pupuk urea.
Dengan
26
Perlakuan
Kelas
9,8
12,4
17,8
32,6
45,6
48,4
51
Non
MPHP+Pewiwilan
AD
12,5
21,7
35,2
51,2
53,8
56,8
57
MPHP+Non
Pewiwilan
8,1
9,8
14,8
22
33,3
44
58,3
MPHP+Pewiwilan
10,2
15,9
20,5
28,2
40,2
45,2
53,6
27
data
diatas
dapat
diketahui
bahwa
rata-rata
28
protein,
enzim,
hormon
dan
karbohidrat,
sehingga
Tinggi Tanaman
60
50
Non MPHP +
Non Pewiwilan
40
Non MPHP +
Pewiwilan
30
20
MPHP + Non
Pewiwilan
10
MPHP +
Pewiwilan
29
30
yang diberikan tercuci oleh air hujan maupun siraman serta mengalami
penguapan akibat panas matahari, terutama untuk pupuk yang daya
higroskopisnya tinggi seperti urea. Kandungan nitrogen dalam urea sangat
berpengaruh pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman.
Selain itu, perlakuan pewiwilan juga dapat mempengaruhi rerata
pertamabahan tinggi tanaman. Pemangkasan merupakan penghilangan
bagian tanaman (cabang, pucuk atau daun) untuk menghindari arah
pertumbuhan yang tidak diinginkan. Pemangkasan dilakukan untuk
mengurangi
pertumbuhan
vegetatif
(cabang)
dan
meningkatnya
(buah),
memperbanyak
penerimaan
cahaya
matahari,
31
No.
Perlakuan
Kelas
3,4
7,2
9,8
17,6
24,2
31,2
42,6
Non
MPHP+Pewiwilan
AD
4,2
11
24,8
92
110,2
44,6
49
MPHP+Non
Pewiwilan
3,6
7,3
11
22
46
67
MPHP+Pewiwilan
3,4
6,6
10,2
12
22,8
31,8
37,4
Dari data tabel diatas terlihat rata-rata jumlah daun tanaman tomat
yang berbeda pada setiap perlakuannya dan mengalami peningkatan
bahkan penurunan pada setiap minggunya. Pada perlakuan non
MPHP+non pewiwilan rata-rata jumlah daun pada 2 MST hingga 3 MST
terjadi peningkatan jumlah daun sebesar 111,7%, 3 MST hingga 4 MST
peningkatan terjadi sebesar 36,1%, 4 MST hingga 5 MST mengalami
peningkatan sebesar 79,5%, 5 MST hingga 6 MST peningkatan mengalami
kenaikan sebesar 37,5%, 6 MST hingga 7 MST mengalami peningkatan
sebesar 28,92%, dan di minggu terakhir pengamatan yaitu pada 7 MST
hingga 8 MST mengalami kenaikan sebesar 36,5%.
Pada perlakuan non MPHP+pewiwilan rata-rata jumlah daun
tanaman tomat terjadi peningkatan dari 2 MST hingga 3 MST sebesar
161,9%, 3 MST hingga 4 MST peningkatan terjadi sebesar 125,4%, 4 MST
hingga 5 MST mengalami peningkatan sebesar 270,9%, 5 MST hingga 6
MST peningkatan mengalami kenaikan sebesar 16,5%,sedangkan pada 6
MST hingga 7 MST mengalami penurunan sebesar 59,5%, dan di minggu
terakhir pengamatan yaitu pada 7 MST hingga 8 MST rata-rata jumlah daun
tanaman tomat mengalami kenaikan sebesar 9,8%.
Pada perlakuan MPHP+non pewiwilan rata-rata jumlah daun
tanaman tomat terjadi peningkatan dari 2 MST hingga 3 MST sebesar 38%,
3 MST hinggga 4 MST peningkatan terjadi sebesar 46%, 4 MST hingga 5
MST mengalami peningkatan sebesar 50,6%, 5 MST hingga 6 MST
peningkatan mengalami kenaikan sebesar 100%, 6 MST hingga 7 MST
32
perlakuan berbeda.
120
100
Non MPHP+Non
Pewiwilan
80
Non
MPHP+Pewiwilan
60
40
MPHP+Non
Pewiwilan
20
MPHP+Pewiwilan
Dari data grafik diatas dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah daun
tanaman tomat pada masing-masing perlakuan mengalami kenaikan.
Kecuali pada perlakuan non MPHP dan pewiwilan terjadi penurunan grafik
pada enam mst ke tujuh mst. Kenaikan tertinggi dapat dilihat pada
perlakuan non MPHP dan pewiwilan,kemudian diikuti dengan MPHP+non
pewiwilan dan
33
dengan MPHP rerata jumlah daun paling tinggi dari perlakuan yang lainnya.
Hal tersebut menyatakan bahwa jumlah daun pada perlakuan MPHP lebih
baik dari perlakuan tanpa mulsa. Penelitian Brewster (1994) dalam Sumarni
dan Rosliani (2010), menyatakan peningkatan suhu di sekitar tanaman
akibat pemberian naungan plastik mengakibatkan laju proses fotosintesis
dan laju pertumbuhan tanaman meningkat sehingga terjadi peningkatan
jumlah daun. Jumlah daun yang semakin banyak akan menyebabkan
intensitas sinar matahari dan jumlah CO2 yang terserap juga semakin
banyak sehingga akan meningkatkan laju fotosintesis. Peningkatan laju
fotosintesis suatu tanaman akan menghasilkan fotosintat yang lebih baik.
Mudarisna (2004), menyatakan bahwa pertumbuhan organ vegetatif
termasuk daun membutukan air dan CO2 sebagai bahan dasar proses
fotosintesis. Pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan dengan
MPHP berpengaruh pada pertumbuhan jumlah daun tanaman tomat.
Dan pada perlakuan pewiwilan jumlah daun yang dihasilkan lebih
rendah daripada pada perlakuan non pewiwilan, hal ini disebabkan bahwa
pada pewiwilan dilakukan pemangkasan tunas air dan cabang yang tidak
diperlukan sehingga terjadi penurunan pada jumlah daunnya. Menurut
Cahyono (1996), pemangkasan merupakan penghilangan bagian tanaman
(cabang, pucuk atau daun) untuk menghindari arah pertumbuhan yang tidak
diinginkan. Pemangkasan dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan
vegetatif (cabang) dan meningkatnya pertumbuhan generatif (buah) dan
memperbanyak penerimaan cahaya matahari merupakan salah satu cara
untuk memperbesar buah dan meningkatkan bobot perbuah, pemangkasan
dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan vegetatif (daun/cabang) dan
meningkatkan pertumbuhan generatif (buah), memperbanyak penerimaan
cahaya matahari, menurunkan tingkat kelembaban di sekitar tanaman
menghambat pertumbuhan yang tinggi agar mudah pemeliharaannya dan
untuk menaikkan kualitas buah. Hasil penelitian Hestutiasih dalam Fabiola
(2004), juga memperlihatkan bahwa pemangkasan dengan meninggalkan
batang utama dapat mempertinggi persentase terbentuknya buah, bobot
buah total per tanaman dan bobot buah pada tanaman tomat.
34
No.
Perlakuan
Kelas
2
Non MPHP +
Non Pewiwilan
2,2
9,2
9,2
Non MPHP +
Pewiwilan
AD
1,4
9,6
20,6
21,4
MPHP + Non
Pewiwilan
2,5
5,3
12,6
MPHP +
Pewiwilan
0,6
5,8
18,2
30,4
Dari data hasil pengamatan jumlah buah tanaman tomat diatas dapat
diketahui bahwa pada perlakuan non MPHP+non pewiwilan terjadi
peningkatan dari 6 MST ke 7 MST mengalami peningkatan sebesar
318,18%, dan di minggu terakhir pengamatan yaitu pada 7 MST ke 8 MST
presentase peningkatan jumlah buah 0% atau jumlah tetap. Pada perlakuan
non MPHP+pewiwilan terjadi peningkatan dari 5 MST ke 6 MST
peningkatan mengalami kenaikan sebesar 585,71%, sedangkan pada 6
MST ke 7 MST mengalami peningkatan sebesar 114,58%, dan di minggu
terakhir pengamatan yaitu pada 7 MST ke 8 MST jumlah buah tetap atau
peningkatan 3,88%. Pada perlakuan MPHP+non pewiwilan terjadi
peningkatan pada 6 MST ke 7 MST mengalami peningkatan sebesar 112%
dan di minggu terakhir pengamatan yaitu pada 7 MST ke 8 MST mengalami
kenaikan yang cukup besar yaitu sebesar 137,73%. Dan data hasil
pengamatan jumlah daun tanaman tomat pada perlakuan non MPHP+non
pewiwilan terjadi peningkatan dari 5 MST ke 6 MST peningkatan mengalami
kenaikan sebesar 866,67%, pada 6 MST ke 7 MST mengalami peningkatan
sebesar 213,79%, dan di minggu terakhir pengamatan yaitu pada 7 MST ke
8 MST mengalami kenaikan yang cukup jauh yaitu sebesar 67%.
35
35
30
Non MPHP+Non
Pewiwilan
25
20
Non
MPHP+Pewiwilan
15
10
MPHP+Non
Pewiwilan
MPHP+Pewiwilan
menurunkan
tingkat
kelembaban
di
sekitar
tanaman,
36
No.
Perlakuan
Kelas
3,6
1,8
AD
0,76
3,6
4,6
Non
MPHP+Pewiwilan
MPHP+Non
Pewiwilan
MPHP+Pewiwilan
2,6
1,1
37
38
Intensitas Penyakit
3,5
3
2,5
MPHP + Non Pewiwilan
2
1,5
MPHP + Pewiwilan
1
0,5
0
2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst 8 mst
Umur Tanaman
39
berbentuk konsentris seperti pada daun, berwarna hitam dan terjadi busuk
kering (Mediantie, 1985). Dapat terlihat pada gambar dokumentasi
pengamatan penyakit yang ditemukan di lapang menunjukan gejala dari
serangan A. solani.
40
tanaman inang dan mnenciptakan kondisi yang sesuai bagi kehidupan jenis
patogen tertentu.
Penanaman dan pengamatan dilakukan pada bulan Oktober yang
merupakan waktu datangnya musim hujan, selain memberikan persediaan
air yang cukup bagi tanaman ternyata juga dapat memberikan dampak
negatif berupa lingkungan udara yang lembab. Kelembaban yang tinggi ini
sangat kondusif bagi perkembangan tumbuhnya jamur maupun bakteri.
Penggunaan mulsa seharunya dapat menekan intensitas serangan
penyakit. Pemakaian mulsa plastik hitam menyebabkan suhu tanah
meningkat 30C - 50C (Bhella, 1988). Plastik hitam dapat memodifikasi suhu
tanah dengan mengabsorpsi radiasi, hal ini yang menyebabkan
peningkatan suhu pada tanah (Haryono, 2009). Sehingga dapat diketahui
bahwa penggunaan mulsa dapat menjaga kelembaban tanah agar tetap
stabil sehingga pada musim hujan tanah tidak terlalu lembab dan becek
sehingga penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri pun dapat
ditekan. Oleh karena itu rata-rata intensitas serangan penyakit pada
perlakuan menggunakan MPHP lebih kecil dan bahkan tidak terserang
penyakit dibandingkan dengan perlakuan non MPHP.
4.6 Keragaman Arthropoda
Arthropoda yang ditemukan pada tanaman tomat beragam dari
berbagai perlakuan,ada yang berperan sebagai hama maupun berperan
sebagai musuh alami. Namun pada perlakuan mulsa maupun pewiwilan
hama atau musuh alami yang ditemukan sejenis,tidak ada hama yang
berbeda antara berbagai perlakuan pada tanaman tomat. Karena hama
yang ditemukan di lahan merupakan hama-hama penting pada tanaman
tomat. Berikut merupakan tabel hasil pengamatan keragaman arthropoda
tanaman tomat yang diamati pada praktikum teknologi produksi tanaman
yang dilakukan selama 9 minggu pada umur 2 sampai 8 minggu setelah
tanam (MST), dengan empat perlakuan berbeda yaitu non MPHP (mulsa
hitam plastik perak)+pewiwilan, non MPHP+pewiwilan, MPHP+non
pewiwilan, dan MPHP+pewiwilan yang disajikan pada Tabel 7.
41
Spesies
Foto
Peran
Lokal
1.
Ulat Buah
Tomat
Ilmiah
Dokumentasi
Helicoverpa
armigera Hubn.
Hama
Gambar 16.(a)
Helicoverpa
armigera
2
Kumbang
Kubah Spot
M
Ulat Grayak
(b) Helicoverpa
armigera
(Setiawati,2001)
Menochillus
sexmaculatus
Musuh
Alami
Ulat
Buah
Gambar 17.(a)
Menochillus
sexmaculatus
Literatur
(b) Menochillus
sexmaculatus
(Simanjuntak,
2000)
Spodoptera
litura
Hama
Gambar 18.(a)
Spodoptera
litura
(b) Spodoptera
litura
(Setiawati,2001)
42
Lalat
Pengorok
Daun
Liriomyz
huidobrensis
Blanchard
Hama
(b) Liriomyz
huidobrensis
(Setiawati,2001)
Gambar 19.(a)
Liriomyz
huidobrensis
43
Soekarna (1985), serangan parah terjadi pada musim kemarau, pada saat
kelembaban udara ratarata 70% dan suhu udara18-23%. Pada saat cuaca
demikian, ngengat akan terangsang untuk berkembang biak serta
persentase penetasan telur sangat tinggi, sehingga populasinya menjadi
sangat tinggi dan tingkat serangannya jauh melampaui ambang ekonomi.
Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak daun
dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan
tinggal tulang-tulang daun saja.
Hama yang ditemukan dilahan yaitu lalat pengorok daun (Liriomyz
huidobrensis), umumnya hama pengorok daun bersifat polifag atau
menyerang berbagai jenis tanaman inang dan menyerang daun tanaman
tomat dengan gejala larva merusak tanaman dengan cara mengorok daun,
sedangkan serangga dewasa merusak tanaman dengan cara tusukan
ovipositor pada saat oviposisi dan dengan menusuk dan menghisap cairan
tanaman. Hal tersebut menganggu proses fotosintesis tanaman dan dapat
menimbulkan kematian atau gugur daun sebelum waktunya (Chandler et
al., 1985). Dan terdapat musuh alami yang ditemukan yaitu kumbang kubah
spot m (Menochillus sexmaculatus) yang merupakan musuh alami dari ulat
buah tomat (Helicoverpa armigera). Menurut Nurindah (2012), menyatakan
parasitoid dan predator lokal dapat dimanfaatkan untuk berperan dalam
pengendalian hama yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Predator
yang dominan dalam pengendalian adalah laba-laba, kumbang kubah, dan
kepik predator. Sesuai pendapat diatas berarti jelas bahwa fungsi atau
peran kumbang kubah spot M adalah sebagai predator hama. Musuh alami
Menochillus sexmaculatus merupakan predator yang memakan telur dari
ulat buat (Helicoverpa armigera) (Simanjuntak, 2004).
4.3 Pembahasan Umum
Berdasarkan data rata-rata pengamatan yang didapatkan, diketahui
bahwa dari keempat perlakuan berbeda rerata pertumbuhan tinggi tanaman
yang paling baik untuk tomat adalah pada perlakuan dengan menggunakan
MPHP dengan non pewiwilan. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi
pemberian mulsa. Menurut Hanada (1991), mulsa plastik dapat mencegah
44
pelindihan unsur hara, karena mulsa plastik dapat sebagai barier fisik
terhadap curah hujan. Jumlah unsur hara (N, P, K, Ca, dan Mg) diabrospsi
oleh tanaman dari dalam tanah 1,4 sampai 1,5 kali lebih tingi pada
perlakuan mulsa plastik dibandingkan tanpa mulsa (Haryono, 2009).
Penggunaan MPHP dapat mencegah kehilangan pupuk atau pencucian
hara akibar air hujan, air siraman, dan mengurangi penguapan sehingga
pertumbuhan tinggi tanaman akan maksimal. Selain itu, perlakuan
pewiwilan juga dapat mempengaruhi rerata pertambahan tinggi tanaman.
Pemangkasan merupakan penghilangan bagian tanaman (cabang, pucuk
atau daun) untuk menghindari arah pertumbuhan yang tidak di inginkan.
Pemangkasan
(cabang)
dan
dilakukan
untuk mengurangi
meningkatnya
pertumbuhan
pertumbuhan
generatif
vegetatif
(buah)
dan
45
30C50C
(Bhella,
1988).
Karena
plastik
hitam
dapat
46
5. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
menggunakan perlakuan pembeda yaitu penggunaan MPHP dan pewiwilan
didapatkan hasil bahwa tanaman tomat dapat tumbuh dengan baik pada
perlakuan MPHP dan pewiwilan. Kedua perlakuan tersebut dapat
berpengaruh dalam peningkatan hasil produksi tanaman tomat. Pada
perlakuan MPHP dan pewiwilan rerata produksi jumlah buah tertinggi yaitu
dengan rerata buah yang dihasilkan sebesar 30,4. MPHP dapat
meningkatkan produksi tanaman karena mulsa plastik hitam perak dapat
memodifikasi suhu tanah dan memelihara kelembaban tanah. Dengan
meningkatnya suhu sekitar akar tanaman, maka aktivitas fotosintesis
meningkat. Serta perlakuan pewiwilan pada tanaman tomat merupakan
perlakuan yang paling baik karena pewiwilan memiliki keuntungan yaitu
dapat memacu fase generatif tanaman tomat sehingga mempercepat
pematangan buah, meningkatkan panen awal dan total panen, mengurangi
hama dan penyakit, buah lebih besar dan mempermudah pemanenan.
Sehingga untuk perlakuan praktikum dengan menggunakan MPHP dan
pewiwilan adalah upaya yang tepat untuk meningkatkan produksi pada
tanaman tomat.
47
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W. 1999. Pola Pertumbuhan Produksi Beberapa Jenis Sayuran
di Indonesia. J.Hort. 9(2): 258-265.
Aksi Agraris Kansius (AAK). 1992. Petunjuk Praktis Sayuran.Yogyakarta:
Kanisius.
Badan
Blanchard, R.O dan T.A Tattar. 1981. Field and Laboratory Guide to Tree
Pathology. New York: Academic press.
Cahyono, B. 2002. Tomat ,Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen.
Yogyakarta: Kansius.
Chandler, L.D. 1985. Flight activity of Liriomyza trifolii (Diptera:
Agromyzidae) in relationship to placement of yellow traps in bell
pepper. J. Econ. Entomol. 78(1): 825-828.
Djafarudin. 2001. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Jakarta:
Bumi Aksara.
Elviana. 2008. Pengaruh Pendinginan Siang/Malam Larutan Nutrisi
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Lycopersicum
Esculentum Mill) Pada Budidaya Secara Nutrient Film Technique
(NFT). Repository IPB.
Endah, J dan Novizan. 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman.
Jakarta: Agromedia
Esrita.
48
49