PENDAHULUAN
tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir
semua daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19
tahun.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1
2.2
Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan
terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi
600.000 kasus kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang, kasus demam tifoid
dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan
sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan
rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh
propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di
daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta
kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19
tahun pada 91% kasus.3
Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai
natural
reservoir).
Manusia
yang
terinfeksi
Salmonella
typhi
dapat
mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka
waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia
dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu, atau
kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi hanya dapat
hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan
klorinasi dan pasteurisasi (temp 63C).1
Terjadinya penularan Salmonella
typhi
sebagian
besar
melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama sama dengan tinja (melalui rute oral
fekal = jalurr oro-fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi orofekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada
bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.1
2.3 Etiologi
Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S.
paratyphi A, S. paratyphi B (S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii).
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gramnegatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri
polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi
juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multipel antibiotik.1
Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti
ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2)
bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus
limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial
3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang
meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas
membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam
lumen intestinal
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam
tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian
kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2)
banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang
biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk
dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja
meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria,
post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton
Pump Inhibitor.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejunum
dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka
kuman akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang
yang melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di
ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama
yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan
sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia
kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi
ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis
kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang
selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai
gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental
ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari
berturut- turut.1,4
Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi
jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis
dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan
otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel
di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi
makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika
untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang
dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang
tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologis.1,4
2.5
bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala
atau tanda klinis, akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid pada
anak, terutama pada penderita yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital
ataupun tifoid pada bayi.
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu
kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2 4 mm,
berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan
emboli kuman yang didalamnya mengandung kuman salmonella, dan terutama
didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang di bokong, ataupun bagian
fleksor lengan atas.
Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu
pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembesaran
limpa pada demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak.
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran
1 5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan
punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak
Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 10 dan bertahan selama 2 -3 hari.1,4,5
Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12 tahun
dengan diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya S.typhi dalam darah dan
85% telah mendapatkan terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit serta tanpa
memperhitungkan dimensi waktu sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala
klinis pada penderita sebagai berikut : panas (100%), anoreksia (88%), nyeri perut
(49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare (31%). Dari pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran delirium (16%), somnolen (5%) dan sopor (1%) serta lidah
kotor (54%), meteorismus (66%), hepatomegali (67%) dan splenomegali (7%). 10
Hal ini sesuai dengan penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare (39,47%),
sembelit (15,79%), sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%),
10
11
tertinggi
yang
masih
menimbulkan
aglutinasi
2.
3.
13
dini
dengan
antibiotik,
pemberian
kortikosteroid.
2. Gangguan pembentukan antibodi.
3. Saat pengambilan darah.
4. Daerah endemik atau non endemik.
5. Riwayat vaksinasi.
6. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada
infeksi bukan demam akibat infeksi demam tifoid masa
lalu atau vaksinasi.
Faktor teknik, yaitu
1. Akibat aglutinin silang.
2. Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
3. Teknik pemeriksaan antar laboratorium.
Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:
Negatif Palsu
Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian
paling sering di negara kita, demam > kasih antibiotika >
14
partikel
yang
berwarna
untuk
meningkatkan
dalam diagnosis
infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak
mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes
TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan
bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik
daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan
hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. 15 Penelitian lain
15
deteksi
IgG
spesifik
akan
tetapi
tidak
dapat
pengikatan
kompetitif
dan
memungkinkan
17
dot
EIA tidak
mengadakan
reaksi
silang
dengan
keuntungan
metode
ini
adalah
memberikan
18
19
20
21
dalam
isolasi/biakan
dapat
disebabkan
oleh
22
identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai
sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.
4. Pemeriksaan kuman secara molekuler
Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat
adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi
dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi
DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi
antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.
Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR
sebesar 100% dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada
penelitian sebelumnya dimana mampu mendeteksi 1-5 bakteri/mL
darah. Penelitian lain oleh Massi dkk (2003) mendapatkan sensitivitas
sebesar 63% bila dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji
Widal (35.6%).
Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini
meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang
terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya
bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR
(hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan
garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan
teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen
klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat
2.7
23
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan
bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang
timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran
pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Timbulnya gejala klinis biasanya
bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri
kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati
dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit dapat merupakan gangguan
gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare hanya
terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang
terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Lemah, anoreksia,
penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat. Dapat dijumpai
depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia lebih
sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak makulopapular)
ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 4080% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi
dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan letargi
menetap sampai 1-2 bulan.
Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala
klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam
menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium
yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan
diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis, dan
bakteriologis.4,5
2.8 Diagnosis Banding
24
25
Medika Mentosa
a) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik.
Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal
ini adalah Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat
mungkin untuk menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai
efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih
rentan kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin.
Bila tidak mampu intake peroral dapat diberikan via parenteral, obat yang
26
untuk anak- anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup
efektif. Dosis yang diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi
menjadi 4 dosis selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih
lama dibandingkan dengan terapi chloramphenicol.
Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime),
merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan
lebih dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive
terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya
dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4
gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200
mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per oral
dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor,
koma sampai syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3
mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam
sampai 48 jam.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadangkadang diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi
harus segera dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika
metronidazol.
2.10 Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :4
1. Komplikasi pada usus halus
a) Perdarahan usus
28
d) Meningitis
Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering
didapatkan pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan
gejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata
peyebabnya adalah Salmonella havana dan Salmonella oranemburg.
e) Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran
klinis tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun
keatas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran
EKG dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen
ST, perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia,
supraventrikular takikardi.
f) Infeksi saluran kemih
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella
typhi melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis
maupun pilonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid.
Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis
yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sidrom
nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.
g) Karier kronik
Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala
penyakit demam tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella
typhosa di sekretnya. Karier temporer- ekskresi S.typhi pada feces
selama tiga bulan. Hal ini tampak pada 10% pasien konvalesen.
Relapse terjadi pada 5-10% pasien biasanya 2-3 minggu setelah
demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki
bentuk sensivitas yang sama seperti semula. Faktor predisposisi
menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan, pada
30
yang
abnormal,
seperti
schistosomiasis,
mungkin
Cuci tangan.
Cuci
tangan
dengan
teratur
meruapakan
cara
terbaik
untuk
31
Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam
tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
32
pada
wanita
hamil,
menyusui,
penderita
33
kecil 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun.
Lama proteksi dilaporkan 6 tahun.
Vaksin polisakarida
Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella.
Mempunyai daya proteksi 60-70 persen pada orang dewasa dan anak di
atas 5 tahun selama 3 tahun. Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 mL
yang berisi 25 mikrogram antigen Vi dalam buffer fenol isotonik. Vaksin
diberikan secara intramuskular dan diperlukan pengulangan (booster)
setiap 3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif,
hamil, menyusui, sedang demam, dan anak kecil 2 tahun.
2.12 Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan
34
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama
: An. R
Tanggal Lahir : 29/7/2005
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia
: 10 th
BB
: 24 kg
Alamat
: Ngoro
MRS
: 28 4 2016 jam 03.32
Ayah:
o Nama
: Tn. S
o Usia
: 38 tahun
o Pekerjaan
: BUMN
35
o
Ibu:
o
o
o
o
Pendidikan
: S1
Nama
Usia
Pekerjaan
Pendidikan
: Ny. I
: 36 tahun
: IRT
: SMA
HR
RR
Suhu
TD
BB
: 140 kali/menit
: 24 kali/menit
: 39,8C
: 100/60 detik
: 24 kg
Kecepatan nafas
: 20x/menit, reguler
Pernafasan
Suara jantung
Auskultasi
Murmur
: tidak
: normal, kuat
Inspeksi
: flat abdomen
Bising usus
: (+) normal
Palpasi abdomen
Perkusi
3.3.7 Ekstremitas :
-
Akral
MRS
Kompres air
38
Tgl
28-4-2016 (H1)
29-4-2016 (H2)
30-3-2016 (H3)
Sumer
Panas turun
Mimisan tidak
Mimisan tidak
Muntah tidak
Muntah tidak
berdarah tidak
Nyeri perut tidak
Ku : Lemah
TTV : N: 100
Ku : Lemah
Tax : TTV : N: 98
38 RR : 20 TD : 37,8
Ku : Lemah
Tax :
RR : 22 TD :
100/60
100/70
Lidah kecoklatan
Lidah kecoklatan
Thorak :
Thorak :
TTV : N: 88 Tax : 37
RR : 22 TD : 90/60
Kepala : a/i/c/d -/-/-/Lidah kecoklatan
Thorak :
P : simetris, sonor,
(+/+)
Rh Vesikular
(+/+)
(-/-), Wh (-/-)
(-/-), Wh (-/-)
C : S1S2 tunggal
C : S1S2 tunggal
Rh (-/-), Wh (-/-)
C : S1S2 tunggal
Abdomen : Soefl, BU
nyeri
tekan (+),
nyeri
nyeri
tekan
tekan
39
Ekstrimitas
akralhangat
: Ekstrimitas
(+/+), akralhangat
: Ekstrimitas
(+/+), akralhangat
Tubex
IgM
:
(+/+),
skor 6
RLD : efusi pleura
negative
A
Demam Thypoid
Demam Thypoid
Demam Thypoid
dd Dengue fever
H-6
P
Inf
RLD5
Inf
RLD5
Inf
RLD5
1500cc/24
1500cc/24
1500cc/24
jam
jam
jam
Inj
Inj
Inj
Klorampenikol
Klorampenikol
Klorampeniko
3x500 mg
3x500 mg
l 3x500 mg
Inj
paracetamol
Inj
paracetamol
3x25 cc
Inj paracetamol
3x25 cc
3x25 cc
Tgl
1-5-2016 (H4)
2-5-2016 (H5)
3-5-2016 (H6)
Panas tidak
Panas tidak
40
Ku : membaik
Ku : membaik
TTV : N: 88
36,6
Ku : membaik
Tax : TTV : N: 90
RR : 18 TD : 37,1
Tax : TTV : N: 84
RR : 20 TD : 36,8
90/60
100/60
Lidah kecoklatan
Lidah
P : simetris, sonor,
Vesikular
(+/+)
Abdomen : Soefl, BU
nyeri
samar
Thorak :
Thorak :
(+/+)
Rh Vesikular (+/+) Rh
(-/-), Wh (-/-)
(-/-), Wh (-/-)
C : S1S2 tunggal
C : S1S2 tunggal
(+),
akral
nyeri
2dtk
tekan (+),
tekan
Demam Thypoid
-
nyeri
2dtk
kecoklatan
samar
Vesikular
C : S1S2 tunggal
(+),
kecoklatan Lidah
(-/-), Wh (-/-)
RR : 22 TD :
90/60
Thorak :
Tax :
Inf
RLD5
< 2dtk
Demam Thypoid
-
Inf
RLD5
Demam Thypoid
-
Inf
RLD5
1500cc/24
1500cc/24
1500cc/24
jam
jam
jam
Inj
Klorampenikol
Inj
Klorampenikol
Inj
Klorampeniko
41
3x500 mg
Inj
paracetamol
3x500 mg
Inj
paracetamol
3x25 cc
l 3x500 mg
Inj paracetamol
3x25 cc
3x25 cc
BAB IV
KESIMPULAN
Demam tifoid pada anak disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella
typhi yang ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan
masuk ke saluran cerna dan melakukan replikasi dapal ileum terminal.
Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa
demam, gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat. Demam yang
terjadi lebih dari 7 hari terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi
hari. Gejala gastrointestinal bisa terjadi diare yang diselingi konstipasi. Pada
cavum oris bisa didapatkan Tifoid Tongue yaitu lidah kotor dengan tepi hiperemi
yang mungkin disertai tremor. Gangguan Susunan Saraf Pusat berupa Sindroma
Otak Organik, biasanya anak sering ngelindur waktu tidur. Dalam keadaan yang
berat dapat terjadi penurunan kesadaran seperti delirium, supor sampai koma.
42
DAFTAR PUSTAKA
1.
Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
2.
dari
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_P
3.
4.
5.
EGC ; 2000.
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam
Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta :
6.
2003. h. 2-20.
Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada
7.
43
Saboe
Kota
Gorontalo.
2012.
Diunduh
dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSV
ol05No01_08_2012.pdf. 22 Januari 2012.
44