Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat.
Seorang ahli mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih
dan memiliki daya bias sebesar 43D.
Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan maupun
paparan patogen (virus, amuba,bakteridanjamur).Ketika pathogen berhasil masuk
dan membuat defek epitelial di kornea, maka jaringan braditropik kornea akan
(keratitis).
Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya
secret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis bakterial.
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri,jenis bakteri seperti
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcusaeroginosa,
dan Moarxella.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema
kornea,Infiltrasi seluler dan kongesti siliar. Keratitis diakibatkan oleh terjadinya
infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh.
Keratitis Sendiri dibagi menjadi dua yaitu; keratitis superficial dan profunda.

II. Anatomi dan fisiologi kornea


II.1 Anatomi
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran
11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi
1,37.Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25dioptri (D)
dari total

58,60

kekuatan dioptre mata manusia. Kornea juga merupakan

sumber astigmatisme pada system optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung


pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan
air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi
limbus.Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung
saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan
konjungtiva.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus,saraf nasosiliar, sarafke V, saraf siliar longus yang
suprakoroid, masuk Kedalam stroma kornea,

berjalan

menembus membran Bowman

melepas selubung Schwannya.Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua


lapis terdepan. Sensasi dingin oleh BulbusKrause ditemukan pada daerah limbus.2
Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan selaput

bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas :
1.Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiriatas 5 lapis selepitel
Tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel polygonal dan sel gepeng. Tebal
lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan
film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis
sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal

di sampingnya dan sel poligonal

di

depannya melalui

desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit
dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat
erat kepadanya.

Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya


Regenerasi
2.Membran bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari
epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari epitel bagian depan stroma.

Lapisan ini tidak mempunyai daya

generasi.
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.Merupakan
lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen
dengan lebar sekitar 1m

yang

saling menjalin

yang

hamper mencakup

seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama,

dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descemet
Merupakan membrane selular dan merupakan batas belakang stroma
kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastic dan jernih yang
tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopelektron, membrane ini berkembang
terus seumur hidup dan mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastic dari
pada membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik
lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang lain.
5.Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal,
tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membrane descemet melalui taut.
Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbedad
engan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi,

sebaliknya

endotel mengkompensasisel-sel yang mati dengan


mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi
cairan,

jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat

akibat gangguan system pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan
(edemakornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi.
Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan
membrane semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan
daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadiedema
korneadan kekeruhan pada kornea.

II.2 Fisiologi Kornea


Fungsi
jendelayang

utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah


dilalui

cahaya

korneadimungkinkan oleh sifatnya


uniform

yang

untuk
yang

mencapai

retina.

Transparansi

avaskuler, memiliki struktur yang

sifat deturgescencenya. Transparansi stroma dibentuk oleh

pengatur anfisis special dari komponen-komponen fibril.Walaupun indeks refraksi


dari masing-masing fibril kolagen berbedadari substansi infibrilar, diameter yang
kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A)
mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan
cahaya dibandingkan dengan inhomogen itasoptikalnya. Sifat deturgescence di
jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epite ldan
endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan basah dengankada air
sebanyak 78%.
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang
sangat lah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana
43,25dioptridari total 58,6 kekuatan dioptre mata normal manusia, atausekitar
74% dari seluruh kekuatan dioptre mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan
pada kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsifisus
seseorang kornea merupakan struktur vital dari matadan oleh karenanya kornea
sangat lah sensitif. Saraf saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui
membrane abowman dan berakhir secara bebas diantara sel

sel

epithelial

serta tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 3 mm dar ilimbus kesentral
kornea,sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan reflex penutupan mata.
Setiapkerusakanpadakornea

(erosi,

penetrasi benda asing atau kerato

konjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorikdan menyebabkan


nyeri yang intens disertai dengan reflex lakrimasi dan penutupan bola mata
involunter.

III. Epidemiologi
Keratitis bakteri merupakan penyebab kebutaan di Negara berkembang
menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena keratitis
bakteri pertahun. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis
dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di NewYork untuk 35% diFlorida.Spesies
Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di Amerika
Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur.
III. Etiologi
Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap
awal.Jika pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata
memperoleh pemulihan visual yang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur, protozoa, dan parasit. Faktor risiko umum untuk infeksi
keratitis meliputi trauma okular, memakai lensa kontak, riwayat operasi mata
sebelumnya, mata kering, gangguan sensasional kornea penggunaan kronis steroid
topikal, dan imunosupresi sistemik.Patogen umum termasuk Staphylococcus
aureus,

koagulasenegative

Staphylococcus,

Pseudomonas

aeruginosa,

Streptococcus pneumonia, dan spesies serratia.


Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat adalah

keratitis bakteri

yang teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak memerlukan kultur bakteri.
Apusan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk ulkus kornea
dengan ukuran yang besar, berlokasi di sentral kornea, mencapai daerah stroma.7
IV. Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predis posisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eyes),penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan
penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh


lingkungan, oleh seb itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme

pertahanan. Mekanisme

pertahanan tersebut termasuk reflex

berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim),epitel hidrofobik yang


membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi
secara cepat dan lengkap.Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap
masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma,
struma yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami
infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan
jamur.Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen kornea bacterial,
pathogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host
yang immune compromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi
korneasuperfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari Lesi
pada kornea yang selanjutnya

agen

patogen akan menginvasi dan

mengkolonisasi pada daerah struma kornea respon tubuh berupa pelepasan


antibodi yang akan menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya, akan
tampak gambar anopasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka
lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea. Iritasi dari bilik mata
depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada
lantai dari bilik mata depan) dan selanjutnya agen pathogen akan menginvasi
seluruh kornea.
Hasilnya stroma akan mengalamii atropi dan melekat pada membarana
descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang
dimana

hanya membarana descement yang intak. Ketika penyakit semakin

progresif, perforasidari membrane descement

terjadi dan humor aquos akan

keluar. Hal ini disebutulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi
intervensi bedah secepatnya.Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus
progresef dan bola mata akanmenjadi lunak.

V.Gejala Klinis
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien
yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien dapat
mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan
visussensasi benda asing, iritasi okuler dan blefaros spasma dan kadang juga di
temukan hypopion pada kamera anterior.
Oleh karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan
cahaya,lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama
ketikalesinya berada dibagian central.
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi
epithelia multiple sebanyak 1 50 lesi (rata rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi
epitheliayang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan
bintik bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi
didaerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak apabila di
inspeksisecara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah
diberiflouresent.
Pada Keratitis Pneumokokus muncul 24-48 jam setelah inokulasi, ulkus
berbatas tegas, kelabu,cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat
infeksike sentral, batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi
Kornea sekitar ulkus sering bening, ada hipopion pada Keratitis Pseudomonas
Ulkus berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning Lesi ini cenderung cepat
menyebar ke segala arah, Terdapat hipopion Infiltrat dan eksudat berwarna hijau
kebiruan.
Pada Keratitits Streptokokus Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi
kearah tengah kornea (serpinginous), Ulkus bewarna kuning keabu-abuan,
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung.Ulkus cepat menjalar ke
dalam dan menyebabkan perforasi sensitifitas kornea umumnya normal atau
hanya sedikit berkurang, tapi tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada
keratitis herpes simpleks. Walaupun umumnya

respons

konjungtiva tidak

tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar
dapat dilihat pada pasien.
VI. Diagnosis
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa
silau (fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang kornea
ini biasa nya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti
keratitis superfisial

dan

interstisial atau

propunda.

Keratitis

superfisial

termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial.
Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari penebalan epitel, Punctate
Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk pseudo dendrites. Dapat menja
direaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak. Pada pewarnaan
fluorescein terutama terihat pada posisi pukul 3dan pukul 9 kornea,edema
ringandan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi
partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel
radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula
dari stroma lalu ke epitel kornea.
Periksa ketajaman visual dengan lensa kontak atau kaca mata, jika
pasien tidak memiliki kaca mata, gunakan lubang jarum dari occluder periksa
pergerakanlensa kontak dan defect kornea pada slit lamp.Minta pasien
melepaskan lensa kontak jika mampu, dapat menggunakan
proparacaine atau

anestesi topikal

lain untuk membuka

mata

satu

tetes

agar dapat

diperiksa secara koperatif.


Periks reaktivitas pupil dengan

senter, pemeriksaan slit lamp dengan

memperhatikan daerah konjungtiva bulbar dan palpebral untuk mencari setiap

papillae atau folikel, permukaan kornea untuk menyingkirkan ulkus kornea, dan
reaksi pada ruang anterior mata.
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada
keratitismelalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent
dapatmenggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat
denganinspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam
pemeriksaankornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah
loup dandengan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya
refleksi cahayasementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh
kornea. Dengan caraini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat
terlihat.
Keratitis pungtata

superfisial yang disebut juga keratitis pungtata

epithelial atau Thygensons desease merupakan salah satu tipe inflamasi atau
peradangan pada kornea mata dengan hilangnya epitel kornea. Lesinya berupa
pungtata yang terlihat seperti titik titik meskipun dapat juga berupa dendritic
dengan gambaran linier dan bercabang. Karateristik dengan

tidak adanya

jaringan parut sisa dan jarang menyisakan penglihatan.


Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, foto fobia dan
airmata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi
biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik
titik berwarna abu abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan
ini, tergantung faktor penyebabnya.
VII. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin
sangat lah penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen.
Diagnosis dari setiap jenis infeksi keratitis pada dasarnya meliputi langkahlangkah berikut:
1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan
dengan mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan

10

inokulasi media kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak
yang digunakan juga harus diambil dan di kultur untuk memastikan
2.

sumber dari bakteri atau jamur.


Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang

diambil untuk mendeteksi bakteri.


3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea
dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.1
4. Biopsi Kornea
5. Sensibilitas Kornea
VIII. Penatalaksanaan
Berhenti
kornea, pasien

memakai lensa kontak, jika dicurigai terjadi infeksi pada


harus

menjalani

pemeriksaan

menyeluruh

oleh

dokter

mata sesegera mungkin untuk menyingkirkan ulkus kornea. Jika tidak ada akses
yang tepat kedokter mata: ambil apusan/smear dan kultur dari apusan ulkus
dengan spatulakecil, mulai antibiotik spektrum luas topikal dengan cakupan gram
negatif sepertifluorokuinolon (misalnya, ofloxacin atau ciprofloxacin) 6 sampai 8
kali per hari dan cycloplegic tetes, jangan menggosok mata dan segera ke dokter
mata. Pengobatan empiris harus sesuai dengan anjuran dokter mata.
Beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis pungtata
superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artificial
sering kali adekuat pada

kasus-kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat

mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka
tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas
dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superficial
untuk membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air
mata.
Tergantung dari keparahan gejala pada pasien, air mata artifisial dengan
viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada
pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat
pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim
digunakan karena waktu retensinya yang panjang.

11

dengan viskositas yang tinggi

Prosedur collagen cross-linking

(CXL) digunakan dalam pengobatan

infeksi keratitis hampir identik dengan standar protokol pengobatan keratoconus,


dengan penggunaannya setelah setelah penggunaan obat anestesi tetes mata,
jaringan epitel longgar dan epitel yang nekrosis di sekitar daerah infeksi diangkat
darikornea.Tujuannya untuk menghilangkan epitel kornea

agar terjadi

penetrasiriboflavin yang adekuat pada daeah kornea.Riboflavin (riboflavin


/dekstransolusi 0,5-0,1%)ditanamkan pada permukaan kornea dengan jangka
waktu 20-30menit pada interval dari 2-3 menit. Hal ini diikuti dengan
pencahayaan kornea menggunakan lampu UV-X, UV-A 365 nm, dengan radiasi
3.0mW/cm2 dan totaldosis 5,4 J/cm2.
Antibiotik sistemik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat
infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin
maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan
pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di kornea
hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat mencapai
titik kenyamanan.
Tetes mata antibiotik mampu mencapai tingkat jaringan yang tinggi.
Saleppada mata berguna sewaktu tidur dan juga berguna sebagai terapi tambahan.
Antibiotik subkonjungtiva membantu pada keadaan ada penyebaran segera ke
sclera atau perforasi. Antibiotik topikal spektrum luas digunakan pada pengobatan
awal. Untuk keratitis yang parah di berikan dosis loading setiap 5 sampai
15menit untuk jam pertama dan diikuti oleh aplikasi setiap 15 menit sampai 1 jam
pada jam berikutnya. Pada keratitis yang kurang parah, rejimen terapi dengan
dosis yang kurang frekuen terbukti efektif. Agen Cycloplegic digunakan untuk
mengurangi pembentukan sinekhia dan untuk mengurangi nyeri.
Terapi single-drug dengan menggunakan fluoroquinolon menunjukkan
efektiftivitas

yang

sama

seperti

terapi

kombinasi.

Gatifloksasin

dan

moksifloksasin (generasi keempat fluoroquinolone) telah dilaporkan memiliki


cakupan yang lebih baik terhadap bakteri gram-positif.Terapi kombinasi
antibiotika digunakan dalam kasus infeksi berat dan mata yang tidak responsive

12

terhadap pengobatan.Pengobatan dengan lebih dari satu agen mungkin diperlukan


untuk kasus-kasus penyebab mikobakteri non-tuberkulosis.
Antibiotik sistemik jarang dibutuhkan, tetapi dapat diipertimbangkan pada
kasus-kasus yang parahatau ketika adanya ancaman perforasi dari kornea. Terapi
sistemik juga diperlukan dalam kasus-kasus keratitis gonokokal.
Terapi kortikosteroid memiliki keuntungan penekanan peradangan dan
pengurangan pembentukan jaringan parut pada kornea dan kerugian timbulnya
aktivitas infeksi baru, imunosupresi lokal, penghambatan sintesis kolagen
danpeningkatan TIO. Prinsip pada terapi kortikosteroid topikal adalah
menggunakan dosis minimal kortikosteroid yang bisa memberikan efek kontrol
peradangan.Keberhasilan pengobatan membutuhkan perkiraan yang optimal,
regulasi dosis secara teratur, penggunaan obat antibiotika yang memadai secara
bersamaan, dan follow-up. Kepatuhan dari pasien sangat penting, dan TIO harus
sering dipantau.
IX. Komplikasi
1. Hypopyon: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati,
jaringan uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma
dan PMNLs bermigrasi melalui iris ke kamera anterior.
2. Penyembuhan: membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi
sebelumnya. Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula
dan leukoma.
1. Leukoma : di stroma . Dengan mata telanjang bisa dilihat
2. Makula disubepitel. Dengan senter bisa dilihat
3. Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan lup bisa dilihat
3. Ulkus kornea
4. Descemetocoele: membran descemet yang tahan terhadap collagenolysis
dan mengalami perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior
membrane kornea, Kondisi ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus.
5. Perforasi
X.Prognosis

13

Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah baik jika
tidak terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan
metode penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien
dengan keratitis pungtata superfisial sangat baik. Parut ringan pada kornea dapat
timbul pada kasus kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang berlangsung
lama.
Prognosis ulkus kornea sembuh dengan bekas luka. Jika dalam pusat
sumbuvisual, pembiasan cahaya dipengaruhi. Jika ulkus kecil dan terletak di
pinggiran kornea akan membawa prognosis yang baik. Hindari luka pada mata
Kenakan kaca mata pelindung saat bekerja . Pada sikatriks lekoma kornea adalah
yang mengganggu visus & untuk kepentingan kosmetik, dan untuk memperbaiki
visus dapa dilakukan iridektomi optik dan keratoplasti , sehingga prognosis pasien
keratitis yang sembuh dengan sikatriks adalah baik.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea,
infiltrasi seluler dan kongesti siliar. Keratitis diakibatkan oleh terjadinya infiltrasi

14

sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis
sendiri dibagi menjadi dua yaitu; keratitis superfisial dan profunda.Pada
anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasienyang terkait
dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien dapat mengeluhkan
adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus,sensasi benda
asing, iritasi okuler dan blefarosspasma dan kadang juga di temukan hypopion
pada kamera anterior.
Pada umumnya prognosis dari keratitis bakterial adalah baik jika di terapi
secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lang GK. Cornea.In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook
Atlas.2ndedition.

Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.

2. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing.


UK.2005. p.62.

15

3. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata
Edisi ketiga.Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
4. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
5. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ
Books. p. 17-19.
6. Tasman W, Jaeger EA. Duanes Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins

Publishers. 2007

7. Chern KC. Emergency Ophtalmology a

Rapid Treatment Guide. Mc

Graw-Hill. 2002.
8. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S. M.
Lai.

New

Treatments for

Bacterial Keratitis. Department of

Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012


9. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Clinical Approach to Immune-Related
Disorders of the External Eye.In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic
and Cliniccal Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009.
Singapore : American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.205-41

16

Anda mungkin juga menyukai