Regional Anestesi Pada Persalinan PDF
Regional Anestesi Pada Persalinan PDF
REGIONAL ANESTESI
PADA PERSALINAN
Oleh :
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi 3
2.2 Fisiologi Kehamilan . 4
2.3 Nyeri persalinan ... 6
2.4 Teknik Anestesi 10
2.4.1
Intratekal 11
2.4.2
Epidural .. 14
2.4.3
Anestesi lokal . 21
2.5.1.1. Bupivakain 23
2.5.1.2. Ropivakain 24
2.5.1.3. Efek Samping Anestesi Lokal .. 25
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Persalinan memberikan rasa nyeri yang hebat pada sebagian besar wanita,
nyeri persalinan menimbulkan stress fisiologis berat yang menimbulkan asidosis dan
ketidakseimbangan hormon pada ibu dan distress pada bayi. Nyeri ini dapat dikoreksi
dengan pemberian analgesi pada persalinan, dua dekade terakhir telah menunjukkan
perkembangan kemajuan pada teknik analgesi dan anestesi dalam persalinan.1
Dalam suatu penelitian persalinan kala satu di Montreal General Hospital.
Kanada, 60% primipara merasakan nyeri hebat atau nyeri sangat hebat, 30%
merasakan nyeri sedang, dan hanya 10% yang merasakan nyeri ringan. Sementara
pada multipara 45% mengalami nyeri hebat atau sangat hebat, 30% merasakan nyeri
sedang, dan hanya 25% merasakan nyeri ringan.1
Pada beberapa penelitian terakhir, lebih dari 50% wanita di Amerika Serikat
mendapatkan anestesi regional selama persalinan. Hanya sekitar 10% wanita hamil
yang tidak mendapatkan analgesik.2
Selama 20 tahun terakhir, pemberian anestesi lokal dan/atau opioid melalui
teknik epidural telah menjadi suatu pendekatan yang semakin popular untuk
mengurangi nyeri persalinan. Laporan penelitian terakhir telah mengklaim bahwa
pemberian opioid intratekal dapat mengurangi nyeri persalinan lebih cepat dan
efektif.3
Banyak penelitian menggunakankombinasi opioid dan anestetik lokal serta
efek samping yang ditimbulkannya. Salah satu anestesi lokal yang paling sering
digunakan adalah bupivakain.1,2,3
Pada refarat ini, akan dibahas teknik regional pada analgesi dalam kelahiran.
Anestesi epidural berarti menyuntikkan anestesi lokal dan obat tambahan kedalam
ruang epidural.Anatesi intratekal berarti menyuntikkan anestesi lokal dengan dan/atau
tanpa obat tambahan kedalam ruang subarakhnoid.Combined Spinal Epidural
Anesthesia termasuk anestesi yang dimulaikan dengan injeksi intratekal dan
penempatan kateter apidural untuk memfasilitasi penambahan obat. Anestesi
neuraksial termasuk intratekal, epidural, dan kombinasi spinal-epidural.4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. EPIDEMIOLOGI
Lund dkk menemukan bahwa 77% primipara mengalami nyeri hebat dan tidak
dapat ditoleransi lagi. Nettelbladt dkk mendapatkan 35% tidak dapat lagi mentoleransi
nyeri, 37% mengalami nyeri hebat dan 28% mengalami nyeri sedang.1
Bonica dkk mendata pada 121 pusat persalinan di 35 negara dan 6 benua
mendapatkan hasil, 15% diantaranya tidak mengalami nyeri atau hanya sedikit, 35%
mengalami nyeri sedang, 30% mengalami nyeri berat dan 20% mengalami nyeri
sangat berat. Data ini hampir sama dengan yang diobservasi oleh Bonica pada 8000
persalinan di Amerika Serikat dalam kurun waktu 40 tahun.1
Penggunaan anestesi epidural di Amerika Serikat telah meningkat tiga kali
lipat selama 1981 dan 2001, dengan 60% mengunakan teknik ini pada rumah sakit
besar.2,3
Pada penelitian terakhir, lebih dari 50% wanita di Amerika Serikat
mendapatkan anestesi regional selama persalinan.Sekitar 50% mendapatkan obatobatan melalui jalur intravena, baik sendiri atau sebelum mendapatkan anestesi
regional. Hanya sekitar 10% wanita hamil tidak mendapatkan anestesi.2
Anestesi epidural pertama sekali diperkenalkan di bangsal persalinan di
Swedia pada pertengahan 1970-an. Tujuan anestesi epidural adalah untuk penanganan
nyeri persalinan dan menolong ibu agar tetap sadar dan kooperatif selama proses
persalinan berlangsung. Anestesi epidural atau Combined Spinal Epidural
Anesthesiapernah diberikan kepada 16% daripada wanita hamil di Amerika Serikat
pada tahun 1981. Angka ini meningkat hingga 33% pada tahun 1992, dan peningkatan
ini terus terjadi hingga saat ini.5
hipoksemia yang bersifat sementara pada ibu dan bayi diantara kontraksi.
Hiperventilasi yang hebat pada ibu juga dapat menurunkan aliran darah uterus dan
menyebabkan asidosis pada bayi.7
Setiap kontraksi memberi beban tambahan pada jantung dengan menambah
sekitar 300 500 mL darah dari uterus ke sirkulasi sentral (secara analog ke
autotranfusi).Curah jantung meningkat 45% diatas nilai trimester ketiga.Beban
terberat dari jantung, bagaimanapun juga, timbul sesaat setelahpersalinan, ketika
kontraksi uterus yang terus menerus dan kembali keukuran semula secara tiba-tiba
melonggarkan obstruksi vena kava dan meningkatkan curah jantung sebesar 80%
diatas nilai sebelum persalinan.7
Camann,
NEJM
348;
319:2003, http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra021276
Anestesi obstetri adalah subspesialis dari bagian anestesi yang menuntut
perhatian khusus, pengunaan yang sangat luas dan penggunaan dari anestesi regional
untuk persalinan telah membuat anestesi obstetri sebagai bagian utama dari
kebanyakan praktisi anestesi.5
resistensi pembuluh darah dapat meningkatkan tekanan darah ibu hamil.Nyeri, stress,
dan kecemasan dapat menyebabkan pelepasan dari hormon stress seperti kortisol
seperti halnya juga endorphin beta. Analgesi yang efektif menghambat atau
menghilangkan respon ini.11,12
Gambar 4: Jaras Nyeri Selama Persalinan; kuning (kala 1), biru (fase transisional),
merah (kala2), Sumber: Dexeus-Departement danestesiologia, reanimacio I tractment
del color;http://www.anestesiabcn.com/ENG/pacientes-f1-5.html
Pemberian analgetik dapat menurunkan kadar konsentrasi epinefrin plasma
dan efek tokolitik pada myometrium. Sebagai tambahan, penurunan konsentrasi
epinefrin plasma yang disebabkan oleh pemberian analgetik opioid intratekal
Gambar 5: Konsekuensi dari nyeri persalinan yang tak tertangani, sumber: Pain Relief
In Labor,http://www.obgyncanada.com/pain.html
analgesia adekuat
mudah diberikan
efek samping yang timbul tidak potensial membahayakan ibu dan bayi
Anestesi intratekal yang diberikan sesaat sebelum kelahiran terjadi, dikenal juga
dengan blok Saddle,menyediakan anestesi yang cukup baik untuk persalinan spontan
pervaginam. 500 mL 1000 mL cairan diberikan secara bolus intravena sebelum
dilakukannya
tindakan,
yang
dilakukan
dengan
pasien
pada
posisi
Opioid intratekal
Pada daerah perkotaan yang tidak dapat dilakukan anestesi epidural untuk
wanita hamil, sebagai alternatif pemberian opioid intratekal menggunakan teknik
punksi lumbal telah menunjukkan untuk menyediakan anestesia yang baik dengan
efek samping yang sedikit untuk sekitar 4 jam.4,7
Penggunaan opioid intratekal telah memberikan keuntungan dengan tidak
mengganggu dengan rawat jalan dan menghasilkan percepatan kala pertama
persalinan.2
Morfin intratekal pada dosis 0,25-0,5 mg dapat menghasilkan analgesia yang
memuaskan dan memanjang (4-6 jam) selama kala pertama persalinan.Sayangnya,
onset dari analgesinya lambat (45-60 menit), dan dosis ini tidak cukup baik pada
banyak pasien.Dosis yang lebih tinggi sering dihubungkan dengan kemungkinan
terjadinya insiden efek samping yang tinggi juga.Oleh karena itu, morfin jarang
digunakan sebagai obat tunggal.Kombinasi dari morfin 0,25 mg dan fentanyl 12,5 g
(atau sufentanil 5 g) dapat menghasilkan onset analgesia yang lebih cepat. Bolus
secara berkesinambungan dari 10-15 mg meperidine, 12,5-25 dari fentanyl, atau 3-10
g dari sufentanil melalui kateter intratekal dapat juga menyediakan kepuasan
analgesia untuk persalinan. Laporan awal mengenai bradikardi pada janin karena
suntikan opioid intratekal belum didukung oleh penelitian yang cukup.Spinal dengan
meperidine mempunyai efek anestesi lokal yang lemah sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah. Hipotensi yang terjadi karena pemberian sufentanil untuk persalinan
dikarenakan analgesia dan penurunan kadar katekolamin dalam sirkulasi.2,4,7,13
Opioid bebas pengawet dapat diberikan secara intraspinal sebagai suntikan
tunggal atau berkesinambungan melalui kateter epidural atau kateter intratekal.Dosis
yang relatif lebih tinggi dibutuhkan untuk anelagesia selama persalinan ketika opioid
spinal digunakan tunggal.Dosis yang lebih tinggi berhubungan dengan efek samping
yang lebih besar, yang terpenting pada depresi pernafasan.Atas alasan itulah
kombinasi dari anestesi lokal dan opioid paling sering digunakan. Opioid spinal tidak
menghasilkan blok motorik atau hipotensi pada ibu. Yang mana berarti hal ini tidak
mengganggu kemampuan wanita hamil untuk mendorongbayinya lahir. Kerugian
termasuk analgesia yang kurang sempurna, kurangnya relaksasi perineal, dan efek
samping seperti gatal, mual, muntah, sedasi dan deperesi pernafasan.1,4,7,13
dimulai dengan
bupivakain 0.125% dan fentanil 2 g/mL untuk dijalankan dengan kecepatan 1.5
mL/jam, kerugian CSA antara lain: resiko infeksi, trauma saraf dan PDPH.
kontraksi yang baik berjarak 3-4 menit dan bertahan sekitar satu menit
Bahkan dengan pendekatan konservatif, anestesi epidural sering diberikan lebih awal
pada ibu hamil yang berkeras dengan persalinan. Misalnya: ruptur membran dan
menerima infus oksitosin ketika pola kontraksi yang baik sudah tercapai.7,9
Ibu hamil dapat diposisikan pada posisi miring atau pada posisi duduk untuk
bloknya.Posisi duduk sering lebih bermanfaat untuk mengidentifikasi garis tengah
daripada pasien obese. Ketika epidural anestesi dilakukan untuk persalinan
pervaginam (kala dua), posisi duduk membantu memastikan penyebaran sakral yang
baik.6,7
Karena tekanan ruang epidural dapat positif pada beberapa ibu hamil,
identifikasi yang tepat dari ruang epidural dapat sulit dilakukan, dan bocornya dura
yang tidak diinginkan dapat segera terjadi.Beberapa klinisi memilih pendekatan
midline dimana sebagian yang lainnya memilih pendekatan paramedian.Jika udara
digunakan untuk mendeteksi loss of resistance, jumlah yang diinjeksikan sebaiknya
dibatasi sesedikit mungkin. Injeksi jumlah udara yang banyak ( > 2-3 mL) di ruang
epidural pada pasien kandungan sering dihubungkan dengan patchy atau analgesia
unilateral dan sakit kepala. Kedalaman dari ruang epidural pada wanita hamil
dilaporkan sekitar 5 cm dari permukaan kulit. Penempatan kateter epidural pada jarak
antara L3-4 atau L4-5 secara umum memberikan hasil yang optimal untuk mencapai
blockade neural T10-S5. Jika bocornya dura yang tidak disengaja terjadi, ahli anestesi
mempunyai dua pilihan: (1) tempatkan kateter epidural pada ruang subarachnoid
untuk anestesi dan analgesia spinal berkesinambungan, atau (2) keluarkan jarumnya
dan coba pada level spinal yang lebih tinggi.6,7,8
Banyak klinisi yang memilih kateter dengan banyak lubang daripada kateter
satu lubang untuk anestesi obstetrik. Kegunaan daripada kateter dengan banyak
lubang tampaknya sering dihubungkan dengan sedikitnya blok unilateral yang terjadi,
dan secara hebat menurunkan insiden dari aspirasi negatif-palsu pada penempatan
kateter di intravaskular. Meletakkan kateter dengan dengan banyak lubang sedalam 78 cm kedalam ruang epidural tampaknya memberikan level blok sensorik yang
optimal. Kateter epidural dengan satu lubang hanya perlu dimasukkan sedalam 3-5
cm kedalam ruang epidural, kedalaman insersi yang lebih pendek (< 5cm),
bagaimanapun, dapat mengakibatkan terjadinya perubahan posisikateter epidural
keluar dari ruang epidural pada pasien obese mengikuti pergerakan fleksi ataupun
ekstensi dari pada tulang belakang.4,7
Ulangi tahap 3 dan 4 ketika nyeri terjadi kembali hingga kala satu selesai.
Pilihan lainnya, teknik infus epidural berkelanjutan dapat digunakan
menggunakan bupivakain atau ropivakain dengan konsentrasi 0.06250.125% baik dengan fentanil 1-5 g/mL atau dengan 0.2-0.5 g/mL 10
mL/h, disesuaikan secara berkesinambungan dengan kebutuhan pasien
(antara 5-15 mL/h).
Penambahan opioid pada obat anestesi lokal untuk anestesi epidural telah
secara dramatis merubah praktik daripada anestesi obstetri.Sinergisme antara opioid
epidural dan obat anestesi lokal tampaknya menunjukkan perbedaan tempat kerjanya,
yang dikenal dengan reseptor opioid dan akson neuronal.Ketika keduanya
digabungkan, konsentrasi yang sangat rendah dari kedua anestesi lokal dan opioid
dapat digunakan.Yang paling penting insiden dari efek samping, seperti hipotensi dan
toksisitas obat dapat dikurangi.Walaupun anestesi lokal dapat digunakan sendiri,
sangat jarang ditemukan alasan untuk melakukan hal seperti ini. Apalagi, ketika
opioid tidak digunakan, konsentrasi anestesi lokal yang lebih tinggi dibutuhkan
(misalnya: bupivacaine 0,25% dan ropivacain 0,2%) dapat mengganggu kemampuan
ibu hamil untuk mengedan secara efektif selama proses persalinan berlangsung.
Bupivakain atau ropivakain pada konsentrasi 0.0625%-0.125% baik dengan fentanil
2-3 g/mL atau sufentanil 0.3-0.5 g/mL paling sering digunakan. Pada umumnya,
semakin rendah konsentrasi anestesi lokal semakin tinggi konsentrasi opioid yang
diperlukan. Campuran anestesi lokal yang sangat terdilusi (0.0625%) biasanya tidak
mengakibatkan blok motorik dan dapat membiarkan beberapa pasien untuk berjalan
(epidural berjalan atau mobile epidural). Durasi kerja yang lama dari bupivakain
membuatnya sebagai obat pilihan untuk persalinan. Ropivakain dapat dipilih karena
kemungkinan blok motorik yang lebih sedikit dan dapat menurunkan kemungkinanan
untuk toksisitas kardio. Absorpsi sistemik dari opioid dapat menurunkan detak
jantung janin karena efek sedasi sementara daripada janin.4,7,10,12,14,16
Efek daripada obat mengandung epinefrin pada saat persalinan masi
kontroversi, banyak klinisi menggunakan obat mengandung epinefrin untuk test dose
intravaskular karena kekhawatiran obatnya dapat memperlambat proses persalinan
atau mempunyai efek samping pada janin, yang lain hanya menggunakan obat
epinefrin yang sudah sangat didilusikan seperti 1:800.000 atau 1:400.000. Penelitian
membandingkan banyaknya obat yang digunakan ini untuk menemukan adanya
perbedaan adanya apgar skor neonatus, status asam-basa atau evaluasi tingkah laku
neurologis.4,7,10
Infusion Rate
(mL/H)
Bolus Dose
(mL)
Lockout
Interval (min)
Hourly
Maximum (mL)
Bupivakain 0.125 %
15
30
4-6
5
15
Bupivakain 0.125%
+ Fentanil 2 g/mL
10-15
5
10
Bupivakain 0.0625%
+ Fentanil 2 g/mL
10
5
15
Bupivakain 0.08% +
Fentanil 2 g/mL
Tabel 1: Regimen Anestesi Lokal dan Opioid yang disarankan untuk PCEA
30
45
30
yang telah diencerkan blokade motorik sedang hingga berat telah terjadi pada hampir
44% kasus.Blokade motorik telah menurunkan kepuasan persalinan pada analgesi
epidural.
Usaha untuk meningkatkan analgesi epidural membuat Collis dkk,
mempopulerkan teknik combined spinal epidural (CSE) untuk analgesia pada
persalinan.
Teknik
menggunakan
anestesi
dan
Combined
Spinal
Epidural
dimana
epidural
kateter
memberikan
jalur
untuk
analgesia
panjang
dimasukkan
melaluinya
dan
lebih
lanjut
kedalam
ruang
Kala dua persalinan :sudah dibutuhkan anestesi yang memblok nyeri somatic
dengan gabungan anestesi lokal dan opioid seperti pada fase aktif persalinan.
Bila anestetik lokal dikarenakan pada saraf sensorik maka yang hilang
berturut-turut ialah modalitas nyeri, dingin, panas, dan tekanan dalam.Sebaliknya
anestesi akibat penekanan serabut saraf, pertama-tama ditandai oleh menghilangnya
rasa raba dan modalitas nyeri hilang paling aktif.Diduga bahwa impuls rasa raba
dihantarkan oleh serabut yang lebih besar sedangkan nyeri oleh serabut yang lebih
kecil.
Di Amerika Utara, bupivakain dan ropivakain obat yang paling sering
digunakan sebagai analgesi pada persalinan. Walaupun ada beberapa yang
menggunakan levobupivakain, terutama di Inggris Raya.Tetapi obat ini sepertinya
kurang memberikan keuntungan dibandingkan dengan yang lainnya.
Penggunaan bupivakain dan ropivakain pada persalinan telah banyak diteliti
belakangan ini, mempertimbangkan dosis yang rendah yang dibutuhkan untuk
persalinan, toksisitas jarang dihubungkan dengan kedua obat tersebut.Keduanya
merupakan analgesia yang efektif, dengan sedikit perbedaan atau tidak ada pada
kepuasan maternal ataupun efek sampingnya terhadap persalinan.
Dosis anestesi lokal sebagai analgesia persalinan:10,16
ANESTESI
DOSIS
DOSIS
DOSIS RUMATAN
LOKAL
AWAL
AWAL
EPIDURAL
SPINAL
EPIDURAL
1-2,5 mg
10-20
BUPIVACAINE
mL
0.0625-0.1%
mL
0.1%
(0.0625%0.125%)
ROPIVACAINE
1-2,5 mg
10-15
(0,1%)
2.5.1.1. BUPIVAKAIN4,7,10,14,15,16,17,18,19
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal golongan amida dan telah menjadi
anestesi lokal yang paling sering digunakan untuk persalinan dengan analgesi
epidural.Bupivakain menunjukkan perbedaan yang baik antara efek motorik dan
sensorik pada konsentrasi rendah.Efek kerja analgesia bupivakain lebih panjang dua
sampai tiga kali lebih panjang dari lidokain dan mepivakain, dibandingkan dengan
obat anestesi lokal yang lainnya.Dosis sekali suntik pada epidural dengan bupivakain
0,25% (8-10 mL) dapat memberikan efek analgesi setidaknya 120 menit.Karena
meningkatkan masa mula kerja bupivakain menurunkan angka kejadian takifilaksis
dan menurunkan intensitas dari blokade motorik ekstremitas bawah, sehingga
bupivakain dapat diberikan secara berkesinambungan dan pemberian dosis berulang
pada patient-controlled epidural analgesia (PCEA) dan untuk persalinan rawat
jalan.Dengan kelebihannya tersebut, bupivakain telah digunakan secara luas sebagai
obat anestesi lokal.Bupivakain larutan 0.25% dan 0.5% adalah yang paling sering
digunakan pada anestesi regional.
Metabolisme bupivakain termasuk hidroksilasi aromatik, N-Dealkilasi,
hidrolisis amida, dan konjugasi. Sekresi melalui urin dan terikat pada serum plasma
sekitar 96%, walaupun bupivakain diserap dengan baik dari tempat injeksinya, ikatan
bupivakain yang kuat dengan jaringan menyebabkan tidak segera tercapainya kadar
puncak dalam darah dan durasi kerja yang panjang. Durasi kerja pada ruang epidural
kira-kira dua sampai 3 jam dan bupivakain tidak tidak menembus sawar plasenta.
Waktu mula kerja untuk mencapai efek analgesi yang membutuhkan hingga
20 menit, menggabungkan volume yang banyak dari bupivakain yang diencerkan
dengan opioid yang larut dalam lemak memberikan percepatan onset yang dapat
diterima. Analgesi pada persalinan biasanya dimulai dengan bolus inkremental dari
bupivakain 0,0625% - 0,125% (volume total = 12-20 mL). Konsentrasi serendah
0,04% efektif bila dikombinasikan dengan fentanil dan epinefrin untuk kala pertama
persalinan, konsentrasi hingga 0,25% (volume total 12 mL) terkadang diberikan
walaupun volume tinggi dengan konsentrasi rendah lebih direkomendasikan.
2.5.1.2. ROPIVAKAIN4,7,10,14,15,16,17,18,19,20
Ropivakain adalah lokal anestesi golongan amida yang masa kerjanya panjang
yang dibentuk sebagai antiomer murni. Ropivakain mempunyai efek anestesi dan
analgetik, pada dosis tinggi dia mempunyai efek anastesi untuk pembedahan
sedangkan pada dosis rendah dia menghasilkan blok sensorik (analgesia) dengan efek
blok motorik yang terbatas dan non progresif.
Ropivakain adalah anestesi lokal terbaru yang dapat menyebabkan kelemahan
motorik yang lebih sedikit melalui epidural tetapi tetap memberikan analgesi yang
efektif pada dosis 15 dan 22,5 mg tanpa efek samping yang bermakna. Belakangan ini,
ropivakain intratekal telah digunakan untuk memberikan analgesi pada persalinan
sebagai bagian dari teknik combined spinal epidural
Ropivakain seperti anestesi lokal lainnya menyebabkan blokade impuls yang
reversible sepanjang serabut saraf dengan mencegah masuknya natrium ke dalam
membran sel serabut saraf. Anestesi lokal juga mempunyai efek yang sama pada
membran yang lain seperti di otak dan jantung, jika jumlah dosis obat yang besar
mencapai sirkulasi sistemik dengan cepat maka akan terjadi gejala dan tanda
toksisitas.
Konsentrasi plasma ropivakain tergantung pada dosis, rute pemberian, dan
vaskularisasi daerah suntikan injeksi.Ropivakain dapat menembus sawar plasenta dan
mencapai titik konsentrasi yang seimbang dengan cepat. Jumlah plasma protein yang
terikat pada janin lebih kecil dibandingkan pada ibu, sehingga konsentrasi total
diplasma lebih kecil pada janin daripada ibunya.
Ropivakain terikat dengan sangat kuat (sekitar 92%) kepada serum protein ,
ropivakain dimetabolisme oleh mikrosomal hepatik sitokrom P450. Metabolit utama
adalah 2,6 pipecolyxylidide dan metabolit minor adalah 3 dan 4 hidroxyropivakain.Ropivakain yang diekskresikan melalui urin, sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi.
Ropivakain telah dilaporkan untuk menurunkan kemungkinan untuk terjadinya
toksisitas pada sistem saraf pusat, kardiotoksisitas dan depresi neonatus serta
menghasilkan blok motorik yang lebih minimal dibandingkan bupivakain.
2.5.1.3. EFEK SAMPING ANETESI LOKAL4,7,10,14,15,16,17,18,19,20
dapat diblok.Resusitasi
dari
toksisitas
yang
lebih
lama.Amiodaron
dan
kemungkinan
bretylium
harus
pusatyang lebih baik. Waktu mulai dan durasi aksi sama tetapi ropivakain
menyebabkan blok motorik yang lebih sedikit, yang mana menunjukkan potensi
secara keseluruhan yang lebih rendah seperti yang ditemukan pada beberapa
penelitian. Yang paling penting untuk diketahui, ropivakain memiliki angka
terapeutik lebih besar karena kurang dari 70% dapat menyebabkan aritmia jantung
yang berat daripada bupivakain.
2.5.2. OPIOID4,7,10,12,14,15,16,17,18,19
Perpindahan obat setelah penyuntikan intratekal bervariasi bergantung pada
masing-masing obat dan yang paling banyak dipelajari adalah pemberian analgesik
opioid.Opioid setelah penyuntikan intratekal sangat komplek, opioid intratekal
memasuki medulla spinalis dan durameter untuk memasuki ruang epidural. Dalam
medulla spinalis mereka berikatan dengan reseptor non spesifik yang berada dalam
white matter seperti halnya mereka berikatan dengan reseptor spesifik pada dorsal
horn. Obat yang berada pada medulla spinalis akan mencapai kompartemen plasma
melalui absorpsi pada vena. Obat yang diberikan intratekal didistribusikan secara
cepat kedalam cairan likuor.Penyebaran opioid didalam cairan serebrospinal dan
distribusinya yang cepat inilah yang menyebabkan insiden depresi pernafasan jumlah
pasien yang sangat kecil tapi bermakna segera setelah pemberian intratekal melalui
lumbal.
Pada rongga epidural opioid akan melarut dalam lemak dan mencapai
kompartemen plasma melalui absorpsi pada vena. Obat yang bersifat lipofilik dengan
cepat berpindah kedurameter dan tersebar kedalam lemak pada ruang epidural lalu
memasuki sistem sistemik, mereka juga dengan cepat masuk kedalam sum-sum tulang
belakang dimana mereka berikatan pada kedua reseptor non spesifik didalam
substansia alba dan reseptor dorsal horn dan pada akhirnya memasuki sirkulasi
sistemik lalu menghilang dari sumsum tulang belakang, perpindahan yang cepat dari
cairan serebrospinalis kedalam medulla spinalis dan lemak pada epidural menentukan
kecepatan onset dan pengurangan dari kadar opioid di dalam cairan serebrospinal,
penyerapan dari vaskular menyebabkan pembatasan durasi dari analgetik yang
bersifat larut dalam lemak.
2.5.2.1. MORFIN4,7,10,12,14,15,16,17,18,19
Morfin merupakan opioid pertama yang digunakan sebagai analgesi pada
persalinan, penambahan dosis morfin inratekal berkisar pada 0,1 0,2 mg sedangkan
untuk epidural 2 3 mg. Morfin merupakan agonis prototype opioid bila
dibandingkan dengan opioid yang lain. Pada manusia, morfin menghasilkan analgesi,
sedasi, dan kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi. Hal yang lain termasuk
mual, merasa badan agak hangat, berat pada ekstremitas, kering pada mulut, dan gatal
terutama pada daerah kutaneus sekitar pada hidung. Penyebab nyeri tetap bertahan,
tetapi bahkan dosis rendah daripada morfin menyebabkan batas ambang terhadap
nyeri dan merubah persepsi dari rangsangan noksius sehingga tidak lagi dialami
sebagai nyeri.Dengan tidak adanya nyeri, bagaimanapun morfin menyebabkan
disforia dibandingkan euphoria.
Efek puncak morfin agak lama, sekitar 15-30 menit.Hanya sebagian kecil dari
morfin yang diberikan menembus sawar otak dan dapat mempengaruhi susunan saraf
pusat. Metabolism morfin melalui proses konjugasi pada asam glukorinik di hati dan
diluar hati, terutama pada ginjal. Metabolisme ginjal membuat kontribusi yang
bermakna pada keseluruhan metabolisme morfin, yang menjelaskan eliminasi
glukorinik morfin dapat terganggu pada pasien dengan gangguan ginjal,
menyebabkan akumulasi dari metabolit dan depresi pernafasan yang tidak diharapkan
bahkan pada jumlah kecil morfin.
2.5.2.2. FENTANIL4,7,10,12,14,15,16,17,18,19
Fentanil adalah turunan phenil piperidine turunan sintetik agonis opioid yang
secara struktur berhubungan dengan meperidine, sebagai analgesi fentanil 75-125 kali
lebih poten daripada morfin.
Fentanil dosis tunggal diberikan secara intravena mempunyai mula kerja yang
lebih cepat dengan durasi yang lebih singkat daripada morfin.Fentanil adalah obat
terbaik yang pernah diteliti dan obat lipofilik yang tersaring digunakan secara
intratekal. Dua alasan dalam penggunaan obat ini sebagai analgesik telah berkembang
beberapa tahun ini:
1. Definisi yang lebih dekat dalam penggunaannya sebagai analgesik dalam
partus spontan dan partus sesar.
2. Pengenalan bahwa penambahan dosis yang kecil dari opioid lipofilik
selama anestesi spinal untuk prosedur rawat jalan dapat menciptakan onset
yang lebih cepat dan kualitas blok bedah yang lebih baik dan membuat
perbaikan yang lebih cepat dari fungsi motorik dan memungkinkan pasien
lebih cepat keluar rumah sakit setelah operasi.
Fentanil memiliki mula kerja analgesia yang cepat (10-15 menit) dengan
durasi aksi yang singkat (2-5 jam), jika fentanil diinjeksikan ke rongga subarakhnoid
maka obat ini akan larut dengan cepat dalam substansia alba yang kaya myelin yang
mengelilingi medulla spinalis dan kemudian mereka berikatan dengan reseptor opioid
di substansia grisea pada dorsal horn. Penambahan 10-25g fentanil terhadap
anestetik lokal intratekal mempercepat mula kerja anestesi, mengurangi dosis
analgesik intra operatif, dan menghasilkan efek analgesik post operatif selama
beberapa jam tanpa pemanjangan blok motorik dan penundaan pemulangan
pasien.Sedangkan pada epidural diberikan penambahan dosis 50 100 g.
4. Depresi Pernafasan
Komplikasi yang paling ditakutkan pada pemberian opioid adalah depresi
pernafasan.Insiden
sebenarnya
belum
dapat
dipastikan.Pada
epidural
BAB III
KESIMPULAN
Pada dua dekade terakhir ini, American Society of Anesthesiologist (ASA) dan
American
College
of
Obstetricians
and
Gynecologists
(ACOG)
telah
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Nadeak R.F.,Perbandingan Efek Blokade Sensorik dan Motorik Antara
Kombinasi Bupivakain Fentanyl Morfin Dengan Kombinasi Ropivakain
Fentanyl Morfin pada Intrathecal Labour Analgesia (Tesis), Departemen
Anestesiologi Dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara RSUP. H. Adam Malik, Medan, 2009.
2. Hawkins
J.L.,
New
Techniques
fo
Labor
Analgesia,www.childrenscolorado.org/pdf/Labor%20Analgesia.pdf
3. Silva
M,
Halpern
S.H.,
Epidural
Analgesia
for
Labor:
Current
http://www.dovepress.com/epidural-analgesia-for-labor-current-
techniques-peer-reviewed-article-LRA
4. Morgan G.E,Jr.,MD.,Mikhail M.S., Murray M.J., Clinical Anesthesiology:
Obstetric Anesthesia. 4th.ed, Mc Graw Hill-Lange, 2006;43:890.
5. Akbas M, Akcan B, Epidural Analgesia and Lactation, The Eurasian Journal
of Medicine, 2011,43:45-49, http://www.eajm.org/text.php3?id=383.
6.
Wilkins, 2006;3;83.
13. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Gilstrap L.C.,
Wenstrom K.D., Williams Obstetrics:Labor& Delivery, 22nd.ed, Mc Graw Hill,
2008;IV:17-19.
14. Stoelting K.R., Millier S.C., Pharmacology & Physiology in Anesthetic
Practice: Local Anesthesia,
2006;7:180.
15. Beilin Y., Nair A., Arnold I., Bernstein H. H., Zahn J., Hossain S., et all, A
Comparison of Epidural Infusions in the Combined Spinal/Epidural Technique
for Labor Analgesia, International Anesthesia Research Society, Anesth Analg,
2001;
94:927-932.
http://www.anesthesia-
analgesia.org/content/94/4/927.full.pdf
16. Bucklin B. A., Gambling D. R., Wlody D. J., A Practical Approach to
obstetric Anesthesia, Lippincott Williams & Wilkins, 2009;3;143-177.
17. England A.J., Columb M.O., Lyons G., Minimum Local Analgesic Dose of
Intratechal Bupivacaine in Labor and the Effect of Intratechal Fentanyl,
American Society of Anesthesiologist, Anesthesiologist, 2001;94:593598. http://journals.lww.com/anesthesiology/fulltext/2001/04000/minimum_lo
cal_analgesic_dose_of_intrathecal.11.aspx
18. Hill D., Fee J.P.H., British Journal Of Anesthesia: intrathecal ropivacaine or
bupivacaine with fentanyl for labour, 87th.ed, 2001;733-7.
19. Minty R.G., Kelly L., Minty A., Hammet D. C., Single dose Intratechal
Analgesia to Control Labor Pain, Canadian Family Physician, 2007; 53:437442. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1949078/
20. Lee H.L., Lo M. L., Chou C. C., Chiang T. Y., Chuah E, C., Timing of
Initiating Epidural Analgesia and Mode of Delvery in Nulliparas: A
Retrospective Experiene Using ropivacaine, Chang Gung Medicinie Journal,
2008;31(4):395-401. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/18935798/
BAB V
DAFTAR GAMBAR & TABEL
1. Gambar
1:
Tahapan
Persalinan,
sumber:http://www.indianwomenshealth.com/Labor-89.aspx
2. Gambar 2: Nyeri Persalinan Selama Beberapa Kala Persalinan, Sumber:
Eltzschig,
Lieberman,
Camann,
NEJM
348;
319:2003, http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra021276
3. Gambar 3: Jaras Nyeri Persalinan, Sumber: Eltzschig, Lieberman, Camann,
NEJM 348; 319:2003,http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra021276
4. Gambar 4: Jaras Nyeri Selama Persalinan; kuning (kala 1), biru (fase
transisional), merah (kala2), Sumber: Dexeus-Departement danestesiologia,
reanimacio
tractment
del
color;http://www.anestesiabcn.com/ENG/pacientes-f1-5.html
5. Gambar 5: Konsekuensi dari nyeri persalinan yang tak tertangani, sumber:
Pain Relief In Labor,http://www.obgyncanada.com/pain.html
6. Tabel 1: Regimen Anestesi Lokal dan Opioid yang disarankan untuk PCEA
7. Tabel 2: Dosis Anestesi Lokal Sebagai Analgesia Persalinan