Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekerasan adalah perilaku atau perbuatan yang terjadi dalam relasi antar
manusia, baik individu maupun kelompok yang dirasa oleh salah satu pihak
sebagai satu situasi yang membebani, membuat berat, tidak menyenangkan,
tidak bebas. Situasi yang disebebkan oleh tindak kekrasan ini membuat pihak
lain sakit, baik secara fisik maupun psikis serta rohani. Individu atau
kelompok yang saat ini sulit untuk bebas dan merdeka. Mereka dibelenggu
dan terbelenggu.
Namun situasi sakit atau dalam belenggu itu, tidak akan dirasa oleh korban
apabila situasi itu sudah merupakan kebiasaan. Kekerasan merupakan tindakan
yang terjadi dalam relasi antar manusia, sehingga untuk mengidentifikasi
pelaku dan korban juga harus dilihat posisi relasi. Kekerasan hampir selalu
terjadi dalam posisi hierarki. Fiorenza menciptakan istilah kyriarkhi artinya
situasi dalam masyarakat terstruktur hubungan atas bawah.
Dalam hubungan masyarakat seperti ini, kelompok yang berada diposisi
atas sangat potensial melakukan tindak kekerasan atau menindas kelompok
yang ada dibawahnya. Struktur dominasi ini terjadi dalam berbagai aspek
kehidupan seperti dalam aspek ekonomi (kaya-miskin, majikan-buruh), aspek
sosial politik (pemimpin-yang di pimpin, pemerintah-rakyat), aspek sosial
budaya (kota-desa, pandai-bodoh), aspek religius (agamawan-awam, salehpecundang), aspek umur (tua-muda, orang tua-anak-ank), aspek jenis kelamin
(perempuan-lelaki).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gender
2. Apa yang dimaksud dengan kekerasan
3. Apa saja jenis-jenis kekerasan gender
4. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan gender pada perempuan
5. Bagaimana realitas kekerasan berbasis gender
6. Bagaimana perspektif gender

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan gender
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kekerasan
3. Mengetahui jenis-jenis kekerasan gender
4. Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan gender pada perempuan
5. Mengetahui bagaimana realitas kekerasan berbasis gender
6. Mengetahui bagaimana perspektif gender

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender
Pembedaan antara perempuan dan laki-laki dalam peran, fungsi,
hak, perilaku yang dibentuk oleh ketentuan sosial dan budaya setempat.
Gender (asal kata gen): perbedaan peran, tugas, fungsi dan
tanggung jawab serta kesempatan antara laki-laki dan perempuan karena
dibentuk oleh tata nilai sosial budaya (konstruksi sosial) yang dapat diubah
dan berubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan
ruang). Dalam bahasa inggris disebut masculine : feminin.
1. Kesenjangan Gender (Gender Gap)
Jurang perbedaan (diskrepansi) antara laki-laki dan perempuan
dalam berbagai aspek kehidupan yang dapat diukur secara kuantitatif
maupun kualitatif seperti tingkat pendidikan, dderajat kesehatan,
partisipasi dalam perkerjaan, tingkat pendapatan dan keterwakilan
dalam pengambilan keputusan di legislatif (DPR & DPRD), jabatan
pemerintahan, yudikatif, swasta, partai politik atau organisasi sosial
dan keagamaan.
2. Aspek Gender
a. Identitas Gender
Persepsi internal dan pengalaman seseorang tentang gendernya,
menggambarkan identifikasi psikologis dalam otak seseorang
sebagai laki-laki atau perempuan

b. Peran Gender
Merupakan cara hidup dalam masyarakat dan berinteraksi dengan
orang lain berdasarkan identitas gender mereka yang dipelajari dari
lingkungannya.
3. Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming)
Suatu

strategi

pengintegrasian

konsep

keseimbangan

kepentingan laki-laki dan perempuan dalam perumusan kebijakan


pembangunan sektor atau daerah mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan,

pemantauan

dan

evaluasinya

guna

mengurangi

kesenjangan gender di sektor atau di daerah tersebut. Untuk itu,


pemerintah telah menerbitkan Inpres No 9 tahun 2000 tentang
pelaksanaan pengarusutamaan gender di Indonesia.
4. Kesetaraan Gender (Gender Equality)
Suatu kondisi dan situasi yang menggambarkan keseimbangan
peran, tugas, dan tanggung jawab serta kesempatan antara laki-laki dan
perempuan dalam menjalankan dan menikmati berbagai hasil
pembangunan sebagai warga negara dan warga masyarakat. Karena itu
kesetaraan gender tidak sama dengan kesamaan gender (gender
sameness) yang memperlakukan sama secara fisik antara laki-laki dan
perempuan. Contoh kesetaraan gender membuat WC laki-laki bisa
jongkok atau duduk, sedang WC perempuan duduk demi melindungi
kesehatan reproduksinya.
5. Kepekaan Gender (Gender Responsiveness)
Sikap dan perilaku yang tanggap dan peka terhadap perbedaan
atau persamaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan dalam
berbagai bidang kehidupan, baik sebagai makhluk individu, makhluk
sosial maupun warga masyarakat.

B. Pengertian Kekerasan
Kekerasan,

menurut

kamus

umum

bahasa

Indonesia,

W.J.S.

Poerwadarminta, berarti sifat atau hal yang keras, kekuatan dan paksaan.
Dalam bahasa Inggris, yang lebih lazim dipakai orang Indonesia, disebut
violence. Istilah violence berasal dari dua kata bahasa Latin : vis yang
berarti daya atau kekuatan; dan latus (bentuk perfektum dari kata kerja
ferre) yang berarti (telah) membawa. Maka secara harafiah, violence
berarti membawa kekuatan, daya, dan paksaan.
Menurut

R.

Audi,

kekerasan

dilukiskan

sebagai

serangan

atau

penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang; atau serangan,


penghancuran, pengrusakan yang sangat keras, kasar, kejam, dan ganas
atas milik atau sesuatu yang sangat potensial dapat menjadi milik
seseorang.
C. Jenis-jenis kekerasan gender
Aksi kekerasan yang sering terjadi disekitar kita dilihat dari
jenisnya dapat diklasifikasikan kedalam empat jenis yaitu, kekerasan
langsung (direct violence), kekerasan tidak langsung (indirect violence),
kekerasan represif (repressive violence), dan kekerasan alienatif
(alienating violence).
1. Kekerasan Langsung

Kekerasan langsung merujuk pada tindakan yang menyerang fisik


atau psikologi seseorang secara langsung. Yang termasuk dalam kategori
ini adalah semua bentuk pembunuhan individual atau kelompok, seperti
pemusnahan etnis, kejahatna perang, pembunuhan masal, dan juga semua
bentuk tindakan paksa atau berutal yang menyebabkan penderitaan fisik
atau psikologis seseorang (pengusiran paksa terhadap suatu masyarakat,
penculikan, pemerkosaan, penganiyayaan). Semua tindakan tersebut
merupakan tindakan yang mengganggu hak asasi manusia yang paling
mendasar yakni hak untuk hidup.

2. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung adalah tindakan yang membahayakan


manusia, bahkan kadang-kadang sampai ancaman kematian, tetapi tidak
melibatkan hubungan langsung antara korban dan pihak yang
bertanggung jawab atas kekerasan tersebut.
3. Kekerasan represif

Kekerasan represif berkaitan dengan pencabutan hak dasar untuk


bertahan hidup dan untuk dilindungi dari kesakitan dan penderitaan.
Kekerasan represif terkait dengan tidak hak dasar manusia yaitu hak sipil,
hak politik, dan hak sosial. Hak sipil adalah terkait dengan kebebasan
berfikir, beragama, berorganisasi dan privasi kesamaan dihadapan
hukum. Hak politik berkaitan dengan hak berpartisipasi masyarakat
secara demokratis seperti mengikuti pemilu, kekebasan berbicara dan
berpendapat. Sedangkan hak sosial berkaitan dengan larangan untuk
menciptakan atau memiliki serikat buruh atau larangan untuk melakukan
mogok kerja.
4. Kekerasan alienatif

Kekerasan alienatif adalah kekerasan yang merujuk pada


pencabutan hak-hak individu yang lebih tinggi, misalnya hak
pertumbuhan kejiwaan, budaya atau intelektual. Pentingnya memasukkan
hak-hak asasi manusia kedalam jenis kekerasan alienatif ini adalah untuk
menegaskan bahwa manusia juga membutuhkan pemenuhan kebutuhankebutuhan non material, kepuasan kerja terlibat dalam kegiatan-kegiatan
kreatif, kebutuhan anak akan kasih sayang, rasa kepemilikan secara sosial
atau identitas budaya. Salah satu bentuknya yang paling kejam adalah
pemusnahan etnis yaitu kebijakan yang mengubah kondisi material atau
sosial menjadi dibawah satu identitas kultural kelompok tertentu yang
dominan.

Secara singkat, dapat dikemukakan tipologi dari ragam kategori


dan bentuk-bentuk kekerasan sebagai berikut :
NO

JENIS KEKERASAN

BENTUK

Kekerasan langsung

Pembunuhan :
a. Genosida / pemusnahan manusia
b. Pembunuhan massal
c. Pembunuhan individu
Tindakan brutal :
a. Penyiksaan
b. Pemerkosaan
c. Penganiayaan
Pembatasan / tekanan fisik :
a. Pindah dari satu populasi
b. Penggusuran paksa
c. Penculikan
d. Penyanderaan
e. Pemenjaraan
f. Buruh kerja paksa

Kekerasan tidak langsung Pelanggaran terhadap hak hidup manusia :


a. Kekerasan karena pembiaran
b. Tidak adanya perlindungan dari kekerasan

sosial
c. Tidak ada perlindungan dari kekerasan alam
d. Kekerasan dengan mediasi
3

Kekerasan represif

Perampasan hak-hak fundametal, berupa :


a. Hak-hak sosial
b. Serikat kerja atau industri
c. Kesetaraan sosial dan gender
d. Partisipasi

dalam

kehidupan

sosial

dan

ekonomi
e. Perlindungan atas hak milik pribadi dan hak
milik sosial
f. Hak-hak sipil warga negara
g. Hak-hak politik
4

Kekerasan alienatif

a. Perampasan hak-hak yang lebih tinggi


b. Pengasingan habistat dari populasinya
c. Pengasingan

dari

pergaulan

(stigmatisasi)
d. Pemusnahan etnis (ethnocida)

Menurut Kristi Porwandani terdapat beberapa faktor yang mendorong


lahirnya kekerasan dengan bentuk yang beragam yang uraiannya sebagai
berikut:

sosial

1. Dengan karakteristik fisik dan reproduksinya perempuan memang


lebih mudah menjadi korban khususnya kekerasan seksual, seperti
pemerkosaan atau penghamilan paksa.
2. Dari sisi ekonomi, perempuan dapat dijadikan sarana pengeruk
keuntungan,

sehingga

merebaklah

pelacuran,

perdagangan

perempuan atau pornografi.


3. Kekerasan terhadap perempuan sekaligus dapat digunakan sebagai
sarana teror, penghinaan atau ajakan perang pada kelompok lain.
Kesucian perempuan dilihat sebagai kehormatan masyarakat,
sehingga penghinaan atau perusakan kesucian perempuan akan
dipahami sebagai penghinaan terhadap masyarakat .

D. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan


Beberapa

contoh

kasus

kekerasan

atas

perempuan

dapat

dikategorikan dalam :
a. kategori kekerasan fisik, adalah perbuatan yang mengakibatkan
rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Dalam konteks relasi
personal, bentuk-bentuk kekerasan fisik yang dialami korban
mencakup anatar lain, tamparan, pemukulan, penjambakan,
penginjak-injakan, penendangan, pencekikkan, lemparan benda
keras, penyiksaan menggunakan benda tajam, seperti pisau,
gunting, setrika, serta pembakaran. Sedangkan dalam konteks
relasi kemasyarakatan, kekerasan fisik terhadap perempuan bisa
berupa penyekapan ataupun pemerkosaan terhadap pembantu
perempuan oleh majikan ataupun pengrusakan alat kelamin
(genital mutilation) yang dilakukan atas nama budaya atau
kepercayaan tertentu.

b. Kategori kekerasan psikis, adalah perbuatan yang mengakibatkan


ketakutan, hilangnya rasa percaya diri hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat pada
seseorang. Bentuk kekerasan secara psikologis yang dialami
perempuan mencakup makian, penghinaan yang berkelanjutan
untuk mengecilkan harga diri korban, bentakan dan ancaman yang
dimaksud untuk memunculkan rasa takut. Pada umumnya
kekerasan

psikologis

persona. Kekerasan

ini

ini

terjadi

bisa

dalam

berbentuk

konteks

relasi

bermacam-macam

kekerasan dengan korban merasa tertekan jasmani, jiwa, dan


rohaninya.
Wilayah terjadinya kekerasan, bisa pada perempuan itu sendiri, dalam
masyarakat serta negara. Dalam wilayah ini, kekerasan dilakukan oleh dirinya
maupun oleh pihak lain.
Situasi yang paling mengerikan terjadi apabila perempuan sudah
mencapai mati rasa, sehingga mereka tidak mampu untuk menyadari bahwa
mereka adalah korban dari kekerasan.
Untuk mengetahui kenapa perempuan dan anak-anak menjadi korban
dalam setiap pergolakan dimasyarakat, diperlukan analisis kritis dengan
pendekatan struktural. Dari realitas kehidupan dapat dilihat bahwa kelompok
maasyarakat yang menjadi korban selalu masyarakat marginal, kelompok
yang tidak berdaya.
E. Kekerasan Dalam Keluarga Dari Sudut Pandang Feminis
Salah satu indikasi permasalahan sosial yang berdampak negatif pada
keluarga adalah kekerasan dalam kelurga. Hampir semua bentuk kekerasan
keluarga dilakukan oleh laki-laki. Misalnya, kawin incest, pemukulan
terhadap istri, pemerkosaan terhadap keluarga. Semua itu jarang menjadi
bahan pemberitaan masyarakat, karena dianggap tidak ada masalah, suatu
yang tabu atau tidak pantas dibicarakan. Korban dari berbagai bentuk

10

kekerasan itu, umumnya perempuan dan anak-anak, cenderung diam karena


merasa sia-sia. Para korban ini tidak berani atau malu menceritakan
keadaannya.
Situasi yang demikian, adalah konteks kekerasan yang terjadi atas
perempuan dan anak-anak, tentu saja sangat merugikan korban. Lembaga
keluarga yang diciptakan masyarakat untuk mengatur hubungan mesra antar
anggotanya telah rusak didalamnya. Sementara, masyarakat masih ingin
mempertahankan bentuk lahiriahnya, seolah benda mati yang tidak berubah.
Keluarga adalah tempat perempuan telah diterima dari generasi ke
generasi melalui sejarah. Kenyataan biologis bahwa perempuan mempunyai
fungsi reproduksi (melahirkan manusia baru), menjadi kerangka untuk
ditempeli berbagai label kodrat perempuan dalam keluarga. Kodrat buatan
manusia ini (artinya bisa diubah dan berubah) telah mengikat manusia, seolah
fitrah dan tidak bisa diubah.
F. Realitas Kekerasan Berbasis Gender
Kekerasan berbasis Gender terjadi sepanjang siklus hidup manusia
tetapi data kuantitatif secara pasti sangat sulit diperoleh karena faktor
subyektif korban (enggan melapor) dan kondisi sosial budaya masyarakat
(kekerasan berbasis gender hanya tindakan anti sosial bukan kriminal, Aib
dsb)
Kekerasan Berbasis Gender merupakan salah satu bentuk diskriminasi
yang menghambat kesempatan perempuan dalam melaksanakan kewajiban/
tanggung jawab dan memperoleh hak-haknya sebagai warga Negara
Kekerasan Berbasis Gender mengakibatkan perempuan (anak-anak)
mengalami penderitaan

secara fisik, psikososial, ekonomi sehingga

membutuhkan penanganan secara komprehensif dan berkesinambungan


Kekerasan Berbasis Gender secara langsung maupun tidak langsung
akan mempengaruhi Perkembangan dan Produktivitas Negara karena Tujuan

11

Pembangunan

Nasional

yang

merupakan

Komitmen

Negara

untuk

meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat berdasarkan keadilan sosial,


akan sulit terwujud karena masih adanya kesenjangan gender dalam Akses
Kontrol Partisipasi Manfaat antara Perempuan dan Laki-laki, dan pada
umumnya Perempuan berada pada posisi yang termarginalkan.
G. Perspektif Gender
a. Membedakan antara istilah seksyaitu pembedaan biologis dan kodrati
antara pria dan wanita, sedangkan gender yaitu pembedaan peran,
atribut, dan sikap tindak atau perilaku, yang dianggap masyarakat pantas
untuk pria dan wanita. Jadi membedakan pria dan wanita menurut seksnya,
adalah pembedaan secara biologis dan kodrati, seperti wanita mengalami
haid, mempunyai rahim dan payudara serta wanita mengandung,
melahirkan dan menyusui, sedangkan pria mempunyai penis dan sperma.
Membedakan gender pria dan gender wanita bukan kodrati, melainkan
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, seperti, pria itu perkasa,
bekerja di ranah publik, sebaliknya wanita itu lemah lembut, bekerja
mengurus rumah tangga. Dikatakan bukan kodrati, karena ada wanita yang
juga dapat perkasa, bekerja di ranah publik, demikian pula pria dapat
lemah lembut, bekerja mengurus rumah tangga dsb.
b. Mengacu dan merujuk pada status dan kedudukan pria dan wanita, serta
ketidaksetaraan yang merugikan wanita dalam kebanyakan masyarakat,
dan bahwa kenyataan ini bukan hanya ditentukan secara biologis tetapi
secara sosial.
c. Mengakui bahwa penilaian rendah atau kurang terhadap peran-peran
wanita, memarginalisasi wanita dari hak memiliki, mengakses, menikmati
dan mengontrol atas harta keluarga atau harta benda perkawinan seperti
tanah, rumah, dan penghasilan, serta sumber non-material seperti waktu
untuk mengembangkan diri sendiri, partisipasi dalam bidang politik.

12

d. Mempertimbangkan interaksi antar gender dan kategori sosial lain, seperti


kelas, suku. Ada ungkapan bahwa istri dari buruh yang hidup di bawah
upah minimum, adalah budak dari seorang budak.
e. Meyakini bahwa karena ketidaksetaraan gender terkondisi secara sosial,
oleh karena itu dapat diubah baik dalam tingkat individual maupun dalam
tingkat sosial, ke arah keadilan (justice), kesebandingan atau kepatutan
(equity) dan kemitraan antara pria dan wanita.
H. Beberapa Usulan Alternatif Mengatasi Masalah Kekerasan Berbasis
Gender
1.

PERDA Traficking KDRT sebagai salah satu bentuk Komitmen


Pemerintah NTB dalam meminimalisir masalah Kekerasan Berbasis
Gender

2.

Kebijakan dan Program Pembangunan NTB yang Responsif Gender


untuk menjamin dan memberikan peluang kepada perempuan terlibat
dalam proses pembangunan (Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
Program Pembangunan NTB)

3.

Alokasi anggaran melalui APBD yang Proporsional (Gender Budget)


untuk Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender (WID dan
GAD) serta alokasi anggaran untuk memfasilitasi Shelter/Rumah Aman,
Trauma Center dan Pusat Pelayanan Perpadu Penanganan Korban Tindak
Kekerasan

4.

Sosialisasi berbagai bentuk Peraturan/Undang-Undang, Kebijakan,


Program dan Bentuk-bentuk Pelayanan bagi Korban (Preventif
Kuratif/Rehabilitatif Promotif)

5.

Koordinasi dan Sinkronisasi Program/kegiatan antar Instansi sektoral

6.

Jaringan Kerja/Kemitraan dengan Stakeholder (LSM Organisasi Sosial


Asosiasi Profesi) dalam kegiatan Pencegahan dan Penanganan Korban

13

7.

Pembentukan Lembaga setingkat Badan/Biro/Dinas Pemberdayaan


Perempuan (eselon II) untuk lebih mengoptimalkan Potensi dan
memberikan

Peluang

Perempuan

di

lingkup

Birokrasi

dalam

Mengaktualisasi diri
8.

Law Inforcement/Penegakan Hukum dalam penanganan kasus-kasus


tindak Kekerasan

14

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan yang sering terjadi disekitar kita dilihat dari jenisnya dapat
diklasifikasikan kedalam empat jenis yaitu, kekerasan langsung (direct violence),
kekerasan tidak langsung (indirect violence), kekerasan represif (repressive
violence), dan kekrasan alienatif (alienating violence):
1. Kekerasan langsung, merujuk pada tindakan yang menyerang fisik
atau psikologi seseorang secara langsung.
2. Kekerasan tidak langsung, tindakan yang membahayakan manusia,
bahkan kadang-kadang sampai ancaman kematian, tetapi tidak
melibatkan hubungan langsung antara korban dan pihak yang
bertanggung jawab atas kekerasan tersebut.
3. Kekerasan represif, terkait dengan tidak hak dasar manusia yaitu hak
sipil, hak politik, dan hak sosial.
4.

Kekerasan alienatif, kekerasan yang merujuk pada pencabutan hakhak individu yang lebih tinggi.

Contoh bentuk kekerasan terhadap perempuan:


a. kekerasan fisik
b. kekerasan psikis
c. Kekerasan dalam keluarga dari sudut pandang feminis

B.

Saran
Saya berharap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi
para pembaca khususnya bagi para pelajar/mahasiswa yang ingin mengetahui
15

lebih banyak mengenai Gender dan Kekerasan. Semoga makalah ini mampu
memberikan manfaat dan berguna bagi pembaca.

16

Anda mungkin juga menyukai