Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Kolam Pemeliharaan


Membudidayakan ikan hias dapat digunakan menggunakan wadah-wadah
berupa akuarium, kolam terpal dan kolam semen. Ukuran kolam dari masingmasing jenis kolam ikan hias tidak sama besar dengan ukuran kolam pada jenis
ikan konsumsi. Karena ikan hias hanya membutuhkan tempat yang kecil dari pada
ikan konsumsi. Wadah untuk budidaya ikan hias berupa akuarium, kolam semen,
kolam terpal dan sterofoam. Wadah akuarium terbagi untuk indukkan, pemijahan,
pembesaran dan penjualan (Anggina et al., 2009).
Sebuah bisnis di rumah dengan budidaya ikan Cupang, yang perlu
dipersiapkan adalah kolam tempat perkembangbiakan ikan-ikan tersebut. Kolam
merupakan media utama dalam membudidayakan ikan Cupang. Karena ukuran
ikan Cupang yang relatif kecil membuatnya lebih mudah dikembangkan dalam
media yang tidak terlalu luas. Lahan yang kurang diintensifkan akan
mempengaruhi tingkat produksi. Oleh karena itu memaksimalkan lahan yang ada
sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi. Tidak harus dengan kolam
dengan ukuran yang luas, karena perawatan ikan Cupang yang relatif mudah maka
akuarium pun bisa menjadi alternatif untuk budidaya ikan Cupang. Dengan
budidaya skala akuarium membuatnya lebih mudah untuk proses pembersihan dan
penggantian air jika diperlukan. Jika budidaya ikan hias pada lahan sempit lebih
mementingkan kualitas, budidaya dapat dilakukan pada kolam semen atau pada
aquarium yang cukup kecil (Weningsari, 2013).

Usaha pembenihan ikan cupang tidak memerlukan lahan yang luas, cukup
di wadah-wadah seperti akuarium, stoples ataupun bak semen ukuran 1-3 m 2,
namun diperlukan ketekunan dan ketelitian dari petaninya. Ikan cupang jantan
dewasa biasa digunakan sebagai ikan laga (fighting fish), karena memiliki
kebiasaan untuk saling menyerang bila ditempatkan bersama-sama dalam satu
wadah, namun bersifat toleran terhadap jenis ikan lain. Pemeliharaan larva ikan
cupang di akuarium penetasan sampai berumur 14 hari. Setelah itu benih dipindah
ke wadah yang lebih besar volume 20 liter sampai benih berumur 30 hari. Suhu
dan pH air pada wadah pemeliharaan benih diukur setiap hari (Diani et al. 2005).
4.2. Pembahasan
4.2.1. Manajemen produksi
f.

permasalahan dan solusi


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, permasalahan yang dihadapi

oleh pembudidaya ikan cupang yang diwawancarai adalah terbatasnya lahan dan
tidak terpenuhinya semua permintaan pasar yang diterima. Hal ini disebabkan
karena keterbatasan pakan alami dialam yang semakin hari semakin langka
sehingga sebagian lahan atau sekitar 50% lahan yang dulu digunakan untuk
budidaya ikan cupang sekarang digunakan untuk mengkultur pakan alami.
Berkurangnya lahan budidaya ini kemudian berdampak pada menurunnya tingkat
produksi dan tidak terpenuhinya permintaan pasar. Menurut Weningsari (2013),
angka permintaan ikan cupang hias cukup tinggi. Sayangnya dengan angka
permintaan yang cukup besar terkadang masih belum bisa dipenuhi, salah satu
penyebabnya adalah karena tingkat produksi yang rendah diakibatkan masih
banyaknya lahan yang belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Sangat

disayangkan jika peluang pasar yang bagus tidak diimbangi dengan produksi yang
mencukupi. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan atau ekstensifikasi lahan
agar tingkat produksi besar dan permintaan pasar terpenuhi.
Solusi dari permasalahan terbatasnya lahan budidaya ikan cupang tersebut
adalah dengan memaksimalkan atau mengoptimalkan lahan yang masih ada
dengan menggunakan teknologi saat ini yang bertujuan untuk memaksimalkan
hasil produksi, solusi lainnya adalah dengan meningkatkan kualitas produksi ikan
cupang, sehingga meskipun permintaan pasar tidak terpenuhi namun pemasukan
dari penjualan ikan cupang dan harga jual dipasaran masih tinggi karena kualitas
ikan cupang yang baik. Menurut Weningsari (2013), strategi yang digunakan
untuk budidaya ikan cupang adalah mengoptimalkan lahan yang belum terpakai.
Strategi ini diambil untuk meningkatkan produksi ikan cupang dengan
memanfaatkan potensi luasnya lahan yang ada. Permintaan ikan cupang hias
cukup tinggi, akan sangat disayangkan jika permintaan yang cukup besar itu tidak
bisa dipenuhi akibat tingkat produksi yang rendah karena masih banyak lahan
yang belum bisa dioptimalkan oleh para petani, strategi lain adalag dengan
mempertahankan dan meningkatkan mutu produk yaitu menghasilkan ikan cupang
yang berkualitas.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh pembudidaya ikan cupang adalah
presentase hasil pemijahan ikan cupang yang didapatkan lebih banyak berjenis
kelamin betina daripada jantan, padahal seperti yang kita ketahui ikan cupang
jantan lebih memiliki nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan dengan ikan
cupang betina. Hal ini disebabkan karena keindahan warna badan dan sirip-sirip
yang dimiliki oleh ikan jantan, serta tingkah lakunya yang agresif daripada ikan

cupang betina sehingga harga ikan jantan pun jauh lebih mahal dibandingkan
dengan ikan betinanya. Teknik pemijahan yang dilakukan secara alami dan teknik
budidaya ikan cupang yang masih tradisional dan belum memakai teknologi saat
ini tidak dapat mengontrol jumlah presentase larva jantan yang dihasilkan.
Menurut Weningsari (2013) yang menyatakan bahwa, secara ekonomis lebih
menguntungkan memelihara ikan cupang jantan karena keindahan warna badan
dan sirip-sirip, serta tingkah lakunya yang agresif sehingga harga ikan jantan pun
jauh lebih mahal dibandingkan dengan ikan betinanya. Selama ini teknik budidaya
ikan cupang yang digunakan masih konvensional. Dengan demikian diperlukan
suatu tehnik yang dapat digunakan untuk menghasilkan ikan cupang jantan yang
banyak atau semuanya jantan. Selama ini teknik pemijahan dilakukan tanpa
memperhatikan jantan atau betina. Dua metode yang dipakai yaitu: telur diasuh
oleh jantan dan telur tidak diasuh atau secara alami dibiarkan menetas dengan
sendirinya. Cara alami dinilai lebih aman karena lebih aman dari pemangsaaan
induk jantan yang tidak mau mengasuh dan induk jantan tersebut dapat cepat
pulih dan matang gonad sehingga bisa dikawinkan lagi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan presentase ikan
jantan tersebut adalah dengan melakukan maskulinisasi untuk mengarahkan ikan
menjadi berkelamin jantan, sehingga nilai keuntungan yang dihasilkan menjadi
lebih tinggi. Maskulinisasi dilakukan dengan pemberian hormon androgen pada
fase diferensiasi kelamin ikan cupang, cara lain adalah dengan menerapkan teknik
seks reversal dengan menggunakan hormon androgen pada masa diferensiasi
kelamin. Maskulinisasi juga dapat dilakukan dengan perendaman embrio ikan
cupang kedalam air yang diberikan ekstrak purwoceng dengan dosis yang tepat.

Menurut Arfah et al. (2013), ikan cupang (Betta splendens) jantan memiliki
keunggulan antara lain harganya lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Hal ini
disebabkan beberapa keunggulan yang dimiliki oleh ikan jantan baik dari
morfologi atau warna yang menjadi nilai estetikanya. Salah satu upaya untuk
meningkatkan populasi ikan jantan adalah dengan melakukan maskulinisasi untuk
mengarahkan ikan menjadi berkelamin jantan, sehingga nilai profitnya menjadi
lebih tinggi. Maskulinisasi sudah banyak dilakukan pada beberapa ikan hias
menggunakan bahan yang berbeda-beda. Maskulinisasi dilakukan dengan
pemberian hormon androgen pada fase diferensiasi gonad pada ikan. Perubahan
lingkungan yang diakibatkan pemberian hormon dari luar dapat menyebabkan
rangsangan pada sistem saraf ikan dan memacu pelepasan hormon gonadotropin
untuk pembentukan gonad jantan. Penggunaan ekstrak purwoceng dalam
maskulinisasi ikan cupang hias pada dosis 20 L/L dapat meningkatkan
persentase populasi ikan cupang jantan hingga 62,66% dibandingkan dengan
perlakuan kontrol yaitu 45,91%. Pada dosis yang lebih tinggi persentase populasi
ikan jantan cenderung menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Anggina, D., H. Hamid dan Hendrik. 2009. Analysis of Ornamental Fish Farming
Member of Group Diamond Fish Club in Tampan Village Districts Payung
Sekaki Pekanbaru City Riau Province. Hal: 1-9.
Arfah, H., D. T. Soelistyowati dan A. Bulkini. 2013. Maskulinisasi Ikan Cupang
Betta splendens Melalui Perendaman Embrio dalam Ekstrak Purwoceng
Pimpinella alpine. Jurnal Akuakultur Indonesia. 12(2): 145-150.
Diani, S., Mustahal dan P. Sunyoto. 2005. Usaha Pembenihan Ikan Hias Cupang
(Betta splenders) di Kabupaten Serang. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. 8(2): 292-299.
Weningsari, E. 2013. Pengembangan Agribisnis Ikan Cupang di Kelurahan
Ketami Kecamatan Pesantren Kota Kediri. Jurnal Manajemen Agribisnis.
13(1): 13-24.

Anda mungkin juga menyukai