Sitomegalovirus (CMV)
Disusun oleh:
Cassandra Savira Alisa ( NIM. 1610029028 )
Pembimbing:
dr. Sherly, Sp. A
Tutorial Klinik
Sitomegalovirus (CMV)
Menyetujui,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
yang berjudul Sitomegalovirus (CMV).
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Sherly, Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik divisi Gizi, Tumbuh
Kembang dan Endokrinologi.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2016 yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
November, 2016
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Pendahuluan
Infeksi cytomegalovirus (CMV) biasanya dikelompokkan dalam infeksi
TORCH
yang
merupakan
singkatan
dari
Toxoplasma,
Rubella,
BAB 2
RESUME
Pasien masuk RS pada tanggal 24 Oktober 2016 melalui Poliklinik RSUD A.W
Sjahranie Samarinda. Masuk ke Ruangan Melati 24 Oktober 2016.
4
Identifikasi :
Nama Pasien
: An. AR
Umur Pasien
: 1 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin
: Laki laki
Alamat
Tanggal masuk
: 24 Oktober 2016
Orang tua
Ayah
: Abdulrahman
Ibu
: Rika Sartika
Anamnesis :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 5 November 2016 di
ruang melati.
1. Keluhan Utama
Kelemahan otot, belum bisa duduk dan berdiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien telat dalam berkembang. Pertumbuhan normal. Tetapi pasien belum bisa
duduk, merangkakm berdiri, dan berbicara sampai usia 1 tahun 5 bulan. Pasien
tidak memiliki riwayat kejang maupun cedera kepala.
3. Riwayat Penyakti Dahulu
Waktu lahir pasien tidak langsung menangis, kemudian dirawat di RS Islam
Samarinda selama 5 hari, kemudian di rujuk di RSUD AWS Samarinda. Lalu
dirawat selama 2 hari. Pada usia 1 tahun 2 bulan, timbul bintik bintik merah
pada seluruh tubuh (petekie).
4. Riwayat penyakit keluarga : 5. Riwayat lingkungan : -
ditolong oleh bidan saat persalinan. Berat badan lahir 3,3 kg, panjang badan 58
cm.
7. Riwayat Makanan dan Minuman
ASI diberikan secara eksklusif selama 6 bulan.
8. Riwayat Imunisasi
Bayi sudah pernah imunisasi BCG, campak, polio, DPT, hepatitis B.
Pertumbuhan dan perkembangan anak
BB Lahir
: 3.300 gram
BB sekarang
: 8100 gram
PB Lahir
: 58 cm
PB sekarang : cm
Gigi keluar
: 6 bulan
Berdiri
: belum bisa
Tersenyum
: 1 bulan
Berjalan
: belum bisa
Miring
: > 1 tahun
Tengkurap
: > 1 tahun
Masuk TK
:-
Duduk
: belum bisa
Masuk SD
:-
Merangkak
: belum bisa
Sekarang kelas
: -
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: komposmentis
Tanda-tanda vital
Frekuensi nadi
: 120 x/menit
Frekuensi nafas
: 46 x/menit
Suhu:36,7oC
Status generalisata
Kepala
Leher
KGB
Thorax
Paru
Inspeksi : tampak simetris, pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi
(-)
Palpasi : pelebaran ICS (-), fremitus raba dextra= sinistra
Perkusi : sonor
Auskultasi : bronkovesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tampak pada ICS 5 midklavikula line sinistra
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midklavikula sinistra
Perkusi : normal pada batas jantung
Auskultasi : s1 s2 tunggal, regular, murmur -, gallop
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
kembali cepat
Perkusi
:
Auskultasi :
:
:
Ekstremitas
Superior & Inferior
: akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema
Status Neurologis
-Kesadaran : komposmentis
-Tanda menigeal : kaku kuduk (-), kernig (-), brudzinski 1 (-), brudzinski 2 (-)
Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan TORCH & Chlamidia (17 Maret 2016)
Anti CMV IgG : 85,12 iu/l
Penatalaksanaan di IGD :
-
CMV protokol
Infus D5 NS 500 cc/ 24 jam
Fisioterapi
Follow up harian
25/11/16
S
O
Belum bisa duduk Kedaan
dan berdiri
26/11/16
Keluhan (-)
AP
umum A : CMV infection + motoric delay
sedang
P:
KU : sedang
Rehabilitasi medic
Gancyclovir prolong
Asam folat 1 x 1 PO
CT scan kepala
27 / 11/ 2016
Muntah 1x,
Batuk (+)
KU : sedang
A : CMV Infection +
GEA motoric delay
P:
- Terapi lanjut
drip
gancyclovir 2
x 49 mg
- Asam folat 1 x
1 cth
- Ranitidine 2 x
8 mg
31/
2016
KU : sedang
Ondansetron 3
x 1,24 mg
A : CMV infection + GEA motoric
delay
P : terapi lanjut
11/ BAB
cair
(+), Kompos mentis, KU: A : CMV infection + GEA +
demam (-), muntah sedang,
HR
: motoric delay
(-)
92x/menit ; T : P :
30,50C. Mata cowong
- Infus KAEN 3B 800 cc/24
(-), Rh -/-, Wheezing
jam
-/-. Akral hangat
- Inj. Ranitidin 2 x 8 mg
- Drip Gancyclovir 2 x 49 mg
- Asam folat 1 x 1 tab
- Inj. Ondansetron 3 x 1,24
mg
- Zinkid 20 mg 1 x 1
- Cotrimoksazole 2 x cth
- L-Bio 1 x 1 sachet
- Neokaolano 2 x cth
panas (-)
2/
2016
hygroma
P:
- Co. Bedah saraf
- DL, SE, SGOT, SGPT
- Terapi lanjut
- Miconazole salep
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Sitomegalovirus
3.1.1
Definisi
lepas dari sel, virus dapat ditemukan dalam urin, dan terkadang dalam cairan tubuh,
menyerap 2-mikroglobulin, suatu rantai sederhana dari kelas I molekul antigen leukosit
manusia (HLA). Substansi ini melindungi antigen virus dan mencegah netralisasi oleh
antibodi, sehingga meningkatkan infekstifitasnya(IDAI,2012).
Penyebaran Infeksi CMV
Media transmisi CMV antara lain saliva, ASI, sekresi vaginal dan servikal, urin, semen
darah dan tinja. Penyebaran CMV membutuhkan kontak yang amat dekat / intim. Penyakit
yang berhubungan dengan CMV umumnya terjadi pada keadaan imunokompromais,
misalnya pada pasien HIV ataupun mereka yang menerima transplanasi organ. Transmisi
terjadi melalui kontak langsung, tetapi transmisi tidak langsung dapat terjadi melalui
peralatan yang terkontaminasi(IDAI,2012).
Penyebaran infeksi CMV dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Penyebaran secara
vertikal adalah penyebaran infeksi CMV dari ibu yang sedang hamil kepada janin dalam
kandungannya. Terdapat 3 jenis infeksi CMV pada ibu hamil yaitu infeksi primer, reaktivasi
dari infeksi laten, dan reinfeksi. Yang dimaksud dengan infeksi primer yaitu infeksi CMV
pertama kali, mungkin terjadi pada waktu bayi, anak, remaja, atau pada ibu hamil. Reaktivasi
atau infeksi rekurens adalah infeksi laten yang menjadi aktif kembali, sedangkan reinfeksi
adalah infeksi berulang oleh virus galur yang sama / berbeda. Virus dapat menjadi aktif
kembali (reaktif) pada ibu hamil atau pada seseorang yang sedang mendapat kemoterapi.
Pada ibu hamil, insidens infeksi rekurens lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi
primer, tetapi infeksi primer lebih sering menyebabkan infeksi kongenital. Penelitian terbaru
menunjukkan infeksi kongenital CMV dihubungkan dengan disfungsi plasenta akibat infeksi
CMV pada plasenta (IDAI,2012).
Beberapa kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya penyebaran horizontal, yaitu
kontak intim dengan pasien, penyebaran melalui transfuse darah atau transplantasi jaringan,
dan penyebaran melalui hubungan seksual. Sitomegalovirus mempunyai daya virulensi
rendah, tetapi kontak yang intim dengan kasus infeksi CMV dapat menyebabkan terjadinya
infeksi (IDAI,2012).
Kejadian infeksi CMV tinggi pada anak usia 1 2 tahun, anak pada usia ini sudah mulai
dapat berjalan, sering memasukkan segala benda yang dipegang ke dalam mulut. Oleh karena
itu, walaupun mungkin terjadi penyebaran CMV lewat urin pada anak usia 1- 2 tahun, tetapi
infeksi CMV lebih sering terjadi karena kontak tidak langsung, misalnya melalui mainan
anak yang terbuat dari bahan plastik yang dimiliki oleh anak yang diketahui mengekskresi
CMV dari air liurnya. Anak yang menderita infeksi CMV dapat menularkan penyakitnya
pada ibunya atau pada bibinya yang sedang hamil. Penyebaran lewat transfuse darah atau
transplantasi jaringan (infeksi nosokomial ) ditemukan 1 2 minggu setelah pemberian
transfusi darah. Penyebaran lewat hubungan seksual banyak terjadi di negara yang sedang
berkembang, dan menjadi penyebab infeksi CMV primer (IDAI,2012).
Tipe infeksi CMV dapat dibagi menjadi infeksi pada ibu, bentuknya bisa primer atau
rekurens dan infeksi yang terjadi pada bayi. Bentuk infeksi dapat berupa kongenital atau
perinatal. Infeksi kongenital yaitu infeksi yang terjadi karena penularan virus dari ibu yang
menderita infeksi CMV ke janin yang dikandungnya melalui plasenta (transplasenta).
Sedangkan infeksi perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada saat bayi baru lahir dan
terkontaminasi virus yang berada dalam jalan lahir, melalui air susu ibu, atau melalui
transfusi (IDAI,2012).
Transmisi / Penularan
Tidak ada vektor yang menjadi perantara transmisi atau penularan. Transmisi dari satu
individu ke individu lain dapat terjadi berbagai cara (Griffiths, 2002).
Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi (viremia) ibu
menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada kurang lebih 0,5 1% dari
kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren.6 Viremia pada ibu hamil dapat menyebar
melalui aliran darah (per hematogen), menembus plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi
primer eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen,2,10 yang mungkin akan
menimbulkan risiko tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi
primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi. Infeksi
transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi membawa virus dengan muatan tinggi.
Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi
sampai 16 minggu pertama, akan menimbulkan penyakit yang lebih berat (Griffiths, 2002).
Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital atau air susu ibu.
Kira-kira 2% 28% wanita hamil dengan CMV seropositif, melepaskan CMV ke sekret
serviks uteri dan vagina saat melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih 50% kejadian
infeksi perinatal. Transmisi melalui air susu ibu dapat terjadi, karena 9% - 88% wanita
seropositif yang mengalami reaktivasi biasanya melepaskan CMV ke ASI. Kurang lebih 50%
- 60% bayi yang menyusu terinfeksi asimtomatik, bila selama kehidupan fetus telah cukup
memperoleh imunitas IgG spesifik dari ibu melalui plasenta.8 Kondisi yang jelek mungkin
dijumpai pada neonatus yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir rendah(Griffiths,
2002).
Transmisi postnatal dapat terjadi melalui saliva, mainan anak-anak misalnya karena
terkontaminasi dari vomitus. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak
langsung, kontak seksual, transfusi darah, transplantasi organ(Griffiths, 2002).
Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi dari sel ke sel melalui
desmosom yaitu celah di antara 2 membran atau dinding sel yang berdekatan. Di samping itu,
apabila terdapat pelepasan virus dari sel terinfeksi, maka virus akan beredar dalam sirkulasi
(viremia), dan terjadi penyebaran per hematogen ke sel lain yang berjauhan, atau dari satu
organ ke organ lainnya (Griffiths, 2002).
3.1.4 Patogenesis
Tidak seperti pada rubella dan toksoplasma transmisi in utero terjadi pada ibu hamil yang
pertama kali terinfeksi. Pada CMV, transmisi utero dapat terjadi baik pada infeksi primer atau
pada infeksi rekurens. Sebagian besar, CMV pada ibu hamil tidak memberikan gejala. Infeksi
CMV kongenital, 30 40 % lebih sering ditemukan pada infeksi primer. Selain itu, infeksi
rekurens, bayi yang terkena infeksi kongenital mempunyai gejala klinis yang lebih ringan
daripada infeksi primer oleh karena imunitas ibu dalam beberapa hal akan melemahkan
infeksi terhadap janin.Umur kehamilan tidak mempengaruhi terjadinya transmisi in utero,
tetapi infeksi primer yang terjadi pada umur kehamilan muda mempunyai prognosis lebih
buruk daripada kehamilan tua. Pada kebanyakan ibu hamil, CMV dapat ditemukan dalam
sekret serviks dan urin selama kehamilannya, akan tetapi hasil isolasi CMV dari ibu hamil
tersebut dapat negatif walaupun bayinya menderita infeksi CMV kongenital. Oleh karena itu,
hasil isolasi CMV dari urin ibu hamil tidak dapat dijadikan indikator tidak adanya infeksi
CMV kongenital(IDAI,2012).
Pada infeksi CMV kongenital, janin dalam kandungan akan terinfeksi CMV yang
sebelumnya telah menimbulkan infeksi pada plasenta. Dari plasenta, virus kemudian
menyebar secara hematogen ke janin. Terdapat teori yang menjelaskan kemungkinan
terjadinya infeksi CMV pada janin yang disebabkan reaktivasi infeksi CMV yang berasal dari
endometrium, miometrium dan kanalis servikalis. Teori yang lain mengatakan, infeksi CMV
pada ovarium atau semen yang mengandung CMV dapat menyebabkan terjadinya infeksi
CMV kongenital(IDAI,2012).
3.1.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi CMV dibagi atas :
1. Infeksi CMV kongenital, dapat terjadi akut atau sebagai penyulit lanjut
2. Infeksi perinatal
3. Infeksi CMV akibat transfuse darah dan transplantasi jaringan dan individu dengan
imunokompromais(IDAI,2012)
Infeksi CMV Kongenital
a. Infeksi akut
Gejala klinis CMV dapat berupa hepatomegali mencapai 4-7 cm di bawah arkus aorta kanan,
permukaan rata dan tidak nyeri tekan. Hepatomegali dapat berlangsung sampai bayi berusia 2
bulan tetapi dapat juga ditemukan sampai usia 12 bulan. Selain itu, splenomegali merupakan
gejala klinis yang sering ditemukan. Splenomegali berukuran 10 15 cm di bawah arkus
aorta kiri. Splenomegali biasanya lebih lama menetap dibandingkan dengan hepatomegali.
Ikterus merupakan manifestasi yang sering ditemukan. Ikterus dapat terjadi pada masa bayi
dini dengan kadar puncak bilirubin pada bulan ke-3 kehidupan. Bilirubin direk dan indirek
meninggi, bilirubin direk meninggi setelah beberapa hari dan dapat mencapai 50% dari
bilirubin total. Komponen bilirubin jarang meninggi sampai memerlukan transfusi
ganti(IDAI,2012).
Pada infeksi CMV kongenital, sering sekali ditemukan petekia yang disertai dengan
hepatomegali dan splenomegali. Petekia dapat menetap sampai dengan beberapa minggu
setelah lahir, bahkan dapat timbul karena menangis, batuk, saat uji Torniquet setelah beberapa
hari atau bulan. Ditemukan adanya pengaruh langsung dari CMV terhadap megakariosit
dengan akibat menurunnya jumlah trombosit. Pada kebanyakan kasus, jumlah trombosit pada
minggu pertama berkisar antara 20.000 60.000. Pada beberapa kasus, petekia tidak
mempunyai hubungan dengan trombositopenia (IDAI,2012).
Mikrosefali bukan merupakan manifestasi yang mencolok. Tidak semua bayi
mempunyai mikrosefali yang menetap, terutama bila ukuran lingkaran kepala pada waktu
lahir mendekati persentil 5. Bila terjadi kalsifikasi, pertumbuhan otak dapat terganggu. Pada
toksoplasmosis, adanya kalsifikasi merupakan suatu indikator bahwa bayi di kemudian hari
akan mengalami retardasi mental sedang sampai berat(IDAI,2012).
Kelainan utama pada mata adalah korioretinitis. Kelainan lain yang lebih jarang seperti
mikroftalmos, katarak, nekrosis retina, kebutaan, malformasi camera oculi anterior, dan
malformasi diskus optikus(IDAI,2012).
Intrauterine growth retardation (IUGR) dilaporkan terjadi pada 40 % di antara 34 kasus,
sedangkan prematuritas terjadi pada 34% bayi dengan CMV kongenital. Berat badan bayi
yang menderita infeksi CMV kongenital secara bermakna lebih rendah dari bayi sehat. Pada
CMV kongenital juga dapat disertai kelainan gigi, lapisan email gigi menjadi tipis dan gigi
berwarna gelap. Pneumonitis jarang dijumpai pada infeksi CMV kongenital, tetapi lebih
sering ditemukan pada infeksi perinatal dan pasca transplantasi (IDAI,2012).
b. Penyulit Lanjut pada Infeksi CMV Kongenital
Tuli sensoris merupakan kecacatan yang paling sering disebabkan oleh infeksi CMV.
Sitomegalovirus dapat mengadakan replikasi pada berbagai struktur telinga dalam, seperti
pada membran Reissner, stria vaskularis, kanalis semisirkularis pada organ korti, dan nervus
VIII. Pada umumnya tuli sensoris ditemukan pada infeksi kongenital yang simtomatik. CMV
merupakan virus tersering yang menyebabkan gangguan perkembangan / retardasi mental
(IDAI,2012).
c. Infeksi CMV Perinatal
Harus disingkirkan terlebih dahulu kemungkinan infeksi CMV kongenital. Masa inkubasi
infeksi CMV perintal biasanya 4-12 minggu. Manifestasi klinis kebanyakan berupa
pneumonitis yang terjadi pada umur < 4 bulan. Bayi premature dan bayi cukup bulan yang
menderita penyakit lain mempunyai risiko lebih tinggi. Pada infeksi CMV perinatal sering
dijumpai prematuritas, hepatosplenomegali, neutropenia, limfositosis dan trombositopenia
(IDAI,2012).
3.1.6 Diagnosis
Standar emas penegakan diagnosis CMV kongenital adalah dengan mendeteksi virus
dalam urin (atau saliva) dengan efek sitopatik dalam kultur jaringan. Proses ini memakan
waktu 3 minggu namun deteksi antigen dapat dilakukan dalam 24 jam pertama setelah infeksi
dengan hasil yang cukup sensitif dan spesifik (IDAI,2012).
Isolasi virus
Infeksi CMV aktif dapat dideteksi dengan baik melalui isolasi virus dari cairan serebrospinal,
urin, saliva, bilas bronkoalveolar, ASI, sekresi servikal, buffy coat, dan jaringan yang
dihasilkan dari biopsy. Identifikasi cepat (24 jam) saat ini menjadi hal yang rutin, kultur
dengan menggunakan metode sentrifugasi yang dipercepat didasarkan pada deteksi awal
antigen CMV menggunakan antibody monoklonal (IDAI,2012).
Infeksi juga dapat didiagnosa in utero dengan isolasi virus dari cairan amnion. Kultur
yang negatif tidak menyingkirkan infeksi fetal karena interval antara infreksi maternal
dengan infeksi fetal belum diketahui. Infeksi CMV kongenital dapat didiagnosis dengan
isolasi virus dalam 3 minggu pertama kehidupannya (IDAI,2012).
Urin lebih disukai sebagai bahan untuk isolasi virus karena mengandung jumlah virus
yang lebih banyak dibandingkan air liur (IDAI,2012).
Pemeriksaan serologi
Apabila bayi mengalami infeksi CMV kongenital, IgG anti CMV akan memberikan hasil
positif dengan titer yang semakin meninggi sampai bayi berusia 4 9 bulan. Pemeriksaan
untuk mengetahui adanya IgG anti CMV adalah cara complement fixation test, ELISA, anti
complement
imunofluoresence,radio
immunoassay
(RIA)
dan
hemagglutination
indirect.Selain IgG anti CMV, maka dapat juga dilakukan pemeriksaan IgM anti CMV pada
bayi yang lebih besar. Imunoglobulin M anti CMV dapat diperiksa dengan cara ELISA dan
RIA (IDAI,2012).
Pemeriksaan rheumatoid factor
Janin yang mengalami infeksi CMV akan memproduksi rheumatoid factor. Penyakit rubella,
toksoplasma dan sifilis juga memproduksi rheumatoid faktor (IDAI,2012).
Pemeriksaan IgM
Bersifat tidak spesifik. Mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah (IDAI,2012).
Pemeriksaan IgG
IgG CMV yang negatif pada darah tali pusat bayi menunjukkan tidak adanya infeksi CMV
kongenital, tetapi jika positif ada dua kemungkinan yaitu disebabkan transfer pasif dari ibu
atau adanya indikasi kongenital (IDAI,2012).
Polimerasi Chain Reaction (PCR)
Diagnosis infeksi CMV secara cepat dapat dilakukan dengan pemeriksaan DNA CMV.
Pemeriksaan berkala DNA-CMV dari darah perifer dengan pemeriksaan kuantitatif PCR
dapat berguna untuk mengidentifikasi penderita yang beresiko tinggi dan memantau efek
terapi antiviral. PCR dan hibridasi merupakan teknik pemeriksaan yang cepat, sering
dilakukan untuk menegakkan diagnose ensefalitis CMV (IDAI,2012).
Radiografi
Abnormal CT scan kepala dengan kalsifikasi intrasereberal paling sering ditemukan, berupa
kalsifikasi periventrikuler dan ventrikulomegali. Sebagai tambahan, gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium tidak dapat memprediksi kelainan neuroradiografik pada neonates
dengan infeksi CMV kongenital simtomatis (IDAI,2012).
3.1.7 Diagnosis Banding
Toksoplasma kongenital
petekie
dan
purpura,
ikterus,
hepatosplenomegali,
trombositopenia,
mikrosefali, dan retardasi mental. Tetapi, CMV jarang menyebabkan katarak dan kelainan
jantung kongenital dibandingkan dengan rubella. Rubela lebih sering menimbulkan rash
purpura dibanding rash petekie, kelainan tersebut lebih sering didapatkan di daerah muka dan
leher. Korioretinitis pada CMV lokasinya bersifat lokal, sementara pada sindrom rubela
kongenital tersebar mirip gambaran garam dan lada (IDAI,2012).
Diagnosis sindrom rubella kongenital ditegakkan melalui anamnesis ibu mendapat
infeksi rubella saat kehamilan bulan 3-4 dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan virologik dan
serologik (IDAI,2012).
Eritroblastosis fetalis
Akan dijumpai ikterus, purpura, dan letargi, disertai uji Coomb positif. Adanya gangguan
fungsi hati pada infeksi sitomegalovirus kongenital, dapat membedakan dengan eritoblastosis
fetalis. Perlu pula dibedakan dengan infeksi parvovirus B19 dengan gejala gagal jantung dan
edema (IDAI,2012).
Herpes simpleks
Kelainan kulit terdapat pada 80% bayi dengan infeksi herpes perinatal, jarang terdapat pada
infeksi sitomegalovirus kongenital. Kalsifikasi serebral tidak terdapat pada infeksi herpes,
walaupun pernah dilaporkan pada beberapa kasus. Isolasi virus herpes dan lesi kulit atau
jaringan lain dapat memastikan diagnosis (IDAI,2012).
Sepsis neonatal
Sepsis neonatal dapat ditandai dengan letargi, ikterus, dan hepatomegali. Biakan darah akan
memastikan organism penyebab sepsis (IDAI,2012).
Sifilis kongenital
Sifilis kongenital dapat dibedakan dengan uji serologik dan adanya kelainan tulang yaitu
osteolitis pada gambaran foto radiologik (IDAI,2012).
3.1.8 Penatalaksanaan
Sampai saat ini pengobatan infeksi CMV belum memuaskan, masih dilakukan penelitian uji
klinis untuk mendapatkan anti virus yang efektif dan tidak toksik. Anti virus yang ada saat ini
dan telah dicoba untuk pengobatan infeksi CMV kongenital dan perinatal ialah idoksiviridae,
5-fluoro-2deoksiviridae, sitosin arabinosid, adenine arabinosid, asiklovir, interferon,
interveron stimulator, dan gansiklovir. Di Amerika Serikat, gansiklovir direkomendasikan
untuk pengobatan retinitis dan koriditis pada infeksi CMV. Gansiklovir merupakan nuklosid
trifosfat dan berfungsi sebagai suatu terminator DNA (IDAI,2012).
Gansiklovir
dikombinasikan
dengan
immunoglobulin,
yaitu
immunoglobulin
intravena standar (IVIG) atau hiperimun CMV IVIG, telah digunakan untuk infeksi CMV
pada penderita dengan immunokompromais (penerima transplantasi sum-sum tulang, ginjal,
jantung, dan penderita AIDS).Dua regimen yang dipublikasikan :
-
Gansiklovir (7,5 mg/kg/24 jam IV dibagi setiap 8 jam selama 14 hari), dengan
CMV IVIG (400 mg/kg pada hari ke 1,2, dan 7 serta 200 mg/kg pada hari ke 14).
Gansiklovir (7,5 mg/kg/24 jam IV dibagi setiap 8 jam selama 20 hari) dengan
IVIG 500mg/kg untuk hari sesudahnya selama 10 hari. (IDAI,2012)
kurang pada saat lahir atau dengan kalsifikasi serebral pada saat 2 bulan pertama
kehidupan biasanya mempunyai retardasi psikomotor sedang sampai berat (IDAI,2012).
Neonatus dengan infeksi kongenital CMV simtomatik memiliki angka mortalitas
antara 10-20%. Prognosis untuk pertumbuhan normal pada penyakit sitomegalovirus
simtomatik sangat kecil. Lebih dari 90% dari anak anak ini menunjukkan adanya
kerusakan fungsi saraf sentral dan pendengaran pada tahun- tahun sesudahnya. Pada bayi
dengan infeksi subklinis, penampakan lebih baik. Yang perlu diperhatikan adalah
perkembangan berikutnya dari kehilangan pendengaran sensorineural (5-10%),
korioretinitis, (3-5%), dan manifestasi lain seperti abnormalitas perkembangan,
mikrosefali, dan deficit neurologi (IDAI,2012).
3.1.10 Pencegahan
Pencegahan yang paling penting selama kehamilan adalah menghindari daerah yang
resiko penularannya tinggi seperti tempat perawatan bayi, tempat penitipan anak, dan
tempat anak anak berkumpul, cuci tangan yang baik, dan cara menangani bahan yang
unfeksius harus diperhatikan. Pencegahan infeksi primer yang lain melalui hubungan
seksual, transfuse darah dan transplantasi jaringan juga perlu dipikirkan. Penggunaan
komponen darah bebas CMV, terutama untuk bayi premature, dan bila mungkin,
pemanfaatan organ dari donor bebas CMV untuk transplantasi yang merupakan hal
penting untuk mencegah CMV dan pada pasien resiko tinggi(IDAI,2012).
Wanita hamil dengan seropositif mempunyai resiko rendah melahirkan bayi
simtomatik. Jika mungkin, wanita hamil harus melakukan tes serologi CMV. Mereka
yang CMV seronegatif, harus diberitahu untuk mencuci tangan yang baik dan menjaga
kebersihan dan mencegah kontak dengan sekresi oral dengan orang lain(IDAI,2012).
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori
Kasus
CMV Kongenital
CMV Kongenital :
Berdasarkan data yang didapat dari
anamnesis
retardasi mental
orang
tua
anak,
Kasus
Sitomegalovirus
a) Infeksi akut
(-),
tetapi
lebih
sering
ditemukan
Kasus
CMV congenital :
Pemeriksaan serologik
-
(normal)
Radiografi :
ditemukan,
berupa
kalsifikasi
hygroma
di
regio
Radiografi
Subdural
kiri
Adanya gambaran polymicogyra
dan
loss
mengesankan
CMV.
of
white
suatu
matter
gambaran
4.4. Penatalaksanaan
Teori
CMV Kongenital
1. Gansiklovir (7,5 mg/kg/24 jam IV dibagi
Kasus
Drip gancyclovir 2 x 49 mg
Asam folat 1 x 1 PO
BAB 5
PENUTUP
Prevalensi infeksi CMV di negara berkembang termasuk Indonesia, sangat tinggi.
Kewaspadaan terhadap infeksi CMV yang belum memadai, biaya untuk mendeteksi secara
laboratorik yang relatif masih tinggi, dan tatalaksana penanggulangan yang belum
terpikirkan, merupakan tantangan yang perlu menjadi perhatian kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Griffiths PD, Emery VC. Cytomegalovirus. In: Richman DD, Whitley RJ, Hayden FG
eds. Clinical Virology. Washington: ASM Press; 2002; 433-55
Soedarmo, Sumarno. Garna, Herry. Hadinegoro, Sri. Satari, Hindra. Buku Ajar 2012.
Infeksi & Pediatri Tropis Edisi kedua. IDAI. Jakarta. Indonesia