Anda di halaman 1dari 14

TUGAS UJIAN

ASIDOSIS METABOLIK DAN RESPIRATORIK


BRONKOPNEUMONIA PADA NEONATUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kesehatan Anak

Disusun oleh :
Muhammad Hafid Ernanda
01.210.6225

Penguji :
Dr. dr. H. Tjipta Bahtera, Sp.A (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

ASIDOSIS
DEFINISI
Asidosis adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam darah yang disebabkan
oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam
dalam mengatur keseimbangan asam basa. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi
sistem organ tubuh manusia. Gangguan keseimbangan ini dapat dikelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu metabolik dan respiratorik. Ginjal dan paru merupakan dua organ yang
berperan penting dalam pengaturan keseimbangan ini. ( Guyton & Hall, 2006 )
PATOGENESIS
Pada keadaan Asidosis yang berperan adalah sistem buffer (penyangga) pada referensi ini akan
dibahas tentang sistem buffer bikarbonat. Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air
yang mengandung bikarbonat yang terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yaitu asam
lemak (H2CO3) dan garam bikarbonat seperti NaHCO3.
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O.
CO2 + H2O <-> H2CO3
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H 2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim
karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveoli paru dimana CO 2
dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal dimana CO 2
bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3. H2CO3 berionisasi secara lemah untuk
membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3-

H2CO3 <-> H+ + HCO3Komponen kedua dari sistem yaitu garam bikarbonat terbentuk secara dominan sebagai Natrium
Bicarbonat (NaHO3) dalam cairan ekstraseluler. NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap
untuk membentuk ion-ion bicarbonat (HCO3-) dan ion-ion natrium (Na+) sebagai berikut :
NaHCO3 <-> Na+ + HCO3Sekarang dengan semua sistem bersama-sama, kita akan mendapatkan sebagai berikut :
CO2 + H2O <-> H2CO3 <-> H+ + HCO3- + Na+
Akibat disosiasi H2CO3 yang lemah, konsentrasi H+ menjadi sangat kuat bila asam kuat seperti
HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bicarbonat, peningkatan ion hidrogen yang
dilepaskan oleh asam disangga oleh HCO3 :
H + + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk. Meningkatkan produksi CO2 dan H2O.
Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari asam kuat HCl, bereaksi dengan
HCO3- untuk membentuk asam yang sangat lemah yaitu H 2CO3 yang kemudian membentuk CO2
dan H2O. CO2 yang berlebihan sangat merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO2 dari
cairan ekstraseluler. Ini berpengaruh terjadinya asidosis pada tubuh.

MACAM
1. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum seperti :
1. Kegagalan ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang normalnya dibentuk di
tubuh.
2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.
3. Penambahan asam metabolik kedalam tubuh melalui makanan
4. Kehilangan basa dari cairan tubuh (faal)
- Asidosis di Tubulus Ginjal
Akibat dari gangguan ekresi ion Hidrogen atau reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal atau
kedua-duanya. Gangguan reabsorbsi bikarbonat tubulus ginjal menyebabkan hilangnya
bicarbonat dalam urine atau ketidakmampuan mekanisme sekresi Hidrogen di tubulus ginjal
untuk mencapai keasaman urin yang normal menyebabkan ekresi urin yang alkalis.
-

Diare
Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis yang paling sering. Penyebabnya

adalah hilangnya sejumlah besar natrium bicarbonat ke dalam feses, sekresi gastrointestinal
secara normal mengandung sejumlah besar bicarbonat dan diare ini menyebabkan hilangnya ion

bicarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan
kematian terutama pada anak-anak.
-

Diabetes Melitus
Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas yang

menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme.Ini terjadi karena adanya pemecahan


lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk menghasilkan
energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat
sangat tinggi sehingga menyebabkan asidosis metabolik yang berat.
-

Penyerapan Asam
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan tetapi asidosis

metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh keracuan asam tertentu antara lain
aspirin dan metil alkohol.
-

Gagal Ginjal Kronis


Saat fungsi ginjal sangat menurun terdapat pembentukan anion dari asam lemak dalam

cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi glomerulus
mengurangi eksresi fosfat dan NH4+ yang mengurangi jumlah bikarbonat. ( Guyton & Hall, 2006
)
Faktor Resiko Asidosis Metabolik ( Defisit HCO3- )
1. Kondisi dimana banyak plasma dengan asam metabolik (Gangguan ginjal, DM)

2. Kondisi tejadi penurunan bikarbonat (diare)


3. Cairan infus yang berlebihan. (NaCl)
Gejala Klinik
1. Napas berbau
2. Napas Kussmaul (dalam dan cepat)
3. Letargi
4. Sakit kepala
5. Kelemahan
6. Disorientasi
2. Asidosis Respiratorik
Keadaan ini timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO 2 hasil
metabolisme (keadaan hipoventilasi). Hal ini menyebabkan peningkatan H 2CO3 dan konsentrasi
ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.
Beberapa masalah respiratorik dibagi berdasarkan sebabnya :
1. Penurunan pernapasan
Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam menstimulus inhalasi
dan ekhalasi. Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh melalui zat/agen kimia dan kerusakan

fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat terjadi sebagai hasil agen anastesi, obat-obatan
(narkotik) dan racun dimana merintangi darah menuju ke otak dan langsung menghalangi
depolarisasi. Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit (hiponatrium, hiperkalsemia dan
hiperkalami) juga secara lambat menghalangi depolarisasi neural. Akibat neuron respiratorik
juga akan mengurangi keadaan fisik. Trauma sebagai hasil langsung kerusakan fisik untuk
neuron respirasi atau menimbulkan hypoksia sampai iskemik yang dapat mengganggu atau
menghancurkan kemampuan neuron untuk membangkitkan dan mengirimkan impuls ke otot
skeletal yang membantu dalam respirasi. Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak
langsung apabila terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial.
Meningkatnya tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan, dimana menekan pusat
pernapasan (batang otak).
Trauma spinal cord, penyakit tertentu seperti polio adalah sebab yang aktual bagi kerusakan
diaxon dan penyakit lain seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre yang mengganggu
tranmisi impuls nervous ke otot skeletal)
2. Inadequatnya ekspansi dada
Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga dada sehingga
terjadi pernapasan. Beberapa kondisi membatasi ekspansi dada sehingga menghasilkan
inadequatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat dan pusat pesan sudah dimulai dan
transmisi yang tepat. Beberapa orang mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi
pertukaran gas selama periode istirahat sehingga retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu.
Bagaimanapun meningkatnya aktivitas atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan
permintaan untuk pertukaran gas dimana seseorang tidak dapat memenuhinya, hasilnya

acidemia. Tidak adekuatnya ekspansi dada dapat dihasilkan dari trauma skeletal atau deformitas,
kelemahan otot respirasi. Masalah skeletal yang membatasi perpindahan pernapasan dalam
dinding dada jika terdapat kerusakan tulang atau malformasi tulang yang menyebabkan distorsi
dalam fungsi dada. Struktur tulang dada yang tidak berbentuk serasi dapat membentuk deformasi
pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru. Deformitas
skeletal mungkin congenital: hasil dari kesalahan pertumbuhan tulang ( seperti skoliosis,
osteodistropii renal, osteogenesis imperfecta dan syndrom Hurlers) atau hasil yang tidak
seimbang dari degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel kanker).
Kondisi kelemahan otot respirasi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan
kelelahan.
3. Obstruksi jalan napas
Pencegahan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui bagian atas dan
bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran gas yang tidak efektif, retensi
CO2 dan acidemia. Jalan napas bagian atas dan bawah dapat terobstruksi secara internal dan
eksternal. Kondisi eksterna yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang
kuat pada daerah leher, pembesaran nodus lympa regional. Sedangkan kondisi internal yang
menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk masuknya benda asing pada saat bernapas,
konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada jaringan luminal.
Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui kontriksi otot halus, pembentukan
jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan. Kondisi umum yang berhubungan dengan
obstruksi jalan napas bagian bawah yaitu karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi

(bronchitis, emphysema dan asma) dan dan masuknya bahan-bahan iritan seperti asap rokok,
debu batu bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan beberapa partikel yang mencapai jalan
napas bagian bawah.

4. Gangguan difusi alveolar-kapiler


Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan membran
kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses difusi karena dapat
meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat terjadi pada membran alveolar,
membran kapiler atau area diantara keduanya.
Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat
pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasikan CO 2. Ada beberapa
hal yang menyebabkan keadaan asidosis respiratorik yaitu :
- gangguan sentral pada pusat pernapasan.
- penyakit otot-otot bantu pernapasan

misal mistenia gravis, sindrom

Guillain- Barre dan akibat obat yang merelaksasi otot.


- gangguan eksfisitas saluran napas seperti fibrosis pulmonal, penyakit
intestinal

paru.

- obstruksi (empisema, asma, bronkitis, bronkhiolitis).

Faktor Resiko Asdidosis Respiratorik yang lain :


1. Kondisi paru yang akut dimana merubah O2 atau CO2 pada saat terjadi pertukaran gas di
alveolar (seperti pnemonia, edema pulmonar akut, aspirasi pada tubuh luar, tenggelam)
2. Penyakit paru kronik (asma, kista fibrosis atau empisema)
3. Overdosis pada narkotik atau sedatif sehingga menekan tingkat dan kedalaman
pernapasan
4. Cidera kepala sehingga mempengaruhi pusat pernapasan.
Tanda Klinik ( Akut )
1. Meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan
2. Pernapasan dangkal.
3. Dyspnea
4. Pusing
5. Convulsi
6. Letargi
Tanda Klinik ( Kronik )
1. Kelemahan

2. Sakit kepala

PNEUMONIA PADA NEONATUS DAN BAYI KECIL

Pneumonia pada neonates sering terjadi akibat transmisi vertical ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi
dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Infeksi dapat
berawal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari RS (hospital acquired pneumonia),
misalnya dari perawat, dokter, atau pasien lain atau dari alat kedokteran misalnya penggunaan
ventilator. Disamping itu infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari
masyarakat (Community acquired pneumonia).
Spektrum etiologi pneumonia neonates meliputi Streptococcus grup B, Chlamydia
trachomatis, dan bakteri gram negative seperti bakteri E.Coli, Pseudomonas, atau Klebsiella;
disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu streptococcus pneumonia, haemophillus
influenza tipe B, dan staphylococcus aureus. Oleh karena itu pengobatannya meliputi antibiotic

yang sensitive terhadap semua kelompok bakteri tersebut, misalnya kombinasi antibiotic beta
laktam dan amikasin, kecuali bila dicurigai adanya infeksi Chlamydia trachomatis yang tidak
responsive terhadap antibiotic beta laktam.
Penularan transplasenta juga terjadi dengan mikroorganisme toksoplamsa, rubella, virus
sitomegalo, dan virus hepes simpleks (TORCH), Varisella- Zoster dan Listeria Monocytogenes.
Selain itu RSV, virus adeno, virus Para influenza, virus Rino dan virus Entero dapat juga
menimbulkan pneumonia. Suatu penelitian melaporkan bahwa 25% infeksi virus adeno pada
bayi terjadi bersamaan dengan infeksi RSV dan virus Parainfluenza, dan 67% bersamaan dengan
infeksi bakteri Haemophillus Influenza, Streptococcus Pneumonia, atau chlamidya trachomatis.
Prognosis infeksi virus Adeno pada neonates sangat buruk karena sering terjadi sepsis.
Gambaran klinis pneumonia pada neonates dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan
apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum,
takikardi, atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi
hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan dengan sepsisatau meningitis. Sepsis pada
pneumonia neonates dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas
sangat tinggi di Negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kemaian di Indonesia dan di
Negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh karena itu setiap kemungkinan adanya
pneumonia pada neonates dan bayi kecil berusia dibawah 2 bulan harus segera di rawat di RS.
Infeksi oleh Chlamydia trachomatis merupakan infeksi perinatal dan dapat menyebabkan
pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi mendapat infeksi dari ibu pada
masa persalinan. Port de entre infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran respiratori dan vagina.
Gejala baru timbul pada usia 4-12 minggu, pada beberapa kasus dilaporkan terjadi pada usia 2

minggu, tetapi jarang terjadi setelah usia 4 bulan. Awitan gejala timbul perlahan-lahan dan dapat
berlangsung selama beberapa hari hingga bermingu-minggu. Gejala umumnya berupa gejala
infeksi respiratori ringan-sedang ditandai dengan batuk staccato (inspirasi disetiap satu kali
batuk), kadang-kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Pada pasien seperti ini
panduan tatalaksana adalah berobat jalan dengan terapi makrolid oral dan observasi yang ketat.
Lebih kurang infeksi dari Chlamydia trachomatis berkembang menjadi pneumonia berat dikenal
dengan sindrom pneumonitis dan memerlukan perawatan. Gejala klinis meliputi ronki atau
mengi, takipnea dan sianosis. Gambaran foto rontgen toraks tidak khas, umumnya terlihat tandatanda hiperinflasi bilateral dengan berbagai bentuk infiltrate difus, seperti infiltrate intersisial,
retikulonoduler, atelektasis, bronkopneumonia, dan gambaran milier. Antibiotic pilihan adalah
makrolid intravena.

DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati, Ramadani
D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2008). Buku Ajar Respirologi anak, edisi pertama.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Widagdo. (2011). Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta : Sagung Seto
Wong, Donna L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. (Edisi Terjemahan) Jakarta:
penerbit buku kedokteran EGC.
Yoga, Tjandra. (2007). Penanganan ISPA pada anak di RS kecil Negara berkembang, pedoman
untuk dokter dan petugas kesehatan senior. Jakarta: Media Press

Anda mungkin juga menyukai