Anda di halaman 1dari 7

A.

Pendahuluan
Asal kata Filsafat dari bahasa Yunani philosophia, yang artinya
adalah mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana. Filsafat pada hakekatnya
merupakan upaya terus-menerus, proses mencari kebenaran melalui sikap
kritis, selalu bertanya sampai pada persoalan yg paling dasar/hakiki. Upaya
mencari kebenaran secara filsafat ini melahirkan Ilmu. Dasar ontologis atau
tujuan dari Ilmu adalah untuk membuat kehidupan manusia lebih mudah,
berpendidikan dan bermartabat. Agar manusia berkehidupan dengan lebih
baik, ia tidak dapat hidup sendiri. Manusia tidak mungkin melakukan segala
sesuatu hal sendiri. Manusia memerlukan keberadaan orang lain, dan oleh
sebab itu memerlukan suatu cara untuk menyampaikan gagasannya kepada
manusia yang lain melalui suatu media komunikasi yang disebut Bahasa.
Bahasa diamnfaatkan dalam semua lini kehidupan. Bahkan saat manusia
sendiri, ia pun tetap menggunakan bahasa untuk menyatakan hal-hal di luar
dirinya dalam pikiran. Sehingga dapat disimpulkan, ketiga hal ini, yaitu
Filsafat, ilmu dan bahasa saling berkaitan, tak terpisahkan, dan mempunyai
peran yang besar dalam kehidupan manusia.
Para ilmuwan mencari solusi, menjawab pertanyaan yang timbul dalam
bahasa. Para filsuf merumuskan suatu kehakikian menggunakan bahasa.

Filsafat, ilmu dan bahasa mempunyai peranan yang sangat besar dalam
kehidupan manusia. Mereka berkaitan erat dan tidak bisa dipisahkan. Filsafat
merupakan landasan manusia untuk memahami apa yang terjadi di sekitarnya.
Filsafat lahir atas kegelisahan manusia dalam mencari jawaban tentang hakikat
sesuatu. Filsafat adalah sikap manusia terhadap kehidupan dan alam semesta.
Ilmu mempunyai tujuan atau landasan ontologis untuk mempermudah
kehidupan manusia, mencerdaskan manusia dan memartabatkan manusia.
Bahasa adalah media komunikasi, sekumpulan bunyi-bunyi yang mempunyai
makna yang dipakai oleh manusia untuk saling menyampaikan gagasan.
Bahasa dipakai dalam semua aspek kehidupan. Ketika kita sendirian pun kita
1

masih tetap berbahasa untuk menyatakan hal-hal di sekitar kita di dalam


pikiran. Para ilmuwan mencari solusi, menjawab pertanyaan yang timbul
dalam bahasa. Para filsuf merumuskan suatu kehakikian menggunakan bahasa.
Sebagian besar manusia, kalau tidak semuanya, berbahasa lebih dari
satu macam. Orang Jawa yang dibesarkan dalam lingkungan Jawa di
Indonesia dan mengenyam pendidikan secara memadai akan terpapar dengan
paling tidak tiga bahasa: bahasa Jawa sebagai bahasa ibu, bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Proses
pembelajaran dua bahasa yang terakhir dikenal dengan istilah second
language acquisiton (SLA). Proses tersebut tentu berkaitan juga dengan
filsafat. Sebagaimana terlihat bahwa filsafat, ilmu dan bahasa saling
berhubungan. Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana
peranan filsafat dalam second language acquisiton.

B. Filsafat Ilmu dalam Pengajaran Bahasa


Menurut Alwasilah (2010:13) sebagaimana dikatakan oleh Kurniati
dalam Radarbangka terdapat tiga manfaat mempelajari filsafat, yakni:
1) Menjajagi jawaban (baru) terhadap persoalan filsafat yang terus menerus
dipertanyakan.
2) Menunjukkan bahwa ide-ide filsafat memiliki relevansi dengan persoalan
masa kini. Beberapa bidang pengetahuan berkembang terus dengan tradisi
filsafat seperti epistemologi, logika, moral, politik dan estetika. Tanpa
tradisi filsafat bidang-bidang ini akan sulit berkembang.
3) Untuk menjadikan diri kita lebih memiliki kesadaran, lebih kritis, lebih
cerdas, dan lebih bijaksana.
Dengan demikian jelas bahwa tugas utama filsafat adalah merefleksi
dan mengintegrasikan hasil-hasil investigasi dalam berbagai bidang untuk
membangun pemahaman utuh, sinambung, kaffah, dan komprehensif ihwal
semesta dan peran kita di dalamnya. Memahami filsafat, yang dikaitkan
dengan filsafat bahasa dan filsafat pendidikan bahasa, akan memberi kita
pengetahuan baru, membuat hidup lebih bermakna.
2

Ilmu bahasa adalah bagian dari ilmu pengetahuan. Karena itu, ilmu
bahasa juga mempunyai kaitan yang erat dengan filsafat. Pada dasarnya semua
pengetahuan memiliki tiga landasan: ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
1) Ontologis membahas tentang apa yang ingin diketahui, berhubungan
dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu.
2) Epistemologis membahas tentang semua proses yang terlibat dalam usaha
untuk memperoleh pengetahuan.
3) Aksiologis membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari
pengetahuan yang didapatnya.
Edward L Thorndike berpendapat bahwa belajar itu tidak lain adalah
proses mengadakan penyesuaian dengan apa yang ada, sehingga tugas
pengajar adalah melatih perbuatan-perbuatan, tindakan-tindakan yang sudah
melembaga dalam kebudayaan. Pendidikan adalah proses reproduksi hidup
sosial, sifatnya positif.
Fromkin dalam bukunya Introduction to Language (1983:3)
mengatakan bahwa according to the philosophy expressed in the myths and
religions of many peoples, it is language that is the source of human life and
power. Bahasa adalah sumber kekuatan dan kehidupan manusia menurut
filosofi yang tercermin dalam berbagai mitos dan agama. Bisa berbahasa
artinya memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahasa tersebut untuk dapat
memahami dan memproduksi kalimat dalam bahasa tersebut dalam rangka
komunikasi.
Dikatakan oleh Azhar & Negara (2012) bahwa ihwal bahasa dikaji
pertama kali justru oleh para filsuf. Mereka memecahkan berbagai macam
masalah filsafat melalui pendekatan analisis bahasa. Semua ahli filsafat
sepakat bahwa ada hubungan yang sangat erat antara filsafat dan bahasa
terutama yang berhubungan dengan peran pokok filsafat sebagai analisator
konsep-konsep. Konsep-konsep yang dianalisa filsafat memiliki raga kuat
karena berbentuk istilah-istilah bahasa, karena itu para filsuf harus memahami
makna apa itu bahasa yang selalu digunakan dalam memahami konsepkonsep tersebut. Maka, muncullah perbedaan-perbedaan perspektif tentang
3

bahasa dan segala hal yang berkaitan dengan bahasa. Perbedaan-perbedaan ini
memunculkan adanya diskusi, dialog, bahkan debat. Diskusi, dialog, dan dan
debat inilah yang menyuntikkan darah segar pada para filosof untuk selalu
melahirkan

inovasi-inovasi dan revisi-revisi terhadap teori lama yang

berkenaan dengan bahasa. Dimulai dengan dimunculkannya filsafat bahasa


oleh para filosof yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat bahasa, sebab, asal dan hukumnya (yang kemudian menjadi
embrio dari lahirnya ilmu bahasa atau linguistik) (Sallyanti, 2004:1), maka
lahirlah ilmu bahasa atau linguistik yang kita kenal dewasa ini.
Dalam ilmu linguistik, pengajaran bahasa asing merupakan ranah yang
cukup menarik. Di Indonesia, istilah ini acapkali tumpang tindih dengan
istilah second language acquisition. Bahasa kedua bagi masyarakat Indonesia
adalah bahasa Indonesia, karena bahasa ibu biasanya adalah bahasa daerah
dimana seorang anak dibesarkan. Akan tetapi sekarang ini, banyak anak yang
dibesarkan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama, sehingga bahasa
Inggris atau daerah kemudian bergeser menjadi bahasa kedua. SLA
sebenarnya adalah proses dimana seseorang mempelajari bahasa kedua
(meskipun sebenarnya juga pada bahasa ketiga, keempat, dan seterusna),
merujuk pada cabang ilmu yang mempelajari proses tersebut. Bahasa yang
dipelajari adalah bahasa setelah bahasa pertama/bahasa ibu diperoleh. SLA ini
mengacu pada apa yang dilakukan oleh pembelajar. Secara akademis, ilmu ini
merupakan cabang dari linguistik terapan, dan masih relatif baru. Tentu saja,
SLA juga berkaitan dengan pengajaran/pendidikan.
Pengajaran bahasa asing atau bahasa kedua atau bahasa ketiga tentunya
tidak bisa lepas dari nilai-nilai filsafat yang ada dalam bahasa.
1) Secara ontologis, landasan pengajaran tentu saja keinginan untuk dapat
berbahasa dalam bahasa yang ingin dikuasai oleh seorang pembelajar.
Landasan ontologis mempunyai peran yang luar biasa penting. Tanpa
landasan ini, pembelajar tidak akan berfokus pada bahasa yang dimaksud.
Bisa jadi ia akan berbelok di tengah jalan, atau berganti tujuan, atau malah

berhenti mempelajari suatu bahasa karena ia tidak mempunyai landasan


yang kuat.
2) Secara epistemologis, proses pencapaian penguasaan bahasa kedua harus
jelas. Seorang pembelajar harus mampu merumuskan langkah-langkah apa
yang akan dia ambil berkaitan dengan keinginannya untuk menguasai
suatu bahasa. Mungkin ia akan mengawali melalui suatu pendidikan
formal dengan mendaftar ke suatu sekolah formal, atau ia akan
memperdalam yang telah ia peroleh di sekolah formal dengan mengikuti
pelatihan dan semacamnya. Langkah-langkah yang diambil tidak boleh
menyimpang dari tujuan awal, yakni penguasaan suatu bahasa selain
bahasa pertama.
3) Secara aksiologis, pemerolehan bahasa kedua akan mendatangkan manfaat
bagi pembelajar maupun orang di sekitarnya. Misalnya penguasaan bahasa
Inggris oleh seorang yang berbahasa pertama bahasa Jawa atau bahasa
Indonesia. Meskipun bahasa Inggris bukan bahasa resmi di Indonesia,
penguasaan bahasa ini dianggap sebagai nilai tambah yang cukup tinggi
bagi seseorang, terutama di era globalisasi seperti sekarang ini.
Keberhasilan dalam SLA akan mendongkrak kepercayaan diri seseorang,
bahwa ia bisa melalui proses-proses yang tidak mudah dan berhasil.

C. Kesimpulan
Second Language Acquisition sebagai cabang dari ilmu linguistik
ternyata juga tidak bisa lepas dari nilai-nilai filsafat. Terbukti bahwa memang
filsafat adalah induk dari semua cabang ilmu yang ada di dunia. Filsafat
merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada manusia.

D. Referensi
Adisusilo, Sutarjo. Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan.Yayasan
Kanisius.
Fromkin, Victoria. Rodman, Robert. 1983. An Introduction to Language (3rd
edition). New York: Holt, Rhinehart and Winston.

Azhar, Iqbal Nurul. Negara, Ananda Surya. Peranan Filsafat dalam


Mengembangkan Linguistik dimuat dalam situs yang beralamat pada
http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/artikel-bahasa/perananfilsafat-dalam-mengembangkan-linguistik/
http://en.wikipedia.org/wiki/Second-language_acquisition

FILSAFAT ILMU
TUGAS MAKALAH

MANFAAT FILSAFAT ILMU DALAM MEMPELAJARI BAHASA ASING

Nama

: YOZAR F. AMRULLAH

NIM

: 13020212410004

MAGISTER LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

Anda mungkin juga menyukai