PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses
seseorang.
Pengetahuan
diperlukan
sebagai
dukungan
dalam
menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku seseorang dalam
kehidupanya sehari-hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan
fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner and Suddarth
2002). Hiperglikemia pada DM akibat kekurangan hormone insulin absolute
ataupun relative. Absolute artinya DM yang disebabkan tidak adanya insulin,
sedang relative bila jumlah insulin cukup, tetapi daya kerja insulin kurang.
Diabetes lellitus terbagi dua jenis yaitu: DM tipe 1 yang terjadi sekitar 10% dari
penderita DM karena kerusakan sel beta pancreas, sedangkan DM tipe 2 terjadi
90% dari penderita DM yang disebabkan oleh resistensi insulin. Diabetes mellitus
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan masalah yang serius dan
prevalensinya meningkat secara cepat (Lewis, et al 2011).
Tanda gejala yang sering muncul pada pasien DM adalah poliuria, rasa
haus berlebih, dan nafsu makan yang meningkat. Diabetes melitus juga terkenal
dengan komplikasi-komplikasi yang sering muncul, diantaranya adalah DKA
(diabetic ketoacidosi), pada seseorang dengan komplikasi DKA dapat diketahui
dengan tanda yang biasa muncul yaitu biasanya pasien stupor, dengan nafas cepat,
nafas berbau buah atau keton, terkadang muncul hipotermi (masharani, 2012),
selain itu komplikasi lainnya adalah gangguan pada jantung, gangguan pada
jantung biasanya terjadi karena adanya sumbatan pada pembuluh darah besar
jantung (Kariadi, 2009), komplikasi lain adalah neuropati, neuropati merupakan
sekelompok penyakit yang menyerang saraf pada pasien diabetes melitus, yang
berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan (Subekti, 2006), dan ada juga
komplikasi berupa luka kaki diabetes.
Ulkus diabetik adalah salah satu komplikasi yang sering muncul pada
penderita diabetes melitus, ulkus diabetik ini memerlukan waktu yang lama dalam
pengobatannya dan sering berkaitan dengan komplikasi medis yang serius seperti
osteomyelitis dan amputasi tungkai bawah (Kirsner et al, 2010). Penyebab dari
ulkus kaki diabetik adalah adanya penebalan pada dinding pembuluh darah besar
(makroangiopati) yang biasa disebut dengan aterosklerosis (Kariadi, 2009). Ulkus
diabetik sering ditandai dengan trias klasik yaitu, neuropati, iskemik, infeksi. Pada
pasien diabetes melitus terjadi gangguan mekanisme metabolisme sehingga
terdapat peningkatan risiko infeksi dan penyembuhan luka yang buruk, karena
mekanisme yang meliputi sel dan faktor pertumbuhan mengalami penurunan
respon, sehingga berkurangnya aliran darah perifer dan penurunan angiogenesis
lokal (Singh, Pai, & Yuhhui, 2013).
Ulkus kaki diabetes biasanya disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
neuropati, neuropati berperan menyebabkan ulkusdiabetes sebesar 60% (Singh,
Pai, & Yuhhui, 2013), selain itu adanya deformitas, riwayat ulkus sebelumnya,
gangguan sirkulasi berpesan dalam menyebabkan ulkus diabetes. Hal lain yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya ulkus kaki adalah kurangnya perawatan kaki,
merokok, aktifitas fisik, dan usia.
lingkungan agar terhindar dari benda-benda lain yang dapat menyebabkan luka.
Apabila perawatan yang dilakukan dengan tepat maka dapat membantu proses
penyembuhan dan diharapkan pasien menjadi sehat baik fisik, mental, sosial dan
spiritual (Nurhasan, 2002).
Dalam penelitian yang telah dilakukan Begum et al., 2010 telah meneliti
hubungan pengetahuan tentang perawatan kaki diabetes dan perawatan kaki
dengan kejadian ulkus diabetik, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui
pengetahuan tentang risiko terjadinya ulkus kaki pada pasien DM dengan kejadian
ulkus diabetik, karena tidak hanya pengetahuan tentang perawatan kaki DM saja
tapi juga pengetahuan tentang risiko terjadinya ulkus kaki DM yang dapat
mencegah terjadinya komplikasi ulkus. Adanya pengetahuan yang baik tentang
risiko komplikasi suatu penyakit tersebut secara umum, maka akan merubah
perilaku penderita DM menjadi perilaku yang sehat dan dapat mencegah terjadinya
komplikasi kaki diabetes.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tingkat
pengetahuan pasein tentang perawatan DM dengan kejadian ulkus diabetik di
rumah sakit St. Elisabeth Medan.
1.2.
Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan Diabetes
Mellitus dengan kejadian Ulkus Diabetik di ruangan st. Ignatius dan ruangan
st.Maria Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2016
1.3.
Tujuan Penelitian
1.4.
Manfaat Penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Teori Pengetahuan
2.1.1. Defenisi pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindaran manusia, atau hasil tahu sesorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intesitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan ini sendiri
di pengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya
dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi
maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya (Wawan, 2010).
2.1.2. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan adalah tingkat seberapa kedalaman seseorang dapat
menghadapi, mendalami, memperdalam perhatian seperti sebagaimana manusia
menyelesaikan masalah tentang konsep-konsep baru dan kemampuan dalam
belajar di kelas (Lestari, 2015). Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan, yakni:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruj bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang
apa
yang
dipelajari
antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tandatanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita (Notoatmodjo, 2014).
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang
memahami cara pemberantas penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar
menyebutkan 3M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat
menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat
penampungan air tersebut (Notoatmodjo, 2014).
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dumaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang
proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di
tempat ia bekerja atau dimana saja, orang yang telah paham metodologi penelitian,
ia akan mudah membuat proposal penelitian di mana saja, dan seterusnya
(Notoatmodjo, 2014).
4. Analisi (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dana tau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang
tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokan, membuat
diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo, 2014).
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkul atau
meletakan adalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya
dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang halhal yang telah dubaca atau didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang
artikel yang dibaca (Notoatmodjo, 2014).
6. Evaluasi (evaluation)
Evalusi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap auatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau normanorma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau
menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menili
manfaat ikut keluarga berencana bagi keluarga, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2014).
2.1.3. Proses perilaku Tahu
Menurut Rogers (1974), perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas
manusia baik yang dapat diamati langsung dari manapun tidak dapat amati oleh
pihak luar. Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku baru didalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2. Inters (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan
tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang), individu akan mempertimbangkan baik
buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi bagi dirinya, hal ini
berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru
5. Adaptasi, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Lestari (2015) adalah:
pribadi
pun
dapat
digunakan
sebagai
upaya
memperoleh
kebenaran
pengetahuan,
manusia
telah