Anda di halaman 1dari 2

mikroalga yang kemudian direaksikan hingga menghasilkan energi listrik.

Yoannes me nyatakan, dibutuhkan sebuah tempat terjadinya reaksi kimia untuk


menghasilkan listrik. Tempat yang cocok adalah karbon di sisi katoda. Reaksi
kimia tersebut akan cepat habis jika terus-menerus digunakan. Seperti halnya
baterai.
Untuk menghasilkan energi listrik, dibutuhkan oksigen yang tersedia secara
berkelanjutan. "Namun, bia sanya reaksi kimia cepat habis kalau oksigen juga
tidak ada," jelas mahasiswa jurusan teknobiologi tersebut. Untuk menghasilkan
oksigen yang berkelanjutan, mereka pun memanfaatkan mikroalga. "Karena
mikroalga ini banyak menghasilkan oksigen," ungkapnya. Dengan adanya
oksigen, reaksi kimia bisa berjalan terus. "Jadi, listriknya bukan secara langsung,
tetapi melalui rekasi antarkarbon dengan mikroalga," papar Yoanes.
Caranya, merendam karbon di dalam air laut yang mengandung mikroalga
tersebut. "Syaratnya, sel alga tidak mati," jelasnya. Untuk membuatnya bertahan
lama, mikroalga tersebut cukup diberi panas dan cahaya.
Mendapat panas yang cukup, mikroalga akan berfotosintesis. Proses itu bisa
menghasilkan energi listrik. "Sebesar 1,6 volt," paparnya.
Yoanes dan timnya menuturkan, cara tersebut belum diterapkan di Indonesia. Ide
itu berawal saat dirinya melihat ilmu dasar penghasil listrik dari mikroba di
Eropa. "Beberapa negara sudah menerapkannya. Hanya, kami memanfaatkan
sumber daya alam yang lebih kaya di Indo nesia ini," papar Yoanes.
Dia menjelaskan, mikroalga memiliki kelebihan karena laju pembelahannya
sangat cepat. "Untuk mengembangkannya sangat mudah," ucapnya. Selain itu,
sisanya bisa dijadikan sumber biosolar.
Atas ide tersebut, Yoanes dan tim nya mendapatkan juara satu dalam ajang
Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pertamina 2015 kategori Proyek Sains tingkat
regional ASEAN. Mereka berharap inovasi tersebut bisa menghasilkan energi
listrik berskala besar. "Atau setidaknya ada bangunan mandiri sumber listrik
dengan memanfaat kan mikroalga ini," kata Yoanes. (ara/c15/ai)
Sumber: JawaPos, 9 Des 2015

Energi Listrik Mikroalga Rebut Juara 1 Olimpiade Sains Nasional


suarasurabaya.net - Penelitian Yellow Green Microalgae - Nannochloropsis
Oculata as a New Source of Electricity, atau mesin pembangkit listrik berbasis
Mikroalga (Microalgae) Nannochloropsis Oculata atau sejenis plankton air laut,
karya mahasiswa Ubaya berhasil merebut juara 1 Olympiade Sains Nasional.
Untuk menghasilkan listrik, perlu terjadi serangkaian reaksi reduksi Oksidasi
dalam sistem sel Volta. Sel volta memanfaatkan 2 elektroda dalam larutan untuk
memicu reaksi dan memanen energi listrik, yaitu Anoda untuk reaksi Oksidasi
dan Katoda untuk reaksi reduksi.

Mikroalga banyak terdapat di perairan laut Indonesia, tepatnya di permukaan


laut. Mikroalga diletakkan di dalam reaktor biologi dengan media air laut yang
bersifat elektrolit. Reaktor yang menggunakan lempengan elektroda memicu
reaksi penghantaran listrik oleh Mikroalga sehingga bisa digunakan sebagai
energi listrik. Oksigen yang dihasilkan Mikroalga saat berfotosintesis dikonversi
secara kimia menjadi listrik.
Energi listrik menggunakan Nannochloropsis Oculata dalam katoda sel Volta
merupakan suatu tipe energi yang baru, kontinu dan bersih. Ada banyak sekali
manfaat yang bisa didapatkan dari penggunaan Nannochloropsis Oculata.
Dari reaksi fotosintesisnya sendiri, bisa disimpulkan Nannochloropsis Oculata
membantu mengurangi CO2 lingkungan. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa
reaksi pada Katoda menghasilkan produk berupa H2O (air) yang jelas sama
sekali tidak berbahaya.
Bioreaktor kontinu digunakan hanya pada saat membutuhkan masukan berupa
air laut sebagai media tumbuh dengan keluaran berupa air laut dan beberapa
Nannochloropsis Oculata untuk menjaga volum reaktornya. Keluaran berupa
Nannochloropsis Oculata ini masih hidup dan dapat digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan biosolar.
Penelitian ini dilakukan oleh Yoanes Maria Vianney, Go Melisa Gunawan, dan Yoko
Brigitte Wang, ketiganya adalah mahasiswa Fakultas Teknobiologi Ubaya
(Universitas Surabaya).
"Listrik yang dihasilkan 1,5 sampai 1,6 volt. Penelitian ini kurang lebih 2 bulan,
paling sulit membuat prototipe dan menyadari bahwa masih banyak celah yang
dapat ditingkatkan, terutama dalam menciptakan reaktor sel Volta yang efisien,"
kata Go Melisa Gunawan pada suarasurabaya.net, Selasa (8/12/2015).(tok/ipg)

Anda mungkin juga menyukai