Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS

AMENORE SEKUNDER

Diajukan Kepada :
dr. Adi Pramono , Sp. OG

Disusun Oleh :
Dwi Fajarwati Prayitno
(20110310006)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan kasus:

AMENORE SEKUNDER
Disusun Oleh:
Dwi Fajarwati Prayitno
(20110310006)

Telah dipresentasikan pada

Agustus 2016

dan telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

dr. Adi Pramono, Sp.OG

REFLEKSI KASUS

I.

PENGALAMAN
Seorang wanita G1P1A0 usia 34 tahun datang membawa Surat Rujukan dari Poli
Bedah dengan amenorrhea dan kista ovarium sinistra serta membawakan hasil USG.
Pasien mengaku pernah mengkonsumsi obat perangsang menstruasi pada tahun 2011.
Pasien merupakan merupakan seorang wakil kepala sekolah di Magelang yang akhirakhir ini cukup menguras energi dan pikirannya untuk mengurus akreditasi sekolah.
Pemeriksaan Vital Sign di dapat TD 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36,4, dari pemeriksaan fisik di dapat TFU tidak teraba dan tidak terdapat nyeri
tekan pada abdomen. Dokter lalu melakukan pemeriksaan USG dan tidak ditemukan
adanya kelainan. Advice dari dokter diberikan Norethisterone 5 mg diminum 1 kali
sehari dan dievaluasi saat pasien menstruasi.

II.

MASALAH YANG DIKAJI


1. Apa yang dimaksud dengan Amenore Sekunder, dan apa penyebabnya ?
2. Bagaimana penangananan pada Amenore Sekunder?

III.

ANALISIS MASALAH

Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
membentuk axis HPO, dengan regulasi hormon dan reaksi umpan balik.

Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan gonadotropin-releasing hormone


(GnRH) terus menerus, yang diangkut ke hipofisis anterior, di mana ia mengikat reseptor GnRH
untuk menstimulasi gonadotropin. Sebagai respon terhadap rangsangan oleh GnRH, sel-sel ini
mengeluarkan gonadotropin follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH). Selanjutnya, hormon ini merangsang ovarium untuk mensintesis dan mengeluarkan
hormon steroid. Pelepasan hormon melalui axis (HPO) hipotalamus-hipofisis-ovarium diatur
dengan umpan balik negatif hormon steroid pada gonadotropin di hipofisis anterior dan inhibisi
langsung pada tingkat hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi negatif melengkapi jalur antara
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Setiap gangguan axis ini dapat mengakibatkan amenorea.
Amenorrhea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan stimulasi
gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan atau terjadi
kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorrhea juga dapat terjadi jika
ovarium gagal menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin
normal oleh hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenore dapat terjadi karena kelainan uterus
seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada serviks, septum uteri, dan hymen
imperforata.
Amenorea sekunder adalah seorang wanita usia reproduksi yang pernah mengalami haid
namun haid berhenti tiga bulan berturut-turut. Penyebabnya sesuai dengan fisiologi haid,
maka ada empat kompartemen yang mengalami gangguan sehingga terjadi amenorea, yaitu :
I.

Susunan saraf pusat /Hipotalamus

a. Amenorea hipotalamik
Adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan amenorea, hipoestrogenisme dan serum
gonadotropin normal atau rendah.. Kelainan ini ditandai dengan pola sekresi berdenyut
GnRH endogen yang abnormal oleh karena gangguan fungsional mekanisme saraf (sistim
neurotransmiter pusat). Neurotransmiter yang turut mempengaruhi sekresi GnRH adalah
opioid endogen seperti beta endorphin. Selama siklus menstruasi yang normal terbukti terjadi
peningkatan kadar beta endorphin mencapai maksimal pada saat pre ovulasi dan akan
mengalami penurunan segera setelah terjadi ovulasi. Peningkatan sekresi opioid diduga

menyebabkan terjadi amenorea hipotalamik pada beberapa wanita, karena blokade pada
reseptor opiat terbukti meningkatkan frekuensi dan amplituda sekresi LH. Pada wanita
dengan amenorea hipotalamik, sekresi LH yang berfluktuasi tersebut tidak cukup untuk
merangsang terjadinya ovulasi maupun folikulogenesis. Sekresi GnRH dipengaruhi juga oleh
norepinephrine. Diduga opiat endogen menekan rangsangan norepinephrine pada neuron
hipotalamus untuk mensekresi GnRH.
Gaya hidup yang sering dihubungkan dengan terjadinya amenorea hipotalamik seperti
olah raga, stres dan penurunan berat badan terbukti merangsang perubahan kadar beta
endorphin plasma yang akan mempengaruhi neuron yang mensekresi GnRH pada
hipotalamus.
Penanganan amenorea hipotalamik dapat diobati dengan konseling, psikoterapi, misalnya
dengan miminimalkan stresor lingkungan dan mengubah gaya hidup serta penggunaan obatobat psikofarmaka. Pemberian estrogen dan progesteron siklik dapat diberikan agar wanita
tersebut tetap berfungsi sebagai wanita.
b.

Anoreksia Nervosa
Suatu gangguan tingkah laku yang berat dimana terjadi perubahan endokrin sekunder

sebagai akibat gangguan psikologis dan gizi, ditandai oleh malnutrisi yang berat dan
hipogonadotropisme.

Penanganan

psikiatrik

dengan

psikoterapi

dan

obat-obatan

antidepresan serta perawatan di rumah sakit.


c.

Amenorea pada atlet


Amenorea terjadi oleh karena aktifitas fisik yang berat dan terjadi kehilangan berat

badan. Umumnya kelainan menstruasi ini akan hilang dengan mengurangi aktifitas fisik dan
kembali keberat badan alami.
II. Hipofisis (Amenorea hipofisis)
Kecurigaan adanya tumor hipofise meningkat bila dalam pemeriksaan dijumpai tanda
klinis akromegali (karena sekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan) dan penyakit
Cushings (karena sekresi ACTH yang berlebihan). Amenorea dan atau galaktorea dapat
mengawali tanda klinis akromegali dan penyakit Cushings. Sebagian besar penderita

dengan adenoma hipofise mengalami penurunan kadar gonadotropin karena tekanan tumor
pada hipofise dan peningkatan sekresi prolaktin.
Amenorea karena kadar prolaktin yang tinggi terjadi karena hambatan sekresi pulsatil
GnRH oleh prolaktin. Terapi yang diberikan adalah pengangkatan tumor atau supresi
sekresi prolaktin dengan pemberian dopamin agonis (bromokriptin). Bromokriptin akan
berikatan dengan reseptor dopamin dan akan bekerja menyerupai fungsi dopamin
menghambat sekresi prolaktin.
a.

Sindroma Amenorea Galaktorea


Merupakan kumpulan gejala klinis berupa amenorea dengan atau tanpa galaktorea

sebagai akibat peningkatan kadar prolaktin. Prolaktin dihasilkan di anterior hipofisis dan
pengeluaranya dipengaruhi oleh prolactin inhibiting factor (PIF). Hiperprolaktinemia
terajadi karena PIF tidak berfungsi pada keadaan-keadaan sebagai berikut : sekresi PIF
berkurang karena gangguan hipotalamus, obat-obatan yang menghambat kerja PIF
(fenotiazin, transquilizer atau psikofarmaka lain), estrogen, domperidone, simetidin,
kerusakan system vena portal hipofisis, prolaktinoma dan hipertiroid. Sebagai akibat
hiperprolaktinemia menyebabkan sekresi FSH dan LH berkurang, berkurangnya sensitivitas
ovarium terhadap FSH dan LH, memicu produksi air susu. Hiperprolaktinemia yang
berkepanjangan akan menyebabkan atrofi sel-sel hipofisis penghasil gonadotropin.
Diagnosis sindroma amenorea galaktorea adalah berdasarkan timbulnya gejala klinis
amenorea dengan atau tanpa galaktorea, keluhan sakit kepala dan gangguan penglihatan.
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai serum prolaktin diatas normal( > 5 25 ng/ml),
apabila serum prolaktin > 100 ng/ml kemungkinan dijumpai prolaktinoma. Bila diduga
prolaktinoma maka dapat dilakukan uji provokasi, antara lain :
1. Uji dengan TRH : pemberian 100 500 ug TRH intravena tidak menunjukkan perubahan
kadar prolaktin maka kemungkinan suatu prolaktinoma.
2

Uji dengan simetidin : apabila pemberian 200 mg simetidin IV tidak menimbulkan

peningkatan prolaktin.
3

Uji dengan domperidon : pemberian domperidon 10 mg iv tidak menyebabkan

peningkatan prolaktin.
Jenis Pemeriksaan

Kadar Prolaktin

Tanpa prolaktinoma

Prolaktinoma
Uji TRH

Tidak meningkat

Meningkat 4-14 kali

Uji Simetidin

Tidak meningkat

Meningkat di atas kadar


normal

Uji Domperidon

Tidak meningkat

Meningkat 8-11 kali

Obat yang paling banyak digunakan pada sindroma amenorea galaktorea adalah
bromokriptin dengan dosis 1 x 2,5 mg pada kadar prolaktin 25 40 ng/ml atau 2 x 5 mg
pada kadar prolaktin 50 ng/ml. Pemberiaan bromokriptin harus dilakukan pengawasan yang
baik sehingga kadar prolaktin serum tidak berada dibawah nilai normal yang dapat
mengganggu fungsi korpus luteum. Efek samping bromokriptin yang sering timbul adalah
mual, pusing dan hipotensi. Pada penderita hiperprolaktinemia tanpa galaktorea maka
pemberian bromokriptin tidak akan memberi efek apapun.
b. Amenorea hipogonadotrop dengan atau tanpa tumor hipofisis
Bila hormon FSH, LH dan prolaktin normal, penyebabnya adalah insufisiensi
hipotalamus hipofisis yang bisa disebabkan tumor hipofisis dan untuk membuktikannya
perlu pemeriksaan radiologik.
c. Amenorea hipergonadotrop
Bila hormon FSH dan LH tinggi, prolaktin normal maka penyebab amenorea adalah di
ovarium oleh karena insufisiensi ovarium, misalnya pada menopause prekok. Selanjutnya
perlu dilakukan biopsi ovarium melalui laparoskopi.
III. Amenorea Ovarium
Penyebab amenorea pada ovarium adalah tidak terbentuknya kedua ovarium atau
hipogenesis ovarium seperti pada sindroma Turner, pengangkatan kedua ovarium, ovarium
polikistik, insufisiensi ovarium karena radiasi, sindroma ovarium resisten gonadotropin,
tumor ovarium dan beberapa gangguan ekstragonad yang mengganggu fungsi ovarium,
seperti : gangguan fungsi tiroid, diabetes mellitus, kekurusan (underweight), kegemukan
(overweight), trauma psikogen. Penderita amenorea ovarium umumnya infertile dengan
gambaran seks sekunder kurang terbentuk.

Pengobatan untuk menekan sekresi FSH dapat diberikan estrogen dan progesteron atau
estrogen saja secara siklik.
IV. Amenorea akibat gangguan di saluran keluar kelamin wanita dan uterus
Penyebab amenorea adalah aplasia uteri dan vagina, uterus hipoplasi, kelainan
congenital, atresia serviks, atresia cavum uteri, kerusakan endometrium akibat kuretase,
infeksi dan obat-obatan. Pada kasus atresia himen darah haid tidak dapat keluar, sehingga
dapat terjadi pengumpulan darah haid di vagina (hematokolpos) atau di uterus
(hematometra) atau di tuba (hematosalping).
a. Asherman Syndrome
Sindroma yang terjadi karena destruksi endometrium serta tumbuhnya perlekatan pada
dinding kavum uteri sebagai akibat kerokan yang berlebihan, biasanya pada abortus atau
postpartum. Penderita biasanya menderita amenorea sekunder, selain dapat terjadi abortus,
dismenorea, hipomenorea dan infertilitas.
Penanganan sindroma asherman adalah melepaskan perlekatan dengan dilatasi serta
kuretase atau histeroskopi dengan menghilangkan perlekatan memberi hasil yang lebih baik
dan untuk mencegah perlekatan berulang dengan pemasangan IUD atau pediatric foley
catether , serta pemberian antibiotika spectrum luas dan estrogen selama dua bulan.
b. Mullerian anomali atau agenesis
Kelainan perkembangan tuba mulleri baik total atau sebagian. Keadaan ini perlu
difikirkan pada penderita amenorea tanpa riwayat perdarahan pervaginam.
c. Feminisasi testikular
Ditandai amenorea primer, tidak ada uterus dan tidak adanya rambut pubis dan aksila.

IV. DOKUMENTASI
I.

IDENTITAS

Nama
: Ny. R.R.R
Umur
: 34 tahun
Pendidikan
: S1 Sarjana Pendidikan
Pekerjaan
: Wakil Kepala Sekolah SDIT
Status perkawinan : Kawin
Agama
: Islam
Alamat
: Jambon Wot Tegal Asri Cacaban Kecamatan Magelang Tengah

II.

ANAMNESIS (13 Agustus 2016 jam )


1. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan belum menstruasi sejak bulan juni 2016.
2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien P1A0 memeriksakan keadaannya ke poli kandungan RS Budi Rahayu, pasien


mengaku sudah 5 bulan belum mendapatkan menstruasi dan bulan ini adalah bulan ke5 pasien belum juga menstruasi. Sebelumnya pasien menstruasi secara teratur setiap
bulannya sejak usia 14 tahun dengan lama menstruasi 5 hari dan dirasakan nyeri saat
menstruasi. Pasien tidak mengeluhkan adanya gejala mual muntah pada pagi hari,
payudara terasa kencang, cepat lelah maupun sering berkemih. Pasien sedang tidak
menyusui. Pasien tidak melakukan uji kehamilan selama 5 bulan ini. Pasien mengaku
pernah mengkonsumsi obat perangsang menstruasi pada tahun 2011. Pasien merupakan
merupakan seorang wakil kepala sekolah di Magelang yang akhir-akhir ini cukup
menguras energi dan pikirannya untuk mengurus akreditasi sekolah. Dokter melakukan
pemeriksaan menggunakan USG dan tidak ditemukan adanya kantong kehamilan. Dan
diputuskan untuk pemberian terapi berupa obat oral yang berisi hormone.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit asma

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat penyakit epilepsi

: disangkal

Riwayat penyakit Hepatitis

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hamil kembar

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat jantung

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat gangguan jiwa

: disangkal

5. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, dengan suami sekarang dan sudah menikah selama 3 tahun

6. Riwayat Haid

Menarche
Siklus
Lamanya
Jumlah
HPHT

: 14 tahun
: 28 hari
: 5 hari
: 2-3 pembalut dalam sehari
: 3 Mei 2016

7. Riwayat Obstetri

No

Keadaan

kehamilan,

persalinan,Umur sekarang/

keguguran dan nifas


1

Keadaan anak

Tempat perawatan

sehat

RS Budi Rahayu

tgl. lahir

Hamil postterm, partus spontan,2 tahun


laki-laki, 2700 gram, nifas baik

8. Riwayat Operasi

Riwayat operasi Appendiktomi bulan Desember 2015


9. Riwayat Keluarga Berencana

Pasien tidak pernah menggunakan KB


III.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

: T : 130/80 mmHg
N : 88x/menit

BB : 60 kg
TB : 155 cm

t : 36,4 0C
Kepala

RR : 20x/menit
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Thorax

: Jantung dan pulmo dalam batas normal

Ektremitas

: edema tungkai (-/-), varises (-/-)

I. STATUS OBSTETRI
Abdomen :
Inspeksi

: Abdomen bagian bawah tidak tampak mengalami pembesaran, tidak ada

tanda-tanda peradangan, bekas operasi (+).


Palpasi
: TFU tidak teraba, nyeri tekan (-)

IV.

LAMPIRAN
Hasil USG : kesan gambaran dalam batas normal

V.

DIAGNOSIS
G1P1A0 usia ibu 34 tahun dengan Amenorhea Sekunder

VI.

SIKAP
Pemberian Norelut (Norethisterone) 5 mg 1 kali 1 per oral

DAFTAR PUSTAKA

Conningham, F. Gery, DKK. 2006. Obstetri Williams. Jakarta: EGC


Sastrawinata, Sulaeman. 2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi, E/2. Jakarta: EGC
Santana, Daniel. 2007. Kamus Lengkap Kedokteran. Jakarta: Mega Aksara
Speroff L, Glass R H, Kase N G, 1993. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, 5

th

edition, William & Wilkins, Philadelphia. 401 454.


Baziad A, Surjana E J, 1993. Pemeriksaan dan Penanganan Amenorea, edisi pertama, KSERI,
Jakarta, 35 56.
Scherzer W J, Clamrock H, 1996. Amenorea, Novaks Gynecology, 12
Wilkins, Baltimore, 809 831.

th

edition, William &

Anda mungkin juga menyukai