Anda di halaman 1dari 18

Tinjauan pustaka yang aku buat:

1. Bayi baru lahir normalnya


2. Macam-macam kondisi neonatus
3. Pemeriksaan djj
4. Asfiksia neonatum
5. Resusitasi neonatum (bagan resusitasi print yg pdf hal 3 yaa )

BAB II
Tinjauan Pustaka
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar
kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan
dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun
terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali.
Bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 42 minggu dengan berat badan lahir antara
2500 4000 gram.
Ciri-ciri bayi normal :
1.
2.
3.
4.
5.

Berat badan 2500-4000 gram


Panjang badan 48-52 cm
Lingkar badan 30-38 cm
Lingkar kepala 33-35 cm
Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 x atau menit kemudian menurun

sampai 120-160 x atau menit.


6. Pernafasan pada menit pertama kira-kira 80 x atau menit kemudian turun sampai 40 x
atau menit.
7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk dan diliputi
verniks caeseosa (lemak pada kulit bayi).
8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut tampak sempurna.
9. Kuku agak panjang dan lemas.
10. Testis sudah turun (pada anak laki-laki), genitalia labio mayora telah menutupi labia
minora (pada anak perempuan).
11. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
12. Refleks moro sudah baik, bayi dikagetkan akan memperlihatkan gerakan tangan
seperti memeluk.

13. Graff refleks sudah baik, bila diletakkan suatu benda di telapak tangan maka akan
menggenggam.
14. Eliminasi, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam, pertama mekonium
berwarna kecoklatan.
(Saifuddin : 2006).
Saifuddin (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai
berikut :
1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas
(pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk
mempertahankan homeostasis kimia darah
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan
badan
5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi
organ tersebut diatas
Macam-macam kondisi neonatus:
A. GIANT BABY
Giant baby atau makrosomia adalah bayi yang pada awal kelahiran mempunyai berat
badan lebih dari 4000 gram ( William, 2001)
1. Karakteristik Makrosomia
a. Mempunyai wajah menggembung, pletoris (wajah tomat).
b. Badan montok dan bengkak.
c. Lemak tubuh banyak
d. Plasenta dan tali pusat lebih besar dari bayi biasanya.
e. Kulit kemerahan
2. Etiologi
a. Genetik, obesitas atau overwight yang dialami ayah ibu dapat menurun pada
bayi.
b. Pertambahan berat ibu saat hamil, asupan berlebih ibu hamil.
c. Ibu dengan riwayat diabetes mellitus.
d. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi makrosomia. Ibu yang mempunyai
riwayat makrosomia akan mempunyai resiko 5-10 kali lebih tinggi kembali
melahirkan bayi makrosomia.

e. Multigravida, ada kecenderungan anak kedua dan seterusnya lebih besar


daripada anak pertama.
f. Usia gestasi yang lama ( lebih bulan).
g. Usia ibu.
h. Wanita hamil yang memiliki berat badan yang lebih dari 150 gram.
(Pendit, 2009).
3. Diagnosis
Untuk menentukan apakah bayi mempunyai resiko makrosomia yaitu
menggunakan cara sebagai berikut
a. Keturunan atau bayi yang lahir terdahulu mengalami makrosomia atau ibu
mengalami diabetes saat gestasi.
b. Kenaikan berat badan yang berlebihan karena asupan makanan berlebih.
c. Pemeriksaan dengan disproporsi sefalo atau feto-pelvik dan mengukur ukuran
kepala janin dengan USG.
4. Prognosis.
Pada kebanyakan bayi dengan ukuran 4000-4500 gram tidak menimbulkan
kesulitan persalinan asal panggul ibu tidak mengalami kelainan. Distosia dialami
neonatus jika beratnya mencapai 4500-5000 gram atau pada keadaan postterm
dimana kepala neonatus sudah mengeras intrauterin dan pada bayi dengan bahu
yang lebar (Mochtar, 1998)
5. Penanganan.
a. Pada disproporsi sefalo dan feto pelvic yang sudah diketahui dengan USG
dianjurkan untuk melakukan sectio caesar.
b. Pada persalinan normal apabila bahu terlalu besar dan janin masih hidup dapat
dilakukan episiotomi yang lebar dan janin diusahakan lahir selamat. Lebar
bahu diperkecil menggunakan kleidotomi unilateral atau bilateral.
c. Apabila janin sudah meninggal dilakukan embriotomi janin.
(Mochtar, 1998).
6. Pencegahan
a. Penimbangan berat bumil secara teratur dan pengaplikasian ANC secara
optimal.
b. Ibu harus menjaga berat badannya terutama saat masa gestasi dan mengurangi
makanan yang mengandung gula.
c. Bumil dianjurkan melakukan olahraga ringan secara teratur pada trimester dua
dan tiga.
d. Mengecek kadar gula darah
(Rukiyah, 2010)
William F (2001). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Pendit B (2009). Obstetri William. Jakarta : EGC.
Mochtar R (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Rukiyah A (2010). Asuhan Kebidanan 4 (patologi). Jakarta : Trans Info Media

B. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


1. Definisi
Bayi Berat Lahir Rendah adalah bayi baru lahir yang berat badan saat setelah lahir
kurang dari 2500 gram. BBLR dibedakan menjadi dua yaitu BBLR karena premature
dan BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan
tetapi berat badan kurang untuk usia gestasinya (Depkes, 2003a). Menurut
Prawirohardjo (2002) klasifikasi berat badan bayi baru lahir dapat dibedakan atas :
a. Bayi dengan berat badan normal yaitu antara >2500 gram.
b. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu antara 1500-2500 gram.
c. Bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR) yaitu berat lahirnya < 1500
gram.
d. Bayi dengan berat lahir ekstrem rendah (BBLER), dimana berat lahirnya adalah
<1000 gram.
2. Faktor resiko BBLR
a. Faktor ibu
1) Gizi saat hamil yang kurang (anemia)
2) Umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Usia reproduksi
optimal wanita untuk hamil adalah 20-35 tahun. Jika kurang atau lebih
makan akan meningkatkan faktor resiko kehamilan dan persalinan. Pada
umur 20 tahun kebanyakan panggul dan rahim belum sempurna,
sedangkan pada umur 35 tahun kebanyakan ibu sudak menderita gangguan
kronik seperti hipertensi, DM, dan persalinan lama. Selain itu juga akan
meningkatkan cacar bawaan pada janin (Hartono, 2004).
3) Kehamilan yang terlalu dekat.
4) Penyakit menahun pada ibu (merokok, anemia, TB, Malaria)
5) Faktor pekerjaan.
(Depkes, 2003b)
b. Faktor kehamilan
1) Hamil dengan hidroamnion yaitu amnion berlebih.
2) Hamil ganda yaitu janin yang ada lebih dari satu.
3) Perdarahan ante partum
4) Komplikasi hamil; pre-eklampsia/eklamsia, ketuban pecah dini.
c. Faktor janin
1) Cacat bawaan.
2) Infeksi dalam rahim, yaitu infeksi intrauterin yang ditularkan melalui
darah ibu.
d. Faktor yang belum diketahui (idiopatik).
e. Faktor konsumsi dan penggunaan obat.
(Manuaba, 1998).
Manuaba IB (1998). Konsep Obsetri dan Ginekologi Sosial Indonesia. Jakarta: EGC.
Prawirodihardjo S (2002). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta.
EGC.

Depkes RI (2003a). Penyakit Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal) dan
Sistem Pelayanan Kesehatan yang Berkaitan di Indonesia. Jakarta.
Depkes RI (2003b). Program Penanggulangan Anemia Pada Wanita Usia Subur
(WUS). Jakarta.
C. BAYI PRETERM
Bayi yang akan lahir pada usia kehamilan 28 37 minggu dan mempunyai berat
badan sesuai dengan usia kehamilan tersebut.
1. Faktor resiko.
Faktor resiko terjadinya kelahiran preterm dibagi menjadi faktor mayor dan minor
faktor mayor adalah kehamilan multiple, hidroamnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus trimester II lebih
dari satu kali, serviks memendek 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat persalinan
preterm sebelumnya, iritabilitas uterus.
Faktor minor terjadinya persalianan preterm adalah penyakit yang disertai demam,
perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwaya pielonefritis,
merokok lebih dari 10 batang per hari, riwaya abortus pada trimester I lebih dari
sekali. Faktor resiko tinggi terjadi bila dijumpai satu atau lebih faktor resiko mayor
atau minimal 2 faktor resiko minor.
D. BAYI LEWAT BULAN (POSTTERM)
Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan lebih dari 42 minggu.
Permasalahan Kehamilan Posterm
1. Perubahan pada plasenta
Perubahan yang terjadi pada plasenta terjadi pada bayi posterm. Penurunan fungsi
plasenta diketahui dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang
terjadi pada plasenta sebagai berikut:
a. Penimbunan kalsium. Penimbunan kalsium pada plasenta akan menyebabkan
kematian intrauterin karena vili-vili akan mengalami degenerasi dengan
kalsifikasi. Walaupun masih ada vili yang tidak mengalami kalsifikasi.
b. Selaput vaskulosinsial menjadi bertambah tebal dan jumlahnya berkurang. Hal ini
akan menurunkan menanisme transport plasenta.
c. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili dan infark vili.
d. Perubahan biokimia. Insufisiensi plasenta menyebabkan kadar DNA berada
dibawah normal sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Pada waktu ini, transpor

kalsium tidak terganggu tetapi aliran natrium, kalium dan glukosa menurun.
Sehingga bahan dengan molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan gamaglobulin mengalami gangguan proses supply ke janin.
2. Pengaruh pada janin
Pada kehamilan postterm fungsi plasenta dipastikan menurun walaupun kadang masih
berfungsi dengan baik tetapi kebutuhan nutrisi janin tetap. Hal ini menyebabkan janin
akan terus tumbuh yang akhirnya terjadi makrosomia intrauterin. Makrosomia
menyebabkan naiknya resiko persalinan 2-4 kali persalinan normal.
Pada bayi posterm juga didapatkan sindroma maturitas yaitu ditemukan neonatus
yang mengalami gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering keriput, tulang
tengkorak lebih mengeras, verniks kaseosa telah menghilang. Berdasarkan derajat
insufisiensi plasenta, tanda postmaturitas dibedakan menjadi tiga stadium yaitu:
Stadium I : kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh,
dan mudah mengelupas.
Stadium II : Gejala stadium I disertai pewarnaan atau adanya mekonium di kulit
( Hijau)
Stadium III : pewarnaan ditemukan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
PEMERIKSAAN DENYUT JANTUNG JANIN
Pemeriksaan DJJ (Denyut Jantung Janin) dilakukan sebagai acuan untuk mengetahui
kesehatan ibu dan perkembangan janin khususnya denyut jantung janin dalam rahim. Detak
jantung janin normal permenit yaitu : 120-160x / menit Pemeriksaan denyut jantung janin
harus dilakukan pada ibu hamil. Denyut jantung janin baru dapat didengar pada usia
kehamilan 16 minggu / 4 bulan. Gambaran DJJ:
1.

Takikardi berat; detak jantung diatas 180x/menit

2.

Takikardi ringan: antara 160-180x/menit

3.

Normal: antara 120-160x/menit

4.

Bradikardia ringan: antara 100-119x/menit

5.

Bradikardia sedang: antara 80-100x/menit

6.

Bradikardia berat: kurang dari 80x/menit

ALAT-ALAT YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT DALAM


PEMERIKSAAN DJJ:
1.

Stetoskop Laennec
Stetoskop yang dirancang khusus untuk dapat mendengarkan detak jantung janin

secara manual oleh pemeriksa dapat digunakan pada usia kehamilan 17-22 minggu.

Cara pemeriksaan menggunakan leanec:


a. Baringkan Ibu hamil dengan posisi telentang
b. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk mencari posisi punggung janin
c. Letakkan stetoskop pada daerah sekitar punggung janin
d. Hitung total detak jantung janin
e. Catat hasil dan beritahu hasil pada klien
2.

USG (Ultra sonografi)


USG adalah suatu alat dalam dunia kedokteran yang memanfaatkan gelombang

ultrasonik, yaitu gelombang suara yang memiliki frekuensi yang tinggi (250 kHz 2000 kHz)
yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam layar monitor.
a. Skema Cara Kerja USG:
1) Tranduser
Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan
diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di
dalam transduser terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang
disalurkan oleh transduser. Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang
akusitik (gelombang pantulan) sehingga fungsi kristal disini adalah untuk mengubah
gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer
sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.
2) Monitor Monitor yang digunakan dalam USG
3) Mesin USG
Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang
diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG adalah CPUnya USG sehingga di dalamnya
terdapat komponen-komponen yang sama seperti pada CPU pada PC, USG merubah
gelombang menjadi gambar.
b. Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a) Pervaginam
Memasukkan probe USG transvaginal/seperti melakukan pemeriksaan dalam.
1. Dilakukan pada kehamilan di bawah 8 minggu.
2. Lebih mudah dan ibu tidak perlu menahan kencing.
3. Lebih jelas karena bisa lebih dekat pada rahim.

4. Daya tembusnya 8-10 cm dengan resolusi tinggi.


5. Tidak menyebabkan keguguran.
b) Perabdominan
1. Probe USG di atas perut.
2. Biasa dilakukan pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
3. Karena dari atas perut maka daya tembusnya akan melewati otot perut, lemak baru
menembus rahim.
c.

Jenis Pemeriksaan USG

1.USG 2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang
baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan.
2.USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal.
Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin)
dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini
dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).
3. USG 4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat
bergerak (live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada
USG 4 Dimensi, gambar janinnya dapat bergerak. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan
membayangkan keadaan janin di dalam rahim.
4. USG Doppler
Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran tali
pusat. Alat ini digunakan untuk menilai keadaan / kesejahteraan janin. Penilaian
kesejahteraan janin ini meliputi:
1. Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit).
2. Tonus (gerak janin).
3. Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20 cm).
4. Doppler arteri umbilikalis.
5. Reaktivitas denyut jantung janin.
6. Saat tepat pemeriksaan.
Pemeriksaan dengan USG wajib semasa kehamilan sebetulnya hanya dua kali, yaitu:

1. Saat pertama kali pemeriksaan kehamilan (usia kehamilan berapa pun namun biasanya
pada usia kehamilan 10-12 minggu). Pemeriksaan ini dilakukan sebagai skrining awal.
Gambaran janin yang masih sekitar 8 cm akan terlihat tampil secara utuh pada layar monitor.
2. Usia kehamilan 20-24 minggu sebagai skrining lengkap. Setelah usia kehamilan lebih dari
12 minggu gambaran janin pada layar monitor akan terlihat sebagian-sebagian/tidak secara
utuh. Karena alat scan USG punya area yang terbatas, sementara ukuran besar janin sudah
bertambah atau lebih dari 8 cm. Jadi, untuk melihat kondisi janin dapat per bagian, misalnya
detail muka, detail jantung, detail kaki dan sebagainya. Selain itu, penggunaan alat USG
dapat dilakukan atas dasar indikasi yakni:
a) Pemeriksaan USG serial untuk mengukur pertumbuhan berat badan janin.
b) Bila perlu pada usia kehamilan 38-42 minggu untuk melihat bagaimana posisi bayi apakah
melintang, kepala turun, dan lainnya.
Manfaat
1. Trimester I
a) Memastikan hamil atau tidak.
b) Mengetahui keadaan janin, lokasi hamil, jumlah janin dan tanda kehidupannya.
c) Mengetahui keadaan rahim dan organ sekitarnya.
d) Melakukan penapisan awal dengan mengukur ketebalan selaput lendir, denyut janin, dan
sebagainya.
2. Trimester II:
a) Melakukan penapisan secara menyeluruh.
b) Menentukan lokasi plasenta.
c) Mengukur panjang serviks.
3. Trimester III:
a) Menilai kesejahteraan janin.
b) Mengukur biometri janin untuk taksiran berat badan.
c) Melihat posisi janin dan tali pusat.
d) Menilai keadaan plasenta
3. NST
NST adalah cara pemeriksaan janin dengan menggunakan kardiotokografi, pada umur
kehamilan 32 minggu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan maksud melihat hubungan
perubahan denyut jantung dengan gerakan janin. Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada
saat kehamilan maupun persalinan.

Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran djj dalam hubungannya dengan
gerakan / aktivitas janin. Adapun penilaian NST dilakukan terhadap frekuensi dasar djj
(baseline), variabilitas (variability) dan timbulnya akselerasi yang sesuai dengan gerakan /
aktivitas janin (Fetal Activity Determination / FAD).Dilakukan untuk menilai apakah bayi
merespon stimulus secara normal dan apakah bayi menerima cukup oksigen. Umumnya
dilakukan pada usia kandungan minimal 26-28 minggu, atau kapanpun sesuai dengan kondisi
bayi.Yang dinilai adalah gambaran denyut jantung janin (djj) dalam hubungannya dengan
gerakan atau aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat dilihat peningkatan
frekuensi denyut jantung janin. Sebaliknya, bila janin kurang baik, pergerakan bayi tidak
diikuti oleh peningkatan frekuensi denyut jantung janin.
a. Cara Melakukan Persiapan tes tanpa kontraksi :
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari 2 jam setelah sarapan dan tidak boleh diberikan
sedativa.
b. Prosedur pelaksanaan :
1) Pasien ditidurkan secara santai semi fowler 45 derajat miring ke kiri
2) Tekanan darah diukur setiap 10 menit
3) Dipasang kardio dan tokodinamometer
4) Frekuensi jantung janin dicatat
5) Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar bunyi
6) Pemantauan tidak boleh kurang dari 30 menit
7) Bila pasien dalam keadaan puasa dan hasil pemantauan selama 30 menit tidak reaktif,
pasien diberi larutan 100 gram gula oral dan dilakukan pemeriksaan ulang 2 jam kemudian
(sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari setelah 2 jam sarapan)
8) Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST secara
individual
c. Indikasi
Semua pasien yang ada kaitannya dengan insufisiensi plasenta.
d. Komplikasi
Hipertensi ortostatik
e. Cara Membaca
Pembacaan hasil :
a) Reaktif, bila :
1.

Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit.

2.

Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit

3.

Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih dalam 20

menit.
4.

Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola omega pada NST yang reaktif berarti

janin dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian.


5.

Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari, tipe yang

lain diulang setiap minggu


b) Tidak reaktif, bila :
1.

Denyut jantung basal 120-160 kali per menit

2.

Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit

3.

Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit

4.

Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari luar
Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar yaitu kurang reaktif.

Keadaan ini interpretasinya sukar, dapat diakibatkan karena pemakaian obat seperti :
barbiturat, demerol, penotiasid dan metildopa.
Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat-obatan dianjurkan
NST diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik dilakukan pemeriksaan tes
dengan kontraksi (OCT)
c) Sinusoidal, bila :
1.

Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal

2.

Tidak ada gerakan janin

3.

Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur, janin

dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH. Jika pemeriksaan


menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam. Atau
dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang tidak bereaksi
belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.
d) Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila
ditemukan :
1. Bradikardi
2. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm, yang lamanya 60
detik atau lebih.
Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah
viable atau pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1
minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan 1

minggu kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti hipertensi/gestosis, DM, perdarahan
atau oligohidramnion hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan
masih tetap baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering
(1 minggu).
Hasil NST non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan yang mempunyai nilai
prediksi positif yang lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya NST tidak dipakai sebagai
parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan oleh karena
tingginya angka positif palsu tersebut (dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin yang
lainnya).
4.

Doppler
Fetal Doppler adalah alat dalam biomedik yang sering digunakan untuk mendeteksi

detak jantung janin pada ibu hamil. Fetal Doppler menggunakan sensor Ultrasound dengan
frekuensi 2 MHz untuk mendeteksi detak jantung janin berdasarkan prinsip doppler, yaitu
memanfaatkan prinsip pemantulan gelombang yang dipancarkan oleh sensor ultrasound.
Cara pemeriksaan menggunakan Doppler:
Alat dan bahan
- Doppler
- Jelly
Langkah-langkah pemeriksaan:
a. Baringkan ibu hamil dengan posisi terlentang
b. Beri jelly pada doppler /lineac yang akan digunakan
c. Tempelkan doppler pada perut ibu hamil didaerah punggung janin.
d. Hitung detak jantung janin :
i. Dengar detak jantung janin selama 1 menit, normal detak jantung janin 120-140 / menit.
ii. Beri penjelasan pada pasien hasil pemeriksaan detak jantung janin
e. Jika pada pemeriksaan detak jantung janin, tidak terdengar ataupun tidak ada pergerakan
bayi, maka pasien diberi penjelasan dan pasien dirujuk ke RS.
f. Pasien dipersilahkan bangun
g. Catat hasil pemeriksaan jantung janin pada buku Kart Ibu dan Buku KIA

Asfiksia Neonatum

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis(IDAI,
2004). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir(WHO, 1999).
Etiologi dan Faktor Risiko
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada
aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia(Parer,
2008).
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan.
a. Penyakit infeksi akut.
b. Penyakit infeksi kronik.
c. Keracunan oleh obat-obat bius.
d. Uremia dan toksemia gravidarum.
e. Anemia berat.
f. Cacat bawaan.
g. Trauma.
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
Partus lama ( rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi
darah ke plasenta.
Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.
Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps.
Trauma dari dalam : akibat obat bius.

Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus,
ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau
meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan
menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika kekurangan
oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke
seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi
jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ
tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau
lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot
dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan
frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah
rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan
aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan, takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena
kekurangan oksigen di dalam darah(Perinasia, 2006).
Komplikasi Pasca Hipoksia
Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti
otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan
organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan resistensi vaskular
pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya resistensi vaskular di perifer(Williams
CE,1993).
Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan energi bagi
metabolisma tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis anerobik. Produk sampingan
proses tersebut (asam laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang
berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik. Perubahan sirkulasi
dan metabolisma ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara
ataupun menetap(Williams CE,1993).

Resusitasi Neonatus
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
dengan ABC resusitasi :

Memastikan saluran nafas terbuka :


a

Meletakan bayi dalam posisi yang benar

Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea

Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka

Memulai pernapasan :
a

Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk
telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau
mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.

b
3

Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

Mempertahankan sirkulasi darah :


Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1

Tindakan umum
a Pengawasan suhu
b Pembersihan jalan nafas
c Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

Tindakan khusus
a Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 24ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa

yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau
stenosis jalan nafas.

Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak
dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara
tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada
ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2,
ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil
jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau
perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas
natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.

Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi :


Keputusan dalam beberapa detik
1. Cukup bulan ?
2. Cairan amnion bening ?
3.

Bernapas atau menangis?


Perhatikan dada bayi :
a. Tidak/ ada usaha bernapas perlu intervensi

b. Megap-megap perlu intervensi.


4. Tonus otot ? Tonus otot baik : fleksi & bergerak aktif.
Rangsangan taktil : Rangsang taktil untuk merangsang napas
Cara rangsang taktil yang aman adalah sebagai berikut
1. Menepuk/menyentil telapak kaki
2. Menggosok punggung/perut/dada/ekstrimitas
Kompresi dada :
Indikasi Kompresi Dada
1. Bila setelah 30 detik dilakukan VTP dengan 100% O2 , FJ tetap < 60 kali / menit
2. Berapa orang untuk kompresi dada :Diperlukan 2 orang : 1 orang kompresi dada1 orang
melanjutkan ventilasi. Pelaksana kompresi : menilai dada & menempatkan posisi tangan
dengan benar Pelaksana ventilasi : menempatkan sungkup wajah secara efektif & memantau
gerakan dada
1. Teknik ibu jari :

Kedua ibu jari menekan tulang

Kedua tangan melingkari dada, jari-jari tangan selain menopang bagian belakang bayi

2. Teknik dua jari :


a. Ujung jari dan jari manis dari satu tangan menekan tulang dada.
b. Tangan tengah dan jari telujuk atau jari tengah yang lain menopang bagian belakang
bayi.
Untuk kedua tehnik kompresi dada , Posisi bayi:
a. Topangan keras pada bagian belakang bayi.
b. Leher sedikit tengadah.

Anda mungkin juga menyukai