Anda di halaman 1dari 11

Penyakit Vaskular Perifer

Laporan Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah pathologin


Dosen Pengampu : dr. Yopi Harwinanda Ardesa, M. Kes

Disusun Oleh :
Anik Indah Y. ( P27227013 058)

DIV SEMESTER 3
JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

Penyakit Vaskular Perifer


Pengertian yang tercakup dalam Penyakit Vaskular Perifer disini adalah penyakitpenyakit yang mengenai pembuluh darah arteri maupun vena tepi, baik pada dinding
pembuluh darah dan komponen-komponen dan darahnya terutama yang berkaitan dengan
aspek hemoreologik aterosklerosi dan pelebaran pembuluh darahnya.
Penyakit Vaskular Perifer ini cukup sering dijumpai dalam praktek sehari-hari,
walaupunin insiden dan prevalensinya di lndonesi belum diketahui secara pasti. Dampak
klinis yang ditimbulkannya pun bervariasi dari yang ringan sampai menimbulkan kecacatan
bahkan kematian tergantung pada bagian mana dari pembuluh darah yang terkena.
Ragam dan jenis penyakit vaskular perifer ini dikelompokkan menjadi 2 jenis,
masing-masing penyakit vaskular perifer pada arteri dan pada vena.
1. Atherosklerosis Perifer

Atherosklerosis

adalah

penyakit

vaskular

yang

menyebabkan

pembentukkan plak yang kaya lemak di dalam dinding pembuluh darah yang
menonjol ke dalam lumen. Saat atherosklerosis berkembang lebih lanjut,
dinding pembuluh darah menebal, menjadi keras, dan kehilangan elastisitas,
yang mengurangi aliran darah melalui pembuluh dan meningkatkan risiko
pembentukkan thrombus. Pembuluh darah mayor yang biasanya terkena
meliputi aorta dan arteri koroner serta arteri serebral.
Atherosklerosis perifer lebih sering disebut dengan penyakit arteri
perifer/peripheral arterial disease (PAD). Penyakit arteri perifer merupakan
kondisi yang memengaruhi arteri yang menyuplai kaki. Arteri menjadi sempit

dan mengeras dengan deposit lemak atau plak sehingga aliran darah ke kaki
berkurang.Hal ini merupakan manifestasi dari atherosklerosis sistemik dimana
lumen arteri pada ekstremitas bawah menjadi tersumbat secara progresif oleh
plak atau lesi atherosklerotik, terutama pada pembuluh darah arteri perifer.
Arteri yang umumnya terkena, berdasarkan kejadiannya adalah arteri
femoralis, poplitea, dan tibialis.
a. Faktor risiko mayor untuk pembentukkan PAD

Usia (>40)

Hipertensi

Diabetes

Merokok

Obesitas (indeks massa tubuh lebih dari 30)

Kolesterol tinggi (darah kolesterol total lebih dari 240


miligram per desiliter, atau 6,2 milimol per liter)

Riwayat keluarga penyakit arteri perifer, penyakit jantung


atau stroke

Kelebihan kadar homosistein, komponen protein yang


membantu membangun dan mempertahankan jaringan

Orang yang merokok atau menderita diabetes memiliki risiko terbesar


terkena penyakit arteri perifer akibat aliran darah yang berkurang.
Gambaran klinis PAD bervariasi dan meliputi rentang gejala mulai dari
tidak bergejala (umumnya pada awal penyakit) hingga nyeri dan rasa tidak
nyaman. Dua gejala yang paling umum yang terkait dengan PAD adalah
klaudikasio intermitten dan nyeri/sakit pada ekstremitas bawah. Klaudikasio
intermiten ditandai dengan adanya kelemahan, rasa tidak nyaman, nyeri, kram,
dan rasa ketat atau baal pada ekstremitas yang terkena (biasanya pada bokong,
paha atau betis). Gejala-gejala ini biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda
setelah beristirahat dalam beberapa menit. Nyeri saat istirahat biasanya terjadi

selanjutnya ketika aliran darah tidak adekuat untuk melakukan perfusi ke


ekstremitas.
Gejala lain dari penyakit yang lanjut dapat melipuri baal atau nyeri
kontinu pada jari kaki atau kaki, yang dapat menyebabkan terjadinya ulserasi,
nekrosis jaringan, dan pada akhirnya dilakukan amputasi. Obat-obat yang
mungkin berguna dalam mengobati PAD meliputi aspirin. Dipiridamol,
clopidogrel (Plavix), ticlopidine (Ticlid), dan cilostazol (Pletal). Terapi non
farmakologis memegang peranan penting dalam penatalaksanaan PAD. Setiap
faktor risiko yang mungkin dimiliki oleh pasien sebaiknya dihilangkan (bila
memungkinkan) atau dikontrol dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh,
tekanan darah, gula darah, dan kadar kolesterol sebaiknya berada dalam nilai
rentang tujuan untuk pasien. Sebagai tambahan, pasien yang merokok
sebaiknya disarankan dengan sangat untuk berhenti merokok. Pasien juga
sebaiknya diedukasi berkaitan dengan pemeliharaan higiene kaki yang benar,
diet rendah lemak/kolesterol, dan olah raga.
b. Tanda dan Gejala yang Berkaitan dengan Penyakit Arteri Perifer

Nyeri otot kaki dan rasa kencang yang biasanya terjadi saat
beraktivitas dan reda dengan beristirahat.

Nyeripada jarijari kaki, telapak kaki, dan kaki bagian bawah

Atrofi otot kaki

Suhu permukaan kulit yang dingin

Kuku jari kaki menebal dan mengeras

Edema perifer

Nyeri otot kaki dan rasa kencang yang biasanya terjadi saat
beraktivitas dan reda dengan beristirahat.

Kelemahan otot kaki atau nyeri yang biasanya terjadi saat


beraktivitas

Nyeri pada jarijari kaki, telapak kaki, dan kaki bagian


bawah

Atrofi otot kaki

Kulit pada telapak kaki atau kaki bagian bawah lebih mulus
dan mengkilat

Suhu permukaan kulit yang dingin

Kuku jari kaki menebal dan mengeras

c. Penatalaksanaan PAD
Tujuan penalaksanaan PAD dalam memperbaiki kualitas hidup
dan menghindarkan mortiditas dan mortalitas kardiak dan serebral
yang ditimbulkan oleh kelainan tersebut.
Penatalaksanaan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu penatalaksanaan
nonfarmakologis dan farmokoterapi. Penatalaksanaan nonfarmakologi
mencakup: pengendalian faktor resiko seperti stop rokok, turunkan
hipertensi, hiperkolesterolemia, dan lain-lain serta exercise training
yang memperbesar kemampuan jarak jalan. Sedangkan farmakoterapi
PAD mencakup pemberian beberapa jenis obat, yaitu:
a) Terapi Antiplatelet

Aspirin : mencegah agregasi platelet dan menurunkan


kejadian vaskular serebral dan koroner.

Ticlopidine: mempengaruhi fungsi membran platelet


dengan cara menghambat ADP platelet-fibrinogen
binding dan mencegah agregasi platelet-platelet.

b) Terapi Hemoreologik

Pentoksin:

memiliki

efek

farmakologik

berupa

penurunan viskositas darah, perbaikan fleksiblitas


eritrosit,

penurunan

plasma

fibrinogen

serta

menghambat agregasi platelat.


c) Terapi vasodilator

Verapamil: untuk meningkatkan suplai darah ke daerah


yang mengalami iskemia.

d) Terapi Inhibitor Fosfodiesterase

Cilostazol:

menghambat

agregasi

platelet

dan

menimbulkan vasodilatasi.
Penatalaksanaan PAD juga dapat menggunakan tindakan bedah, yaitu:
a) Angioplasti atau pemasangan stent.

Dengan menggunakan jarum, arteri pada pangkal paha


ditusuk dan sumbatan pada arteri 'dibuka' dengan menggunakan
angioplasti (balloon) atau stent.
Prosedur ini dapat dilakukan dengan obat penenang dan
memiliki komplikasi minimal bila dibandingkan dengan
tindakan pembedahan pada umumnya.
b) Bedah bypass
Pembedahan dilakukan dengan anestesi total. Sebuah
kanal atau saluran, baik dari vena pasien atau artifisial
digunakan untuk membuat rute baru aliran darah, menghindari
area yang terkena penyakit. Sehingga akan memperbaiki aliran
darah ke kaki.
c) Endarterektomi
Pembedahan dilakukan dengan anestesi total. Arteri
yang terkena masalah 'dibuka' dan sumbatan yang biasanya
terdiri dari kolesterol dan plak ateromatus diangkat. Arteri
kemudian ditutup.
d) Amputasi atau debridemen
Amputasi dilakukan pada situasi yang dibutuhkan untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Yaitu ketika infeksi dari area
gangren telah menyebar dan terdapat sepsis (keracunan darah)
yang cukup luas atau ada luka yang tidak sembuh meski sudah
dilakukan tindakan angioplasti atau bypass.
Debridemen adalah tindakan bedah minor dimana area
gangren dipotong untuk memastikan luka menjadi sembuh. Hal
ini biasanya dilakukan setelah aliran darah ke kaki membaik
dengan angioplasti ataupun bedah bypass.

d. Komplikasi
Chronic Limb Ischemia (CLI)
Kondisi ini dimulai dengan luka terbuka yang tidak
kunjung sembuh, cedera, atau infeksi tungkai atau kaki. CLI
terjadi ketika cedera atau infeksi berkembang dan dapat
menyebabkan kematian jaringan (gangren), kadang-kadang
membutuhkan amputasi ekstremitas yang terkena.
Stroke dan serangan jantung
Arterosklerosis yang menyebabkan tanda dan gejala
penyakit arteri perifer tidak terbatas pada kaki anda. Timbunan
lemak juga terjadi di arteri yang mensuplai jantung dan otak.

2. Trombosis Vena Dalam


Adanya thrombus (yaitu bekuan darah) pada vena dalam dan disertai
dengan proses inflamasi/peradangan dinding pembuluh darah disebut dengan
trombosis vena dalam (TVD)/ deep venous thrombosis (DVT), atau
trombofleibitis.

Stasis

aliran

darah,

kerusakan

vaskular,

dan

hiperkoagulabilitas merupakan predisposisi terbentuknya trombosis pada


pasien. Vena mayor yang biasanya terkena meliputi vena iliaka, femoralis, dan
poplitea. Risiko terjadinya TVD berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat
dengan mudah diidentifikasi meliputi usia, bedah mayor, riwayat TVD
sebelumnya, trauma, keganasan, dan status hiperkoagulabilitas.
a. Faktor resiko
Usia

Risiko berlipat ganda setiap dekade

setelah usia 50 tahun


Riwayat Tromboemboli Faktor Risiko yang paling kuat untuk
Vena
Stasis Vena

TVD dan PE
Penyakit medis mayor (misal CHF,
MI)

Bedah Mayor (misal, anestesi


umum >30 menit)

Paralisis (misal stroke, jejas pada


tulang belakang)

Polisitemia vera

Obesitas Varises vena


Operasi ortopedi mayor (misal
penggantian lutut

Jejas Vaskular

panggul trauma (terutama fraktur


pelvis, panggul, atau kaki)

Kateter vena yang tidak diangkat


Pil
kontrasepsi
oral
yang
mengandung estrogen

Terapi sulih estrogen

Modulator
selektif/

Terapi Obat

reseptor
Selective

estrogen
estrogen

receptor modulators (SERMs)

Trombositopenia

dipicu

heparin/Heparininduced
thrombocytopenia (HIT)

b. Tanda dan gejala yang berkaitan dengan trombosis vena dalam

Pembengkakan kaki unilateral

Nyeri atau rasa sakit

Perubahan warna kulit (yaitu., eritema, pucat, atau sianosis]

Palpasi adanya obstruksi seperti sumbatan dari gabus

c. Pencegahan Trombosis vena dalam


Trombosis vena dalam, atau deep vein thrombosis (DVT),
adalah kondisi medis di mana gumpalan darah terbentuk di dalam
pembuluh vena dalam, biasanya di betis, paha, atau pinggul. Meskipun
seiring waktu tubuh Anda dapat memecahkan gumpalan darah ini, ada
kemungkinan gumpalan darah ini mengalir sampai ke pembuluh darah
arteri yang menuju ke jantung dan paru-paru Anda, yang dapat
mengakibatkan kerusakan parah atau bahkan kematian. Jika Anda

memiliki faktor risiko DVT, sangat disarankan untuk melakukan


tindakan pencegahan, terutama sebelum melakukan perjalanan selama
4 jam atau lebih.

a) Pelajari faktor risiko DVT jangka panjang.


DVT sangat mungkin terjadi jika Anda mengalami
kegemukan atau obesitas, atau jika Anda merokok. Jika
gambaran ini sesuai dengan Anda, pertimbangkan untuk
mengambil langkah-langkah guna melawan obesitas atau
berhenti merokok, khususnya jika Anda juga memiliki faktor
risiko DVT lainnya. Kemungkinan terjadinya DVT juga
semakin bertambah seiring bertambahnya usia Anda. Sangat
disarankan untuk melakukan tindakan pencegehan ekstra jika
Anda berusia lebih dari 60 tahun.
b) Pertimbangkan riwayat medis Anda dan anggota keluarga
Anda.
Anda mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terkena DVT jika Anda atau anggota keluarga yang
berhubungan

darah

dengan

Anda

sebelumnya

pernah

mengalami DVT, atau kondisi penggumpalan darah seperti


embolisme paru. Beberapa kelainan penggumpalan darah juga
meningkatkan risiko Anda terkena DVT, termasuk trombofilia,
sindrom antifosfolipid, dan polycythaemia. Penyakit atau
kelainan lainnya dapat meningkatkan risiko Anda, khususnya
kanker, namun berkonsultasilah dengan dokter Anda dalam
kasus-kasus tersebut untuk mendapatkan saran yang sesuai
dengan kondisi Anda.
c) Pelajari efek hormon.
Beberapa

hormon,

khususnya

estrogen,

dapat

menyebabkan penggumpalan darah. Jika Anda sedang hamil,


baru saja melahirkan, menggunakan pil KB, atau sedang
menjalani terapi penggantian hormon, tubuh Anda mengalami
peningkatan hormon.[5] Jika Anda memiliki faktor risiko DVT

lainnya, atau sering melakukan perjalanan lebih dari 4 jam,


berkonsultasilah dengan dokter. Pil KB sangat berisiko pada
tahun pertama penggunaan, meskipun formula modern
cenderung jauh lebih aman daripada formula lama beberapa
puluh tahun yang lalu.
d) Pelajari faktor-faktor risiko DVT lainnya. Keadaan tidak
bergerak dalam waktu yang lama atau istirahat total di tempat
tidur meningkatkan risiko Anda terkena DVT. Operasi
pembedahan besar apa pun, terutama operasi pembedahan pada
kaki Anda, meningkatkan risiko Anda terkena DVT selama
beberapa minggu setelah prosedur pembedahan. Jika kaki Anda
digips, risiko Anda terkena DVT juga dapat meningkat.
e) Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala-gejala
berikut ini. DVT dapat sembuh tanpa bahaya, tapi karena ada
risiko gumpalan darah mengalir ke arteri yang menuju ke paruparu Anda, Anda harus segera menghubungi dokter jika Anda
menyadari terjadinya hal-hal di bawah ini:

Pembengkakan, rasa sakit, atau nyeri tekan, khususnya


di sepanjang pembuluh vena.

Kesulitan yang tidak biasa saat menopangkan seluruh


berat tubuh Anda pada kaki Anda.

Kulit terasa hangat atau panas jika dipegang.

f) Mintalah dokter untuk mendiagnosis Anda.


Jika Anda pikir Anda mengalami DVT, dan dokter Anda
mengatakan memang ada kemungkinan tersebut, mintalah
rujukan ke dokter spesialis. Dokter akan melakukan uji Ddimer untuk mendeteksi materi gumpalan darah, USG untuk
mendeteksi gumpalan di kaki atas, atau venografi untuk
mendeteksi gumpalan di kaki bawah.

d. Penatalaksanaan Penyakit Trombosis Vena Dalam

Antikoagulan merupakan preparat terpilih utama untuk pencegahan


dan pengobatan DVT, dengan prinsip eliminasi trombus. Selan itu dapat
juga dilakukan evaluasi melalui pembedahan.
Preparat yang digunakan umumnya adalah heparin dan warfarin untuk
trombusnya, dan masih lagi dikombnasikan dengan preparat yang
mempengaruhi dinding vena, berupa pelebaran dan pengaruh terhadap
fungsi dan struktur kapiler untuk perbaikan permeabilitas.
Penatalaksanaan nonfarmakologik DVT dapat berupa pemakaian
stocking ayau balutan elastis pada tungkai bawah. Penggunaan
compression bandage ini bertujuan untuk menyeimbangkan tekanan
intravaskular yang meningg yang menyebabkan edema simtonik.
Umumnya standar kompresi berkisar 14-35 mmHg tergantung pada
indikasi klinis.
e. Komplikasi Trombosis Vena Dalam
Komplikasi berat dari trombosis vena dalam adalah emboli paru.
Komplikasi ini sering menyebabkan kematian pederita. Ini timbul akibat
lepasnya trombus dari tempatnya, kemudian mengikuti aliran darah
kembali ke jantung dan menyangkut di arteri pulmonalis sehingga
terjadinya penurunan mendadak aliran darah ke paru penderita
Komplikasi yang lain adalah sindroma pasca trombosis. Sindroma ini
tidak mematikan tetapi akan mengganggu kualitas hidup penderita dan
mengakibatkan penderita terganggu secara sosial ekonomis.Sebanyak 29%
sampai 79% penderita akan terganggu akibat manifestasi penyakit yang
berlangsung lama seperti nyeri, edema, hiperpigmentasi maupun luka
kronik dikaki sesudah suatu episode akut dari serangan trombosis vena
dalam.
Kondisi ini terjadi akibat hipertensi vena yang diakibatkan kombinasi
beberapa faktor seperti gangguan katup vena, timbulnya refluks atau akibat
sumbatan vena dalam yang menetap.

Anda mungkin juga menyukai