Lapkas Aul
Lapkas Aul
PENYAJIAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. EC
Umur
: 67 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Jabatan/Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Jl. Prapatan Cihanjuang RT 11/04, Cimahi
Ruang
: Ceremai
Masuk Rumah Sakit : 24 September 2016
A. ANAMNESA
Keluhan Utama : Sesak Napas
Anamnesis:
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengeluh sesak napas sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Sesak dirasakan terutama saat beraktivitas seperti pergi ke kamar mandi, setelah buang
air besar dan kadang sesak napas juga dirasakan saat beristirahat. Pasien mengaku sering
terbangun karena sesaknya. Pasien biasanya tidur dengan 2 bantal. Sesak napas disertai
dengan jantung terasa berdebar-debar yang dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati dan mual. Bengkak pada kaki (-).
Keluhan sesak napas pernah dirasakan sebelumnya oleh pasien. Nyeri dada (-),
pingsan (-), muntah (-), batuk (-) demam (-).
Riwayat keluarga hipertensi (+). DM (-), stroke (-), infeksi paru (-).
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Kesan Umum
a. Status generalis
Keadaan umum: Sakit sedang / Compos mentis (GCS 15 E4M6V5)
BB: 55 kg, Tb: 148 cm, IMT: 25,11 kg/m2
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu
SpO2
: 140/80 MmHg
: 150 x/menit, regular, kuat angkat
: 32 x/menit, reguler
: 36,7 0C
: 95%
: Bibir sianosis (-), mukosa bibir kering (-), atrofi papil lidah (-).
Leher
: Pembesaran KGB (-), distensi vena leher (-), JVP 5+2 cmH2O.
Thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vokal fremitus simetris sama kiri dan
kanan.
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
tidak teraba
: Timpani (+), ascites (-)
Ekstremitas
Feel
Look
Movement
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kriteria minor
Edema ekstremitas
(+)
Batuk malam hari
(-)
Dispneu on effort
(+)
Hepatomegali
(-)
Efusi pleura
(-)
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
(-)
Takikardi (>120 x/menit)
(+)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
-
Hb
: 13,6 g/dL
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
: 6,6 x 106/mm2
: 12,1 x 103/mm2
: 44,3 %
Trombosit
Ureum
Kreatinin
Trigliserida
LDL
: 274 x 103/mm2
: 39 mg/dl
: 1,0 mg/dl
: 105 mg/dl
: 105 mg/dl
- Elektrokardiografi
Irama
: Atrial
Frekuensi
Axis
: Normal
Kelainan Gelombang :
Gelombang P (-)
D. Resume
-
Ny. EC, 67 tahun dengan sesak napas sejak 7 jam SMRS, sesak terutama
dirasakan saat beraktivitas seperti pergi ke kamar mandi, setelah buang air
besar dan juga kadang sesak napas dirasakan saat beristirahat. Paroxsysmal
Nocturnal Dispneu (+), orthopneu (+). Palpitasi (+) yang dirasakan sejak 1 hari
SMRS. Nyeri ulu hati (+) dan nausea (+). Pasien memiliki riwayat hipertensi
sejak 6 tahun, tapi sering kontrol ke poli jantung. Selain itu, pasien juga
-
D. Diagnosis
Diagnosis klinis
Diagnosis anatomis
: Kardiomegali
Diagnosis etiologi
: Hipertensi
1.
2.
3.
4.
E. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa :
Medikamentosa :
Konsul Sp. JP
Bisoprolol 1x2,5 mg PO
IVFD NS 500cc/24jam
Valsartan 1x80 mg PO
Furosemide 3x40mg IV
Aspillet 1 x 80 mg PO
Maintenance:
Clopidogrel 1 x 75 mg PO
Atorvastatin 1x 20 mg PO
500cc/24jam.
-
Irama
: Atrial
Frekuensi
Axis
: Normal
Kelainan Gelombang :
Gelombang P (-)
Irama
: Sinus
Frekuensi
: 60 x/menit Reguler
Axis
: Normal
Kelainan Gelombang : -
Kesimpulan : Normal
-
E. Prognosis
Quo ad Vitam
: Dubia ad Malam
Quo ad Sanactionam
: Dubia ad Malam
Quo ad Functionam
: Dubia ad malam
BAB II
PEMBAHASAN
- Pasien atas nama Ny. EC, 67 tahun mengeluh sesak napas sejak 7 jam SMRS,
sesak terutama dirasakan saat beraktivitas seperti pergi ke kamar mandi, setelah buang
air besar dan juga kadang sesak napas dirasakan saat beristirahat. Keluhan dispnea atau
sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari penyakit
kardiopulmonar. Penyebab dari sesak nafas dapat dibagi menjadi 4 tipe. Tipe kardiak
yaitu Gagal jantung, penyakit arteri koroner, infark miokard, kardiomiopati, disfungsi
katup, hipertrofi ventrikel kiri, hipertrofi asimetrik septum, pertikarditis, aritmia. Tipe
Pulmoner yaitu Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Asma, Penyakit paru restriksi,
Gangguan penyakit paru, herediter, pneumotoraks. Tipe Campuran kardiak dan
pulmoner yaitu PPOK dengan hipertensi, pulmoner, emboli paru kronik, trauma Tipe
Non kardiak dan non pulmoner yaitu Kondisi metabolik, nyeri, gangguan
neuromuskular, gangguan panik, hiperventilasi, psikogenik, gangguan asam basa,
gangguan di saluran pencernaan (reflux, spasme oesophagus, tukak peptik). 1,2,3
- Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak bisa memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Gagal jantung terbagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung
kanan dan gagal jantung kongestif, yakni gabungan gagal jantung kiri dan kanan.4
ascites,
peningkatan
tekanan
vena
jugularis,
hepatomegali,
pembesaran jantung kanan, irama derap atrium kanan, murmur dan bunyi P2
mengeras, sedangkan gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gejala
gabungan keduanya.4
-
mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham, ditambah dengan
pemeriksaan penunjang. Yang termasuk kriteria mayor yakni: dispneu nokturnal
paroksismal atau orthopneu, peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah tidak
nyaring, kardiomegali, edema paru akut, irama derap S3, peningkatan vena > 16 cm H 2O
dan refluks hepatojugular. Kriteria minor yakni: edema pergelangan kaki, batuk pada
malam hari, dispneu deffort, hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang
menjadi 1/3 maksimum dan takikardi (>120x/menit). Foto rontgen toraks dapat
mengarah ke kardiomegali dengan corakan bronkovaskuler yang meningkat.4
- Adanya sesak yang memberat/dipengaruhi saat beraktivitas merupakan ciri khas
dari gagal jantung kongestif (congestive heart failure; CHF) yang merupakan salah satu
dari kriteria minor Framingham criteria untuk CHF. Sesak yang timbul saat beraktivitas
diakibatkan adanya hipoksia jaringan sebagai akibat dari payahnya pompa jantung untuk
menyuplai kebutuhan oksigen jaringan. Oleh karena status tersebut, tubuh melakukan
kompensasi dengan mempercepat laju pernapasan dan kemudian menyebabkan sesak
pada pasien.
- Pada pasien ini, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan adanya
dispneu on effort, dispneu nokturnal paroksismal, orthopneu, takikardi, takipneu, ronkhi
basah halus pada basal kedua lapang paru, dan pitting edema pada kedua ekstremitas.
Dari berbagai temuan klinis ini, dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif
karena kriteria Framingham yang biasa digunakan sudah memenuhi syarat.
- Edem pada tungkai dapat terjadi karena ekstravasasi cairan ke jaringan tubuh
diakibatkan adanya peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah yang
mengakibatkan cairan bocor dan masuk ke dalam jaringan interstisial. Ortopnea (sesak
yang timbul apabila pasien berada dalam posisi datar/berbaring) disebabkan adanya gaya
fisika cairan yang terjadi di paru. Pada posisi berbaring, cairan akan bergerak ke bawah
oleh karena gaya gravitasi, sehingga akan semakin banyak luas permukaan paru yang
terhalang oleh cairan dan membuat pasien semakin sesak dibandingkan saat pasien
dalam posisi tegak/duduk.
- Pembagian New York Heart Association berdasarkan fungsional jantung yaitu:
Kelas 4 : Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
tirah baring
- Pada kasus ini pasien mengeluhkan timbulnya sesak napas ketika melakukan
aktivitas sehari-hari berupa sesak timbul menuju kamar mandi, dan buang air besar.
Selain itu, pasien juga kadang mengeluhkan sesak saat istiahat. Dari keluhan tersebut
dapat diklasifikasikan dalam NYHA fungsional ke III-IV.
- Pada kasus ini, pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 6 tahun. Hal ini
dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya gagal jantung pada pasien. Hipertensi
menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi perifer sehingga beban kerja jantung
menjadi bertambah dan apabila terjadi secara terus menerus, maka akan berujung pada
hipertrofi miokard.
- Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan EKG. Hasil EKG menunjukkan adanya
irama atrial dengan frekuensi 150 x/menit reguler, normoaxis, gelombang p yang tidak
ada, dan interval QRS yang masih dalam rentang normal (2 kotak kecil ~ 0,08 mV). Dari
hasil ini dapat diambil kesimpulan berupa supraventicular tachycardia (SVT).
-
SVT adalah suatu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju
jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150-250 x/menit.
Kelain pada SVT biasanya mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian
atas bundel HIS. Pada kebanyakan kasus SVT mempunyai kompleks QRS normal. 5
Insidensi terjadinya SVT sekitar 1-3 orang per 100 orang. Dalam sebuah studi berbasis
populasi, resiko SVT dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.6
- Gangguan irama jantung yang dapat menimbulkan SVT karena adanya sebuah
lingkaran reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada
pasien dengan takikardi, nodus AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi
cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan
katup trikuspid, memungkinkan sebuah lingkaran reentrant sebagai jalur impuls listrik
baru melalui jalur tersebut, keluar dari nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari
nodus AV ke atrium) dan secara anterograde (yaitu, maju ke atau dari nodus AV ke
ventrikel) pada waktu yang bersamaan. Akibat depolarisasi atrium dan ventrikel yang
bersamaan, gelombang P jarang terlihat pada gambaran EKG.7
-
Gejala yang biasanya timbul pada pasien dengan SVT adalah palpitasi, nyeri
dada, pusing, kesulitan bernapas, pucat, keringat berlebihan, mudah lelah, toleransi
latihan fisik menurun, kecemasan meningkat dan pingsan. Pada pasien ini, selain sesak,
pasien juga mengeluhkan palpitasi yang sudah dirasakan 1 hari SMRS. Keluhan ini
belum pernah dirasakan sebelumnya.8
-
mengurangi beban jantung sehingga kerja jantung dapat lebih baik. Terapi yang
diberikan adalah furosemide 3x40mg (2 ampul) yang bertujuan untuk mengurangi
preload sehingga beban jantung juga ikut berkurang. Furosemide merupakan golongan
loop diuretic yang menghambat reabsorpsi dari ion sodium (Na+) dan klorida (Cl-) pada
tubulus renalis proksimal dan distal serta loop of Henle sehingga cairan yang ada di
dalam tubuh akan ikut terbuang melalui ginjal yang menyebabkan diuresis pada pasien.
Restriksi cairan juga merupakan hal yang penting pada pasien CHF, sehingga pada
pasien ini hanya diberikan infus 500cc dalam 24 jam guna membantu mengurangi beban
preload. Selain itu, pasien juga diberikan edukasi untuk minum tidak lebih dari 4-5 gelas
kecil (200cc) per hari serta diet rendah garam. Pemberian valsartan yang merupakan
golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) bertujuan untuk mencegah konstriksi
pembuluh darah, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa angiotensin II merupakan
vasokonstriktor poten, sehingga dengan dicegahnya konstriksi pembuluh darah,
resistensi perifer menurun yang juga akan menurunkan beban pemompaan jantung
(menurunkan besar tegangan ventrikel).
- Keadaan SVT pada pasien ini ditanggulangi menggunakan Amiodaron.
Amiodaron merupakan analog hormon tiroid. Selain memperpanjang masa refrakter
efektif melalui blokade kanal K+, obat ini memiliki efek farmakologi multipel.
Amiodarone adalah obat antiaritmia yang paling luas jangkauan terapeutiknya karena
efektif terhadap semua jenis takiaritmia. Selain itu, obat ini tidak menurunkan
kontraktilitas miokard sehingga aman diberikan pada pasien gagal jantung. Namun, obat
ini memiliki efek samping yang banyak bila diberikan kronis dengan dosis 3x200mg
selama 3 bulan maka akan menyebabkan fibrosis paru, sirosis hepatis, mikrodeposit
pada kornea atau fotosensitif, hipo- atau hiper-tiroid. Oleh sebab itu, amiodarone dosis
tinggi tidak boleh diberikan lebih dari 10 hari. Apabila perlu diberikan secara kronis
misalnya untuk mempertahanan irama sinus pada pasien fibrilasi atrium atau SVT cukup
dengan dosis 1x200mg/hari. Pada dosis tersebut, dilaporkan tidak menimbulkan efek
samping.9
- Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu
penatalaksanaan segera dan penatalaksanaan jangka panjang.
1) Penatalaksanaan segera
a. Direct Current Synchronized Cardioversion
Setiap kegagalan sirkulasi yang jelas dan dan dapat termonitor dengan
baik, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan
kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif.
DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena
rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi
ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock
oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel.
Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang
tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan
tindakan invasif.10
b. Manuver Vagal
Tindakan ini dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar namun tidak
dianjurkan pada bayi, karena jarang sekali berhasil. Maneuver vagal yang
terbukti efektif adalah perendaman wajah. Teknik ini dilakukan dengan cara
bayi terbungkus handuk dan terhubung ke EKG, wajah direndam selama sekitar
lima detik ke dalam mangkuk air dingin. Akan tetapi, maneuver vagal yang lain
seperti pemijatan sinus karotis dan penekanan pada bola mata tidak
direkomendasikan dan terbukti tidak efektif. Hal tersebut dikarenakan
pemijatan sinus karotis justru dapat menekan pernapasan dan penekanan pada
bola mata memiliki resiko terjadinya luka pada mata dan retina. Jika
perendaman wajah gagal, adenosin dengan dosis awal 200 g/kg dapat
diberikan secara intravena dengan cepat ke dalam pembuluh darah besar
(seperti pada fossa antecubital). Terkadang dibutuhkan dosis adenosine sampai
dengan 500 g/kg.8
c. Pemberian adenosin
Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik
negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung
d.
juga efektif. Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada
konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi
juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan. Dosis oral yang biasa
diberikan berkisar antara 40-100 mg/kg/hari terbagi dalam 4-6 dosis. Dosis
awal untuk intravena yang dapat ditoleransi adalah 5-15 mg/kg, sedangkan
untuk dosis pemeliharaan dapat menggunakan 40-100 mcg/kg/menit.
-
BAB III
KESIMPULAN
-
D5% 500cc/24jam.
Valsartan 1x80 mg PO.
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC. Hall JE. Textbook of medical physiology, 13th Ed. Philadelphia.
2010.
2. Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta; EGC. 2006.
3. Rahmatullah, Pasian. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th Ed Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing. 2010.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tata Laksana
Gagal Jantung. 2015.
5. Olgin, Jeffrey E., Douglas P. Zipes. Tachyarrhythmias. Braunwalds Heart
Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine Ninth Ed. 2010.
6. Delacrtaz, E., Supraventricular Tachycardia. New England Journal of Medicine
2006. 354(10). pp. 1039-51.
7. Link, M. S. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular Tachycardia. The
New England Journal of Medicine. 2010. 367(15), pp. 1438-1448.
8. Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M.,. Supraventricular Tachycardia in the
Primary Care Setting: Agerelated Presentation, Diagnosis, and Management.
Journal of Health Care 2011. 22(5). pp. 289-99.
9. Kabo, P. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskular secara Rasional.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.
10. Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association
Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care.
AHA 2010. 122; pp.676-84.
11. Manole, M. D. & Saladino, R. A. Emergency Department Management of the
Patient With Supraventricular Tachycardia. Pediatric Emergency Care, 2007. 23(3),
pp. 176-89.
12. Moghaddam, M. Y. A., Dalili, S. M. & Emkanjoo, Z., 2008. Efficacy of Adenosine