Anda di halaman 1dari 91

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KASUS
STROKE ISKEMIK DI RUANG MELATI ATAS RSUP
PERSAHABATAN JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DIYANTI SEPTIANA PUTRI, S.KEP


NPM 0806333814
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KASUS
STROKE ISKEMIK DI RUANG MELATI ATAS RSUP
PERSAHABATAN JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ners

DIYANTI SEPTIANA PUTRI, S.KEP


NPM 0806333814
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Diyanti Septiana Putri

NPM

: 0806333814

Tanda tangan

Tanggal

: 10 Juli 2013

ii

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh:


Nama
: Diyanti Septiana Putri, S.Kep
NPM
: 0806333814
Program Studi
: Ilmu Keperawatan/ Program profesi
Judul Karya Ilmiah
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan pada Kasus Stroke Iskemik
di Ruang Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : I Made Kariasa S.Kp., MM., M.Kep, Sp.KMB

Penguji

: Ns. Oon Rohana, S.Kep

Ditetapkan di

: Depok

Tanggal

: 10 Juli 2013

iii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kehadirat Allah SWT.
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan Judul Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Kesehatan Masyarakat pada Kasus Stroke Iskemik di Ruang
Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta ini tepat pada waktunya.
Penyelesaian dan penulisan karya ilmiah akhir ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Atas bantuan, dorongan dan
bimbingan yang telah diberikan, penulis mengucapakan terima kasih dan
penghormatan yang setinggi-tinginya kepada :
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D, selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
2. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP selaku koordinator mata kuliah KKMP.
3. Bapak I Made Kariasa S.Kp., M.M., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen
pembimbing praktik KKMP KMB sekaligus dosen pembimbing dalam
pembuatan karya ilmiah akhir ini.
4. Ibu Ns. Oon Rohana, S.Kep selaku kepala ruangan Melati Atas sekaligus
pembimbing klinik selama pelaksanaan praktik.
5. Kakak-kakak perawat di ruangan Melati Atas yang telah memberikan
banyak ilmu selama di lapangan praktik.
6. Teman-teman satu kelompok di Melati Atas RSUP Persahabatan yang
selalu memberikan semangat dan keceriaan selama pelaksanaan praktik:
Desy, Syifa, Nanda, Lina, Ridung, dan Pak Yudi.
7. Teristimewa kepada orang tua, kakak, dan seluruh keluarga tercinta yang
telah memberikan dorongan semangat, pengertian, pengorbanan serta
dukungan baik moril maupun materil.
8. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2008 yang saling memberikan
semangat dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ini.

iv

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah kalian
berikan kepada penulis.
Besar harapan penulis, karya ilmiah akhir ini dapat memberi kontribusi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dalam keperawatan yang bisa bermanfaat bagi
masyarakat luas nantinya. Penyusunan karya ilmiah ini tentunya masih jauh dari
kata sempurna. Dengan demikian penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun ke arah perbaikan dan kesempurnaan dalam pembuatan
karya ilmiah yang lebih baik nantinya

Depok, Juli 2013


Penulis

DIYANTI SEPTIANA PUTRI

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS


AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini :

Nama

: Diyanti Septiana Putri

NPM

: 0806333814

Program Studi

: Profesi Keperawatan

Fakultas

: Ilmu Keperawatan

Jenis karya

: Karya ilmiah akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Kasus Stroke Iskemik
di Ruang Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta beserta perangkat yang ada
(jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas
Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 10 Juli 2013
Yang menyatakan

( Diyanti Septiana Putri )


vi

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

ABSTRAK

Nama

: Diyanti Septiana Putri

Program Studi : Profesi Keperawatan


Judul

: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Perkotaan pada Kasus Stroke Iskemik di Ruang Melati Atas
RSUP Persahabatan Jakarta

Stroke merupakan penyebab utama kematian di daerah perkotaan. Salah satu


gejala umum pada pasien stroke adalah hemiparesis. Kondisi ini dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot yang dapat mengakibatkan
ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Karya ilmiah ini
bertujuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
iskemik dengan pengkhususan intervensi kepada latihan ROM. ROM atau Range
of Motion merupakan salah satu intervensi yang dapat meningkatkan kekuatan
otot dan menghindari komplikasi imobilisasi. Hasil yang didapat menunjukan
adanya peningkatan kekuatan otot setelah dilakukan latihan ROM. Untuk itu
diperlukan penyusunan program ROM agar ROM dapat dilaksanakan secara rutin
dan sedini mungkin.

Kata kunci: hemiparesis, kesehatan, perkotaan, range of motion, stroke, stroke


iskemik

vii

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

ABSTRACT

Name

: Diyanti Septiana Putri

Study Program : Professional Nursing


Title

: Analysis of Urban Health Nursing Clinical Practice on Ischemic


Stroke Patient in Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta

Stroke is the leading cause of mortality in urban area. One of the most frequent
symptoms in stroke patient is hemiparese. This condition could lead to decreasing
muscles strength which could cause disability in doing activity of daily living.
This scientific paper is aim to implementing nursing intervention on ischemic
stroke patient which is specializing to ROM exercise. ROM or Range of Motion is
one of nursing intervention which has ability to increase the strength of muscle
and prevent from immobilization complications. The result shows that theres an
increasing muscles strength on the patient. It is suggested that there should be a a
composed program so that ROM chould be done routinely and as early as
possible.

Key words: health, hemiparese, ischemic stroke, range of motion, stroke, urban

viii

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................
ABSTRAK ......................................................................................................
ABSTRACT .....................................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR SKEMA ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

i
ii
iii
iv
vi
vii
viii
ix
xi
xii
xiii
xiv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................
1.2 Tujuan Penulisan .....................................................................
1.2.1 Tujuan Umum ...............................................................
1.2.2 Tujuan Khusus ..............................................................
1.3 Manfaat Penulisan ...................................................................
1.3.1 Manfaat Aplikatif .........................................................
1.3.2 Manfaat Teoritis atau Akademis...................................
1.4 Sistematika Penulisan ..............................................................

1
5
5
5
6
6
6
6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Stroke ..........................................................................
2.1.1 Definisi Stroke ..............................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi .........................................................
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko ...........................................
2.1.4 Patofisiologi Stroke .....................................................
2.1.5 Manifestasi Klinik .......................................................
2.1.6 Klasifikasi Stroke ........................................................
2.1.7 Penatalaksanaan Stroke ...............................................
2.1.8 Komplikasi Stroke .......................................................
2.2 Asuhan Keperawatan pasien Stroke ........................................
2.2.1 Pengkajian ....................................................................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................
2.2.3 Rencana Intervensi Keperawatan .................................
2.2.4 Evaluasi .......................................................................

8
8
9
11
12
14
16
17
19
19
19
24
25
26

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA


3.1 Ringkasan Kasus ...................................................................... 28
3.2 Asuhan Keperawatan ................................................................ 28
3.2.1 Pengkajian dengan Menggunakan Model

ix

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

3.2.2
3.2.3
3.2.4

Keperawatan.................................................................
Diagnosa Keperawatan ................................................
Rencana Intervensi Keperawatan .................................
Implementasi dan Evaluasi ..........................................

28
35
37
43

BAB 4 ANALISIS SITUASI


4.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP
dan Konsep Kasus Terkait........................................................ 46
4.2 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian
Terkait ...................................................................................... 50
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 54
5.2 Saran ....................................................................................... 55
DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 56

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Anatomi dan pembagian struktur otak ....................................

Gambar 2.2

Sirkulus Willisi .......................................................................

10

xi

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Area pembuluh darah otak yang terkena stroke dan bentuk


patologisnya ...............................................................................

15

Tabel 3.1

Observasi tekanan darah Tn S (dalam mmHg) ..........................

29

Tabel 3.2

Analisis data pengkajian ............................................................

35

xii

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1

Patoflow stroke ...........................................................................

xiii

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana asuhan keperawatan Tn S dengan stroke iskemik


Lampiran 2 Prosedur Range of Motion
Lampiran 3 Catatan perkembangan Tn S
Lampiran 4 Biodata mahasiswa

xiv

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

BAB I
PENDAHULUAN

Bab I ini akan menguraikan tentang latar belakang yang menjadi dasar karya
ilmiah ini, tujuan, dan manfaat penulisan. Bab ini juga akan menggambarkan
sistematika penulisan karya ilmiah ini.

1.1

Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu bentuk penyakit degeneratif yang berupa
penyumbatan sirkulasi darah di otak. Setiap tahun, kurang lebih 15 juta
orang diseluruh dunia terserang stroke (Smeltzer & Bare, 2005). Menurut
Yayasan Stroke Indonesia (2006), dalam skala global, stroke sekarang
berada dalam peringkat kedua, di bawah penyakit jantung iskemik sebagai
penyebab kematian dan merupakan faktor utama penyebab kecacatan serius.
Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam
setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan
hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih
produktif. Terdapat sekitar 500.000 orang penderita yang mengalami stroke
baru, 100.000 mengalami stroke berulang dan sekitar 160.000 meninggal
setiap tahun (Smeltzer & Bare, 2005).
Feigin (2007) menyebutkan beberapa studi menunjukkan pada tahun 2025,
stroke akan menjadi penyebab utama kematian dan kecatatan tidak hanya di
negara maju, tapi juga di negara ekonomi rendah dan berkembang,
mengalahkan penyakit-penyakit menular. Stroke merupakan penyebab
kematian dan kecatatan yang terus berkembang di negara dengan
perekonomian rendah hingga sedang, estimasi tersebut tergolong lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju (Norris, Meriel dkk, 2010).
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia termasuk kedalam negara
dengan angka penderita stroke yang terbesar. Saat ini di Indonesia stroke
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya
mengalami cacat ringan atau berat. Angka kejadian stroke di Indonesia
meningkat dengan tajam dapat disebabkan karena berbagai sebab selain
penyakit degeneratif, dan salah satunya yang terbanyak adalah karena stress.
Apabila tidak ada upaya penanggulangan stroke yang lebih baik,
diperkirakan jumlah penderita stroke pada tahun 2020 diprediksikan akan
meningkat 2 kali lipat (Yayasan Stroke Indonesia, 2007).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang
telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000 penduduk. Hal
ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah didiagnosis
oleh tenaga kesehatan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2008 dalam Cahyati, 2011). Norris dkk (2010) menggambarkan Indonesia
sebagai negara yang memiliki faktor resiko yang cukup besar untuk
terjadinya stroke, seperti bertambahnya kelompok usia lanjut (SEARO,
2008), peningkatan angka obesitas (Kisjanto, Bonneux, Prihartono,
Ranakusuma, & Grobbee, 2005), angka merokok yang tinggi (Ng et al.,
2006) dan stroke dilaporkan sebagai penyebab utama kematian dalam jangka
waktu 5 tahun terakhir (Kusuma, Venketasubramanian, Kiemas, & Misbach,
2009)
Menurut Sutarto (2006) yang disampaikan pada Yayasan Stroke Indonesia,
penyebab tingginya angka kejadian stroke di Indonesia lebih disebabkan
karena gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti malas
bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara
mereka mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serangan
stroke. Saat ini serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya hipertensi
yang disebut sebagai silent killer, diabetes melittus, obesitas dan berbagai
gangguan kesehatan yang terkait dengan penyakit degeneratif.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Masyarakat di perkotaan merupakan komunitas yang erat kaitannya dengan


penyakit degeneratif. Komunitas perkotaan memiliki dinamika kehidupan
yang serba cepat. Lingkungan di komunitas perkotaan identik dengan
berbagai hal yang tergolong instan, seperti fast food, laundry, dsb.
Kehidupan dengan dinamika seperti ini juga menuntut masyarakatnya untuk
berpergian dengan menggunakan kendaraan yang cepat. Keadaan tersebut
menimbulkan rendahnya kesempatan masyarakat untuk berolah raga dan
menimbulkan rasa malas pada masyarakat diperkotaan karena segala
sesuatunya dapat diperoleh dengan mudah melalui fasilitas yang ada.
Hal ini meningkatkan faktor resiko masyarakat Indonesia di perkotaan untuk
terserang stroke salah satunya melalui kurangnya berolah raga dan
mengkonsumsi makanan yang tinggi kolesterol. Dibuktikan melalui hasil
penelitian dari Riskesdas (2007) yang menunjukkan stroke sebagai
penyebab utama kematian di daerah perkotaan, yakni 15,9% pada kelompok
usia 45-54 tahun, dan 26,8% pada kelompok usia 55-64 tahun.
Stress juga merupakan faktor yang memiliki andil pada tingginya angka
kejadian stroke di Indonesia khususnya di masyarakat perkotaan. Kehidupan
masyarakat perkotaan yang penuh sesak dan bersaing dapat menjadi
penyebab stres pada seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Norris dkk (2010) di Aceh, pada 11 orang penderita stroke, 5 diantaranya
mengatakan stress yang dialaminya berhubungan dengan keluarga dan
tekanan ekonomi di kehidupan sehari-hari.
Ruang melati atas di Rumah Sakit Persahabatan merupakan salah satu
ruangan yang mengelola pasien dengan masalah neurologi, salah satunya
stroke. Distribusi penyakit neurologi di ruangan melati atas mencapai angka
5,4% dalam rentang waktu Januari-Maret 2013. Data ini menunjukkan
neurologi sebagai penyakit kedua terbanyak setelah penyakit dalam (85,3%)
yang pernah dirawat di melati atas dalam periode waktu tersebut. Stroke
merupakan jenis penyakit neurologi yang paling sering ditemukan di ruang
melati atas. Jumlah pasien dengan kasus stroke atau yang lebih sering
disebut sebagai CVD (cerebrovascular disease) yang terdaftar di ruang

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

melati atas selama mahasiswa melakukan praktik (7 Mei-22 Juni) ada


sebanyak 15 orang, dengan prevalensi 13 orang stroke iskemik dan 2 orang
stroke hemoragik.
Salah satu bentuk patologis yang umum terjadi pada pasien stroke di melati
atas adalah adanya kelemahan otot (hemiparesis) pada ekstremitas yang
terjadi secara kontralateral terhadap lesi di otak. Kondisi ini dapat
menyebabkan

terjadinya

penurunan

kekuatan

otot

yang

dapat

mengakibatkan ketidakmampuan pada otot ekstremitas secara umum,


penurunan fleksibilitas dan kekakuan sendi yang dapat mengakibatkan
kontraktur

sehingga

pada

akhirnya

pasien

akan

mengalami

keterbatasan/disability terutama dalam melakukan activities of daily living


(ADL) (Lewis, 2007).
Kelemahan otot ini jika tidak ditangani dengan serius dapat memunculkan
banyak komplikasi yang salah satunya adalah ketidakmampuan klien untuk
melakukan mobilisasi dengan bebas, bahkan menyebabkan kecacatan.
Menurut Kwakkel, et al. (2003) dalam Cahyati (2011), 30-60% dari klien
yang mengalami hemiparese, akan mengalami kehilangan penuh pada fungsi
tangan dalam waktu 6 bulan pasca stroke (M. E. Stoykov & Corcos, 2009).
Hal ini dapat menurunkan kemampuan klien untuk melakukan activities of
daily living dan menurunkan kualitas hidup pasien stroke kedepannya.
Selain itu disability yang dialami klien stroke akan menimbulkan perubahan
perilaku sehingga memperpanjang masa penyembuhan atau pemulihan
kesehatannya, menyebabkan gangguan fisik, dan psikis serta komplikasi
penyakit lainnya. (Cahyati, 2011). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
stroke kini tidak hanya mengenai seseorang dengan usia lanjut tetapi juga
menyerang individu di usia produktif. Hal ini dapat menimbulkan kerugian
yang sangat besar bagi pasien dan keluarga bahkan negara. Di Amerika
Serikat biaya stroke per tahun adalah sekitar 30 milyar US$. Angka tersebut
mencakup 17 milyar US$ biaya langsung stroke itu sendiri (rumah sakit,
dokter, dan rehabilitasi) dan biaya tidak langsung 13 milyar US$ sebagai

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

konsekuensi berbagai hal seperti berkurang atau hilangnya produktivitas


kerja (Price & Wilson, 2002).
Pemberian latihan rentang pergerakan sendi atau Range of Motion (ROM)
merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk
meningkatkan kualitas hidup klien yang terkena stroke. Beberapa studi
mengenai latihan ROM yang diberikan kepada klien stroke telah dilakukan.
Salah satunya studi yang dilakukan oleh Astrid (2008) didapatkan hasil
bahwa kekuatan otot meningkat dan kemampuan fungsional meningkat
secara signifikan setelah diberikan latihan. Selain itu Utomo (2008) juga
menyimpulkan hal yang sama, bahwa latihan ROM dapat meningkatkan
kekuatan otot klien. Studi dalam lingkup yang sama juga dilakukan oleh
Waginah (2010) yang menunjukkan subyek penelitian dengan latihan ROM
yang aktif mempunyai peluang perbaikan ADL atau kemandirian lebih baik.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggunakan ROM sebagai salah satu
intervensi yang digunakan dalam mengelola asuhan keperawatan pada
pasien dengan kasus stroke

1.2

Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum


Tujuan umum karya ilmiah ini adalah untuk menggambarkan asuhan
keperawatan

pada

individu

yang

mengalami

stroke

atau

CVD

(Cerebrovascular Disease)
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari karya ilmiah ini antara lain untuk memaparkan:
a) Gambaran pengkajian individu kelolaan dengan stroke
b) Masalah keperawatan serta diagnosa individu kelolaan dengan stroke
c) Perencanaan keperawatan yang akan diberikan kepada individu
kelolaan dengan stroke
d) Implementasi keperawatan yang dilakukan kepada individu kelolaan
dengan stroke

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

e) Evaluasi keperawatan yang dilakukan terhadap individu kelolaan


dengan stroke
f) Stroke sebagai salah satu penyakit pada masyarakat perkotaan

1.3

Manfaat Penulisan

1.3.1 Manfaat Aplikatif


Manfaat aplikatif dari karya tulis ini antara lain:
a) Karya ilmiah Ners ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
praktik

keperawatan

kedepannya

khususnya

terkait

asuhan

keperawatan pada individu dengan stroke.


b) Karya ilmiah Ners ini diharapkan dapat digunakan pada institusi
rumah sakit sebagai referensi untuk membuat perencanaan
penatalaksanaan kasus stroke dengan melibatkan berbagai profesi
pemberi pelayanan kesehatan.
1.3.2 Manfaat Teoritis atau Akademis
Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi pembelajaran dalam melakukan
praktik asuhan keperawatan medikal bedah pada individu dengan stroke.

1.4

Sistematika Penulisan
Karya ilmiah ini memiliki sistematika penulisan seperti yang dijabarkan
berikut ini.
a) Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang yang mendasari pembuatan karya
ilmiah, tujuan penulisan yang terbagi menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus, manfaat penulisan yang berisi manfaat aplikatif dan
manfaat teoritis atau akademis . Dalam bab ini juga dijabarkan
sistematika penulisan yang digunakan.
b) Bab 2 Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan
antara lain konsep stroke dan asuhan keperawatan pasien dengan
stroke. Konsep stroke dijabarkan lagi kedalam beberapa bagian

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

antara lain definisi stroke, anatomi fisiologi, etiologi dan faktor


resiko, patofisiologi stroke, manifestasi klinik, klasifikasi stroke,
penatalaksanaan stroke, dan komplikasi stroke
c) Bab 3 Laporan Kasus Kelolaan Utama
Bab ini akan membahas kasus kelolaan utama yang dikelola penulis.
Bab ini berisi ringkasan kasus dan asuhan keperawatan yang
dilakukan, antara lain pengkajian dengan menggunakan model
keperawatan Doengoes, diagnosa keperawatan, rencana intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi
d) Bab 4 Analisis Situasi
Bab ini berisi pembahasan mengenai analisis masalah keperawatan
dengan konsep terkait KKMP dan konsep kasus terkait. Bab ini juga
akan membahas analisis salah satu intervensi yang dilakukan dengan
konsep dan penelitian terkait
e) Bab 5 Penutup
Bab penutup berisi kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini, dan juga
beberapa saran yang diberikan penulis terkait dengan asuhan
keperawatan pada pasien stroke.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menjabarkan teori dan konsep yang berhubungan dengan stroke
sebagai bahan rujukan dan panduan dalam menyusun pembahasan. Uraian
tinjauan pustaka ini meliputi konsep stroke yang mencakup definisi stroke,
anatomi fisiologi, etiologi dan faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinik,
klasifikasi stroke, penatalaksanaan, serta komplikasi stroke. Bab ini juga berisi
teori asuhan keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan kasus stroke.

2.1 Konsep Stroke


2.1.1 Definisi Stroke
Stroke atau cerebral vascular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2001) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral
atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000). Stroke
merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat cardiovascular disease (CVD) (Hudark,
1996).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit
neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak.
Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder
terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam
tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Carpenito,
1995). Dari beberapa pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa stroke
merupakan kondisi penurunan fungsi maupun struktur otak akibat
kurangnya suplai darah ke otak yang terjadi secara tiba-tiba yang
diakibatkan oleh kejadian patologis yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

2.1.2 Anatomi Fisiologi


a) Otak
Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa
atau sekitar 3 pon (Price&Wilson, 2005). Otak terdiri dari empat bagian
besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem
(batang otak), dan diensefalon (Black, 2005).

Gambar 2.1 Anatomi dan pembagian struktur otak


Sumber: http://www.strokeassociation.org/

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakangerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna
(Price & Wilson, 2005).
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan
otot,

serta

mengubah

tonus

dan

kekuatan

kontraksi

untuk

mempertahankan keseimbangan sikap tubuh (Price & Wilson, 2005).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

10

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,


pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan,
bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan

mata rantai

penghubung

yang

penting pada jaras

kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.


Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden
dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan (Price & Wilson,
2005).
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum
dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan
menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer
yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Price & Wilson, 2005)
b) Sirkulasi darah otak
Otak menerima sekitar 20% curah jantung dan memerlukan 20%
pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya
(Price&Wilson,

2005).

Otak

diperdarahi oleh dua pasang


arteri yaitu arteri karotis interna
dan arteri vertebralis. Dari dalam
rongga kranium, keempat arteri
ini

saling

berhubungan

dan

membentuk sistem anastomosis,


yaitu sirkulus Willisi.

Gambar 2.2 Sirkulus Willisi


Sumber: http://www.strokeassociation.org/

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

11

Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan


karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral,
arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua
arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah
bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagian
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan
sirkulasi kolateral jika satu pembuluh darah arteri mengalami
penyumbatan.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena
interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke
jantung.

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian: (1)
thrombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), (2)
embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain), (3) iskemia (penurunan aliran darah ke area
otak), dan (4) hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) (Smeltzer &
Bare, 2001).
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi sebagai
penyebab terjadinya stroke, antara lain sebagai berikut (Brunner & Suddarth,
2001).
a) Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses
ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya
thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
b) Aneurisma pembuluh darah cerebral: Adanya kelainan pembuluh darah
yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

12

tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat


menimbulkan perdarahan.
c) Kelainan jantung / penyakit jantung : Paling banyak dijumpai pada
pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah
ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber
pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
d) Diabetes mellitus (DM): Penderita DM berpotensi mengalami stroke
karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga
memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan
microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi
pada pembuluh darah serebral.
e) Usia lanjut : Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,
termasuk pembuluh darah otak.
f) Polocitemia : Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran
darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
g) Peningkatan kolesterol (lipid total) : Kolesterol tubuh yang tinggi dapat
menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
h) Obesitas :Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar
kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh
darah, salah satunya pembuluh darah otak.
i) Perokok : Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
j) Kurang aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi
kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah
menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

2.1.4 Patofisiologi Stroke


Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Oklusi di suatu arteri tidak selalu

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

13

menyebabkan infark di daerah orak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.


Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai
ke daerah tersebut.. Gambaran perjalanan kejadian stroke dapat dilihat
melalui bagan berikut.
Otak

Oklusi pembuluh darah


otak (emboli dan trombus)

Perdarahan intraserebral
Atau subarakhnoid

Spasme arteri serebral

Kehilangan suplai darah


Perfusi jaringan otak terganggu
Hipoksia
Iskemia serebral

Metabolisme serebral terganggu


Pelepasan neurotoksin (O2 radikal bebas,
nitrit oksid, dan glutamat)
Asidosis
Vasodiltasi pembuluh darah otak
Depolarisasi membran

Masuknya kalsium dan sodium ke


dalam jaringan otak
Edema cytotoksik
> 24 jam

Defisit neurologis
sementara (< 24 jam)

Infark serebral
TIA (mini stroke)

Kematian sel otak


Kerusakan irreversibel

Lokasi dan besarnya pembuluh


darah arteri yang tersumbat

Sirkulasi kolateral
yang adekuat

Defisit neurologis

Skema 2.1 Patoflow stroke

Manifestasi klinik

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

14

2.1.5 Manifestasi klinik


a) Hilangnya kemampuan gerak
Jika stroke mengenai upper motor neuron maka klien akan kehilangan
kemampuan mengendalikan gerakan. Dimana efeknya berlawanan
dengan tempat terjadinya infark serebri. Keadaan yang sering adalah
hemiplegi. Pada tahap awal mungkin terjadi flaccid paralisis dan
hilang/berkurangnya reflek tendon dalam.
b) Hilangnya kemampuan komunikasi.
Terjadi dysartria (kesulitan berbicara) disebabkan oleh paralisis otot
pendukung bicara. Dyspasia/aphasia karena terjadi gangguan fungsi
bahasa yangdihasilkan dari otak tengah. Apraxia (tidak mampu
mengatakan sesuai yang dikerjakan).
c) Hilangnya kemampuan melihat.
Homonimous hemianopia (hilangnya sebagian lapang pandang).
Keadaan ini bisa sementara atau menetap. Horners syndrom paralisis
dari saraf simpatik mata yang menyebabkan berkurangnya air mata,pupil
konstriksi.

Agnosia

merupakan

gangguan

menginterpretasikan

penglihatan,rasa atau informasi sensori lain.


d) Kehilangan kemampuan sensori.
Terjadi kinestesia (gangguan kemampuan sensori) antara lain :
1. Hemianestesia (tidak merasakan posisi badan).
2. Parestesia (merasakan berat, baal/mati rasa).
3. Hilangnya rasa otot dan sendi.
e) Gangguan eliminasi.
Kurang dapat mengontrol bladder dan bowel karena kontrol sphingters
urinari dan ani berkurang atau hilang.
f) Gangguan aktivitas mental dan psikologi.
Jika yang terkena adalah bagian lobus frontal maka akan terjadi
gangguan pada kemampuan belajar, mengingat dan fungsi intelektual

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

15

lain.terkadang juga timbul depresi, non kooperatif, emosi labil sebagai


masalah psikologi.
g) Berdasarkan area pembuluh darah otak yang terkena stroke
Arteri Carotis
A. Oftalmika

A. Cerebri

A. Cerebri

A. Cerebri

media

anterior

poterior

Kebutaan

Hemiparese/

satu mata

monoparese

(tungkai

amaurosis

kontralateral

lebih lemah

fugak

(lengan lebih

daripada

(sementara)

sering

tangan)

Buta
warna/

Shade

Hemiparese

daripada

Defisit

tungkai)

sensori

penglihatan Hemianastesia
kabur

Arteri

, kadang

kontralateral

Koma

Vertebrobasiler

Kelumpuhan di

satu sampai ke-

Hemiparese

4 ekstremitas

kontralateral

Meningkatkan

Afasia

refleks tendon

visual (buta

Ataksia

kata)

Kelumpuhan Tanda babinski


syaraf

bilateral

Dimensia,

kranialis 3:

Disfagia

hemiopsia

gerakan

hemianopsia

Disathria

(kebutaan)

menggengga

, koreoatosis

Tremor,

kontra lateral

m, reflek

intention, dan

Afasia global

patologik

vertigo(gejala

disfasia

(disfungsi

serebellum)

lobus

Sinkop, stupor,

frontal)

koma, pusing,
dan gg. Daya
ingat
Diplopia,
nistagmus
Tinitus dan gg.
Pendengaran
Rasa baal di
wajah, mulut
atau lidah

Tabel 2.1 Area pembuluh darah otak yang terkena


stroke dan bentuk patologisnya

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

16

2.1.6 Klasifikasi Stroke


a) Klasifikasi stroke menurut perkembangan waktu :
1. Transient Iskemic Attack (TIA)
Dicirikan dengan episode dari defisit neurologi yang sembuh
selama waktu kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologik Defisit (RIND)
Dicirikan dengan adanya gangguan defisit neuroligik yang
berlangsung lebih dari 24 dan setelah hilang tidak meninggalkan
bekas/gejal kerusakan permanen.
3. Stroke In Evolution (SIE)
Mengarah sering terjangkitnya TIA sehingga otak mengalami
iskhemik dan mengarah ke infark. Pada tahap ini meninggalkan
defisit neurologik tapi dalam batas iskemik otak.
4. Completed Stroke
Defisit neurologik yang tidak berubah setelah lebih dari 2-3 hari.
Biasanya trombus dan emboli stroke serta perkembangan stroke dari
ruptur aneurisma dan biasanya memerlukan teknik rehabilitasi yang
relatif banyak.
b) Klasifikasi stroke menurut penyebabnya secara garis besar dibagi :
1. Stroke Hemoragik
Merupakan

perdarahan

serebral

dan

mungkin

perdarahan

subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada


daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
2. Stroke Non Hemoragik/ Iskemik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder . Kesadaran umumnya baik.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

17

c) Klasisifikasi berdasarkan letak oklusi/perdarahan :


1. Iskemi otak (thromboembolik)
2. Perdarahan Intraserebri (PIS)
3. Perdarahan Subaraknoid (PSA)

2.1.7 Penatalaksanaan Stroke


Penatalaksanaan yang biasa diterapkan untuk menghadapi kasus stroke
antara lain sebagai berikut.
a) Fase akut
Menurut Smeltzer & Bare (2008) penatalaksanaan klien stroke dalam
keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tempatkan pasien pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien
dengan stroke masif, karena henti pernafasan biasanya merupakan
faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini.
3. Pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi,
atelektasis, pneumonia) yang mungkin berkaitan dengan kehilangan
reflex jalan nafas, imobilitas, atau hipoventilasi.
4. Periksa jantung terhadap adanya abnormalitas dalam ukuran dan
irama serta tanda gagal jantung kongesif.
b) Konservatif
1. Medikamentosa
a. Thrombolytic therapy, untuk memperbaiki aliran darah dan
mencegah kematian sel pada stroke iskhemik untuk pengobatan
24 jam pertama seperti t-PA dan Proact-I.
b. Platelet inhibition/anticoagulant therapy diberikan pada 24 jam
kedua setelah pemberian thrombolitik therapy untuk mencegah
terbentuknya kembali kloting seperti heparin dan warfarin.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

18

c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk


menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma dan untuk pengobatan hipertermia.
d. Analgetik, untuk mengurangi nyeri hebat di kepala stroke
hemorhagik.
e. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah secara bertahap
dan vasopressor untuk meningkatkan tekanan darah setelah
tindakan clipping pada aneurysma.
f. Manitol yang berfungsi anti edema apabila TIK meningkat
2. Rehabilitasi
Program rehabilitasi dilakukan setelah 12-24 jam stroke terjadi untuk
mengurangi keterbatasan dan mengoptimalkan kemampuan yang
ada. Rehabilitasi yang dilakukan untuk pasien post stroke
membutuhkan waktu yang lama sehingga perlu adanya suatu tim
yang melibatkan pasien, keluarga dan perawat atau tenaga kesehatan
lainnya untuk meningkatkan fungsi yang optimal melalui fasilitas
kesehatan

baik melalui unit rawat jalan atau kunjungan rumah.

Sasaran utama program rehabilitasi adalah perbaikan mobilitas,


menghindari nyeri bahu, pencapaian perawatan diri, mendapatkan
kontrol kandung kemih, perbaikan proses fikir, pencapaian beberapa
bentuk komunikasi, pemeliharaan integritas kulit, perbaikan fungsi
keluarga dan tidak adanya komplikasi (Smeltzer & Bare, 2008).
c) Operatif
Tujuan utama dari tindakan operatif adalah untuk memperbaiki aliran
darah serebral. Prosedur operatif yang dapat dilakukan antara lain:
1. Endarterektomi karotis (CEA) membentuk kembali arteri karotis ,
yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

19

5. Craniektomi, lobektomi, clipping untuk mengatasi perdarahan pada


stroke haemorhagik.

2.1.8 Komplikasi Stroke


Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi ,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a) Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b) Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
c) Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.

2.2

Asuhan Keperawatan pasien Stroke

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian umum pada klien stroke menurut Smeltzer & Bare (2008),
adalah sebagai berikut :
a) Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan
dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon
terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
b) Ada atau tidaknya gerakan volunter atau involunter ekstremitas, tonus
otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
c) Kekakuan atau flaksiditas leher
d) Pembukaan mata, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan
posisi okular.
e) Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit
f) Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi,
suhu tubuh dan tekanan arteri.
g) Kemampuan untuk bicara.
h) Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap
24 jam.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

20

Setelah fase akut, kemudian perawat melakukan pengkajian pada fungsifungsi sebagai berikut :
a) Status mental (memori, lapang perhatian, persepsi, orientasi, afek,
bahasa/bicara)
b) Sensasi/persepsi (biasanya pasien mengalami penurunan kesadaran
terhadap nyeri dan suhu)
c) Kontrol motorik (gerakan ekstremitas atas dan bawah)
d) Fungsi kandung kemih
Pengkajian keperawatan kemudian berlanjut untuk memfokuskan pada
kerusakan fungsi pada aktivitas sehari-hari pasien karena kualitas hidup
setelah stroke sangat berkaitan dengan status fungsi pasien. Banyak metode
dalam melakukan pengkajian pada pasien stroke, salah satunya dapat
menggunakan model keperawatan Doengoes (2000) yang terdiri dari
beberapa komponen sebagai berikut.
a) Aktifitas/ istirahat
Tanda (Data Objektif):
Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis.
Gejala (Data Subjektif):
Gangguan tonus Otot
Gangguan penglihatan
Gangguan tingkat kesadaran
b) Sirkulasi
Tanda (Data Objektif):
Adanya penyakit jantung
Polisitemia
Riwayat hipotensi postural
Gejala (Data Subjektif):
Hipertensi arterial
Frekuensi, pulsasi, dan keteraturan nadi
Perubahan EKG

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

21

Desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka/ aorta yang


abnormal
c) Integritas ego
Tanda (Data Objektif):
Perasaan tidak berdaya
Perasaan putus asa
Gejala (Data Subjektif):
Emosi yang labil
Ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira
Kesulitan untuk mengekspresikan diri
d) Eliminasi
Tanda (Data Objektif):
Perubahan pola berkemih sepert; inkontinensia/ anuria.
Distensi abdomen ( distensi kandung kemih berlebihan )
Bising usus negative ( ileus paralitik)
e) Makanan/ cairan
Tanda (Data Objektif):
Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan
faringea).
Obesitas (faktor resiko)
Gejala (Data Subjektif):
Nafsu makan hilang
Mual,
Muntah selama fase akut (peningkatan TIK)
Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan
tenggorokan.
Dyspagia
Adanya riwayat diabetes , peningkatan lemak dalam darah
f) Hygiene
Tanda (Data Objektif):
Tercium bau tidak sedap
Tampak kotor

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

22

Berantakan
Penggunaan baju yang tidak sesuai
Gejala (Data Subjektif):
Tidak sanggup untuk melakukan perawatan diri
g) Neurosensori
Tanda (Data Objektif):
Status mental/ tingkat kesadaran
GCS
Lethargi
Apatis
Menyerang
Penurunan memori
Pemecahan masalah
Ekstremitas/ paralysis
Genggaman tidak sama
Reflek tendon melemah secara kontralateral
Pada wajah terjadi paralisi/ parese (ipsilateral)
Afasia motorik
Afasia reseftif/ sensorik
Kehilangan rangsang visual
Kehilangan rngsang pendengaran taktil/ agnosia)
Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saan pasien
ingin menggunakannya (apraksia)
Ukuran/ reaksi pupil tidak sama
Dilatasi/ miosis pupil ipsilateral ( perdarahan/ herniasi)
Kekakuan nukal biasanya karena perdarahan.
Kejang karena adanya pencetus perdarahan
Gejala (Data Subjektif):
Sinkope/ pusing ( sebelum serangan CSV/ selama TIA)
Sakit kepala
Kelemahan/ kesemutan kebas
Penglihatan menurun

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

23

Penglihatan ganda
h) Nyeri/ kenyamanan
Tanda (Data Objektif):
Tingkah laku yang stabil/ gelisah, ketegangan pada otot/ fasia
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda- beda
Gejala (Data Subjektif):
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda- beda
i) Pernafasan
Tanda (Data Objektif):
Ketidak mampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas
Timbulnya pernafasan sulit dan / atau tidak teratur
Suara nafas terdengar/ ronki (aspirasi sekresi)
Gejala (Data Subjektif):
Merokok (faktor resiko)
j) Keamanan
Tanda (Data Objektif):
Motorik/ sensorik, masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke
kanan)
Kesulitan untuk melihat obyek kesisi kiri (pada stroke kanan)
Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali obyek , warna/ kata dan wajah yang
pernah dikenalnya dengan baik
Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/ gangguan
regulasi suhu tubuh
Kesulitan dalam menelan, tidak mampu memenuhi kebutuhan
nutrisi sendiri
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, tidak sabar/ kurang kesadaran diri (stroke kanan)
k) Interaksi sosial
Tanda (Data Objektif):
Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

24

l) Penyuluhan/ pembelajaran
Tanda (Data Objektif):
Adanya riwayat hipertensi pada keluarga,
Stroke (faktor resiko)
Pemakaian kontrasepsi oral
Kecanduan alkohol

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan buku diagnosis dan NIC NOC Wilkinson (2011), ada beberapa
diagnosa yang dapat diangkat pada pasien dengan masalah neurologis
seperti stroke, antara lain:
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Faktor yang berhubungan: sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan
otak, vasospasme serebral, edema otak.
b) Hambatan mobilitas fisik.
Faktor yang berhubungan: kerusakan neuromuscular, penurunan
kekuatan dan ketahanan, nyeri/ ketidaknyamanan, program terapi medis,
kerusakan neuron motorik atas, gangguan persepsi, gangguan kognitif
c) Defisit perawatan diri.
Faktor yang berhubungan: kerusakan neuromuscular, penurunan
kekuatan dan ketahanan, intoleransi aktivitas, penurunan rentang
pergerakan sendi, kelemahan sekunder akibat penyakit, dan imobilitas
d) Kerusakan integritas kulit.
Faktor yang berhubungan: perubahan sensasi, hambatan mobilitas,
inkontinensia alvi atau urine, status nutrisi buruk.
e) Gangguan menelan.
Faktor yang berhubungan: paralisis otot sekunder akibat kerusakan
neuron motori bagian atas, kerusakan persepsi atau tingkat kesadaran
f) Hambatan komunikasi verbal.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

25

Faktor yang berhubungan: gangguan psikologis, afasia, ketidakmampuan


untuk bicara, ketidakmampuan untuk bicara secara jelas, trakeostomi,
dan kelemahan otot.
g) Risiko cedera.
Faktor risiko: disfungsi sensori (misalnya gangguan penglihatan),
kognitif, defisit psikomotorik sekunder akibat kompresi atau pergeseran
jaringan otak, kelemahan otot, dan gaya berjalan yang tidak stabil.

2.2.3 Rencana Intervensi Keperawatan


Prinsip intervensi pada pasien dengan stroke antara lain sebagai berikut
(Smeltzer & Bare, 2001; Doengoes, 2000)
a) Memperbaiki perfusi jaringan serebral
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
ini diantaranya adalah : monitor tanda vital dan status neurologis
sehingga perawat mampu mendeteksi indikasi kondisi yang memburuk
atau membaik pada pasien; mempertahankan venous return dari otak
dengan cara meninggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat; monitor
TIK dan respon neurologis terhadap aktivitas perawatan karena TIK
dapat meningkat bersamaan dengan perubahan posisi dan gerakan.
b) Mempertahankan jalan nafas yang efektif
Untuk mempertahankan jalan nafas yang efektif, dilakukan tindakantindakan seperti : kaji suara nafas, kaji kepatenan dan fungsi respirasi;
waspadai adanya suara-suara tambahan; bersihkan jalan nafas pasien
dengan suctioning atau dengan nafas dalam dan batuk efektif saat pasien
sudah melewati fase akut dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda
peningkatan tekanan intra kranial (TIK); atur posisi pasien agar tidak
terjadi aspirasi.
c) Memperbaiki mobilitas dan mencegah deformitas
Tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki mobilitas dan mencegah
deformitas meliputi : berikan posisi yang benar, atur posisi tidur yang
tepat, gunakan papan kaki selama periode flaksid, cegah adduksi bahu

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

26

dengan meletakan satu buah bantal di aksila ketika terdapat keterbatasan


rotasi eksternal,cegah rotasi panggul, ubah posisi setiap 2 jam, lakukan
latihan ROM, siapkan pasien untuk ambulasi
d) Mencapai komunikasi efektif
Bila berbicara dengan pasien penting untuk menarik perhatian pasien,
berbicara lambat dan mempertahankan bahasa dengan instruksi yang
konsisten. Satu instruksi diberikan pada satu kesatuan waktu dan
sediakan waktu untuk proses menjawab.
e) Mempertahankan integritas kulit
Selama fase akut tempat tidur khusus dapat digunakan sampai pasien
mampu bergerak mandiri atau bergerak dengan bantuan. Jadwal
mengubah posisi dan membalikkan tubuh secara teratur harus diikuti
dengan meminimalkan tekanan dan mencegah kerusakan kulit. Alat
penghilang tekanan dapat dipakai tetapi mungkin tidak digunakan pada
aktivitas membalik tubuh.
f) Mencapai kemampuan perawatan diri
Segera setelah pasien dapat duduk, libatkan dalam perawatan diri secara
bertahap, seperti menyisir, mengganti baju, menggosok gigi dan lain-lain.

2.2.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan menurut
Smeltzer & Bare(2001) antara lain:
a) Mencapai peningkatan mobilitas
Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop
Berpartisipasi dalam program latihan
Mencapai keseimbangan saat duduk
Penggunaan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi
hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplegia
b) Tidak mengeluh adanya nyeri bahu
Adanya mobilisasi baku; latihan bahu
Lengan dan tangan dinaikkan sesuai interval

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

27

c) Dapat merawat diri, dalam bentuk perawatan kebersihan dan


menggunakan adaptasi terhadap alat-alat
d) Pembuangan kandung kemih dapat diatur
e) Berpartisipasi dalam program meningkatkan kognitif
f) Adanya peningkatan komunikasi
g) Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya kerusakan
Memperlihatkan turgor kulit tetap normal
Berpartisipasi aktif dalam membalikkan tubuh dan posisi
h) Anggota keluarga memperlihatkan tingkah laku yang positif dan
menggunakan mekanisme koping
Mendukung program latihan
Turut aktif ambil bagian dalam proses rehabilitasi
i) Tidak terjadi komplikasi
Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas normal untuk
pasien
Gas darah arteri dalam batas normal

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

Bab ini akan menjabarkan mengenai asuhan keperawatan kepada pasien kelolaan
dengan masalah stroke iskemik yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,
rencana intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi

3.1

Ringkasan Kasus
Tn S (69 tahun) datang ke IGD RSUP Persahabatan pada tanggal 5 Mei
2013 setelah tiba-tiba merasa lemah dan tidak dapat menggerakkan separuh
badannya. Kejadian terjadi pagi hari setelah pasien bangun tidur. Pasien
sempat tidak sadarkan diri di rumah. Pasien mengeluh sakit kepala dan
separuh badan sebelah kiri terasa kebas dan tidak dapat digerakkan. Bicara
pelo (+), deviasi lidah ke kiri (+), mual (-), muntah (-). TD 180/110 mmHg,
N: 112 x/ menit, RR: 22x/ menit, S: 37C. Hasil CT scan menunjukkan
terdapat lesi iskemik pada lobus frontal kanan dan pons, selain itu tidak
terlihat lesi perdarahan atau lesi lainnya, sehingga dapat dikatakan stroke
yang dialami pasien merupakan stroke iskemik. Pasien merupakan
pensiunan PNS KAI. Pasien tidak memiliki istri maupun anak, saat ini
pasien tinggal menumpang dengan kerabatnya.

3.2

Asuhan Keperawatan

3.2.1 Pengkajian dengan Menggunakan Model Keperawatan


a) Aktifitas/ Istirahat
Gejala (Subjektif)
Pasien merupakan pensiunan PNS, aktivitasnya sehari-hari di rumah
adalah mengobrol dengan tetangga. Pasien mengatakan jarang
melakukan olah raga, olah raga yang dilakukan hanya berjalan di sekitar
rumah. Pasien mengatakan penglihatannya sudah memburuk sehingga
membuatnya malas dan kesulitan untuk beraktivitas. Saat ini pasien
mengeluhkan merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena
kelemahan pada ekstremitas di sebelah kiri. Pasien mengatakan masih

Universitas Indonesia

28

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

29

merasakan sensori pada ekstremitas yang mengalami hemiparesis.


Separuh badan sebelah kiri terasa berat dan kaku saat digerakkan. Pasien
mengatakan dapat tidur dengan cukup. Jam tidur pasien tidak menentu,
rata-rata pasien tidur sebanyak 7 jam di malam hari, namun 2-3 kali
terbangun untuk buang air kecil. Pasien juga tidur 1-2 jam di siang hari.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak berbaring dan melakukan seluruh aktivitas di tempat
tidur. Aktivitas pasien dibantu keluarga. Terdapat keterbatasan rentang
gerak pada ekstremitas kiri dengan nilai

5555
5555

kekuatan otot

1111
1111

Ada perbedaan antara kekuatan genggaman tangan kanan dengan kiri


pasien. Pasien tampak tidak dapat mengangkat ekstremitas atas dan
bawah kirinya. Mata pasien tampak kemerahan dan berair. Tampak
selaput katarak pada kedua mata pasien.
b) Sirkulasi
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan tidak tahu dirinya memiliki darah tinggi karena tidak
mengontrol kesehatannya secara rutin. Pasien mengeluh sering pusing
dan nyeri kepala.
Tanda (Objektif)
Tekanan darah pasien saat masuk ke IGD adalah 180/110 mmHg, N: 112
x/ menit kuat, regular, RR: 22x/ menit, S: 37C. Selama dirawat hasil
observasi tekanan darah pasien adalah sebagai berikut.
Waktu

8-5-13

9-5-13

10-5-13

11-5-13

12-5-13

13-5-13

14-5-13

06.00

150/100

180/100

170/100

150/100

140/90

150/90

140/80

12.00

180/100

170/100

130/80

140/90

150/90

150/90

150/90

18.00

170/100

180/100

140/90

130/90

150/90

160/90

150/100

Tabel 3.1 Observasi tekanan darah Tn S (dalam mmHg)

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

30

Bunyi jantung S1/S2 (+) normal, murmur (-), gallop (-). Tidak ada
pembesaran vena jugularis. Pada hasil EKG pasien tanggal 5/5/13
terdapat gambaran sinus takikardi. Sirkulasi jaringan perifer pasien
digambarkan dengan CRT < 2 detik, akral hangat, dan konjunctiva tidak
anemis.
c) Integritas Ego
Gejala (Subjektif)
Pasien merasa sedih karena saat ini hanya hidup sendiri, pasien merasa
cemas mengenai dimana pasien akan tinggal setelah keluar dari rumah
sakit. Pasien merasa keluarganya kurang memberikan perhatian kepada
dirinya baik ketika sakit maupun ketika sehat.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak sering marah kepada keluarga yang menunggunya.
Terlihat sesekali memanggil keluarganya dengan nada suara yang keras.
Pasien juga tampak sedih saat menceritakan hidupnya yang terluntanglantung karena tidak ada yang merawat.
d) Eliminasi
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan frekuensi BAB ketika dirawat 1-2 x sehari,
konsistensi lunak. Pasien mengeluh tidak dapat menahan kencingnya..
Pasien mengatakan hal ini juga sudah terjadi sebelum pasien mengalami
stroke namun terasa lebih parah setelah pasien terserang stroke. Loag
(1989) dalam Hariyati (2000) mengatakan retensi urin bisa terjadi pada
pasien stroke, tetapi yang lebih sering terjadi adalah kondisi
ketidakmampuan mengontrol keluarnya urin/ inkontinensia urine. Pasien
mengatakan kemaluannya terasa sakit jika menahan kencing.
Tanda (Objektif)
Pasien menggunakan diapers untuk membantu memudahkan eliminasi
selama dirawat. Konsistensi feses saat diganti diapers tampak lunak.
Bisung usus terdengar di 4 kuadran dengan frekuensi normal, dan tidak

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

31

ditemukannya distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan).


Beberapa kali laken pasien terlihat basah karena pasien tidak dapat
menahan kencingnya sebelum diambilkan pispot untuk buang air kecil.
e) Makanan/ Cairan
Gejala (Subjektif)
Pasien tidak memiliki pantangan makanan apapun. Karena tinggal
sendiri, makanan yang paling sering dikonsumsi adalah makanan warteg.
Makanan yang sering ia konsumsi adalah tahu, tempe, dan sayur bening.
Pasien mengatakan tidak terlalu suka dengan daging-dagingan seperti
kambing, sapi, atau ayam.. Selama dirawat nafsu makan pasien baik,
dapat menghabiskan - 1 porsi makanan. Pasien mengeluhkan sedikit
mual, muntah (-), gangguan menelan (-). Klien minum sekitar 1 botol air
mineral ukuran 1,5 liter.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak kurus dengan BB: 66 kg, TB : 160 cm, IMT : 25,78.
GDS: 99 mg/dL. Membran mukosa mulut lembab, terdapat karies gigi
dan gigi klien banyak yang tanggal, tersisa sekitar 15 gigi, turgor kulit
baik. Kadar kolesterol total pasien masih dalam rentang normal yakni
129 mg/dL. Pasien tidak tampak anemis, Hb: 14,4 g/dL.
f) Hygiene
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan ingin mandi ke kamar mandi karena selama dirawat
belum pernah mandi. Keluarga mengatakan mengganti diapers pasien
setiap hari, selama penggantian diapers keluarga juga mengelap pasien
dan mengganti baju pasien. Pasien mengatakan lakennya sering basah
karena terkena air kencing pasien. Pasien mengatakan tidak bermaksud
mengompol, tetapi hal tersebut dikarenakan keluarganya terlalu lama
mengambil pispot.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

32

Tanda (Objektif)
Laken pasien sering basah karena terkena ompolan pasien. Walaupun
menggunakan diapers pasien sering membuka diapersnya untuk kencing
di pispot. Tapi kejadian yang lebih sering ditemukan pasien tidak dapat
menahan buang air kecil sebelum sempat mengambil pispot, sehingga air
kencingnya membasahi laken.
g) Neurosensori
Gejala (Subjektif)
Pasien datang ke IGD RSUP Persahabatan setelah tiba-tiba merasa
lemah dan tidak dapat menggerakkan separuh badannya. Kejadian terjadi
pagi hari sehabis pasien bangun tidur. Pasien sempat tidak sadarkan diri
di rumah. Ketika terjadi serangan pasien mengeluhkan sakit kepala yang
hebat dan separuh badan sebelah kiri terasa kebas dan tidak dapat
digerakkan. Mual (+), muntah (-).
Tanda (Objektif)
Tingkat kesadaran compus mentis dengan GCS E4V6M5. Pasien tampak
bisa merespon komunikasi dengan baik. Bicara pelo (+), deviasi lidah ke
kiri (+), ukuran/ reaksi pupil sama/ isokhor, reflek cahaya (+). Reflek
tendon melemah secara kontralateral. Kekuatan genggaman tidak sama
antara tangan kanan dan kiri, yakni tangan kiri lebih lemah disbanding
kanan. Hasil CT scan menunjukkan terdapat lesi iskemik pada lobus
frontal kanan dan pons, selain itu tidak terlihat lesi perdarahan atau lesi
lainnya, sehingga dapat dikatakan stroke yang dialami pasien merupakan
stroke iskemik.
h) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala (Subjektif)
Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri kepalanya sudah
jauh berkurang, hanya sesekali pusing. Pasien mengeluhkan nyeri di
daerah punggungnya. Pasien juga mengeluhkan pegal di seluruh badan
karena bedrest terlalu lama.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

33

Tanda (Objektif)
Terdapat luka dekubitus grade I di daerah tulang sakrum. Hal ini dapat
terjadi karena kondisi imobilisasi pasien dan inkontinensia urine pada
pasien yang mengakibatkan kondisi laken pasien sering basah dan
menambah resiko terjadinya kerusakan integritas kulit pada pasien. Nilai
leukosit darah pasien memiliki kenaikan yakni 14,40 ribu/mm3 (Normal:
5-10 ribu/mm3).
i) Pernafasan
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada pernafasannya. Keluarga
mengatakan pasien sudah merokok sejak remaja. Pasien mengatakan
dalam sehari merokok sebanyak kurang lebih setengah bungkus.
Tanda (Objektif)
Selama dirawat di rumah sakit pasien belum merokok, tampak sesekali
pasien meminta rokok kepada keluarganya. Dispnea (-) RR: 22x/menit,
penggunaan otot bantu napas (-), pergerakan dada simetris, suara nafas
vesikuler (+/+), wheezing (-), ronchi (-).
j) Keamanan
Gejala (Subjektif)
Keluarga mengatakan pasien selalu meminta untuk ke kamar mandi
walaupun kondisinya masih lemah, jika tidak dituruti pasien akan
memaksa dan pergi ke kamar mandi dengan usaha sendiri. Pasien
mengatakan penglihatannya sudah kabur.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak sesekali beranjak turun dari tempat tidurnya untuk ke
kamar mandi dalam kondisi hemiparesis tanpa bantuan keluarga atau
perawat. Penglihatan berkurang, katarak (+). Klien tampak pernah
menggantungkan kaki di samping tempat tidur untuk mencoba bangun.
Restrain terpasang di kedua sisi tempat tidur

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

34

k) Interaksi Sosial
Gejala (Subjektif)
Pasien

mengatakan

sering

melakukan

interaksi

sosial

dengan

tetangganya. Keluarga juga mengatakan pasien tidak memiliki masalah


interaksi sosial sebelumnya. Pasien mengatakan pernah menikah tetapi
hanya dalam jangka waktu yang singkat, karena istrinya sudah
meninggal dunia. Saat ini pasien tidak memiliki istri maupun anak.
Tanda (Objektif)
Terdapat masalah bicara pada pasien karena paralisis sebelah wajah
(bicara pelo) sehingga pengucapan kalimat pasien kurang jelas. Pasien
dapat berkomunikasi dengan cukup baik selama dirawat di ruangan.
Pasien juga tampak berinteraksi dengan baik dengan teman satu
kamarnya. Pasien dapat merespon sesuai dengan yang diinginkan
walaupun terkadang jawaban yang diberikan keluar dari topik yang
ditanyakan. Pasien juga terkadang memberikan jawaban yang tidak jelas
seperti ketika ditanya dimana pasien tinggal, pasien menjawab dengan
mengatakan bahwa ia tinggal di IGD Persahabatan.
l) Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala (Subjektif)
Pasien baru menjalani operasi hernia sekitar 5 bulan yang lalu di RSUP
Persahabatan. Riwayat DM (-). Pasien merupakan perokok aktif.
Keluarga mengatakan pasien sudah merokok sejak remaja. Pasien dan
keluarga tidak mengetahui riwayat penyakit genetik atau pun menular
pada keluarganya.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak tidak tahu mengenai masalah kesehatan yang dialaminya.
Pasien juga mengatakan tidak dibawa ke rumah sakit dengan segera
yakni > 12 jam setelah serangan stroke. Pasien dan keluarga juga tidak
mengetahui bagaimana perawatan stroke yang harus diperhatikan oleh
pasien dan keluarga baik saat fase akut maupun saat di rumah.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

35

3.2.2 Diagnosa Keperawatan

Data

Masalah
Keperawatan

Data Subjektif:

- Pasien tidak tahu memiliki hipertensi karena tidak


mengontrol kesehatan secara rutin
- Pasien merupakan perokok aktif. Keluarga mengatakan
pasien sudah merokok sejak remaja.
- Pasien merokok kurang lebih setengah bungkus/ hari
- Pasien mengeluh sakit kepala dan separuh badan
sebelah kiri terasa kebas dan tidak dapat digerakkan
Data Objektif:
- Kesadaran: compus mentis
- GCS: E4V6M5

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral

- TD 180/110 mmHg, N 112x/menit, RR 22x/menit


- Deviasi lidah ke kiri
- Bicara pelo
- Hemiparesis sinistra
- Hasil CT Scan
- Ada gambaran lesi iskemik pada lobus frontal
kanan dan pons
- Tidak terlihat lesi perdarahan atau lesi lainnya
Data Subjektif:

- Pasien mengeluhkan kelemahan pada ekstremitas di


sebelah kiri
- Separuh badan sebelah kiri terasa terasa berat dan kaku Hambatan mobilitas
fisik
saat digerakkan
Data Objektif:
- Pasien tampak berbaring dan melakukan seluruh
aktivitas di tempat tidur

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

36

- Ada perbedaan antara kekuatan genggaman tangan


kanan dengan kiri pasien.
- Pasien tampak tidak dapat mengangkat ekstremitas atas
dan bawah kirinya.

- Terdapat keterbatasan rentang gerak pada ekstremitas


kiri dengan nilai kekuatan otot
5555

1111

5555

1111

- Hasil CT Scan
- Ada gambaran lesi iskemik pada lobus frontal
kanan dan pons
Data Subjektif
- Pasien mengeluhkan nyeri di daerah punggungnya
- Pasien mengatakan lakennya sering basah terkena
kencing karena pasien tidak dapat menahan kencingnya
Data Objektif

Kerusakan

- Dekubitus grade I pada area tulang sakrum

integritas kulit

- Beberapa kali laken pasien terlihat basah karena pasien


tidak dapat menahan kencingnya sebelum diambilkan
pispot untuk buang air kecil.
- Penggunaan diapers (+)
- Keterbatasan ROM (+)
Tabel 3.2 Analisis data pengkajian

Dari analisa tersebut, diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada kasus
Tn S antara lain:
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d sumbatan pembuluh
darah otak, vasospasme serebral
b) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan
kekuatan dan ketahanan
c) Kerusakan integritas kulit b.d hambatan mobilitas, inkontinensia urine

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

37

3.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
NOC (Nursing Outcomes Classification)
Pasien akan:
-

Mempunyai sistem saraf pusat dan perifer yang utuh

Menunjukkan fungsi sensorimotor cranial yang utuh

Menunjukkan fungsi otonom yang utuh

Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif

Terbebas dari aktivitas kejang

Tidak mengalami sakit kepala

Intervensi NIC
Mandiri:
1. Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi
individu/ penyebab koma/ menurunnya perfusi serebral dan
potensial meningkatnya ICP.
Rasional: Memperngaruhi intervensi yang akan diberikan
2. Monitoring/ dokumentasikan status neurologi secara frekuensi
dan membandingkannya dengan nilai dasar.
Rasional: Mengkaji kecenderungan kesadaran dan potensial
timbulnya ICP dan berguna untuk menentukan lokasi luas dan
progresi kerusakan CNS
3. Monitor TTV:
- Hipertensi/ hipotensi
Rasional: Fluktuasi tekanan dapat terjadi karena tekanan
cerebral atau cedera pada area vasomotor otak
- Denyut jantung dan rytme; auskultasi murmur
Rasional:

Perubahan

kecepatan

denyut,

khususnya

bradikardia dapat menyebabkan kerusakan otak


- Respirasi, tidak ada pola dan ritme seperti periode apnea
setelah hiperventilasi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

38

Rasional: Ketidakteraturan dapat memberikan lokasi


cerebral yang rusak/ meningkatnay ICP dan butuh
intervensi, termasuk dukungan untuk espirasi
4. Mengevaluasi

pupil,

ukurannya,

bentuknya,

equality,

reaktivitas terhadap cahaya.


Rasional: Reaksi pupil diatur oleh oculomotor (III) saraf
kranial dan berguna untuk menentukan bagian mana dari otak
yang mengalami gangguan
5. Dokumentasikan

perubahan

dalam

penglihatan

seperti

penglihatan yang kabur, perubahan lapang pandang atau


kedalaman persepsi
Rasional: Perubahan reflek spesifik visual pada otak
menyulitkan, mengindikasikan perhatian keamanan dan
pengaruh dalam memilih intervensi
6. Posisi dengan sedikit elevasi dan pada posisi netral atau
berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung
(beri bantal tipis).
Rasional:

Berkurangnya

tekanan

arteri

dengan

mempromosikan pengairan vena dan dapat meningkatkan


sirkulasi cerebral / perfusi
7. Pertahankan bedrest, berikan lingkungan yang tenang, batasi
pengunjung/ aktivitas yang diindikasikan. Berikan waktu
untuk istirahat di antara aktivitas.
Rasional: Stimulasi yang terus-menerus/ aktivitas dapat
meningkatkan ICP.
8. Kaji kerigitan nuchal, meningkatnya kelelahan, irritabilitas.
Rasional: Mengindikasikan iritasi mengingeal khususnya pada
gangguan hemoragik.
Kolaborasi:
1. Berikan tambahan oksigen bila diperlukan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

39

Rasional: Menurunkan hipoksemia yang dapat disebabkan


oleh vasodilatasi serebral dan meningkatkan tekanan dan
edema
2. Berikan obat-obatan yang dianjurkan:
- Trombolitik intravena , aktivator jaringan plasminogen.
Rasional: Terbukti untuk akut stroke
- Antikoagulan, antiplatelet, antihipersensitif.
Rasional: Bisa digunakan untuk meningkatkan aliran darah
cerebral dan mencegah clotting
- Vasodilator perifer, neuroprotective agen.
Rasional: Digunakan untuk meningkatkan hubungan
sirkulasi atau menurunnya vasospasme
- Phenytoin (Dilantin), Phenobarbital
Rasional: Digunakan untuk mengontrol serangan dan
untuk efek sedatif
3. Mempersiapkan untuk pembedahan yang pantas seperti
carotid endarterectomy, microvaskular bypass, cerebral
angioplasty.
Rasional: Diperlukan untuk memutuskan situasi, mengurangi
tanda neurologis/ risiko stroke berulang
b) Hambatan mobilitas fisik
NOC (Nursing Outcomes Classification)
Pasien akan:
- Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi, jika diperlukan
- Melakukan ADL secara mandiri dengan alat bantu
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot.
- Menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi NIC
Mandiri:
1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur. Klasifkasikan skala 1-4.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

40

Rasional: Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat


memberikan informasi mengenai pemulihan
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika
diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
Rasional:

Menurunkan

risiko

terjadinya

trauma/iskemia

jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi


yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar
menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus
3. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari
jika pasien dapat mentoleransinya.
Rasional:

Membantu

mempertahankan

ekstensi

pinggul

fungsional; tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas


terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernafas
4. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan laatihan
seperti

latihan

quadrisep/gluteal,

meremas

bola

karet,

melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.


Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan
5. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan
papan kaki (foot board) selama periode paralysis flaksid.
Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional: Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali.
6. Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi
tegak, sesuai indikasi.
Rasional: Selama paralis flaksid, penggunaan penyangga dapat
menurunkan risiko terjadinya subluksasio lengan dan sindrom
bahu-lengan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

41

7. Evaluasi

penggunaan

dari/kebutuhan

alat

bantu

untuk

pengaturan posisi dan/atau pembalut selama periode paralisis


spastik.
Rasional: Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor
lebih kuat dibandingkan dengan otot ekstensor.
8. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi
pada tangan.
Rasional: Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
9. Tinggikan tangan dan kepala.
Rasional: Meningkatkan aliran balik vena dan membantu
mencegah terbentuknya edema
10. Tempatkan hand roll keras pada telapak tangan dengan jarijari dan ibu jari saling berhadapan.
Rasional: Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi
jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi
normal (posisi anatomis).
11. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional: Mempertahankan posisi fungsional
12. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan/bantalan
trokanter.
Rasional: Mencegah totasi eksternal pada pinggul
13. Gunakan papan kaki secara berganti, jika memungkinkan.
Rasional: Penggunaan yang kontiniu dapat menyebabkan
tekanan yang berlebihan pada sendi peluru kaki, meningkatkan
spastisitas dan secara nyata meningkatkan fleksi plantar
14. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau
tanda lain dari gangguan sirkulasi.
Rasional: Jaringan yang mengalami edema lebih mudah
mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
15. Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol
secara teratur. Lakukan masase secara berhati-hati pada daerah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

42

kemerahan dan berikan alat bantu seperti bantalan lunak kulit


sesuai kebutuhan.
Rasional: Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling
berisiko untuk terjadinya penurunan perfusi/iskemia
16. Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk berpartisipasi
dalam aktivitas/latihan dan mengubah posisi.
Rasional:

Meningkatakan

perkembangan/peningkatan

dan

harapan

terhadap

memberrikan

perasaan

kontrol/kemandirian
17. Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan

ektremitas

yang

tidak

sakit

untuk

menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami


kelemahan.
Rasional: Meningkatkan harapan terhadap perkembangan/
peningkatan dan memberikan perasaan kontrol/kemandirian
Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan
resistif, dan ambulansi pasien.
Rasional: Program khusus dapat dikembangkan untuk
kebutuhan rehabilitasi pasien
c) Kerusakan integritas kulit
NOC (Nursing Outcomes Classification)
Pasien akan:
- Menunjukkan penyembuhan luka primer
- Menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau perawatan luka
yang optimal
- Tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
- Nekrosis dan perluasan luka ke jaringan di bawah kulit
berkurang atau tidak ada
- Eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal.
Intervensi NIC
Mandiri:

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

43

1. Kaji luas, kedaaman luka dan proses penyembuhannya


Rasional: Mengetahui luas dan kerusakan jaringan
2. Lakukan perawatan luka dngan teknik steril
Rasional: Mengurangi terjadinya infeksi
3. Menggunakan APD lengkap ketika merawat luka
Rasional: Luka yang bersih akan mempercepat proses
penyembuhan dan tumbuhnya jaringan granulasi
4. Jaga kebersihan luka dan lingkungan sekitar luka
Rasional: APD lengkap sebagai bagian dari safety perawat dan
pasien
5. Menganjurkan klien untuk pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
Rasional: Perubahan posisi setiap dua jam sekali mengurangi
penekanan pada aera luka
6. Motivasi klien untuk menghabiskan makanan
Rasional: Nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat proses
penyembuhan luka
Kolaborasi:
1. Berikan terapi medis: antibiotic
Rasional: Pemberian antibiotik mencegah terjadinya proses
infeksi/ sepsis

3.2.4 Implementasi dan Evaluasi


Pasien dirawat selama 10 hari di ruangan tetapi karena terbentur hari libur
dan hal lainnya mahasiswa hanya mengelola selama 7 hari (8-15 Mei 2013).
Pada hari kelolaan pertama mahasiswa telah berkolaborasi dengan tenaga
medis mengenai rencana terapi yang akan diberikan kepada pasien. Rencana
terapi tersebut salah satunya antara lain melakukan latihan ROM dan
positioning. Hal yang pertama dilakukan adalah menjelaskan kepada pasien
mengenai latihan ROM, manfaat, dan komplikasi yang didapat jika tidak
melakukan latihan. Mahasiswa juga menanyakan kondisi pasien saat itu, jika
pasien merasa pusing atau lelah latihan ROM akan ditunda pada pertemuan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

44

selanjutnya. Kekuatan otot pasien sebelum dilakukan latihan ROM adalah 5


pada ekstremitas kanan dan 1 pada ekstremitas kiri.
Latihan ROM hanya dilakukan pada ekstremitas atas dan bawah karena
kesulitan untuk melakukan ROM pada daerah lain dengan kondisi berbaring.
Pasien mengalami keterbatasan gerak pada ekstremitas sebelah kiri. Jenis
ROM yang dilakukan adalah aktif pada ekstremitas kanan dan pasif pada
ekstremitas kiri. Ketika dilakukan ROM pada ekstremitas kiri, pasien
mengeluhkan rasa nyeri skala 3 dan kaku pada otot-otot kakinya ketika kaki
digerakkan ke atas. Pelaksanaan latihan ROM dilakukan kurang lebih
selama 15 menit. Pasien dan keluarga berpartisipasi dengan baik selama
diberikan latihan. Pasien juga tampak memiliki motivasi yang besar untuk
bisa kembali ke kondisi semula.
Selain itu mahasiswa juga memantau status perfusi serebral dan tanda-tanda
peningkatan TIK pada pasien. Didapatkan data kesadaran pasien compus
mentis, pupil isokhor, muntah (-), pusing (+) sedikit, hemiparesis sinistra
(+), bicara pelo (+). Pasien tampak bisa merespon komunikasi dengan baik.
Pasien juga diberikan edukasi mengenai hal-hal yang harus dihindari untuk
menghindari peningkatan TIK seperti menghindari mengejan, melaporkan
kepada perawat apabila batuk atau konstipasi agar dapat diatasi, pasien juga
dianjurkan untuk bedrest dengan posisi kepala 15-30. Tekanan darah pasien
pada hari itu masih tinggi yakni 180/100 mmHg, dengan N: 80x/menit, RR:
18x/menit, S: 36,7C.
Intervensi lain yang diimplementasikan adalah memberikan positioning
kepada pasien. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien mengalami
dekubitus stage I di area sakrum. Hal ini dapat terjadi karena kondisi
imobilisasi pasien dan inkontinensia urine pada pasien yang mengakibatkan
kondisi laken pasien sering basah dan menambah resiko terjadinya
kerusakan integritas kulit pada pasien. Mahasiswa juga menghindari
perburukan luka dengan mengganti diapers dan laken pasien dengan yang
bersih. Selain itu juga merawat luka pasien dengan mengoleskan virgin
coconut oil (VCO) atau minyak kelapa pada luka pasien sambil memberikan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

45

massage lembut pada punggung pasien untuk melancarkan aliran darah


daerah punggung pasien.
Intervensi yang sama dilakukan pada hari kedua sampai dengan hari
kelolaan terakhir. Dari hasil implementasi tersebut didapatkan hasil antara
lain dari masalah gangguan perfusi serebral pasien tidak ditemukannya
tanda-tanda peningkatan TIK, kondisi tekanan darah pasien juga tergolong
lebih stabil namun masih cukup tinggi dengan angka antara 130-150 mmHg
pada sistol dan 80-100 mmHg pada diastol. Tindakan kolaborasi juga
dilakukan untuk menjaga keadekuatan perfusi jaringan serebral pasien
dengan memberikan injeksi citicolin 3x500 mg untuk menjaga dan
mengurangi kerusakan jaringan otak, lovenox 2x1 ampul sebagai
antikoagulan, mecobalamin 2x500 mg, dan juga Captopril 25 mg untuk
menurunkan tekanan darah pasien.
Untuk masalah kerusakan mobilitas fisik ditemukan hasil adanya
peningkatan kekuatan tonus otot pada pasien setelah dilakukan ROM. Saat
pertama kali dikaji pasien tidak dapat menggerakkan ekstremitas kirinya,
tapi setelah dilakukan latihan ROM selama 7 hari selama 15 menit oleh
mahasiswa, dan latihan yang diberikan oleh keluarga didapatkan kekuatan
otot pada ekstremitas kiri pasien bertambah yakni menjadi 2 yang
ditunjukkan dengan pasien kini dapat mengepal dan membuka telapak
tangannya. Pasien juga dapat sedikit menahan tangannya melawan gravitasi.
Pasien juga mengatakan tubuhnya terasa lebih bugar setelah melakukan
ROM.
Pada masalah kerusakan integritas kulit, dari intervensi positioning,
massage, dan perawatan luka dengan VCO didapatkan hasil tidak adanya
perluasan luka dekubitus. Luka dekubitus tampak membaik dengan grade I.
Pasien juga lebih jarang mengeluhkan nyeri pada punggungnya.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

BAB IV
ANALISIS SITUASI

Bab ini berisi pembahasan mengenai analisis masalah keperawatan dengan konsep
terkait KKMP dan konsep kasus terkait. Selain itu bab ini juga membahas analisis
salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait.
4.1

Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan


Konsep Kasus Terkait
Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia. Menurut World Health Organization (WHO), badan lembaga
kesehatan dari PBB, terdapat hampir sekitar 17 juta orang meninggal dunia
akibat penyakit degeneratif setiap tahun (Depkes RI, 2005). Penyakit
degeneratif merupakan penyakit tidak menular yang dapat dijadikan
gambaran pola hidup sehat seorang individu. Penyakit tidak menular kini
merupakan pokok permasalahan di dunia kesehatan menggeser kedudukan
penyakit menular. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian
yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua
pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. Di beberapa daerah
yang tingkat kesehatannya lebih baik, penyakit menular sudah relatif
berkurang dan beralih ke penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung
dan pembuluh darah, diabetes melitus, penyakit kronik dan degeneratif
lainnya (Kemenkes, 2007).
Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan daerah
urban atau perkotaan. Sebagai salah satu bentuk penyakit degeneratif, stroke
merupakan penyebab utama kematian di daerah perkotaan. Angka kematian
pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke mencapai
15,9%. Sementara itu angka kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di
daerah perkotaan akibat stroke mencapai 26,8%.
Tingginya angka stroke di daerah perkotaan ini dapat disebabkan oleh pola
hidup masyarakat perkotaan yang kurang sehat yang dapat meningkatkan

Universitas Indonesia

46

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

47

faktor resiko stroke, seperti konsumsi makanan tinggi kolesterol, merokok,


kurang berolahraga, dsb. Hatma (2007) mengatakan lifestyles atau pola
hidup serta kondisi lingkungan dimana seseorang hidup besar pengaruhnya
terhadap derajat status kesehatan sesesorang.
Almatsier (2002) dalam Aini (2012) menyebutkan peningkatan pendapatan
pada kelompok masyarakat tertentu terutama diperkotaan menyebabkan
perubahan dalam gaya hidup terutama pola makan. Pola makan tradisional
yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar dan rendah lemak berubah
ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi
lemak sehingga menggeser mutu makanan ke arah tidak seimbang. Hal ini
dapat dilihat dengan maraknya restoran-restoran yang menyajikan fastfood
di area perkotaan.
Perubahan pola makan ini dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya
makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan
globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan
berkurangnya aktivitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan ini berakibat
semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalami masalah gizi
lebih. (Almatsier, 2002 dalam Aini, 2012). Masalah gizi lebih tersebut
menimbulkan tingginya angka obesitas di perkotaan yang juga dapat
berhujung pada penyakit diabetes mellitus yang juga merupakan faktor
resiko dari stroke.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 Mereka yang tinggal di daerah
urban rata-rata kadar kolesterol (212.24 mg/dl) secara signifikan lebih tinggi
dari pada mereka yang tinggal di daerah rural (204.71 mg/dl). Data lain
menunjukkan rata-rata kadar kolesterol lebih tinggi pada mereka yang
merokok dan yang aktifitas fisiknya tergolong kurang dibandingkan dengan
mereka yang tidak merokok dan aktifitasnya cukup dan perbedaan rata-rata
kadar kolesterol ini secara statistik bermakna. Rata-rata kadar kolesterol
mereka yang mengalami stress lebih tinggi secara bermakna dibandingkan
mereka yang tidak stress. Secara keseluruhan, nampak bahwa rata-rata kadar
kolesterol darah lebih tinggi pada daerah urban, dengan daerah urban pada

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

48

propinsi-propinsi di Pulau Sulawesi-Kalimantan merupakan yang tertinggi


pertama (219,61), diikuti oleh Sumatera (214,05), Jawa-B ali (210,06) dan
NTT-NTB-Maluku-Irian (204,10)
Rata-rata kadar kolesterol pada mereka yang berpendidikan tinggi
dibandingkan dengan pendidikan rendah tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Tetapi pada mereka yang berpendidikan rendah dan tinggal
didaerah urban, rata-rata kadar kolesterol lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan dengan mereka yang tinggal di derah rural. Pada penelitiaan di
China dan Turki juga menunjukkan bahwa kedua faktor sosial determinan
ini, yaitu urban dan tingkat pendidikan rendah ada hubungan yang kuat
dengan faktor risiko kardiovaskular khususnya kadar kolesterol darah
(Kemenkes, 2007).
Konsumsi makanan fastfood yang berlebihan juga akan menimbulkan
obesitas pada seseorang. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan
peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada
pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah otak yang mengakibatkan
stroke. Prevalensi obesitas sentral pada daerah urban (41,3%) lebih tinggi
daripada prevalensi di daerah rural (28,9%). Sedikit berbeda dengan ratarata kolesterol darah, prevalensi obesitas sentral berdasarkan propinsipropinsi di 4 pulau besar Indonesia yang tertinggi adalah prevalensi di
daerah urban Jawa-Bali (44,2%), selanjutnya daerah urban di SulawesiKalimantan (39,7%), daerah urban di Sumatera (38,4%), dan daerah urban
di NTT-NTB (36,1%).
Banyak hal yang dapat mengakibatkan tingginya angka konsumsi fastfood di
daerah perkotaan. Selain karena tingginya arus globalisasi yang memicu
banyaknya restauran fastfood di daerah perkotaan, persaingan status sosial di
masyarakat perkotaan juga menjadi salah satu faktor tingginya konsumsi
makanan yang berkesan mewah ini. Foster (1986) dalam Mufidah (2012)
mengungkapkan bahwa makan itu memiliki makna simbolik (konsep makan
bersifat sosial), maksudnya di dalam makanan tersebut terdapat simbolsimbol, sebab pada dasarnya orang makan itu tidak hanya sekedar untuk

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

49

mengenyangkan perut saja tetapi juga untuk menjaga gengsi orang tersebut
di mata lingkungannya sekitar karena makanan yang dimakan dapat
merupakan gambaran dari identitas diri yang memakannya.
Palmolina (1999) dalam Mufidah (2012) menyatakan bahwa menyenangkan
bila seseorang itu diketahui sebagai seseorang yang mempunyai status
tinggi. Selain itu, dia juga berkata bahwa restauran di dalam foodcourt
merupakan bentuk dari budaya konsumsi dari masyarakat perkotaan dan
menjadi salah satu penemuan baru di lapisan masyarakat luas. Dari
penjabaran tersebut dapat kita lihat bahwa saat ini konsumsi makanan di
daerah perkotaan bukan hanya menjadi sarana untuk pemenuhan biologis
manusia tetapi juga sarana untuk bersosialisasi dan membentuk identitas
diri, walaupun makanan yang dikonsumsinya tersebut tidak sehat.
Salah satu akibat lain dari makanan yang tinggi kolesterol ini adalah
hipertensi. Penelitian yang dilakukan Misbach dan Ali (2001) menunjukkan
hipertensi sebagai faktor resiko yang paling umum terjadi pada pasien stroke
di Indonesia yakni sebanyak 73,9%. Dan hampir setengah dari angka
tersebut merupakan penderita hipertensi yang tidak terkontrol. Penelitian
yang dilakukan oleh Venketasubramanian (1998) di Thailand menunjukkan
hipertensi daerah urban di Thailand menunjukkan angka lebih besar yakni
13,0% dibandingkan angka hipertensi di area rural dengan angka 3,7%.
Merokok merupakan faktor resiko stroke kedua terbesar setelah hipertensi
pada pasien stroke di Indonesia dengan angka 20,4% (Misbach; Ali, 2001).
Menurut hasil survey GATS 2011, prevalensi perokok di Indonesia
rankingnya naik menjadi nomor 2 terbesar di dunia (Kemenkes RI, 2012).
Namun prevalensi perokok nampaknya tidak terpengaruh dengan kondisi
perkotaan, karena data Riskesdas (2007) menunjukkan angka merokok yang
merata di seluruh provinsi, mulai dari Provinsi Aceh sampai ke Provinsi
Papua. Prevalensi perokok tertinggi di Provinsi Kalimantan Tengah (43,2%),
disusul Nusa Tenggara Timur (41,2%), Maluku Utara (40,8%), Kepulauan
Riau (36,3%), dan Gorontalo (38,7%). Provinsi-provinsi yang prevalensi
nya di bawah angka nasional adalah Sulawesi Tenggara (38,2%),

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

50

Kalimantan Selatan (30,5%), DKI Jakarta (30,8%), Bali (31,0%), dan Jawa
Timur (31,4%). Penelitian yang dilakukan Venketasubramanian (1998) di
Thailand bahkan menunjukkan prevelensi angka merokok yang lebih tinggi
di daerah rural (77,0%) dibandingkan daerah urban (69,1%). Hal ini
mungkin merupakan hasil dari mulai maraknya program Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) yang digalangkan di daerah-daerah perkotaan. Sehingga mulai
menurunkan kesempatan merokok masyarakat di perkotaan.
Menurut Yastroki yang disampaikan kepada tabloid Gemari (2008), setelah
dilakukan berbagai kajian dan penelitian, ternyata ada faktor lain selain
hipertensi dan diabetes mellitus adalah stress berat yang dialami sebagian
besar masyarakat dalam menghadapi persaingan hidup yang begitu ketat.
Hal itu menjadi pemicu tingginya angka kejadian stroke di Indonesia. Stres
dan faktor kerja, begitu juga pengangguran dan ketidakstabilan pekerjaan
memiliki hubungan dengan tingginya angka kejadian penyakit kronik pada
seluruh anggota keluarga (Wilkinson and Marmot, 2003 dalam Sherlock,
2009). Pada model kesehatan biopsikososial, stress dihubungkan dengan
waktu kejadian dan keparahan stroke, walaupun mekanisme dari pengaruh
tersebut masih belum diketahui (Harmsen, Lappas, & Rosengren, 2006;
Harmsen, Rosengren, & Tsipogiani, 1990; Macko, Ameriso, & Barndt, 1996
dalam Norris dkk, 2010)

4.2

Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait


Latihan Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk intervensi
yang dapat dilakukan perawat sebagai program rehabilitasi untuk
menghindari komplikasi dari imobilisasi yang disebabkan oleh stroke.
Latihan ROM merupakan sekumpulan gerakan yang dilakukan pada bagian
sendi yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot
(Potter & Perry, 2006). ROM dapat diterapkan dengan aman sebagai salah
satu terapi pada berbagai kondisi pasien dan memberikan dampak positif
baik secara fisik maupun psikologis (Tseng, et al., 2007 dalam Cahyati,
2011). Selain dapat menghindari komplikasi imobilisasi, seperti kontraktur,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

51

dekubitus, dsb, ROM juga dapat meningkatkan kelancaran sirkulasi darah


klien. Latihan ringan seperti latihan ROM juga memiliki beberapa
keuntungan antara lain lebih mudah dipelajari dan diingat oleh pasien,
mudah diterapkan dan merupakan intervensi keperawatan dengan biaya
yang murah yang dapat diterapkan oleh penderita stroke di rumah (Cahyati,
2011).
Selama praktik yang dilaksanakan di ruang Melati Atas, mahasiswa
memberikan latihan ROM kepada Tn S sebanyak 7 kali dengan durasi 15
menit. Latihan ROM yang dilakukan adalah latihan ROM bilateral. Dimana
latihan ROM pada ekstremitas kiri klien dilakukan dengan bantuan
mahasiswa, sedangkan ekstremitas kanan klien dilakukan sendiri oleh klien.
Klien juga dapat melakukan latihan ROM sendiri pada ekstremitas kirinya
dengan ditopang oleh ekstremitas kanan yang tidak mengalami hemiparesis.
Dari latihan tersebut dapat dilihat adanya peningkatan kekuatan otot pada
ekstremitas kiri klien yang mengalami hemiparesis yang semula memiliki
skor 1 meningkat menjadi memiliki skor 2.
Hasil ini sama dengan beberapa penelitian terkait ROM yang pernah
dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian oleh Subianto (2012) didapatkan
hasil bahwa ada pengaruh antara latihan ROM terhadap perubahan
mobilisasi pada pasien stroke. Selain itu Utomo (2008) juga menyimpulkan
hal yang sama, bahwa latihan ROM dapat meningkatkan kekuatan otot klien.
Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Cahyati (2011) yang membandingkan
kekuatan otot pasien stroke yang diberikan latihan ROM unilateral dan
bilateral. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan
kekuatan otot pada sampel baik yang diberi latihan ROM unilateral maupun
bilateral, namun peningkatan kekuatan otot sampel yang diberikan latihan
ROM bilateral lebih cepat dibandingkan sampel yang diberikan latihan
unilateral.
Menurut Perry & Potter, 2006 ; Kozier, et al., 2008), latihan ROM minimal
dilakukan 2 kali dalam sehari sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2008)
latihan ROM dapat dilakukan 4-5 kali/hari. Selain kedua referensi tadi,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

52

beberapa penelitian menunjukan frekuensi yang bervariasi dalam melakukan


latihan ROM. Cahyati (2011) mengutip penelitian yang dilakukan Tseng, et
al. (2007) tentang penerapan latihan ROM pada pasien stroke yang
menyebutkan bahwa dosis latihan yang dipergunakan yaitu 2 kali sehari, 6
hari dalam seminggu selama 4 minggu dengan intensitas masing-masing 5
gerakan untuk tiap sendi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
responden penelitian yang melakukan latihan tersebut mengalami perbaikan
pada fungsi aktivitas, persepsi nyeri, rentang gerakan sendi dan gejala
depresi.
Dalam tesisnya Cahyati (2011) juga menyebutkan beberapa penelitian
lainnya yang terkait frekuensi latihan ROM, antara lain Astrid (2008)
menerapkan latihan ROM pada pasien stroke dengan frekuensi 4 kali sehari
selama 7 hari, latihan ini memberikan kemajuan yang signifikan bagi
kekuatan otot klien. Yulinda (2009) dalam penelitiannya ia melakukan terapi
latihan (salah satunya latihan ROM) selama 4 minggu latihan dan
didapatkan peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional klien.
Sementara itu Puspitawati (2010) melakukan perbandingan antara latihan
ROM 2 kali sehari dengan ROM 1 kali sehari, dari hasil penelitian
didapatkan bahwa latihan ROM 2 kali sehari lebih efektif meningkatkan
kekuatan otot dibandingkan dengan ROM 1 kali sehari
Dilihat dari teori-teori tersebut, jumlah jam yang dilakukan mahasiswa
dalam melakukan ROM belum memenuhi kriteria yang ada. Hal ini terjadi
karena cukup tingginya beban kerja di ruangan sehingga menyebabkan
mahasiswa tidak dapat secara fokus mengelola dan memberikan latihan
ROM secara intensif kepada klien. Hal yang dilakukan mahasiswa untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan mengajarkan kepada klien dan
keluarga mengenai prosedur latihan ROM dan memotivasi klien dan
keluarga untuk melakukan latihan ROM secara mandiri apabila mahasiswa
sedang tidak berada di tempat.
Pelaksanaan ROM sebagai bentuk rehabilitasi di ruang rawat juga dirasa
belum optimal. Padahal dilihat dari penelitian-penelitian yang dilakukan,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

53

pemberian latihan ROM dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien


stroke yang mengalami hemiparesis. Dan jika dilakukan secara terusmenerus, pasien dapat kembali beraktivitas secara normal atau paling tidak
dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini telah dibuktikan di Singapura
melalui penelitian yang dilakukan oleh Venketasubramanian (1998) yang
mengatakan setelah menempuh program rehabilitasi, sebanyak 91,9%
penderita stroke di Singapura dapat kembali melakukan aktivitas baik secara
parsial maupun mandiri.
Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan perawat mengenai
pentingnya latihan ROM untuk pasien stroke. Yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya antara lain dapat diberikan pelatihan mengenai latihan ROM.
Secara teori mungkin perawat sudah mengetahui mengenai manfaat ROM,
oleh karena itu pelatihan yang diberikan sebaiknya mengenai penelitianpenelitian terkait ROM dan penggambaran kasus-kasus stroke yang dapat
pulih akibat rehabilitasi dengan latihan ROM.
Latihan ROM memang menuntut kesabaran dan perhatian perawat dalam
pelaksanaannya karena perlu dilakukan secara terus-menerus dan dalam
jangka waktu lama. Pasien dalam hal ini juga dituntut kesabarannya karena
hasil latihan ROM tidak dapat dilihat secara cepat, sehingga motivasi dari
diri dan dukungan dari keluarga dibutuhkan dalam melaksanakan latihan
ROM. Latihan ROM dengan sistem family-oriented mungkin dapat
diterapkan, yakni dengan melibatkan keluarga selama pelaksanaan latihan
ROM. Selain mengurangi kecenderungan adanya jam-jam latihan yang
kosong karena kondisi tidak adanya perawat yang melatih, keluarga juga
dapat secara langsung memberikan bentuk dukungan dan motivasi kepada
klien dengan cara membantu klien dalam latihan ROM.. Perawat dapat
memberikan latihan ROM sebanyak 1x dalam sehari yang kemudian
dilanjutkan oleh keluarga di jam-jam selanjutnya yang bisa ditentukan
bersama-sama. Perawat juga dapat melakukan evaluasi latihan ROM yang
dilakukan keluarga pada saat memberikan latihan ROM.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Masalah urban akan selalu dihubungkan dengan kepadatan penduduk
beserta konsekuensi perubahan-perubahan kondisi lingkungan sosial seperti
perilaku hidup tidak sehat (WHO, 2003 dalam Hatma, 2007). Penyakit
degeneratif merupakan salah satu bentuk konsekuensi dari urbanisasi.
Sebagai salah satu bentuk penyakit degeneratif, stroke merupakan penyebab
utama kematian di daerah perkotaan. Angka kematian pada kelompok usia
45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke mencapai 15,9%. Sementara
itu angka kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di daerah perkotaan
akibat stroke mencapai 26,8%. Tingginya angka stroke di daerah perkotaan
ini dapat disebabkan oleh pola hidup masyarakat perkotaan yang kurang
sehat yang dapat meningkatkan faktor resiko stroke, seperti konsumsi
makanan tinggi kolesterol, merokok, kurang berolahraga, dsb
Salah satu bentuk patologis dari stroke adalah kelemahan pada salah satu sisi
ekstremitas atau yang disebut dengan hemiparesis. Hampir seluruh pasien
dengan kasus stroke yang diobservasi selama melakukan praktik di ruangan
melati atas Rumah Sakit Persahabatan mengalami hemiparesis. Latihan
Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk intervensi mandiri
yang dapat dilakukan perawat sebagai program rehabilitasi untuk
menghindari komplikasi dari imobilisasi yang disebabkan oleh stroke. Pada
pasien kelolaan yang diberikan latihan ROM selama 7 hari menunjukkan
adanya peningkatan kekuatan otot pada ekstremitas yang mengalami
hemiparesis yang semula memiliki skor 1 meningkat menjadi memiliki skor
2. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang juga menunjukkan adanya peningkatan kekuatan otot pada
pasien yang diberikan latihan ROM.

Universitas Indonesia

54

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

55

5.2 Saran
Latihan ROM sebaiknya dimasukkan dan diterapkan ke dalam program
perawatan pasien stroke di ruang rawat inap. Selain untuk mempercepat
proses rehabilitasi, pelaksanaan ROM secara dini di ruang rawat juga dapat
sekaligus memberikan edukasi kepada klien dan keluarga mengenai program
rehabilitasi yang dapat dilakukan serta memotivasi dan mengurangi
kecemasan klien dan keluarga terhadap kondisi pasien. ROM merupakan
salah satu bentuk intervensi yang murah dan mudah untuk dilakukan baik
oleh perawat maupun oleh keluarga, sehingga tindakan ini dapat dilanjutkan
pelaksanaannya oleh keluarga ketika pasien di rumah.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

DAFTAR REFERENSI

Adam, Muhammad. (2011). Pengaruh akupresur terhadap kekuatan otot dan


rentang gerak ekstremitas atas pada pasien stroke pasca rawat inap di
RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana FIK UI. Depok
Aini, Syarifatun. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gizi lebih
pada remaja di perkotaan. Unnes Journal of Public Health (2012) : 1 (2)
Black, M., Joyce and Hawk, H., Jane. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical
Management For Positive Outcomes.(7thed). St. Louis,Missouri: Elsevier
Saunders.
Cahyati, Yanti. (2011). Perbandingan latihan ROM unilateral dan latihan ROM
bilateral terhadap kekuatan otot pasien hemiparese akibat stroke iskemik
di RSUD kota Tasikmalaya dan RSUD kab. Ciamis. Tesis Program
Magister FIK UI. Depok.
Carpenito, J., Lynda. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Handbook Of
Nursing Diagnosis.(8th ed). Jakarta: EGC.
Doengoes, E., Marilynn., Moorhouse, F., Mary., and Geissler, C., Alice. (2000).
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentsianperawatan pasien (Nursing care plan: guidelines for
planning and documenting patient care). ( 3th ed). Jakarta: EGC.
Fatukhurrohman, Mohammad. (2011). Pengaruh latihan motor imagery terhadap
kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke dengan hemiparesis di
rumah sakit umum daerah kota Bekasi. Tesis Program Magister FIK UI.
Depok.
Kelompok Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar FIK UI. (2006). Panduan
praktikum keperawatan dasar 1. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.

56

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

57

Misbach, Jusuf & Ali, Wendra. Stroke in Indonesia: A first large prospective
hospital based study of acute stroke in 28 hospitals in Indonesia. Journal
of Clinical Neuroscience (2000): 8(3), 245249.
Norris, Meriel; Allotey, Pascale; Barrett, Geraldine.I feel like half my body is
clogged up: Lay models of stroke in Central Aceh, Indonesia. Social
Science & Medicine 71 (2010): 1576-1583.
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC
Price. A Sylvia, Wilson. M Lorraine. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Smeltzer, S., C & Bare, B., G. (1996). Brunner & Suddarth Textbook Of Medical
Surgical Nursing , Alih bahasa Agung Waluyo...(et al), (ed 8). Jakarta:
EGC
Sherlock, Peter Lloyd. (2009) Stroke in developing countries: epidemiology,
impact and policy implications. School of International Development
University of East Anglia.
Wilkinson, J. M & Ahern, N. R. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook. (9th
edition). Prentice Hall.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

No
1

Diagnosa
Keperawatan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
Faktor yang
berhubungan:
oklusi darah
serebral, vasospasme
cerebral

Tujuan
& Kriteria Hasil
Setelah melakukan
intervensi, klien:
Menjaga dan
mempertahankan
peningkatan
kesadaran, kognitif
dan fungsi motorik
Menunjukkan
tanda vital yang
stabil dan tidak
adanya tanda-tanda
yang meningkatkan
ICP
Menunjukkan tidak
adanya keburukan/
kekambuhan

Intervensi
Mandiri
1. Menentukan faktor-faktor yang berhubungan
dengan situasi individu/ penyebab koma/
menurunnya perfusi serebral dan potensial
meningkatnya ICP
2. Monitoring/ dokumentasikan status neurologi
secara frekuensi dan membandingkannya dengan
nilai dasar.
3. Monitor TTV:
Hipertensi/ hipotensi
Denyut jantung dan rytme; auskultasi murmur
Respirasi, tidak ada pola dan ritme seperti
periode apnea setelah hiperventilasi

4. Mengevaluasi pupil, ukurannya, bentuknya,


equality, reaktivitas terhadap cahaya.
5. Dokumentasikan perubahan dalam penglihatan
seperti penglihatan yang kabur, perubahan lapang
pandang atau kedalaman persepsi
6. Posisi dengan sedikit elevasi dan pada posisi
netral atau berikan posisi kepala lebih tinggi 1530 dengan letak jantung (beri bantal tipis).
7. Pertahankan bedrest, berikan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung/ aktivitas yang
diindikasikan. Berikan waktu untuk istirahat di
antara aktivitas.

Rasional

1. Memperngaruhi intervensi yang akan diberikan

2. Mengkaji kecenderungan kesadaran dan potensial


timbulnya ICP dan berguna untuk menentukan
lokasi luas dan progresi kerusakan CNS.
3.
Fluktuasi tekanan dapat terjadi karena tekanan
cerebral atau cedera pada area vasomotor otak
Perubahan kecepatan denyut, khususnya
bradikardia dapat menyebabkan kerusakan otak
Ketidakteraturan dapat memberikan lokasi
cerebral yang rusak/ meningkatnay ICP dan
butuh intervensi, termasuk dukungan untuk
espirasi
4. Reaksi pupil diatur oleh oculomotor (III) saraf
kranial dan berguna untuk menentukan bagian
mana dari otak yang mengalami gangguan.
5. Perubahan reflek spesifik visual pada otak
menyulitkan, mengindikasikan perhatian keamanan
dan pengaruh dalam memilih intervensi.
6. Berkurangnya tekanan arteri dengan
mempromosikan pengairan vena dan dapat
meningkatkan sirkulasi cerebral / perfusi
7. Stimulasi yang terus-menerus/ aktivitas dapat
meningkatkan ICP.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

8. Kaji kerigitan nuchal, meningkatnya kelelahan,


irritabilitas.
Kolaborasi
1. Berikan tambahan oksigen bila diperlukan

2. Berikan obat-obatan yang dianjurkan:


Trombolitik intravena , aktivator jaringan
plasminogen (tPA), alteplase (pengaktivasi).
Rekombinan prourokinase
Antikoagulan seperti warfarin sodium
(Coumadin), molekular rendah tinggi heparin
seperti enoxaparin [lovenox], dalteparin
[fragmin], trombin inhibitor langsung (seperti
ximelagatran [Exantal]); Antiplatelet agen
seperti aspirin (ASA), ticlopidine (Ticlid),
clopidogel (Plavik); Antihipersensitif
Vasodilator perifer seperti cyclandelate
(Cyclospasmol), papaverine (pavabid),
isoxsuprine (vasodilan); Neuroprotective agen
seperti calcium channel blocker, excitatory
amino acid inhibitor, gangliosides.
Phenytoin (Dilantin), phenobarbital
3. Mempersiapkan untuk pembedahan yang pantas
seperti carotid endarterectomy, microvaskular
bypass, cerebral angioplasty.

8. Mengindikasikan iritasi mengingeal khususnya pada


gangguan hemoragik.

1. Menurunkan hipoksemia yang dapat disebabkan


oleh vasodilatasi serebral dan meningkatkan
tekanan dan edema
2.
Terbukti untuk akut stroke
Bisa digunakan untuk meningkatkan aliran darah
cerebral dan mencegah clotting

Digunakan untuk meningkatkan hubungan


sirkulasi atau menurunnya vasospasme

Digunakan untuk mengontrol serangan dan


untuk efek sedatif
3. Diperlukan untuk memutuskan situasi, mengurangi
tanda neurologis/ risiko stroke berulang

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

No
2.

Diagnosa
Keperawatan
Hambatan mobilitas
fisik.

Tujuan
& Kriteria Hasil
Klien mampu
melaksanakan
aktivitas fisik sesuai
dengan
kemampuannya

Faktor yang
berhubungan;
kerusakan
neuromuskuler, Kriteria hasil :
Tidak terjadi
kelemahan
kontraktur sendi
Bertambahnya
kekuatan otot.
Klien
menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan
mobilitas

Intervensi
Mandiri
1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
Klasifikasikan melalui skala 0-4.

2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,


miring), dan sebagainya dan jika memungkinkan
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi
bagian yang terganggu.
3. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua
kali sehari jika pasien dapat mentoleransinya.

4. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif


dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk.
Anjurkan melakukan laatihan seperti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet,
melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.
5. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya,
gunakan papan kaki (foot board) selama periode
paralysis flaksid. Pertahankan posisi kepala
netral.
6. Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada
dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
7. Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu
untuk pengaturan posisi dan/atau pembalut
selama periode paralisis spastik.

Rasional

1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat


memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu
dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab teknik
yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik
dengan flaksid.
2. Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan. Daerah yang terkena mengalami
perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit/dekubitus.
3. Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional; tetapi kemungkinan akan meningkatkan
ansietas terutama mengenai kemampuan pasien
untuk bernafas.
4. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan
risiko terjadinya hiperkalsuria dan osteoporosis jika
masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan:
stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus
adanya perdarahan berulang.
5. Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali.

6. Selama paralis flaksid, penggunaan penyangga


dapat menurunkan risiko terjadinya subluksasio
lengan dan sindrom bahu-lengan.
7. Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot
fleksor lebih kuat dibandingkan dengan otot
ekstensor.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

8. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk


melakukan abduksi pada tangan.
9. Tinggikan tangan dan kepala.
10.

11.
12.
13.

14.
15.

16.

17.

8. Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.

9. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu


mencegah terbentuknya edema.
Tempatkan hand roll keras pada telapak tangan 10. Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi
dengan jari-jari dan ibu jari saling berhadapan.
jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada
posisi normal (posisi anatomis).
Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi. 11. Mempertahankan posisi fungsional.
Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan
12. Mencegah totasi eksternal pada pinggul.
gulungan/bantalan trokanter.
Gunakan papan kaki secara berganti, jika
13. Penggunaan yang kontiniu dapat menyebabkan
memungkinkan.
tekanan yang berlebihan pada sendi peluru kaki,
meningkatkan spastisitas dan secara nyata
meningkatkan fleksi plantar.
Observasi daerah yang terkena termasuk warna,
14. Jaringan yang mengalami edema lebih mudah
edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang
15. Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol
menonjol secara teratur. Lakukan masase secara
paling berisiko untuk terjadinya penurunan
berhati-hati pada daerah kemerahan dan berikan
perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi dan
alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai
memberikan bantalan membantu mencegah
kebutuhan.
kerusakan kulit dan berkembangnya dekubitus.
Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk 16. Meningkatakan harapan terhadap
berpartisipasi dalam aktivitas/latihan dan
perkembangan/peningkatan dan memberrikan
mengubah posisi.
perasaan kontrol/kemandirian
Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan
17. Meningkatkan harapan terhadap
latihan dengan menggunakan ektremitas yang
perkembangan/peningkatan dan memberikan
tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan
perasaan kontrol/kemandirian.
daerah tubuh yang mengalami kelemahan.

Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara
aktif, latihan resistif, dan ambulansi pasien.

1. Program khusus dapat dikembangkan untuk


kebutuhan rehabilitasi pasien

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

No

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan &
Kriteria Hasil

3.

Kerusakan integritas
kulit, berhubungan
dengan
hambatan
mobilitas
inkontinensia
urine

Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan
integritas kulit
tidak mengalami
kerusakan

Produksi pus
berkurang
Adanya
jaringan
granulasi
pada luka
Luka dalam
keadaan
bersih
Bau busuk
luka
berkurang

Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Kaji luas, kedaaman luka dan proses
penyembuhannya

1. Mengetahui luas dan kerusakan jaringan

2. Lakukan perawatan luka dngan teknik steril

2. Mengurangi terjadinya infeksi

3. Berikan terapi massage punggung

3. Massage punggung dilakukan untuk


melancarkan sirkulasi darah pada bagian
punggung yang mengalami penekanan

4. Gunakan APD lengkap ketika merawat luka

4. Luka yang bersih akan mempercepat proses


penyembuhan dan tumbuhnya jaringan
granulasi

5. Jaga kebersihan luka dan lingkungan sekitar


luka

5. APD lengkap sebagai bagian dari safety


perawat dan pasien

6. Anjurkan klien untuk pindah posisi baring


(mika-miki) setiap dua jam sekali

6. Perubahan posisi setiap dua jam sekali


mengurangi penekanan pada aera luka

7. Motivasi klien untuk menghabiskan makanan

7. Nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat proses


penyembuhan luka

Kolaborasi
1. Berikan terapi medis: antibiotik

1. Pemberian antibiotik mencegah terjadinya


proses infeksi/ sepsis

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

Pedoman latihan ROM (Range of Motion)


Bagian
Tubuh
Leher

Bahu

Gerakan

Latihan Aktif

Latihan Pasif

Fleksi dan ekstensi

- Tekuk kepala ke depan hingga dagu menempel


di dada.
- Tegakkan kembali kepala.

Fleksi lateral kanan dan


kiri

Tekuk kepala kea rah samping (kea rah bahu)


kanan dan kiri secara bergantian.

Rotasi lateral kiri dan


kanan

Hadapkan muka ke arah samping kanan dan kiri


secara bergantian.

Elevasi dan depresi

Luruskan tangan disamping tubuh , lalu angkat


dan turunkan kedua bahu secara bersamaan.
Angkat lengan dari posisi di samping tubuh
menjadi disamping kepala. Kembalikan ke
posisi semula.

- Letakkan salah satu telapak tangan dibawah kepala


klien dan telapak tangan lainnya dibawah dagu.
- Tekuk kepala ke depan hingga dagu menempel di
dada, kemudian kembali ke posisi tegak.
- Letakkan kedua telapak tangan pada pipi kanan dan
kiri klien.
- Tekuk kepala kea rah samping (arah bahu) kiri dan
kanan secara bergantian.
- Letakkan kedua telapak tangan pada pipi kiri dan
kanan klien.
- Palingkan muka kekiri dan kanan secara bergantian.
-

Fleksi dan ekstensi

Abduksi

Adduksi anterior dan


posterior

Gerakkan lengan ke arah samping dari posisi


istirahat di sisi tubuh ke posisi di samping
kepala.
- Gerakan lengan dari posisi di samping kepala,
menurun, hingga menyilang didepan tubuh
sejauh mungkin.
- Gerakkan lengan dari posisi di samping
kepala, menurun, hingga menyilang

- Pegang tangan klien dibawah siku dengan 1 tangan,


tangan yang lain memegang pergelangan tangan.
- Angkat tangan klien ke atas hingga mencapai bagian
kepala tempat tidur, kembaliakan ke posisi semula.
Angkat tangan klien ke atas hingga mencapai bagian
kepala tempat tidur, kembalikan ke posisi semula.
- Gerakkan tangan klien melewati tubuh hingga
mencapai tangan klien yang lain, kembali ke posisi
semula.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

Fleksi dan ekstensi


horisontal

Rotasi internal dan


eksternal bahu

Sirkumduksi
Siku

Fleksi-ekstensi
Hiperkstensi
Supinasi-pronasi

Pergelangan
tangan
Fleksi ekstensi

dibelakang tubuh sejauh mungkin.


Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu
dan bergerak melewati bidang horizontal
menyilang depan tubuh sejauh mungkin.
Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu
dan gerakkan melewati bidang horizontal
menyilang sejauh mungkin ke belakang
tubuh.
Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu
dan bengkokkan siku membentuk sudut 900.
Gerakkan lengan ke atas sehingga ujung jari
mengarah ke atas. Kemudian gerakkan lengan
kebawah sehingga ujung-ujung jari
menghadap ke bawah.

- Gerakkan tangan kesamping setinggi bahu hingga


membentuk sudut 900 dgn tubuh. Tekuk sendi siku
sehingga jari menghadap keatas.
- Gerakkan tangan kearah bawah sehingga telapak
tangan menyentuh tempat tidur. Naikkan tangan
hingga punggung telapak tangan menyentuh tempat
tidur.
-

Gerakkan lengan ke depan, atas, belakang, dan


turun dalam satu lingkaran penuh.
Gerakkan lengan bagian bawah ke depan dan ke Tekuk siku hingga jari-jari menyentuh dagu dan
atas menuju bahu dan kemudian luruskan.
kemudian luruskan.
Gerakkan lengan bagian bawah kebelakang
sejauh mungkin dari posisi lurus.
Putar tangan bagian bawah sehingga telapak
Putar lengan bawah kea rah luar sehingga telapak
tangan menghadap ke atas.
tangan menghadap ke atas.
Putar tangan bagian bawah sehingga telapak
Putar lengan bawah kea rah sebaliknya sehingga
tangan menghadap ke bawah.
telapak tangan menghadap ke bawah.
Untuk memberikan latihan pada pergelangan, tekuk tangan klien pada siku. Pegang pergelangan tangan
klien dengan satu tangan dan tangan lainnya memberi latihan.
Gerakkan telapak tangan kea rah bawah bagian
Tekuk telapak tangan kea rah bagian dalam lengan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

dalam lengan bawah dan luruskan kembali.


Hiperekstensi
Abduksi/fleksi
radial/deviasi radial
Adduksi/fleksi
ulnar/deviasi ulnar
Sirkumduksi

Bengkokkan telapak tangan kea rah bagian luar


lengan bawah sejauh mugkin.
Bengkokkan pergelangan tangan ke samping kea
rah ibu jari.
Bengkokkan telapak tangan kea rah samping
kelingking.
-

Jari-jari tangan
Fleksi ekstensi
Hiper-ekstensi

Panggul

Kepalkan telapak tangan dan luruskan kembali.


Bengkokkan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin.
Abduksi-adduksi
Kembangkan jari-jari tangan dan kemudian
dekatkan kembali.
Oposisi
Sentuh ujung jari-jari lainnya secara bergantian.
Sirkumduksi
Fleksi-ekstensi ibu jari
Gerakkan ujung ibu jari menyilang dipermukaan
telapak tangan mengarah kelima jari, dan
gerakkan menjauhi telapak tangan.
Abduksi-adduksi ibu jari Rentangkan ibu jari ke samping. Dekatkan
kembali dengan jari lainnya.
-

Fleksi ekstensi

Gerakkan salah satu kaki depan ke atas.Posisi

bawah, kemudian luruskan telapak tangan sehingga


sebidang dengan lengan bawah.
Bengkokkan telapak tangan ke samping arah ibu jari
dan luruskan kembali.
Bengkokkan telapak tangan kea rah samping
kelingking dan luruskan kembali.
Putar telapak tangan dengan pergelangan tangan
sebagai poros.
Cara memegang tangan klien sama dengan pada saat
menggerakkan pergelangan tangan.
Kepalkan jari-jari tangan dan luruskan kembali.
Kembangkan jari-jari tangan dan kemudian rapatkan
kembali.
Sentuh ujung jari-jari lainnya secara bergantian.
Putar ibu jari klien dengan sumbu sendi metakarpal.
-

Latihan pasif panggul dan lutut dapat dilakukan


bersamaan. Letakkan satu tangan dibawah lutut klien
dan tangan lainnya dibawah tumit.
Angkat kaki, tekut lutut. Gerakkan lutut kea rah dada
Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Lampiran

Hiperekstensi
Abduksi adduksi

Sirkumduksi
Rotasi internal
Rotasi eksternal
Lutut

Fleksi ekstensi

lutu dalam keadaan ditekuk, luruskan dan


turunkan kembali.
Gerakkan kaki kebelakang melebihi garis tengah
tubuh.
Gerakkan salah satu kaki ke samping luar dan
kembalikan dari posisi tersebut sehingga kaki
menyilang kaki lainnya di depan.
Gerakkan salah satu kaki kebelakang kemudian
putar ke atas, samping dan kebawah.
Putar kaki kea rah garis tengah tubuh.
Putar kaki kea rah samping menjauhi garis
tengah tubuh.
Tekuk lutut kebelakang sehingga betis
mendekati paha, dan luruskan kembali.

Pergelangan
kaki
Dorsi fleksi
Plantar fleksi

Jari-jari kaki

Eversi
Inversi
Sirkumduksi
Fleksi ekstensi
Abduksi adduksi

Gerakkan telapak kaki ketas sehingga jari-jari


mengarah keatas.
Gerakkan telapak kaki kebawah ssehingga jarijari menghadap kebawah.
Balikkan telapak kearah lateral.
Balikkan telapak kaki kearah medial.
Tekuk jari-jari ke bawah dan luruskan kembali.
Rentangkan jari-jari kaki dan kemudian rapatkan
kembali.

sejauh mungkin. Turunkan kaki, luruskan lutut,


kembali ke posisi semula.
Gerakkan kaki ke samping menjauhi sumbu tubuh
dank e arah sebaliknya hingga menyilang kaki lainnya
di depan.
Putar kaki kerah dalam.
Putar kaki kea rah samping tubuh.
Tempatkan satu tangan dibwah tumit dan tangan
lainnya diatas telapak kaki.
Dorong telapak kaki kearah kaki dan kembalikan ke
posisi semula.
Dorong telapak kaki kearah bawah dan kembalikan ke
posisi semula.
Putar telapak kaki kearah luar.
Putar telapak kaki kearah dalam.
Putar telapak kaki dengan poros pada sendi tumit.
Letakkan jari-jari tangan perawat dibawah jari-jari
klien, dorong jari-jari keraah atas dan kerah bawah.
Lebarkan jari-jari kaki dan dekatkan jari kaki bersamasama.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien
: Tn S
Umur
: 69 tahun
Diagnosa Medis : Stroke iskemik
Tanggal

Implementasi

Evaluasi

8 Mei

Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan

S:

2013

serebral

Klien mengeluh tidak bisa

Implementasi:
Memonitor status neurologi

menggerakkan ekstremitas sebelah kiri


Otot kaki kiri terasa kaku dan nyeri jika

Memonitor TTV
Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK

diangkat
Pusing (+) sedikit, muntah (-)
Klien mengeluh bagian pantat terasa

Memberikan posisi 15-30


Mempertahankan bedrest,

nyeri
O:

memberikan lingkungan yang

Kes: CM, GCS 15

tenang

Pupil isokhor, reflek cahaya (+)

Kolaborasi pemberian citicolin


3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;
mecobalamin 2x500 mg

Bicara pelo (+)


TTV:
TD: 180/100 mmHg
N: 80x/ menit

Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.

RR: 18x/menit

Implementasi:

S: 36,4C

Mengkaji kemampuan secara


fungsional dan kekuatan
Mengubah posisi setiap 4 jam
(telentang, miring), dan
sebagainya
Melakukan latihan ROM

Hemiparesis sinistra
Kekuatan otot
5555

1111

5555

1111

Inkontinensia urine
Klien terpasang diapers

bilateral pada ekstremitas atas

Laken tampak basah oleh air kencing

dan bawah

Dekubitus (+) grade I di area sakrum

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Dx 3: Kerusakan integritas kulit

A:

Implementasi:

Masalah 1 teratasi sebagian

Mengkaji luas, kedalaman luka


dan proses penyembuhannya
Menjaga kebersihan luka dan

Masalah 2, 3 belum teratasi


P:
Positioning tiap 2 jam

lingkungan sekitar klien:

Latihan ROM setiap hari

mengganti laken, mengganti

Bantu penuhi KDM dengan keluarga

diapers
Menganjurkan klien untuk
pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
9 Mei

Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan

S:

2013

serebral

Pusing (-), muntah (-)

Implementasi:

Otot kaki kiri terasa ditarik saat latihan

Memonitor status neurologi

ROM

Memonitor TTV

Konstipasi (-)

Memonitor tanda-tanda

Batuk (-)

peningkatan TIK

Klien mengatakan sering berlatih ROM

Memberikan posisi 15-30


Mempertahankan bedrest,

sendiri dibantu oleh keluarga


Klien mengeluh bagian pantat terasa

memberikan lingkungan yang


tenang
Kolaborasi pemberian citicolin

nyeri
O:
Kes: CM, GCS 15

3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;

Pupil isokhor, reflek cahaya (+)

mecobalamin 2x500 mg

Bicara pelo (+)


TTV:

Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.

TD: 170/100 mmHg

Implementasi:

N: 88x/ menit

Mengkaji kemampuan secara


fungsional dan kekuatan

RR: 22x/menit
S: 36,2C

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Mengubah posisi setiap 4 jam

(telentang, miring), dan

Hemiparesis sinistra

Kekuatan otot

sebagainya
Melakukan latihan ROM
bilateral pada ekstremitas atas

5555

1112

5555

1111

Klien mulai dapat melakukan gerakan

dan bawah

menggenggam dan membuka telapak

Memotivasi klien dan keluarga

tangannya

untuk melatih ROM sendiri

Inkontinensia urine

ketika tidak dilatih perawat

Klien terpasang diapers


Klien tampak nyaman setelah dibantu

Dx 3: Kerusakan integritas kulit


Implementasi:

mengganti laken dan diapers


Dekubitus (+) grade I di area sakrum,

Mengkaji luas, kedalaman luka


dan proses penyembuhannya

Masalah 1 teratasi sebagian

lingkungan sekitar klien:

Masalah 2 teratasi sebagian

mengganti laken, mengganti

Masalah 3 teratasi sebagian

diapers

P:

pindah posisi baring (mika-miki)


setiap dua jam sekali

2013

A:

Menjaga kebersihan luka dan

Menganjurkan klien untuk

10 Mei

tidak ada pelebaran luka

Positioning tiap 2 jam


Latihan ROM setiap hari
Bantu penuhi KDM dengan keluarga

Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan

S:

serebral

Klien mengeluh sedikit pusing

Implementasi:

Klien mengeluh badan sedikit pegal

Memonitor status neurologi


Memonitor TTV
Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK

Klien mengatakan badan terasa enak


setelah ROM dan mika-miki
Klien mengatakan ingin ke kamar
mandi

Memberikan posisi 15-30

Konstipasi (-)

Mempertahankan bedrest,

Batuk (-)

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

memberikan lingkungan yang

Klien mengatakan sering berlatih ROM

tenang
Kolaborasi pemberian citicolin

sendiri dibantu oleh keluarga


Klien mengeluh bagian pantat terasa

3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;


mecobalamin 2x500 mg

nyeri
O:
Kes: CM, GCS 15

Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.

Pupil isokhor, reflek cahaya (+)

Implementasi:

Bicara pelo (+)

Mengkaji kemampuan secara

TTV:

fungsional dan kekuatan

TD: 130/80 mmHg

Mengubah posisi setiap 4 jam

N: 86x/ menit

(telentang, miring), dan

RR: 18x/menit

sebagainya

S: 36,4C

Melakukan latihan ROM


bilateral pada ekstremitas atas

Hemiparesis sinistra
Kekuatan otot

dan bawah

Dx 3: Kerusakan integritas kulit


Implementasi:
Mengkaji luas, kedalaman luka
dan proses penyembuhannya

Menganjurkan klien untuk


pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali

5555

2222

Klien terpasang diapers


Diapers tampak basah dan penuh
Klien tampak nyaman setelah dibantu
mengganti laken dan diapers
Dekubitus (+) grade I di area sakrum,

mengganti laken, mengganti


diapers

2222

Inkontinensia urine

Menjaga kebersihan luka dan


lingkungan sekitar klien:

5555

tidak ada pelebaran luka


A:
Masalah 1 teratasi sebagian
Masalah 2 teratasi sebagian
Masalah 3 teratasi sebagian
P:
Positioning tiap 2 jam, libatkan

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

keluarga
Latihan ROM setiap hari, libatkan
keluarga
Bantu penuhi KDM dengan keluarga
11 Mei
2013

Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan

S:

serebral

Klien mengatakan semalam tidurnya

Implementasi:

nyenyak

Memonitor status neurologi

Klien mengeluh badan sedikit pegal

Memonitor TTV

Klien mengatakan badan terasa lebih

Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK

nyaman setelah ROM dan mika-miki


O:

Memberikan posisi 15-30

Kes: CM, GCS 15

Mempertahankan bedrest,

Pupil isokhor, reflek cahaya (+)

memberikan lingkungan yang

Bicara pelo (+)

tenang

TTV:

Kolaborasi pemberian citicolin

TD: 140/90 mmHg

3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;

N: 72x/ menit

mecobalamin 2x500 mg

RR: 20x/menit
S: 36,4C

Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.

Hemiparesis sinistra

Implementasi:

Kekuatan otot

Mengkaji kemampuan secara

5555

2222

fungsional dan kekuatan

5555

2222

Mengubah posisi setiap 4 jam

Inkontinensia urine

(telentang, miring), dan

Klien terpasang diapers

sebagainya

Klien tampak nyaman setelah dibantu

Melakukan latihan ROM


bilateral pada ekstremitas atas
dan bawah

mengganti laken dan diapers


Dekubitus (+) grade I di area sakrum,
luka bersih, tidak ada pelebaran luka

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Dx 3: Kerusakan integritas kulit

A:

Implementasi:

Masalah 1 teratasi sebagian

Mengkaji luas, kedaaman luka


dan proses penyembuhannya
Menjaga kebersihan luka dan
lingkungan sekitar klien:

Masalah 2 teratasi sebagian


Masalah 3 teratasi sebagian
P:
Positioning tiap 2 jam, libatkan

mengganti laken, mengganti


diapers

keluarga
Latihan ROM setiap hari, libatkan

Menganjurkan klien untuk


pindah posisi baring (mika-miki)

keluarga
Bantu penuhi KDM dengan keluarga

setiap dua jam sekali


13 Mei
2013

Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan

S:

serebral

Klien mengeluh sedikit pusing

Implementasi:

Klien mengeluh badan terasa lelah

Memonitor status neurologi

Klien mengeluh tidak bisa tidur

Memonitor TTV

Klien khawatir jika ingin BAK dan

Memonitor tanda-tanda

BAB tidak ada keluarga yang

peningkatan TIK
Memberikan posisi 15-30

membantu
Klien mengatakan mencoba ke kamar
mandi sendiri tetapi tidak bisa

Mempertahankan bedrest,
memberikan lingkungan yang

O:

tenang

Kes: CM, GCS 15

Kolaborasi pemberian citicolin

Pupil isokhor, reflek cahaya (+)

3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;

Bicara pelo (+)

mecobalamin 2x500 mg

TTV:
TD: 150/90 mmHg

Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.

N: 84x/ menit

Implementasi:

RR: 18x/menit

Mengkaji kemampuan secara


fungsional dan kekuatan

S: 36,4C
Hemiparesis sinistra

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Mengubah posisi setiap 4 jam

Kekuatan otot

(telentang, miring), dan

5555

2222

sebagainya

5555

2222

Melakukan latihan ROM

Klien tampak mencoba turun dari

bilateral pada ekstremitas atas


dan bawah

tempat tidurnya
Inkontinensia urine
Klien terpasang diapers

Dx 3: Kerusakan integritas kulit

BAB tampak lembek

Implementasi:

Klien tampak nyaman setelah dibantu

Mengkaji luas, kedaaman luka


dan proses penyembuhannya

mengganti laken dan diapers


Dekubitus (+) grade I di area sakrum,

Menjaga kebersihan luka dan

tidak ada pelebaran luka

lingkungan sekitar klien:

A:

mengganti laken, mengganti

Masalah 1 teratasi sebagian

diapers

Masalah 2 teratasi sebagian

Melakukan perawatan luka

Masalah 3 teratasi sebagian

dengan VCO (Virgin Coconut

P:

Oil)

Anjurkan bedrest

Memberikan terapi massage

Positioning tiap 2 jam, libatkan

punggung
Menganjurkan klien untuk

keluarga
Latihan ROM setiap hari, libatkan

pindah posisi baring (mika-miki)


setiap dua jam sekali

keluarga
Lakukan perawatan luka dengan VCO
Bantu penuhi KDM dengan keluarga
Rencana pulang

14 Mei
2013

Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan

S:

serebral

Klien kesal karena tidak jadi pulang

Implementasi:

Klien mengtakan ingin jalan-jalan

Memonitor status neurologi


Memonitor TTV

Klien mengatakan badan terasa ebugar


dari sebelumnya

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

Memonitor tanda-tanda

Klien mengatakan tidur sudah mulai

peningkatan TIK
Memberikan posisi 15-30

nyenyak
Keluarga mengatakan semalaman klien
banyak bicara sehingga sulit tidur

Mempertahankan bedrest,
memberikan lingkungan yang

Nyeri kepala (-), muntah (-)

tenang

O:

Kolaborasi pemberian citicolin

Kes: CM, GCS 15

3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;

Pupil isokhor, reflek cahaya (+)

mecobalamin 2x500 mg

Bicara pelo (+)


Klien tampak segar

Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.

TTV:

Implementasi:

TD: 150/100 mmHg

Mengkaji kemampuan secara

N: 88x/ menit

fungsional dan kekuatan

RR: 18x/menit

Mengubah posisi setiap 4 jam

S: 36,7C

(telentang, miring), dan

Hemiparesis sinistra

sebagainya

Kekuatan otot

Melakukan latihan ROM


bilateral pada ekstremitas atas
dan bawah

5555

2222

5555

2222

Klien mulai mencoba untuk duduk


Inkontinensia urine

Dx 3: Kerusakan integritas kulit


Implementasi:
Mengkaji luas, kedaaman luka

Klien terpasang diapers


Diapers tampak basah dan penuh
Klien tampak nyaman setelah dibantu

dan proses penyembuhannya


Menjaga kebersihan luka dan

mengganti laken dan diapers


Dekubitus (+) grade I di area sakrum,

lingkungan sekitar klien:


mengganti laken, mengganti
diapers
Melakukan perawatan luka

perbaikan
A:
Masalah 1 teratasi sebagian
Masalah 2 teratasi sebagian

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

dengan VCO (Virgin Coconut

Masalah 3 teratasi sebagian

Oil) dan memberikan massage

P:

punggung

Discharge planning

Menganjurkan klien untuk


pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

BIODATA MAHASISWA

Nama lengkap

: Diyanti Septiana Putri

Nama panggilan

: Diyanti

Tempat/Tanggal lahir : Bekasi, 29 September 1990

Agama

: Islam

Alamat rumah

: Jl. Kuweni No. 121 RT 01/01 Kel. Bojong Rawa Lumbu,

Bekasi 17116
No. HP

: 085692388004

E-mail

: diyanti.septiana.putri@gmail.com

Riwayat pendidikan formal

No.

Riwayat Pendidikan

Tahun

TK Kuntum Melati I

SD Negeri Sepanjang Jaya II

1996 - 2002

SMP Negeri 2 Bekasi

2002 - 2005

SMA Negeri 2 Bekasi

2005 - 2008

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013

1995

2008 - sekarang

Anda mungkin juga menyukai