Anda di halaman 1dari 4

PEMILIHAN KOMBINASI LOGGING

PEMILIHAN KOMBINASI LOGGING YANG OPTIMUM


Kombinasi logging optimum adalah kombinasi logging sumuran yang minimal yang mampu
menghasilkan data petrofisik yang diinginkan dengan tingkat keakuratan yang tinggi.
Untuk mendapatkan suatu kombinasi logging sumuran yang optimum, maka perlu dilakukan
pemilihan terhadap berbagai jenis logging sumuran yang tersedia di lapangan atau ditawarkan
oleh berbagai perusahaan jasa logging, seperti Schlumberger, Western Atlas, Wellex, dan lainlain. Agar diperoleh data petrofisik yang akurat dari kombinasi logging sumuran, maka dalam
pemilihan alat haruslah tepat dan disesuaikan dengan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya.
5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Kombinasi Logging Yang Optimum
Dalam pemilihan kombinasi alat logging yang optimum, haruslah disesuaikan dengan kondisi
lingkungan lubang sumur yang akan dilogging. Dengan mengidentifikasikan kondisi lubang
sumur, akan meminimalkan faktor-faktor yang mempengaruhi operasi logging nantinya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan kombinasi logging, antara lain: jenis fluida
pemboran, jenis formasi batuan reservoir, invasi mud filtrat, kondisi lubang bor, ketebalan
lapisan formasi, distribusi porositas dan resistivitas dan kondisi optimum alat log itu sendiri.
Dalam mengkombinasikan peralatan logging juga perlu diperhatikan data-data apa yang
diinginkan sehingga terjamin keakuratan datanya.
5.1.1. Jenis Lumpur Pemboran
Jenis fluida pemboran akan berpengaruh terhadap pemilihan log listrik, khususnya pemilihan
resistivity log. Pemilihan resistivity log berdasarkan atas kadar garam dari lumpur pemboran.
Induction log lebih optimum untuk sumur dengan lumpur air tawar, sedangkan laterolog
optimum untuk lumpur air asin.
Ada beberapa jenis lumpur pemboran yang umum digunakan sebagai fluida pemboran, yaitu :
lumpur dasar air (water base mud), oil base mud dan oil base emulsion mud, serta fluida
gas/udara (gaseous drilling fluids/empty hole).
5.1.1.1. Water Base Mud
Lumpur jenis ini dibagi menjadi dua macam, yaitu fresh water mud dan salt water mud.
A. Lumpur Air Tawar (Fresh Water Mud)
Lumpur ini mempunyai kadar garam rendah ( kurang dari 10.000 ppm atau 1% berat garam dan
kadar Ca kurang dar 50 ppm). Dimana fasanya adalah air tawar. Lumpur ini akan mempengaruhi
pengukuran log listrik sehingga pengukuran resistivity tinggi. Ada beberapa lumpur yang
termasuk disini, yaitu :
Spud Mud/Natural Mud, lumpur ini merupakan lumpur yang biasa digunakan pada permulaan
pemboran (pemasangan casing conductor), sehingga tidak akan berpengaruh pada logging.
Chemicals Threated Muds, lumpur ini merupakan lumpur yang ditambah pengobatan kimia
(additive), seperti : bentonite treated, phospat treated, caustic muds, dll.
Bahan-bahan yang ditambahkan akan mempengaruhi sifat kelistrikan. Pada dasarnya lumpur ini

memiliki sifat tidak menghantarkan listrik (resistivitas tinggi) dan konduktivitas rendah, akan
tetapi seperti adanya Galena akan menambah sifat konduktivitas lumpur tersebut. Sedangkan
untuk bahan-bahan lainnya, sangat sedikit pengaruhnya terhadap sifat kelistrikan batuan tersebut.
B. Lumpur Air Asin (Salt Water Mud)
Lumpur ini mempunyai kadar garam tinggi, lebih dari 10.000 ppm. Adanya kadar garam ini baik
unsaturated salt water mud (lumpur yang dijenuhi oleh NaCl/garam) dapat menimbulkan sifat
fluida/lumpur yang konduktif, sehingga menyebabkan pengukuran resistivity yang rendah.
Lumpur ini antara lain dicirikan dengan adanya filtrat loss yang besar sekali, kecuali ditreated
dengan organic colloid sehingga membentuk mud cake yang tebal. Meskipun pengaruh terhadap
logging sangat buruk, lumpur ini biasanya digunakan pada kondisi yang khusus seperti pada
pemboran formasi garam.
5.1.1.2. Oil Base Mud
Lumpur ini mempunyai kadar minyak sebagai fasa kontinyu dengan kadar air rendah (3%-5%),
maka lumpur ini relatif tidak sensitif terhadap kontaminasi air. Dan disamping itu akan bersifat
tidak konduktif dan mempunyai harga resistivity yang tinggi sehingga mempengaruhi peralatan
logging terutama log listrik. Karena filtratnya yang kecil, dapat menyulitkan pengukuran yang
menggunakan pengaruh adanya invasi lumpur.
5.1.1.3. Gaseous Drilling Fluids
Biasanya digunakan untuk daerah yang mempunyai formasi keras dan kering. Gas atau
mempunyai sifat tidak konduktif (tidak mengalirkan arus listrik), sehingga dapat mempengaruhi
alat-alat logging (khususnya yang berhubungan dengan adanya arus listrik).
5.1.2. Jenis Batuan Reservoir
Pemilihan kombinasi logging yang optimum tidak lepas dari pengaruh jenis batuan formasi.
Dengan jenis perlapisan batuan yang bervariasi berdasarkan fungsi kedalaman sumur bor, kita
akan memilih alat logging yang sesuai dengan jenis batuan formasi pada sumur bor yang akan
dilogging, dengan tujuan menghasilkan pengukuran yang akurat. Terdapat tiga jenis formasi
batuan yang sering terkait dengan evaluasi log ini yaitu :
A. Formasi lunak (soft formation)
Yaitu formasi yang tidak kompak atau mudah runtuh (uncosolidated). Tahanan batuan kecil
sampai dengan menengah. Mempunyai porositas besar lebih dari 20%. Karena memiliki >20%,
diameter invasi lumpur (Di) sekitar 2d (d: diameter lubang bor). Batuannya yaitu pasir
(sandstone) dan shale (shaly sand).
B. Formasi sedang (intermediate formation)
Yaitu formasi yang cukup kompak (moderate consolidated). Tahanan formasi sedang dan
mempunyai porositas antara 15% - 20%. Diameter invasi lumpur Di = 3d. Golongan formasi ini
adalah batu pasir.
C. Formasi keras (hard formation)
Formasi ini lebih kompak dari formasi lunak dan sedang. Tahanan batuan sangat tinggi.
Porositasnya kurang dari 15%, diameter invasi lumpur (Di) = 10d. Jenis batuan keras limestone
dan dolomite.
5.1.3. Invasi Mud Filtrat
Proses banyaknya air filtrat lumpur yang masuk ke dalam formasi selama pembentukan mud
cake di dalam lubang bor dikenal sebagai invasi mud filtrat(filtrat loss). Banyaknya filtrat loss
yang masuk ini tergantung dari jenis lumpur pemborannya dan lapisan batuan yang dibor. Jauh
dekatnya filtrat loss yang menginvasi zona porous permeabel tergantung dari porositas dan

permeabilitasnya, dimana bila porositas kecil dan permeabilitas batuannya besar maka invasi
filtrat lumpur akan jauh, tapi jika porositas besar dan walaupun permeabilitas juga besar maka
invasi filtrat lumpur akan dangkal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi diameter filtrat lumpur atau diameter zona yang terinvasi
antara lain :
Jenis lumpur.
Perbedaan tekanan antara lumpur dan formasi.
Permeabilitas batuan.
Porositas batuan.
Proses pemboran.
Jenis Lumpur
Jumlah air filtrat yang terinvasi ke dalam formasi tergantung kepada additive dan tipe material
yang digunakan untuk membuat lumpur. Setiap jenis lunpur akan mempengaruhi diameter invasi,
terganung kepada sifat water loss dari lumpur tersebut.
Perbedaan Tekanan antara Lumpur dan Formasi
Perbedaan tekanan yang ada antara kolom lumpur dan formasi, dimana tekanan kolom lumpur
lebih besar dari tekanan formasi dengan maksud untuk mencegah terjadinya kick dan akan
menyebabkan air filtrat lumpur masuk ke dalam formasi yang permeabel. Gambaran rata-rata
beda tekanan yang bagus adalah kurang lebih 100 psi.
Permeabilitas Batuan
Mud filtrat akan masuk ke dalam formasi yang permeabel, sehingga permeabilitas batuan yang
besar akan mendukung masuknya mud filtrat mencapai kedalaman invasi yang cukup jauh.
Tetapi dengan bertambahnya waktu, kemudahan masuknya mud filtrat ke dalam formasi semakin
menurun seiring dengan terbentuknya mud cake.

Porositas Batuan
Mud filtrat akan masuk ke formasi yang porous, sehingga porositas batuan merupakan faktor
penentu kedalaman invasi. Porositas batuan besar maka kedalaman invasi semakin menurun,
karena formasi yang mempunyai volume pori per foot yang besar, kapasitas penyimpanan mud
filtrat akan besar pula. Mud filtrat yang masuk ke dalam formasi yang memilki porositas batuan
besar akan memenuhi pori batuan terlebih dahulu sebelum invasi lebih jauh. Sehingga
kedalaman invasinya lebih dangkal bila dibandingkan dengan formasi yang memilki porositas
batuan kecil.
Diameter invasi mud filtrat merupakan fungsi dari porositas dan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi :
> 20 %, Di = 2d
20 % > > 15 %, Di = 3d
15 % > > 10 %, Di = 4d
10 % > > 5 %, Di = 10d
Keterangan :
Di = diameter invasi mud filtrat, ft

d = diameter lubang bor, ft


= porositas, %
Proses Pemboran
Proses pemboran juga berpengaruh terhadap kedalaman invasi mud filtrat, karena selama proses
pemboran memungkinkan mud cake yang sebelumnya sudah terbentuk pada dinding sumur
mengalami kerusakan (terkikis sebagian atau total). Kerusakan dari mud cake ini mengakibatkan
proses invasi terulang lagi untuk membentuk mud cake baru, sehingga mud filtrat semakin
bertambah dan invasinya semakin dalam.
5.1.4. Kondisi Lubang Bor
Adanya kondisi lubang bor yang kurang baik dapat mempengaruhi pembacaan parameterparameter reservoir. Kombinasi logging dipengaruhi oleh adanya selubung lubang bor atau
casing. Tidak semua alat logging dapat menembus casing. Data-data pemboran yang didapat
untuk mengetahui kondisi lubang bor antara lain : diameter lubang bor, diameter bit yang
mendeteksi terjadinya guguran pada dinding lubang bor, dan kedalaman lubang bor.
5.1.5. Ketebalan Lapisan Porous
Setiap jenis log akan mengukur karakteristik formasi porous dengan akurat apabila ketebalan
lapisan yang diukur lebih besar dari jarak (spasi) antar elektrodanya. Maka data ketebalan lapisan
akan menjadi acuan dalam pemilihan setiap jenis log, khususnya jenis log resistivity. Sebagai
contoh, jka ketebalan lapisan porous tipis tipis disarankan menggunakan jenis alat log yang
mempunyai sistem difokuskan ( microspherical focus log, laterolog, induksi log ).
5.1.6. Distribusi Porositas dan Resistivitas
Pada dasarnya semua logging dirancang dengan batasan pengukuran tertentu. Oleh arena itu,
memilih porosity tool maupun resistivity tool yang sesuai perlu memperhatikan distribusi
porositas dan resistivitas batuannya. Dengan mengetahui variasi harga ini, maka dapat ditentukan
porosity tool dan resistivity tool yang sesuai.
Batuan unconsolidated untuk formasi yang bersih dari clay (clean sands) porositasnya lebih besar
dari 25%, sedangkan untuk shaly sand mempunyai porositas lebih dari 20%, biasanya
mempunyai tahanan batuan antara kecil sampai menengah (low resistivity-moderate resistivity).
Moderately consolidated memiliki porositas antara 15% - 20% , biasanya mempunyai tahanan
formasi batuan sedang (intermediate resistivity). Batuan yang tight mempunyai porositas batuan
yang kecil atau dibawah 15%, sehingga mempunyai tahanan batuan sangat tinggi (high
resistivity).
Untuk mengetahui distribusi porositas dan resistivitas batuan, dapat dilakukan pendekatan
dengan mengolah data porositas dan resistivitas hasil pengukuran logging dari sumur eksplorasi
dengan metode statistik. Hasil analisa stastistik ini biasanya disajikan dalam bentuk grafik
frekuensi, seperti grafik histogram dan grafik polygon.

Anda mungkin juga menyukai