Jun16
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia yang sering
digambarkan dengan masa yang paling indah, dan tidak terlupakan karena penuh
dengan kegembiraan dan tantangan (Kartini Kartono, 1992). Masa remaja adalah masa
peralihan dari anak menuju dewasa (Hurlock, 1993), karena pada fase ini remaja
secara fisik telah mengalami perkembangan sebagaimana layaknya orang dewasa. Dan
perkembangan fisik ini selanjutnya mengarahkan remaja kepada pembentukan dan
pencarian identitas dirinya (Santrock, 1995).
Perkembangan fisik membuat remaja merasa dirinya telah dewasa dan harus mendapat
peran yang sama sebagaimana orang dewasa dalam membuat keputusan, menentukan
kegiatan, menentukan tempat sekolah dan lain sebagainya. Sementara di sisi lain
perkembangan fisik yang telah matang pada remaja tersebut tidak diikuti dengan
kematangan emosi, kognitif dan ranah psikologis yang lain. Sehingga para orang
dewasa masih menganggap mereka sebagai anak-anak yang membutuhkan
pengasuhan bukan dukungan, yang membutuhkan perlindungan bukan bimbingan dan
membutuhkan sosialisasi bukan pengarahan.
Kekaburan peran ini menjadikan masa remaja menjadi masa yang penuh dengan
goncangan, masa peralihan dan masa pencarian identitas (Hurlock, 1993; Darajad,
1970; Bisri, 1995; Monks, 2002). Hal ini juga identik dengan kata pemberontakan.
Dalam masalah psikologi hal itu disebut masa storm and stress karena banyaknya
goncangan-goncangan dan perubahan-perubahan yang cukup radikal dari masa
sebelumnya (Kartini Kartono, 1992).
PEMBAHASAN
Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dilalui adalah mampu berpikir
secara lebih dewasa dan rasional, serta memiliki pertimbangan yang lebih matang
dalam menyelasaikan masalah. Mereka harus mampu mengembangkan standar moral
dan kognitif yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dan menjamin konsistensi dalam
membuat keputusan dan bertindak. Oleh karena itu, pada tahap ini cara berpikir
konkrit yang ditunjukkan pada masa kanak-kanak sudah ditinggalkan.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori,
menalar, berpikir, dan bahasa. Jean Piaget mengemukakan bahwa pada masa remaja
terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan
lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja
untuk berpikir abstrak. Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget
merupakan periode terakhir dan tertinggi. Jean Piaget menyebut tahap perkembangan
kognitif ini sebagai tahap operasi formal (Papalia & Olds, 2001).
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia
tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada gradasi
abu-abu di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas
(saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
dengan sekolah, orang tua, maupun lingkungan. Selain itu, masih sangat banyak
remaja yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif
operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan
sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih
sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Berikut
ini beberapa contoh masalah yang menghambat perkembangan kognitif remaja beserta
pembahasan penyebab dan solusinya.
CONTOH KASUS :
v Kasus I
Seorang remaja putri menenggak obat serangga karena tidak bisa melanjutkan sekolah
ke SMP. Remaja 15 tahun itu meninggal pada Rabu (10/4/2013) dini hari, setelah
dirawat intensif selama 12 jam di RSUD Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Rina putus sekolah sejak setahun lalu karena orangtuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya. Dia beberapa kali memprotes dan mengamuk karena tidak
disekolahkan ke sekolah menengah seperti tiga kakaknya yang kini duduk di bangku
SMP dan SMA.
Orangtua Rina, Hande dan Nasir, merasa tak bisa berbuat banyak untuk memenuhi
permintaan Rina. Warga Tondrolima, Kecamatan Matakali, itu hanya berusaha sebisa
mungkin menenangkan Rina ketika putri mereka itu mengamuk.
Pada Selasa (9/4/2013), Rina kembali mengamuk dan memprotes orangtuanya yang
menurut dia tidak adil karena tidak menyekolahkan dia. Seperti sebelum-sebelumnya,
Rina mengancam minum racun serangga. Kedua orangtua Rina tidak menghiraukan
ancaman itu. Hande malah pergi ke kebun dan meninggalkan Rina yang masih
mengamuk.
Kali ini Rina membuktikan ancamannya minum racun serangga jika orangtuanya tidak
mendaftarkan dia ke sekolah seperti teman-teman SD-nya. Rina ditemukan dalam
keadaan lemas oleh keluarganya. Mereka langsung melarikannya ke rumah sakit.
Namun, setelah 12 jam dirawat, dia mengembuskan napas terakhirnya pada dini hari
tadi.
Menurut keluarganya, Rina mengaku sering merasa malu dan minder karena semua
temannya bisa mengenyam pendidikan di sekolah umum. Dia pernah didaftarkan di
SMP terbuka. Namun, Rina merasa malu karena SMP terbuka itu tidak seperti sekolah
umum.
Hande dan Nasir, yang menjadi petani kelapa sawit, mengaku tidak mampu
membiayai pendidikan semua anaknya. Mereka memutuskan Rina tidak melanjutkan
pendidikan agar kakak-kakaknya bisa menamatkan pendidikan.
Hande tidak menyangka putri keempat dari tujuh bersaudara itu nekat mengakhiri
hidup. Saya bingung dan tidak bisa berbuat banyak. Sebagai orangtua, tentu kami
ingin semua anak kami bisa sukses dan berpendidikan. Tapi, karena kondisi ekonomi
yang tidak memungkinkan, ya jadinya seperti ini, ujar Hande, yang mengaku merasa
sangat bersalah.
Jenazah Rina kini sudah dibawa pulang ke rumah keluarga di Dusun Tondrolima,
Kecamatan Matakali, Polewali Mandar. Rencananya dia akan dimakamkan siang ini.
[1]
v Kasus II
Kesal kepada orang tuanya, membuat Angie (15), remaja putri asal kecamatan Cluring
Banyuwangi ini kabur dari rumah. Orang tuanya pun kelimpungan. Kasus ini bahkan
berimbas pada orang lain.
Informasi menyebutkan, ngie menghilang dari rumah orang tuanya Sabtu (28/1/12)
sekitar pukul 14.00 WIB. Karena khawatir hal buruk menimpa anaknya, hal itu
dilaporkan pihak keluarga ke Polsek Cluring.
Kini, orang tua Angie dapat bernafas lega lagi. Karena putrinya tersebut berhasil
ditemukan oleh polisi. Angie didapati bersama Untung (21), teman laki-lakinya di
depan RSUD Genteng, Selasa (31/1/12).
Sekitar pukul 12.00 WIB tadi, Angie kita dapati bersama temannya berinisial UT,
jelas Kasi Humas Polsek Cluring, Aiptu Eko Laksono, kepada detiksurabaya.com, di
kantornya. Selanjutnya baik Angie maupun Untung, langsung diamankan ke Polsek
Cluring.[2]
ANALISIS MASALAH
Kedua kasus tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab atau faktor yang
mempengaruhi, yaitu:
1.
Pola asuh orang tua yang cenderung memperlakukan remaja sebagai anak-anak,
sehingga remaja tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan
sesuai dengan usia dan mentalnya. Orang tua terlalu memanjakan remaja, sehingga
apabila keinginannya ada yang tidak terpenuhi, maka remaja tersebut akan marah.
Perealisasian rasa marah ini berkaitan erat dengan emosional dan kognitif remaja.
Apabila remaja lebih memilih emosinya daripada kognitifnya untuk menyelesaikan
masalahnya, maka alternatif yang buruklah yang akan diambilnya.
2.
Sekolah merupakan rumah kedua setelah rumah orang tua. Dimana remaja diajarkan
ilmu, norma, dan nilai-nilai. Rendahnya kemampuan kognitif remaja dapat disebabkan
oleh sekolah yang kurang merangsang perkembangan kognitif remaja. Remaja kurang
mendapatkan kesempatan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Selain itu, remaja juga kurang mendapat
kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan opnininya. Kurangnya kebutuhan
terhadap faktor inilah yang dapat menghambat perkembangan kognitif remaja.
Solusi Penyelesaian Kasus
Solusi yang dapat diterapkan untuk menyelsaikan kasus I dan II di atas, yaitu sebagai
berikut:
1.
Remaja harus membiasakan diri bersikap mandiri. Orang tua juga tidak boleh
memperlakukan remaja seperti anak-anak.
Pada tahap perkembangan ini, orang tua tidak lagi sebagai pemberi asuhan dan
perlindungan. Namun, orang tua berperan untuk mendukung, membimbing, dan
memberikan pengarahan. Sehingga kognitif remaja dapat berkembang dengan baik.
2.
masalah.
Pembelajaran seperti ini dapat diajarkan di sekolah, yaitu dengan menggunkan metode
pengajaran
berbasis
problem
solving.
Guru
memberikan
beberapa
contoh
Buku adalah sumber informasi. Dengan membiasakan remaja membaca buku, maka
pengetahuan yang didapat remaja akan semakin banyak. Dari sinilah remaja dapat
belajar cara-cara untuk meningkatkan kemampaun kognitifnya.
5.
Belajar berorganisasi.
Melalui organisasi, remaja akan belajar mengenai manajemen kondisi dan masalah.
Selain itu, remaja juga dapat belajar bekerja sama dengan sesama anggota organisasi.
Ini adalah cara yang efektif untuk merangsang kemampuan kognitif karena
manajemen organisasi sangat berkaitan dengan manajemen diri.
6.
Adakalanya seorang remaja berada dalam kondisi tidak bisa mengambil keputusan
atas masalah yang dihadapinya. Bila hal ini terjadi, maka remaja harus
mengkonsultasikan permasalahan tersebut kepada orang yang dipercayainya, seperti
orang tua, teman, atau guru. Dengan berkonsultasi, remaja dapat merasakan beban
yang dtanggungnya berkurang. Selain itu, remaja juga bisa memperoleh saran-saran
dan alternatif penyelesaian masalah.
PENUTUP
KESIMPULAN
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada tahap ini, remaja
mempunyai banyak tugas perkembangan yang harus dilaksanakannya. Namun,
terkadang ada beberapa masalah yang dapat menghambat tugas perkembangan
tersebut. Salah satu masalah itu adalah masalah yang berkaitan dengan perkembangan
kognitif remaja.
Pada tahap ini, perkembangan kognitif remaja berada dalam tahapan operasional
formal. Yaitu remaja dapa berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik
kesimpulan dari informasi yang tersedia. Namun, sebagian remaja masih tertinggal
pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir
yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari
berbagai dimensi.
Contohnya yaitu, remaja yang tidak tepat dalam mengambil alternatif penyelesaian
masalah. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu: (1) Kurang tepatnya pola asuh
orang tua, (2) Kurangnya pengalaman yang dimiliki remaja, dan (3) Kurangnya peran
sekolah dalam membentuk kepribadian remaja.
Adapun solusi atas masalah di atas, yaitu diantaranya: (1) Melatih kemandirian
remaja, (2) Membekali remaja dengan pengalaman-pengalaman, (3) Melakukan
metode pembelajaran yang mengaktifkan remaja untuk memecahkan masalah, (4)
Banyak membaca buku, (5) Belajar berorganisasi, dan (6) Berkonsultasi atas masalah
yang dihadapi.