad, M. 2008.
PrinsipdanpraktikIlmuEndodonsia.Edisi 3. Jakarta: EGC. P.459-471
9. John Ingles Endodontics 2008 ed. 6
10. Rahajoe, Poerwati Soetji. 2008. Pengelolaan Pasien Hipertemsi untuk

Perawatan d Bidang Kedokteran Gigi. Yogyakarta: Jurnal Bagian Bedah


Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada.

42

Anda mungkin juga menyukai