A.Aziz Muslim
Miftakhul J
Lestari Handayani
Penerbit
Diterbitkan Oleh
UNESA UNIVERSITY PRESS
Anggota IKAPI No. 060/JTI/97
Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015
Kampus Unesa Ketintang
Gedung C-15Surabaya
Telp. 031 8288598; 8280009 ext. 109
Fax. 031 8288598
Email: unipress@unesa.ac.id
unipressunesa@yahoo.com
Bekerja sama dengan:
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176
Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xv, 153 hal., Illus, 15.5 x 23
ISBN: 978-979-028-946-8
copyright 2016, Unesa University Press
All right reserved
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik
cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit
ii
SUSUNAN TIM
Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina
Penanggung Jawab
Sekretariat
: Mardiyah, SE. MM
Dri Subianto, SE
iii
Koordinator Wilayah:
1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab.
Klaten, Kab. Barito Koala
2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung
Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah
Selatan
4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru
5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong
Selatan
6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba
Barat
7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab.
Sumenep, Kab. Aceh Timur
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab.
Bantaeng
9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab.
Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke
10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar
11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu
Raijua, Kab. Tolikara
12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli,
Kab. Muna
iv
KATA PENGANTAR
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat
di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan
rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks.
Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani
masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat
kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk
itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif
mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait
kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum
humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk
mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan
masyarakat.simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense
of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam
menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri
hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015 yang dilaksanakan di berbagai
provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap
kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji
dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan,
partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku
seri ini.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan
kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset
Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku
seri dari hasil riset ini.
vi
DAFTAR ISI
SUSUNAN TIM ..........................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................
DAFTAR GRAFIK........................................................................
iii
v
vii
ix
xi
xv
1
1
5
12
15
15
15
15
16
16
17
17
18
19
20
24
22
22
22
30
35
35
43
47
vii
49
58
58
60
68
91
107
113
113
114
115
115
117
119
120
122
122
124
134
141
143
viii
72
72
74
77
77
77
81
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
10
14
17
27
29
32
39
46
49
51
54
57
57
63
65
66
xi
Gambar 3.1
Gambar 3.2.
Gambar 3.3.
Gambar 3.4.
Gambar 3.5.
Gambar3.6.
Gambar 3.7.
Gambar 3.8.
Gambar 3.9.
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar3.13.
Gambar 3.14.
Gambar 3.15.
Gambar 3.16.
Gambar 3.17.
xii
67
80
84
86
88
89
90
93
94
98
99
100
101
102
103
104
106
107
Gambar 3.18.
Gambar 3.19.
Gambar 3.20
Gambar 3.21
Gambar 3.22
Gambar 3.23
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gamabar 4.11
Gambar 4.12
109
110
111
112
115
117
126
126
130
131
132
133
132
135
136
157
139
140
xiii
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1.
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
memberikan data bahwa AKI 359/100.000 kelahiran hidup dan AKB
32/1000 kelahiran hidup. Lebih dari tiga perempat kematian balita
terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian
bayi terjadi pada periode neonates. Dan berdasarkan kesepakatan
global (Millenium Development Goal / MDGs 2000) diharapkan tahun
2015 terjadi penurunan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan
AKB menjadi 23/1000 kelahiran hidup.
Sementara data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
memperlihatkan bahwa kelahiran yang mendapatkan pemeriksaan
kehamilan atau Ante Natal Care (ANC) mencapai 95,4%. Secara ideal,
seorang ibu hamil yang mendapatkan ANC pada trisemester 1 (K1),
seharusnya secara berkelanjutan mendapatkan pemeriksaan ANC
hingga tri semester 3. Cakupan ideal K1 secara nasional mencapai
81,6%, sedangkan cakupan K4 mencapai 70,4%. Selisih antara K1 dan
K4 adalah 12%, dalam arti ada 12% ibu yang menerima K1 secara ideal
tetapi tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal.
Pada aspek gizi, data Riskesdas 2013 dibandingkan beberapa
tahun sebelumnya, menunjukkan hasil yang sangat fluktuatif.
Riskesdas 2007 menunjukkan tingkat pencapaian prevalensi Gizi
18,4%, dan menurun pada tahun 2010 dengan capaian 17,9%.
Sementara pada Riskesdas 2013, prevalensi Gizi mencapai 32,2%.
Persoalan utama kekurangan gizi terjadi pada banyaknya balita yang
mengalami stunting/ pendek yang secara nasional mencapai 37,3%.
Kecenderungan ini terjadi karena masih banyak balita yang tidak
ditimbang selama enam bulan terakhir yaitu 25,5% tahun 2007,
meningkat menjadi 34,3% pada tahun 2013.
Data Riskesdas tentang penyakit menular dan penyakit tidak
menular, memperlihatkan data yang fluktuatif. Diare misalnya, dari
1
hamil harus tetap kerja keras pada masa kehamilan agar lancar dalam
persalinannya.
Indonesia sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, dihuni
oleh ratusan etnis dan suku bangsa dengan berbagai macam latar
budaya, memiliki kekhasan tersendiri khususnya dari sisi budaya
kesehatan. Pada masyarakat tradisional banyak ditemukan perilaku
kesehatan berupa pemanfaatan pengetahuan pengobatan tradisional
dengan keanekaragaman hayati yang berkembang disekitarnya.
Praktek tersebut oleh sebagian orang dianggap sebagai penyebab
buruknya kondisi kesehatan masyarakat setempat. Misalnya pada
Etnik Asmat yang menganggap penyakit kusta sebagai penyakit kulit
biasa, sehingga tidak dilakukan pengobatan secara konvensional.
Mereka, penderita kusta, hidup berbaur dengan masyarakat lain tanpa
ada pengucilan, sehingga menyebabkan terjadinya penularan kusta1.
Faktor lain penularan penyakit adalah sanitasi air yang kurang baik.
Pengobatan pada dukun untuk penyakit TB pada masyarakat etnik
Gorontalo di Kabupaten Boalemo2. Anggapan darah persalinan
perempuan sebagai darah kotor yang dipercaya bisa membawa
malapetaka pada etnik muyu di Boven Digul3, adalah contoh lain
perilaku kesehatan tradisional dan kepercayaan masyarakat.
Gambaran kondisi diatas dapat dimanfaatkan oleh petugas
kesehatan dalam mempelajari, memahami dan mengetahui apa yang
berlaku di masyarakat. Petugas kesehatan dapat menggali masalah
kesehatan lokal spesifik yang terkait dengan budaya setempat,
sehingga bisa dilakukan perbaikan dan pemberdayaan sebuah budaya
yang berdampak positif bagi kesehatan. Pendekatan terhadap budaya
1
Tumaji, Arianto, N.T., Rizky, A., Soerachman, R., Nomphoboas yang Mengganas di
Mumugu, Etnik Asmat, Kabupaten Asmat. Buku Seri Etnografi Kesehatan, 2014.
Jakarta, LPB. 2014
2
Ningsi, Ngeolima., R., Hamzah, S., Handayani,L., Rekam Jejak Terenggi. Etnik
Gorontalo Kabupaten Boalemo. Buku Seri Etnografi Kesehatan 2014, Jakarta. LPB,
2014
3
Laksono, A.D., Faizi, K., Raunsay, E., Soerrahman, R. Perempuan Muyu Dalam
Pengasingan Etnik Muyu, Kabupaten Boven Digoel. Buku Seri Etnografi Kesehatan,
2014. Jakarta, LPB. 2014
RPJMD Kabupaten Barito Kuala 2013-2017. Diterbitkan oleh Bappeda Kab. Barito
Kuala, hal 43,
Gambar 1.1.
Peta Kabupaten Barito Kuala
Sumber: BPS Barito Kuala Dalam Angka 2014
menit. Tim peneliti bertemu dengan salah satu tenaga gizi yang ada di
Puskesmas untuk mengetahui kondisi riel kesehatan masyarakat
Tabukan5. Hasil diskusi menyimpulkan bahwa kondisi kesehatan
masyarakat di Kecamatan Tabukan rata rata relatif hampir sama
dengan wilayah lainnya untuk 4 aspek kesehatan (KIA, PM, PTM dan
PHBS).
Pada akhirnya tim peneliti memilih Kecamatan Alalak sebagai
lokasi REK untuk wilayah Kabupaten Barito Kuala. Alasan pemilihan
Alalak adalah jumlah penduduk yang paling banyak dibanding
kecamatan lainnya yaitu sebanyak 55.458 orang, urutan kedua
kecamatan Tamban yaitu 32.816 orang. Sedangkan kecamatan lainnya
rata rata 20 ribu kebawah.
Kondisi kesehatan masyarakat Kecamatan Alalak selama 2014,
yaitu14 orang kematian bayi tertinggi dibandingkan kecamatan lain.
Kematian ibu baik ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu nifas, di
Kecamatan Alalak hampir sama dengan kecamatan lain yaitu berkisar
antara 1-2 orang.Penyakit TB pada anak, TB BTA+, terdapat 53 orang,
tertinggi dibanding kecamatan lain yang berkisar antara 12-35 orang.
Hal yang sama juga terjadi pada penyakit Pneumonia pada Balita,
jumlah penderita yang mencapai 573 orang terdiri dari 286 laki dan
287 perempuan. Tingkat penanganan Pneumonia hanya mencapai
15,14% lebih rendah dibandingkan Kecamatan Rantau Badauh,
Cirebon dan Anjir Pasar.Penyakit Diare di Kecamatan Alalak mencapai
1.225 orang dengan tingkat penanganan mencapai 80%. 6
Kecamatan Alalak memiliki dua puskesmas yaitu Puskesmas
Berangas dan Puskesmas Semangat Dalam. Puskesmas Berangas
membawahi desa binaan sebanyak 12 desa, sedangkan Puskesmas
Semangat Dalam membawah 6 desa/kelurahan binaan. Tim Peneliti
REK memutuskan untuk memilih Desa Balandean dari 18 desa sebagai
5
Tim peneliti REK tidak bisa menemui kepala puskesmas karena yang bersangkutan
tidak ada di tempat
6
Profil Kesehatan Kabupaten Barito Kuala 2014, dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Barito Kuala, data dalam bentuk soft copy
11
dua orang anak meninggal dunia. Tradisi Isap Buyu merupakan salah
perilaku ritual budaya masyarakat setempat yang meyakini bahwa
penyakit gizi buruk disebabkan karena digigit oleh setan buyu
sehingga anak tersebut tidak mengalami perkembangan penambahan
berat badannya, dan tubuh menjadi lemas. Persoalan gizi buruk
diantaranya disebabkan tiga hal, yaitu persoalan asupan makanan,
pola pengasuhan anak, serta kebiasaan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat yang ada di masyarakat. Jadi permasalahan utama dari tematik
tersebut adalah; Bagaimanakah pengaruh Asupan Makanan, Pola Asuk
Anak dan Kebiasaan Perilaku Hidup Masyarakat di Desa Belandean
terhadap Penyakit Gizi Buruk?
Ada dua sudut pandang dalam melihat persoalan gizi buruk di
Desa Belandean ini yaitu pandangan modern dan pandangan
tradisional. Pandangan modern melihat bahwa kasus gizi buruk
disebabkan karena adanya kesalahan dalam pola asuh anak, asupan
makanan yang tidak mengandung gizi, serta kebiasaan masyarakat
setempat dalam kehidupan sehar-seharinya yang tidak mendukung
pola hidup sehat. Pandangan tradisional meyakini bahwa seorang
anak yang menderita gizi buruk dengan ciri ciri badan kurus, lemas,
wajah pucat, berat badan tidak bertambah, disebabkan karena adanya
gangguan makhluk halus atau setan buyu. Setan ini diyakini yang
menghisap tubuh si anak sehingga menjadi kurus.
Solusi yang dilakukan oleh kedua pandangan juga berbeda
dalam mengatasi masalah. Bagi kalangan modern, mereka melakukan
upaya secara medis seperti berobat ke Rumah Sakit, merubah perilaku
hidup dan kebiasaan sehari sehari, memperbaiki asupan gizi makan
anak dan lainnya. Berbeda dengan kalangan tradisional, mereka
melakukan ritual Mandi Isap Buyu untuk menghilangkan kekuatan roh
jahat makhluk halus atau setan buyu yang menghisap anak tersebut.
Penelitian REK ini diantaranya ingin membantu mengatasi
persoalan gizi buruk di Desa Belandean. Ada intervensi kebijakan yang
bisa dilakukan secara medis dan secara budaya. Tradisi Mandi Isap
Buyumungkin tidak bisa dihilangkan secara budaya, akan
13
Pandangan
1.
2.
Pola Asuh
Asupan Makanan
3.
Kebiasaan
Pengobatan Medis
Modern
Pandangan
Tradisional
Intervensi Kebijakan
(Medis dan Budaya)
Gambar 1.2.
Kerangka Pikir Tematik Kesehatan Gizi Buruk
14
4.
1.2.Tujuan Penelitian
1.2.1.Tujuan Umum
1.
2.
1.2.2.Tujuan Khusus
1.
2.
3.
4.
16
Keturunan
Perilaku individu
atau masyarakat
Kondisi gizi
buruk pada anak
Fasilitas kesehatan
Lingkungan
fisik sosial
eknomi
budaya
7 aspek budaya:
1. Bahasa
2. Agama
3. Pengetahuan
4. Mata
pencaharian
5. Sistem
kekerabatan
6. Teknologi
dan peralatan
7. Kesenian
Gambar 1.3.
Faktor Budaya dan Lingkungan terhadap Kesehatan
(Diadaptasi dari Blum)
18
Observasi,
e.
3.
a.
b.
c.
d.
Fielding, J.E, Lessons from france vive la difference The French Health Care System
and U.S. Health System Reform..1993, JAMA, 270:748- 756 .
21
BAB 2
BELANDEAN DALAM BUDAYA ETNIK BANJAR :
Sebuah Gambaran Umum
2.1. Sejarah
2.1.1. Asal Usul Desa Belandean
Desa Belandean merupakan salah satu desa tertua yang ada di
wilayah Kabupaten Barito Kuala, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Desa Belandean sendiri memiliki peran penting dalam sejarah
perlawanan rakyat kesultanan Banjar terhadap penjajah Belanda.
Belandaean dahulu bernama Balandean, merupakan salah satu
tempat bersejarah karena pernah menjadi daerah aliran sungai saat
Pangeran Raja Buana, salah seorang cucu dari Raja Sukarama dari
kerajaan Candi Agung, dibuang ke sungai untuk diselamatkan dari
ancaman pembunuhan oleh Saudaranya dari anak anak Raja
Sukarama.
Konon menurut cerita sejarah, Raja Sukarama menjelang
wafatnya, berwasiat agar pengganti dirinya menjadi raja adalah
Pangeran Raja Buana, salah seorang cucunya. Pangeran Raja Buana ini
adalah putra dari Galuh Puteri Intan, putri Raja Sukarama yang
bersuami Raden Menteri Jaya, saudara putra Raden Begawan, salah
seorang saudara Raja Sukarama. Wasiat ini membuat anak-anak raja
sukarama yang lain yaitu Pangeran Arya Mangkubumi, Pangeran
Tumenggung, dan Pangeran Bagalung tidak senang karena merasa
posisinya sebagai calon raja akan terancam.
Pangeran Tumenggung yang seharusnya menjadi pewaris sah
kerajaan dan menggantikan Raja Sukarama, menjadi marah
mendengar wasiat tersebut. Beliau kemudian bermaksud hendak
menyingkirkan Pangeran Raja Buana, calon pengganti Raja Sukarama.
Niat tidak baik Pangeran Tumenggung, terdengar oleh Tumenggung
Aria Taranggana, salah satu anggota keluarga kerajaan yang lainnya.
Selanjutnya Tumenggung Aria Taranggana bermaksud menyelamatkan
22
23
24
Muljana, Slamet, 2005. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negaranegara Islam di Nusantara. Yogyakarta, PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 70.
25
26
Pangeran.
pangeran raja buana ahli waris karajaan Daha.
dibuang paman Arya batahta.
kabalandean wadah pambukahannya.
dikampung kuin diangkat jadi raja.
pangeran samudra itu galarnya.
Gambar 2.1.
Mushola Beje Tempat Mandinya Sultan Suriansyah
Sumber: Dokumentasi Peneliti
28
Gambar. 2.2.
Makam Pangeran Jaya Arja (Kiri) dan Panglima Mahmud (kanan)
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Maskuni, Dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Barito Kuala, 2006, Marabahan, Dinas
Pariwisata dan Budaya, hal 20-25
29
Istilah lain menyebutkannya Belandean dan Belandean Baru. Dulu istilahnya hanya
Belandean, setelah pemekaran baru dibagi Belandean Dalam dan Belandean Muara.
Jadi tampaknya yang dimaksud Belandean adalah Belandean Dalam, sedangkan
Belandean Baru adalah Belandean Muara. Barito Kuala Dalam Angka 2014,
diterbitkan BPS dan Bappeda Barito Kuala, hal 8
30
31
Gambar 2.3.
Peta Desa Belandaean Muara
Sumber: Dokumentasi Peneliti
15
Jukung adalah perahu kecil yang hanya memuat dua-tiga orang, dikayuh dengan
menggunakan tenaga manusia
16
Klotok adalah perahu kecil, lebih besar dari Klotok dengan kapasitas 5-10 orang,
dan menggunakan teanga mesin.
33
Pada saat penelitian ini dilakukan, Pemerintah baru akan melakukan pengaspalan
jalan dari Desa Beringin sampai Desa Belandean dengan jarak kurang lebih 4 km.
untuk jalan masuk Belandean Dalam ke Belandean Muara, sebagaian sudah ada
yang dibangun cor semen (beton), dan sebagain besar lainnya masih berupa batu
batuan
34
lewat. Kendaraan besar seperti truk roda enam tidak bisa lewat
karena jalanan yang sempit. Kendaraan perahu Klotok masih
digunakan oleh sebagian warga, terutama untuk mengangkut hasil
panen dan kebun seperti padi, pisang, kelapa, dan beberapa sayuran
untuk dijual di Pasar Berangas - Alalak yang berjarak 8 km atau sekitar
1 jam perjalanan dari Desa Belandean.
Kondisi jalanan sempit dan sangat buruk, jumlah penduduk
sedikit, serta jarak yang sangat jauh, membuat tidak ada angkutan
umum seperti angkot ataupun ojek yang beroperasi didesa tersebut.
Menuju lokasi desa Belandean harus menggunakan kendaraan sendiri,
atau bagi orang dari luar daerah, biasanya dijemput di pinggir jalan
raya lintas Trans Kalimantan. Bus jurusan Palangkaraya dapat
digunakan dari Banjarmasin berhenti sebelum jembatan Beringin
dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Perjalanan menuju desa
Belandean dilanjutkan menggunakan sepeda motor.
Kegiatan warga Desa Belandean Dalam dan Belandean Muara
pada pagi hari adalah bekerja di sawah. Sarana transportasi ke sawah
adalah perahu kelotok. Mereka berangkat sekitar jam 7 Pagi dan
pulang jam 16.30 sore. Jarak rumah ke sawah biasanya ditempuh
kurang lebih selama 30 menit. Anak sekolah umumnys sudah
berangkat sekolah sebelum jam 7. Di Desa Belandean, hanya ada satu
sekolah SMP Negeri yang terletak di Desa Sei Pitung, sebelah desa
Belandean Dalam. SMA Negeri terdekat terletak di dekat ibukota
Kecamatan Alalak.
2.2. Geografi dan Kependudukan
2.2.1. Kondisi Geografi
Belandean Dalam memilik luas wilayah 1.255 ha, sedangkan
Belandean Muara luasnya 863 ha. Kondisi wilayah desa Belandean
sebagian besar rawa rawa dan tanah gambut. Sebagian besar
masyarakatnya tinggal di pinggiran Sungai Belandean, yaitu salah satu
anak sungai berujung pada muara Sungai Barito. Kondisi air sungainya
pasang surut yang berdampak langsung terhadap kehidupan warga
35
pompa pendorong. Air tidak selalu dapat disedot setiap saat, biasanya
masyarakat menunggu air pasang. Tersedia 2-3 drum di kamar mandi
untuk menyimpan air, sebagai antisipasi dikala air sungai mengalami
surut.
Air sungai yang disedot melalui pipa ke dalam rumah
umumnya tidak dilengkapi dengan filter penyaring, sehingga air sangat
keruh dan kotor. Selanjutnya, air diberi larutan tawas dan kaporit
kedalam air yang sudah ditampung. Tawas tujuannya untuk
menjernihkan air agar tidak keruh, sedang kaporit bertujuan untuk
membunuh kuman. Satu drum bak air ditambahkan satu sendok
kaporit dan satu sendok tawas dan dibiarkan beberapa saat sampai
lumpur dan pasir mengendap. Setelah tampak jernih, air bisa
digunakan untuk kebutuhan mereka.
Pengamatan peneliti menemukan banyak warga yang tidak
menggunakan tawas dan kaporit untuk menjernihkan air dan
membunuh kuman. Mereka langsung menggunakan air sungai dengan
mengendapkan terlebih dulu sebentar, setelah itu langsung dimasak
untuk dikonsumsi. Kebutuhan air bersih di Belandean akan menjadi
permasalahan kesehatan ketika musim kemarau karena air sungai
mengalami surut dan air keruh. Pada saat seperti itu banyak warga
yang menderita diare akibat konsumsi air sungai yang tidak hygienis.
Perilaku buang air besar sebagian warga ada bervariasi, ada
yang memilih di sungai dan sebagian lain menggunakan toilet di kamar
mandi. Toilet warga sebagian menggunakan septiktank untuk
menampung limbah18, sebagian lain ada yang langsung toilet jongkok
tanpa septiktang, sehingga limbahnya langsung dibuang ke kolam di
bawah toilet.
Persoalan kebutuhan air bersih untuk aktifitas warga
merupakan persoalan yang pelik dan butuh perhatian khusus. Dinas
18
37
Usulan kepala Dinas Kesehatan ini sebenarnya adalah ekspresi upaya maksimal
dalam mengatasi persoalan kesehatan di Belandean Muara, dan tampaknya agak
mustahil untuk bisa dilaksanakan.
38
Gambar 2.4.
Fasilitas Air Bersih PAMSIMAS di Desa Belandean Dalam
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Versi lain, sebelum dibangun fasilitas air bersih PAMSIMAS, dilakukan musyawarah
desa dan ditawarkan kepada warga dimana lokasi yang diplih warga untuk dibangun
41
yang dialami oleh warga. Pak Nawawi dahulu adalah anggota Tim
proyek PAMSIMAS. Pada awal PAMSIMAS dipasang, warga dekat
lokasi sempat dipungut iuran 35 ribu dan dijanjikan akan dibangun
pipanisasi sampai kerumah rumah warga. Pipanisasi tidak terwujud
sampai sekarang, akibatnya warga merasa kecewa karena tidak
mendapatkan manfaat langsung dari PAMSIMAS. Disisi lain, secara
praktis, warga lebih dekat dan mudah untuk menggunakan air sungai.
Inilah salah satu faktor yang menyebabkan 4 fasilitas PAMSIMAS yang
lainnya tidak berfungsi secara maksimal.
Warga di Desa Belandean Muara tidak memiliki fasilitas air
bersih PAMSIMAS. Kebutuhan air bersih minum terkadang membeli
air dalamjerigenyang dijual berkeliling desa. Kesadaran warga akan
kebersihan lingkungan masih sangat rendah. Masyarakat Belandean
tidak memiliki tradisi buang sampah ditempat sampah. Semua sampah
dibuang ke sungai. Mereka beranggapan bahwa sungai dapat
menampung segala macam kotoran, dan nantinya akan bersih dengan
sendirinya. Perilaku buruk ini berakibat pada pendangkalan sungai dan
air yang kotor.
Kondisi alam di Belandean sangat cocok untuk beberapa jenis
tanaman seperti kelapa, pisang, sayuran bayam, kangkung, daun
pakis, rambutan, kedondong. Sedangkan untuk pertanian, hanya
cocok untuk tanaman padi. Di Desa Belandean, musim tanam dan
panen padi hanya sekali dalam setahun, yaitu bulan April sampai
Oktober. Sisanya tidak bisa ditanami lagi. Disela sela tanaman padi,
masyarakat biasa menanam tanaman lain seperti singkong ketela,
sayuran kacang panjang.
Menurut warga, dahulubanyak ditanam pohon kelapa di
Belandean. Hasil pohon kelapa sangat bisa diandalkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan penghasilan warga. Akan tetapi sejak
beberapa tahun terakhir, pohon kelapa tidak lagi bisa menjadi produk
unggulan yang diandalkan. Alasannya karena banyak pohon kelapa
yang buahnya sedikit atau banyak yang ditebang untuk diambil
kayunya.
42
Belandena Dalam
1404 orang
139
14
Belandean Muara
1300 orang
340
10
367
25
870
25
43
Buruh/ swasta
PNS
62
7
Daun katuk terkadang dikonsumsi oleh ibu ibu yang baru melahirkan agar air ASI
nya lancar
22
Istilah paman sayur adalah bapak bapak yang keliling berjualan sayur dari rumah
kerumah. Mereka berbelanja membeli sayuran, daging, di pasar untuk dijual kepada
warga desa Belandean. paman sayur berjualan mulai pagi sejak di dari pasar dan
sampai di Belandean jam 8.
45
Gambar 2.5.
Ventilasisi Rumah dan Tungku untuk Memasak
Gambar: Dokumentasi Peneliti
46
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bidan Ibu Sri di Belandean Dalam. Beliaunya
juga melayani di Desa Belandean Muara
47
keluarga yang lebih banyak dimana ada anak, menantu dan cucu,
ukuran bangunan rumah lebih besar dengan ukuran 5x12 meter dan
ada pembagian ruangan untuk kamar, ruang tamu, dapur, gudang,
kamar mandi. Ruang tengah dengan ukuran yang lebih besar
difungsikan sebagai tempat kumpul bersama anggota keluarga, untuk
menonton TV dan lainnya. Ruang tengah ini juga terkadang dipakai
untuk acara bersama para tetangga seperti pengajian, yasinan dan
tahlilan, arisan, atau rapat bersama warga.
Secara umum, model depan bangunan rumah di Belandean,
sama dengan ditempat lain. Atap rumah bangunan, sebagian besar
menggunakan bahan eternit atau asbes, bukan genting. Ruangan
utama untuk menerima tamu, dibuat secara lesehan (duduk di lantai)
tanpa ada meja kursi. Konsep ini ingin menggambarkan bahwa
masyarakat sangat egaliter,sama rata sama rasa. Tidak ada jarak
antara kelas atas dan bawah, tidak ada kasta sosial. Semuanya dalam
posisi sama dengan duduk bersama.
Posisi rumah dan pembagian ruangan tidak ada peraturan
tertentu. Namun, pada halaman rumah di Desa Belandean tidak
dibangun pagar tempok atau besi. Hal ini bermakna bahwa sang
punya rumah selalu terbuka atas kehadiran tamu dan tidak ada
pembeda antara rumah pembakal atau kepala desa dengan
masyarakat lainnya.
Posisi dapur untuk memasak terletak dibagian belakang tapi
masih didalam rumah. Rata rata orang Belandean
memasak
menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat, berbentuk persegi
panjang, dan memuat satu alat masak. Bahan bakar yang digunakan
adalahpotongan kecil kayu gelam. Botol plastik bekas botol atau gelas
air mineral digunakan sebagai pengganti minyak untuk menyalakan
api. Plastik tersebut dibakar lalu diteteskan kepada kayu yang sudah
kering, sehingga menimbulkan bara api. Posisi dapur didalam rumah
menyebabkan asap dapur seringkali memenuhi ruangan seisi rumah.
48
Gambar 2.6.
Rumah Warga Desa Belandean
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Nahdliyin adalah sebutan untuk warga anggota Nahdlatul Ulama sebuah ormas
Islam terbesar di Indonesia
49
Gambar 2.7.
Foto Tokoh Agama yang Dipasang di Setiap Rumah
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Ritual yang dilakukan setiap tahun untuk mengenang seseorang yang sudah
meninggal. Biasanya dalam upacara Haul diadakan pembacaan ayat suci al-Quran,
surat yasin, tahlil, dan shalawat, dimana pahala bacaannya dihadiahkan kepada
mereka yang meninggal
51
zaman dulu sebelum Islam masuk. Perbedaan terlihat dari simbol dan
atribut hinduisme atau budhisme yang digunakan. Setelah jaman
kerajaan Islam, mengalami proses islamisasi telah merubah bacaan
mantera diganti dengan doa doa keselamatan dan keberkahan yang
diambilkan dari ayat suci Al-Quran atau hadits nabi.
Hal ini tercermin dari perilaku budaya Masyarakat Belandean
yang masih mempercayai adanya hubungan mereka yang masih hidup
dengan mereka yang sudah meninggal. Dipercaya bahwa orang yang
sudah meninggal akan datang kembali kerumah tiap malam Jumat
atau Kamis sore. Mereka berkunjung untuk melihat kondisi keluarga
yang ditinggalkan. Seperti halnya menerima kunjungan tamu, mka
tuan rumah akan menyiapkan suguhan. Kedatangan arwah roh para
leluhur, disambut oleh keluarga yang masih hidup dengan menyiapkan
sajian makanan. Oleh sebab itu, jika ada anggota keluarga yang
meninggal, mereka meyakini bahwa ruh si mati masih belum menjauh
dari rumahnya bila belum mencapai 100 hari. Mereka masih ada
disekitar rumah. Keluarga mengadakan peringatan atau tradisi
pembacaan surat yasin dan tahlil, dan khataman Al-Quran hingga hari
ke-40. Pembacaan yasin dan tahlil diikuti oleh para tetangga dan
warga sekitarnya. Kegiatan pembacaan Al-Quran hanya dilakukan
oleh keluarga almarhum, atau orang lain yang dibayar untuk
mengajikan selama 7 hari. Mereka biasanya mengkhatamkan alQuran sampai beberapa kali.
Masyarakat Belandean juga mempercayai tempat yang
dianggap keramat seperti makam, pohon besar dan lainnya. Mereka
meyakini bahwa tempat tersebut ada yang menjaga. Orang yang
masih hidup harus bisa menjaga hubungan baik dengan penjaga
tersebut, agar tidak kena musibah atau kutukan. Masyarakat
Belandean menyebutnya dengan istilah Kapohonan yaitu seseorang
yang mengalami gangguan jiwa atau kesurupan (istilah jawa), akibat di
diganggu makhluk halus yang menghuni tempat tersebut. Diprcaya
bahwa kejadian tersebut diakibatkan mereka melakukan aktifitas
52
53
Gambar 2.8.
Andal, Sesajen untuk Leluhur yang Meninggal
Sumber: Dokumentasi Peneliti
2.
54
sebelum lauk dan nasi. Air kemasan, piring luk dan nasi
didistribusian secara berantai mulai dari ujung belakang dapur
hingga yang paling depan, sampai merata tiap orang
mendapatkan satu piring lauk dan nasi. Mereka menyediakan air
dalam mangkok plastik dan lap kain untuk mencuci dan
membersihkan tangan.
Para tamu berpamitan untuk pulang. Tuan rumah tidak
menyediakan berkat yaitu makanan dalam wadah untuk dibawa
pulang. Berbeda dengan di Jawa dengan tradisi memberi berkat
bagi yang hadir, dengan alasan karena mereka yang ikut adalah
semua anggota keluarga yaitu bapak, istri dan anak anaknya.
Kalaupun masih ada makanan yang tidak habis, maka akan
dibagikan ke tetangga sekitarnya.
Selain acara pembacaan tahlil yasin untuk peringatan
kematian hari ketujuh, disini juga ada tradisi mengaji Al-Quran
sejak hari pertama meninggal hingga hari ketujuh. Mengaji ini
sampai khatam beberapa kali. Jika yang meninggal orang kaya,
maka terkadang pengajiandilakukan di makam/ kuburan selama
tiga hari tiga malam. Makam ini letaknya dibelakang rumah
keluarga. Ada tiga orang yang akan membaca Al-Quran secara
bergiliran. Mereka tidak boleh batal dalam berwudlu selama
membaca Al-Quran. Imbalan jasa bagi ketiga orang yang mengaji
berupa uang sebesar Rp 300 ribu perorang.
Keluarga yang tidak mampu biasa melakukan tradisi
mengaji ini malam hari karena pada siang hari mereka harus pergi
ke sawah. Kegiatan saruwan ini diikuti sekitar 6-10 orang. Peserta
pada umumnya masih ada hubungan keluarga atau saudara
dengan si keluarga yang meninggal. Jadi praktis tidak ada orang
lain/ orang luar yang ikut acara tersebu. Hal ini karena di desa
Blanden Muara, hampir semua tetangga sekitar masih ada
hubungan kekeluargaan. Kegiatan mengaji di rumah keluarga
yang meninggal,tanpa menyediakan honor sebagaimana mengaji
di keluarga orang kaya yang meninggal. Mereka yang mengaji
55
Istilah Tahlil berasal dari kalimat Laila Ha illa Allah, acara membaca tahlil disebut
Tahlilan. Acara tahlilan biasanya dilakukan untuk mendoakan orang yang baru
meninggal,
56
Gambar 2.9.
Kayu Pelawanuntuk
Menolak Gangguan
Makhluk Halus
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
Gambar 2.10.
Kertas Shalawat Dipasang di
Belakang PIntu Rumah
untuk Menolak Gangguan
Makhluk Halus
Sumber: Dokumentasi
Peneliti
57
59
yang benar benar datang atas petunjuk Allah untuk berobat. Mereka
punya keyakinan untuk bisa sembuh dan mereka yang datang tidak
dengan keraguan dan sekedar coba coba
Sebelum melakukan pengobatan, biasanya Pak Sabri akan
mendeteksi penyakit si pasien. Ia akan menanyakan gejala sakit apa
yang dirasakan,bagian tubuh yang sakit, sejak kapan merasa
sakit.Ditanyakan pula tindakan penyembuhan yang sudah dilakukan
selama ini untuk menghilangkan rasa sakitnya.
Anu pake biasanya kita tanya dulu apa penyakitnya? Kalau
karena gangguan iblis, kita minta pada Allah, kita baca doa
doa. Kita Ruqiyah27 dulu orang tersebut. Dari ruqiyah tadi, kita
minumakan airnya, lalu syetannya keluar dan Alhamdulillah
penyakitnya juga hilang. Pokoknya orang yang kesini sudah
dari rumah sakit. Sudah di USG oleh rumah sakit dan tidak tahu
apa penyakitnya? Kalau ada orang yang kesini, saya tanya dulu
ke dia kamu sudah berobat ke rumah sakit belum? Kalau
belum kamu berobat dulu ke rumah sakit. Jadi kalau pihak
rumah sakit sudah tidak bisa menemukan penyakitya, ya kita
minta pada Allah SWT. Tapi kalau dia belum berobat ke rumah
sakit, ya saya tidak berani mengobatinya. Takutnya itu
penyakitnya medis bukan gangguan makhluk halus jahat. (Pak
Sabri, 50 tahun, seorang tabib yang bisa mengobati penyakit
penyakit non medis)
27
Ruqiyah adalah sejenis ritual pembersihan badan anggota tubuh yang bertujuan
untuk menghilangkan gangguan makhluk halus yang ada di tubuh pasien, diantara
caranya melalui pembacaan doa doa dan ayat ayat al-Quran. Ruqiyah dilakukan oleh
ustadz, kyai atau tabib. Seseorang yang dianggap memiliki kekuatan supranatural
dalam menghadapi gangguan makhluk halus
62
Gambar 2.11.
Pak Sabri (50 tahun), Seorang Tabib di Belandean Muara yang
Dipercaya Bisa Mengobati Gangguan Makhluk Halus
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pak Sapriansyah adalah salah satu tokoh yang rumahnya ditempati tim peneliti REK
selama penelitian. Beliau adalah bapak mertua dari Bidan Sri, salah satu tenaga
kesehatan yang bertugas di Belandean Dalam
64
Gambar 2.12.
Daun Jerangu untuk Mengobati Penyakit Kejang Kejang
Sumber: Dokumentasi Peneliti
yang dimiliki Pak Ghazali juga diperoleh secara turun temurun, dari
orangtua dan kakeknya.
Tokoh pengobat tradisional lain yang dikenal di Belandean
Muara adalah ibu Hajah (Hj) Biyah, yang berprofesi sebagai bidang
kampung atau dukun bayi. Bu Hj Biyah mengaku berusia 105 tahun.
Bu Hj Biyah masih cukup tangkas dan kuat diusianya yang sudah senja.
Beliau dikenal sebagai dukun bayi di Belandean Muara yang sudah
puluhan tahun berpraktik melayani pemeriksaan kesehatan dan
pemijatan ibu hamil serta membantu proses persalinan. Ibu Hj Biyah
ini dipilih sebagai salah satu tempat meminta pertolongan karena
tempatnya dekat dan mudah diakses warga serta cekatan dalam
bekerja.
Gambar 2.13.
Pak Ghazali dan Pengobatan Daun Jerangau
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.14.
Ibu Hj Biyah (kanan) Dukun Bayidi Desa Belandean Muara
Sumber: Dokumentasi Peneliti
67
68
kepada orang lain, maka petani tidak akan mendapatkan hasil dari
bertani. Berarti total pendapatan satu kali musim panen sawah dua
hektar adalah Rp 18.000.000,- dikurangi biaya Rp 13.600.000,- atau
sama dengan Rp 4.400.000,- selama kurun waktu 6 bulan, dengan
asumsi hasil panen baik dan nilai jual padi juga baik. Oleh karena itu
sawah harus dikerjakan sendiri agar diperoleh selisih hasil panen
dengan biaya yang dikeluarkan.
Beberapa petani pemilik sawah menyewakan sawah miliknya.
Sawah 2 hektar yang disewakan akan memberikan hasil bagi pemilik
sebesar 60 bleg padi. Wawancara dengan Pak Nurmansyah, Petani di
Belandean Dalam menyatakan bahwa nilai 60 bleg padi dengan harga
40 ribu rupiah per blegadalah sebesar 2,4 juta rupiah.
Selama 3 tahun terakhir, petani di Belandean mengalami gagal
panen karena faktor hama padi. Menurut Pak Normansyah seorang
penduduk setempat menyatakan bahwa secara sosial ekonomi, hasil
pertanian tidak bisa diharapkan untuk meningkatkan perekonomian
warga. Warga tetap menekuni pekerjaan ini karena tidak ada pilihan
lain. Mereka menyadari bahwa pertanian hanya mencukupi
kebutuhan bahan makanan pokok saja. Mereka tidak mungkin
meninggalkan pekerjaan pertanian dan beralih ke pekerjaan lain
seperti menjadi tukang bangunan, atau kuli di kota, karena jika suatu
saat sedang tidak ada pekerjaan bangunan, mereka akan menganggur
tidak bekerja. Hasil panen telah memberikan persedian beras keluarga
selama setahun telah memberikan ketenangan batin karena meskipun
tidak punya uang, akan tetapi masih ada simpanan beras untuk
persediaan selama setahun. Pemenuhan kebutuhan lauk pauk bisa
mereka dapatkan dengan mencari ikan di sungai dan sayuran yang ada
di sekitar ladang kebun atau pekarangan rumahnya meski dengan
jenis yang terbatas seperti sayuran kacang panjang, kangkung, kelakai.
Di Desa Belandean seringkali ditemukan pekerjaan
pembangunan rumah yang terbengkelai belum selesai karena
ditinggal para tukang dan kuli beralih mengerjakan sawah karena
musim tanam tiba. Mereka beralasan bahwa masa musim tanam
70
sangat terbatas watunya sekitar tiga bulan yaitu antara Maret sampai
Mei.
Setelah selesai musim tanam dan menunggu saat panen,
mereka kembali ke pekerjaan sebagai tukang atau kuli bangunan.
Bangunan rumah Kepala Desa Belandean Muara Pak Darmo Basri
terlihat terbengkelai akibat ditinggal pekerjanya yang pergi untuk
bercocok tanam. Mereka biasanya mencari pekerjaan di Kota
Banjarmasin yang berjarak lebih dekat dengan Belandean. Mereka
bekerja menjadi tukang bangunan untuk mengerjakan pembangunan
rumah toko, rumah di perumahan, pekerja pabrik, atau sebagai kuli
dan pekerjaan lain yang bersifat insidental dan musiman saja.
Teknologi dan peralatan pertanian yang digunakan warga
Belandean masih sederhana dan lebih mengandalkan tenaga manusi.
Mulai dari membajak sawah sebelum ditanam, pengairan, pemupukan
semuanya menggunakan peralatan sederhana dilakukan oleh tenaga
manusia dan tidak menggunakan teknologi mesin. Mereka tetap bisa
menikmati kehidupan sebagai petani dengan kemampuan seadanya
yang dimiliki. Lahan sawah tetap menjadi tumpuan akhir mereka
menggantungkan kebutuhan hidupnya.
71
BAB 3
KONDISI KESEHATAN MASYARAKAT BELANDEAN
Bab 3 ini akan menjelaskan kondisi kesehatan masyarakat dari
segi fasilitas layanan kesehatan dan program kesehatan, tenaga
kesehatan, serta kondisi 4 aspek kesehatan yang ada yaitu Perilaku
Hidup Bersih Sehat, Kesehatan Ibu dan Anak, Penyakit Menular dan
Tidak Menular yang dominan diderita warga. Kondisi kesehatan tidak
hanya dilihat dari faktor medis, tapi juga dilihat dari sisi budaya. Oleh
sebab itu, dalam bab 3 ini juga akan dijelaskan beberapa ritual, tradisi
budaya masyarakat lokal yang masih ada dan berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan masyarakat.
Data program dan layanan kesehatan diambil berdasarkan
laporan dan profil kesehatan Puskesmas Berangas, sebagai puskesmas
yang memiliki wilayah kerja termasuk Desa Belandean. Data kondisi
kesehatan Desa Belandean diperoleh dari hasil wawancara dan
observasi lapangan.
Status Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Berangas
Sumber daya kesehatan merupakan aspek pendukung dalam
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Upaya pembangunan
kesehatan dapat tercapai apabila kebutuhan sumber daya kesehatan
tercukupi. Status sumber daya kesehatan di Puskesmas Berangas
Alalak terdiri dari satu Puskesmas induk yang terletak di Desa
Berangas Barat dan Puskesmas pembantu (3 buah). Jumlah tenaga
kesehatan di Puskesmas Berangas keseluruhan berjumlah 35 PNS
terdiri dari 3 dokter umum, 15 bidan, 3 tenaga administrasi, 4
perawat, 2 perawat gigi, 2 tenaga ahli gizi, 1 farmasi, 2 sanitarian, 1
analis kesehatan, 2 PTT yaitu 1 dokter gigi, 1 bidan dan 2 tenaga honor
daerah.
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM)
dilaksanakan di Poskesdes dan Polindes (8 buah) dan 35 posyandu
yang terdiri dari Posyandu Pratama (11 buah) dan Posyandu Madya
3.1
72
(24 buah). Jumlah desa siaga dari 12 desa yang masuk kategori desa
pratama 9 desa (75%)
Cakupan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di wilayah
kerja Puskesmas Berangas tahun 2014 dipantau dari sejumlah total
rumah tangga (RT) sebanyak 10.979 RT. Berdasarkan pemantauan
PHBS terhadap 300 RT (2,73%). Dilakukan pendataan rumah sehat
menurut Kecamatan dan Puskesmas Berangas Alalak pada tahun
2014.Terdapat 4.037 RT (46,17%) rumah yang memenuhi syarat
rumah sehat dari keseluruhan rumah tangga 8.632. Penduduk yang
mempunyai jamban sehat dan layak dari jumlah penduduk 34.325
orang adalah 16.210 orang (47,2%). Adapun jenis jamban yang
digunakan penduduk di Puskesmas Berangas Alalak antara lain jamban
komunal (2%), leher angsa (34,7%), plengsengan (10%) dan cemplung
(0,3%).
Tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan di Puskesmas
Berangas tahun 2014 terdiri dari sarana pendidikan yaitu 21 SD
(95,5%) dan 2 SLTP (100%), dan tempat-tempat umum lainnya 34
tempat (91,89%). Terdapat 47 Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
dan yang diketahui memenuhisyarat status higiene sanitasi berjumlah
28 TPM (60%) terdiri dari 1 Depot Air Minum (DAM) dan 27 makanan
jajanan.
Persentase keluarga yang menggunakan air minum berkualitas
di Puskesmas Berangas Alalak tahun 2014, dari jumlah penduduk
34.325 keluarga yang ada di Puskesmas Berangas, diketahui 4.485
keluarga (13,07%) telah mendapatkan akses air minum berkualitas.
Sumber air minum yang digunakan meliputi: PDAM dan
BPSPAMdengan jumlah sarana 427 pipa dan jumlah penduduk yang
menggunakan sumber air tersebut 4.485 penduduk (13,07%).
Program pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD
berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Berangas pada tahun 2014
telah dilakukan. Jumlah murid SD/MI adalah 1.897 siswa laki-laki dan
1.497 siswa perempuan, dan dari jumlah tersebut murid yang
diperiksa kesehatan gigi dan mulut sebanyak 2.804 siswa (79,82%),
73
74
76
3.3
Kondisi Kesehatan Masyarakat
3.3.1 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Terdapat 6 variabelpada program Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) yang dibahas dalam menjelaskan kondisi kesehatan masyarakat
di Belandean yaitu; (i) Reproduksi Remaja, (ii kondisi Ibu Hamil, (iii)
kondisi Ibu saat Melahirkan, (iv) kondisi Ibu pasca melahirkan (Nifas),
(v) Pola Perawatan bayi dan (vi) pola asuh anak. Berikut ini deskripsi
situasi dan kondisi kesehatan maysarakat terkait Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) yang ada di Belandean.
1. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
Remaja atau adolescence berarti tumbuh kearah
kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya
kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologis.
Masa remaja yaitu masa transisi oleh adanya perubahan fisik, emosi
dan psikis, yakni antara usia 10-19 tahun diiringi masa pematangan
organ reproduksi manusia29.
Dikenal tradisi sunat perempuandi Belandean yang diterapkan
pada bayi di awal kehidupannya. Tradisi sunat pada perempuan
dilarang oleh WHO seperti yang dipraktekkan di negara negara Afrika,
karena memotong klitoris perempuan, yang akan mengurangi
kenikmatan perempuan dalam hubungan seksual. Tradisi sunat
perempuan di Belandean hanya sebatas di jentikkan dengan pisau
pada bagian tepialat kelamin perempuan, sehingga tidak merusak
klitorisnya. Sedikit tetesan darah dari ritual ini sudah cukup untuk
menyatakan bahwa seorang bayi perempuan telah disunat atau
dikhitan. Tradisi sunat perempuan ini disebut dengan istilah Pucuk
Kembang. Istilah Pucuk Kembang menggambarkan tindakan yang
dilakukan saat sunat perempuan hanya bagian pucuk atau ujung saja
dari kelamin bagian dalam perempuan.
Pendidikan seks sejatinya bukan hanya mengantisipasi anak
agar tidak menjadi korban kejahatan seksual tetapi juga mencegah
29
77
Asmoro, Guno. (2006). Sex Education For Kids. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
78
79
Pil jenit adalah sebuah istilah obat-obatan berupa pil sebanyak 1-3 yang dicampur
minuman bersoda dan digunakan oleh anak remaja untuk mabuk mabukan
80
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh bidan dan kaderkader di posyandu ialah memeriksakan kehamilan, penimbangan
berat badan, pemeriksaan tekanan darah dan pemberian vitamin.
Pelayanan belum tersedia pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) pada
kehamilan yang berguna mengetahui perkembangan janin dan jenis
kelamin bayitidak tersedia di poskesdes, sehingga bagi ibu hamil yang
berkeinginan untuk pemeriksaan USG bisa dilakukan oleh dokter di
rumah sakit.Ibu hamil di Desa Belandean Muara masih enggan
melakukan pemeriksaan USG, karena biaya yang cukup mahal. Selain
81
Wama yasturun
Barakat lailaha ilallah
Muhammadar rasulullah32
84
4)
5)
6)
7)
8)
Gambar 3.3
Jimat Tali Hitam Penghelat Dipakai pada Pergelangan Kaki Ibu Hamil
Agar Terhindar dari Gangguan Makhluk Halus
Terdapat beberapa larangan atau pantangan bagi suami, yang
tidak boleh dilakukan selama masa kehamilan istri hingga melahirkan
yaitu;
1) Suami dilarang mengucapkan kata-kata kotor dan mengejek orang
lain.Ucapan suami dipercaya akan menurun kepada bayinya
2) Suami dilarang menebang pohon yang dikeramatkan
86
87
88
dalam setiap bak mandi yang telah diisi air. Ada 3 surat antara lain:
Yasin, Al-Waqiah, dan Al-Mulk. Pembacaan surat dilakukan oleh
orang yang akan memandikan. Biasanya dilakukan oleh wanita yang
sudah tidak haid (menopouse). Prosesi upacara diawali Ibu hamil
duduk menghadap timur dikelilingi pagar dari 4 biji tebu membentuk
tiang. Tiang tebu dikaitkan dengan tebu yang lainnya dengan benang
yang sudah dihiasi bunga telah dirangkai (wawancara dengan Ibu
Jamilah)
Gambar 3.5Ritual Mandi Pagar Mayang dilakukan oleh ibu hamil pada usia
kehamilan 7 bulanan atau masuk awal bulan ke-9
Sumber: Dokumen Peneliti
Sesaji ini berisi kapoleh abang dan putih, nasi lekatan, kue cucur dan
minuman teh atau air putih.
Ritual selanjutnya, ibu hamil yang telah melakukan mandi
pagar mayang didoakan oleh tamu undangan dengan membaca
bacaan surat-surat Al-Quran yang berisi doa keselamatan. Kemudian
dilanjutkan dengan upacara tampung tawar. Ritual tampung tawar itu
sendiri berupa air yang dicampur dengan minyak likat dan sedikit
darah dari jambul ayam jago. Caranya: ibu hamil duduk menghadap
ketimur kemudian suami memercikkan tampung tawar kekepala, bahu
kanan lalu bahu kiri, masing-masing 3 kali. Air tampung tawar
dimasukkan dalam gelas.
Gambar3.6 Air tampung tawardipercikan pada ibu hamil dalam acara mandi
mayang 7 bulanan atau awal masuk bulan ke-9
Sumber :Dokumen Peneliti
90
keluarga lebih leluasa untuk menemani istri dan istri pun merasakan
nyaman bila berada didekat keluarga.
Peneliti juga menggali informasi kepada beberapa informan
yang memilih cara tradisional untuk memperlancar proses persalinan.
Beberapa ibu hamil mengatakan bahwa mereka memanfaatkan dukun
bayi untuk pemijatan dan juga diberikan minuman yang dipercaya
dapat memperlancar proses lahirnya bayi. Beberapa masyarakat
masih melakukan ritual ini, yang biasa dikenal dengan air pelunsur33.
Pemberian air pelunsur saat proses ibu melahirkan bayi. Bila ibu hamil
mengeluh kesakitan saat kontraksi dan mengeluarkan cirik.34 Peran
suami saat ibu melahirkan salah satunya, menyiapkan air pelunsur
yang telah didoakan oleh dukun bayi. Caranya suami mengambil
segelas air sungai sesuai arah arus sungai kemudian dibacakan surat
yasin, selanjutnya diminumkan kepada ibu hamil yang akan bersalin
sebanyak setengah gelas, sedangkan sisanya dibasuhkan disekitar
perutnya.
Dukun bayi akan melakukan pijatan awal dibagian perut untuk
berbicara dengan bayi dalam kandungan ibu untuk mengetahui
lamanya proses lahiran, air pelunsur dipercaya sebagai pelicin yang
mempermudah ibu hamil untuk melahirkan. Bila ibu merasakan
kesakitan bagian perut dan keluarnya cirik, maka dukun bayi akan
memijat pinggul dan perut ibu serta mengusap perut ibu dengan air
pelunsur. (wawancara dengan Bidan Kampung Bu Hj Biyah)
Air pelunsur adalah air yang dipercaya oleh masyarakat bisa memperlancar jalan
keluar bayi. Air pelunsur ini diambilkan dari air sungai Belandean tanpa di rebus dan
diendapkan terlebih dulu. Cara pengambilan air tidak boleh berlawanan dengan
arus.. lihat di bab 3 terkait pengobatan tradisional di Desa Belandean
34
Cirik adalah sejenis darah sebagai tanda sudah mendekatai proses keluarnya si
bayi
92
94
35
Dingklik adalah kursi pendek yang biasa dipakai duduk, terbuat dari kayu atau
plastic
96
Gambar 3.9
Ramuan Cabibagi Laki-Laki (Kanan) dan Ramuan Cabi bagi Perempuan (Kiri)
sebagai Obat Tradisional Mencegah Kehamilan
Sumber: Dokumen Peneliti
98
99
minyak goreng, kemiri, bawang merah dan putih, benang dan jarum.
Semua sesaji itu secara simbolis diberikan kepada bidan atau dukun
bayi sebagai ucapan terima kasih atas jasa pertolongan selama proses
persalinan hingga 40 hari pasca melahirkan.
c. Upacara Tasmiah (Pemerian Nama)
Setelah upacara tampung tawar selesai dilanjukan dengan
Tasmiah. Tasmiah merupakan pemberian nama bagi bayi oleh saran
usulan nama kepada tokoh agama atau ustadz. Bayi yang lahir pada
hari selasa maka diharuskan untuk menyembelih ayam jantan yang
dagingnya diolah dan dibagikan kepada tetangga.
Gambar 3.12
Makanan dan sesaji yang dipersiapkan
Gambar 3.14 Prosesi mandi pagar mayang pada tradisi slamatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayinya di Desa Belandean Muara
Sumber: Dokumen Peneliti
Dalam tradisi mandi ini, ibu dan bayi duduk ditanah beralaskan
karpet yang berhiaskan janur, pinang dan bunga. Selain itu setiap
sudut karpet dikelilingi 4 batang tebu yang digantung buah pisang di
103
bagian atas. Dukun bayi memandikan (Menyiram ibu dan bayi) dengan
air yang dicampur bunga, yang telah diberi doa oleh dukun bayi.
Setiap bak akan diambil 2-3 gayung air untuk disiramkan ke badan ibu
dan bayinya. Setelah proses mandi-mandi, dilanjutkan pembacaan doa
selamat oleh tokoh masyarakat.
104
3.
4.
Permasalah juga terjadi pada ASI ibu yang tidak keluar lancar
sehingga berakibat pada bayi yang rewel atau menangis. Hal tersebut
akan mendorong keinginan ibu untuk memberikan susu formula dari
pada ASI semakin besar. Ada cara tradisional untuk melancarkan ASI
yang masih dilakukan oleh para ibu di Desa Blandean yaitu didadah
atau pemijatan dibagian payudara ibu. Ada pula ibu yang menyisir
payudara dengan sisir rambut.
Bagi ibu menyusui tidak boleh makan makanan yang banyak
mengandung lemak dan garam. Kegiatan menyusui biasa dilakukan
oleh ibu dimana pun berada. Para ibu tidak merasa malu bila harus
menyusui bayinya ditempat umum atau ditengah keramaian. Banyak
dijumpai ibu menyusui bayi yang digendong saat berjalan disekitar
jalan desa. Selain itu, ibu juga menyusui bayinya saat berbincangbincang diwarung dan dirumah tetangga.
Ada satu perawatan neonatus pada bayi di Desa Belandean
khususnya pada kasus bayi tidak menangis pada saat melahirkan.
Upaya yang dilakukan oleh dukun bayi untuk mengatasi masalah
tersebut dengan cara menyedot mulut dan hidung bayi. Bila bayi
masih belum menangis maka dukun bayi akan menepuk dada dan
punggung bayi, serta menggoyangnya hingga menangis.
Tidak ada tata cara atau tradisi khusus saat memandikan bayi
di masyarakat Desa Blandean. Ibu pasca persalinan biasanya
memanfaatkan jasa dukun bayi atau bidan untuk memandikan
bayinya untuk 2-3 hari setelah perslinan pada pagi dan sore hari. Hal
tersebut dilakukan karena ibu masih merasa takut memandikan bayi
karena merasa belum terampil. Melalui pembelajaran dari dukun atau
bidantentang tata cara memandikan bayi, ibu merasa siap untuk
memandikan bayinya. Peralatan dan perlengkapan untuk
memandikan bayi cukup sederhana seperti penggunaan air yang
dicampur dengan air panas, sabun dan sampo bayi. Menurut
masyarakat air yang digunakan dicampur dengan air panas agar bayi
tidak kedinginan.
108
111
mencuci dan baru menyadari bahwa anak tidak ada dan ternyata
beberapa saat kemudian ditemukan dalam kondisi meninggal.
Beberapa kasus kesehatan yang biasa dialami oleh anak yaitu
sakit batuk, pilek dan panas serta mengalami lecet karena terjatuh
saat bermain. Ada juga anak yang mengalami gatal-gatal pada bagian
tubuh tertentu. Bila anak yang terkena panas diberikan pengobatan
tradisional dari pohon tuak. Caranya dengan mengambil daun tuak
lalu diremas-remas kemudian ditempelkan dijidat anak. Akan tetapi
sekarang ini orang tua lebih banyak menggunakan pengobatan medis
seperti paracetamol yang mudah didapatkan di warung.
Pola pengasuhan anak, tanggung jawab pengasuhan anak
adalah tanggung istri. Sedangkan suami bekerja untuk mencari nafkah
keluarga dari pagi hingga sore. Konsumsi makanan sehari sehari hari
adalah ikan. Masyarakat Belandean banyak mengkonsumsi ikan gabus
atau ikan haruan. Mereka jarang mengkonsumsi sayuran. Sayur lebih
banyak dibeli dari tukang jual sayur keliling atau yang biasa dipanggil
paman sayur. Paman sayur berkeliling desa setelah belanja di pasar.
Jenis sayuran yang ada di Belandean sangat terbatas jumlah dan
jenisnya. Adapun sayuran yang sering ditemui di Belandean adalah
daun singkong, terong, kelakai, kangkung.
di blender sampai halus. Rasa masakan habang tidak pedas, tapi agak
manis. Budaya cuci tangan sebelum makan dilakukan dalam bentuk
penyediaan air dalam mangkuk atau baskom sebagai tempat mencuci
tangan tanpa sabun. Mereka mencuci tangan setelah makan dengan
cara mencelupkan tangan yang kotor ke dalam baskom atau mangkok
berisi air. Mereka menggunakan kertas tisu atau handuk kecil untuk
membersihkan dan mengeringkan tangan sekaligus membersihkan
mulut.
Konsumsi air putih dengan menggunakan air mineral kemasan
gelas atau botol, biasanya dilakukan jika ada acara makan bersama
pada ritual selamatan atau kunjungan tamu. Mereka menggunakan air
mineral kemasan gelas untuk alasan praktis. Sebagian warga
menggunakan air sungai yang telah direbus untuk membuat
minuman teh manis yang disuguhkan kepada tamu.
2. Pemakaian Jamban Sehat
Masyarakat di Desa Blandean yang memiliki jamban sehat
dalam rumah hanya sebagian kecil. Warga yang mempunyai jamban
sehat tergolong orang mampu secara ekonomi. Jamban tersebut
terbuat dari beton dengan buangan kotoran dialirkan ke septiktank.
Masih banyak masyarakat membangun jamban diatas sungai
dengan limbah langsung dibuang ke sungai, yang pada saat
bersamaan dimanfaatkan untuk mandi dan kebutuhan sehari-hari.
Warga dengan ekonomi yang rendah, membangun jamban
mengapung yang terletak di pinggiran sungai. Jamban tersebut
terbuat dari kayu berukuran 1,5m x 1,5m. Bagian alas atau lantainya
dibuat lubang berukuran 60cm x 30cm yang berguna sebagai jalan
pembuangan air atau kotoran. Pengguna jamban tersebut
dimanfaatkan tidak hanya orang dewasa, namun juga anak-anak,
remaja hingga warga lanjut usia (lansia).
Pembangunan jamban di pinggiran sungai merupakan perilaku
yang kurang sehat, selain karena perilaku membuang hajat atau buang
air besar di sungai juga berdampak pada cemaran air itu sendiri.
Pencemaran air sungai juga terjadi akibat warga yang mandi dan
114
116
2. TB Paru
Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB paru (mycobactorium
tuberculosis). Beberapa gejala TB paru antara lain batuk selama 2
minggu atau lebih, batuk disertai dahak, dahak bercampur darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berkeringat malam
hari tanpa adanya aktivitas fisik, serta demam lebih dari 1 bulan.
Faktor penyebab terjadinya kasus TB paru selain ada sumber
penularan adalah kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat,
perilaku tidak sehat, ventilasi dalam rumah yang kurang memadai,
serta pola makan yang tidak dijaga hingga berakibat malnutrisi.
Penyakit TB parudidiagnosa melalui pemeriksaan fisik oleh petugas
kesehatan dan pemeriksaan mikroskopis spuntum pasien oleh petugas
laboratorium Puskesmas.
Gambar 3.23
Peralatan Laboratorium di Puskesmas Berangas
Sumber: dokumen peneliti
Hipertensi
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan
penyakit yang banyak ditemukan pada laki-laki maupun perempuan
usia lebih dari 30 tahun. Mereka mempunyai pola makan yang kurang
teratur dengan menu utama berupa
Nasi dan ikan asin yang selalu tersaji pada setiap kali makan. Mereka
jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Manusia membutuhkan asupan
makanan yang bergizi dan seimbang untuk mencegah resiko penyakit
degeneratif. Pola makan yang buruk dapat memicu faktor resiko
hipertensi seiring bertambah usia.
Hipertensi merupakan penyakit yang dominan di masyarakat
Desa Balandean Muara. Salah satu kasus hipertensi pada seorang ibu,
sering kali mengeluh tangan dan kaki kesemutan disertai pusing
kepala. Ibu tersebut memeriksakan diri ke petugas pelayanan
119
ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) merupakan infeksi
disebabkan oleh virus atau bakteri. Gejala ISPA diawali dengan gejala
demam disertai dengan sakit kepala, tenggorokan sakit, pilek keluar
ingus, batuk kering atau berdahak, hidung tersumbat dan bersinbersin. Penyakit tersebut banyak ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Berangas pada tahun 2014 dan tahun tahun sebelumnya.
Menurut Dokter yang bertugas saat kegiatan puskesmas keliling,
penyakit ISPA banyak diderita karena perilaku masyarakat yang tidak
sehat dan kurangnya ventilasi rumah sehingga sirkulasi udara segar
sangat kurang.
Perilaku tidak sehat lain terlihat banyak masyarakat melakukan
kebiasaan merokok. Mereka merokok tanpa peduli siapa ada
disampingnya, bahkan merokok didekat balita dan anak di ruang
tertutup. Perilaku tersebut secara tidak langsung menyebabkan
pernafasan anak terpapar oleh asap rokok. Udara tidak sehat berputar
dalam rumah akibat asap rokok, asap tungku dapur, diperparah
dengan kondisi rumah yang ventilasinya terbatas sehingga sirkulasi
udara segar sangat kurang.
Peneliti juga mewawancarai beberapa warga tentang
pentingnya PHBS dalam kehidupan sehari-hari. Warga yang bekerja
sebagai petani mengaku bahwa mereka jarang membuka jendela
rumahnya karena pagi jam 05.30 harus berangkat ke sawah untuk
bercocok tanam dan pulang sore harinya sekitar pukul 17.00 sehingga
tidak memungkinkan untuk membuka jendela serta menjemur kasur
dan bantal. Mereka juga mengakui sering kali merasa sesak nafas dan
120
121
BAB 4
MANDI ISAP BUYU
DAN PENDERITA GIZI BURUK PADA ANAK
4.1. Kondisi Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan salah satu masalah kesehatan yang
mendapat perhatian oleh Dinas kesehatan Kabupaten Barito Kuala.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Perhatian utama pemerintah
terhadap proses tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan
hingga dewasa berupa pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti
perawatan dan makanan bergizi sehingga membentuk SDM yang
sehat, cerdas dan produktif.36
Upaya perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain
melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar
gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan
sesuai kemajuan ilmu dan teknologi. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Bidan Kesehatan 2010-2014 telah
menetapkan salah satu sasaran pembangunan yang akan dicapai
adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya
15% dan menurunkan prevalensi balita pendek menjadi setinggi-tinggi
325. Sasaran RPJMN tersebut akan dicapai dalam Rencana Aksi
Pembinaan Gizi Masyarakat melalui penetapan 8 indikator kinerja,
yaitu: (1) balita ditimbang berat badannya; (2) balita gizi buruk
mendapatkan perawatan; (3) balita 6-59 bulan mendapat kapsul
vitamin A; (4) bayi usia 0-6 bulan mendapatkan ASI Eksklusif; (5) ibu
hamil mendapat 90 tablet Fe; (6) rumah tangga mengkonsumsi garam
beriodium; (7) kabupaten/ kota melaksanakan surveilans gizi; (8)
penyediaan stok cadangan (buffer stock) Makanan Pendamping Air
36
122
37
Info Datin, 2015, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, Situasi dan
Analisis Gizi, Jakarta
123
Wanaraya
9%
Alalak
37%
Cerbon
18%
Grafik 4.1.
Data Penderita Gizi Buruk pada Anak
Sumber: Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala
38
125
Gambar 4.1.
Anak-Anak sedang mengkonsumsi makanan berpengawet
seperti snack, mie instan dan ikan asin
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.2.
Ibu Memberikan Susu Formula kepada Bayi kurang dari 6 bulan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
126
akan membuat anak kelak dewasa patuh dan taat kepada orang tua.
Perilaku ini sudah tidak lagi dilakukan.
Menurut dr. Amelia yang bertugas Puskesmas Keliling di Pustu
menuturkan beberapa faktor yang berperan dalam kejadian gizi
kurang. Berikut pernyataannya:
Penyebab gizi kurang diantaranya masih minimnya
kesadaran ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif
hingga 6 bulan, tingkat pendidikan yang rendah serta
ekonomi masyarakat yang lemah. Selain itu masih
berkembangnya kepercayaan yang dianggapan oleh
masyarakat mengenai munculnya penyakit karena gangguan
non medis
Gambar 4.3.
Kegiatan Penimbangan Berat Badan Balita di Poskesdes
sumber; Dokumentasi Peneliti
130
Gambar 4.4.
PMT di Posyandu Desa Belandean
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.5.
Imunisasi pada Bayi di Poskesdes
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.6.
Perilaku Anak Makan Nasi dan Ikan Gabus
Sumber: Dokumentasi Peneliti
41
Marimbi, Hanum, 2010, Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada
Balita, Yogyakarta, 109
42
Eveline. Dr. PN SPA. IBCLC, Djamaludin, Nanang, 2010, Panduan Pintar Merawat
Bayi dan Balita, Jakarta, 21
133
Kasus gizi buruk pada anak yang terjadi pada keluarga Ny. I,
terpantau saat peneliti melakukan observasi ke rumah informan.
Tempat tinggal terkesan kumuh dengan penataan ruang yang sangat
tidak kondusif bagi pertumbuhan anak. Tempat tidur anak diletakkan
berdekatan dengan tempat memasak sehingga asap kayu bakar dari
tungku memenuhi ruangan tidur anak. Asap menimbulkan gangguan
pernapasan pada salah seorang anak Ny I yang terlihat sesak napas.
Tidak ada sekat antara satu ruang dengan ruangan lainnya. Semuanya
bercampur antara tempat tidur, makan, masak. Sementara untuk
kegiatan buang air besar, mandi dan mencuci makanan, dilakukan di
sungai yang ada di bawah dan samping rumah.
4.3. Pelayanan Kesehatan dalam Mengatasi Gizi Buruk
Pelayanan kesehatan terkait masalah gizi oleh petugas
kesehatan di Puskesmas Berangas sudah cukup bagus. Hal tersebut
ditunjukkan dengan peranan ahli gizi di Puskesmas yang berkerjasama
dengan bidan desa untuk memantau status gizi balita di setiap
posyandu. Bentuk keseriusan dinas kesehatan Kabupaten Barito Kuala
untuk mengatasi masalah gizi buruk pada anak adalah pembangunan
Panti Gizi yang merupakan satu-satunya di Kabupaten Barito Kuala.
Bangunan Panti Gizi terletak di sekitar pekarangan Puskesmas
Berangas. Alasannya dipilihnya Pembangunan panti gizi di Puskesmas
Berangas yaitu tersedianya lahan tanah yang memadai untuk
pembangunan, serta masih ditemukannya kasus gizi buruk anak di
wilayah kerja puskesmas. Panti Gizi juga dilengkapi beberapa ruang
antara lain: ruang konsultasi gizi, tempat tidur pasien, permainan
anak, dapur disertai contoh menu makan yang ditempel dipapan
dapur.
134
Gambar 4.7.
Ruang Perawatan Penderita Gizi Buruk di Panti Gizi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4.8.
Anak Penderita Gizi Buruk yang Dirawat di Panti Gizi
Sumber: Foto Anak Gizi Buruk yang Pernah Tinggal di Panti Gizi
Gambar 4.5.
Makanan yang Diberikan pada Anak Gizi Buruk di Panti Gizi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
136
Gambar 4.10
Menu-Menu dan Cara Membuat Modifikasi Makanan Penambah ASI
pada Anak yang Gizi Buruk di Panti Gizi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
138
Gambar 4.11.
Ny. I yang Anaknya Meninggal Karena Terkena Gizi Buruk
Sumber: Dokumentasi Peneliti
139
Gambar 4.12.
Foto Anak A Penderita Gizi Burukyang Meninggal Tahun 2014
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Ritual mandi isap buyu tidak bisa dilakukan reka ulang karena menurut
kepercayaan masyarakat disana, rituala tersebut tidak bisa dibuat buat tapi harus
benar benar terjadi atau ada kejadian yang sebenarnya
141
145
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Problematika kesehatan yang terjadi di Desa Belandean,
menggambarkan sebuah ironi pembangunan. Desa Belandean yang
memiliki nilai historis bagi perkembangan sejarah provinsi Kalimantan
Selatan, dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari pusat ibukota
Provinsi yaitu Kota Banjarmasin, merupakan salah satu desa
tertinggal. Faktor penyebab adalah kondisi infrastrukur yang buruk,
akses transportasi susah, tingkat perekonomian masyarakat yang
rendah, serta fasilitas layanan dan tenaga kesehatan yang minim,
membuat kondisi masyarakat Belandean secara kualitas kehidupan
masih sangat kurang
Etnikmasyarakat Belandean adalah relatif homogen dengan
dominasi etnik Banjar. Masyarakat sangat kental dengan tradisi
keberagamaan dan ritual budaya lokal. Mereka tinggal dan tumbuh
berkembang di sepanjang tepian Sungai Belandean yang bermuara di
Sungai Barito. Mata pencaharian utama adalah pertanian, namun
pertanian tidak bisa menjanjikan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Kondisi tanah desa Belandean
berupa tanah
gambut/rawa, sehingga tidak memungkinkan untuk menanam padi 23 kali dalam setahun seperti di daerah lain.
Permasalahan kesehatan terbesar adalah perilaku hidup bersih
dan sehat seperti kurang terbiasa mencuci tangan menggunakan
sabun, kurang ketersediaan air bersih dan layak minum karena
mereka lebih banyak menggunakan air sungai, rumah tinggal yang
masih kurang sanitasi dan ventilasi udara, kurang asupan makanan
bergizi, serta kurangnya memahami pola asuh anak secara baik dan
benar menurut standar kesehatan. Cukup banyakwarga menderita
hipertensi, diare, gizi buruk, TB, dan ISPA.
Dua orang anak gizi buruk telah meninggal dunia pada tahun
2014 di desa Belandean. Kasus ini mungkin bukan yang terakhir,
146
karena ada kemungkinan kasus lain yang tidak terdeteksi oleh petugas
kesehatan bahkan dapat terjadi kasus yang sama di masa mendatang.
Hal ini tidak lepas dari kondisi lingkungan sosial dan budaya
masyarakat yang kurang kondusif bagi perkembangan anak secara
sehat. Perilaku kurang sehat banyak dilakukan warga Belandean
seperti kebiasaan merokok disembarang tempat meski berdekatan
dengan anak kecil, asap memenuhi ruangan dalam rumah disebabkan
kebiasaan memasak dengan tungku dan kayu bakar sehingga terhirup
oleh anak.
Asupan nutrisi makanan sehat masih sangat kurang terutama
sayur dan buah. Masyarakat lebih banyak mengkonsumsi ikan gabus
atau ikan haruan yang diasinkan dengan tujuan agar bertahan lama.
Kebiasaan anak yang lebih suka makan jajanan warung yang
mengandung MSG dan tidak dimasak secara sehat. Hal ini berakibat
resiko terjadi gizi buruk dan gangguan kesehatan menjadi meningkat.
Secara budaya, masyarakat Belandean masih memiliki
kepercayaan kuat terhadap hal yang bersifat mistik dan gaib.
Persoalan kesehatan tidak hanya dilihat dari segi medis, tapi lebih
banyak karena faktor non medis seperti gangguan makhluk halus, roh
jahat, setan buyu dan lainnya. Pengobatan penyakit akibat non medis
dilakukan dengan cara non medis ketimbang pengobatan medis.
5.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan lapangan selama kegiatan REK 2015
di Desa Belandean, maka perlu ada pendekatan rekayasa sosialdan
intervensi budaya dalam mengatasi persoalan kesehatan di
masyarakat. Beberapa usulan yang bisa direkomendasikan
diantaranya;
1. Perlu ada advokasi dan edukasi kepada masyarakat dengan
melalui pendekatan budaya yaitu memanfaatkan kegiatan
keagamaan, bekerjasama dengan tokoh agama yang berpengaruh
untuk memasukkan pesan pesan kesehatan dalam kegiatan
keagamaan.
147
148
DAFTAR PUSTAKA
150
INDEKS
Adat
Air Pelunsur
Alim ulama
Anak
Andal
Asal Usul
ASI Eksklusif
Asupan Makanan
Budaya
Gizi Buruk
Imunisasi
Isap Buyu
Jerangau
Jimat
Kalalah
Kapuhunan
Kebiasaan
Kehamilan
Kekerabatan
Kepercayaan
Kesehatan Ibu dan Anak
Mandi Isap Buyu
Mata Pencaharian
Nutrisi
Orang pintar
Orang tua
Pagar Mayang
Pelayanan Kesehatan
Pembakal
Pendidikan
Pengetahuan
Pengobatan
Perilaku
Perilaku Hidup Bersih
Perkembangan
Persalinan
Pertumbuhan
Pola Asuh
Posyandu
Puskesmas
Ramuan
Religi
Remaja
Remaja
Ritual
Rumah Sakit
Rumah Tinggal
Saruwan
Sawah
Sejarah
Sekolah
Sesajen
Sosial
Tali Hitam Penghelat
Tampun Tawar
Tasimiyah
Tenaga Kesehatan
Tradisi
Tradisional
151
GLOSSARY
Tali Penghelat
Orang pintar
Alim ulama
Tasimiyah
153