Anda di halaman 1dari 169

Mandi Isap Buyu:

Ritual Pengobatan Anak Gizi Buruk


Etnik Banjar - Kabupaten Barito Koala

A.Aziz Muslim
Miftakhul J
Lestari Handayani

Penerbit

Unesa University Press

A.Aziz Muslim, dkk

Mandi Isap Buyu:


Ritual Pengobatan Anak Gizi Buruk
Etnik Banjar-Kabupaten Barito Koala

Diterbitkan Oleh
UNESA UNIVERSITY PRESS
Anggota IKAPI No. 060/JTI/97
Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015
Kampus Unesa Ketintang
Gedung C-15Surabaya
Telp. 031 8288598; 8280009 ext. 109
Fax. 031 8288598
Email: unipress@unesa.ac.id
unipressunesa@yahoo.com
Bekerja sama dengan:
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176
Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xv, 153 hal., Illus, 15.5 x 23
ISBN: 978-979-028-946-8
copyright 2016, Unesa University Press
All right reserved
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik
cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit

ii

SUSUNAN TIM
Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina

: Kepala Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI

Penanggung Jawab

: Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan


Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Wakil Penanggung Jawab : Prof. Dr.dr. Lestari Handayani, M.Med (PH)


Ketua Pelaksana

: dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc

Ketua Tim Teknis

: drs. Setia Pranata, M.Si

Anggota Tim Teknis

: Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes


Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes
drg. Made Asri Budisuari, M.Kes
dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH
drs. Kasno Dihardjo
dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK

Sekretariat

: Mardiyah, SE. MM
Dri Subianto, SE

iii

Koordinator Wilayah:
1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab.
Klaten, Kab. Barito Koala
2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung
Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah
Selatan
4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru
5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong
Selatan
6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba
Barat
7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab.
Sumenep, Kab. Aceh Timur
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab.
Bantaeng
9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab.
Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke
10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar
11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu
Raijua, Kab. Tolikara
12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli,
Kab. Muna

iv

KATA PENGANTAR
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat
di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan
rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks.
Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani
masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat
kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk
itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif
mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait
kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum
humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk
mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan
masyarakat.simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense
of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam
menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri
hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015 yang dilaksanakan di berbagai
provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap
kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji
dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan,
partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku
seri ini.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan
kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset
Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku
seri dari hasil riset ini.

Surabaya, Nopember 2015


Kepala Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI

Drg. Agus Suprapto, MKes

vi

DAFTAR ISI
SUSUNAN TIM ..........................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................
DAFTAR GRAFIK........................................................................

iii
v
vii
ix
xi
xv

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................


1.1. Latar Belakang ............................................................
1.1.1 Alasan Pemilihan Lokasi .....................................
1.1.2 Permasalahan Penelitian ....................................
1.2. Tujuan Penelitian .......................................................
1.2.1. Tujuan Umum .....................................................
1.2.2. Tujuan Khusus.....................................................
1.2.3. Output Kegiatan .................................................
1.3. Metodologi Penelitian ................................................
1.3.1. Metode Penelitian ..............................................
1.3.2. Jenis dan Sumber Data ......................................
1.3.3. Teknik Pengambilan Data ...................................
1. Wawancara mendalam ...................................
2. Observasi .........................................................
3. Studi dokumen (document reviewer) ..............
1.3.4 Analisa Data ........................................................

1
1
5
12
15
15
15
15
16
16
17
17
18
19
20
24

BAB II BELANDEAN DALAM BUDAYA ETNIK BANJAR .............


2.1. Sejarah ........................................................................
2.1.1. Asal Usul Desa Belandean ..................................
2.1.2. Perkembangan Desa ..........................................
2.2. Geografi dan Kependudukan ......................................
2.2.1. Kondisi Geografi .................................................
2.2.2. Kondisi Kependudukan ......................................
2.2.3. Pola Tempat Tinggal ...........................................

22
22
22
30
35
35
43
47
vii

2.3. Religi dan Praktek Keberagamaan ..............................


2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan .......................
2.4.1. Sistem Kekerabatan ............................................
2.5. Pengetahuan Kesehatan dan Pengobatannya ............
2.6. Mata Pencaharian .......................................................

49
58
58
60
68

BAB III KONDISI KESEHATAN TRADISI BUDAYA


MASYARAKAT BELANDEAN ......................................................
3.1. Status Sumber Daya Kesehatan Puskesmas
Berangas......................................................................
3.2. Kebijakan Pelayanan Kesehatan .................................
3.3. Kondisi Kesehatan Masyarakat ...................................
3.3.1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) .............................
1. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)...............
2. Kesehatan Ibu Hamil ........................................
3. Kesehatan Ibu Masa Melahirkan
dan Pasca Melahirkan ........................................
4. Pola Pengasuhan Anak .....................................
3.3.2. Pola Perilaku hidup Sehat ...................................
1. Mencuci Tangan Memakai Air Bersih dan Sabun ..
2. Pemakaian Jamban Sehat ................................
3.3.3. Penyakit Dominan Warga ...................................
1. Diare .................................................................
2. TB Paru .............................................................
3. Hipertensi .........................................................
4. ISPA ..................................................................

91
107
113
113
114
115
115
117
119
120

BAB IV MANDI ISAP BUYU DAN PENDERITA


GIZI BURUK PADA ANAK ..........................................................
4.1 .Kondisi Gizi Buruk .......................................................
4.2. Faktor Penyebab Gizi Buruk pada Anak ......................
4.3. Pelayanan Kesehatan dalam Mengatasi Gizi Buruk ....
4.4. Ritual Mandi Isap Buyu untuk Penderita Gizi Buruk ...
4.5 Anak Penderita Gizi Buruk, Tanggung Jawab Siapa .....

122
122
124
134
141
143

viii

72
72
74
77
77
77
81

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI............................... 146


5.1. Kesimpulan ................................................................. 146
5.2. Rekomendasi .............................................................. 147

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.

Data Kependudukan Desa Belandean Dalam


dan Belandean Muara..........................................

43

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10

Gambar 2.11

Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14

Peta Kabupaten Barito Kuala .......................


Kerangka Pikir Tematik Kesehatan Gizi Buruk..
Faktor Budaya dan Lingkungan terhadap
Kesehatan .....................................................
Mushola Beje Tempat Mandinya Sultan
Suriansyah ....................................................
Makam Pangeran Jaya Arja (Kiri) dan Panglima
Mahmud (kanan) ..........................................
Peta Desa Belandaean Muara ......................
Fasilitas Air Bersih PAMSIMAS di Desa
Belandean Dalam .........................................
Ventilasisi Rumah dan Tungku untuk
Memasak ......................................................
Rumah Warga Desa Belandean ....................
Foto Tokoh Agama yang Dipajang di Setiap
Rumah ..........................................................
Andal, Sesajen untuk Leluhur yang
Meninggal .....................................................
Kayu Pelawan untuk Menolak Gangguan
Makhluk Halus ..............................................
Kertas Shalawat di Pasang di Belakang PIntu
Rumah untuk Menolak
Gangguan Makhluk Halus ............................
Pak Sabri (50 tahun), Seorang Tabib di
Belandean Muara yang Dipercaya
Bisa Mengobati Gangguan Makhluk Halus ..
Daun Jerangau untuk Mengobati Penyakit
Kejang Kejang ...............................................
Pak Ghazali dan Pengobatan Daun Jerangu .......
Ibu Hj Biyah (kanan) Dukun Bayi di Desa

10
14
17
27
29
32
39
46
49
51
54
57

57

63
65
66

xi

Gambar 3.1
Gambar 3.2.
Gambar 3.3.

Gambar 3.4.
Gambar 3.5.

Gambar3.6.

Gambar 3.7.
Gambar 3.8.
Gambar 3.9.

Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar3.13.
Gambar 3.14.
Gambar 3.15.
Gambar 3.16.
Gambar 3.17.
xii

Belandean Muara .........................................


Remaja Nongkrong dan Merokok .................
Aliran Sungai Belandean, Sumber Air Pelunsur ...
Jimat Tali Hitam Penghelat dipakai di
Pergelangan Kaki pada Ibu Hamil agar
Terhindar dari Gangguan Makhluk Halus .....
Humbut dapat Mengobati Kejang-Kejang
Karena Diganggu oleh Makhluk Halus ..........
Ritual Mandi Pagar Mayang Dilakukan
oleh Ibu Hamil pada Usia Kehamilan 7 Bulanan
atau Masuk Awal Bulan ke-9 ........................
Tampun Tawar bagi Ibu Hamil Usia Kandungan
7 hingga 9 bulan dalam Tradisi Mandi Pagar
Mayang .........................................................
Air Hasil Rendaman Rumput fatimah
untuk Membantu Proses Persalinan ............
Alat yang Digunakan Proses Persalinan oleh
Dukun Bayi ....................................................
Ramuan Cabi bagi Laki-Laki (Kanan) dan
Ramuan Cabi bagi Perempuan (Kiri)
sebagai Obat Tradisional Mencegah Kehamilan..
Lubang Untuk Nafas Ari-Ari Bayi yang
Dikubur setelah Bayi Lahir ............................
Sesaji dalam Ritual Tampun Tawar 40 Hari ........
Makanan dan Sesaji pada Tradisi Slamatan .....
Prosesi Penyerahan Sesaji Slamatan
Pasca Persalinan ...........................................
Tradisi Mandi Pagar Mayang Pasca
Persalinan .....................................................
Pembacaan Doa Selamat setelah Mandi
Pagar mayang ...............................................
Sayur Kelakai Berfungsi sebagai Menambah arah...
Ramuan Ragi untuk Ibu Setelah Melahirkan ......

67
80
84

86
88

89

90
93
94

98
99
100
101
102
103
104
106
107

Gambar 3.18.
Gambar 3.19.
Gambar 3.20
Gambar 3.21
Gambar 3.22
Gambar 3.23
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gamabar 4.11
Gambar 4.12

Cara Memandikan Bayi ................................


Cara Memakaikan Pakaian Bayi ...................
Jimat Bebutuhan yang Dipakai Setelah Bayi
Lahir ..............................................................
Anak-Anak Bermain di Sungai ......................
Jamban Warga di Pinggir Sungai ..................
Peralatan Laboratorium di Puskesmas
Berangas .......................................................
Anak-anak sedang Mengkonsumsi makanan ...
Ibu memberikan Susu Formula kepada Bayi ...
Kegiatan Penimbangan Berat Badan Balita
di Poskesdes .................................................
PMT di Posyandu Desa Belandean ...............
Imunisasi pada Bayi di Poskesdes ................
Perilaku Anak Makan Nasi dan Ikan Gabus ..
Ruang Perawatan Penderita Gizi Buruk di
Panti Gizi.......................................................
Foto Anak A Penderita Gizi Buruk yang
Meninggal Tahun 2014.................................
Makanan yang Diberikan pada Anak Gizi
Burukdi Panti Gizi .........................................
Menu menu dan cara membuat modifikasi
Makanan Penambah ASI ..............................
Ny I Yang anaknya meninggal karena
terkena Gizi Buruk ........................................
Foto Anak A Penderita Gizi Buruk Yang
Meninggal Tahun 2014.................................

109
110
111
112
115
117
126
126
130
131
132
133
132
135
136
157
139
140

xiii

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1.

Data Penderita Gizi Buruk pada Anak ................ 124

xv

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
memberikan data bahwa AKI 359/100.000 kelahiran hidup dan AKB
32/1000 kelahiran hidup. Lebih dari tiga perempat kematian balita
terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian
bayi terjadi pada periode neonates. Dan berdasarkan kesepakatan
global (Millenium Development Goal / MDGs 2000) diharapkan tahun
2015 terjadi penurunan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan
AKB menjadi 23/1000 kelahiran hidup.
Sementara data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
memperlihatkan bahwa kelahiran yang mendapatkan pemeriksaan
kehamilan atau Ante Natal Care (ANC) mencapai 95,4%. Secara ideal,
seorang ibu hamil yang mendapatkan ANC pada trisemester 1 (K1),
seharusnya secara berkelanjutan mendapatkan pemeriksaan ANC
hingga tri semester 3. Cakupan ideal K1 secara nasional mencapai
81,6%, sedangkan cakupan K4 mencapai 70,4%. Selisih antara K1 dan
K4 adalah 12%, dalam arti ada 12% ibu yang menerima K1 secara ideal
tetapi tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal.
Pada aspek gizi, data Riskesdas 2013 dibandingkan beberapa
tahun sebelumnya, menunjukkan hasil yang sangat fluktuatif.
Riskesdas 2007 menunjukkan tingkat pencapaian prevalensi Gizi
18,4%, dan menurun pada tahun 2010 dengan capaian 17,9%.
Sementara pada Riskesdas 2013, prevalensi Gizi mencapai 32,2%.
Persoalan utama kekurangan gizi terjadi pada banyaknya balita yang
mengalami stunting/ pendek yang secara nasional mencapai 37,3%.
Kecenderungan ini terjadi karena masih banyak balita yang tidak
ditimbang selama enam bulan terakhir yaitu 25,5% tahun 2007,
meningkat menjadi 34,3% pada tahun 2013.
Data Riskesdas tentang penyakit menular dan penyakit tidak
menular, memperlihatkan data yang fluktuatif. Diare misalnya, dari
1

period prevalence 9,0% tahun 2007, menurut menjadi 3,5% tahun


2013. Sementara untuk penyakit pneumonia terjadi pada semua
umur, meningkat dari 2,1% menjadi 2,7%, sedangkan penyakit TB Paru
masih di posisi yang relatif sama antara data 2007 dan 2013 yaitu
0,4%. Data Riskesdas untuk penyakit tidak menular menunjukkan
penurunan yang terjadi pada hipertensi dari 31,7% (2007) menjadi
25,8% (2013), sedangkan penyakit stroke mengalami peningkatan dari
8,3% (2007) menjadi 12,1% (2013).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) memiliki 8 indikator
yang ditetapkan oleh Promkes yaitu cuci tangan pakai sabun, BAB
dengan jamban, konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, merokok
dalam rumah, persalinan oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI
eksklusif, menimbang balita dan dua indikator rumah tangga (sumber
air bersih dan pemberantasan jentik nyamuk). Data PHBS secara
umum memperlihatkan hasil yang cukup baik. Aspek persalinan oleh
tenaga kesehatan mencapai angka 82,2%, meski demikian terjadi gap
antara desa (72,5%) dan kota (91,4%) dalam persalinan dengan
tenaga kesehatan. Angka persalinan tersebut terbagi menjadi
persalinan di fasilitas kesehatan mencapai 55,4% dan persalinan
dirumah 43,2%. Khusus untuk persalinan dirumah, 51,9% dilakukan
oleh bidan kesehatan, dan 40,2% dilakuan oleh dukun bayi (bidan
kampung)
Kondisi Kesehatan Masyarakat masih rendah, diantaranya
disebabkan karena adanya faktor budaya lokal yang berpengaruh
terhadap perilaku dan tingkat kesehatan sebuah masyarakat. Hasil
Riset Etnografi Kesehatan (REK) tahun 2012 dan 2014 memperlihatkan
adanya korelasi antara kondisi kesehatan suatu masyarakat dengan
budaya setempat.Sebagian masyarakat memiliki kepercayaan mistis
bahwa sebuah penyakit sebagai gangguan makhluk halus adanya
pantangan untuk makan makanan tertentu karena faktor gaib padahal
itu sangat penting untuk menambah asupan gizi ibu hamil adanya
ritual tertentu bagi ibu hamil, termasuk pemakaian jimat untuk
menolak gangguan roh jahat juga adanya kepercayaan bahwa ibu
2

hamil harus tetap kerja keras pada masa kehamilan agar lancar dalam
persalinannya.
Indonesia sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, dihuni
oleh ratusan etnis dan suku bangsa dengan berbagai macam latar
budaya, memiliki kekhasan tersendiri khususnya dari sisi budaya
kesehatan. Pada masyarakat tradisional banyak ditemukan perilaku
kesehatan berupa pemanfaatan pengetahuan pengobatan tradisional
dengan keanekaragaman hayati yang berkembang disekitarnya.
Praktek tersebut oleh sebagian orang dianggap sebagai penyebab
buruknya kondisi kesehatan masyarakat setempat. Misalnya pada
Etnik Asmat yang menganggap penyakit kusta sebagai penyakit kulit
biasa, sehingga tidak dilakukan pengobatan secara konvensional.
Mereka, penderita kusta, hidup berbaur dengan masyarakat lain tanpa
ada pengucilan, sehingga menyebabkan terjadinya penularan kusta1.
Faktor lain penularan penyakit adalah sanitasi air yang kurang baik.
Pengobatan pada dukun untuk penyakit TB pada masyarakat etnik
Gorontalo di Kabupaten Boalemo2. Anggapan darah persalinan
perempuan sebagai darah kotor yang dipercaya bisa membawa
malapetaka pada etnik muyu di Boven Digul3, adalah contoh lain
perilaku kesehatan tradisional dan kepercayaan masyarakat.
Gambaran kondisi diatas dapat dimanfaatkan oleh petugas
kesehatan dalam mempelajari, memahami dan mengetahui apa yang
berlaku di masyarakat. Petugas kesehatan dapat menggali masalah
kesehatan lokal spesifik yang terkait dengan budaya setempat,
sehingga bisa dilakukan perbaikan dan pemberdayaan sebuah budaya
yang berdampak positif bagi kesehatan. Pendekatan terhadap budaya
1

Tumaji, Arianto, N.T., Rizky, A., Soerachman, R., Nomphoboas yang Mengganas di
Mumugu, Etnik Asmat, Kabupaten Asmat. Buku Seri Etnografi Kesehatan, 2014.
Jakarta, LPB. 2014
2
Ningsi, Ngeolima., R., Hamzah, S., Handayani,L., Rekam Jejak Terenggi. Etnik
Gorontalo Kabupaten Boalemo. Buku Seri Etnografi Kesehatan 2014, Jakarta. LPB,
2014
3
Laksono, A.D., Faizi, K., Raunsay, E., Soerrahman, R. Perempuan Muyu Dalam
Pengasingan Etnik Muyu, Kabupaten Boven Digoel. Buku Seri Etnografi Kesehatan,
2014. Jakarta, LPB. 2014

lokal yang berkembang, selain dapat digunakan untuk merancang


program program kesehatan ibu dan anak, perilaku hidup bersih dan
sehat, pencegahan penyakit menular dan tidak menular.
Kolaborasi antara petugas kesehatan dengan masyarakat
setempat melalui pendekatan budaya lokal dalam mengatasi
persoalan kesehatan sangat dimungkinkan. Peran serta masyarakat
sangat mendesak dan dibutuhkan karena pada dasarnya
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat setinggi tingginya. Pola pendekatan pelayanan
kesehatan terbaik adalah berbasis masyarakat. Pola ini mendorong
masyarakat untuk kembali ke tradisi budaya lokal kesehatan yang
pernah ada, tanpa harus mengabaikan aspek keamanan dan
khasiatnya. Pemanfaatan obat tradisional yang bersumber dari alam
berupa tumbuh-tumbuhan berkhasiat obat, pola kebiasaan, tradisi
dan ritual yang berpengaruh terhadap hidup sehat, perlu terus
menerus didorong dan dikembangkan sebagai pola budaya hidup
sehat berbasis kearifan lokal.
Peran serta masyarakat dibutuhkan dalam mendorong
keberhasilan
program
pembangunan
kesehatan.
Strategi
Pembangunan Kesehatan sebagaimana tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Bidang Kesehatan
2005-2025 menyebutkan tentang pemberdayaan masyarakat. Peran
masyarakat sangat penting karena persoalan kesehatan tidak bisa
diselesaikan hanya oleh pemerintah sendiri, tapi perlu ada kerjasama
masyarakat dan pemerintah. Keberhasilan program pembangunan
kesehatan termasuk didalamnya penyelenggaraan berbagai program
layanan kesehatan, harus berangkat dari situasi dan kondisi yang
spesifik yaitu nilai sosial budaya setempat. Nilai lokal yang
berkembang pada perorangan, keluarga dan masyarakat bisa menjadi
modal sosial yang efektif dalam menyelesaikan persoalan kesehatan
yang ada.
Berdasarkan deskripsi diatas, pada tahun 2015 Kementerian
Kesehatan cq Pusat Humanior, Kebijakan Kesehatan dan
4

Pemberdayaan Masyarakat (PHKKPM) kembali menyelenggarakan


Riset Etnografi Kesehatan (REK) di 30 Kabupaten/ kota Se-Indonesia.
Pendekatan etnografi sangat penting dilakukan dalam memotret
persoalan kesehatan ditingkat lokal. Pendekatan ini berupaya untuk
menggali dan menyingkap kembali nilai nilai lokal yang sudah
tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya
pelayanan kesehatan, dengan memperhatikan kearifan lokal.
Pengetahuan tentang budaya setiap etnis, diharapkan bisa membantu
kelancaran program kesehatan. Pendekatan dan sentuhan budaya
bisa menjadi katalisator dan pelumas intervensi untuk terjadinya
perubahan kesehatan yang lebih baik.
Riset Etnografi Kesehatan (REK) 2015 diselenggarakan antara
lain di wilayah Kalimantan Selatan. Terdapat 2 kabupaten yang dipilih
sebagai lokasi REK yaitu Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten
Banjar. Pemilihan dua kabupaten ini berdasarkan angka IPKM (Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat) 2014 yang rendah. Dua
kabupaten tersebut, termasukdaerah denganangka IPKM paling
rendah secara nasional.Kabupaten Barito Kuala menempati urutan ke12 dan Kabupaten Banjar urutan ke-13 diurutan tingkat provinsi
Kalimantan Selatan.
1.1.1. Alasan Pemilihan Lokasi
Data kesehatan 2014 yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), juga menyebutkan bahwa jumlah
penduduk Barito Kuala sebanyak 289.313 jiwa, dengan jumlah
penduduk miskin mencapai 14.600 jiwa yang tersebar di 17
kecamatan dan 201 kelurahan/ desa. Luas wilayahnya mencapai
2.376.22 km dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 120/km.
Untuk rangking IPM (Indeks Pembangunan Manusia) menempati
urutan 68,92 atau nomor duabelas dibandingkan kabupaten lain di
Kalsel dan dibawah rata rata IPM untuk tingkat Provinsi Kalsel yang
mencapai 73,29. Jumlah kematian bayi mencapai 86 anak dan
kematian ibu sebanyak 9 orang. Penyebab utama kematian ibu lebih
banyak disebabkan karena eklamsi dan pendarahan.Usia Harapan
5

Hidup (UHH) diKabupaten Barito Kuala termasuk urutan paling


belakang yaitu 62,76 (nomor dua dari belakang, sebelum Balangan)
dan dibawah rata rata UHH tingkat Provinsi Kalimantan Selatan yang
mencapai 63,64.
Kasus Balita Gizi Buruk di Kabupaten Barito Kuala menempati
urutan keenam dengan nilai 8, sedangkan tertinggi diperoleh Kota
Banjarmasin dengan angka 47. Meski demikian, ternyata kondisi balita
gizi buruk tidak berkorelasi dengan kematian bayi. Terbukti untuk
angka kematian bayi, di Kabupaten Barito Kuala selama 2013
menempati rangking relatif tinggi dengan urutan 98 (dari skala 120).
Dan penyebab utama kematian bayi lebih banyak karena Berat Bayi
Lahir Rendah (BBLR) yaitu 34%, disusul Asfiksia 31%, Tetanus 3% dan
lain lain 14%. Cakupan UCI (Universal Child Immunization), kabupaten
Barito Kuala menempati nomor 3 dari urutan belakang yaitu 75,6%,
yang berarti masih diatas Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dan
Kabupaten Balangan. Meski menempati urutan belakang dalam UCI,
tapi Kabupaten Barito Kuala memiliki capaian LIL (Lima Imunisasi
Lengkap) sangat tinggi yaitu 92,2% yang berarti masih diatas capaian
rata rata untuk tingkat Provinsi Kalsel yaiut 88,3%.
Fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan di wilayah
dinas kesehatanKabupaten Barito Kuala memiliki 376 Posyandu aktif,
46 poskesdes dan 1 Rumah Sakit Pemerintah. Terdapat 19 Puskesmas,
65 Puskesmas Pembantu (Pustu), 10 Puskesmas Perawatan di
Kabupaten Barito Kuala. Tenaga kesehatan yang paling banyak adalah
perawat sebanyak 165, bidan puskesmas 146, bidan desa (dukun bayi)
130 orang. Tenaga medis di Barito Kuala terdapat sejumlah 30 orang
dokter umum, sedangkan dokter gigi sejumlah 15 orang.
Problem kesehatan di Kabupaten Barito Kuala cukup banyak
seperti tercermin dari IPKM yang rendah. Kondisi ini memerlukan
perhatian serius dan upaya yang lebih sistematis, komprehensif dan
berkelanjutan. Program program harus diselenggarakan untuk
mendorong peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Kabupaten
Barito Kuala. Pihak eksekutif sudah memiliki visi misi yang jelas
6

tentang bagaimana seharusnya mendorong peningkatan kualitas


kesehatan. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) 2013-2017, menyebutkan dalam analisis isu isu
strategis pada persoalan sosial budaya, tentang 6 (enam) isu strategis
bidang kesehatan. Isu tersebut yaitu; (i) Jumlah tenaga kesehatan
masih belum memadai, (ii) Sistem Informasi Kesehatan (SIK) belum
berfungsi dengan baik, (iii) Pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular dan tidak menular belum optimal, (iv) Keterbatasan jumlah
dan jenis perbekalan kesehatan dan farmasi, (v) Cakupan Jaminan
Kesehatan belum maksimal, (vi) Sebagian masyarakat belum
mendukung pola hidup bersih dan sehat.4
Keenam isu strategis bidang kesehatan tersebut merupakan
hasil elaborasi dari penerjemahan visi dan misi Pemerintah Kabupaten
Barito Kuala selama kurun waktu 2013-2017. Salah satu visi besar
pembangunan Barito Kuala adalah BARITO KUALA SAMARASA.
BARITO KUALA, artinyasatu kata untuk maju, mandiri
mewujudkan rakyat berdayasaing yang sejahtera. SAMARASA
diterjemahkan dalam 4 misi besar yaitu;
1. SA = Satu sinergitas usaha berdaya saing yang
ditumbuhkembangkan melalui peningkatan perekonomian
berbasis pertanian inovatif.
2. MA = Masyarakat cerdas, sehat dan bertaqwa yang diwujudkan
dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia
3. RA = Rasa aman dan adil, yang dipenuhi dengan penyelenggaraan
tata pemerintahan dan penciptaan tata kehidupan Sosial yang
Baik
4. SA = Sarana dan prasarana wilayah yang ditingkatkan melalui
perbaikan kualitas dan kuantitas pembangunannya.
Misi kedua, yaitu pembangunan masyarakat yang cerdas, sehat
dan bertakwa diantaranya melalui peningkatan kualitas SDM. Misi ini
memiliki dua tujuan utama yaitu meningkatkan akses dan mutu
4

RPJMD Kabupaten Barito Kuala 2013-2017. Diterbitkan oleh Bappeda Kab. Barito
Kuala, hal 43,

layanan pendidikan dan kesehatan. Aspek kesehatan menekankan


pada pemenuhan layanan kesehatan yang mudah, murah, merata dan
memadai yang diindikasikan dengan masyarakat yang semakin
mampu, mandiri dan berdaya untuk memiliki pola hidup bersih dan
sehat. Perwujudan sasaran tersebut, melalui tiga strategi yang akan
dilakukan yaitu; (i) Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan, (ii)
Percepatan Penyediaan Sarana dan Prasarana Kesehatan, (iii)
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Kesehatan.
Keberhasilan tiga strategi program kesehatan didukung oleh
APBD Kabupaten Barito Kuala dengan cara memberikan alokasi
anggaran ketiga terbesar setelah infrastruktur dan pendidikan. Besar
anggaran untuk kesehatan tahun 2013 adalah Rp 34.712.553.742,(tiga puluh empat milliard tujuh ratus dua belas juta lima ratus lima
puluh tiga ribu tujuh ratus empat puluh dua rupiah). Sedangkan dalam
dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2015,
terkait peningkatan kualitas layanan kesehatan, ada 6 prioritas yang
menjadi sasaran pembangunan kesehatan yaitu;
1. Meningkatkan pencegahan dan penanggulangan penyakit
menular dan tidak menular,
2. Meningkatnya perbaikan gizi keluarga,
3. Meningkatnya keselamatan ibu melahirkan dan anak,
4. Pemenuhan obat dan perbekalan kesehatan,
5. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan BLUD,
6. Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana kesehatan
Enam sasaran pembangunan kesehatan tahun 2015
memprioritaskan beberapaprogram dan kegiatan yang terkait dengan
4 aspek kesehatan (PHBS, PM, PTM dan KIA). Pada aspek PHBS
terdapat program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat,
program pengembangan linkungan sehat, program pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular.Sasaran program bagi bayi dan
balita, berupa program perbaikan gizi masyarakat dengan kegiatan
diantaranya pemberian vitamin dan makanan tambahan pada anak,
8

Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), anemia, Gangguan


Akibat kurang Yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat
gizi mikro lainnya, pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga
sadar gizi

Beberapa program untuk mendorong peningkatan Kesehatan


Ibu dan Anak (KIA), yaitu peningkatan layanan kesehatan anak balita,
program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak, program
Keluarga Berencana (KB), Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program peningkatan kualitas pelayanan dan sarana prasarana
kesehatan, adalah standarisasi pelayanan, kemitraan peningkatan
kualitas layanan, dan peningkatan kualitas layanan kesehatan Lansia.
Berdasarkan keenam sasaran prioritas dalam RPJMD Barito
Kuala 2015, ada beberapa program yang bisa melibatkan peran serta
masyarakat setempat termasuk pendekatan budaya lokal yang
berpengaruh dengan kesehatan masyarakat seperti program
kemitraan peningkatan layanan kesehatan berupa kemitraan antara
bidan dengan dukun bayi, program promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat, program kesehatan reproduksi remaja,
program peningkatan keselamatan ibu melahirkan bayi,program
peningkatan pelayanan kesehatan anak balita.
Pemilihan lokasi penelitian REK di Kabupaten Barito Kuala
dilakukan berdasarkan pertimbangan dan masukan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Barito Kuala. Hasil pertemuan Tim Peneliti REK
dengan Kepala Dinas Kesehatan Bapak Sugian Noor, SKM (16/3/2014),
terdapat lima kecamatan yang diusulkan yaitu Kecamatan Tabukan,
Kuripan, Tabunganen, Barambai dan Alalak. Alasan usulan lima
kecamatan tersebut adalah kondisi kesehatan masyarakat sangat
buruk dibandingkan daerah lainnyaselain beberapa data sekunder
yang berkaitan perkembangan kesehatan.
Menurut kepala Dinas Kesehatan, tim peneliti REK diberikan
kebebasan oleh kepala Dinas Kesehatan menentukan lokasi penelitian.
Apakah akan memilih yang paling dekat atau yang paling jauh? Yang
paling jauh dan susah. Lokasi dengan transportasijauh dan susah
9

adalah Kecamatan Kuripan, Barambai dan Tabunganen. Kecamatan


Barambai, hanya bisa dicapai melalui transportasi sungai yaitu Perahu
Kelotok, dengan waktu tempuh kurang lebih selama 2 jam, dan
terbatas hanya sampai jam 12 siang. Kecamatan Tabunganen juga
melalui jalur sungai dan lebih dekat lewat Pelabuhan Trisakti
Banjarmasin. Transportasinya menggunakan motor speedboat yang
disewa sebesar 500 ribu hanya sampai di dermaga penyeberangan
dilanjutkan dengan jalan darat (menyewa motor) menuju lokasi
kecamatan dan puskesmas. Kunjungan ke rumah rumah warga
menggunakan perahu kelotok yang harus disewa 100 ribu untuk tiap
kali perjalanan.

Gambar 1.1.
Peta Kabupaten Barito Kuala
Sumber: BPS Barito Kuala Dalam Angka 2014

Peneliti melakukan visitasi ke salah satu kecamatan yang


direkomendasikan, yaitu Kecamatan Tabukan yang terletak 30 Km dari
Kota Marabahan. Jalan aspal ke Tabukan relatif bagus. Jarak tempuh
ke Tabukan dengan kendaraan bermotor kurang lebih selama 30
10

menit. Tim peneliti bertemu dengan salah satu tenaga gizi yang ada di
Puskesmas untuk mengetahui kondisi riel kesehatan masyarakat
Tabukan5. Hasil diskusi menyimpulkan bahwa kondisi kesehatan
masyarakat di Kecamatan Tabukan rata rata relatif hampir sama
dengan wilayah lainnya untuk 4 aspek kesehatan (KIA, PM, PTM dan
PHBS).
Pada akhirnya tim peneliti memilih Kecamatan Alalak sebagai
lokasi REK untuk wilayah Kabupaten Barito Kuala. Alasan pemilihan
Alalak adalah jumlah penduduk yang paling banyak dibanding
kecamatan lainnya yaitu sebanyak 55.458 orang, urutan kedua
kecamatan Tamban yaitu 32.816 orang. Sedangkan kecamatan lainnya
rata rata 20 ribu kebawah.
Kondisi kesehatan masyarakat Kecamatan Alalak selama 2014,
yaitu14 orang kematian bayi tertinggi dibandingkan kecamatan lain.
Kematian ibu baik ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu nifas, di
Kecamatan Alalak hampir sama dengan kecamatan lain yaitu berkisar
antara 1-2 orang.Penyakit TB pada anak, TB BTA+, terdapat 53 orang,
tertinggi dibanding kecamatan lain yang berkisar antara 12-35 orang.
Hal yang sama juga terjadi pada penyakit Pneumonia pada Balita,
jumlah penderita yang mencapai 573 orang terdiri dari 286 laki dan
287 perempuan. Tingkat penanganan Pneumonia hanya mencapai
15,14% lebih rendah dibandingkan Kecamatan Rantau Badauh,
Cirebon dan Anjir Pasar.Penyakit Diare di Kecamatan Alalak mencapai
1.225 orang dengan tingkat penanganan mencapai 80%. 6
Kecamatan Alalak memiliki dua puskesmas yaitu Puskesmas
Berangas dan Puskesmas Semangat Dalam. Puskesmas Berangas
membawahi desa binaan sebanyak 12 desa, sedangkan Puskesmas
Semangat Dalam membawah 6 desa/kelurahan binaan. Tim Peneliti
REK memutuskan untuk memilih Desa Balandean dari 18 desa sebagai
5

Tim peneliti REK tidak bisa menemui kepala puskesmas karena yang bersangkutan
tidak ada di tempat
6
Profil Kesehatan Kabupaten Barito Kuala 2014, dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Barito Kuala, data dalam bentuk soft copy

11

lokasi kegiatan REK. Alasan memilih Desa Balandean sebagai lokasi


REK diantaranya;
1. Desa Balandean merupakan salah satu desa tertua di Kabupaten
Barito Kuala yang dihuni oleh mayoritas masyarakat asli etnik
Banjar. Masyarakat desa ini relatif homogen, karena hampir tidak
ada etnik lain yang tinggal di desa ini.
2. Desa Balandean termasuk kategori dalam desa tertinggal versi
Kementerian PDT (Pembangunan Daerah Tertinggal), padahal
lokasinya tidak jauh dari Kota Banjarmasin.
3. Permukiman masyarakat sebagian besar tinggal di bentaran
pinggir Sungai Balandean, dan menggunakan air sungai sebagai
aktifitas sehari hari (mencuci, memasak, mandi, buang air besar)
sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesehatan.
4. Adat tradisi dan budaya lokal masih kuat dianut oleh masyarakat
Balandean (upacara kelahiran, kematian, kepercayaan, tempat
keramat, dukun) dan berpengaruh terhadap derajat kesehatan
masyarakat.
1.1.2.Permasalahan Penelitian
Penelitian ini secara khusus untuk ingin mengetahui aspek
budaya lokal yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
masyarakat. Aspek budaya lokal, sesuai pendapat Koentjaraningrat
mencakup bahasa, pengetahuan, system religi, kesenian, sistem
ekonomi mata pencaharian, teknologi dan peralatan. Sedangkan
aspek kesehatan yang ingin dilihat mencakup empat hal:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
3. Penyakit Menular (PM) dan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang
dominan diderita warga
REK 2015 di Barito Kuala secara khusus mengkaji Budaya
Mandi Isap Buyu, Ritual PengobatanAnak Gizi Buruksebagai tema
penelitian. Alasan pemilihan tematik ini karena di Desa Belandean
pernah terjadi kasus malnutrisi atau gizi buruk, yang mengakibatkan
12

dua orang anak meninggal dunia. Tradisi Isap Buyu merupakan salah
perilaku ritual budaya masyarakat setempat yang meyakini bahwa
penyakit gizi buruk disebabkan karena digigit oleh setan buyu
sehingga anak tersebut tidak mengalami perkembangan penambahan
berat badannya, dan tubuh menjadi lemas. Persoalan gizi buruk
diantaranya disebabkan tiga hal, yaitu persoalan asupan makanan,
pola pengasuhan anak, serta kebiasaan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat yang ada di masyarakat. Jadi permasalahan utama dari tematik
tersebut adalah; Bagaimanakah pengaruh Asupan Makanan, Pola Asuk
Anak dan Kebiasaan Perilaku Hidup Masyarakat di Desa Belandean
terhadap Penyakit Gizi Buruk?
Ada dua sudut pandang dalam melihat persoalan gizi buruk di
Desa Belandean ini yaitu pandangan modern dan pandangan
tradisional. Pandangan modern melihat bahwa kasus gizi buruk
disebabkan karena adanya kesalahan dalam pola asuh anak, asupan
makanan yang tidak mengandung gizi, serta kebiasaan masyarakat
setempat dalam kehidupan sehar-seharinya yang tidak mendukung
pola hidup sehat. Pandangan tradisional meyakini bahwa seorang
anak yang menderita gizi buruk dengan ciri ciri badan kurus, lemas,
wajah pucat, berat badan tidak bertambah, disebabkan karena adanya
gangguan makhluk halus atau setan buyu. Setan ini diyakini yang
menghisap tubuh si anak sehingga menjadi kurus.
Solusi yang dilakukan oleh kedua pandangan juga berbeda
dalam mengatasi masalah. Bagi kalangan modern, mereka melakukan
upaya secara medis seperti berobat ke Rumah Sakit, merubah perilaku
hidup dan kebiasaan sehari sehari, memperbaiki asupan gizi makan
anak dan lainnya. Berbeda dengan kalangan tradisional, mereka
melakukan ritual Mandi Isap Buyu untuk menghilangkan kekuatan roh
jahat makhluk halus atau setan buyu yang menghisap anak tersebut.
Penelitian REK ini diantaranya ingin membantu mengatasi
persoalan gizi buruk di Desa Belandean. Ada intervensi kebijakan yang
bisa dilakukan secara medis dan secara budaya. Tradisi Mandi Isap
Buyumungkin tidak bisa dihilangkan secara budaya, akan
13

tetapipendekatan budaya kesehatan bisa diberikan kepada warga


masyarakat untuk mengubah cara pandang atau pola pikir dalam
melihat masalah kasus Gizi Buruk. Solusi ini dilakukan sebagai
antisipasi pencegahan agar tidak terjadi Gizi Buruk. Pada kejadian
kasus Gizi Buruk diharapkan bisa dilakukan pengobatan secara benar
(lihat kerangka pikir dibawah)

Pandangan

1.
2.

Pola Asuh
Asupan Makanan

3.

Kebiasaan

Pengobatan Medis

Modern

Badan Kurus, Berat

Tidak Bertambah (Gizi


Buruk)

Pandangan
Tradisional

Gangguan makhluk halus


(setan buyu)

Intervensi Kebijakan
(Medis dan Budaya)

Pengobatan Non Medis:


MANDI ISAP BUYU

Gambar 1.2.
Kerangka Pikir Tematik Kesehatan Gizi Buruk

Dengan demikian, berdasarkan alur kerangka pikir dari tematik


kesehatan tersebut, maka pertanyaan penelitian yang hendak
diungkap dalam adalah :
1. Bagaimana latar belakang munculnya kepercayaan ritual Isap
Buyu dalam pengobatan penyembuhan penderita gizi buruk?
2. Bagaimana ritual proses Isap Buyu dilakukan dalam mengobat
penderita Gizi Buruk?
3. Bagaimana dampak dari ritual budaya Isap Buyuterhadap
penderita Gizi Buruk?

14

4.

Bagaimankah peran dan upaya yang dilakukan pihak kesehatan


setempat (Puskesmas, Dinas Kesehatan) dalam mencegah
terjadinya gizi buruk terhadap anak-anak?

1.2.Tujuan Penelitian
1.2.1.Tujuan Umum
1.

2.

Mengkaji kasus gizi buruk dari sisi budaya untuk


mendapatmemberikan rekomendasi penyelesaian masalah
dengan mempertimbangkan aspek kearifan lokal dan medis.
Mengetahui peran dan upaya yang dilakukan oleh stakeholder
kesehatan (Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bidan Desa) dalam
mengatasi masalah Gizi Buruk

1.2.2.Tujuan Khusus
1.

2.

3.
4.

Mendapat gambaran umum Kondisi Kesehatan masyarakat Desa


Belandean secara menyeluruh terkait aspek budaya masyarakat
pada 4 fokus utama persoalan kesehatan yaitu; Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA), Penyakit Menular (PM), Penyakit Tidak Menular (PTM)
dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Mengetahui Pola Pengasuhan Anak, Asupan Makanan dan
Kebiasaaan Masyarakat Desa Belandean, dalam kaitannya dengan
Gizi Buruk atau Malnutrisi pada anak.
Mengetahui tradisi ritual lokal Mandi Isap Buyu dalam proses
pengobatan untuk penyakit Gizi Buruk pada anak.
Memberikan usulan rekomendasi kebijakan (medis dan budaya)
kepada stakeholder terkait dalam penanganan pencegahan
penyakit gizi buruk kepada anak.

1.2.3 Output Kegiatan


1. Buku etnografi kesehatan pada masyarakat Etnik Banjar di Desa
Balandean, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala
2. Dokumentasi budaya kesehatan pada masyarakat Etnik Banjar di
Desa Balandean, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala
15

1.3. Metodologi Penelitian


1.3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan etnografi. Etnografi terdiri dari dua kata, etno= etnis, suku
bangsa. Dan setiap etnik atau suku bangsa, pasti memiliki adat tradisi,
budaya tertentu. Jadi penelitian etnografi adalah penelitian yang
berupaya untuk menggambarkan dan mendeskripsikan sebuah
kelompok masyarakat, atau etnik tertentu dari segi aspek budayanya.
Etnografi sebagai metode tertua dalam riset kualitatif mempunyai
beberapa karakteristik yaitu (1) menggali atau meneliti fenomena
sosial, (2) data tidak terstruktur; (3) kasus atau sampel sedikit; (4)
dilakukan analisis data dan interpretasi data tentang arti dari tindakan
manusia (Human Action).7Penelitian Etnografi Kesehatan berarti
penelitian yang menggambarkan dan mendeskripsikan aspek budaya,
kebiasaan dan tradisi lokal yang berkembang dalam kehidupan etnik
dan memiliki pengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat
tersebut.
Pendekatan etnografi sangat tepat untuk digunakan dalam
penelitian kesehatan. Alasannya karena kondisi kesehatan masyarakat
tidak bisa lepas dari kondisi sosial budaya. Menurut Ahimsa Putra,
masalah kesehatan masyarakat sangat erat terkait dengan fasilitas
kesehatan, sarana transportasi dan komunikasi, kepercayaan, mata
pencaharian, serta lingkungan fisik. Faktor sosial budaya tersebut
membawa konsekuensi baik positif maupun negatifterhadap kondisi
kesehatan masyarakat8. Misalnya kepercayaan masyarakat terhadap
ibu hamil, proses persalinan, pasca melahirkan, yang masih percaya

Atkinson, P & Hammersley, M. Ethnography and Participant Observation. In


Norman Denzin and Yvonna Lincoln (Eds.), Handbook ofQualitative Research. 1994,
Thousand Oaks: Sage, hal.249-261
8
Putra, Ahimsa. Kesehatan Dalam Perspektif Ilmu Sosial Budaya, dalam Masalah
Kesehatan dalam Kajian Ilmu Sosial Budaya, 2005, Yogyakarta, Kepel Press, hal 1337

16

kepada dukun kampung, pengobatan tradisional, atau kepercayaan


pada hal hal magis.

Keturunan

Perilaku individu
atau masyarakat

Kondisi gizi
buruk pada anak

Fasilitas kesehatan

Lingkungan
fisik sosial
eknomi
budaya

7 aspek budaya:
1. Bahasa
2. Agama
3. Pengetahuan
4. Mata
pencaharian
5. Sistem
kekerabatan
6. Teknologi
dan peralatan
7. Kesenian

Gambar 1.3.
Faktor Budaya dan Lingkungan terhadap Kesehatan
(Diadaptasi dari Blum)

1.3.2.Jenis dan Sumber Data


Data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer bersumber dari obyek masyarakat, individu personal,
kelompok etnik dan lainnya. Data primer dilakukan melalui
wawancara mendalam dan observasi. Informan pada wawancara
mendalam (indepth interview) yaitu kepala keluarga, tokoh
masyarakat, aparat desa, tokoh budaya, petugas kesehatan, ibu hamil,
ibu melahirkan, anak-anak, orang tua, dan lainnya. Penelitian ini
menggunakan data sekunder berupa data dari instansi terkait seperti
profil kesehatan tingkat kabupaten, kecamatan dan desa, profil
kabupaten dalam angka dari BPS (Badan Pusat Statistik), atau data
data lain terkait dari stakeholder.
1.3.3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti etnografi melilbatkan dirinya kedalam budaya dan sub
budaya pada penelitian yang dilakukan. Peneliti mencoba untuk
melihat dunia dari sudut pandang budaya. Data dikumpulkan melalui
wawancara dan observasi partisipan. Peneliti mengobservasi cara dan
17

ritual dari kultur, berusaha memahami makna dan melakukan


interpretasi. Peneliti membandingkan antara persepsinya sendiri
(etik) dan menggali perbedaannya dengan persepsi informan
(emik). Peneliti mencoba mendiskripsikan, menganalisa dan
menginterpretasi budaya dan persepsi informan (emik). Kemudian
melaporkan dan menulis secara detail berupa tulisan cerita yang
hidup baik berupa mikro etnografi (fokus pada setting yang kecil) atau
makro etnografi ( budaya yang besar).
Sampling informan yang dipakai pada penelitian etnografi
adalah snowball dan purposive sampling-non probalistic,dilakukan
pada kelompok yang spesifik dan tatanan yang khusus. Jadi pada
dasarnya penelitian etnografi mempunyai karakteristik: peneliti
sebagai instrumen, penelitian dilakukan dilapangan, koleksi data
dilakukan bersama dengan analisa data.
1.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tiga cara yaitu :


Wawancara mendalam,

Informasi mendalam diperoleh dengan cara peneliti


melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview).
Wawancara mendalam terbagi dua; terstruktur dan tidak terstruktur
wawancara terstruktur, digunakan pedoman wawancara berupa point
point yang akan ditanyakan kepada informan. Pedoman tersebut lebih
bersifat umum, dan tidak terlalu mendetai. Sensitifitas peneliti sangat
dibutuhkan untuk mengeksplorasi dan menggali informasi secara lebih
mendalam kepada informan. Bila jawaban informan sudah sampai
pada titik jenuh, peneliti bisa masuk pada topik yang lain.
Peneliti menjelaskan terlebih dulu maksud dan tujuan dari
wawancara ini sebelum proses wawancara berlangsung. Bila informan
setuju dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka ia diminta
untuk menandatangani surat pernyataan kesediaan ikut serta dalam
penelitian ini sebagai informan (informed consent) yang berisikan data
informan meliputi; nama, usia, pekerjaan, dan alamat. Proses

18

wawancara tidak dilakukan sekali, tapi bisa beberapa kali tergantung


perolehan data yang dibutuhkan.
Peneliti harus bisa menjaga kerahasiaan informasi yang
diberikan oleh informan, dan memastikan bahwa informasi yang
diberikan hanya semata mata digunakan untuk tujuan penelitian atau
kegiatan ilmiah, bukan yang lainnya. Adapun kategori informan
terpiih:
1. Tokoh masyarakat
2. Tokoh agama
3. Dukun bayi
4. Dukun kampung
5. Tenaga kesehatan (bidan, perawat, dokter, kepala puskesmas,
kader posyandu)
6. Warga masyarakat yang memiliki karakter khusus (penderita gizi
buruk, malnutrisi, penyakti stroke, TB, hypertensi, dll)
2.

Observasi,

Instrumen utama penelitian etnografi adalah peneliti itu


sendiri. Ada dua model observasi yaitu langsung dan tidak langsung.
Observasi langsung berarti peneliti melakukan observasi partisipatoris
lapangan dengan terlibat langsung dalam aktifitas dan kehidupan
keseharian warga. Tujuannya untuk mendapatkan data informasi dan
pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku budaya masyarakat
setempat yang berkaitan dengan kesehatan. Observasi langsung
dilakukan atas masukan dan saran dari informan.
Peneliti
dapat
juga
melakukan
observasi
tidak
langsung.Peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakant alat
seperti kamera dan handycam. Pengambilan gambar untuk obyek
manusia atau aktifitas masyarakat, harus terlebih dulu meminta izin
sebelum dilakukan pengambilan gambar. Apabila obyek setuju untuk
diambil gambarnya, maka pengambilan gambar bisa dilakukan. Akan
tetapi jika tidak setuju, maka peneliti harus mencari obyek lain yang
memiliki karakter sama.
19

e.

Beberapa obyek yang menjadi fokus observasi antara lain:


Aktifitas keseharian warga (kegiatan MCK, Masak, di sawah, di
sungai)
Kegiatan ritual keagamaan
Kegiatan tradisi budaya terkait dengan kesehatan
Kegiatan di Poskesdes dan Puskesmas Pembantu (Posyandu Balita,
Posyandu Lansia, Pengobatan Warga) dan
Kegiatan lain yang relevan dengan penelitian ini

3.

Studi dokumen(document review)

a.
b.
c.
d.

Data sekunder berupa dokumen dibutuhkan untuk lebih


menguatkan data primer. Selain itu juga karena ada beberapa data
yang tidak bisa diperoleh melalui teknik pengumpulan data primer
(wawancara dan observasi). Sumber data sekunder untuk studi
dokumen berupa buku buku hasil penelitian, peraturan, buku
referensi tentang budaya lokal, buku buku terkait data data
kependudukan, pembangunan yang biasanya berasal dari BPS (Biro
Pusat Statistik), data data kesehatan dan lainnya.
Beberapa dokumen penting yang digunakan sebagai sumber
informasi diantaranya;
1. Profil Kesehatan Kabupaten dari DInas Kabupaten
2. Profil kesehatan Kecamatan dari Puskesmas
3. Profil Desa
4. Dokumen Perencanaan terkait kesehatan (Renstra,RPJMD, RKPD)
5. Profil Kabupaten Kota dalam Angka
6. Data hasil penelitian, laporan, jurnal dan lainnya yang relevan
dengan penelitian
1.3.4.Analisa Data
Langkah analisis pada etnografi menurut Fielding meliputi: (1)
Mengatur dan mengorganisasi materi-materi yang telah dikumpulkan,
(2) Membaca kembali data-data tersebut, (3) Memilah-milah material
kedalam
bagian-bagian
yang
teratur,
(4)
Membangun,membandingkan dan membedakan kategori-kategori. (5)
20

Mencari hubungan dan mengelompokan kategori bersama. (6)


Menemukan dan mendeskripsikan pola, tema dan tipologi. (7)
Interpretasi dan mencari makna.9
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam analisis data
penelitian etnografi diantaranya adalah:
1. Mengumpulkan dan menata kembali data yang didapat
(wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, field note
2. Melakukan transkrip hasil wawancara dengan informan
3. Membuat resume atau catatan inti dari setiap data yang
dikumpulkan
4. Melakukan pemilahan data dan mengklasifikasikannya sesuai
dengan tema pokok penelitian
5. Menyusun data yang sudah diperoleh dalam sebuah laporan
tertulis sesuai dengan fokus utama penelitian

Fielding, J.E, Lessons from france vive la difference The French Health Care System
and U.S. Health System Reform..1993, JAMA, 270:748- 756 .

21

BAB 2
BELANDEAN DALAM BUDAYA ETNIK BANJAR :
Sebuah Gambaran Umum
2.1. Sejarah
2.1.1. Asal Usul Desa Belandean
Desa Belandean merupakan salah satu desa tertua yang ada di
wilayah Kabupaten Barito Kuala, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Desa Belandean sendiri memiliki peran penting dalam sejarah
perlawanan rakyat kesultanan Banjar terhadap penjajah Belanda.
Belandaean dahulu bernama Balandean, merupakan salah satu
tempat bersejarah karena pernah menjadi daerah aliran sungai saat
Pangeran Raja Buana, salah seorang cucu dari Raja Sukarama dari
kerajaan Candi Agung, dibuang ke sungai untuk diselamatkan dari
ancaman pembunuhan oleh Saudaranya dari anak anak Raja
Sukarama.
Konon menurut cerita sejarah, Raja Sukarama menjelang
wafatnya, berwasiat agar pengganti dirinya menjadi raja adalah
Pangeran Raja Buana, salah seorang cucunya. Pangeran Raja Buana ini
adalah putra dari Galuh Puteri Intan, putri Raja Sukarama yang
bersuami Raden Menteri Jaya, saudara putra Raden Begawan, salah
seorang saudara Raja Sukarama. Wasiat ini membuat anak-anak raja
sukarama yang lain yaitu Pangeran Arya Mangkubumi, Pangeran
Tumenggung, dan Pangeran Bagalung tidak senang karena merasa
posisinya sebagai calon raja akan terancam.
Pangeran Tumenggung yang seharusnya menjadi pewaris sah
kerajaan dan menggantikan Raja Sukarama, menjadi marah
mendengar wasiat tersebut. Beliau kemudian bermaksud hendak
menyingkirkan Pangeran Raja Buana, calon pengganti Raja Sukarama.
Niat tidak baik Pangeran Tumenggung, terdengar oleh Tumenggung
Aria Taranggana, salah satu anggota keluarga kerajaan yang lainnya.
Selanjutnya Tumenggung Aria Taranggana bermaksud menyelamatkan
22

Pangeran Samudera yang masih kecil. Caranya dengan


menghanyutkan Pangeran Samudera dengan Jukung, yaitu sejenis
perahu kecil dilengkapi dengan dayung untuk mengayuhnya. Pangeran
Samudra dihanyutkan melalui Sungai di Hulu Sungai selama beberapa
hari hingga akhirnya sampai di hilir sungai Barito yaitu di Desa
Balandean, yang masih termasuk wilayah Kuin dari Kerajaan
Bandarmasin10. Disebut Bandarmasih karena yang berkuasa saat itu
adalah Patih yang bernama Patih Masih, yang masih berada dibawah
kekuasaan Kerajaan Candi Agung. Bandar sendiri berarti pelabuhan.
Jadi Bandarmasih adalah sebuah daerah pelabuhan yang dipimpin
oleh Patih Masih.
Selama beberapa saat, anak kecil tersebut dipelihara oleh
Patih Masih. Akan tetapi lama kelamaan Patih Masih mengerti kalau
Pangeran Raja Buana yang ditemukan di Sungai Bandarmash tadi
adalah cucu raja Sukarama yang selama ini hilang. Patih Masih juga
tahu kalau Pangeran Raja Buana akan menjadi pewaris kerajaan
menggantikan Raja Sukarama ketika ia wafat. Oleh Patih Masih,
Pangeran Raja Buana dirawatnya dan disembunyikan dari kejaran
anak buahnya Pangeran Tumenggung yang akan membunuhnya.
Ketika Pangeran Raja Buana sudah beranjak dewasa, oleh Patih Masih
dinobatkan menjadi Raja di Bandarmasih dengan nama Pangeran
Samudera. Ketika Pangeran Samudra diangkat menjadi raja, nama
Bandarmasih dirubah menjadi Banjarmasin. Disebut Banjarmasin
karena dekat dengan laut yang airnya asin.
Pada saat itu, Pangeran Tumenggung mendengar kalau
Pangeran Samudra ternyata tidak mati, tapi tetap hidup bahkan
sekarang sudah menjadi raja di Banjarmasin. Akhirnya Pangeran
Tumenggung mengirim pasukan yang langsung dipimpin sendiri untuk
menyerbu kerajaan Banjarmasin. Pangeran Samudra mendengar akan
ada serangan Pangeran Tumenggung, lalu beliau bermusyawarah
dengan para penasehat kerajaannya. Saat itu dibahas bahwa kalau
dihadapi secara langsung, dengan menghitung kekuatan tempur
10

Sekarang namanya sungai Kuin Banjarmasin.

23

pasukan yang dimilikinya, kemungkinan menang terasa mustahil.


Pasukan Pangeran Samudera kalah kuat baik jumlah dan kualitas
berhadapan dengan Pasukan Tumenggung. Kerajaan Banjarmasin
adalah kerajaan kecil, sedangkan Kerajaan Candi Agung adalah
Kerajaan Besar.
Akhirnya, Pangeran Samudera meminta bantuan kepada
kerajaan islam yang ada di Jawa yaitu Kerajaan Demak, yang saat itu
dipimpin oleh Sultan Trenggono. Sultan Trenggono menyanggupi
permintaan tersebut untuk membantu Pangeran Samudra. Sultan
Trenggono mengajukan dua syarat: Pertama, Pangeran Samudra harus
masuk Islam. Kedua, Pangeran Samudra harus membayar upeti tiap
tahunnya kepada Kerajaan Demak. Pangeran Samudra menyanggupi
kedua syarat tersebut. Mendengar kesanggupan tersebut, Sultan
Trenggono mengirim pasukannya untuk membantu Pangeran
Samudra dalam peperangan menghadapi pasukan dari Kerajaan Candi
Agung yang dipimpin oleh Pangeran Tumenggung.
Peperangan berlangsung sangat dahsyat. Korban berjatuhan
dari kedua belah pihak. Perang berlangsung seimbang, kuat sama
kuat. Menghadapi situasi ini, Pangeran Samudra kembali
bermusyawarah dengan penasehat kerajaannya. Dalam musyawarah
tersebut dibahas bahwa kalau peperangan terus dilanjutkan, akan
jatuh korban yang sangat banyak dari kedua belah pihak. Akhirnya
diputuskan perang tidak lagi antar pasukan, tapi antar pimpinan raja.
Jadi disepakati duel pertarungan satu lawan satu. Pangeran Samudra
berhadapan dengan Pangeran Tumenggung sedangkan Patih
Bandarmasih berhadapan dengan Patih dari Kerajaan Candi Agung.
Ringkas cerita, akhirnya Pangeran Samudra berhasil
mengalahkan Pangeran Tumenggung. Sebagai ganti kekalahannya,
Pangeran Tumenggung menyerahkan kekuasaannya secara sukarela
dan ikhlas kepada Pangeran Samudra yang juga kemenakannya.
Pangeran Tumenggung bersama pendukungnya diberi
wilayah
kekuasaan di Batang Alai.

24

Pangeran Samudra akhirnya masuk Islam berganti nama


menjadi Sultan Suriansyah dan resmi menjadi Raja Banjar
pertamaSultan Trenggono mengutus seorang ulama dari Demak
bernama Khatib Dayyanuntuk membantu pengajaran Islam di
Kerajaan Banjar. Ulama tersebut dikirim sebelum mengirim pasukan.
Setelah masuk Islam, Pangeran Samudra berganti nama menjadi
Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang.11
Sejarah pelarian Pangeran Samudra alias Sultan Suriansyah,
hingga sekarang masyarakat banjar membuat lagu yang berjudul
Sultan Suriansyah. Lagu ini liriknya dibuat oleh H. Nanang Ardiansyah.
Lagu ini menceritakan sejak awal proses pelarian Pangeran Samudra
dari Kerajaan Candi Agung, hingga dia diangkat jadi Raja di Kerajaan
Bandarmasih, peperangannya dengan Kerajaan Candi Agung yang
masih ada hubungan saudara denganya, termasuk bantuan dari
Kerajaan Demak saat menghadapi Kerajaan Candi Agung, hingga dia
masuk Islam dan Berganti nama menjadi Sultan Suriansyah. Nama
Belandean atau Balandean, disebut secara eksplisit dalam lagu ini
sebagai salah satu tempat tujuan pelarian Pangeran Samudra.
PANGERAN SURIANSYAH
Cipt. H. Nanang Ardiansyah
Pangeran pangeran raja buana ahli waris karajaan Daha.
dibuang paman Arya batahta.
Ka balandean wadah pambukahannya.
dikampung kuin diangkat jadi raja.
pangeran samudra itu galarnya.
Patih masih patih kampung kuin.
Jadi palindung hujan wan angin.
Kampung barani aman tajamin.
kuin manjadi Banjarmasin.
11

Muljana, Slamet, 2005. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negaranegara Islam di Nusantara. Yogyakarta, PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 70.

25

Khatib dayang nang jadi talabang.


Urang nang baisi kapintaran.
Rakat mupakat wan saijaan.
Pangeran mangumpul pasukan.
Pangeran.
pangeran raja buana ahli waris karajaan Daha.
dibuang paman Arya batahta.
kabalandean wadah pambukahannya.
dikampung kuin diangkat jadi raja.
pangeran samudra itu galarnya.
Mun bulan kadap sidin manyarang.
Paman Tamanggung kuat babanaran.
Sungai kuin dipagar carucukan.
Kampung carucuk dibari ngaran.
Patih masih lau pang baucap.
Wan sulthan Damak bapatulangan.
Sulthan manulung baparjanjian.
Mun banjar manang masuk islam.
Pangeran.
pangeran raja buana ahli waris karajaan Daha.
dibuang paman Arya batahta.
kabalandean wadah pambukahannya.
dikampung kuin diangkat jadi raja.
pangeran samudra itu galarnya.
Paman tamanggung kalah sabakas.
Lalu dibagi tanah wan watas.
Pangeran baislam sabubuhan.
Sulthan Suriansyah bangaran.
Raja baislam nang panambayan.
Dikampung kuin baulah masigit.
Disitu jua sidin bamakam.
Damintu kisah Banjarmasin.

26

Pangeran.
pangeran raja buana ahli waris karajaan Daha.
dibuang paman Arya batahta.
kabalandean wadah pambukahannya.
dikampung kuin diangkat jadi raja.
pangeran samudra itu galarnya.

Ada satu tempat di Belandean yang dipercaya oleh masyarakat


setempat, dulunya pernah menjadi tempat mandi Sultan Suriansyah.
Tempat ini sekarang dibangun sebuah Musholla Beje. Oleh
masyarakat setempat, air dibawah mushollah dipercaya bisa
memberikan khasiat untuk pengobatan atau bisa digunakan untuk
ritual upacara adat tertentu seperti acara ritual mandi pagar
mayang untuk wanita hamil 7 bulan dan lainnya.

Gambar 2.1.
Mushola Beje Tempat Mandinya Sultan Suriansyah
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Sejarah Desa Belandean tidak lepas dari sejarah Perang


Wangkang. Wangkang adalah seorang panglima perang terkenal di
Marabahan dalam melawan penjajahan Belanda. Wangkang adalah
orang asli Marabahan, lahir pada tahun 1812. Ayahnya bernama
Kendet atau dikenal dengan istilah Deman Kendet, dan ibunya Ulan
yang berasal dari Amuntai. Semangat kebencian Wangkang sudah
27

muncul sejak remaja terutama ketika mengetahui ayahnya meninggal


digantung oleh Belanda. Sejak itulah, Wangkang berupaya
mengorganisir rakyat Marabahan untuk melakukan perlawanan
kepada Belanda.
Belandean sendiri merupakan salah satu markas perlawanan
Panglima Wangkang. Tahun 1860-an, Panglima Wangkang berhasil
menyerbut markas pertahanan Belanda di Banjarmasin. Pasukan
Panglima Wangkang membunuh banyak sekali pasukan Belanda, dan
merampas senjatanya. Puluhan tentara Belanda roboh bersimbah
darah. Tidak satupun pasukan Belanda yang tersisa menghadapi
perlawanan pasukan Wangkang.
Setelah kekalahan tersebut, Belanda melakukan balas dendam
dengan bantuan pasukan dari Batavia (sekarang bernama Jakarta).
Pasukan Belanda menyerang markas pertahanan pasukan Wangkang
di Belandean. Pasukan Belanda berhasil merebut dan menguasai
benteng pertahanan pasukan Wangkangdalam waktu singkat. Salah
satu pengikut Panglima Wangkang yaitu Pangeran Jaya Arja tewas
dalam pertempuran tersebut. Jenazahnya dimakamkan disekitar
markas yang sudah dihancurkan Belanda. Lokasi makam Pangeran
Jaya Arja ini terletak di Desa Belandean Muara, dan setengah
kilometer dari tepi Sungai Barito.
Selanjutnya Panglima Wangkang memindahkan markas
pertahanannya ke Sungai Badandan, tepatnya di Saka Durrahman
(Hulu Sungai Tunjang). Panglima Wangkang membangun benteng dari
kayu Mahang, sehingga dikenal dengan nama Benteng Mahang. Nama
Saka Durrahman kemudian diganti dengan nama Simpang Mahang
untuk mengenang peristiwa tersebut. Pada tahun 1872 terjadi
pertempuran dahsyat antara Pasukan Panglima Wangkang melawan
tentara Belanda. Panglima Wangkang gugur dalam pertempuran
tersebut, setelah sebutir peluru emas berhasil menembus matahagi
(dalam bahasa Banjar, matahagi adalah bagian bawah dahi, diatas
hidung).

28

Mayat Panglima Wangkang akhirnya disembunyikan oleh dua


orang pengikut setianya yaitu Panglima Odi dan Panglima Mahmud.
Keduanya membawa mayat Panglima Wangkang kedalam hutan.
Tujuannya untuk menyembunyikan dari Belanda, yang sejak
awal ingin menangkap Panglima Wangkang hidup atau mati. Panglima
Mahmud akhirnya juga tewas dalam pertempuran melawan Belanda,
dan mayatnya dimakamkan di samping makam Pangeran Jaya Arja12.

Gambar. 2.2.
Makam Pangeran Jaya Arja (Kiri) dan Panglima Mahmud (kanan)
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kedua tempat tersebut yaitu Makam JayaArja dan Panglima


Mahmud, serta Musholla Beje yang dibawahnya menjadi air mandi
Sultan Suriansyah, merupakan salah satu tempat yang masih dianggap
keramat oleh masyarakat di Belandean. Setiap minggu atau awal satu
Syawal Idul Fitri, banyak masyarakat yang melakukan ziarah makam.
Di Tempat ini mereka melakukan ritual membaca al-Quran, memohon
doa keselamatan dan keberkahan hidup. Mereka datang dari berbagai
daerah, dengan bermacam macam tujuan. Ada beberapa cerita mistis
12

Maskuni, Dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Barito Kuala, 2006, Marabahan, Dinas
Pariwisata dan Budaya, hal 20-25

29

yang berkembang terkait kedua tempat keramat ini. Seperti yang


disampaikan oleh salah seorang informan Y, yang juga aparat desa di
Belandean Muara.
Dulu ada orang yang lari ke makam sini karena menghindari
dari kejaran mau dibunuh. Orang tersebut bersembunyi
selama tiga hari tiga malam. Setelah tiga hari tiga malam, dia
keluar dari makam dan kembali ke daerahnya. Disana dia
justru berhasil membunuh orang yang akan membunuhnya (
Informan Y, aparat desa).

Menurut cerita masyarakat yang berkembang, tahun 1970-an


Desa Belandean merupakan daerah tempat persembunyian para
penjahat, rampok, maling dan begal. Mereka menjadikan daerah ini
sebagai pelarian karena kondisi alamnya yang masih rimbun, banyak
hutan lebat, tanah berupa rawa gambut. Daerah dengan luas wilayah
2000 hektar terdiri dari sebagian besar berupa lahan gambut. Aparat
tidak berani masuk wilayah ini karena medan yang sangat sulit. Jika
ada penjahat yang lari ke tempat tersebut, aparat keamanan hanya
menunggu beberapa hari di luar/sekitar wilayah tersebut sampai
mereka keluar dari lokasi persembunyian didaerah ini.
2.1.2. Perkembangan Desa
Pada pertengahan tahun 1979 terjadi pemekaran desa
termasuk diantaranya desa Tanjung Harapan, Desa Sei Pitung, Desa
Pancakarya dan Desa Belandean. Desa Blandean sendiri di mekarkan
menjadi dua yaitu Belandean Dalam dan Belandean Muara13. Desa
Belandean Muara sejak awal berdiri, telah terjadi 5 kali pergantian
Pembekal (Kepala Desa) yaitu pertama dipimpin oleh seorang Pejabat
Non Definitif (PjS) Alm Bapak Adil selama tiga tahun (1982).
Selanjutnya dilakukan Pemilihan Kepala Desa pertama dan terpilih
13

Istilah lain menyebutkannya Belandean dan Belandean Baru. Dulu istilahnya hanya
Belandean, setelah pemekaran baru dibagi Belandean Dalam dan Belandean Muara.
Jadi tampaknya yang dimaksud Belandean adalah Belandean Dalam, sedangkan
Belandean Baru adalah Belandean Muara. Barito Kuala Dalam Angka 2014,
diterbitkan BPS dan Bappeda Barito Kuala, hal 8

30

bapak Jamaluddin Nor selama dua periode (1982-1986, 1986-1990).


Kepala desa berikutnya terpilih bapak Darmasnyah selama 10 tahun,
karena sebelumnya Bapak Darmansyah menjabat sebagai Pejabat
sementara selama dua tahun (1990-1992), dan terpilih resmi
menjabat kepala desa selama dua periode (1992-2000). Setelah
selesai, beliau masih sempat menjabat sebagai Pejabat sementara
pada masa transisi selama setahun (2000-2001) sebelum dilakukan
pemilihan kepala desa. Pada tahun 2002 terpilih bapak Kapsul A
sebagai kepala desa selama satu periode (2002-2007), dan selanjutnya
menjadi pejabat sementara selama 10 bulan, hingga terpilih kepala
desa baru. Pada 2008, terpilih Bapak Yanto sebagai kepala desa untuk
satu periode (2008-2014), sedangkan periode 2015-2020, Kepala Desa
Belandean Muara di jabat oleh Bapak Darmo Basri14.
Berbeda dengan Desa Belandean Muara, Desa Belandean
Dalam relative tidak banyak mengalami demokratisasi tingkat lokal
dalam sukses pergantian Kepala Desa. Sejak kepala Desa pertama
sampai sekarang, ada Kepala Desa yang menjabat selama 18 tahun.
Desa
Belandean
Dalam
dan
Belandean
Muara,
menggambarkan sebuah potret desa tertinggal dan ironi sebuah
pembangunan. Alasannya karena kedua Desa tersebut termasuk
daerah yang lama terisolir dari pembangunan. Meski berjarak hanya 7
km dari ibu kota Kecamatan Alalak, atau 15 km dari Ibukota Provinsi
Kalimantan Selatan yaitu Banjarmasin, akan tetapi daerah Belandean
masuk kategori daerah tertinggal dalam versi Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal.
Daerah Belandean terletak pada perlintasan Jalan Trans Kalimantan,
tepatnya sebelum jembatan Desa Beringin. Ditempuh dari arah
Banjarmasin, menuju perempatan Handilbakti, belok ke kiri Jalan
Trans Kalimantan. Setelah berjalan
4 km dari perempatan
Handilbakti, ada Jembatan Desa Beringin. Sebelum Jembatan Beringin,
belok kekanan masuk Desa Sei Pitung, Desa Belandean Dalam dan
14

RPJM Desa Belandean Muara, Kec. Alalak Periode 2011-2016,

31

Belandean Muara. Bila ditempuh dari Kalimantan Tengah, Daerah


Belandean terletak setelah Jembatan Sungai Barito.
Belandean merupakan desa tertua di Barito Kuala, bahkan
konon desa tertua di Kalimantan Selatan. Meski berada diperlintasan
jalur Trans Kalimantan, kondisi pembangunan di Belandean paling
tertinggal dibandingkan daerah lain di Barito Kuala, bahkan di
Kalimantan Selatan. Keterisoliran Belandean diantaranya dikarenakan
faktor alam, dan tidak adanya pembangunan infrastruktur.

Gambar 2.3.
Peta Desa Belandaean Muara
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Secara alam, kondisi jalanan menuju Desa Belandean hanya


berupa tanah liat yang dicampur dengan batu batuan. Sebelah kiri
jalan, berupa aliran sungai selebar 5 meter dengan kedalaman hingga
5-7 meter. Sebelah kanan adalah rawa dan tanah gambut. Sebagian
masyarakatnya tinggal dipinggir sungai dan seberang sungai. Warga
yang tinggal di seberang sungai, akses masuk adalah jembatan
penyebrangan yang terbuat kayu. Jarak rumah antar warga tidak
terlalu rapat, tapi juga tidak terlalu berjauhan, yaitu sekitar 2-5 meter.
32

Desa Belandean Dalam berbatasan dengan desa Sei Pitung


sebelah selatan, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanjung
Harapan, sebelah barat berbatasan dengan Desa Belandean Muara,
dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Pancakarya. Sedangkan
Desa Belandean Muara, bagian timur, berbatasan dengan Desa
Belandean Dalam, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanjung
harapan dan Pancakarya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sei
Pitung, dan bagian barat dengan Muara Sungai Barito
Belandean Muara terdapat 37 unit jembatan kayu yang
menghubungkan antar warga. Jembatan tersebut terbuat dari kayu
Ulin dan Kayu Gelam. Kayu ulin untuk pondasi tiang pancang yang
masuk ditanam dalam sungai, sedangkan kayu gelam digunakan
sebagai bantaran jembatan. Kayu ini terbilang sangat kuat. Untuk kayu
ulin yang jadi tiang pancang, biasanya ditanam dengan kulit pohon
kayunya dengan alasan agar lebih kuat dan tahan lama, kalau
dikelupas kulit kayunya akan mudah rapuh.
Menurut informasi dari masyarakat setempat, sejak awal
pemekaran, kondisi jalan dari Desa Beringin menuju Desa Belandean
Dalam dan Belandean Muara hanya berupa jalanan tanah dengan luas
satu meter dan baru dilakukan pelebaran jalan seluas 2,5 meter tahun
2000-an yaitu pada saat adanya program TMMD (TNI Manunggal
Masuk Desa) yang dahulu disebut AMD (ABRI Masuk Desa). Sebelum
ada pemekaran jalan, mobilitas warga lebih banyak menggunakan
transportasi sungai dengan kendaraan jukung15 dan perahu klotok16
untuk berbagai keperluan, misalnya ke sawah, pasar, dan ibukota
kecamatan. Jarak kecamatan yang bisa ditempuh 30 menit
menggunakan kendaraan bermotor, bisa sampai 1-2 jam jika
menggunakan jukung atau perahu klotok.

15

Jukung adalah perahu kecil yang hanya memuat dua-tiga orang, dikayuh dengan
menggunakan tenaga manusia
16
Klotok adalah perahu kecil, lebih besar dari Klotok dengan kapasitas 5-10 orang,
dan menggunakan teanga mesin.

33

Pada tahun 2013, diadakan program pengerasan jalan mulai


dari arah Desa Sei Pitung hingga Belandean Dalam dan Belandean
Muara. Program ini bukan program pemerintah, tapi program dari Istri
Bupati Barito Kuala, yang saat itu maju menjadi calon Anggota
Legislatif untuk tingkat provinsi, menjelang Pemilu 2014. Istri bupati
tersebut memiliki daerah pilihan (dapil) salah satunya adalah desa
Belandean Dalam dan Belandean Muara. Pembangunan jalan
dilakukan dengan harapan dapat menarik minat warga desa
memilihnya pada pemilu 2014. Terbukti kemudian, sang istri bupati
akhirnya berhasil terpilih dan menjadi anggota DPRDProvinsi Kalsel
dari Partai Golkar, dan sekarang menjabat salah ketua DPRD17.
Infrastruktur listrik baru masuk ke Belandean tahun 1991.
Selama duabelas tahun (1979-1991) kondisi Belandean gelap di malam
hari tanpa penerangan listrik. Warga lebih banyak menggunakan
lampu penerangan tradisional dengan bahan bakar minyak tanah.
Aliran listrik saat ini sudah ada namun tidak semua rumah
mendapatkan sambungan listrik. Beberapa rumah terlihat membuat
sambungan listrik dari tetangga. Seperti rumah Pak Ardiansyah (65
tahun), salah satu warga di Belandean yang memiliki aliran listrik
dangan daya 450 watt, dialirkan ke tiga rumah disampingnya. Listrik di
desa Blandean umumnya hanya digunakan untuk penerangan lampu
dan televisi sehingga tidak membutuhkan daya yang besar. Jadi kalau
hanya dipakai sendiri, masih cukup bahkan berlebih. Tidak ada
peralatan listrik tertentu yang menggunakan daya watt sangat besar
kecuali hanya magic jar untuk alat menghangatkan nasi.
Akses transportasi dari jalan perlintasan Trans Kalimantan
(Desa Beringin) menuju Desa Belandean sudah baik dan sebagian
warga sudah banyak yang menggunakan kendaraan motor. Kendaraan
roda empat hanya beberapa mobil tertentu ukuran minibus yang bisa
17

Pada saat penelitian ini dilakukan, Pemerintah baru akan melakukan pengaspalan
jalan dari Desa Beringin sampai Desa Belandean dengan jarak kurang lebih 4 km.
untuk jalan masuk Belandean Dalam ke Belandean Muara, sebagaian sudah ada
yang dibangun cor semen (beton), dan sebagain besar lainnya masih berupa batu
batuan

34

lewat. Kendaraan besar seperti truk roda enam tidak bisa lewat
karena jalanan yang sempit. Kendaraan perahu Klotok masih
digunakan oleh sebagian warga, terutama untuk mengangkut hasil
panen dan kebun seperti padi, pisang, kelapa, dan beberapa sayuran
untuk dijual di Pasar Berangas - Alalak yang berjarak 8 km atau sekitar
1 jam perjalanan dari Desa Belandean.
Kondisi jalanan sempit dan sangat buruk, jumlah penduduk
sedikit, serta jarak yang sangat jauh, membuat tidak ada angkutan
umum seperti angkot ataupun ojek yang beroperasi didesa tersebut.
Menuju lokasi desa Belandean harus menggunakan kendaraan sendiri,
atau bagi orang dari luar daerah, biasanya dijemput di pinggir jalan
raya lintas Trans Kalimantan. Bus jurusan Palangkaraya dapat
digunakan dari Banjarmasin berhenti sebelum jembatan Beringin
dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Perjalanan menuju desa
Belandean dilanjutkan menggunakan sepeda motor.
Kegiatan warga Desa Belandean Dalam dan Belandean Muara
pada pagi hari adalah bekerja di sawah. Sarana transportasi ke sawah
adalah perahu kelotok. Mereka berangkat sekitar jam 7 Pagi dan
pulang jam 16.30 sore. Jarak rumah ke sawah biasanya ditempuh
kurang lebih selama 30 menit. Anak sekolah umumnys sudah
berangkat sekolah sebelum jam 7. Di Desa Belandean, hanya ada satu
sekolah SMP Negeri yang terletak di Desa Sei Pitung, sebelah desa
Belandean Dalam. SMA Negeri terdekat terletak di dekat ibukota
Kecamatan Alalak.
2.2. Geografi dan Kependudukan
2.2.1. Kondisi Geografi
Belandean Dalam memilik luas wilayah 1.255 ha, sedangkan
Belandean Muara luasnya 863 ha. Kondisi wilayah desa Belandean
sebagian besar rawa rawa dan tanah gambut. Sebagian besar
masyarakatnya tinggal di pinggiran Sungai Belandean, yaitu salah satu
anak sungai berujung pada muara Sungai Barito. Kondisi air sungainya
pasang surut yang berdampak langsung terhadap kehidupan warga
35

penduduk. Pada siang sampai malam hari, air sungai mengalami


pasang, sedangkan malam sampai pagi hari, air sungai mengalami
kondisi surut. Kondisi tersebut memaksa warga melakukan aktifitas
mencuci pada saat air pasang.
Iklim di Belandean termasuk kategori iklim tropis, yang
dipengaruhi musim hujan pada bulan Nopember-April, dan musim
kemarau pada bulan Mei Oktober. Berdasarkan data curah hujan,
untuk Belandean Muara dan Belandean Dalam memiliki curah hujan
976 mm/tahun, dengan suhu udara rata rata mencapai 30 derajat
celcius, dan suhu udara terendah 22derajat celcius dan tertinggi 33
derajat celcius, dengan kelembaban udara antara 40%-100%.
Kebutuhan air masyarakat Belandean diambil dari aliran Sungai
Belandean. Hampir sebagian besar warga menjadikan air sungai
sebagai pemenuhan kebutuhan sehari hari, mulai masak, mandi,
buang air besar dan mencuci. Kondisi air sungai terkadang sangat
keruh bahkan kotor sehingga tidak cukup bersih dan sehat untuk
digunakan mandi apalagi untuk kebutuhan konsumsi sehari hari
(diminum). Pada saat sungai mengalami surut, air sungai terasa sangat
tinggi asam basa nya sehingga tidak bisa digunakan untuk mencuci
karena deterjen tidak bisa berbusa.
Warga yang tinggal di tepian sungai dapat mengambil air
langsung dari sungai, termasuk juga untuk mandi, mencuci dan
kebutuhan buang air besar. Terkadang jarak satu rumah warga dengan
warga lain berdekatan, sehingga seringkali terlihat aktifitas warga dari
jarak 30 meter ada yang buang air besar, disampingnya ada yang
mandi, dan disebelahkan lagi yang mencuci beras. Situasi seperti ini
sangat tidak baik untuk kesehatan warga.
Sebagian warga tinggal samping jalan, atau diseberang rumah
warga pinggir sungai, sebagian ada yang tetap melakukan aktifitas
kebersihan di sungai, tapi sebagian lain menggunakan kamar mandi
dirumah. Mereka tetap menggunakan air sungai dengan cara
menyedot dan menampungnya di bak-bak penampungan atau
langsung ke bak kamar mandi, menggunakan pipa dengan mesin
36

pompa pendorong. Air tidak selalu dapat disedot setiap saat, biasanya
masyarakat menunggu air pasang. Tersedia 2-3 drum di kamar mandi
untuk menyimpan air, sebagai antisipasi dikala air sungai mengalami
surut.
Air sungai yang disedot melalui pipa ke dalam rumah
umumnya tidak dilengkapi dengan filter penyaring, sehingga air sangat
keruh dan kotor. Selanjutnya, air diberi larutan tawas dan kaporit
kedalam air yang sudah ditampung. Tawas tujuannya untuk
menjernihkan air agar tidak keruh, sedang kaporit bertujuan untuk
membunuh kuman. Satu drum bak air ditambahkan satu sendok
kaporit dan satu sendok tawas dan dibiarkan beberapa saat sampai
lumpur dan pasir mengendap. Setelah tampak jernih, air bisa
digunakan untuk kebutuhan mereka.
Pengamatan peneliti menemukan banyak warga yang tidak
menggunakan tawas dan kaporit untuk menjernihkan air dan
membunuh kuman. Mereka langsung menggunakan air sungai dengan
mengendapkan terlebih dulu sebentar, setelah itu langsung dimasak
untuk dikonsumsi. Kebutuhan air bersih di Belandean akan menjadi
permasalahan kesehatan ketika musim kemarau karena air sungai
mengalami surut dan air keruh. Pada saat seperti itu banyak warga
yang menderita diare akibat konsumsi air sungai yang tidak hygienis.
Perilaku buang air besar sebagian warga ada bervariasi, ada
yang memilih di sungai dan sebagian lain menggunakan toilet di kamar
mandi. Toilet warga sebagian menggunakan septiktank untuk
menampung limbah18, sebagian lain ada yang langsung toilet jongkok
tanpa septiktang, sehingga limbahnya langsung dibuang ke kolam di
bawah toilet.
Persoalan kebutuhan air bersih untuk aktifitas warga
merupakan persoalan yang pelik dan butuh perhatian khusus. Dinas
18

Untuk toilet yang menggunakna septiktank Warga menyebut dengan istilah WC


Gali, sedangkan untuk yang langsung jatuh kebawah tanpa septiktank mereka
menyebutnya MCK (Mandi Cuci Kakus), karena tempat tersebut berfungsi utuk
ketiganya sekaligus. Termasuk untuk MCK juga mereka yang tinggal dipinggiran
bantaran sungai

37

Kesehatan Kabupaten Barito Kuala mengaku sudah berupaya


maksimal mengatasi masalah tersebut, termasuk dengan proyek
Jamban bagi keluarga, pengadaan air bersih PAMSIMAS, serta
sosialisasi tentang larangan buang air besar di sungai. Kepala Dinas
Kesehatan Bapak Sugian Nor berinsiatif membentuk satgas khusus
yang bertugas mengawasi kegiatan buang air besar warga di pinggir
sungai, dan mengambilnya untuk tidak dibuang ke sungai.
Dinas kesehatan sudah maksimal berupaya mengatasi
persoalan pola hidup bersih warga Belandean. Berbagai macam
cara dan pendekatan sudah dilakukan, tapi hasilnya belum
maksimal. Kita tinggal satu cara yang belum dilakukan yaitu
membentuk petugas yang khusus menungguin mereka buang air
besar. Jadi mereka akan mengambil tinja dan membuangnya
ketempat lain. Tujuannya biar mereka malu untuk buang air
besar di sungai karena ada yang menungguin (Sugian Nor,
Kadinkes Barito Kuala 6/5/2015)19

Pemerintah sebenarnya sudah berupaya mengatasi persoalan


air bersih di Belandean melalui program PAMSIMAS (Pengadaan Air
dan Sanitasi Berbasis Masyarakat). Proyek ini merupakan program dari
pusat yang melibatkan tiga kementerian, yaitu Kementerian Pekerjaan
Umum, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen
Pemerintahan Masyarakat Desa (PMD), Kementerian Kesehatan.
Kementerian PU bertugas membangun fasilitas infrastrukur
penyediaan air bersih, Kemendagri cq PMD bertugas mengelola dan
merawat, sedangkan Kementerian Kesehatan bertugas mengawasi
kualitas air yang digunakan sesuai dengan standar kesehatan. Satu
proyek PAMSIMAS bernilai 35 juta rupiah. Sebelum proyek dibangun,
diadakan musyawarah desa yang membahas lokasi penempatan
fasilitas proyek PAMSIMAS. Warga yang menginginkan bangunan
PANSIMAS di lahan rumahnya harus bersedia menghibahkan tanahnya
19

Usulan kepala Dinas Kesehatan ini sebenarnya adalah ekspresi upaya maksimal
dalam mengatasi persoalan kesehatan di Belandean Muara, dan tampaknya agak
mustahil untuk bisa dilaksanakan.

38

seluas 3x4 meter, dan bersedia menjadi penanggung jawab mengelola


fasilitas tersebut.
Fasilitas air bersih yang sudah dibangun, selanjutnya
diserahkan kepada pemerintah desa untuk dikelola dan dipelihara.
Keberlangsungan dan biaya operasional proyek PAMSIMAS diserahkan
kepada kepala desa dan warga desa. Biaya yang dibutuhkan digunakan
untuk membeli tawas dan kaporit serta terkadang biaya service
perbaikan mesin pompa kalau ada kerusakan. Biaya perawatan tidak
terlalu besar dan bisa dkumpulkan melalui iuran warga yang
menggunakan air bersih dari proyek PAMSIMAS.

Gambar 2.4.
Fasilitas Air Bersih PAMSIMAS di Desa Belandean Dalam
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Terdapat 5 titik lokasi pembangunan fasilitas air bersih


PAMSIMASdi Desa Belandean Dalam. Hanya 1 dari 5 fasilitas
PANSIMAS yang aktif digunakan untuk kebutuhan warga. Empat
39

bangunan sisanya tidak dimanfaatkan, bahkan ada sebagian mesin


pompa airnya yang rusak dan dicuri orang. Alasan warga tidak
menggunakan air dari proyek PAMSIMAS karena air tersebut tidak
bisa mengalir sampai kerumah warga. Program pemerintah ini hanya
sebatas membangun fasilitas infastrtukur air bersih lengkap dengan
mesin pompa pendorongnya. Pemasangan pipa menuju rumah warga
kerumah warga harus ditanggung oleh warga setempat.
Berdasarkan pengalaman Pak Ahmad Nawawi (45 tahun)
warga Belandaean Dalam yang mengelola satu unit fasilitas air bersih
PAMSIMAS, pada awal mulanya warga tidak ada yang mau membayar
penggunaan air bersih ini. Semua biaya ditanggungnya sendiri. Ia
bersedia merelakan dirinya untuk mengelola fasilitas air bersih karena
lokasi PAMSIMAS berada di lahan tanah miliknya. Biaya listrik,
pemasangan lampu, pembelian obat air (tawas dan kaporit) semua
ditanggungnya sendiri. Warga sekitar melihat kesungguhan Pak
Ahmad Nawawi, lama lama tertarik untuk menggunakan air bersih
tersebut. Mereka mengambilnya dengan menggunakan drum kecil
atau jerigen isi 20 liter. Warga secara sukarela membayar biaya
operasional. Ada yang membayar 20 ribu untuk sebulan, ada pula
yang membayar seribu rupiah untuk sekali pengambilan air.
Hasil iuran sukarela warga yang menggunakan air
ternyatasangat cukup bahkan bersisa untuk membiayai operasional
bulanan dari fasilitas air bersih PAMSIMAS. Warga sendiri sebenarnya
sangat membutuhkan keberadaan fasilitas air bersih, karena pada saat
musim kemarau, air sungai mengalami surut dan tidak bisa digunakan
untuk kebutuhan sehari hari.
Keempat unit fasilitas air bersih PAMSIMAS yang tidak terpakai
tersebut dikarenakan karena salah pengelolaan dan salah
penempatan. Salah pengelolaan karena salah satu unit fasilitas air
bersih yang ditempatkan disamping rumah kepala desa dan ketua
pengelola fasilitas air bersih juga tidak berfungsi. Warga ingin lebih
praktis dengan menggunakan air sungai ketimbang air bersih fasilitas
pemerintah. Mereka tidak mau bersusah payah harus memelihara dan
40

menjaga fasilitas air PAMSIMAS. Salah penempatan karena menurut


warga, karena PAMSIMAS dibangun dilokasi rumah warga yang tidak
mau bertanggung jawab untuk mengelola. Masyarakat berharap ada
penawaran terlebih dahulu kepada warga tentang siapa yang bersedia
mengelola.20
Warga menghendaki bahwa program fasilitas air bersih
PAMSIMAS termasuk juga pembangunan sarana pipa (pipanisasi)
kerumah warga. Sehingga ketika tidak terjadi pembangunan sarana
pipa dirumah warga, warga merasa proyek air bersih PAMSIMAS
tidakada manfaatnya bagi warga sekitar. Padahal biaya pembangunan
pipa seharusnya ditanggung oleh warga, bukan oleh pemerintah. Disisi
lain, warga berpikir praktis karena mengambil air sungai lebih mudah
dibandingkan harus mengambil air bersih ke tempat PAMSIMAS yang
jaraknya agak jauh. Akibatnya warga merasa tidak membutuhkan dan
tidak merasakan manfaat program air bersih PAMSIMAS.
Pada dasarnya, program PAMSIMAS ini selain bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui pengadaan air
bersih, juga bisa menjadi BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) yang jika
dikelola secara profesional, bisa memberikan keuntungan dan
pemasukan kas desa. Seperti pengakuan pak Ahmad Nawawi, hasil
pengelolaan fasilitas air bersih selama ini dari iuran warga, sudah
cukup bahkan lebih meskipun Ahmad Nawawi tidak pernah
menentukan tarif biaya pengambilan air. Warga bebasmembayar
sesuai kemampuan dan sukarela. Biaya perawatan mesin, tidak setiap
bulan rusak jadi tidak harus dilakuan service setiap bulan. Biaya
pembayaran listrik hanya menghabiskan kurang dari 20 ribu setiap
bulannya, demikian pula pembelian bahan penjernih air (tawas dan
kaporit) cukup murah.
Penyampaian Pak Ahmad Nawawi tidakserta merta bisa
diterima oleh warga Desa Belandean Dalam. Menurut salah satu
informan, apa yang disampaikan oleh Pak Nawawi tidak sama seperti
20

Versi lain, sebelum dibangun fasilitas air bersih PAMSIMAS, dilakukan musyawarah
desa dan ditawarkan kepada warga dimana lokasi yang diplih warga untuk dibangun

41

yang dialami oleh warga. Pak Nawawi dahulu adalah anggota Tim
proyek PAMSIMAS. Pada awal PAMSIMAS dipasang, warga dekat
lokasi sempat dipungut iuran 35 ribu dan dijanjikan akan dibangun
pipanisasi sampai kerumah rumah warga. Pipanisasi tidak terwujud
sampai sekarang, akibatnya warga merasa kecewa karena tidak
mendapatkan manfaat langsung dari PAMSIMAS. Disisi lain, secara
praktis, warga lebih dekat dan mudah untuk menggunakan air sungai.
Inilah salah satu faktor yang menyebabkan 4 fasilitas PAMSIMAS yang
lainnya tidak berfungsi secara maksimal.
Warga di Desa Belandean Muara tidak memiliki fasilitas air
bersih PAMSIMAS. Kebutuhan air bersih minum terkadang membeli
air dalamjerigenyang dijual berkeliling desa. Kesadaran warga akan
kebersihan lingkungan masih sangat rendah. Masyarakat Belandean
tidak memiliki tradisi buang sampah ditempat sampah. Semua sampah
dibuang ke sungai. Mereka beranggapan bahwa sungai dapat
menampung segala macam kotoran, dan nantinya akan bersih dengan
sendirinya. Perilaku buruk ini berakibat pada pendangkalan sungai dan
air yang kotor.
Kondisi alam di Belandean sangat cocok untuk beberapa jenis
tanaman seperti kelapa, pisang, sayuran bayam, kangkung, daun
pakis, rambutan, kedondong. Sedangkan untuk pertanian, hanya
cocok untuk tanaman padi. Di Desa Belandean, musim tanam dan
panen padi hanya sekali dalam setahun, yaitu bulan April sampai
Oktober. Sisanya tidak bisa ditanami lagi. Disela sela tanaman padi,
masyarakat biasa menanam tanaman lain seperti singkong ketela,
sayuran kacang panjang.
Menurut warga, dahulubanyak ditanam pohon kelapa di
Belandean. Hasil pohon kelapa sangat bisa diandalkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan penghasilan warga. Akan tetapi sejak
beberapa tahun terakhir, pohon kelapa tidak lagi bisa menjadi produk
unggulan yang diandalkan. Alasannya karena banyak pohon kelapa
yang buahnya sedikit atau banyak yang ditebang untuk diambil
kayunya.
42

2.2.2. Kondisi Kependudukan


Jumlah penduduk di Desa Belandean Dalam total sebanyak
1.404 orang, sedangkan Belandean Muara 1300 orang, yang tersebar
di 14 RT untuk Belandean Dalam dan 10 RT untuk Belandean Muara.
Hampir semua penduduk Belandean beragama Islam, sehingga sangat
sulit menemukan warga non muslim di Belandean. Hal ini karena
warga Belandean hampir seratus persen berasal dari etnik Banjar.
Kultur masyarakat Banjar sangat dekat dengan tradisi Islam.
Masyarakat Desa Belandean umumnya bermata pencaharian
petani. Remaja yang putus sekolah atau tidak melanjutkan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, mereka membantu orang tuanya
bercocok tanam di sawah. Mereka membantu menyiapkan bibit padi,
mengolah tanah, menaman padi hingga memanen. Seluruh pekerjaan
pertanian dilakukan oleh anggota keluarga dan sanak kerabat.Para
petani biasanya menggarap lahannya sendiri tanpa mencari buruh tani
lainnya. Lahan sawah akan dikerjakan oleh pemilik sawah serta sanak
saudaranya.
Mereka yang usia 20-50 tahun, dengan tingkat pendidikan
yang terbatas (lulus SMP atau SMA), maka pilihannya adalah menjadi
petani, buruh tukang bangunan dan buruh pabrik. Untuk perempuan
yang masih usia muda, baik yang sudah menikah atau belum menikah,
selain bertani juga menjadi buruh pabrik kayu Plywood yang ada di
desa tetangga yaitu Desa Beringin.
Tabel 2.1.
Data Kependudukan Desa Belandean
Aspek
Jumlah Penduduk
Jumlah KK
Jumlah RT
Mata pencaharian:
Petani
Pedagang

Belandena Dalam
1404 orang
139
14

Belandean Muara
1300 orang
340
10

367
25

870
25
43

Buruh/ swasta
PNS

62
7

Sumber: RPJMDes Belandean Dalam dan Belandean Muara

Bagi laki-laki, selain menjadi petani juga menjadi buruh tukang


bangunan. Musim tanam dan musim panen di Belandean hanya sekali
dalam setahun. Musim tanam dimulai sejak April, sedangkan musim
panen bulan Oktober. Selama bulan November sampai dengan Maret,
tidak ada kegiatan di sawah karena sawah tidak bisa ditanami. Para
lelaki umumnya bekerja di kota menjadi buruh bangunan di Kota
Banjarmasin.
Profesi petani bagi warga Belandean adalah profesi utama,
sedangkan profesi buruh bangunan adalah profesi sampingan, mengisi
waktu kosong setelah musim panen usai. Ketika musim tanam tiba,
mereka yang bekerja sebagai buruh bangunan, akan berhenti
sementara untuk pulang ke desa mengurus sawahnya. Mereka harus
memanfaatkan waktu tanam yang terbatas dan singkat. Menurut
mereka, pekerjaan sebagai buruh bangunan, bisa dikerjakan dibulan
lainnya. Warga lebih mengutamakan pertanian, karena bagi mereka
hasil panen beras merupakan persediaan bahan makanan sepanjang
tahun. Beras yang diperoleh dari panen paling tidak menjadi
persediaan bahan pokok makan keluarga sehingga meski tidak
memiliki uang mereka masih bisa makan. Sementara itu, hasil kerja
sebagai buruh bangunan yang relatif lebih besar daripada bertani,
digunakan untuk kebutuhan harian keluarga.
Selain profesi petani dan buruh, juga ada masyarakat
Belandean yang bekerja menjadi pedagang. Beberapa warga
membuka toko kelontong, berjualan kebutuhan sembilan bahan
pokok(sembako) warga. Mereka menjadikan rumah sekaligus sebagai
toko untuk berjualan. Selain menjual kebutuhan sehari hari, sebagian
juga berjualan laris, salah satu bahan dagangan yang paling
laris.Kebutuhan bensin sangat utama untuk bahan bakar sepeda
motor dan perahu klotok.
44

Kondisi kesehatan warga Belandean terlihat dari profil


puskesmas. Sebagian besar pengidap Hipertensi dan ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut). Hipertensi diduga dipengaruhi pola makan
masyarakat dan kebiasaan tidur larut malam sehingga kurang
beristirahat. Mereka memiliki kebiasaan mengolah makanan dengan
rasa asin yang tajam. Berdasarkan pengalaman peneliti selama tinggal
bersama warga, selera dan rasa orang Belandean suka makanan asin
khususnya berupa ikan asin yang diawetkan karena bisa bertahan
lama. Ikan asin, dicampur dengan sayur kuah dan sambel yang juga
asin. Jenis sayuran sangat terbatas diperoleh dari hasil kebun yaitu;
daun singkong, kelakai (daun pakis), kacang panjang, humbut, genjer,
kangkung, nangka, waluh putih, dan daun katuk21. Sayuran jenis
lainnya, diperoleh dengan cara membeli dari Paman penjaja sayur
keliling22 tiap pagi yang datang ke Belandean. Tapi seringkali jenis
sayuran yang dijual paman sayur tidak lengkap karena sudah habis
terjual sebelum sampai di Belandean.
Hipertensi banyak menjangkit kalangan dewasa usia 40 tahun
keatas. Warga yang mempunyai penyakit hipertensi, tidak langsung
berobat ke fasilitas kesehatan, tapi mencoba terlebih dulu obat
tradisionalseperti penggunaan akar tanaman, dedaunan untuk
direbus. Daun melati bisa langsung dimakan atau diseduh. Wortel,
daun seledri ditumbuk atau di blender dan mentimun merupakan cara
mereka mengobati hipertensi. Mereka meyakini obat-obatan
tradisional tersebut bisa menyembuhkan penyakit hipertensi.
Penyakit ISPA berupa gejala batuk, pilek, panas dan demam.
Penyakit ini banyak diidap oleh anak anak usia 6 bulan sampai 7
tahun.Beberapa faktor penyebab penyakit ISPA antara lain tidak
hygienis, ventilasi udara rumah yang tidak baik, asap rokok dan asap
21

Daun katuk terkadang dikonsumsi oleh ibu ibu yang baru melahirkan agar air ASI
nya lancar
22
Istilah paman sayur adalah bapak bapak yang keliling berjualan sayur dari rumah
kerumah. Mereka berbelanja membeli sayuran, daging, di pasar untuk dijual kepada
warga desa Belandean. paman sayur berjualan mulai pagi sejak di dari pasar dan
sampai di Belandean jam 8.

45

dapur. Makanan yang tidak hygienis karena tidak menggunakan air


bersih untuk mencuci bahan makanan.
Ventilasi udara di rumah warga kurang baik, terkadang pada
siang hari pintu atau jendela rumah tidak dibuka. Akibatnya sirkulasi
udara didalam rumah menjadi pengap dan lembab. Mereka berangkat
pagi kesawah dan pulang sore sehingga tidak ingin membiarkan
rumahnya terbuka saat ditinggal ke sawah.Rumah beberapa warga
berukuran 4x5 meter dengan ventilasi udara hanya berupa pintu
depan dan pintu belakang. Rumah dengan ukuran yang lebih besar,
juga ada jendela kayu atau rumah sebanyak 2-4 di sebelah kanan kiri
rumah. Terkadang jendela ini juga jarang dibuka meski pada siang
hari.

Gambar 2.5.
Ventilasisi Rumah dan Tungku untuk Memasak
Gambar: Dokumentasi Peneliti

Faktor lainnya penyebab banyak kasus ISPA karena asap, baik


asap dapur maupun asap rokok. Asap dapur banyak mencemari
ruangan dalam rumah karena sebagian warga menggunakan kayu
bakar untuk memasak didapur. Asap dapur sangat pekat memenuhi
seluruh ruangan karena letak tungku memasak, didalam ruangan
tertutup.Kebiasaan merokok para bapak dan sebagian remaja laki-laki

46

menimbulkan pencemaran udara akibat asap rokok. Mereka tetap


menghisap rokok meski berdekatan dengan anak kecil23.
Pada awal kena ISPA, warga menggunakan obat obatan
tradisional seperti paramex, parasetamol, oskadon, bodrex. Setelah
seminggu tidak ada pengaruh kesembuhan, mereka baru berobat ke
fasilitas kesehatan seperti Pos Kesehatan Desa (POSKESDES) atau
Puskesmas Pembantu (PUSTU) yang beroperasi 2 kali seminggu.
2.2.3. Pola Tempat Tinggal
Konsep bangunan rumah pada masyarakat Belandean
menggunakan konsep rumah kayu. Hal ini karena kondisi tanah di
Belandean adalah tanah gambut dan rawa, sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan pondasi batu dan semen
sebagaimana halnya bangunan di pulau Jawa. Jarak antara lantai
rumah dengan tanah sekitar 60 cm. Pondasi rumah menggunakan
kayu gelam yang ditancapkan kedalam tanah sedalam satu meter
untuk bangunan rumah di daratan, dan 2-3 meter untuk bangunan
rumah di atas sungai dengan lokasi bantaran sungai.
Konstruksi bangunan pada dinding rumah juga menggunakan
kayu, sedangkan dinding bagian depan sebagian menggunakan kaca
dan jendela kayu. Konsep rumah di Belandean tidak menggunakan
pagar agar tidak ada jarak / batas antar satu rumah dengan rumah
sebelahnya, karena mereka masih ada hubungan keluarga. Kalaupun
ada pagar, maka itu hanya berupa jaring jala yang digunakan untuk
menahan agar tidak ada hewan yang masuk kedalam rumah seperti
ayam dan tidak mengotori kedalam rumah.
Ukuran luas bangunan rumah, sangat relative tergantung
ketersediaan tanah. Minimal untuk rumah yang dihungi dua-sampai
empat orang, biasanya berukuran 4x50 meter, yang dibuat tanpa ada
pembagian ruangan. Biasanya rumah tersebut hanya dihuni oleh
anggota keluarga utama: ayah, ibu dan anak. Sementara untuk
23

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bidan Ibu Sri di Belandean Dalam. Beliaunya
juga melayani di Desa Belandean Muara

47

keluarga yang lebih banyak dimana ada anak, menantu dan cucu,
ukuran bangunan rumah lebih besar dengan ukuran 5x12 meter dan
ada pembagian ruangan untuk kamar, ruang tamu, dapur, gudang,
kamar mandi. Ruang tengah dengan ukuran yang lebih besar
difungsikan sebagai tempat kumpul bersama anggota keluarga, untuk
menonton TV dan lainnya. Ruang tengah ini juga terkadang dipakai
untuk acara bersama para tetangga seperti pengajian, yasinan dan
tahlilan, arisan, atau rapat bersama warga.
Secara umum, model depan bangunan rumah di Belandean,
sama dengan ditempat lain. Atap rumah bangunan, sebagian besar
menggunakan bahan eternit atau asbes, bukan genting. Ruangan
utama untuk menerima tamu, dibuat secara lesehan (duduk di lantai)
tanpa ada meja kursi. Konsep ini ingin menggambarkan bahwa
masyarakat sangat egaliter,sama rata sama rasa. Tidak ada jarak
antara kelas atas dan bawah, tidak ada kasta sosial. Semuanya dalam
posisi sama dengan duduk bersama.
Posisi rumah dan pembagian ruangan tidak ada peraturan
tertentu. Namun, pada halaman rumah di Desa Belandean tidak
dibangun pagar tempok atau besi. Hal ini bermakna bahwa sang
punya rumah selalu terbuka atas kehadiran tamu dan tidak ada
pembeda antara rumah pembakal atau kepala desa dengan
masyarakat lainnya.
Posisi dapur untuk memasak terletak dibagian belakang tapi
masih didalam rumah. Rata rata orang Belandean
memasak
menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat, berbentuk persegi
panjang, dan memuat satu alat masak. Bahan bakar yang digunakan
adalahpotongan kecil kayu gelam. Botol plastik bekas botol atau gelas
air mineral digunakan sebagai pengganti minyak untuk menyalakan
api. Plastik tersebut dibakar lalu diteteskan kepada kayu yang sudah
kering, sehingga menimbulkan bara api. Posisi dapur didalam rumah
menyebabkan asap dapur seringkali memenuhi ruangan seisi rumah.

48

Gambar 2.6.
Rumah Warga Desa Belandean
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Sebagian warga desa Belandeansudah menggunakan kompor


berbahan bakar gas elpiji. Bahan bakar gas elpiji juga bukan sesuatu
yang susah didapat. Toko kelontong yang dimiliki warga hampir semua
menjual gas elpiji. Meski demikian, sebagian warga tetap
menggunakan kayu bakar untuk memasaknya. Ada alasan terkait soal
rasa dan selera bahwa makanan yang dimasak dengan kayu bakar,
rasanya berbeda dengan makanan yang dimasak dengan kompor gas
elpiji. Sebagian warga seringmemasak ikan bakar, dan menurut
mereka, menggunakan kayu bakar akan memberikan rasa dan aroma
ikan bakar yang lebih enak dibanding dibakar diatas kompor
gas.Memasak dengan kayu bakar, memberikan aroma khas yaitu bau
asap atau arang bekas pembakaran yang masih menempel pada
makanan tersebut.
2.3. Religi dan Praktek Keberagamaan
Masyarakat Belandean yang rata rata orang asli etnik Banjar,
hampir seratus persen pemeluk agama Islam. Secara tradisi ibadah,
etnik banjar termasuk kategori Islam tradisional. Praktek ritual yang
dijalankan memiliki kesamaan dengan kalangan Nahdliyin24di Jawa
24

Nahdliyin adalah sebutan untuk warga anggota Nahdlatul Ulama sebuah ormas
Islam terbesar di Indonesia

49

Timur. Menurut informasi dari masyarakat, konon dahulu kala para


penyebar agama Islam di Banjar masih memiliki hubungan kedekatan
dengan para penyebar Islam di Jawa, yang terkenal dengan sebutan
Wali Sembilan (Wali Songo). Ulama Khatib Dayyan adalah salah satu
ulama yang dikirim oleh Kerajaan Demak pada saat kerajaan Banjar
meminta Bantuan kepada Sultan Trenggono Demak dalam
menghadapi peperangan melawan Kerajaan Candi Agung.
Lain halnya dengan kondisi di Jawa yang banyak memiliki
organisasi massa (ormas) Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis
dan lainnya, hampir tidak tidak ada lambang lambang ormas Islamdi
Blandean. Warga Blandean banyak memsang foto para alim ulama,
habaib dan syeikh ulama Islam di dinding rumah. Salah satu tokoh
kharismatik ulama besar di Belandean dan juga di Kalimantan Selatan
adalah Syeikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al Banjari, atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Izai, atau Guru Sekumpul.
Beliau sudah wafat sekitar 7 tahun yang lalu.
Tuan Guru Izai atau Guru Sekumpul ini sangat dihormati oleh
masyarakat Belandean bahkan masyarakat Kalimantan Selatan.
Mereka menganggapnya sebagai sosok Waliyullah (Kekasih Allah).
Sosok kharismatik Tuan Guru Izai semasa hidupnya selalu menjaga
jarak dengan semua tokoh politik. Banyak tokoh pimpinan parpol,
atau calon kepala daerah, artis dan pengusaha yang datang
menghadap ke Tuan Guru Izai. Tuan guru menerima mereka dengan
baik dan mendoakan semua tamunya. Menurut warga, Tuan Guru Izai
tidak mau menerima sumbangan atau bantuan yang memiliki muatan
politis, seperti bantuan dari calon kepala daerah atau pimpinan
parpol, karena adanya tujuan tertentu. Kegiatan pengajian yang
diselenggarakan selama ini banyak dibantu oleh masyarakat yang
simpati atau alumninya.
Hampir setiap rumah di Belandean terdapat foto Tuan Guru
Izai berupa foto ketika sedang berdoa, foto bersama anggota
keluarganya, bahkan terkadang ada foto tuan rumah dengan Tuan
Guru Izai. Masyarakat mempercayai bahwa keberadaan foto Tuan
50

Guru Izai di rumah maka penghuni rumah akan mendapatkan berkah


dan kebaikan.
Pada saat almarhum Tuan Guru Izai masih hidup, setiap
kegiatan pengajian yang diadakan selalu dihadiri ratusan ribu jamaah
dari seluruh Kalimantan Selatan, bahkan hingga luar daerah dan luar
negeri. Demikian juga ketika beliau sudah wafat, setiap peringatan
Haul25 nya juga hadiri ratusan ribu orang dari berbagai daerah di
seluruh Indonesia.

Gambar 2.7.
Foto Tokoh Agama yang Dipasang di Setiap Rumah
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Peneliti mengamati bahwa rumah-rumah warga di Belandean,


selain banyak memasang foto Tuan Guru Izai, juga foto habib yang lain
seperti Habib Abibakar Salim, berbagai foto 100 Habib penyebar Islam
di Indonesia, foto Wali Songo, ayat ayat kursi, shalawat nabi yang
dipasang dalam pigura.
Kultur budaya Banjar berupa budaya Islam banyak dianut
masyarakat Belandean disamping masih menerapkan sisa warisan
budaya Hindu Budha dari zaman kerajaan sebelum Islam masuk.
Masyarakat menyebutnya sebagai warisan budaya zaman bahari atau
25

Ritual yang dilakukan setiap tahun untuk mengenang seseorang yang sudah
meninggal. Biasanya dalam upacara Haul diadakan pembacaan ayat suci al-Quran,
surat yasin, tahlil, dan shalawat, dimana pahala bacaannya dihadiahkan kepada
mereka yang meninggal

51

zaman dulu sebelum Islam masuk. Perbedaan terlihat dari simbol dan
atribut hinduisme atau budhisme yang digunakan. Setelah jaman
kerajaan Islam, mengalami proses islamisasi telah merubah bacaan
mantera diganti dengan doa doa keselamatan dan keberkahan yang
diambilkan dari ayat suci Al-Quran atau hadits nabi.
Hal ini tercermin dari perilaku budaya Masyarakat Belandean
yang masih mempercayai adanya hubungan mereka yang masih hidup
dengan mereka yang sudah meninggal. Dipercaya bahwa orang yang
sudah meninggal akan datang kembali kerumah tiap malam Jumat
atau Kamis sore. Mereka berkunjung untuk melihat kondisi keluarga
yang ditinggalkan. Seperti halnya menerima kunjungan tamu, mka
tuan rumah akan menyiapkan suguhan. Kedatangan arwah roh para
leluhur, disambut oleh keluarga yang masih hidup dengan menyiapkan
sajian makanan. Oleh sebab itu, jika ada anggota keluarga yang
meninggal, mereka meyakini bahwa ruh si mati masih belum menjauh
dari rumahnya bila belum mencapai 100 hari. Mereka masih ada
disekitar rumah. Keluarga mengadakan peringatan atau tradisi
pembacaan surat yasin dan tahlil, dan khataman Al-Quran hingga hari
ke-40. Pembacaan yasin dan tahlil diikuti oleh para tetangga dan
warga sekitarnya. Kegiatan pembacaan Al-Quran hanya dilakukan
oleh keluarga almarhum, atau orang lain yang dibayar untuk
mengajikan selama 7 hari. Mereka biasanya mengkhatamkan alQuran sampai beberapa kali.
Masyarakat Belandean juga mempercayai tempat yang
dianggap keramat seperti makam, pohon besar dan lainnya. Mereka
meyakini bahwa tempat tersebut ada yang menjaga. Orang yang
masih hidup harus bisa menjaga hubungan baik dengan penjaga
tersebut, agar tidak kena musibah atau kutukan. Masyarakat
Belandean menyebutnya dengan istilah Kapohonan yaitu seseorang
yang mengalami gangguan jiwa atau kesurupan (istilah jawa), akibat di
diganggu makhluk halus yang menghuni tempat tersebut. Diprcaya
bahwa kejadian tersebut diakibatkan mereka melakukan aktifitas

52

tertentu ditempat keramat tersebut tanpa meminta izin kepada


penghuninya.
Berikut ini adalah beberapa ritual yang biasa dilakukan orang
di Belandean untuk menghormati dan mengenang orang yang sudah
meninggal, atau berkaitan dengan panen padi:
1. Memasang andal/sesajen untuk orang yang sudah meninggal.
Andal adalah sebuah sesajen yang terdiri dari dupa kemenyang
yang dibakar, dua gelas kopi hitam dan air putih, makanan ringan
berupa roti atau kerupuk. Andal ini disediakan setiap kamis sore
mulai pukul 05.30 sore sampai jam 07.30 malam. Setelah itu, andal
boleh diminum/ dimakan oleh yang masih hidup. Tujuan Andal ini
untuk memberikan makan kepada datuk atau leluhur yang
sudah meninggal. Andal juga disediakan pada siang hari,
bertepatan dengan waktu meninggal orang tersebut. Seorang istri
akan membuat Andal bertepatan dengan hari meninggalnya sang
suami. Isinya selain segelas minuman kopi hitam dan air putih,
juga ada nasi dan sayuran, sesuai selera almarhum semasa
hidupnya.
Andal dibuat sejak hari pertama, ketiga, ketujuh,
keduapuluh lima, keempat puluh hingga keseratus, sesuai
kepercayaan bahwa roh orang yang meninggal masih berada
disekitar rumah. Mereka masih belum jauh meninggalkan rumah
keluarga yang ditinggalkan, sehingga selama itupula Andal akan
dibuat sebagai suguhan terhadap roh / arwah yang sedang
bertandang kerumah.
Saya menghormati leluhur yang telah meninggal dengan
memberikan andal pada malam jumat, biasanya saya
menyiapkan kopi, roti dan pisang atau makanan ringan
lainnya yang saya beli di warung. Roh leluhur akan datang
mulai pukul 5.30 sore hingga 07.30. setelah itu makanan
tersebut dimakan oleh anggota keluarga.

53

Gambar 2.8.
Andal, Sesajen untuk Leluhur yang Meninggal
Sumber: Dokumentasi Peneliti

2.

54

Mengaji untuk orang meninggal. Warga Belandean meyakini


bahwa ruh orang yang meninggal, banyak maka ia akan
mendapatkan siksaan dialam kubur bila banyak amal
keburukannya. Oleh sebab itu, untuk meringankan beban siksa si
mayit, keluarga yang masih hidup melakukan peringatan
kematian mulai hari ketiga, ketujuh, kedua puluh lima, keempat
puluh, keseratus hari, hingga Haul sebagai peringatan kemtian
setiap tahun.
Acara dimulai dengan pembacaan Surat Yasin bersama
sama dipimpin oleh seorang kyai atau tokoh ulama setempat.
Pembacaan surat yasin dengan cara menghafal atau membaca
buku surat yasin. Setelah selesai dilanjutkan dengan membaca
surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas, dilanjutkan dengan beberapa
ayat ayat Al-Quran, tasbih, tahmid dan tahlil, lalu diakhiri dengan
pembacaan doa yang dipimpin oleh kyai.
Acara diakhiri dengan makan bersama yang dihidangkan
oleh tuan rumh. Tiap orang mendapatkan bagian satu piring lauk
terdiri dari daging rendang dan sedikit sayur kedelai, sedangkan
nasi dihidangka dalam sebuah wadah plastik yang cukup untuk
tiga atau empat orang. Minuman dihidangkan berupa air mineral
dalam kemasan gelas plastik. Minuman ini dibagikan terlebih dulu

sebelum lauk dan nasi. Air kemasan, piring luk dan nasi
didistribusian secara berantai mulai dari ujung belakang dapur
hingga yang paling depan, sampai merata tiap orang
mendapatkan satu piring lauk dan nasi. Mereka menyediakan air
dalam mangkok plastik dan lap kain untuk mencuci dan
membersihkan tangan.
Para tamu berpamitan untuk pulang. Tuan rumah tidak
menyediakan berkat yaitu makanan dalam wadah untuk dibawa
pulang. Berbeda dengan di Jawa dengan tradisi memberi berkat
bagi yang hadir, dengan alasan karena mereka yang ikut adalah
semua anggota keluarga yaitu bapak, istri dan anak anaknya.
Kalaupun masih ada makanan yang tidak habis, maka akan
dibagikan ke tetangga sekitarnya.
Selain acara pembacaan tahlil yasin untuk peringatan
kematian hari ketujuh, disini juga ada tradisi mengaji Al-Quran
sejak hari pertama meninggal hingga hari ketujuh. Mengaji ini
sampai khatam beberapa kali. Jika yang meninggal orang kaya,
maka terkadang pengajiandilakukan di makam/ kuburan selama
tiga hari tiga malam. Makam ini letaknya dibelakang rumah
keluarga. Ada tiga orang yang akan membaca Al-Quran secara
bergiliran. Mereka tidak boleh batal dalam berwudlu selama
membaca Al-Quran. Imbalan jasa bagi ketiga orang yang mengaji
berupa uang sebesar Rp 300 ribu perorang.
Keluarga yang tidak mampu biasa melakukan tradisi
mengaji ini malam hari karena pada siang hari mereka harus pergi
ke sawah. Kegiatan saruwan ini diikuti sekitar 6-10 orang. Peserta
pada umumnya masih ada hubungan keluarga atau saudara
dengan si keluarga yang meninggal. Jadi praktis tidak ada orang
lain/ orang luar yang ikut acara tersebu. Hal ini karena di desa
Blanden Muara, hampir semua tetangga sekitar masih ada
hubungan kekeluargaan. Kegiatan mengaji di rumah keluarga
yang meninggal,tanpa menyediakan honor sebagaimana mengaji
di keluarga orang kaya yang meninggal. Mereka yang mengaji
55

hanya mendapatkan makanan. Kebiasaan ini seringkali disebut


dengan istilah sedekah ngaji. Disebut sedekah, karena mereka
megaji sebagai sedekah bagi si mati tanpa mengharapkan imbalan
(gratis).
3.

Maulid habsy, yaitu kegiatan tiap malam senin, sejenis arisan,


yang dilakukan dari rumah kerumah. Peserta antara 40-50 orang
dengan kegiatan berupa pembacaan rawi dan syair habsy.
Ceramah agama/ pengajian kadang dilakukan, tergantung nazar
dari si tuan rumah. Acara ceramah biasa diisi oleh ustadz Abdul
Basith. Selain itu terkadang juga diselingi pembacaan manaqib
syeikh seman (waliyullah). Syaikh Seman ini dpercaya sebagai
seorang Aulia atau Waliyullah (Kekasih Allah) dari Makkah.
4. Pengajian dan Tahlilan26. Acara ini dilakukan tiap jumat pagi di
masjid desa, sekitar jam 8.00. Kegiatan diawali dengan
pembacaan tahlil dan dilanjutkan dengan pengajian ceramah
sampai jam 10. Peserta adalah para orang tua laki dan perempuan
dewasa, sedangkan anak anak tidak dilibatkan. Pada malam
Jumat dilakukan pembacaan burdah yaitu ratibul hadad.
Pembacaan ratibul hadad dipimpin oleh seorang guru,
menggunakan alat musik tradisional dengan peserta laki
perempuan, baik dewasa maupun anak anak.
Masyarakat Belandean juga masih mempercayai adanya
kekuatan pada benda benda tertentu. Mereka punya keyakinan
bahwa sebuah benda dipercaya memiliki kekuatan untuk bisa
melawan kekuatan jahat yang datang dari luar. Beberapa rumah
warga di Belandean, pada bagian pintu depan, terdapat satu batang
Kayu Pelawan buat menangkal makhluk halus atau kekuatan jahat
semacam penyakit kiriman yang disebut palasit (penyakit karena
dibuat orang).
26

Istilah Tahlil berasal dari kalimat Laila Ha illa Allah, acara membaca tahlil disebut
Tahlilan. Acara tahlilan biasanya dilakukan untuk mendoakan orang yang baru
meninggal,

56

Gambar 2.9.
Kayu Pelawanuntuk
Menolak Gangguan
Makhluk Halus
Sumber: Dokumentasi
Peneliti

Selain Kayu pelawan, ada pula kertas shalawat yang ditempel


dibalik pintu. Kertas ini berisi tulisan shalawat, yang dibungkus plastik
(laminating) dan dipaku dibelakang pintu agar tidak mudah lepas.
Kertas bertuliskan shalawat tersebut dipercaya bisa penolak gangguan
jahat makhluk halus atau roh jahat yang mengganggu penghuni
rumah. Misalnya, seseorang sakit kepala terus menerus, dan ketika
diperiksaka ke orang pintar yang keluar binatang (pacat) atau biasa
disebut lintah. Orang tersebut akan dibawa ke rumah sakit dan tidak
ditemukan penyakitnya, maka dirujuk ke orang pintar.

Gambar 2.10.
Kertas Shalawat Dipasang di
Belakang PIntu Rumah
untuk Menolak Gangguan
Makhluk Halus
Sumber: Dokumentasi
Peneliti

57

2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan


2.4.1. Sistem Kekerabatan
Masyarakat Belandean sangat menekankan keakrabaan dan
kedekatan dalam hubungan antara keluarga. Keakraban dan
kedekatan tersebut tercermin dari letak rumah yang saling berdekatan
antara ayah dengan anak, kakek dengan cucu. Bagi mereka tidak perlu
mencari jodoh atau istri dari orang jauh, tapi cukup dari keluarga
dekat sendiri atau masih dalam satu desa. Mereka memiliki filosofi
meski sakit, yang penting kumpul. Artinya meskipun keluarga dalam
kondisi kekurangan dan keterbatasan, tidak menjadi masalah asalkan
saling tinggal berdekatan satu sama lain.
Situasi ini terjadi pada keluarga yang relatif tingkat pendidikan
rendah. Mereka tidak ada dorongan atau semangat untuk pergi
merantau keluar daerah. Menurut pendapat mereka, merantau harus
memiliki bekal kemampuan dan modal, bila tidak maka kondisi merek
ditanah rantau akan tetap susah. Kalaupun mereka harus pergi
bekerja keluar desa, maka tempatnya tidak terlalu jauh dari desa.
Mereka pergi bekerja sebagai kuli bangunan di kota Banjarmasin yang
hanya berjarak sekitar 20 km dari desa Belandean. Selain itu, belum
ada contoh model orang Belandean yang sukses di perantauan dan
kembali pulang kampung dengan membawa kesuksesannya. Seperti
dikisahkan oleh Bapak N, salah satu warga di Belandean Dalam :
Dulu ada warga disini yang pergi merantau hingga sampai
ke Batam. Selama 25 tahun merantau, toh pulangnya tidak
membawa apa apa. Bahkan dia pulang karena sakit sakitan
dan akhirnya meninggal di sini juga. Jadi buat apa merantau
jauh jauh keluar daerah.

Seperti yang terjadi pada keluarga Bapak Ardiansyah, yang


memiliki 4 orang putra. Semuanya menikah dengan orang yang masih
satu desa. Putra putranya hanya lulusan SD. Anak pertama tinggal
bersebelahan rumah, menikah dengan perempuan tetangga desa.
58

Anak kedua, tinggal di seberang jalan, dipinggir sungai berjarak sekitar


20 meter. Anak ketiga, menikahi bidan desa yang juga orang asli
Belandean dengan tinggal di rumah berjarak sekitar 500 meter dari
rumahnya. Anak keempat, (telah meninggal beberapa waktu sebelum
wawancara) tinggal dalam satu rumah yang sama dengan dirinya.
Pola hubungan keluarga yang sangat dekat ini, membuat
hampir seluruh warga dalam satu desa masih ada ikatan saudara atau
hubungan keluarga. Jadi praktis tidak warga dari luar desa atau etnik
lain yang tinggal di Belandean. Kalaupun ada orang luar yang tinggal di
Belandean, maka bisa dipastikan masih ada hubungan kekerabatan
berupa pernikahan dengan orang asli Belandean.
Mobilitas sosial dan perubahan pola fikir sangat dipengaruhi
oleh lingkungan pergaulan, termasuk juga latar belakang pendidikan.
Warga Belandean yang telah terpapar dengan lingkungan luar desa
telah memiliki pola pikir berbeda dengan warga setempat yang tidak
pernah ke luar esa. Sebagai contoh pemuda yang kuliah di
Banjarmasin maka pola pikirnya berbeda yang hanya lulusan SD
setempat dan tidak pernah meninggalkan desa. Seperti yang dilakukan
oleh Pak Jamaluddin Nor salah seorang warga Belandean, yang juga
mantan kepala desa di Belandean Muara. Pak Jamal- biasa dipanggilmemiliki lima anak, hanya satu anak yang tinggal di Belandean Muara
yang menjadi perangkat desa di Belandean Muara. Anak-anak yang
lain tinggal dan berkeluarga dengan orang luar Belandean. Seorang
anak perempuannya berkuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta
di Banjarmasin, tidak mau tinggal di Belandean Muara ataupun
mencari jodoh dari satu desa.
Fenomena seperti keluarga Pak Jamaluddin Nor adalah sebuah
perkecualian dan tidak menjadi hal yang umum terjadi. Hal yang
umum terjadi dicontohkan dari keluarga Pak Ardiansyah. Semua anakanaknya tinggal disekitar lingkungan rumah, menikah dengan warga
desa setempat. Mereka bekerja mencari nafkah didesa yang sama,
bahkan meninggalpun nantinya didesa yang sama.

59

Permasalahan jodoh dan pernikahan terdapat perubahan di


Blandean. Dahulu rata rata orang di Belandean dulu menikah minimal
umur 13 tahun, tapi sekarang rata rata usia menikah adalah 17-18
tahun. Orang tua tidak banyak turut campur tangan dalam
menentukan jodoh. Syarat utama dalam mencari jodoh adalah
seagama. Pertimbangan lain tidak terlalu penting seperti pekerjaan,
tingkat pendidikan, keturunan, seperti yang disampaikan oleh
informan bapak DM dibawah ini:
Kalau di Belandean nikah, usia tidak tetap. Kadang 17 sampai
18. Yang penting lakinya sudah bisa kerja di sawah, ya
dinikahkan. Yang memilih jodohnya anaknya sendiri. Klo orang
tuanya gak cocok, ya bisa ditolaknya. Syarat orang sini mencari
jodoh yang penting bisa begawai (bekerja). Yang jelas kalau
beda agama, orang tuanya pasti tidak mau. Misalnya disini laki
lakinya muslim, diluar sana perempuannya Non Muslim, pasti
ditolaknya. Pokoknya kalau beda agama, tidak akan bisa
dterima. Kalau dia kawin lari keluar daerah dengan yang beda
agama, akan dicari sampai ketemu dan dibawa pulang. Kalau
dia sama agama, dicari sampai ketemu dan dinikahkan
(informan Pak DM, lurah Belandean Muara).

Tidak ada mekanisme pembagian kerja yang kaku berdasarkan


perbedaan gender di Desa Belandean Muara. Laki laki perempuan
bersama sama pergi kesawah untuk bekerja mencari nafkah. Seorang
pria memang bertanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada
istrinya, tetapi seorang isteri juga diperbolehkan membantu suami
mencari nafkah.
2.5. Pengetahuan Kesehatan dan Pengobatan
Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dan
pemahaman konsep sehat sakit. Warga Desa Belandean meyakini
konsep sehat dan sakit melalui ukuran aktifitas. Artinya seseorang
dianggap sakit, jika orang tersebut tidak bisa bangun dari tempat
tidur, tidak bisa melakukan aktifitas apapun. Sebaliknya jika seseorang
itu masih bisa berjalan, melakukan kegiatan, maka dianggap sehat.
60

Oleh sebab itu seringkali untuk beberapa penyakit yang diderita,


selama itu tidak mengganggu aktifitas sehari-hari maka cenderung
diabaikan atau dibiarkan.
Warga baru berobat ke Poskesdes atau datang ke Puskesmas
jika sudah sangat parah keadaannya. Beberapa penyakit ringan
seperti batuk, pusing kepala, flu, demam, biasanya mereka
mengkonsumsi obat obat dari toko seperti bodrex, konidin, oskadon,
dan lainnya. Sedangkan warga yang dekat lokasi Pustu, biasanya
mereka datang berobat ke Pustu tiap Rabu dan Sabtu, karena pada
saat itulah ada jadwal Puskesmas Keliling dari Puskesmas Berangas.
Pada saat itu mereka biasanya juga melakukan pengecekan tensi
darah, menimbang berat badan.
Warga masyarakat memahami sebuah penyakit karena dua
faktor penyebab, yaitu medis dan non medis.Penyebab medis karena
faktor virus, bakteri, dan lainnya, mereka berobat ke layanan tenaga
kesehatan. Penyebab faktor non medis, diyakini karena gangguan
makhluk halus, roh jahat. Penyembuhan penyakit non medis, mereka
berobat ke dukun, guru, orang pintar atau habaib. Mereka percaya
bahwa para dukun, guru, orang, pintar dan habaib punya kemampuan
supranatural bisa menyembuhkan penyakit tersebut.
Masyarakat mengenal seorang pintar dan dua orang dukun di
Desa Blandean. Orang pintar ini bernama Pak Sabri (50 tahun), yang
dipercaya memiliki kemampuan untuk mengobati penyakit karena
gangguan makhluk halus. Kemampuan Pak Sabri ini dimiliki secara
turun temurun. Warga yang berobat, kebanyakan berasal dari luar
Desa Belandean, seperti dari Surabaya, Palangkaraya, Banjarmasin.
Dalam melakukan pengobatannya, Pak Sabri akan menanyakan
kepada si calon pasien, apakah sebelumnya sudah pernah berobat ke
medis (puskesmas, rumah sakit, dokter) atau belum? Kalau belum,
maka si pasien tadi diarahkan untuk berobat ke medis terlebih dulu.
Jika pengobatan medis tidak sanggup, maka pak Sabri baru akan mau
mengobatinya. Oleh sebab itu, seperti pengakuannya, Pak Sabri selalu
berdoa bahwa orang orang yang datang ke tempatnya, adalah mereka
61

yang benar benar datang atas petunjuk Allah untuk berobat. Mereka
punya keyakinan untuk bisa sembuh dan mereka yang datang tidak
dengan keraguan dan sekedar coba coba
Sebelum melakukan pengobatan, biasanya Pak Sabri akan
mendeteksi penyakit si pasien. Ia akan menanyakan gejala sakit apa
yang dirasakan,bagian tubuh yang sakit, sejak kapan merasa
sakit.Ditanyakan pula tindakan penyembuhan yang sudah dilakukan
selama ini untuk menghilangkan rasa sakitnya.
Anu pake biasanya kita tanya dulu apa penyakitnya? Kalau
karena gangguan iblis, kita minta pada Allah, kita baca doa
doa. Kita Ruqiyah27 dulu orang tersebut. Dari ruqiyah tadi, kita
minumakan airnya, lalu syetannya keluar dan Alhamdulillah
penyakitnya juga hilang. Pokoknya orang yang kesini sudah
dari rumah sakit. Sudah di USG oleh rumah sakit dan tidak tahu
apa penyakitnya? Kalau ada orang yang kesini, saya tanya dulu
ke dia kamu sudah berobat ke rumah sakit belum? Kalau
belum kamu berobat dulu ke rumah sakit. Jadi kalau pihak
rumah sakit sudah tidak bisa menemukan penyakitya, ya kita
minta pada Allah SWT. Tapi kalau dia belum berobat ke rumah
sakit, ya saya tidak berani mengobatinya. Takutnya itu
penyakitnya medis bukan gangguan makhluk halus jahat. (Pak
Sabri, 50 tahun, seorang tabib yang bisa mengobati penyakit
penyakit non medis)

Cara pengobatan Pak Sabri dilakukan menggunakan air putih


tawar atau air mineral dengan mempertimbangkan aspek higiene. Pak
Sabri membacakan doa pada air putih tersebut dengan doa yang
bersumber dari ajaran Islam (Al-Quran), selanjutnya diberikn untuk
diminum oleh pasien.

27

Ruqiyah adalah sejenis ritual pembersihan badan anggota tubuh yang bertujuan
untuk menghilangkan gangguan makhluk halus yang ada di tubuh pasien, diantara
caranya melalui pembacaan doa doa dan ayat ayat al-Quran. Ruqiyah dilakukan oleh
ustadz, kyai atau tabib. Seseorang yang dianggap memiliki kekuatan supranatural
dalam menghadapi gangguan makhluk halus

62

Menurut pak Sabri, dalam mengobati pasien dia tidak pernah


menentukan besaran atau menentukan tarif biaya pengobatan.
Semua pasien dipersilahkan memberikan seikhlasnya. Tidak ada
keharusan atau kewajiban pasien memberikan uang dalam jumlah
tertentu. Beberapa pasien datang beberapa kali dan ternyata belum
sembuh, maka pak Sabri akan menasehati dan menyarankan kepada si
pasien tersebut untuk berobat ke tempat lain karena mungkin bukan
jodohnya bagi pasien untuk sembuh melalui tagannya. Pak Sabri
mengaku dirinya tidak mau untuk menipu atau sengaja membuatnya
berlama lama berobat kepada dirinya, tidak cocok dan dipersilahkan
berobat ke tempat lain.

Gambar 2.11.
Pak Sabri (50 tahun), Seorang Tabib di Belandean Muara yang
Dipercaya Bisa Mengobati Gangguan Makhluk Halus
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Pak Sabri memiliki ilmu dan kemampuan pengobatan secara


supranatural yang diperoleh sejak turun temurun, tapi sampai
sekarang belum ada anaknya yang mau mewarisi ilmunya. Pak Sabri
mewarisi ilmu pengobatan dari ayahnya karena kakaknya tidak mau
mewarisinya. Pak Sabri selama ini terlalu sibuk melayani orang lain
sehingga kurang waktu untuk keluarga. Hal ini yang mendorong anakanaknya tidak mau mewarisi ilmu yang dimilikinya. Pak Sabri selalu
63

meluangkan waktu untuk kegiatan rekreasi seperti memancing di


sungai,dengan tidak menerima pasien pada Hari Selasa.
Kehidupan keluarga pak Sabri secara sosial ekonomi, relatif
stabil dan mapan dibandingkan warga desa lainnya. Istrinya bekerja
berjualan kebutuhan sembilan bahan pokok(sembako) dan barang
kelontong lainnyadirumah. Rumah dengan ukuran 80 m dengan luas
tanah kurang lebih 200 m, memiliki interior dan isi ruangan yang
sederhana. Tidak tampak barang mewah yang menggambarkan
dirinya sebagai seorang tabib pengobatan supranatural terkenal. Tidak
ada ruang khusus untuk pengobatan pasien. Tamu dan pasien
diterima diruang tamu dengan duduk di lantai beralaskan karpet dan
tikar. Pengobatan dilakukan secara terbuka di ruang tamu, sehingga
pengantar pasien juga bisa melihat ritual proses penyembuhannya.
Pak Sabri sudah sangat dikenal warga luar Desa Belandean,
akan tetapi justru sangat jarang warga Belandean yang berobat
kepada pak Sabri. Beberapa warga menganggap Pak Sabri sebagai
orang yang hanya jualan omongan saja. Sangat jarang warga sekitar
Belandean baik Belandean Dalam maupun Belandean Muara yang
berobat ke tempat Pak Sabri, termasuk salah satunya adalah X anak
Pak Sapriansyah28, salah seorang warga di Belandean Dalam yang
meninggal sebulan sebelumnya. X justru dibawa berobat ke Habaib
di Banjar, ketimbang ke Pak Sabri. X diyakini meninggal bukan
karena penyakit medis tapi karena gangguan penyakit yang dikirim
orang lain melalui kekuatan magis.
Pengobat lain yang ada di Blandean adalah Pak Ghazali usia 70
tahun, salah seorang sesepuh di Desa Belandean Dalam yang
mempunya kemampuan melakukan pengobatan secara non medis.
Pak Ghazali memiliki kemampuan pengobatan menggunkan Daun
Jerangu, yaitu sejenis tanaman yang seperti daun pandan. Daun
Jerangu ini dipercaya bisa menyembuhkan penyakit karungkup yaitu
28

Pak Sapriansyah adalah salah satu tokoh yang rumahnya ditempati tim peneliti REK
selama penelitian. Beliau adalah bapak mertua dari Bidan Sri, salah satu tenaga
kesehatan yang bertugas di Belandean Dalam

64

sebuah penyakit berupa kejang kejang yang diderita baik anak


maupun dewasa. Cara pengobatannya Duan Jerangu dibakar terlebih
dulu diatas tungku bara api. Setelah dibakar, akan keluar asap dengan
bau wangi kemudian dihirupkan ke anak yang terkena kejang kejang.
Penyakit kejang kejang atau yang sering dikenal dengan
penyakit epilepsi, tidak hanya mdiderita anak anak tapi juga orang
dewasa, diyakini bukan karena faktor medis tapi lebih karena
gangguan roh jahat dan makhluk halus. Jadi cara pengobatannya pun
dilakukan dengan cara non medis yaitu melalui ritual bacaan doadan
pembakaran asap daun jerangu. Tujuannya agar kekuatan makhluk
halus atau roh jahat yang mengganggu anak tersebut keluar dari
tubuh anak.

Gambar 2.12.
Daun Jerangu untuk Mengobati Penyakit Kejang Kejang
Sumber: Dokumentasi Peneliti

KhasiatDaun Jerangu selain bisa dibuat untuk mengobati


dengan cara dibakar, akar batangnya juga bisa dipakai untuk gelang
ditangan. Tujuannya juga sama untuk penangkal bala musiban dan
gangguan kekuatan makhluk halus. Daun Jerangu yang dipakai untuk
pengobatan penyakit kejang kejang, banyak ditanam di halaman
belakang rumah.
Cucu pak Ghazali termasuk salah seorang balita di Desa
Blandean yang meninggal karena Gizi Buruk. Pak Ghazali sehari-hari
bekerja sebagai seorang petani. Sama dengan pak Sabri, kemampuan
65

yang dimiliki Pak Ghazali juga diperoleh secara turun temurun, dari
orangtua dan kakeknya.
Tokoh pengobat tradisional lain yang dikenal di Belandean
Muara adalah ibu Hajah (Hj) Biyah, yang berprofesi sebagai bidang
kampung atau dukun bayi. Bu Hj Biyah mengaku berusia 105 tahun.
Bu Hj Biyah masih cukup tangkas dan kuat diusianya yang sudah senja.
Beliau dikenal sebagai dukun bayi di Belandean Muara yang sudah
puluhan tahun berpraktik melayani pemeriksaan kesehatan dan
pemijatan ibu hamil serta membantu proses persalinan. Ibu Hj Biyah
ini dipilih sebagai salah satu tempat meminta pertolongan karena
tempatnya dekat dan mudah diakses warga serta cekatan dalam
bekerja.

Gambar 2.13.
Pak Ghazali dan Pengobatan Daun Jerangau
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Bidan membantu proses persalinan biasanya hanya sampai


beberapa saat setelah si bayi lahir dari perut ibunya. Kebutuhan ibu
bersalin dan bayi paska persalinan seperti membersihkan berkas
darahpada kain sarung atau seprei, biasanya dilakukan oleh anggota
66

keluarga ibu yang melahirkan. Berbeda halnya dengan dukun bayi


yang selain membantu persalinan, juga membersihkan dan mencuci
kain yang terkena darah setelah persalinan.
Rumah Ibu Hj Biyah terletak di tepian sungai, berdekatan
dengan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Belandean Muara. Kedekatan
jarak ini membuat komunikasi Ibu Hj Biyah dengan para tenaga
kesehatan di Pustu sangat dekat dan akrab. Dia sering ke Pustu untuk
sekedar berobat atau minta obat untuk sakit ringan yang dideritanya
seperti panas, demam dan batuk. Kedekatan ini membuat relasi dan
komunikasi Ibu Hj Biyah dengan kader posyandu dan tenaga
kesehatan yang ada di Pustu sangat dekat. Terjalin kerjasama antara
tenaga kesehatan dengan ibu Hj Biyah dalam membantu proses
persalinan warga di Belandean Muara. Ibu hamil pada saat melahirkan
didampingi oleh dua orang yaitu bidan kampung (dukun bayi) dan
bidan kesehatan Ibu Sri dari Belandean Dalam. Selain memiliki
kemampuan sebagai dukun bayi, ibu Hj Biyah juga dapat mengobati
penyakit wasir atau ambien, pijat patah tulang. Pengobatan yang
dilakukan ibu Hj Biyah menggunakan media berupa kapur dan daun
sirih.

Gambar 2.14.
Ibu Hj Biyah (kanan) Dukun Bayidi Desa Belandean Muara
Sumber: Dokumentasi Peneliti

67

Berbeda dengan Pak Sabri yang tidak menetapkan tarif


pelayanan pengobatan, Ibu Hj Biyah menetapkan biaya untuk pasien
yang diobatinya (diluar urusan perawatan ibu hamil dan persalinan
bayi) yaitu sebesar emas 1 gram atau uang seharga emas 1 gram
dengan syarat pasien sembuh. Jika pasien yang diobati tidak sembuh,
maka pasien tidak harus membayar. Oleh sebab itulah, tidak
mengherankan dalam usia yang sudah tua, ibu Hj Biyah pada tahun
2012 masih mampu membiayai dirinya melaksanakan ibadah umrah.
Pndapatan yang diperoleh Hj. Biyah cukup besar dengan
menetapkan tarif senilai 1 gram emas untuk setiap pasien yang
diobatiya dan beliau termasuk dukun bayi senior, akan tetap
kehidupan ekonomi keluarga tetap sederhana seperti halnya warga
kampung lainn. Tidak ada barang berharga dan mewah dirumah Ibu Hj
Biyah yang ditinggali sendiri dan sesekali ditemani oleh cucunya pada
malam hari.
2.6. Mata Pencaharian
Mata pencaharian warga Desa Belandean Dalam dan
Belandean Muara sebagian besar adalah Petani, Nelayan, dan Pekerja
Kasar. Mata pencaharian sebagai petani sebenarnya secara umum
tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,
namun tetap menjadi pilihan utama sebagian besar warga. Hasil
pertanian menghasilkan padi yang dapat disimpan sebagai bahan
makanan pokok keluarga dalam setahun.Warga Blandean hanya bisa
menanam padi satu kali dalam setahun tidak bisa 2 smpai tiga kali
panen seperti umumnya petani di pulau Jawa. Musim tanam di
Belandean hanya sekali dalam setahun yaitu mulai sekitar bulan Maret
Mei, dengan waktu panen selam 6 bulan. Musim panen biasanya
berkisar bulan Agustus sampai Oktober. Besar biaya untuk tenaga
kerja, membeli bibit dan pupuk tergolong tinggi dan terkadang
nilainya impas dengan hasil panen. Terkadang mereka mengalami
gagal panen karena gangguan hama padi.

68

Ada 4 proses tahapan bertani di Desa Belandean Muara yaitu;


disemai, dilambak, dilacak baru ditanam. Disemai, artinya benih
disebar di lahan tanah sawah yang sebelum dibuat berlumpur dengan
mengairinya. Penyemaian membutuhkan waktu 12 hari. Selanjutnya
padi dilambak selama satu bulan setengah. Kegiatan yang dilakukan
adalah menyebar benih padi ke area yang lebih luas. Selanjutnya
dibiarkan tumbuh meninggi dalam waktu antara 1,5 bulan sampai 2
bulan. Kecepatan tumbuh tergantung tingkat kesuburan tanah. Tahap
berikutnya adalah dilacak, tanaman padi yang sudah tinggi dicabut
lalu ditanam lagi menyebar memenuhi area sawah. Prosesantara
dilacak sampai masa tanam, membutuhkan waktu sekitar 4 -5 bulan
dan dipengaruhi oleh pengairan sawah.
Biaya dan tenaga tanam padi untuk sawah seluas dua hektar
sangat besar. Tenaga yang dibutuhkan tergantung cara mengelola
tanah, tetapi rata rata butuh tenaga sekitar 6-8 orang meskipun
sebenarnya bisa dilakukan oleh dua orang saja secara bertahap. Biaya
sawah 2 hektar sekali musim tanam cukup tinggi dengan rincian
berikut ini: Biaya pertama adalah untuk menatak sebesar Rp 40.000 x
70 borongan sma dengan Rp 2.800.000,-; biaya angkut rumput yang
telah ditatak dan dibersihkan sebesar, Rp. 2.450.000,- dengan rincian
Rp 35.000 x 70 borong; biaya tanam Rp 45.000 x 70 borong atau
sebesar Rp 3.150.000;. biaya pupuknya 2 ton dengan biaya sebesar Rp
2 juta untuk satu kali musim tanam. Hasil panen sebanyak 40 bleg (1
bleg= 20 liter) berarti 800 liter. Upah panen pertama 8 ribu perbleg
adalah sebesar 8.000 x 400 bleg = Rp.3.200.000,-. Hasil penjualan padi
tergantung musim. Penjualan padi pada musim panen bernilai rendah
yaitu maksimal dihargai Rp.45.000,- per bleg. Penjualan di luar musim
panen dapat diperoleh harga lebih tinggi yaitu Rp. 80 ribu per bleg.
Jadi kalau musim panen, uang yang diperoleh dari harga jualnya 45
ribu kali 400 bleg atau 18 juta rupiah.
Jadi hasil panen yang dijual dengan harga murah akan
memperoleh total 18 juta rupiah, sedangkan bila dijual saat harga
mahal dapat diperoleh 32 juta rupiah. Bila pengerjaan diupahkan
69

kepada orang lain, maka petani tidak akan mendapatkan hasil dari
bertani. Berarti total pendapatan satu kali musim panen sawah dua
hektar adalah Rp 18.000.000,- dikurangi biaya Rp 13.600.000,- atau
sama dengan Rp 4.400.000,- selama kurun waktu 6 bulan, dengan
asumsi hasil panen baik dan nilai jual padi juga baik. Oleh karena itu
sawah harus dikerjakan sendiri agar diperoleh selisih hasil panen
dengan biaya yang dikeluarkan.
Beberapa petani pemilik sawah menyewakan sawah miliknya.
Sawah 2 hektar yang disewakan akan memberikan hasil bagi pemilik
sebesar 60 bleg padi. Wawancara dengan Pak Nurmansyah, Petani di
Belandean Dalam menyatakan bahwa nilai 60 bleg padi dengan harga
40 ribu rupiah per blegadalah sebesar 2,4 juta rupiah.
Selama 3 tahun terakhir, petani di Belandean mengalami gagal
panen karena faktor hama padi. Menurut Pak Normansyah seorang
penduduk setempat menyatakan bahwa secara sosial ekonomi, hasil
pertanian tidak bisa diharapkan untuk meningkatkan perekonomian
warga. Warga tetap menekuni pekerjaan ini karena tidak ada pilihan
lain. Mereka menyadari bahwa pertanian hanya mencukupi
kebutuhan bahan makanan pokok saja. Mereka tidak mungkin
meninggalkan pekerjaan pertanian dan beralih ke pekerjaan lain
seperti menjadi tukang bangunan, atau kuli di kota, karena jika suatu
saat sedang tidak ada pekerjaan bangunan, mereka akan menganggur
tidak bekerja. Hasil panen telah memberikan persedian beras keluarga
selama setahun telah memberikan ketenangan batin karena meskipun
tidak punya uang, akan tetapi masih ada simpanan beras untuk
persediaan selama setahun. Pemenuhan kebutuhan lauk pauk bisa
mereka dapatkan dengan mencari ikan di sungai dan sayuran yang ada
di sekitar ladang kebun atau pekarangan rumahnya meski dengan
jenis yang terbatas seperti sayuran kacang panjang, kangkung, kelakai.
Di Desa Belandean seringkali ditemukan pekerjaan
pembangunan rumah yang terbengkelai belum selesai karena
ditinggal para tukang dan kuli beralih mengerjakan sawah karena
musim tanam tiba. Mereka beralasan bahwa masa musim tanam
70

sangat terbatas watunya sekitar tiga bulan yaitu antara Maret sampai
Mei.
Setelah selesai musim tanam dan menunggu saat panen,
mereka kembali ke pekerjaan sebagai tukang atau kuli bangunan.
Bangunan rumah Kepala Desa Belandean Muara Pak Darmo Basri
terlihat terbengkelai akibat ditinggal pekerjanya yang pergi untuk
bercocok tanam. Mereka biasanya mencari pekerjaan di Kota
Banjarmasin yang berjarak lebih dekat dengan Belandean. Mereka
bekerja menjadi tukang bangunan untuk mengerjakan pembangunan
rumah toko, rumah di perumahan, pekerja pabrik, atau sebagai kuli
dan pekerjaan lain yang bersifat insidental dan musiman saja.
Teknologi dan peralatan pertanian yang digunakan warga
Belandean masih sederhana dan lebih mengandalkan tenaga manusi.
Mulai dari membajak sawah sebelum ditanam, pengairan, pemupukan
semuanya menggunakan peralatan sederhana dilakukan oleh tenaga
manusia dan tidak menggunakan teknologi mesin. Mereka tetap bisa
menikmati kehidupan sebagai petani dengan kemampuan seadanya
yang dimiliki. Lahan sawah tetap menjadi tumpuan akhir mereka
menggantungkan kebutuhan hidupnya.

71

BAB 3
KONDISI KESEHATAN MASYARAKAT BELANDEAN
Bab 3 ini akan menjelaskan kondisi kesehatan masyarakat dari
segi fasilitas layanan kesehatan dan program kesehatan, tenaga
kesehatan, serta kondisi 4 aspek kesehatan yang ada yaitu Perilaku
Hidup Bersih Sehat, Kesehatan Ibu dan Anak, Penyakit Menular dan
Tidak Menular yang dominan diderita warga. Kondisi kesehatan tidak
hanya dilihat dari faktor medis, tapi juga dilihat dari sisi budaya. Oleh
sebab itu, dalam bab 3 ini juga akan dijelaskan beberapa ritual, tradisi
budaya masyarakat lokal yang masih ada dan berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan masyarakat.
Data program dan layanan kesehatan diambil berdasarkan
laporan dan profil kesehatan Puskesmas Berangas, sebagai puskesmas
yang memiliki wilayah kerja termasuk Desa Belandean. Data kondisi
kesehatan Desa Belandean diperoleh dari hasil wawancara dan
observasi lapangan.
Status Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Berangas
Sumber daya kesehatan merupakan aspek pendukung dalam
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Upaya pembangunan
kesehatan dapat tercapai apabila kebutuhan sumber daya kesehatan
tercukupi. Status sumber daya kesehatan di Puskesmas Berangas
Alalak terdiri dari satu Puskesmas induk yang terletak di Desa
Berangas Barat dan Puskesmas pembantu (3 buah). Jumlah tenaga
kesehatan di Puskesmas Berangas keseluruhan berjumlah 35 PNS
terdiri dari 3 dokter umum, 15 bidan, 3 tenaga administrasi, 4
perawat, 2 perawat gigi, 2 tenaga ahli gizi, 1 farmasi, 2 sanitarian, 1
analis kesehatan, 2 PTT yaitu 1 dokter gigi, 1 bidan dan 2 tenaga honor
daerah.
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM)
dilaksanakan di Poskesdes dan Polindes (8 buah) dan 35 posyandu
yang terdiri dari Posyandu Pratama (11 buah) dan Posyandu Madya
3.1

72

(24 buah). Jumlah desa siaga dari 12 desa yang masuk kategori desa
pratama 9 desa (75%)
Cakupan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di wilayah
kerja Puskesmas Berangas tahun 2014 dipantau dari sejumlah total
rumah tangga (RT) sebanyak 10.979 RT. Berdasarkan pemantauan
PHBS terhadap 300 RT (2,73%). Dilakukan pendataan rumah sehat
menurut Kecamatan dan Puskesmas Berangas Alalak pada tahun
2014.Terdapat 4.037 RT (46,17%) rumah yang memenuhi syarat
rumah sehat dari keseluruhan rumah tangga 8.632. Penduduk yang
mempunyai jamban sehat dan layak dari jumlah penduduk 34.325
orang adalah 16.210 orang (47,2%). Adapun jenis jamban yang
digunakan penduduk di Puskesmas Berangas Alalak antara lain jamban
komunal (2%), leher angsa (34,7%), plengsengan (10%) dan cemplung
(0,3%).
Tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan di Puskesmas
Berangas tahun 2014 terdiri dari sarana pendidikan yaitu 21 SD
(95,5%) dan 2 SLTP (100%), dan tempat-tempat umum lainnya 34
tempat (91,89%). Terdapat 47 Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
dan yang diketahui memenuhisyarat status higiene sanitasi berjumlah
28 TPM (60%) terdiri dari 1 Depot Air Minum (DAM) dan 27 makanan
jajanan.
Persentase keluarga yang menggunakan air minum berkualitas
di Puskesmas Berangas Alalak tahun 2014, dari jumlah penduduk
34.325 keluarga yang ada di Puskesmas Berangas, diketahui 4.485
keluarga (13,07%) telah mendapatkan akses air minum berkualitas.
Sumber air minum yang digunakan meliputi: PDAM dan
BPSPAMdengan jumlah sarana 427 pipa dan jumlah penduduk yang
menggunakan sumber air tersebut 4.485 penduduk (13,07%).
Program pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD
berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Berangas pada tahun 2014
telah dilakukan. Jumlah murid SD/MI adalah 1.897 siswa laki-laki dan
1.497 siswa perempuan, dan dari jumlah tersebut murid yang
diperiksa kesehatan gigi dan mulut sebanyak 2.804 siswa (79,82%),
73

sedangkan murid yang mendapatkan perawatan gigi dan mulut lebih


lanjut 752 siswa (50,5%).
3.2. Kebijakan Pelayanan Kesehatan
Puskesmas Berangas merupakan unit pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten Barito Kuala yang bertanggung jawab
melaksanakan pembangunan kesehatan di wilayah Kecamatan Alalak.
Derajat kesehatan di Puskesmas Berangas meliputi angka mortalitas
(kematian), angka morbiditas (kesakitan) dan perbaikan gizi
masyarakat. Indikator program yang telah dilaksanakan bertujuan
untuk memantau pelaksanaan program, antara lain bertujuan
menekan angka mortalitas dan morbiditas, serta dapat memperbaiki
gizi di masyarakat. Angka mortalitas balita pada tahun 2014,
menunjukkan bahwa tidak ditemukan kasus kematian Balita (usia 1
tahun sampai kurang 5 tahun). Kegiatan pelayanan yang diberikan
seperti imunisasi, pemberian makanan tambahan (PMT), serta
pemantauan berat badan dan tinggi badan melalui kegiatan posyandu
terbukti mampu menjaga kesehatan balita dan mencegah penyebaran
penyakit yang berakibat kematian Balita.
Puskesmas Berangas Alalak berlokasi di Kecamatan Alalak
Kabupaten Barito Kuala yang mempunyai luas wilayah 106,85 Km2
.
Wilayah pemerintahan kecamatan Alalak dibagi menjadi 15 desa dan
3 kelurahan. Khusus wilayah kerja Puskesmas Berangas Alalak terdiri
dari 10 desa dan 2 kelurahan, dengan batas wilayah kerja: Timur
berbatasan dengan Kecamatan Mandastana, Barat berbatasan dengan
Kecamatan Tamban dan Anjir Muara, Utara berbatasan dengan
Kecamatan Mandastana dan Selatan berbatasan dengan Kota
Banjarmasin.
Kepala Puskesmas Berangas Alalak, Ibu dr. Mimbarwati Kabir
mengatakan bahwa kelancaran pelayanan kesehatan ditentukan oleh
komitmen petugas serta dukungan pihak lain seperti lintas sektor,
tokoh agama. Berikut pernyataannya:
Memberikan pelayanan kesehatan tentu terdapat beberapa
hambatan sehingga diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh

74

tenaga kesehatan Puskesmas Berangas Alalak, serta dukungan antar


lintas sektor dan sumber dana, tokoh masyarakat dan yang
terpenting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri akan pentingnya
kesehatan.

Upaya kesehatan yang telah dilaksanakan selama tahun 2014


menggambarkan tingkat pencapaian berbagai program kesehatan.
Gambaran umum tentang upaya kesehatan meliputi cakupan
pelayanan kesehatan dasar berupa pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan
penyakit menular, sanitasi dasar dan perbaikan gizi masyarakat.
Menurut kepala Puskesmas Berangas, Ibu dr. Mimbarwati Kabir,
mengungkapkan bahwa:
Pelaksanaan

program kesehatan yang turut mendukung


pencapaian tujuan visi dan misi yakni melayani jaminan kesehatan
bagi masyarakat yang ekonominya rendah, penempatan petugas
kesehatan dalam hal ini adalah bidan desa yang tinggal di desa untuk
menjangkau kesehatan ibu dan anak, serta upaya promkes dan
kesehatan lingkungan.

Beberapa kegiatan yang termasuk upaya peningkatan kesehatan


antara lain adalah:
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yaitu berupa
pemeriksaan rutin kehamilan, imunisasi pada bayi hingga balita
(BCG, hepatitis, DPTHB 1 dan 2, Polio dan campak). Puskesmas
Berangas juga melakukan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan balita melalui pemberian Vitamin A, penimbangan
berat badan dan tinggi badan, serta pelayanan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Pencegahan penyakit Demam
Berdarah Dengue(DBD) pada anak, dilakukan dengan
memperbanyak penyuluhan terkait perilaku hidup bersih dan
sehat, abatisasi serta penyemprotan (fogging)
2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit. Kegiatan yang
dilakukan
berupa
penyuluhan
kesehatan
lingkungan,
75

pengumpulan data di wilayah kerja Puskesmas Berangas Alalak


dan menganalisa data tentang penyakit menular seperti diare,
malaria, demam berdarah, TB paru dan penyakit lainnya, petugas
kesehatan yang tanggap dan pengobatan yang tepat terhadap
penderita penyakit, serta pemantauan penyakit menular
dilapangan oleh petugas kesehatan yang dibantu kader-kader
Posyandu
3. Upaya perbaikan gizi masyarakat, diantaranya melalui Pemberian
tablet tambah darah (Fe) 1 sebagai upaya penanggulangan kurang
gizi pada ibu hamil yang anemia. Tabel (Fe)1 diberikan dua kali
sejak awal usia kehamilan dan Fe 3 diberikan tablet tambah darah
pada usia kehamilan 3 bulan atau 90 hari.
Pemenuhan kebutuhan gizi telah dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Berangas Alalak guna menekan angka kematian. Bayi baru
lahir diberikan ASI Eksklusif yakni pemberian air susu ibu selama usia
6 bulan tanpa memberikan makanan yang lain selama kurung waktu
tersebut. Menurut Ahli Gizi di Puskesmas Berangas Alalak, Ibu Yuliani
mengatakan bahwa peran keluarga penting dalam mendukung
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. Berikut pernyataan beliau:
Penyuluhan akan pentingnya ASI Eksklusif dan peran kerabat dalam
memberikan dukungan terhadap ibu bayi akan mempengaruhi
keinginan ibu untuk menyusui bayi dari pada memberikan susu
formula, yang nantinya akan berpengaruh baik pada pertumbuhan
dan perkembangan bayi, serta dapat menurunkan angka morbiditas
atau kesakitan terhadap penyakit tertentu.

Status gizi balita dipantau dengan persentase timbangan berat


badan dan tinggi badan (N/D). Pemantauan status gizi ini dilaksanakan
setiap bulan melalui kegiatan Posyandu yang tersebar di wilayah kerja
Puskesmas Berangas. Kegiatan penyuluhan kepada ibu balita tentang
makanan bergizi bagi balita serta pemberian makanan tambahan
setiap bulan di Posyandu.

76

3.3
Kondisi Kesehatan Masyarakat
3.3.1 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Terdapat 6 variabelpada program Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) yang dibahas dalam menjelaskan kondisi kesehatan masyarakat
di Belandean yaitu; (i) Reproduksi Remaja, (ii kondisi Ibu Hamil, (iii)
kondisi Ibu saat Melahirkan, (iv) kondisi Ibu pasca melahirkan (Nifas),
(v) Pola Perawatan bayi dan (vi) pola asuh anak. Berikut ini deskripsi
situasi dan kondisi kesehatan maysarakat terkait Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) yang ada di Belandean.
1. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
Remaja atau adolescence berarti tumbuh kearah
kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya
kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologis.
Masa remaja yaitu masa transisi oleh adanya perubahan fisik, emosi
dan psikis, yakni antara usia 10-19 tahun diiringi masa pematangan
organ reproduksi manusia29.
Dikenal tradisi sunat perempuandi Belandean yang diterapkan
pada bayi di awal kehidupannya. Tradisi sunat pada perempuan
dilarang oleh WHO seperti yang dipraktekkan di negara negara Afrika,
karena memotong klitoris perempuan, yang akan mengurangi
kenikmatan perempuan dalam hubungan seksual. Tradisi sunat
perempuan di Belandean hanya sebatas di jentikkan dengan pisau
pada bagian tepialat kelamin perempuan, sehingga tidak merusak
klitorisnya. Sedikit tetesan darah dari ritual ini sudah cukup untuk
menyatakan bahwa seorang bayi perempuan telah disunat atau
dikhitan. Tradisi sunat perempuan ini disebut dengan istilah Pucuk
Kembang. Istilah Pucuk Kembang menggambarkan tindakan yang
dilakukan saat sunat perempuan hanya bagian pucuk atau ujung saja
dari kelamin bagian dalam perempuan.
Pendidikan seks sejatinya bukan hanya mengantisipasi anak
agar tidak menjadi korban kejahatan seksual tetapi juga mencegah
29

Widyastuti, Yani, dkk. (2009). Kesehatan reproduksi. Yogyakarta: Fitra Maya

77

anak menjadi pelaku dari kejahatan tersebut30. Hasil penelitian oleh


Prastawa dan Lailatushifah (2009) mengungkapkan bahwa pentingnya
memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi sejak dini pada
remaja dan perilaku seksual remaja putri.
Peneliti tinggal di rumah penduduk yang tidak jauh dari gedung
sekolah di Desa Blandean. Peneliti cukup mudah menemukan remaja
usia 10-19 tahun di Desa Belandean. Remaja terlihat berjalan lewat
jalan depan rumah saat berangkat ke sekolah dan masjid. Berdasarkan
hasil wawancara dengan beberapa informan, dapat diketahui remaja
Desa Belandean sudah berpengetahuan tentang kesehatan
reproduksi. Beberapa remaja putri dibekali pengetahuan oleh orang
tuanya tentang kesehatan reproduksi, khususnya masalah menstruasi.
Remaja putri mengartikan menstruasi sebagai mulainya masa
remaja dan jika belum menstruasi maka masih dianggap anak kecil.
Menstruasi menurut mereka ditandai dengan keluarnya darah dari
alat kelamin wanita dan akan terjadi setiap bulan sekali dengan kurun
waktu sekitar 7 hari. Lutfiah, usia 13 tahun, adalah salah satu remaja
putri Desa Blandean. Dia mengaku pertama mendapat menstruasi
ketika SD kelas 6 pada usia 11 tahun. Peristiwa tersebut selalu
diingatnya karena sangat berkesan. Suatu ketika saat sedang bermain
dengan teman-temannya di sekolah, Lutfiah atau bisa dipanggil Fia,
kaget mengetahui celana dalam ada bercak darah yang keluar dari alat
kelaminnya. Fia teringat perkataan ibu yang pernah menasehatinya
beberapa bulan yang lalu.
Wanita akan mengalami menstruasi atau haid yaitu keluarnya
darah dari alat kelamin, maka tidak boleh sembahyang di masjid.
Wanita yang sudah haid tidak boleh berdua-duaan dengan lawan
jenis dan tidak boleh keluar rumah lebih dari jam 9 malam

Pada saat remaja putri mengalami menstruasi pertama,


mereka memberitahukan hal tersebut kepada ibunya. Ada
30

Asmoro, Guno. (2006). Sex Education For Kids. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

78

pulabeberapa remaja memilih menceritakan hal tersebut kepada


teman-temannya karena malu untuk bercerita kepada ibunya.
Mereka mengaku berbagi pengalaman kepada teman dalam
penggunaan pembalut saat menstruasi. Pembalut berfungsi untuk
menyerap darah haid yang keluar dari alat kelamin wanita. Mereka
biasamemperoleh pembalut dengan membeli di warung-warung dekat
rumah. Saat menstruasi, mereka mengganti pembalut 2-3 kali sehari
supaya tidak lembab. Pembalut yang sudah dipakai akan dicuci
dengan air dan dibungkus dengan plastik kemudian dibuang.
Beberapa remaja mengaku merasa nyeri dibagian perut hingga
pinggul, rasa mual dan emosi yang berlebih saat mendapat haid.
Setiap masa menstruasi mereka mengaku merasakan sakit di hari
pertama hingga ketiga, hal ini biasa disebut dismenore.Rasa nyeri
pada umumnya berlangsung selama satu hingga dua hari pertama.
Beberapa remaja putri mengakui adanya perubahan organ
reproduksi saat sebelum dan sesudah menstruasi. Dewi merupakan
salah satu remaja putri berusia 15 tahun yang tidak lain adalah
informan, mengaku ada perubahan alat reproduksi dan secara
emosional merasa harus lebih dewasa dalam bersikap dan tidak lagi
seperti anak kecil. Di sekolah, Dewi mengaku sudah mendapatkan
pendidikan kesehatan reproduksi dalam pelajaran biologi dan
penyuluhan kesehatan yang di berikan oleh Puskesmas setempat.
Selain itu, pendidikan agama juga diberikan oleh guru agama
berkaitan dengan fiqih dan akhlaq. Pendidikan agama yang
disampaikan seperti cara mandi besar setelah haid selesai, tata cara
bergaul dengan lawan jenis yang sudah baligh dan kewajiban wanita
menjaga kehormatan dan lain sebagainya. Dewi mengaku pernah
mendapat tugas dari guru untuk mencari buku atau artikel yang
berkaitan dengan bahaya HIV/AIDS dan berpacaran yang baik.
Menurut Dewi, pacaran yang baik adalah:
Berpacaran yang baik tidak boleh keluar malam lebih dari jam
9 dan tidak boleh berduaan dengan lawan jenis ditempat gelap,

79

tangan laki-laki tidak boleh diletakkan di pundak perempuan tapi


pegangan tangan masih boleh

Gambar 3.1. Remaja Nongkrong dan Merokok


di Desa Bleandean
Sumber: Dokumen Peneliti

Pernikahan usia dini di kalangan remaja Desa Belandean


terkadang didukung oleh orang tuanya. Beberapa informan mengakui
bahwa pernikahan dini didukung dan disetujui oleh orang tua yang
beranggapan bahwa anak sudah pantas dan cukup dewasa untuk
menikah. Ada rasa ketakutan orang tua akan terjadi kehamilan
sebelum menikah. Pergaulan remaja putra yang sekolah dan putus
sekolah dilingkungan Desa Blandean agak berbeda. Menurut
keterangan dari beberapa informan bahwa remaja putra putus
sekolah banyak menghabiskan waktu untuk nongkrong hingga larut
malam di pos hansip yang terletak di pinggir jembatan maupun
tempat yang lain. Mereka sering mengkonsumsi pil jenit31 yang
dicampur dengan minuman bersoda sehingga menghasilkan efek
mabuk bagi si peminum. Remaja putra yang bersekolah memiliki
31

Pil jenit adalah sebuah istilah obat-obatan berupa pil sebanyak 1-3 yang dicampur
minuman bersoda dan digunakan oleh anak remaja untuk mabuk mabukan

80

aktivitas berbeda. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di


sekolah, dan siang hari sepulang sekolah mereka bermain atau
membantu orang tua bekerja di sawah dan malam harinya mengaji di
masjid. Pengawasan orangtua memberikan peran penting dalam
aktivitas remaja.
2. Kesehatan Ibu Hamil
Kehamilan pada umumnya belum diketahui pada bulan
pertama, bahkan banyak ibu hamil baru mengetahui bahwa dirinya
hamil setelah kehamilan memasuki trimester pertama. Hal ini
mempengaruhi perawatan kehamilan yang terlihat dari cakupan K4
yang rendah, sehingga berakibat tidak terpantaunya pertumbuhan
janin dalam kandungan. Masa kehamilan membutuhkan asupan
makanan bergizi dan asupan zat besi (Fe). Kesehatan ibu dan janin
pada masa kehamilan ini harus dijaga dan dipantau melalui
pemeriksaan kehamilan rutin. Ibu Jamilah, salah seorang warga yang
anaknya baru saja melahirkan mengungkapkan bahwa ibu hamil harus
mengkonsumsi zat besi. Aktifitas ibu hamil yang terlalu berat dapat
mempengaruhi kesehatan bayi.
Selama kehamilan tidak melakukan aktivitas yang berat, minum zat
besi (Fe) sesuai anjuran bidan desa. Untuk mengetahui
perkembangan janin, ibu hamil agar rutin memeriksakan ke
posyandu atau poskesdes, serta mengikuti penyuluhan oleh bidan
desa

Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh bidan dan kaderkader di posyandu ialah memeriksakan kehamilan, penimbangan
berat badan, pemeriksaan tekanan darah dan pemberian vitamin.
Pelayanan belum tersedia pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) pada
kehamilan yang berguna mengetahui perkembangan janin dan jenis
kelamin bayitidak tersedia di poskesdes, sehingga bagi ibu hamil yang
berkeinginan untuk pemeriksaan USG bisa dilakukan oleh dokter di
rumah sakit.Ibu hamil di Desa Belandean Muara masih enggan
melakukan pemeriksaan USG, karena biaya yang cukup mahal. Selain
81

itu mereka juga tidak berkeinginan mengetahui jenis kelamin bayi


dalam kandungan karena mereka beranggapan bahwa bayi dengan
jenis kelamin apapun akan diterima dengan rasa bahagia.
Faktor lainnya karena adanya pertimbangan dari anggota
keluarga dalam Pengambilan keputusan memilih pelayanan kesehatan
menjadi penentu mereka memeriksakan diri di fasilitas kesehatan
atau dukun bayi. Menurut ibu Maskani, salah seorang warga di
Belandean Muara, mengatakan bahwa pengambilan keputusan dalam
pemilihan layanan kesehatan ibu hamil ke fasilitas kesehatan atau
bidan kampung (dukun bayi) adalah pihak kepala keluarga. Orangtua
ibu hamil dan saudara lainnya ikut memberikan pertimbangan dalam
memilih tempat pemeriksaan kehamilan, termasuk penolong
persalinan. Hal ini akan mempengaruhi frekuensi pemeriksaan
kehamilan ke pelayanan kesehatan dan
rujukan saat proses
persalinan. Pemeriksaan kehamilan masih rendah karena tidak ada
bidan yang tinggal di Desa Belandean Muara. Pelayanan di Pustu
dilakukan dua kali setiap seminggu pada hari rabu dan sabtu oleh
tenaga kesehatan (dokter dan bidan) dari Puskesmas Berangas.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan antara lain
pemeriksaan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pemeriksaan dan
pengobatan pada pengunjung dengan keluhan sakit, pemeriksaan
tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pemberian obat atau
vitamin. Terkadang bidan harus mengunjungi rumah ibu hamil untuk
memeriksa kondisi kandungannya. Dahulu ada bidan desa yang tinggal
dan menetap di Desa Blandean Muara selama beberapa bulan, namun
sekarang (saat penelitian) belum ada bidan pengganti yang berdomisili
di Desa Blandean Muara.
Peneliti beruntung bisa menemui beberapa informan yang
hamil. Mereka memberikan informasi tentang pola pemeriksaan saat
masa kehamilan. Informan mengakui keterlambatan dalam
mengetahui kehamilan karena mereka tidak mengetahui tanda-tanda
kehamilan. Menurut bidan Sri, beberapa tanda yang sering dialami
oleh ibu hamil antara lain: mual, pusing, pinggul melebar, tengkuk
82

agak sedikit cekung dan berdenyut serta keterlambatan masa haid


atau haid tidak datang. Banyak ibu hamil yang kurang menyadari
tanda kehamilan tersebut, dan baru memeriksakan diri setelah
keterlambatan masa menstruasi terlewati beberapa minggu hingga
bulan. Menyadari dirinya mungkin hamil, informan baru mau
memeriksakan kehamilannya agar tahu usia dan kondisi kehamilan.
Bidan Sri akan menyarankan kepada ibu hamil untuk rutin melakukan
pemeriksaan kehamilan di Posyandu maupun di Polindes. Kegiatan
posyandu rutin dilaksanakan satu bulan sekali pada minggu ke dua.
Setiap ibu hamil akan diberikan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
sebagai media pemantau kesehatan ibu hamil.
Informan mengungkapkan bahwa ada manfaat saat mengikuti
kegiatan di Posyandu. Selain mendapatkan pengetahuan, mereka juga
dapat konsultasi langsung dengan bidan tentang masalah yang dialami
saat masa kehamilan. Manfaat lainnya, antar ibu hamil saling bertemu
sehingga mereka bertukar pikiran dan saling berbagi pengalaman.
Pola pemeriksaan kehamilan oleh bidan yaitu penyuluhan
tentang kesehatan pada masa kehamilan, pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan kandungan/perut, penimbangan berat badan dan
Lingkar Lengan Atas (LILA). Ibu hamil akan menerima zat besi (Fe),
vitamin B1 dan tablet Kalsium untuk diminum setiap hari.
Beberapa informan juga mengakui bahwa selain
memeriksakan ke bidan juga ke bidan kampung (dukun bayi). Dukun
bayi akan memijat (mengurut) perut ibu hamil dengan menggunakan
minyak kelapa. Posisi kepala bayi yang belum sempurna atau biasa
disebut dengan bayi sungsang, maka dukun bayi akan mengurut
perut ibu hamil dengan minyak kelapa dan memberikan segelas air
pelunsur yang dibacakan mantra pilusur beranak. Mantra inimemiliki
makna doa agar ibu hamil mudah melahirkan bayi dengan selamat
dan lancar. Isi ucapan mantra pilusur beranak, sebagai berikut:
Bismillahirrahanirrahim
Nun walkalami
83

Wama yasturun
Barakat lailaha ilallah
Muhammadar rasulullah32

Para ibu yang meminum air pelusur yang telah dibacakan


mantra, dipercaya dapat melancarkan proses melahirkan bayi. Air
pelusur merupakan air sungai yang diambil oleh suami. Caranya: Air
sungai diambil dengan gelas dengan arah searah arus air tidak boleh
melawan arus. Air tersebut diberi doa kemudian diminum ibu hamil
tanpa direbus,. Jika suami mengambil dengan arah berlawanan
dengan arus sungai maka akan berakibat bayi sulit keluar.

Gambar 3.2. Aliran Sungai Belandean,


Sumber Air Pelunsur
Sumber: Dokumen Peneliti

Keluhan yang dirasakan ibu hamil pada umumnya berupa


badan merasa lesu, lemas, begah atau sesak dibagian perut hingga
mual. Beberapa informan juga mengatakan hal yang sama saat hamil
trimester satu dan dua. Menurut bidan kesehatan, gejala tersebut
merupakan anemia atau kekurangan zat besi obat penambah darah
pada ibu hamil. Bidan menangani masalah anemia dengan
pencegahan berupa pemberian zat besi (Fe), kalsium, vitamin B1 dan
susu ibu hamil. Informan mengaku meminum obat penambah darah
dan minum susu dengan teratur untuk menjaga kesehatan ibu dan
32

Sastra Daerah Kabupaten Barito Kuala

84

janinnya. Setelah mengkonsumsi tablet dan susu yang diperoleh dari


pelayanan kesehatan, ibu hamil merasakan badannya lebih segar dan
sehat.
Selain melakukan pengobatan medis untuk mengatasi
kekurangan darah, ibu hamil juga melakukan pengobatan secara
tradisional dengan sayur daun kelakai. Masyarakat biasa mengolah
tumbuhan kelakai dengan merebus dan meminum air rebusannya.
Selain itu, kelakai juga dimasak dengan santan untuk disajikan saat
makan.
Berikut ini beberapa tradisi budaya, ritual serta kepercayaan
masyarakat di Belandean yang berkaitan dengan ibu Hamil:
a. Jimat Tali Hitam Penghelat dan Larangan Ibu Hamil
Jimat tali hitam penghelat, terbuat dari benang hitam yang
dilingkarkanpada pergelangan kaki ibu hamil. Pemakaian tali hitam
penghelat dilakukan sejak dari awal diketahui perempuan tersebut
hamil hingga melahirkan. Tujuan penggunaan, agar ibu hamil dan
janin dalam kandungan tidak diganggu oleh makhluk halus atau roh
jahat. Darah kehamilan pertama pada ibu hamil dianggap wangi
sehingga mengundang makhluk halus jahat untuk mengganggu.
Beberapa masyarakat mewajibkan ibu hamil pada kehamilan pertama
agar memakai tali hitam penghelat sebagai penangkal roh jahat.
Selain itu, bagi ibu hamil juga ada beberapa pantangan atau
larangan untuk dilakukan selama masa kehamilan. Beberapa larangan
tersebut antara lain yaitu;
1) Ibu hamil dilarang duduk didepan pintu, dikarenakan takut bayi
sungsang atau sulit melahirkan
2) Setiap hari jumat, ibu hamil dilarang tidur saat masyarakat
mengerjakan sholat Jumat, mempunyai makna yaitu ibu akan
mengalami kesusahan saat melahirkan yang disebabkan gangguan
makhluk halus
3) Ibu hamil tidak boleh duduk diatas kajang yang berbahan daun
nipah yang disulam dengan rotan, mempunyai makna akan
85

4)
5)
6)
7)
8)

menyebabkan ari-ari atau plasenta tertinggal didalam perut saat


melahirkan
ibu hamil dilarang membelah kayu sisa pembakaran tungku,
bermakna bibir bayi yang dilahirkan akan sumbing
Ibu hamil dilarang melangkahi kaki suami
Ibu hamil dilarang menggulung rambut, bermakna bayi akan terlilit
tali pusar
Ibu hamil dilarang duduk diatas anyaman yang akan dibuat sebagai
atap rumah
Ibu hamil dilarang berjalan dibelakang orang. Hal ini dapat
menyebabkan bayi lahir dengan hidung pesek.

Gambar 3.3
Jimat Tali Hitam Penghelat Dipakai pada Pergelangan Kaki Ibu Hamil
Agar Terhindar dari Gangguan Makhluk Halus
Terdapat beberapa larangan atau pantangan bagi suami, yang
tidak boleh dilakukan selama masa kehamilan istri hingga melahirkan
yaitu;
1) Suami dilarang mengucapkan kata-kata kotor dan mengejek orang
lain.Ucapan suami dipercaya akan menurun kepada bayinya
2) Suami dilarang menebang pohon yang dikeramatkan
86

3) Suami dilarang membelah kayu sisa pembakaran atau kelapa saat


istri sedang hamil, karena anak yang dilahirkan bisa cacat dan
kepalanya pecah.
4) Suami dilarang memancing ikan di sungai atau laut. Alasannya
karena mata pancing yang masuk ke mulut ikan, dipercaya bisa
mengakibatkan bibir anak akan cacat atau mengalami bibir
sumbing.
5) Suami dilarang membunuh atau menyembelih hewan. Karena
akan berakibat lancat atau leher bayi akan merah melingkar
seperti darah.
6) Suami yang akan menanam jahe harus minta izin janin dalam
kandungan ibunya agar tidak becikam atau tumbuh jari kelingking
lebih dari satu. Cara izinnya dengan membisikkan di perut istrinya
yang sedang hamil.
b. Pantangan Makanan bagi Ibu Hamil
Ada beberapa pantangan makanan selama masa kehamilan.
Pelanggaran pantangan dipercayai dapat berakibat anak yang
dilahirkan gatal-gatal. Menurut warga, ibu hamil tidak boleh makan
sayur hanya boleh makan ikan asin dan dilarang makan ikan segar
yang memiliki duri karena dipercaya membuat gatal-gatal dan kulit
terasa tertusuk-tusuk. Pelanggaran terhadap pantangan tersebut akan
menyebabkan badan ibu hamil akan menggigil.Rasa gatal tersebut
diobati dengat air bekas kobokan ikan kemudian dilumurkan dibagian
yang sakit. Jika ibu yang melahirkan mengalami demam menggigil
akibat melanggar pantangan, maka dianjurkan makan batang muda
pada pohon kelapa yang biasa dimasak sayur dikenal dengan humbut.

87

Gambar 3.4 Humbut dipercaya dapat Mengobati Ibu Hamil atau


Penyakit Kejang karena Diganggu oleh Makhluk Halus
Sumber: Dokumen Peneliti
Selama masa kehamilan hingga proses persalinan, ada
kepercayaan bahwa ibu hamil hanya boleh makan nasi dengan lauk
ikan asin Haruan atau Gabus. Cara memasakknya ikan tersebut
dibakar terlebih dulu, kemudian dibuatkan bumbu terdiri dari asam
jawa, bawang putih yang sudah diiris tipis, ditambah sedikit garam
dan air. Cara makan, ikan yang sudah dibakar dimasukkan kedalam
mangkuk berisi kuah bumbu ikan bakar.
c. Upacara Mandi Mayang
Upacara mandi mayang merupakan ritual 7 bulanan bagi ibu
hamil. Upacara ini dilakukan pada usia kehamilan trimester ketiga
atau 7 bulan usia kandungan. Ritual mandi pagar mayang juga
dilaksanakan sebelum maupun setelah pernikahan yang dilakukan
oleh kedua mempelai. Masyarakat masih meyakini ritual tersebuat
dapat membawa keselamatan. Beberapa masyarakat yang tidak
melakukannya karena ritual ini tidak bersifat wajib.
upacara mandi pagar mayang bagi ibu hamil yang berusia 7 bulan
atau awal masuk bulan ke- 9, 3 bak mandi masing-masing diisi air,
bedak dari beras dan beberapa jenis kembang seperti kenanga,
melati dan mayang. Sebelum prosesi dilakukan, pembacaan surat

88

dalam setiap bak mandi yang telah diisi air. Ada 3 surat antara lain:
Yasin, Al-Waqiah, dan Al-Mulk. Pembacaan surat dilakukan oleh
orang yang akan memandikan. Biasanya dilakukan oleh wanita yang
sudah tidak haid (menopouse). Prosesi upacara diawali Ibu hamil
duduk menghadap timur dikelilingi pagar dari 4 biji tebu membentuk
tiang. Tiang tebu dikaitkan dengan tebu yang lainnya dengan benang
yang sudah dihiasi bunga telah dirangkai (wawancara dengan Ibu
Jamilah)

Gambar 3.5Ritual Mandi Pagar Mayang dilakukan oleh ibu hamil pada usia
kehamilan 7 bulanan atau masuk awal bulan ke-9
Sumber: Dokumen Peneliti

Ritual Mandi Pagar Mayang, dilakukan oleh orang tua ibu


hamil atau wanita yang sudah tidak haid (menopause) yang bisa
membaca Al-Quran. Ibu hamil dalam prosesi itu memakai kemben
kain batik dan kepala ibu hamil ditutup dengan kain hitam. Setiap
upacara diawali dengan doa yang memiliki arti membawa
keselamatan bagi ibu dan bayi. Masyarakat hanya mengenal ritual
mandi pagar mayang, tidak ada ritual lain sebelum atau sesudah 7
bulan usia kehamilan. Sesaji dalam ritual ini nantinya akan dimakan
oleh ibu hamil setelah dimandikan serta tamu undangan yang datang.
89

Sesaji ini berisi kapoleh abang dan putih, nasi lekatan, kue cucur dan
minuman teh atau air putih.
Ritual selanjutnya, ibu hamil yang telah melakukan mandi
pagar mayang didoakan oleh tamu undangan dengan membaca
bacaan surat-surat Al-Quran yang berisi doa keselamatan. Kemudian
dilanjutkan dengan upacara tampung tawar. Ritual tampung tawar itu
sendiri berupa air yang dicampur dengan minyak likat dan sedikit
darah dari jambul ayam jago. Caranya: ibu hamil duduk menghadap
ketimur kemudian suami memercikkan tampung tawar kekepala, bahu
kanan lalu bahu kiri, masing-masing 3 kali. Air tampung tawar
dimasukkan dalam gelas.

Gambar3.6 Air tampung tawardipercikan pada ibu hamil dalam acara mandi
mayang 7 bulanan atau awal masuk bulan ke-9
Sumber :Dokumen Peneliti

Kepercayaan masyarakat ini mempunyai arti tersendiri bagi


yang melakukannya. Beberapa informan mengatakan setiap upacara
akan membawa keselamatan. Ritual tampun tawar juga dilakukan
kepada bayi yang baru lahir sebelum dibawa keluar rumah. Biasanya
bayi yang baru lahir tidak boleh keluar rumah selama 40 hari.

90

3. Kesehatan Ibu Masa Melahirkan dan Pasca Melahirkan


Keluarga ibu hamil biasanya mengadakan musyawarah bersama
menjelang proses persalinan untuk memutuskan pilihan penolong
persalinan, bidan atau dukun bayi. Orang tua sangat berpengaruh
dalam pengambilan keputusan terkait dimana Ibu hamil akan
melahirkan. Beberapa informan mengaku lebih memilih dukun bayi
untuk membantu proses persalinan dengan alasan ekonomi,
pengetahuan yang rendah dan tidak mempunyai kartu jaminan
kesehatan. Faktor ekonomi yang kurang serta tidak adanya petugas
kesehatan yang berdomisili di Desa Blandean Muara, menyebabkan
ibu hamil memeriksakan kandungannya ke dukun bayi. Tujuannya
untuk melakukan pemijatan dan mengetahui posisi bayi. Hal ini
dilakukan untuk mempercepat proses kelahiran bayi. Bagian tubuh
yang dipijat dukun bayi diantaranya bagian perut, punggung dan kaki
ibu hamil. Bagian tubuh tersebut, dipercaya sangat mempengaruhi
lancar tidaknya saat melahirkan
Tradisi budaya Banjar mempercayai bahwa seorang ibu hamil
yang akan melahirkan tidak boleh mempersiapkan perlengkapan bayi.
Keluarga ibu hamil dilarang membeli perlengkapan bayi yang belum
lahir. Alasannya karena hal tersebut dianggap mendahului rencana
Tuhan. Bila bayi telah lahir maka untuk sementaradigunakan peralatan
yang tersediadidalam rumah.
Peristiwa persalinan merupakan hal yang penting bagi sebuah
keluarga, oleh sebab itu perlu persiapan yang matang menjelang
kelahiran sang jabang bayi. Para suami berkewajiban mencari nafkah
bagi keluarga. Salah satunya mempersiapkan uang untuk biaya
persalinan, serta memenuhi kebutuhan perlengkapan sebelum
maupun sesudah persalinan. Suami yang bekerja sebagai petani juga
akan meluangkan waktu menjelang proses persalianan istrinya. Pada
saat menjelang persalinan, suami akan lebih banyak di rumah untuk
menemani istri. Suami tidak berangkat ke sawah untuk bercocok
tanam. Pada umumnya suami setelah bermusyawarah dengan
keluarga akan memutuskan agar istri bersalin di rumah, karena
91

keluarga lebih leluasa untuk menemani istri dan istri pun merasakan
nyaman bila berada didekat keluarga.
Peneliti juga menggali informasi kepada beberapa informan
yang memilih cara tradisional untuk memperlancar proses persalinan.
Beberapa ibu hamil mengatakan bahwa mereka memanfaatkan dukun
bayi untuk pemijatan dan juga diberikan minuman yang dipercaya
dapat memperlancar proses lahirnya bayi. Beberapa masyarakat
masih melakukan ritual ini, yang biasa dikenal dengan air pelunsur33.
Pemberian air pelunsur saat proses ibu melahirkan bayi. Bila ibu hamil
mengeluh kesakitan saat kontraksi dan mengeluarkan cirik.34 Peran
suami saat ibu melahirkan salah satunya, menyiapkan air pelunsur
yang telah didoakan oleh dukun bayi. Caranya suami mengambil
segelas air sungai sesuai arah arus sungai kemudian dibacakan surat
yasin, selanjutnya diminumkan kepada ibu hamil yang akan bersalin
sebanyak setengah gelas, sedangkan sisanya dibasuhkan disekitar
perutnya.
Dukun bayi akan melakukan pijatan awal dibagian perut untuk
berbicara dengan bayi dalam kandungan ibu untuk mengetahui
lamanya proses lahiran, air pelunsur dipercaya sebagai pelicin yang
mempermudah ibu hamil untuk melahirkan. Bila ibu merasakan
kesakitan bagian perut dan keluarnya cirik, maka dukun bayi akan
memijat pinggul dan perut ibu serta mengusap perut ibu dengan air
pelunsur. (wawancara dengan Bidan Kampung Bu Hj Biyah)

Selain menggunakan air pelunsur, masyarakat juga


menggunakan cara tradisional lain untuk membantu kelancaran
33

Air pelunsur adalah air yang dipercaya oleh masyarakat bisa memperlancar jalan
keluar bayi. Air pelunsur ini diambilkan dari air sungai Belandean tanpa di rebus dan
diendapkan terlebih dulu. Cara pengambilan air tidak boleh berlawanan dengan
arus.. lihat di bab 3 terkait pengobatan tradisional di Desa Belandean
34

Cirik adalah sejenis darah sebagai tanda sudah mendekatai proses keluarnya si
bayi

92

proses persalinan seperti Rumput Fatimah. Pengetahuan tentang obat


tradisional ini mereka dapatkan dari dukun bayi atau orang tua yang
turun temurun memakai rumput fatimah.

Gambar3.7 Air hasil rendaman Rumput Fatimah guna


membantu kontraksi pada ibu saat proses persalinan
Sumber: Dokumen Peneliti
Para ibu pengguna jasa dukun bayi akan diberi segelas air yang
merupakan air hasil rendaman rumput fatimah. Mereka
mengkomsumsi dengan cara rumput fatimah direndam dalam air
selama 15 menit lalu diminum air rendaman tersebut. Saat proses
perendaman, Rumput Fatimah yang awalnya berbentuk tanaman
kering dan kuncup akan mengembang. Ibu akan meminum air
rendaman sekali sebelum proses persalinan.
Dukun bayi memiliki alat yang digunakan saat membantu
proses persalinan. Alat tersebut digunakan dukun bayi untuk
membantu memotong tali pusar bayi. Pada zaman dulu, dukun bayi
menggunakan sembilu yang terbuat dari bambu yang bagian ujungnya
dibuat runcing dan tajam, namun saat ini sembilu sudah tidak lagi
93

digunakan. Dukun bayi sekarng menggunakan gunting medis.


Perubahan penggunaan alat dari sembilu ke gunting untuk memotong
tali pusat terjadi setelah pihak Puskesmas dan Bidan Kesehatan
melakukan pendekatan dan penyuluhan tentang larangan
menggunakan sembilu dalam proses persalinan. Gunting direbus
dalam air mendidih sebelum digunakan agar steril terhindar dari
kuman.

Gambar 3.8 Alat-alat yang digunakan


dalam proses persalinan dukun bayi
Sumber: Dokumen Peneliti
Proses pemotongan tali pusar oleh dukun bayi juga
mempunyai cara tersendiri. Caranya, ujung tali pusar terlebih dahulu
diikat dengan benang putih sebanyak 5 ikatan. Setelah tali pusar yang
sudah diikat, dibacakan mantra kemudian dipotong. Pemilihan benang
warna putih bermakna bersih dan suci sedangkan jumlah ikatan
sebanyak 5 kali bermakna rukun Islam ada 5. Beberapa masyarakat
mempercayai bahwa anak yang lahir didunia agar mengerti dan
melaksanakan rukun Islam.
Tata cara proses persalinan menggunakan jasa dukun bayi
dengan bidan jelas berbeda. Perbedaan tidak hanya tata cara proses
persalinan tetapi juga alat-alat yang digunakan. Dukun bayi juga
mengakui adanya perbedaan tersebut, demikian pengakuannya:

94

Bidan kesehatan mempunyai alat-alat medis yang lebih lengkap dan


pengetahuannya lebih banyak karena dulunya belajar di sekolah
kebidanan. Sedangkan saya hanya menggunakan alat gunting dan
benang sebagai pemotong tali pusar, selamatnya bayi yang
dilahirkan adalah takdir Tuhan

Pernyataan dukun bayi tersebut menunjukkan bahwa dukun


bayi lebih mengandalkan keselamatan ibu dan bayi kepada takdir
Tuhan yang Maha Esa. Proses persalinan oleh tenaga medis
mengandalkan pengetahuan medis dan fasilitas kesehatan yang
lengkap untuk memberikan jaminan kesehatan kepada ibu dan
bayinya. Beberapa ibu yang memakai jasa dukun bayi, mengalami
permasalahan menjelang melahirkan. Mereka mengalami kontraksi
palsu atau kontraksi sebelum waktunya. Permasalahan lain yang biasa
dijumpai adalah kembar banyu yaitu keluar air dari kemaluan ibu yang
akan melahirkan namun bukan air ketuban. Air tersebut biasanya
dibiarkan saja keluar dari tubuh ibu dan pada saat proses persalinan
akan pecah air ketubanmaka tandanya dukun bayi boleh memulai
membantu proses persalinan.
Selain itu, kasus darah kijangan juga biasa terjadi saat
menjelang persalinan. Darah kijangan ialah keluarnya sedikit darah
dari vagina disertai rasa sakit seperti mau melahirkan. Masalah
tersebut diatasi dukun bayi dengan pemberian ramuan tradisional
yang berasal dari air rebusan kangkung yang diremas kemudian
direbus. Cara lain untuk mengatasi darah kijangan dan kembar banyu
yaitu banyu tipakan atau air jahe yang telah direbus dan ditambahkan
gula merah lalu diminum ibu hamil tersbut. Rasa nyeri dan keluar
darah yang disebabkan oleh masalah kembar banyu dan darah
kijanganakan teratasi. Namun, bila masalah tersebut tidak teratasi,
dapat berakibat pada kematian bayi yang akan lahir.
Posisi bayi dalam kandungan saat akan dilahirkan secara
normal dengan posisi kepala ada di bawah. Dikenal posisi yang tidak
normal yaitu biasa disebuttepaling. Posisi tepaling adalah posisi
badan bayi yang tidak sempurna atau kepala tidak mengarah ke jalan
95

rahim. Teknik yang dilakukan oleh dukun bayi menolong persalinan


dalam kondisi tepaling yaitu melakukan pemijatan disekitar perut
dengan sedikit memberikan tekanan hingga dirasakan posisi bayi
sempurna. Selanjutnya, dukun bayi mengganjal antara pinggul dan
pantat dengan kursi kecil atau dingklik atau kain tebal. Kemudian
dukun bayi memberikan tekanan dan dorongan pada bagian perut
agar bayi keluar.
Bentuk perawatan menjelang persalinan yang disarankan oleh
dukun bayi yaitu salah satunya dengan pemijatan. Ibu dengan usia
kehamilan 8 hingga 9 bulan diharapkan melakukan pemijatan 1-2 kali
perbulan. Cara tersebut bertujuan agar perut ibu longgar dan mudah
melahirkan.
Dukun bayi menceritakan bahwa pernah menolong bayi
kembar dan bayi dengan lilitan tali pusat di leher bayi. Dukun bayi
mengetahui bahwa bayi dalam kandungan kembar melalui
pemeriksaan luar dengan meraba perut ibu. Pada saatmenolong bayi
kembar, bayi berhasil lahir dengan posisi kepala di bawah. Selanjutnya
bayi yang kedua dengan posisi bokong di bawah, sehingga dilakukan
tehnik mengganjal belakang badan ibu antara pinggul dan perut
dengan dingklik35 atau kain tebal (bantal)
Selama proses kehamilan hingga proses persalinan, juga
disosialisasikan tentang Keluarga Berencana (KB) sebagai salah satu
cara untuk mencegah kehamilan. Secara umum para ibu
menggunakan KB seperti suntik dan obat untuk membatasi kehamilan.
Sebelumnya, dilakukan penyuluhan tentang KB yang dipilih kemudian
dilanjutkan pemeriksaan tensi oleh bidan. Selain itu juga ada program
KB dengan menggunakan obat obat tradisional yaitu dengan
meminum jamu sari gading yang biasa dibeli di warung, ada juga yang
meminum jamu pucuk sirih. Salah satu informan mengatakan bahwa

35

Dingklik adalah kursi pendek yang biasa dipakai duduk, terbuat dari kayu atau
plastic

96

saat menggunakan KB suntik, berat badannya bertambah. Oleh karena


itu, Ny.M memutuskan untuk menggunakan pengobatan tradisional.
Beberapa informan menceritakan pengalamannya saat
membuat ramuan yang bisa mencegah kehamilan yaitu dengan
tumbuhan cabi. Tumbuhan cabi dipercaya oleh masyarakat bisa
memberikan kehangatan dan berkhasiat untuk mencegah kehamilan.
Ramuan yang dibuat dengan buah cabi, tidak hanya untuk perempuan
tapi juga bisa untuk laki-laki yang tujuannya sama, yaitu agar tidak
terjadi kehamilan saat berhubungan. Racikan ramuan bagi perempuan
terdiri dari 3 buah cabi dan kunyit 1 ruas, kemudian keduanya
dihaluskan lalu buat pil bulat-bulat kecil. Biasanya dari bahan tersebut
dapat dihasilkan 4-5 butir pil ramuan cabi. Para ibu akan
mengkonsumsinya 1 minggu sekali. Ada perbedaan antara komposisi
ramuan cabi bagi perempuan dan laki-laki. Untuk komposisi ramuan
cabi bagi laki-laki yaitu 4 buah cabi, telor 1 butir, pala setengah buah
dan air putih 50 ml. Sebelumnya cabi dan pala dihaluskan terlebih
dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam gelas yang telah terisi air
sekitar 50 ml lalu aduk hingga merata. Selanjutnya, masukkan satu
butir telur ke dalam gelas, aduk hingga tercampur dengan bahan yang
lain lalu minum. Biasanya laki-laki mengkonsumsi 1 bulan 1-2 kali.
Itulah beberapa cara yang dilakukan oleh dukun bayi dalam
membantu proses persalinan ibu melahirkan. Dengan teknologi
peralatan yang sangat terbatas, dan pengalaman serta pengetahuan
yang sudah turun temurun, mereka berupaya membantu masyarakat
yang membutuhkan bantuannya untuk proses kelahiran. Fasilitas
infrastruktur kesehatan serta tenaga kesehatannyadi desa Belandean
masih amat sangat terbatas, menyebabkan posisi dukun sangat urgen
dan vital dalam menolong masyarakat. Disisi lain, faktor keterbatasan
ekonomi, kondisi fisik topografi dan infrastruktur jalan yang buruk,
sarana transportasi yang kurang, membuat posisi dukun bayi
merupakan pilihan praktis pragmatis. Pihak keluarga sebagai pihak
yang menentukan dimana seorang ibu akan melahirkan, apakah di
layanan kesehatan, di rumah sakit atau di bidan kampung Pada
97

akhirnya dukun kampung menjadi pilihan strategis, praktis dan


pragmatif.

Gambar 3.9
Ramuan Cabibagi Laki-Laki (Kanan) dan Ramuan Cabi bagi Perempuan (Kiri)
sebagai Obat Tradisional Mencegah Kehamilan
Sumber: Dokumen Peneliti

Ada beberapa pertimbangan memilih persalinan di bidan


kampung (dukun bayi) diantaranya karena faktor ekonomi, yaitu
ketiadaan biaya. Faktor psikologis yaitu perasaan aman dan nyaman
berada didekat keluarga besarnya. Orang di Belandean senantiasa
berhitung ekonomis tentang berapa biaya yang dikeluarkan jika harus
melahirkan di Puskesmas atau Rumah Sakit. Berapa biayanya? Kalau
harus ada yang menunggu di Rumah Sakit, maka akan mengurangi
penghasilannya, karena waktu yang seharusnya untuk bekerja
mencari penghasilan, digunakan waktunya untuk menunggu anggota
keluarganya. Pilihan ke dukun bayi karena layanan yang diberikan
dukun bayi sangat cepat dan professional. Dukun bayi tidak sekedar
membantu persalinan bayi hingga keluar dari rahim ibu, tapi juga ikut
membersihkan sisa sisa berkas darah yang keluar dari hasil persalinan.
Masyarakat Desa Belandean memiliki kekayaan ritual dan
budaya terkait ibu hamil dan melahirkan. Setelah ibu melahirkan,
maka ada beberapa ritual budaya, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terkait dengan ibu setelah melahirkan dan perawatan bayi. Berikut ini
adalah beberapa ritual untuk ibu setelah melahirkan:

98

a. Penguburan Ari-Ari Bayi


Tradisi yang masih ada di masyarakat Desa Belandean Muara
terhadap perawatan ari-ari adalah dengan ditanam ke dalam tanah.
Hal tersebut dilakukan oleh ibu atau bapak dari bayi, serta bidan atau
dukun yang membantu proses lahiran bayi. Cara perawatan ari-ari
yaitu dicuci dengan sabun, kemudian dimasukkan ke kapit atau wadah
(kendi) dari tanah liat selanjutnya ditaburi garam hingga ari-ari
tertutup. Ari-ari dalam kapit ditanam dibawah pohon dan ditancapkan
bambu diatasnya. Penancapan bambu dimaksudkan agar ari-ari bisa
bernafas. Masyarakat masih mempercayai ari-ari sebagai teman bayi
yang akan selalu menemani bayi hingga dewasa, oleh karena itu ari-ari
harus bernafas untuk hidup dan menemani bayi hingga dewasa.

Gambar 3.10 Lubang Untuk Nafas Ari Ari Bayi


yang Dikubur setelah Bayi Lahir
Sumber: Dokumen Peneliti

99

b. Budaya Kalalah untuk Ibu Melahirkan dan Bayinya


Kalalah adalah budaya masyarakat Banjar berupa larangan bagi
ibu yang telah melahirkan dan anaknya untuk keluar rumah selama 40
hari awal kehidupan. Bayi baru boleh keluar setelah dilakukan upacara
tampung tawar pada hari ke 40 hari, sebagai salah bentuk upacara
keselamatan untuk jabang bayi dan pemberian nama atau dikenal
dengan istilah Tasmiyah (ritual upacara pemberian nama). Sedangkan
bagi ibu pasca melahirkan, jika akan keluar rumah sebelum 40 hari
harus menggunakan topi penutup kepala atau caping. Topi tersebut
berbahan dari anyaman atau kain yang dibalutkan dikepala ibu.

Gambar 3.11 Sesaji dalam Ritual Tampun Tawar 40 Hari


Sumber: Dokumen Peneliti

Beberapa tahapan dalam upacara ritual tampung tawar untuk


bayi berusia 40 hari. Pertama, bayi akan dimandikan dengan air di
tampung dalam bak yang didalamnya terdapat daun kecapi, daun
kenanga dan anak pohon pisang. Setelah bayi dimandikan, air sisa
dalam bak tersebut dibuang ke jalan. Tujuannya agar si anak cepat
bisa berjalan. Selain itu, sesaji dalam ritual tersebut juga terdapat
kelapa, beras bumbu dapur, garam, penyedap masakan, gula merah,
100

minyak goreng, kemiri, bawang merah dan putih, benang dan jarum.
Semua sesaji itu secara simbolis diberikan kepada bidan atau dukun
bayi sebagai ucapan terima kasih atas jasa pertolongan selama proses
persalinan hingga 40 hari pasca melahirkan.
c. Upacara Tasmiah (Pemerian Nama)
Setelah upacara tampung tawar selesai dilanjukan dengan
Tasmiah. Tasmiah merupakan pemberian nama bagi bayi oleh saran
usulan nama kepada tokoh agama atau ustadz. Bayi yang lahir pada
hari selasa maka diharuskan untuk menyembelih ayam jantan yang
dagingnya diolah dan dibagikan kepada tetangga.

Gambar 3.12
Makanan dan sesaji yang dipersiapkan

Perolehan nama yang baik dilkukan dengan cara si keluarga


bayi akan mengusulkan beberapa contoh nama nama yang diambilkan
dari bahasa arab dan memiliki makna yang bagus. Nama tersebut juga
digabungkan dengan nama ibunya. Misalnya seorang ibu yang
101

bernama Husna, dia mengusulkan nama untuk anaknya Fadhilatul


Husna, yang berasal dari berbahasa arab yang berarti karunia yang
baik. Nama tersebut lalu di konsultasikan kepada ustadz atau tokoh
agama yang biasa mengisi ceramah pengajian. Nama tersebut bisa
disetujui namun bisa dirubah, sesuai dengan keinginan orang tua dan
guru. Nama yang memiliki makna baik akan disetujui oleh ustadz atau
tokoh agama.
Bagi ibu yang selama masa kehamilan tidak melakukan tradisi
tujuh bulanan maka pasca persalinan, ibu akan melakukan tradisi
selamatan. Tradisi selamatan pasca persalinan sama halnya dengan
tradisi tujuh bulanan pada masa kehamilan. Penyerahan secara
simbolis kepada ibu dan bayinya yang bermakna agar anak selalu
diberikan keselamatan hingga dewasa. Harapan dari orang tua si bayi
agar anaknya kelak dewasa menjadi anak yang berbakti kepada orang
tua, anak yang pintar serta tidak rewel. Sesaji dalam tradisi slamatan
terdiri dari bubur merah dan putih, kue cucur, pisang dan ketupat
yang dihiasi dengan janur pinang. Selain itu, sesaji yang terbuat dari
tepung beras dan terigu dibentuk seperti boneka prajurit yang
diletakkan di sudut jalan. Kepercayaan masyarakat ini didapatkan dari
nenek moyang agar mendatangkan keselamatan bagi yang
melaksanakannya.

Gambar 3.13 Penyerahan Sesaji Selamatan Pasca Persalinan


oleh Dukun Bayi Kepada Ibu dan Bayi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
102

d. Mandi Pagar Mayang.


Setelah penyerahan sesaji, dilanjutkan dengan prosesi mandi.
Ibu dan bayi dimandikan dengan air yang telah dibacakan doa selamat
oleh dukun bayi di 3 bak yang berbeda (disesuaikan jumlah surat Al
Quran yang dibaca) dan dicampur dengan bunga setaman. Sumber air
yang digunakan dalam prosesi mandi tersebut diambil dari sungai
yang satu aliran dengan air sumur keramat. Air sumur yang
dikeramatkan merupakan sumur yang zaman dahulu dipakai sebagai
tempat mandi prajurit pejuang melawan penjajah. Kepercayaan
menggunakan air tersebut menurut pengakuan mereka bahwa nenek
moyang mengistimewakan air sumur itu untuk setiap cara selamatan
supaya dapat membersihkan dan mensucikan dari kotoran.

Gambar 3.14 Prosesi mandi pagar mayang pada tradisi slamatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayinya di Desa Belandean Muara
Sumber: Dokumen Peneliti

Dalam tradisi mandi ini, ibu dan bayi duduk ditanah beralaskan
karpet yang berhiaskan janur, pinang dan bunga. Selain itu setiap
sudut karpet dikelilingi 4 batang tebu yang digantung buah pisang di
103

bagian atas. Dukun bayi memandikan (Menyiram ibu dan bayi) dengan
air yang dicampur bunga, yang telah diberi doa oleh dukun bayi.
Setiap bak akan diambil 2-3 gayung air untuk disiramkan ke badan ibu
dan bayinya. Setelah proses mandi-mandi, dilanjutkan pembacaan doa
selamat oleh tokoh masyarakat.

Gambar 3.15 Pembacaan Doa Selamat setelah Prosesi


Mandi-Mandi dalam Tradisi Pasca Persalinan
Sumber: Dokumen Peneliti

Setelah pembacaan doa selamat, dilanjutkan tampung tawar


oleh dukun bayi kepada ibu dan bayinya. Sesaji saat prosesi ini antara
lain beras yang ditaburi uang koin, kue cucur dan bubur putih dan
dinyalakan lilin sebagai penerang. Sesaji tersebut diletakan beralas
selendang batik yang ditaburi beras dan uang koin. Para ibu yang
menggunakan jasa dukun bayi saat proses persalinan maka
perawatan bayi dilakukan oleh dukun bayi. Dukun bayi menggunakan
air dari bak kamar mandi tanpa mencampur dengan air panas.
Selanjutnya, bayi tersebut diberi madu dengan menggunakan jari
manis. Hal ini dipercaya agar anaknya kelak menjadi pribadi yang baik
dan bertutur kata yang manis dan sopan.

104

Bayi perempuan yang baru lahir biasanya akan dikhitan oleh


dukun bayi. Hal ini sudah terbiasa dilakukan bagi bayi perempuan
bahkan hingga wanita dewasa pun wajib dikhitan. Tradisi tersebut
untuk mendukung kepercayaan masyarakat Blandean yaitu bertujuan
membuang darah haram yang ada didalam tubuh perempuan dengan
cara dikhitan. Bayi laki-laki yang lahir pada hari selasa diharapkan
memotong seekor ayam jantan yang dipercaya agar anaknya kelak
dewasa tidak nakal dan taat kepada orang tua. Ritual ini hanya
dilakukan khusus hari selasa.
Kesehatan ibu pasca melahirkan atau yang biasa disebut masa
nifas, merupakan masa penting melakukan pengobatan secara
tradisional dan mematuhi beberapa pantangan. Tradisi ini bertujuan
untuk membersihkan sisa-sisa darah kotor yang masih ada di rahim
ibu pasca persalinan, yang dikenal dengan tanganti. Para ibu
dikatakan sehat apabila sudah tidak ada darah kotor yang keluar
setelah melewati proses persalinan.
Beberapa pantangan yang harus dipatuhi ibu pasca persalinan
yaitu:
1. Tidak boleh makan dengan lauk protein hewani kecuali telor saja
selama 41 hari, dipercaya agar anaknya sholeh
2. Tidak boleh makan sayur seperti nangka, pisang muda dan tales
atau kaladi
3. Tidak boleh minum teh, sedangkan kopi dan air putih
diperbolehkan
4. Bila keluar rumah, kepala ibu harus ditutup seperti tanggoy atau
topi, atau kain.
Anjuran pemulihan kondisi tubuh ibu setelah melahirkan
menurut masyarakat Etnis Banjardi Desa Blandean dengan
mengkonsumsi sayur sebagai berikut:
1.
Sayur kelakai yang dipercaya dapat menambah darah
2.
Sayur bayam
105

3.
4.

Sayur katu, untuk memperlancar ASI


Sayur kangkung, semua sayuran ini hanya boleh diolah sayur
bening, tidak boleh ditumis dan diberi santan

Gambar 3.16 Sayur kelakai berfungsi sebagai menambah darah


Sumber: Dokumen Peneliti

Obat tradisional lain adalah jamu pucuk sirih yang dipercaya


bisa meningkatkan stamina ibu setelah persalinan, menghentikan
darah nifas yang keluar. Jamu pucuk sirih ini merupakan jamu
kemasan yang bisa dibeli di warung atau toko obat. Selain itu dikenal
pula jamu kunyit jahe. Cara membuatnya, kunyit dan jahe direbus
sampai mendidih, lalu ditambah gula merah. Setelah itu diaduk hingga
merata, dibiarkan agak dingin dan diminum air rebusannya. Rebusan
tersebut dikonsumsi sehari sekali selama satu bulan. Khasiat ramuan
ini agar organ reproduksi wanita tidak amis dan kembali merapat.
Selain jamu pucuk sirih dan kunyit jahe, ada ramuan ragi yang
biasa digunakan untuk mempercepat proses penyembuhan pasca
persalinan. Ramuan ragi terdiri dari rempah-rempah yang sudah
dikeringkan. Cara pembuatan, seluruh bahan direbus dengan air
106

selama 10 menit kemudian disaring dan diminum airnya. Ramuan ragi


harus diminum sehari sekali. Jika hasil rebusan masih kental, maka
rempah-rempah tersebut bisa disimpan untuk direbus 2-3 kali.
Ramuan ini dipercaya bisa merapatkan organ intim ibu setelah
melahirkan serta menghentikan darah nifas yang keluar dan
menghilangkan bau tidak sedap.

Gambar 3.17 Ramuan ragi untuk ibu setelah melahirkan


Sumber: Dokumen Peneliti

5. Pola Pengasuhan Anak


Sebagian masyarakat sudah mengetahui pentingnya ASI bagi
bayi, sehingga pemberian ASI merupakan salah satu upaya agar bayi
sehat. Pengetahuan tentang manfaat ASI sudah didapatkan pada saat
masa kehamilan. Informasi tersebut diperoleh saat para ibu rutin
memeriksakan kehamilannya kepada bidan dan rutin mengikuti
posyandu. Para ibu juga mendapatkan penyuluhan tentang manfaat
ASI yang pertama kali keluar berwarna kekuningan (kolostrum).
Kendala yang dikemukakan ibu sehingga bayi diberi susu
formula adalah bayi menolak ASI sehingga ibu memberikan susu
formula sebagai pengganti ASI. Permasalahan lain adalahbayi diberi
susu formula namun pencernaan anak tidak dapat menerima dengan
baik sehingga menyebabkan diare.
107

Permasalah juga terjadi pada ASI ibu yang tidak keluar lancar
sehingga berakibat pada bayi yang rewel atau menangis. Hal tersebut
akan mendorong keinginan ibu untuk memberikan susu formula dari
pada ASI semakin besar. Ada cara tradisional untuk melancarkan ASI
yang masih dilakukan oleh para ibu di Desa Blandean yaitu didadah
atau pemijatan dibagian payudara ibu. Ada pula ibu yang menyisir
payudara dengan sisir rambut.
Bagi ibu menyusui tidak boleh makan makanan yang banyak
mengandung lemak dan garam. Kegiatan menyusui biasa dilakukan
oleh ibu dimana pun berada. Para ibu tidak merasa malu bila harus
menyusui bayinya ditempat umum atau ditengah keramaian. Banyak
dijumpai ibu menyusui bayi yang digendong saat berjalan disekitar
jalan desa. Selain itu, ibu juga menyusui bayinya saat berbincangbincang diwarung dan dirumah tetangga.
Ada satu perawatan neonatus pada bayi di Desa Belandean
khususnya pada kasus bayi tidak menangis pada saat melahirkan.
Upaya yang dilakukan oleh dukun bayi untuk mengatasi masalah
tersebut dengan cara menyedot mulut dan hidung bayi. Bila bayi
masih belum menangis maka dukun bayi akan menepuk dada dan
punggung bayi, serta menggoyangnya hingga menangis.
Tidak ada tata cara atau tradisi khusus saat memandikan bayi
di masyarakat Desa Blandean. Ibu pasca persalinan biasanya
memanfaatkan jasa dukun bayi atau bidan untuk memandikan
bayinya untuk 2-3 hari setelah perslinan pada pagi dan sore hari. Hal
tersebut dilakukan karena ibu masih merasa takut memandikan bayi
karena merasa belum terampil. Melalui pembelajaran dari dukun atau
bidantentang tata cara memandikan bayi, ibu merasa siap untuk
memandikan bayinya. Peralatan dan perlengkapan untuk
memandikan bayi cukup sederhana seperti penggunaan air yang
dicampur dengan air panas, sabun dan sampo bayi. Menurut
masyarakat air yang digunakan dicampur dengan air panas agar bayi
tidak kedinginan.

108

Gambar 3.18 Cara Memandikan Bayi di Desa Belandean


Sumber: Dokumentasi Peneliti
Berdasarkan pengamatan peneliti, tata cara yang dilakukan
oleh ibu pada saat memandikan bayi adalah pertama bayi tersebut
dibaringkan di pangkuan ibu yang bawahnya telah dilapisi sehelai kain
atau handuk. Lalu si ibu akan melepaskan baju bayi, sesekali ibu
membasuh badan bayi dengan air hangat dilanjutkan membersihkan
badan bayi dengan sabun dan sampo. Kemudian si ibu membasuh
badan bayi hingga bersih, dan mencelupkan badan bayi ke ember agar
seluruh badan bayi terkena air dan untuk membersihkan sisa sabun
yang melekat di kulit bayi. Selesai dimandikan, ibu akan meletakkan
bayi ke pangkuannya untuk mengeringkan badan bayi dengan handuk.
Selanjutnya, ibu mengenakan baju pada bayi diatas tempat tidur.
Aktivitas ibu tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Pola asuh bayi di Desa Belandean hampir sepenuhnya
tanggung jawab ibu. Perawatan bayi yang dilakukan oleh ibu yaitu
memandikan bayi, memakaikan pakaian, menggendong bayi saat
menangis, memberikan ASI maupun susu formula, hingga menyuap
makanan kepada bayi. Bila bayinya tidur maka ibu menemani si bayi
agar tidak digigit nyamuk dan sesekali ibu melakukan aktivitas lain
seperti memasak atau membersihkan rumah.
109

Gambar3.19 Ibu Memakaikan Pakaian Bayi, Desa Belandean


Sumber: Dokumentasi Peneliti
Ibu juga mengajarkan cara makan dan minum pada anak
balitanya. Ibu juga membersihkan kotoran bayi hingga mengajarkan
cara buang air besar (BAB) saat usia balita. Namun, tidak menutup
kemungkinan bagi seorang ibu dalam pengasuhan anak dibantu oleh
anak perempuan atau ponakan nya yang berusia remaja atau nenek si
bayi.
Sebagian masyarakat yang masih mempercayai jimat
penangkal yang biasa disebut dengan istilah jimat tali pusar. Jimat tali
pusardigunakan sebagai pelindung bayi agar tidak diganggu oleh roh
jahat sehingga bayi tidur bisa nyenyak dan tidak mudah terkejut. Cara
pemakaian jimat adalah tali pusar yang telah dikeringkan kemudian
dibungkus dengan kain hitam dan dipakai untuk kalung di leher bayi.
Bayi yang mengalami panas, menurut masyarakat adalah gangguan
roh jahat. Jimat tali pusar juga bisa sebagai penyembuh bayi yang
sakit.
Masih adanya kepercayaan masyarakat terhadap bayi yang
baru lahir agar diberikan penangkah atau penahan. Bentuk penangkah
yang diberikan bayi berupa jimat yang dipakai di perut bayi, biasanya
disebut dengan jimat bebutuhan. Jimat bebutuhan diberikan kepada
bayi yang baru lahir agar tidak sering ngompol dan rewel. Selain itu,
110

ibu bayi juga mempercayai jimat bebutuhan sebagai penangkal


makanan yang di makan bayi agar tidak banyak baherakan atau buang
air besar. Hal ini dipercaya agar makanan yang dimakan oleh bayi bisa
menjadi daging sehingga bayi gemuk dan tumbuh dengan sehat. Jimat
ini terdiri dari 2 buah palir, 1 buah bebutuhan yang dikaitkan dengan
tali kuning kemudian dilingkarkan ke perut bayi. Bentuk palir yang
dipakai untuk jimat terbuat dari bahan perak yang berbentuk seperti
uang receh, sedangkan bebutuhan terbuat dari perak kuning dibentuk
seperti alat kelamin laki-laki yang telah diberi warna kuning.
Perbedaan jimat bagi bayi perempuan adalah bentuk dan bahan.
Bentuk jimat bagi bayi perempuan adalah menyerupai alat kelamin
wanita yang dikenal dengan istilah caping, berbahan dari tempurung
kelapa atau perak putih.

Gambar3.20 Jimat bebutuhan yang dipakai setelah bayi lahir.


Sumber: Dokumen Peneliti
Jika orang tua mengabaikan masalah kebersihan dan
kebutuhan makanan bergizi bagi anak maka berakibat anak akan
rentan terhadap penyakit. Selain itu, pengawasan orang tua yang
kurang terhadap aktivitas diluar rumah menjadi penyebab munculnya
masalah penyakit dan tingginya resiko kecelakaan pada saat bermain.
Salah satu bentuk kelalaian orang tua saat mengawasi anaknya
bermain yaitu saat orang tua sedang melakukan aktivitas seperti
mencuci baju disungai. Anak balita yang ikut bermain dipinggir sungai
dan tanpa sepengetahuan ibu ternyata tercebur ke sungai. Ibu selesai

111

mencuci dan baru menyadari bahwa anak tidak ada dan ternyata
beberapa saat kemudian ditemukan dalam kondisi meninggal.
Beberapa kasus kesehatan yang biasa dialami oleh anak yaitu
sakit batuk, pilek dan panas serta mengalami lecet karena terjatuh
saat bermain. Ada juga anak yang mengalami gatal-gatal pada bagian
tubuh tertentu. Bila anak yang terkena panas diberikan pengobatan
tradisional dari pohon tuak. Caranya dengan mengambil daun tuak
lalu diremas-remas kemudian ditempelkan dijidat anak. Akan tetapi
sekarang ini orang tua lebih banyak menggunakan pengobatan medis
seperti paracetamol yang mudah didapatkan di warung.
Pola pengasuhan anak, tanggung jawab pengasuhan anak
adalah tanggung istri. Sedangkan suami bekerja untuk mencari nafkah
keluarga dari pagi hingga sore. Konsumsi makanan sehari sehari hari
adalah ikan. Masyarakat Belandean banyak mengkonsumsi ikan gabus
atau ikan haruan. Mereka jarang mengkonsumsi sayuran. Sayur lebih
banyak dibeli dari tukang jual sayur keliling atau yang biasa dipanggil
paman sayur. Paman sayur berkeliling desa setelah belanja di pasar.
Jenis sayuran yang ada di Belandean sangat terbatas jumlah dan
jenisnya. Adapun sayuran yang sering ditemui di Belandean adalah
daun singkong, terong, kelakai, kangkung.

Gambar 3.21 Anak-anak bermain di sungai


Sumber; dokumen peneliti
112

Pola asuh berkaitan dengan kasih sayang, kedekatan dan


perkembangan secara fisik ataupun mental menjadi tanggung jawab
orang tua terhadap anaknya. Namun, berdasarkan intensitas waktu
bertemu dan menemani anak yang paling berperan penuh ialah ibu.
Secara kedekatan emosional dan kasih sayang lebih banyak diberikan
ibu terhadap anak. Pemenuhan kasih sayang serta kedekatan secara
emosional ayah kepada anak terjadi pada waktu tertentu seperti
pulang dari bekerja atau saat libur kerja. Pada malam harinya, ayah
biasa menemani anaknya saat menonton tv atau menemani saat anak
belajar.
Peran ibu melatih ketrampilan dan mendidik anak lebih banyak
dibanding ayah. Pada pagi hari, kebiasaan ibu bangun pagi dan
beraktivitas membersihkan rumah secara tidak langsung telah
memberi contoh serta menjadi panutan anak dalam mengikuti
kebiasaan ibu untuk bangun pagi. Ibu juga berperan mendisiplinkan
anak dalam belajar dengan menemani anaknya mengerjakan tugas
sekolahpada malam hari.
3.3.2. Pola Perilaku Hidup Sehat (PHBS)
1. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
Berdasarkan hasil observasi peneliti, jarang sekali menemukan
perilaku yang mengarah terhadap perilaku hidup bersih terkait
penggunaan air. Penggunaan air sungai yang sangat keruh dan kotor
digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari termasuk untuk
masak dan minum merupakan perilaku yang tidak hygienis dan tidak
sehat.Pengelolaan air sungai berupa pengendapan lumpur tanpa
memberikan tawas untuk menjernihkan air dan kaporit untuk
membunuh kuman, belum mencukupi untuk menyediakan air yang
layak minum, mengolah makanan bahkan sebagai air mandi.
Penyajian makanansehari-hari atau saat upacara selamatan /
kematian adalah dengan penyediaan satu piring lauk dan satu wadah
nasi terpisahuntuk masing-masing orang. Lauk berupa masakan
habang yaitu daging ayam atau telur atau daging sapi yang dimasak
dengan bumbu cabai merah dan bawang merah dicampur garam, lalu
113

di blender sampai halus. Rasa masakan habang tidak pedas, tapi agak
manis. Budaya cuci tangan sebelum makan dilakukan dalam bentuk
penyediaan air dalam mangkuk atau baskom sebagai tempat mencuci
tangan tanpa sabun. Mereka mencuci tangan setelah makan dengan
cara mencelupkan tangan yang kotor ke dalam baskom atau mangkok
berisi air. Mereka menggunakan kertas tisu atau handuk kecil untuk
membersihkan dan mengeringkan tangan sekaligus membersihkan
mulut.
Konsumsi air putih dengan menggunakan air mineral kemasan
gelas atau botol, biasanya dilakukan jika ada acara makan bersama
pada ritual selamatan atau kunjungan tamu. Mereka menggunakan air
mineral kemasan gelas untuk alasan praktis. Sebagian warga
menggunakan air sungai yang telah direbus untuk membuat
minuman teh manis yang disuguhkan kepada tamu.
2. Pemakaian Jamban Sehat
Masyarakat di Desa Blandean yang memiliki jamban sehat
dalam rumah hanya sebagian kecil. Warga yang mempunyai jamban
sehat tergolong orang mampu secara ekonomi. Jamban tersebut
terbuat dari beton dengan buangan kotoran dialirkan ke septiktank.
Masih banyak masyarakat membangun jamban diatas sungai
dengan limbah langsung dibuang ke sungai, yang pada saat
bersamaan dimanfaatkan untuk mandi dan kebutuhan sehari-hari.
Warga dengan ekonomi yang rendah, membangun jamban
mengapung yang terletak di pinggiran sungai. Jamban tersebut
terbuat dari kayu berukuran 1,5m x 1,5m. Bagian alas atau lantainya
dibuat lubang berukuran 60cm x 30cm yang berguna sebagai jalan
pembuangan air atau kotoran. Pengguna jamban tersebut
dimanfaatkan tidak hanya orang dewasa, namun juga anak-anak,
remaja hingga warga lanjut usia (lansia).
Pembangunan jamban di pinggiran sungai merupakan perilaku
yang kurang sehat, selain karena perilaku membuang hajat atau buang
air besar di sungai juga berdampak pada cemaran air itu sendiri.
Pencemaran air sungai juga terjadi akibat warga yang mandi dan
114

mencuci pakaian dan peralatan masak di sungai, serta buangan limbah


pabrik ke sungai. Perilaku tersebut menyebabkan kualitas air sungai
tidak baik.

Gambar 3.22. Jamban Warga Pinggir Sungai


Sumber: dokumen peneliti

Perbedaan sangat jelas antara jamban dalam rumah dengan


jamban yang ada di pinggiran sungai. Jamban dalam rumah lebih sehat
karena limbah dibuang ke septitank yang tertututp sehingga tidak
mencemari lingkungan sekitar, selain itu air yang digunakan untuk
cebok lebih bersih. Pengelolaan air sungai dalam rumah dengan cara
air dialirkan melalui pipa-pipa masuk ke dalam bak atau ember di
kamar mandi. Air tersebut diendapkan dan diberi tawas dan kaporit
guna menjernihkan air dan membunuh bakteri, selanjutnya digunakan
untuk mandi, cebok dan keperluan lain. Berbeda dengan penggunaan
jamban yang terletak di pinggiran sungai, warga membuang kotoran
langsung ke sungai dan setelah itu menggunakan air sungai untuk
cebok.
3.3.3 Penyakit yang Banyak Diderita Warga
1. Diare
Menurut kepala Puskesmas Berangas, diare termasuk penyakit
yang banyak dikeluhkan masyarakat mulai dari anak-anak hingga
dewasa. Faktor penyebab utama diare yaitu kebiasaan masyarakat
yang tidak menggunakan air bersih untuk dikonsumsi. Ada sebagian
masyarakat yang menyakini bahwa air sungai tanpa direbus sebagai
115

media pengobatan penyakit tertentu. Kepercayaan ini merupakan


salah satu faktor penyebab diare yang disebabkan meminum air
penuh kuman dan bakteri. Terdapat 1.024 kasus diare di wilayah kerja
Puskesmas Berangaspada tahun 2014. Kasus tersebut terdiri dari 512
orang laki-laki dan perempuan, dan kasus yang telah ditangani lebih
lanjut oleh petugas kesehatan sebesar 73,1% (748 orang).
Musim dan cuaca juga berdampak terhadap tingkat kesehatan
masyarakat. Terjadi peningkatan penyakit diare pada musim kemarau
karena air sungai yang dikonsumsi warga semakin keruh. Air sungai
surut sehingga menyebabkan air laut masuk ke sungan yang
mengakibatkan air berasa asin. Warga yang mengkonsumsi air
tersebut selama beberapa hari dapat mengalami diare.
Keberadaan fasilitas air bersih PAMSIMAS yang dibangun oleh
pemerintah diharapkan bisa membantu mengatasi persoalan
kebutuhan air bersih wargakhususnya mengatasi krisis air pada saat
sungai dalam kondisi surut. Warga tidak banyak memanfaatkan
fasilitas tersebut, sehingga keberadaan fasilitas PAMSIMAS tidak
banyak membantu menyediakan air layak minum yang diolah dari air
sungai.
Penyakit diare sering terjadi pada bayi dan balita. Seorang
informan berpendapat bahwa penyakit diare pada balita biasanya
disebabkan karena alergi terhadap susu formula. Hal tersebut ditandai
dengan muntah dan diare selama beberapa hari. Para ibu yang
melahirkan ditolong olehdukun bayi menyatakan bahwa mereka tidak
memperoleh penyuluhan tentang manfaat ASI untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi. Anak yang diketahui alergi terhadap susu
formula akan diperiksakan kepada tenaga kesehatan di Poskesdes
atau Puskesmas Berangas.
Faktor pola kebiasaan minum dan makan yang kurang bersih
menjadi penyebab diare pada masyarakat Desa Blandean Muara.
Diare pada balita terjadi karena air minum yang kotor dan pemberian
susu formula dalam botol kurang higienis akibat pengetahuan
perawatan yang kurang. Ketiadaan petugas kesehatan di desa
tersebut menyebabkan pemantauan dan pemeriksaan kesehatan
balita tidak terpantau.

116

2. TB Paru
Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB paru (mycobactorium
tuberculosis). Beberapa gejala TB paru antara lain batuk selama 2
minggu atau lebih, batuk disertai dahak, dahak bercampur darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berkeringat malam
hari tanpa adanya aktivitas fisik, serta demam lebih dari 1 bulan.
Faktor penyebab terjadinya kasus TB paru selain ada sumber
penularan adalah kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat,
perilaku tidak sehat, ventilasi dalam rumah yang kurang memadai,
serta pola makan yang tidak dijaga hingga berakibat malnutrisi.
Penyakit TB parudidiagnosa melalui pemeriksaan fisik oleh petugas
kesehatan dan pemeriksaan mikroskopis spuntum pasien oleh petugas
laboratorium Puskesmas.

Gambar 3.23
Peralatan Laboratorium di Puskesmas Berangas
Sumber: dokumen peneliti

Penegakan diagnosa lebih lanjut adalah dengan pemeriksaan


foto rontgen thorax. Dokter di Puskesmas Berangas akan memberikan
rekomendasi kepada pasien berupa surat rujukan ke rumah sakit
untuk dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorax. Hasil tersebut
untuk lebih memastikan pasien positif penyakit TB paru, sehingga
dapat diberikan pengobatan program TB.
117

Kasus TB paru ditemukan 39 orang dari hasil pemeriksaan


sputum kepada 390 orangpada tahun 2014. Mereka terdiri dari 22
orang perempuan dan 17 orang laki-laki. Angka kesembuhan pasien
setelah diberikan pengobatan lengkap dan dinyatakan sembuh
terhadap 39 kasus TB paru tersebut adalah 24 orang atau 61,54%.
Peneliti cukup beruntung bisa mewawancarai seorang ibu yang
mempunyai anak terdiagnosa penyakit TB paru pada saat berusia 1,5
tahun dan akhirnya meninggal dunia. Awalnya cukup sulit bagi peneliti
untuk mewawancarai informan karena informan enggan
menceritakan asal mula penyakit TB paru yang diderita oleh anaknya,
mungkin akibat rasa trauma atas kehilangan anak yang disayangi.
Setelah dilakukan pendekatan akhirnya Ny. N mau menceritakan
peristiwa kematian anaknya akibat sakit Tuberkulosis.
Ny. N lebih banyak menggunakan jasa dukun bayi pada masa
kehamilan hingga proses persalinan. Dukun bayi pada masa kehamilan
melakukan pemijatan untuk menghilangkan rasa lelah di badan dan
untuk memposisikan kepala bayi agar sesuai dengan jalan keluar
rahim.Ny. N mengatakan bahwa tidak ada pengaturan terhadap pola
makan selama kehamilan. Menu utama setiap kali makan adalah telor
atau ikan asin, sedangkan buah dan sayur bukanlah menu yang wajib
bagi Ny. N apalagi susu untuk ibu hamil, hampir tidak pernah
meminumnya. Menurut kepercayaan masyarakat, ibu hamil dilarang
makan ikan karena dipercaya menyebabkan bayi mengalami gatalgatal. Pengetahuan yang kurang tentang pola makan sehat ibu hamil
dapat berdampak terhadap asupan zat gizi rendah pada janin dalam
kandungan.
Perilaku yang kurang sehat juga terlihat dari kebiasaan Ny. N
terhadap pola asuh anak. ASI tidak diberikan secara ekslusif kepada
bayi. Ny. Ntidak memahami manfaat pemberian ASI eksklusif untuk
memenuhi kebutuhan gizi dan membentuk kekebalan tubuh bayi.
Kelalaian saat menjaga anak juga terlihat saat sedang memasak
didapur. Ny. N memasak menggunakan tungku dari tanah liat yang
berbahan bakar kayu. Kondisi rumah Ny. N antara kamar dan dapur
yang tanpa sekat pembatas dan saling berdekatan menyebabkan asap
dari dapu menyebar ke seluruh ruangan dalam rumah. Hal ini secara
tidak langsung berdampak terhadap pernafasan si bayi yang ada
118

dalam ruang tidur atau ruang tamu akibat menghirup asap


pembakaran tungku. Ventilasi rumah kurangmenyebabkan udara
segar tidak leluasa mengalir dan cahaya yang masuk dalam
rumahminim.
Ny. N memiliki anak yang saat itu berusia 1,5 tahun (anak P)dan
mengalami batuk-batuk, demam dan badannya lemas.Upaya
penyembuhan anak P dilakukan dengan mendatangi orang pintar
untuk mendapat pengobatan tradisional. Pengobat memeriksakan
dan memberi air tawar yang telah didoakan. Menurut orang pintar,
menyakit yang diderita oleh si anak P merupakan gangguan roh jahat.
Kesembuhan tidak terjadi sehingga dilakukan upaya pengobatan
secara medis oleh pihak keluarga dengan memeriksakan ke rumah
sakit. Hasil pemeriksaan spuntum menyatakan anak P terdiagnosa TB
paru sehingga harus dirawat dirumah sakit. Pihak keluarga tidak
mengeluarkan biaya perawatan karena memiliki kartu jaminan
kesehatan. Meski pengobatan gratis, namun keluarga harus
mengeluarkan biaya transport dan makan serta kebutuhan lain selama
menunggu di rumah sakit. Beban biaya tersebut dirasakan berat dan
membuat keluarga memutuskan untuk membawa pulang si anak
meski pengobatan belum tuntas. Orang tua mengaku tidak ada
perawatan khusus selama di rumah dan sudah jarang kontrol ke
rumah sakit sampai akhirnya nyawa si anak tidak tertolong.
3.

Hipertensi
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan
penyakit yang banyak ditemukan pada laki-laki maupun perempuan
usia lebih dari 30 tahun. Mereka mempunyai pola makan yang kurang
teratur dengan menu utama berupa
Nasi dan ikan asin yang selalu tersaji pada setiap kali makan. Mereka
jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Manusia membutuhkan asupan
makanan yang bergizi dan seimbang untuk mencegah resiko penyakit
degeneratif. Pola makan yang buruk dapat memicu faktor resiko
hipertensi seiring bertambah usia.
Hipertensi merupakan penyakit yang dominan di masyarakat
Desa Balandean Muara. Salah satu kasus hipertensi pada seorang ibu,
sering kali mengeluh tangan dan kaki kesemutan disertai pusing
kepala. Ibu tersebut memeriksakan diri ke petugas pelayanan
119

kesehatan pada saat ada pelayanan puskesmas keliling di pustu. Hasil


dari pemeriksaantekanan darah tersebut menunjukkan si ibu
terdiagnosa hipertensi sehingga perlu diberi pengobatan rutin. Kasus
hipertensi yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan
terjadi stroke yaitu kelumpuhan separoh badan. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan penderita hipertensi terkait pola makan yaitu
mengurangi konsumsi ikan asin atau semua makanan yang
mengandung natrium tinggi, tidak menggunakan bumbu penyedap,
perlu mengkonsumsi sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan
serat bagi tubuh.
4.

ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) merupakan infeksi
disebabkan oleh virus atau bakteri. Gejala ISPA diawali dengan gejala
demam disertai dengan sakit kepala, tenggorokan sakit, pilek keluar
ingus, batuk kering atau berdahak, hidung tersumbat dan bersinbersin. Penyakit tersebut banyak ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Berangas pada tahun 2014 dan tahun tahun sebelumnya.
Menurut Dokter yang bertugas saat kegiatan puskesmas keliling,
penyakit ISPA banyak diderita karena perilaku masyarakat yang tidak
sehat dan kurangnya ventilasi rumah sehingga sirkulasi udara segar
sangat kurang.
Perilaku tidak sehat lain terlihat banyak masyarakat melakukan
kebiasaan merokok. Mereka merokok tanpa peduli siapa ada
disampingnya, bahkan merokok didekat balita dan anak di ruang
tertutup. Perilaku tersebut secara tidak langsung menyebabkan
pernafasan anak terpapar oleh asap rokok. Udara tidak sehat berputar
dalam rumah akibat asap rokok, asap tungku dapur, diperparah
dengan kondisi rumah yang ventilasinya terbatas sehingga sirkulasi
udara segar sangat kurang.
Peneliti juga mewawancarai beberapa warga tentang
pentingnya PHBS dalam kehidupan sehari-hari. Warga yang bekerja
sebagai petani mengaku bahwa mereka jarang membuka jendela
rumahnya karena pagi jam 05.30 harus berangkat ke sawah untuk
bercocok tanam dan pulang sore harinya sekitar pukul 17.00 sehingga
tidak memungkinkan untuk membuka jendela serta menjemur kasur
dan bantal. Mereka juga mengakui sering kali merasa sesak nafas dan
120

batuk-batuk, namun hal tersebut tidak dihiraukan. Mereka akan


memeriksakan penyakitnya, bila merasakan sakit mulai parah yaitu
bila penyakit tersebut mengganggu pekerjaannya di sawah.
Pengetahuan orang tua yang kurang tentang perilaku hidup bersih dan
sehat berpengaruh tehadap budaya perilaku dalam kehidupan seharihari.

121

BAB 4
MANDI ISAP BUYU
DAN PENDERITA GIZI BURUK PADA ANAK
4.1. Kondisi Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan salah satu masalah kesehatan yang
mendapat perhatian oleh Dinas kesehatan Kabupaten Barito Kuala.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Perhatian utama pemerintah
terhadap proses tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan
hingga dewasa berupa pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti
perawatan dan makanan bergizi sehingga membentuk SDM yang
sehat, cerdas dan produktif.36
Upaya perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain
melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar
gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan
sesuai kemajuan ilmu dan teknologi. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Bidan Kesehatan 2010-2014 telah
menetapkan salah satu sasaran pembangunan yang akan dicapai
adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya
15% dan menurunkan prevalensi balita pendek menjadi setinggi-tinggi
325. Sasaran RPJMN tersebut akan dicapai dalam Rencana Aksi
Pembinaan Gizi Masyarakat melalui penetapan 8 indikator kinerja,
yaitu: (1) balita ditimbang berat badannya; (2) balita gizi buruk
mendapatkan perawatan; (3) balita 6-59 bulan mendapat kapsul
vitamin A; (4) bayi usia 0-6 bulan mendapatkan ASI Eksklusif; (5) ibu
hamil mendapat 90 tablet Fe; (6) rumah tangga mengkonsumsi garam
beriodium; (7) kabupaten/ kota melaksanakan surveilans gizi; (8)
penyediaan stok cadangan (buffer stock) Makanan Pendamping Air
36

Depkes RI, 2002, Pedoman Umum Gizi Seimbang, Jakarta

122

Susu Ibu (MP-ASI) untuk daerah bencana. Presentase anak dengan


malnutrisi merupakan salah satu indikator MDGs dalam mencapai
target goal pertama.37
Terjadinya kasus gizi buruk di Kabupaten Barito Kuala
dipengaruhi beberapa faktor. Selain disebabkan karena asupan
makanan, serta kurang memahaminya pola asuh dan perawatan anak
sehingga berdampak pada tumbuh kembangnya. Hal ini juga
diperburuk dengan masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
perilaku hidup bersih dan sehat. Kondisi tersebut terungkap melalui
wawancara dengan Bapak Syaiful, Kepala Bidang Promosi Kesehatan
di Dinas Kabupaten Barito Kuala. Berikut kutipan wawancara dengan
Bapak Syaiful:
Masih ditemukannya kasus gizi buruk pada anak tidak terlepas
dari peranan semua pihak, baik petugas kesehatan, orang tua
dan tokoh masyarakat. Kurang memahami orang tua dalam pola
asuh dan pemberian makanan anak. Selain itu juga masih ada
kepercayaan di kalangan masyarakat terkait pantanganpantangan yang berkaitan dengan pola asuh anak, sehingga
berdampak pada gizi kurang. Jika anak yang gizi kurang segera
diketahui dan ditangani oleh petugas kesehatan maka akan
meminimalisir terjadinya gizi buruk.

Kasus gizi buruk di kecamatan kabupaten Barito Kuala cukup


merata dan tertinggi di kecamatan Alalak tempat penelitian
berlangsung. Kasus gizi buruk pada anak menjadi pendorong peneliti
untuk lebih mendalami masalah gizi buruk di desa penelitian sebagai
tema khusus. Berikut ini grafik kasus gizi buruk di Kabupaten Barito
Kuala:

37

Info Datin, 2015, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, Situasi dan
Analisis Gizi, Jakarta

123

Wanaraya
9%

Alalak
37%

KASUS GIZI BURUK KLINIS


KABUPATEN BARITO
KUALA
Mekarsari
Bakumpai
9%
TAHUN 2014
18%
Mandastana
9%

Cerbon
18%

Grafik 4.1.
Data Penderita Gizi Buruk pada Anak
Sumber: Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala

Berdasarkan grafik tersebut diatas menggambarkan kejadian


gizi buruk dibeberapa kecamatan di Kabupaten Barito Kuala. Tingginya
kasus gizi buruk di Kecamatan Alalak sebesar 37% dibandingkan
kecamatan lainnya. Upaya mengatasi masalah gizi tidak terlepas dari
peran perawatan orang tua dan petugas kesehatan setempat.
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk pada
anak antara lain asupan makan, pola asuh dan atau kepercayaan
masyarakat terkait ritual dan pantangan terhadap makanan tertentu.
Pendapatan orang tua juga berpengaruh terhadap persediaan dan
ketahanan pangan dalam rumah tangga. Dalam tematik ini, peneliti
akan membahas faktor penyebab malnutrisi, upaya medis dan non
medis dalam menangani masalah kesehatan.
4.2. Faktor Penyebab Gizi Buruk pada Anak
Keadaan gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan
antara konsumsi dan penyerapanzat gizi dan penggunaan zat-zat
tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari terjadinya zat gizi dalam
124

seluler tubuh38. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam


pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan
dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status
kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan
masuknya nutrisi.
Asupan makanan berperan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Konsumsi
makanan memegang peranan penting dalam dalam pertumbuhan fisik
dan kecerdasan anak sehingga asupan makan berpengaruh terhadap
status gizi. Timbulnya gizi kurang bukan hanya disebabkan oleh
makanan tetapi juga sering disebabkan oleh diare atau penyakit
lainnya. Anak yang mendapatkan cukup makanan yang baik tetapi
diserang oleh diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi
kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya
tahan tubuh (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang
penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya terkena gizi
kurang. Bila anak gizi kurang tersebut tidak dilakukan penanganan
maka dapat berakibat menjadi gizi buruk.39
Konsumsi makanan yang perlu diperhatikan untuk dihindari
oleh orang tua kepada anaknya agar tidak mengalami gizi kurang yaitu
makanan yang tidak sehat (terlalu berminyak, junk food dan
pengawet), penggunaan garam bila memang diperlukan sebaiknya
dalam jumlah sedikit dan harus beryodium dan menghindari jajanan
yang tidak terjamin kebersihan dan kandungan zat gizinya. 40

38

Supariasa IDN, Bakri B, Fajar, 2002, Penilaian Status Gizi, Jakarta


Marmi, SST dan Kukuh R, 2012, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah, Yogyakarta
40
Proverawati, A, 2010, Kapita Selekta ASI dan Menyusui, Bantul
39

125

Gambar 4.1.
Anak-Anak sedang mengkonsumsi makanan berpengawet
seperti snack, mie instan dan ikan asin
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Permasalahan gizi pada anak merupakan ketidakseimbangan


asupan makanan, kebutuhan tubuh dan keluaran zat gizi. Masih
banyaknya anak yang tidak memperoleh ASI eksklusif dikarenakan
pemberian makan selain ASI oleh orang tua sesaat setelah anak lahir.
Ada kepercayaan dan kebiasaan dari orang tua tentang pemberian
madu atau gula merah pada anaknya sesaat setelah melahirkan.
Selain itu, faktor ASI yang tidak segera keluar setelah bayi lahir
sehingga ibu memberikan susu formula sebagai pengganti ASI.

Gambar 4.2.
Ibu Memberikan Susu Formula kepada Bayi kurang dari 6 bulan
Sumber: Dokumentasi Peneliti

126

Para ibu di Desa Belandean Muara terlalu cepat memberikan


makanan pendamping ASI kepada anaknya setelah lahir, yaitu
sebelum 6 bulan usia bayi.Masyarakat khususnya ibu terbiasa
memberikan madu, gula merah, air putih, pada bayi segera setelah
lahir dan selanjutnya diusia yang dini tersebut bayi juga diberikan
buah pisang hingga susu formula. Perilaku tersebut dipengaruhi
ketidaktahuan informasi tentang ASI eksklusif serta jadwal umur anak
untuk mendapatkan makanan lunak tambahan. Jika hal tersebut
menjadi kebiasaan dan dilakukan terus menurus dapat menyebabkan
gangguan gizi berupa berat badan bayi dibawah normal dan terjadinya
KEP (Kekurangan Energi dan Protein).
Masyarakt juga mengenal kepercayaan bahwa pemberian
makanan tersebut pada bayi akan mempengaruhi perilaku anak
bilakelak dewasa. Perilaku serupa juga dilakukan oleh Ny. H yang
mempunyai bayi.
Sesaat setelah melahirkan seorang putra, saya memberikan
madu yang menurut kepercayaan kami, agar kelak anak
dewasa dapat bersikap dan tutur kata manis seperti
manisnya madu. Pada minggu pertama, ASI tidak keluar
lancar sehingga saya memutuskan untuk memberikan susu
formula karena anak saya rewel, sesekali saya memberikan
buah pisang yang telah dilumerkan supaya anak saya
kenyang dan tidak rewel.

Peneliti melakukan observasi kepada beberapa ibu yang


mempunyai bayi dibawah usia 6 bulan. Mereka mengaku bahwa
anaknya sering tersedak dan diare setelah diberikan makanan
tambahan. Mereka tetap memberikan makanan tersebut meski anakn
mengalami gangguan karena pemberian tambahan makanan tersebut
membuat anak merasa kenyang hingga tidak rewel. Peneliti juga
mendapatkan informasi bahwa dahulu ada kepercayaan di tengah
masyarakat,yaitu bayi yang baru lahir diberikan gula merah cair
dengan menggunakan jempol kaki bapaknya. Cara tersebut dipercaya
127

akan membuat anak kelak dewasa patuh dan taat kepada orang tua.
Perilaku ini sudah tidak lagi dilakukan.
Menurut dr. Amelia yang bertugas Puskesmas Keliling di Pustu
menuturkan beberapa faktor yang berperan dalam kejadian gizi
kurang. Berikut pernyataannya:
Penyebab gizi kurang diantaranya masih minimnya
kesadaran ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif
hingga 6 bulan, tingkat pendidikan yang rendah serta
ekonomi masyarakat yang lemah. Selain itu masih
berkembangnya kepercayaan yang dianggapan oleh
masyarakat mengenai munculnya penyakit karena gangguan
non medis

Beberapa kepercayaan yang masih berlangsung ditengah


masyarakat Desa Belandean hingga sekarang, yaitu tentang larangan
makanan pada ibu pasca persalinan (nifas). Ibu dilarang makan ikan
selama 41 hari paska melahirkan, padahal ikan merupakan sumber
protein albumin tinggi berguna mempercepat proses penyembuhan
pasca persalinan. Ikan haruan atau ikan gabus adalah salah satu ikan
yang mudah ditemui dibantaran sungai belandean. Kandungan zat gizi
protein per 100 gram ikan haruan 25,2 gram lebih tinggi dibandingkan
telor 12,8 gram, daging ayam 18,2 gram dan daging sapi 18,8 gram.
Asupan makanan dan zat gizi yang terkandung didalamnya akan
berpengaruh pada bayi yang disusui. Tumbuh kembang pada bayi juga
membutuhkan energi dan protein tinggi melalui pemberian ASI.
Terdapat kepercayaan masyarakat terhadap kalalah. Kalalah
merupakan larangan bagi bayi baru lahir untuk keluar rumah hingga
40 hari. Bayi tidak boleh terkena sinar matahari selama kurun waktu
tersebut, padahal bayi sangat membutuhkan vitamin D yang cukup
untuk pertumbuhannya. Kurangnya pengetahuan dan faktor
pendidikan yang rata-rata SD sampai SMP serta kepercayaan adat
yang masih kuat, mempengaruhi kebiasaan perilaku para ibu di Desa
Belandean. Sinar matahari pada pagi hari mengandung vitamin D yang
sangat baik bagi tubuh. Bayi cukup berjemur sekitar 15-30 menit yang
128

bermanfaat untuk membantu penyerapan mineral seperti kalsium


untuk pertumbuhan gigi dan tulang. Jika vitamin D tidak tercukupi
maka anak bisa terkena riketsia atau kelainan tulang.
Kejadian malnutrisi pada anak juga tidak terlepas dari faktor
ekonomi yang rendah dari orang tua. Hal tersebut juga mempengaruhi
kualitas dan kuantitas pangan dalam rumah tangga. Bahan makanan
yang kurang beraneka ragam, kebanyakan masyarakat lebih
mengutamakan nasi sebagai sumber karbohidrat sedangkan ikan dan
telor sebagai protein hewani. Sayur dan buah bukanlah menu utama
yang harus ada dalam suatu hidangan makanan. Sebagian besar
masyarakat adalah petani, tetapi ketersediaan sayur bergantung pada
pasokan dari luar Belandean yang dijajakana oleh paman sayur. Jenis
dan jumlah sayur yang dijajakan keliling tidak mencukupi kebutuhan
masyarakat. Anak tidak dibiasakan untuk mengkonsumsi sayur dan
buah sehingga mereka lebih menyukai makan nasi dengan lauk telor
atau ikan goreng dan ditambah kecap manis. Perilaku anak yang suka
makan fast food dan jajanan/ snack mengandung penyedap rasa telah
mempengaruhi nafsu makan mereka. Anak yang sudah terbiasa
makan jajanan/ snack menyebabkan si anak malas untuk makan nasi.
Bila hal ini terlangsung dalam kurun waktu yang lama akan berdampak
pada pertumbuhan anak hingga berakibat gizi kurang.
Pola pengasuhan anak berupa memberikan makan, merawat,
kebersihan, memberikan kasih sayangdilakukan oleh ibu, atau
pengasuh lainnya seperti ayah, nenek, kakek atau keluarga terdekat
lainnya. Kesemuanya berhubungan dengan kemampuan ibu atau
pengasuh lain dalam pemahaman dan ketrampilan tentang
pengasuhan anak yang baik termasuk tentang gizi dan makanan,
peran dalam keluarga atau masyarakat, pekerjaan sehari-hari, adat
kebiasaan keluarga dan masyarakat.
Pola perawatan anak juga dapat dilihat dari peran ibu untuk
mengetahui pertumbuhan si buah hati melalui kegiatan posyandu.
Para ibu balita di desa Belandean mengikuti kegiatan posyandu mulai
dari pendaftaran, penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
129

badan, mengikuti penyuluhan kesehatan , Pemberian Makanan


Tambahan (PMT) hingga imunisasi. Setiap posyandu, ibu diharapkan
membawa buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) sebagai instrumen
pemantau pertumbuhan anak. Salah satu isi buku KIA yaitu grafik
pertumbuhan balita melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan
yang menggambarkan status gizi anak setiap bulannya. Kegiatan
posyandu di Desa Belandean rutin dilakukan sebulan sekali. Berikut ini
gambar kegiatan posyandu di Poskesdes Desa Belandean Kecamatan
Alalak.

Gambar 4.3.
Kegiatan Penimbangan Berat Badan Balita di Poskesdes
sumber; Dokumentasi Peneliti

Kader posyandu membagikan makanan tambahan berupa


bubur ayam kepada balita yang hadir. Bubur ayam dibuat oleh kader
posyandu yang berbahan dasar beras, wortel, kentang, daun sop,
kacang panjang, garam, daging ayam cincang serta bumbu dapur. PMT
yang diharapkan memenuhi kebutuhan energi bersumber dari beras,
protein dari daging ayam, vitamin dan serat dari sayurannya.

130

Gambar 4.4.
PMT di Posyandu Desa Belandean
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Terdapat pelayanan imunisasi balita oleh bidanpada kegiatan


posyandu. Peranan orang tua dalam kegiatan imunisasi balita sudah
cukup baik, terlihat dari tingkat kehadiran bayi dan balita yang
diimunisasi. Tingkat kehadiran balita cukup tinggi untukimunisasi polio
dan BCG karena didukung oleh peran bidan memberikan penyuluhan
mulai saat ibu hamil memeriksakan kandungannya hingga pasca
melahirkan. Cakupan imunisasi DPT kurang sesuai harapan bahkan
mengalami penurunan, disebabkan adanya kekhawatiran para ibu
terhadap efek samping panas dan rewel setelah anak mendapat
imunisasi DPT. Berikut adalah hasil wawancara dengan bidan desa
terkait dengan pelaksanaan imunisasi di desa Blandean.
Peran ibu dalam kegiatan imunisasi sebenarnya cukup baik.
Dulu masyarakat kurang memahami pentingnya imunisasi,
namun alhamdulillah sekarang para ibu sudah banyak yang
aktif. Hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah yang gencar
menginformasikan pentingnya imunisasi melalui media
elektronik serta penyuluhan dari petugas kesehatan
setempat. Namun, kehadiran balita mengalami menurunan
pada imunisasi DPT 2. Balita yang diberikan imunisasi DPT
pertama berefek panas dan bengkak agak kemerahan
menyebabkan anak rewel. Sehingga ada beberapa ibu
131

memutuskan tidak hadir pada imunisasi DPT 2 (wawancara


dengan Bidan Sri Kepala Poskesdes Belandean)

Gambar 4.5.
Imunisasi pada Bayi di Poskesdes
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Ibu bidan telah menjelaskan efek sementara dari imunisasi DPT


seperti panas dan sedikit bengkak merah. Bidan menjelaskan bahwa
efek tersebut tidak berbahaya sehingga tidak perlu terlalu dicemaskan
oleh ibu. Upaya mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan ASI kepada anak dan mengompresnya dengan air hangat
atau pemberian obat paracetamol.
Anak perlu dipantau kesehatannya dengan cara melakukan
pemantauan kesehatan rutin oleh bidan di posyandu dan segera
diperiksakan ke dokter bila sakit karena anak masih rentan terhadap
penyakit. Salah satu upaya pemantauan kesehatan pada anak adalah
aktif mengikuti kegiatan posyandu. Pemantauan pertumbuhan anak
dapat diketahui oleh orang tua melalui catatan timbangan berat
badan dan panjang badan yang tertera di buku KIA masing-masing
anak. Selain itu pemberian imunisasi berguna memberikan kekebalan
132

pada anak untuk melindungi dari penyakit tertentu seperti Hepatitis B,


Tuberkulosis, Tetanus, Polio, Campak. Pemberian harus sedini
mungkin dan lengkap sesuai jadwal imunisasi.41
Peran pola asuh orang tua terkait perawatan anak juga
dipengaruhi kebersihan dan sanitasi lingkungan. Lingkungan
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi proses tumbuh
kembang anak. Peran orang tua yaitu membentuk perilaku kebersihan
diri dan sanitasi lingkungan yang sehat. Lingkungan rumah yang
bersanitasi buruk, paparan sinar matahari yang kurang, sirkulasi udara
yang tidak lancar, akan berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak
42
.
Kebiasaan makan anak tercermin dari beberapa balita yang
ditemui peneliti saat mereka makan di tepi sungai. Piring berisi nasi
dan sedikit ikan gabus menjadi menu sehari-hari tanpa sayur dan
makana lainnya. Berikut ini gambar anak balita sedang makan di tepi
sungai Belandean:

Gambar 4.6.
Perilaku Anak Makan Nasi dan Ikan Gabus
Sumber: Dokumentasi Peneliti

41

Marimbi, Hanum, 2010, Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada
Balita, Yogyakarta, 109
42
Eveline. Dr. PN SPA. IBCLC, Djamaludin, Nanang, 2010, Panduan Pintar Merawat
Bayi dan Balita, Jakarta, 21

133

Kasus gizi buruk pada anak yang terjadi pada keluarga Ny. I,
terpantau saat peneliti melakukan observasi ke rumah informan.
Tempat tinggal terkesan kumuh dengan penataan ruang yang sangat
tidak kondusif bagi pertumbuhan anak. Tempat tidur anak diletakkan
berdekatan dengan tempat memasak sehingga asap kayu bakar dari
tungku memenuhi ruangan tidur anak. Asap menimbulkan gangguan
pernapasan pada salah seorang anak Ny I yang terlihat sesak napas.
Tidak ada sekat antara satu ruang dengan ruangan lainnya. Semuanya
bercampur antara tempat tidur, makan, masak. Sementara untuk
kegiatan buang air besar, mandi dan mencuci makanan, dilakukan di
sungai yang ada di bawah dan samping rumah.
4.3. Pelayanan Kesehatan dalam Mengatasi Gizi Buruk
Pelayanan kesehatan terkait masalah gizi oleh petugas
kesehatan di Puskesmas Berangas sudah cukup bagus. Hal tersebut
ditunjukkan dengan peranan ahli gizi di Puskesmas yang berkerjasama
dengan bidan desa untuk memantau status gizi balita di setiap
posyandu. Bentuk keseriusan dinas kesehatan Kabupaten Barito Kuala
untuk mengatasi masalah gizi buruk pada anak adalah pembangunan
Panti Gizi yang merupakan satu-satunya di Kabupaten Barito Kuala.
Bangunan Panti Gizi terletak di sekitar pekarangan Puskesmas
Berangas. Alasannya dipilihnya Pembangunan panti gizi di Puskesmas
Berangas yaitu tersedianya lahan tanah yang memadai untuk
pembangunan, serta masih ditemukannya kasus gizi buruk anak di
wilayah kerja puskesmas. Panti Gizi juga dilengkapi beberapa ruang
antara lain: ruang konsultasi gizi, tempat tidur pasien, permainan
anak, dapur disertai contoh menu makan yang ditempel dipapan
dapur.

134

Gambar 4.7.
Ruang Perawatan Penderita Gizi Buruk di Panti Gizi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Gambar 4.8.
Anak Penderita Gizi Buruk yang Dirawat di Panti Gizi
Sumber: Foto Anak Gizi Buruk yang Pernah Tinggal di Panti Gizi

Anak dengan gizi buruk anak yang terpantau bidan di wilayah


kerja Puskesmas Berangas, akan dilaporkan bidan kepada ahli gizi
petugas kesehatan Puskesmas. Bidan akan menyarankan pihak
keluarga untuk bersedia dirujuk ke puskesmas agar mendapatkan
135

penanganan. Anak diharapkan tinggal di Panti Gizi untuk


mendapatkan perawatan gizi serta pemeriksaan lainnya. Hal ini
bermaksud untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang penyerta
dalam tubuh si anak. Selain dilakukan pemeriksaan laboratorium,
petugas kesehatan juga menganalisis pertumbuhan anak melalui buku
KIA. Jika pemeriksaan tersebut menunjukkan hasil positif bahwa anak
mengalami gizi buruk maka anak diwajibkan tinggal di Panti gizi
minimal 21. Anak akan dirawat dan mendapatkan pelayanan
kesehatan gizi melalui pemberian asupan makanan yang bergizi tinggi
seperti biskuit, susu, vitamin dan mineral tinggi hingga makanan
utama selama kurun waktu tersebut. Pemberian makanan bergizi
tinggi berguna untuk memulihkan kondisi status gizi anak. Selama
menginap di Panti Gizi, anak juga diberikan makanan tambahan yang
telah dimodifikasi yang bergizi tinggi. Ibu diberi penyuluhan tentang
makanan yang sehat dan bergizi yang disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Berikut asupan makanan yang diberikan oleh petugas kesehatan
Puskesmas Berangas:

Gambar 4.5.
Makanan yang Diberikan pada Anak Gizi Buruk di Panti Gizi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

136

Gambar 4.10
Menu-Menu dan Cara Membuat Modifikasi Makanan Penambah ASI
pada Anak yang Gizi Buruk di Panti Gizi
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kasus Gizi Buruk yang Berakhir dengan Kematian


Anak A merupakan seorang anak perempuan di Desa Belandean
Muara. Dia mengalami gangguan malnutrisi pada usia balita yaitu
pada saat berusia 1,5 tahun, berat badan Anak A hanya 7 Kg saja, dan
tidak mengalami peningkatan yang sesuai pertambahan usia. Kasus ini
ditemukan tanpa sengaja pada saat peneliti melakukan wawancara
dengan seorang warga Belandean di sekitar Panti Gizi. Kematian Anak
A tidak tercatat dalam buku catatan yang ada di Panti Gizi tersebut.
Berdasar informasi awal, dilakukan penggalian tentang rumah Anak A
serta digali riwayatnya melalui wawancara mendalam dengan sang ibu
Ny.I.
Kunjungan ke rumah Ny.I memberikan gambaran umum kondisi
keluarga tersebut. Rumah sederhana dengan situasi lingkungan
kumuh tampak dari luar. Wawancara dilakukan peneliti dan dapat
ditarik kesimpulan bahwa kejadian yang dialami Anak A terkait dengan
faktor yang mendukung yaitu, pengetahuan orang tua yang kurang
terkait perawatan anak termasuk asupan makanan baik kualitas dan
137

kuantitas, sanitasi lingkungan yang kurang bersih serta pemeriksaan


ke pelayanan kesehatan saat sakit yang kurang, dan ketidak kehadiran
dalam kegiatan posyandu dan imunisasi.
Faktor ekonomi yang rendah semakin mendukung kejadian gizi
kurang tersebut. Pola asuh ibu yang tidak memperhatikan asupan
makan sesuai kebutuhan tubuh diakui oleh Ny.I. Ny. I, ibu kandung
dari Anak A mengatakan bahwa
selama kehamilannya tidak
mengalami gangguan dalam kandungannya, namun makanan yang
dikonsumsi saat hamil disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
dalam membeli makanan hanya berupa nasi dan ikan asin. Berikut
kutipan wawancara dengan Ny. I sebagai berikut:
Anak. A merupakan anak kedua bagi keluarga kami. Selama
masa kehamilan saya tidak mengalami gangguan apapun,
hanya saja pada trimester pertama saya mengalami mual-mual
dan ngidam seperti halnya kehamilan pertama. Makanan yang
saya makan tidak ada perbedaan sebelum atau selama hamil.
Menu makan utama adalah nasi dan ikan asin yang dicocol
dengan kecap, gula merah, bawang, garam dan micin sedikit.
Bila ada rezky lebih, barulah saya membeli bahan makanan ke
paman sayur.

Ny. I mengaku terlambat mengetahui kehamilan yaitu setelah


beberapa bulan. Ny.I berkunjung ke bidan kampung dan dukun bayi
untuk memeriksa kondisi perutnya setelah mengalami mual-mual.
Selama pemeriksaan, perut Ny. I dipijat halus dengan minyak tertentu.
Bidan kampung mengatakan bahwa kembang peranakan di dalam
perut Ny. I, artinya tumbuh janin dalam kandungan. Selain itu, Ny. I
juga memeriksaan kandungan hingga proses persalinan menggunakan
jasa bidan setempat. Ny. I mendapatkan vitamin dan Fe sebagai
suplemen tambahan pada masa kehamilan.

138

Gambar 4.11.
Ny. I yang Anaknya Meninggal Karena Terkena Gizi Buruk
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Peran asupan makan seimbang sesuai dengan kebutuhan


tubuh anak yang berguna untuk pertumbuhan tubuh anak.
Keanekaragaman makanan berpengaruh terhadap kandungan zat gizi
antara lain karbohidrat dari nasi, protein dari lauk hewani dan nabati,
vitamin dan mineral dari sayur dan buah serta susu yang mengandung
protein dan kalsium. Jika tidak tercukupinya kebutuhan makanan
seiring dengan bertambahnya kebutuhan zat-zat bergizi akan
menghambat tumbuh kembang si anak hingga berakibat gizi buruk
hingga perkembangan otak kurang optimal. Tanda fisik gizi buruk pada
Anak A seperti badan sangat kurus dan lemas, pandangan mata layu,
wajah tua, perut cekung dan sering rewel seperti pengakuan Ny.I pada
saat akhir kehidupan Anak A.
Ny I merawat anak A seperti pengalamannya saat merawat
anak pertama misalnya cara memandikan dan menyusui bayi.
Ditanyakan oleh peneliti terkait ASI ekslusif, Ny. I menyatakan kurang
memahami manfaat dan pentingnya memberikan ASI saja tanpa
tambahan makanan lain sampai bayi berusia 6 bulan. Pasca
persalinan, makanan yang pertama kali masuk dalam mulut Anak. A
adalah madu, air putih dan sesekali Ny. I menyuapkan pisang agar
anak tidak rewel.

139

Gambar 4.12.
Foto Anak A Penderita Gizi Burukyang Meninggal Tahun 2014
Sumber: Dokumentasi Peneliti

Tradisi kalalah masih dilakukan oleh keluarga Anak A, yaitu


larangan bayi keluar rumah selama 40 hari pasca persalinan. Anak
hany dikurung dalam rumah tanpa sedikitpun terpapar sinar matahari
yang dibutuhkan pertumbuhan bayi. Setelah berusia 6 bulan, Anak A
juga tidak mendapatkan makanan tambahan bergizi seperti susu
formula atau biskuit disebabkan ketidakmampuan membeli makanan
tersebut. Asupan makanan lebih banyak bersumber pada karbohidrat
dan protein. Kebutuhan masa pertumbuhan dan perkembangan anak
berupa zat gizi seperti protein, lemak, vitamin dan mineral tidak dapat
dipenuhi dengan cukup.
Petugas kesehatan yang bertugas di Pustu memberikan
rujukan agar Anak A dibawa ke Puskesmas Berangas untuk
mendapatkan perawatan. Selama perawatan di Panti Gizi, Anak A
mendapatkan asuhan gizi dan pemeriksaan laboratorium. Hasil
pemeriksaan, Anak A terdiagnosa gizi buruk yang disertai penyakit TB
paru dibuktikan melalui pemeriksaan foto toraks. Dokter Puskesmas
selanjutnya memberikan rujukan agar Anak A dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut ke RS Ansari Saleh dan diharapkan dapat memberikan
perawatan dan pengobatan TB paru. Anak A harus dirawat inap
140

selama 1 minggu, dan setelah itu dilanjutkan perawatan di Panti Gizi


selama + 30 hari.
Upaya lain yang dilakukan oleh pihak keluarga selain
pengobatan secara medis juga melakukan pengobatan tradisional.
Namun tampaknya berbagai upaya tradisional termasuk
melaksanakan tradisi tidak menghasilkan kesembuhan bagi Anak A.
Ny.I akhirnya harus merelakan kepergian Anak A kepangkuan Ilahi
dalam usia yang masih sangat belia.
4.4. Ritual Mandi Isap Buyu untuk Penderita Gizi Buruk43
Masyarakat Desa Belandean mempunyai kepercayaan yang
berbeda terhadap kasus anak dengan gizi buruk yang bersumber dari
non makanan. Kepercayaan isap buyu menurut masyarakat adalah
gangguan roh jahat atau makhluk halus yang masuk dan menghisap
tubuh anak, sehingga tubuh anak sangat kurus, lemas, kulit keriput
dan wajah seperti menua/ tua dan anak sering rewel. Bila terdapat
anak yang mempunyai gangguan tersebut, maka mereka akan
melakukan tradisi mandi buyu. Tradisi mandi buyu berguna mengusir
roh jahat yang mengganggu pertumbuhan anak.
Tradisi tersebut biasanya menggunakan jasa bidan kampung
untuk membantu dalam prosesi mandi buyu. Peralatan yang
dibutuhkan untuk mandi buyu antara lain: tungku yang terbuat dari
tanah liat, bunga setaman, gayung dari batok kelapa serta air yang
telah didoakan oleh bidan kampung. Caran memandikan adalah bunga
setaman di campurkan dalam bak yang telah diisi dengan air.
Kemudian anak duduk diatas tungku lalu dimandikan dengan disertai
mantra-mantra oleh bidan kampung.
Tradisi mandi buyu harus dilakukan 3 kali selama tiga hari
secara berturut-turut pada waktu sore hari, bila terputus maka harus
mengulang dari awal lagi. Prosesi ini dilakukan pada sore hari
menjelang matahari terbenam. Makna simbolik harus dilakukan sore
43

Ritual mandi isap buyu tidak bisa dilakukan reka ulang karena menurut
kepercayaan masyarakat disana, rituala tersebut tidak bisa dibuat buat tapi harus
benar benar terjadi atau ada kejadian yang sebenarnya

141

hari menjelang matahari terbenam adalah agar penyakit yang diderita


si anak tersebut yaitu gangguan dari setan buyu juga ikutan
tenggelam sesuai dengan tenggelamnya matahari. Pengobatan secara
tradisional melalui mandi buyu bagi anak yang gizi buruk sudah ada
sejak dulu.:
Upaya pengobatan yang saya lakukan selain secara medis juga
tradisional. Menurut masyarakat bahwa penyakit yang terjadi pada
anaknya karena isap buyu, akibat gangguan roh jahat yang masuk
dan tubuh anak saya. Atas saran bidan kampung, saya harus
melakukan ritual mandi buyu selama 3 hari berturut-turut pada sore
hari. Namun, setelah saya melakukan ritual tersebut tidak ada
perubahan pada penyakit anak saya.(wawancara dengan ibu I yang
anaknya meningal karena gizi buruk tahun 2014).

Setelah ritual mandi isap buyu selesai dilakukan, tungku bekas


mandi tersebut diberikan kepada orang lain yang memiliki anak sehat.
Makna simboliknya adalah agar setan buyu yang ada dalam tubuh
anak, setelah dimandikan agar pergi atau menghilang. Kedua, agar
kesehatan anak yang orang tuanya diberikan tungku, bisa menular
kepada anak yang kena Gizi Buruk, sehingga anak tertular menjadi
sehat.
Fenomena Mandi Isap Buyu dilakukan karena anggapan yang
salah orang tua dalam melihat penyakit gizi buruk anak. Akibatnya
anak tidak memperoleh perawatan yang cukup dan sesuai anjuran
tenaga kesehatan. Hal ini terjadi karena ibu si anak memperoleh
pelajaran yang salah pula dari nenek moyang terdahulu, dimana
seusai melahirkan begitu banyak pantangan makanan untuk segera
dihindari. Karena bila pantangan itu dilanggar, maka di ibu bayi yang
baru melahirkan akan menderita penyakit mauk (penyakit kepala
pusing-pusing dan muntah).
Akibat anggapan demikian maka banyak ibu yang baru
melahirkan di beberapa pemukiman masyarakat pinggiran Kalimantan
Selatan hanya mengkonsumsi nasi dengan lauk satu potong garih
(ikan kering gabus) yang dibakar serta sayuran atau lalapan dari
142

tanaman gulma yang disebut warga setempat kasisap. Tanaman


kasisap yang biasa tumbuh di depan rumah penduduk ini dianggap
memiliki khasiat untuk menghentikan pendarahan, dan mengobati
penyakit mauk demikian.
Makanan berprotein yang masih boleh dikonsumsi ibu pasca
melahirkan adalah sebutir telur ayam kampung. Mereka pantang dan
sama sekali tidak berani mengkonsumsi ikan segar apalagi daging
binatang, padahal di sekeliling rumah warga biasanya kawasan
berawa-rawa atau sungai yang terdapat banyak ikan. Sementara itu,
aneka sayuran juga begitu banyak tumbuh, seperti kangkung, genjer,
daun singkong, katu, keladi (talas) bungkul pisang, umbut kelapa,
umbut aren, rebung (bambu muda), ubi-ubian, hingga kacangkacangan yang sebenarnya bisa menambah gizi si ibu yang baru
melahirkan tersebut.
Meskipun ritual mandi isap buyu sudah sering dilakukan
terhadap anak penderita Gizi Buruk, tapi tidak ada bukti nyata bahwa
mandi isap buyu bisa mengobati dan menyembuhkan penderita Gizi
Buruk. Kejadian yang sering dijumpai adalah sebaliknya, yaitu akar
masalah Gizi Buruk tidak tertangani secara maksimal dan ada
kecenderungan untuk terulang lagi di masa depan.
4.5 Anak Penderita Gizi Buruk, Tanggung Jawab Siapa?
Kasus anak penderita Gizi Buruk di Desa Belandean, Kecamatan
Alalak Kabupaten Barito Kuala ini merupakan sebuah fenomena
menarik. Lokasi Desa yang tidak terlalu jauh dari ibukota provinsi
Kalimantan Selatan, seolah menegaskan bahwa ada sebuah ironi
dalam pembangunan kesehatan di Bumi Banuwa. Puskesmas Alalak
sebagai satu satunya puskesmas yang memiliki fasilitas Panti Gizi di
Kabupaten Barito Kuala, sudah berupaya secara maksimal mengatasi
problem gizi buruk pada anak.
Peneliti mengamati dan menemukan temuan menarik terkait
koordinasi dan tanggung jawab dalam penanganan gizi buruk. Pada
kasus kematian anak di Belandean, menurut pengakuan orang tuanya,
anaknya pernah di rawat di Panti Gizi Puskesmas Berangas Alalak,
143

setelah sebelumnya sempat dibawa berobat di RS Anshary Saleh,


Banjarmasin. Anak tersebut dirawat di Panti Gizi selama kurang lebih
satu bulan. Peneliti melakukan konfirmasi dan di cross chek di Panti
Gizi Puskesmas Berangas, ternyata tidak ditemukan data anak
penderita gizi buruk dari Desa Belandean.
Disisi lain, ada kesan kurang koordinasi antar pihak di
Puskesmas dalam penangan kasus Gizi Buruk. Menurut kasubid
Promkes di Dinkes Barito Kuala, ada persepsi yang salah terhadap
penanggung jawab kasus Gizi Buruk. Ada 2 pihak yang diperkirakan
bertanggung jawab yaitu bidang promosi kesehatan, atau bidang
penyakit menular dan tidak menular. Bidan Belandean sendiri
menyatakan bahwa apa yang terjadi di Desa Belandean, selalu
dilaporkan kepada pihak Puskesmas Berangas Kecamatan Alalak.
Situasi ini menjadi akar persoalan tersendiri terkait
penanganan anak penderita gizi buruk, selain karena ada faktor lain
seperti asupan gizi, pola asuh anak yang kurang sehat, serta faktor
mitos kepercayaan yang berkembang di masyarakat. Penangan gizi
buruk anak di Belandean selanjutnya membutuhkan sinergi dan
koordinasi yang baik antar berbagai instansi. Bidang gizi bisa
bekerjasama sama dengan bidang yang mengurusi penyakit menular
dan tidak menular. Pada awal terjadinya kasus gizi buruk, maka bidang
gizi harus banyak berperan melakukan edukasi dan advokasi. Gizi
buruk berdampak pada kejadian kesakitan dan sebaliknya, sehingga
pada saat fase pengobatan, maka Bidang penyakit menular dan tidak
menular harus lebih banyak berperan melakukan sosialisasi, edukasi
dan advokasi.
Ritual mandi Isap Buyu mungkin tidak bisa langsung
dihilangkan. Akan tetapi ketika masyarakat sudah mendapatkan
sosialisasi informasi yang benar tentang penyebab penderita gizi
buruk pada anak, serta mengetahui cara pengobatannya secara baik
dan benar, maka secara perlahan tapi pasti masyarakat akan sadar
dan beralih dari pengobatan non medis kepada pengobatan medis.
Masyarakt dengan sikap dan pengetahuan yang kurang tepat dalam
144

menyikapi fenomena gizi buruk, diharapkan akan beralih kepada sikap


dan tindakan yang benar termasuk usaha mencegah terjadinya gizi
buruk pada anak sesuai dengan pengetahuan kesehatan.

145

BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Problematika kesehatan yang terjadi di Desa Belandean,
menggambarkan sebuah ironi pembangunan. Desa Belandean yang
memiliki nilai historis bagi perkembangan sejarah provinsi Kalimantan
Selatan, dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari pusat ibukota
Provinsi yaitu Kota Banjarmasin, merupakan salah satu desa
tertinggal. Faktor penyebab adalah kondisi infrastrukur yang buruk,
akses transportasi susah, tingkat perekonomian masyarakat yang
rendah, serta fasilitas layanan dan tenaga kesehatan yang minim,
membuat kondisi masyarakat Belandean secara kualitas kehidupan
masih sangat kurang
Etnikmasyarakat Belandean adalah relatif homogen dengan
dominasi etnik Banjar. Masyarakat sangat kental dengan tradisi
keberagamaan dan ritual budaya lokal. Mereka tinggal dan tumbuh
berkembang di sepanjang tepian Sungai Belandean yang bermuara di
Sungai Barito. Mata pencaharian utama adalah pertanian, namun
pertanian tidak bisa menjanjikan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Kondisi tanah desa Belandean
berupa tanah
gambut/rawa, sehingga tidak memungkinkan untuk menanam padi 23 kali dalam setahun seperti di daerah lain.
Permasalahan kesehatan terbesar adalah perilaku hidup bersih
dan sehat seperti kurang terbiasa mencuci tangan menggunakan
sabun, kurang ketersediaan air bersih dan layak minum karena
mereka lebih banyak menggunakan air sungai, rumah tinggal yang
masih kurang sanitasi dan ventilasi udara, kurang asupan makanan
bergizi, serta kurangnya memahami pola asuh anak secara baik dan
benar menurut standar kesehatan. Cukup banyakwarga menderita
hipertensi, diare, gizi buruk, TB, dan ISPA.
Dua orang anak gizi buruk telah meninggal dunia pada tahun
2014 di desa Belandean. Kasus ini mungkin bukan yang terakhir,
146

karena ada kemungkinan kasus lain yang tidak terdeteksi oleh petugas
kesehatan bahkan dapat terjadi kasus yang sama di masa mendatang.
Hal ini tidak lepas dari kondisi lingkungan sosial dan budaya
masyarakat yang kurang kondusif bagi perkembangan anak secara
sehat. Perilaku kurang sehat banyak dilakukan warga Belandean
seperti kebiasaan merokok disembarang tempat meski berdekatan
dengan anak kecil, asap memenuhi ruangan dalam rumah disebabkan
kebiasaan memasak dengan tungku dan kayu bakar sehingga terhirup
oleh anak.
Asupan nutrisi makanan sehat masih sangat kurang terutama
sayur dan buah. Masyarakat lebih banyak mengkonsumsi ikan gabus
atau ikan haruan yang diasinkan dengan tujuan agar bertahan lama.
Kebiasaan anak yang lebih suka makan jajanan warung yang
mengandung MSG dan tidak dimasak secara sehat. Hal ini berakibat
resiko terjadi gizi buruk dan gangguan kesehatan menjadi meningkat.
Secara budaya, masyarakat Belandean masih memiliki
kepercayaan kuat terhadap hal yang bersifat mistik dan gaib.
Persoalan kesehatan tidak hanya dilihat dari segi medis, tapi lebih
banyak karena faktor non medis seperti gangguan makhluk halus, roh
jahat, setan buyu dan lainnya. Pengobatan penyakit akibat non medis
dilakukan dengan cara non medis ketimbang pengobatan medis.
5.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan lapangan selama kegiatan REK 2015
di Desa Belandean, maka perlu ada pendekatan rekayasa sosialdan
intervensi budaya dalam mengatasi persoalan kesehatan di
masyarakat. Beberapa usulan yang bisa direkomendasikan
diantaranya;
1. Perlu ada advokasi dan edukasi kepada masyarakat dengan
melalui pendekatan budaya yaitu memanfaatkan kegiatan
keagamaan, bekerjasama dengan tokoh agama yang berpengaruh
untuk memasukkan pesan pesan kesehatan dalam kegiatan
keagamaan.
147

2. Perlunya sinergi dan kerjasama antara pihak puskesmas dengan


kader posyandu untuk melakukan deteksi dini terhadap anak yang
terindikasi kena gizi buruk, dengan instrumen buku KIA. Bila terjadi
kasus gizi buruk pada anak, maka kader posyandu dapat
merekomendasikan untuk perawatan di Panti Gizi.
3. Perlu adanya intervensi budaya yang melibatkan tokoh
masyarakat, tokoh agama dan tenaga kesehatan dalam ritual adat
dan tradisi lokal, selama masa kehamilan hingga pasca persalinan,
dengan memasukkan pesan pesan kesehatan, sehingga bisa
meminimalisir terjadinya kasus penyakit di masyarakat.
4. Perlu ada kemitraan strategis antara tenaga kesehatan dengan
bidan kampung, orang pintar, guru dalam mempromosikan pesan
pesan kesehatan, dalam mencegah terjadinya gangguan
kesehatan.

148

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro, Guno. (2006). Sex Education For Kids. Yogyakrta: Kreasi


Wacana.
Atkinson, P & Hammersley, M. Ethnography and Participant
Observation. In Norman Denzin and Yvonna Lincoln (Eds.),
Handbook ofQualitative Research. 1994, Thousand Oaks:
Sage
Azwar, A. (2004). Kecenderungan Masalah Gizi dn Tantangan di
Masa Depan. Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan.
Barito Kuala Dalam Angka 2014, diterbitkan BPS dan Bappeda Barito
Kuala
Depkes RI, 2002, Pedoman Umum Gizi Seimbang, Jakarta
Eveline. Dr. PN SPA. IBCLC, Djamaludin, Nanang, 2010, Panduan Pintar
Merawat Bayi dan Balita, Jakarta
Fielding, J.E, Lessons from france 1993vive la difference The French
Health Care System and U.S. Health System Reform..1993
Laksono, A.D., Faizi, K., Raunsay, E., Soerrahman, R. Perempuan Muyu
Dalam Pengasingan Etnik Muyu, Kabupaten Boven Digoel.
Buku Seri Etnografi Kesehatan, 2014. Jakarta, LPB. 2014
Marimbi, Hanum, 2010, Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi
Dasar pada Balita, Yogyakarta
Marmi, SST dan Kukuh R, 2012, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Prasekolah, Yogyakarta
Maskuni, Dkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Barito Kuala, 2006,
Marabahan, Dinas Pariwisata dan Budaya
149

Muljana, Slamet, 2005. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan


timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. Yogyakarta, PT
LKiS Pelangi Aksara.
Ningsi, Ngeolima., R., Hamzah, S., Handayani,L., Rekam Jejak Terenggi.
Etnik Gorontalo Kabupaten Boalemo. Buku Seri Etnografi
Kesehatan 2014, Jakarta. LPB, 2014
Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita. Jakarta: PT Wahyu
Media
Profil Kesehatan Kabupaten Barito Kuala 2014, dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Barito Kuala, data dalam bentuk soft
copy
Putra, Ahimsa. Kesehatan Dalam Perspektif Ilmu Sosial Budaya, dalam
Masalah Kesehatan dalam Kajian Ilmu Sosial Budaya, 2005,
Yogyakarta, Kepel Press
RPJM Desa Belandean Muara, Kec. Alalak Periode 2011-2016,
RPJMD Kabupaten Barito Kuala 2013-2017. Diterbitkan oleh Bappeda
Kab. Barito Kuala
Soekirman, 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan
Masyarakat. Jakarta
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar, 2002, Penilaian Status Gizi, Jakarta
Tumaji, Arianto, N.T., Rizky, A., Soerachman, R., Nomphoboas yang
Mengganas di Mumugu, Etnik Asmat, Kabupaten Asmat.
Buku Seri Etnografi Kesehatan, 2014. Jakarta, LPB. 2014
Widyastuti, Yani, dkk. 2009, Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitra
Maya

150

INDEKS
Adat
Air Pelunsur
Alim ulama
Anak
Andal
Asal Usul
ASI Eksklusif
Asupan Makanan
Budaya
Gizi Buruk
Imunisasi
Isap Buyu
Jerangau
Jimat
Kalalah
Kapuhunan
Kebiasaan
Kehamilan
Kekerabatan
Kepercayaan
Kesehatan Ibu dan Anak
Mandi Isap Buyu
Mata Pencaharian
Nutrisi
Orang pintar
Orang tua
Pagar Mayang
Pelayanan Kesehatan
Pembakal
Pendidikan

Pengetahuan
Pengobatan
Perilaku
Perilaku Hidup Bersih
Perkembangan
Persalinan
Pertumbuhan
Pola Asuh
Posyandu
Puskesmas
Ramuan
Religi
Remaja
Remaja
Ritual
Rumah Sakit
Rumah Tinggal
Saruwan
Sawah
Sejarah
Sekolah
Sesajen
Sosial
Tali Hitam Penghelat
Tampun Tawar
Tasimiyah
Tenaga Kesehatan
Tradisi
Tradisional

151

GLOSSARY
Tali Penghelat

= Tali benang hitam / kuning yang


diikatkan ke kaki ibu pada awal kehamilan
berusia 2 bulan. Tujuannya untuk menolak
gangguan roh jahat
Mandi Pagar Mayang = Mandi adat yang dilakukan pada saat/
kehamilan usia 7 bulan, atau pasca
melahirkan,
Kalalah
= larangan keluar rumah bagi ibu setelah
melahirkan dan bayinya selama 40 hari
Mandi Isap Buyu
= Ritual mandi adat untuk mengobati anak
yang mengalami gizi buruk
Kapuhunan
= Keyakinan bahwa seseorang jika tidak
melakukan sesuatu, akan mendapatkan
celaka
Kayu Pelawan
= Kayu yang dipercaya dapat menolak bala
atau gangguan roh jahat, dipasang didekat
pintu utama rumah
Air Pelunsur
= Air yang sudah didoakan dan dipercaya
mempercaya proses persalinan
Andal
= Sesajen berupaka makanan dan minuman
yang diperuntukkan untuk orang yang
sudah meninggal
Pil Jenit
= Obat-obatan berupa pil yang dicampur
dengan air soda, dan digunakan untuk
mabuk mabukan
RPJMD
= Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah
Saruwan
= Undangan yang dilakuan secara lisan untuk
acara ritual peringatan kematian,
seperti hari kematian berupa bacaan
yasin dan tahlil.
Tampung Tawar
= Ritual upacara adat berupa memercikkan air
dicampur dengan minyak likat, setetes
darah jambul ayam, dan didoakan. Air
152

Orang pintar

Alim ulama

Tasimiyah

tersebut dipercikkan dengan daun pisang


kepada orang yang akan menikah, mandi
pagar mayang ibu hamil 7 bulan, ritual
kalalah, ketika menjelang musim tanam.
= Orang yang punya kemampuan pengobatan
supranatural (non medis) dengan bacaan
ayat Quran
= Orang yang memiliki pengetahuaan
keagamaan dan kemampuan memberikan
pengobatan terhadap penyakit secara
non medis.
= Upacara pemberian nama bagi bayi
yang sudah berusia 40 hari

153

Anda mungkin juga menyukai