INFLUENZA
Influenza adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus influenza,
dan menyebar dengan mudah dari orang ke orang. Virus ini beredar di seluruh
dunia dan dapat mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan jenis kelamin
(WHO, 2009). Flu sendiri merupakan suatu penyakit yang self-limiting, dimana
bila tidak terjadi komplikasi dengan penyakit lain, maka setelah 4-7 hari penyakit
akan sembuh sendiri. Daya tahan tubuh seseorang akan sangat berpengaruh
terhadap berat ringannya penyakit tersebut. Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh
pola hidup seseorang (BPOM, 2006).
A. ETIOLOGI
Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni A, B dan Tipe C.
Di antara banyak subtipe virus influenza A, saat ini subtipe influenza A
(H1N1) dan A (H3N2) adalah yang banyak beredar di antara manusia. Virus
influenza bersirkulasi di setiap bagian dunia. Kasus flu akibat virus tipe C
terjadi lebihjarang dari A dan B. Itulah sebabnya hanya virus influenza A dan
B termasuk dalam vaksin influenza musiman. Influenza musiman menyebar
dengan mudah Saat seseorang yang terinfeksi batuk, tetesan yang terinfeksi
masuk ke udara dan orang lain bisa tertular. Mekanisme ini dikenal sebagai
air borne transmission.
Virus juga dapat menyebar oleh tangan yang terinfeksi virus. Untuk
mencegah penularan, orang harus menutup mulut dan hidung mereka dengan
tisu ketika batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur (WHO, 2009).
Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat
ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak
besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu wabah
influenza manusia. Virus A merupakan patogen manusia yang paling virulen
di antara ketiga tipe infleuenza dan menimbulkan penyakit paling berat, yang
paling terkenal di Indonesia adalah flu babi (H1N1) dan flu burung (H5N1)
(Spickler, 2009). Virus influenza B hampir secara ekslusif hanya menyerang
infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit >
10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder (WHO, 2009).
C. TERAPI NON FARMAKOLOGI
Orang yang menderita flu disarankan banyak beristirahat, meminum
banyak cairan, dan bila perlu mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan
gejala yang mengganggu. Tindakan yang dianjurkan untuk meringankan
gejala flu tanpa pengobatan meliputi antara lain :
a. Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan.
b. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang
tinggi akan menambah daya tahan tahan tubuh. Makan buah-buahan
segar yang banyak mengandung vitamin.
c. Banyak minum air, teh, sari buah akan mengurangi rasa kering di
tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu menurunkan
demam.
d. Sering-sering berkumur dengan air garam untuk mengurangi rasa nyeri di
tenggorokan.
D. TERAPI FARMAKOLOGI
Obat flu pada umumnya adalah obat tanpa resep dokter yang dapat
diperoleh di apotek-apotek dan toko obat berizin. Obat flu umumnya
merupakan kombinasi dari beberapa zat aktif, seperti kombinasi-kombinasi
dari :
a. Analgesik/antipiretik dikombinasikan dengan nasal dekongestan.
b. Analgesik/antipretik dikombinasikan dengan nasal dekongestan dan
antihistamin.
c. Analgesik/antipiretik
dikombinasikan
dengan
nasal
dekongestan,
Berikut adalah zat aktif yang umumnya terdapat sebagai komponen obat
flu :
1. Analgesik dan antipiretik
Secara umum obat golongan ini mempunyai cara kerja obat yang dapat
meringankan rasa sakit dan menurunkan demam. Zat aktif yang memiliki
khasiat analgesik sekaligus antipiretik yang lazim digunakan dalam obat flu
adalah : parasetamol.
2. Antihistamin
Antihistamin adalah suatu kelompok obat yang dapat berkompetisi
melawan histamin, yaitu salah satu me diator dalam tubuh yang dilepas pada
saat terjadi reaksi alergi. Zat aktif yang termasuk golongan ini antara lain
klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat.
3. Dekongestan hidung
Dekongestan hidung adalah obat yang mempunyai efek mengurangi
hidung tersumbat. Obat-obat yang dapat digolongkan sebagai dekongestan
hidung antara lain : fenilpropanolamin, fenilefrin, pseudoefedrin dan efedrin.
4. Ekspektoran dan Mukolitik
Ekspektoran
dan
mukolitik
digunakan
untuk
batuk
berdahak,
II.
RINITIS ALERGI
Effy Huriyati, Al Hafiz
diberikan selama 6 bulan terbukti mengurangi gejala rinitis alergi persisten dan
meningkatkan kualitas hidup pasien rinitis alergi dengan asma.
2) Dekongestan hidung
Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena
efeknya pada reseptor-reseptor -adrenergik. Efek
vasokonstriksi terjadi dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12
jam. Pemakaian topikal sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi
tidak efektif untuk keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 10
hari. Kombinasi antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi
obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin.
3) Kortikosteroid
Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo
steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak ada
penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan hubungannya
dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif dalam mengurangi
gejala rinitis alergi terutama dalam episode akut.
Efek samping sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid
sistemik baik peroral atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi,
memperberat diabetes, supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis, obesitas,
katarak, glukoma, cutaneous striae. Efek samping lain yang jarang terjadi
diantaranya sindrom Churg-Strauss. Pemberian kortikosteroid sistemik dengan
pengawasan diberikan pada kasus asma yang disertai tuberkulosis, infeksi
parasit, depresi yang berat dan ulkus peptikus.
Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal) untuk rinitis alergi seperti
Beclomethason dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone dan
Triamcinolone acetonide dinilai lebih baik karena mempunyai efek antiinflamasi
yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptornya, serta memiliki
efek samping sitemik yang lebih kecil. Tapi pemakaian dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan mukosa hidung menjadi atropi dan dapat memicu
tumbuhnya jamur.
4) Antikolinergik
Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi
kelenjar. Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik
sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi.
Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara topikal
dapat mengurangi hidung tersumbat atau bersin.
5) Natrium Kromolin
Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru. Mekanisme kerja
belum diketahui secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat penglepasan
mediator dari sel mastosit, atau mungkin melalui efek terhadap saluran ion
kalsium dan klorida.
6) Imunoterapi
Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran
alergen dan terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis
alergi. Terdapat beberapa cara pemberian imunoterapi seperti injeksi subkutan,
pernasal, sub lingual, oral dan lokal.
Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar
selama 3 tahun, terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma yang
disertai seasonal rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah imunoterapi
dihentikan.
III.
SINUSITIS
Sinusitis
merupakan
peradangan
pada
mukosa
sinus
paranasal.
Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului
oleh infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu
infeksi pada sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala
yang menetap maupun berat. Gejala yang menetap yang dimaksud adalah gejala
seperti adanya keluaran dari hidung, batuk di siang hari yang akan bertambah
parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, yang dimaksud
dengan gejala yang berat adalah disamping adanya sekret yang purulen juga
disertai demam (bisa sampai 39C) selama 3-4 hari. Sinusitis berikutnya adalah
sinusitis subakut dengan gejala yang menetap selama 30-90 hari. Sinusitis
berulang adalah sinusitis yang terjadi minimal sebanyak 3 episode dalam kurun
waktu 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan (2). Sinusitis kronik didiagnosis
bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu.(55) Sinusitis
bakteri dapat pula terjadi sepanjang tahun oleh karena itu selain virus, yaitu
adanya obstruksi oleh polip, alergi, berenang, benda asing, tumor dan infeksi
gigi. Sebab lain adalah immunodefisiensi, abnormalitas sel darah putih dan
bibir sumbing.
A. ETALOGI DAN PATOFIOLOGI
1. Tanda, Diagnosis dan Penyebab
Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental
berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada
wajah di area pipi, di antara kedua mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari
batuk, demam tinggi, sakit kepala/migraine, serta menurunnya nafsu makan,
malaise.(47)
Penegakan diagnosis adalah melalui pemeriksaan klinis THT, aspirasi
sinus yang dilanjutkan dengan kultur dan dijumpai lebih dari 104/ml koloni
bakteri, pemeriksaan x-ray dan CT scan (untuk kasus kompleks). Sinusitis viral
dibedakan dari sinusitis bakteri bila gejala menetap lebih dari 10 hari atau
gejala memburuk setelah 5-7 hari. Selain itu sinusitis virus menghasilkan
demam menyerupai sinusitis bakteri namun kualitas dan warna sekret hidung
jernih dan cair.(24)
Sinusitis bakteri akut umumnya berkembang sebagai komplikasi dari
infeksi virus saluran napas atas.(25) Bakteri yang paling umum menjadi
penyebab sinusitis akut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang menginfeksi pada sinusitis
kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah adanya keterlibatan
bakteri anaerob dan S. aureus.
2. PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO
Penularan sinusitis adalah melalui kontak langsung dengan penderita
melalui udara. Oleh karena itu untuk mencegah penyebaran sinusitis,
dianjurkan untuk memakai masker (penutup hidung), cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan penderita. Faktor predisposisi sinusitis adalah sebagai
berikut (2) :
3. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat sinusitis yang tidak tertangani dengan
baik adalah :
Meningitis
Septikemia
Sedangkan pada sinusitis kronik dapat terjadi kerusakan mukosa sinus,
sehingga memerlukan tindakan operatif untuk menumbuhkan kembali mukosa
yang sehat.(2)
B. TERAPI FARMAKOLOGI
Membebaskan
obstruksi,
mengurangi
viskositas
sekret,
mengeradikasi kuman.
Agen Antibiotika
SINUSITIS AKUT
Lini pertama
Amoksisilin/Amoksisilin-clav
Dosis
Anak: 20-40mg/kg/hari terbagi dalam
3
dosis /25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2
dosis
dan
Kotrimoxazol
Eritromisin
6 jam
Dosisiklin
Lini Kedua
Amoksi-clavulanat
Dewasa: 4 x 250-500mg
Dewasa: 2 x 100mg
Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2
dosis
Cefuroksim
Klaritomisin
Dewasa:2 x 875mg
2 x 500mg
Anak:15mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis
Azitromisin
Dewasa: 2 x 250mg
1 x 500mg, kemudian 1x250mg selama
Levofloxacin
SINUSITIS KRONIK
Amoksi-clavulanat
4 hari berikutnya
Dewasa:1 x 250-500mg
Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2
dosis
Azitromisin
Dewasa:2 x 875mg
Anak: 10mg/kg pada hari 1 diikuti
5mg/kg selama 4 hari berikutnya
Dewasa: 1x500mg, kemudian
Levofloxacin
1. TERAPI POKOK
Terapi pokok meliputi pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14
hari, kecuali bila menggunakan azitromisin. Secara rinci antibiotika yang dapat
dipilih tertera pada tabel . Untuk gejala yang menetapsetelah 10-14 hari maka
antibiotika dapat diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Pada kasus yang
kompleks diperlukan tindakan operasi.
2. TERAPI PENDUKUNG
Terapi pendukung terdiri dari pemberian analgesik dan dekongestan.
Penggunaan antihistamin dibenarkan pada sinusitis yang disebabkan oleh alergi
(47), namun perlu diwaspadai bahwa antihistamin akan mengentalkan sekret.
Pemakaian dekongestan topikal dapat mempermudah pengeluaran sekret,
namun perlu diwaspadai bahwa pemakaian lebih dari lima hari dapat
menyebabkan penyumbatan berulang.
IV.
SALESMA
Selesma adalah iritasi atau peradangan selaput lendir hidung akibat
infeksi dari suatu virus. Selaput lendir yang meradang memproduksi banyak
lendir sehingga hidung menjadi tersumbat dan sulit bernafas. Tandanya di
antaranya pilek, mata mengeluarkan banyak air, kepala pusing dan seringkali
demam ringan. Lendir yang terbentuk mengakibatkan batuk dan bersin. Virus
yang menyebabkan adalah rhinovirus (dalam bahasa yunani Rhino adalah
hidung, dan virus adalah jasad renik terkecil dengan ukuran 0,02 0,3 mikron
jauh lebih kecil dari bakteri biasa) (Tjay dan Raharja, 2006).
A. ETIOLOGI
Rhinovirus adalah penyebab selesma. 50% selesma terjadi pada anak dan
dewasa. Penyebab lain selain rhinovirus antara lain respiratory sincitial virus,
coronaviruses, virus influenza, virus parainfluenza parainfluenza, adenovirus,
echovirus, dan coxsackie virus. Proses transmisinya dapat melalui inokulasi
mukosa hidung dengan virus yang berada pada benda hidup (tangan) atau benda
mati (gagang pintu dan telepon) (Berardi, 2004).
B. PATOFISIOLOGI
Rhinovirus mengikat molekul intraseluler 1 reseptors yang melekat pada
sel-sel ephitelial pernapasan di hidung dan nasofaring sehingga dapat
farmakokinetiknya,
dekongestan
sistemik
dengan
cepat
Phenylephrine
Pdeudoephedrine
tahun
10 mg tiap 4
5 mg tiap 4
jam/hari
60 mg tiap 4-6
jam/hari
30 mg tiap 6
jam/hari
jam/hari
2. Antihistamin
Obat tanpa resep antihistamin penenang dapat mengurangi rhinorrhea
yang berhubungan dengan pilek dan mengurangi bersin (Berardi, 2004).
Mekanisme kerja antihistamin adalah antagonis reseptor H1 berikatan
dengan H1 tanpa mengaktivasi reseptor, sehingga mencegah terjadi ikatan dan
kerja histamin. Efek sedatif antihistamin tergantung dari kemampuan
melewati sawar darah otak. Kebanyakan antihistamin bersifat larut lemak dan
melewati sawar otak dengan mudah. Mengantuk adalah efek samping yang
paling sering ditimbulkan oleh antihistamin. Selain juga hilang nafsu makan,
mual, muntah, dan gangguan ulu hati. Efek samping pada sistem pencernaan
dapat dicegah dengan mengkonsumsi obat bersama makanan atau segelas
penuh air. Antihistamin lebih efektif jika dimakan 1-2 jam sebelum
diperkirakan
terjadinya
paparan
antihistamin
nonsedating
yang
pada
tidak
allergen.
punya
Loratadine,
aktivitas
sebuah
antikolinergik
OBAT-OBAT SINTESIS
: Parasetamol
Produsen
: Indofarma
Bentuk sedian
: Larutan, Tablet
Dosis
jam. 1-5 tahun 1-2 sedok teh atau 120-250 mg tiap 4-6 jam. 6-12 tahun 2-4
sendok teh atau 250-500 mg tiap 4-6 jam. > 12 tahun -1 g tiap 4 jam, maks 4
gram /hari.
Aturan pakai
Efek samping
Kotraindikasi
: OB
2. Ibuprofen
: Ibuprofen
Produsen
: Indofarma
Bentuk sedian
Dosis
: Dewasa 3-4 x 200 mg. anak 1-2 tahun 3-4 x 50 mg. 3-7
: Setelah Makan
Efek samping
hipersensitif
: OBT
B. Antihistamin
1. Chlopheniramini maleat
: CTM
ibuprofen,
penderita
ulkus
peptic,
Produsen
: Indofarma
Bentuk sedian
: Tablet
Dosis
Efek samping
: Hypersensitivity, neonates.
OB/OBT/OWA
: OBT
C. DEKONGESTAN
1. Pseudoefedrin HCl + Triprolidin HCl
: Tremenza
: Sanbe Farma
Bentuk sedian
: tablet dn sirup
Dosis
: Dws & anak >12 th 1 tab atau 2 sdt. Anak 6-12 thn
tab atau 1 sdt, 2-5 thn sdt. Slrh dosis diberikan 3-4 x/hr.
Aturan pakai
Efek samping
Bentuk sedian
: Eliksir
Dosis
Efek samping
mual, muntah, pusing, berkeringat, sakit kepala, diare, nyeri perut bagian atas,
peningkatan sementara nilai-nilai aminotransferase serum.
OB/OBT/OWA
: OBT
2. Deksomethorphan HBr
: Deksometorpan (DMP)
: Sampharindo
Bentuk sedian
Dosis
: tablet : dewas dan anak > 12 tahun 3x1 tab /hari, anak
6-12 tahun 3x tab /hari. Sirup : Dewasa 3-4x1-2 sendok /hari, anak 6-12
tahun 3-4x -1 sendok /hari
Aturan pakai
: sesudah makan
Efek samping
OB/OBT/OWA
E. ANTIBIOTIK
1. Amoxicilin
: Amoxicilin
: hexpharm
Bentuk sedian
Dosis
Aturan pakai
Efek samping
OB/OBT/OWA
II.
OBAT-OBAT HERBAL
Selain obat sintetik yang diproduksi sebgai obat hidung, dalam masyarakat
dikenal beberapa tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengobati
kelainan-kelainan pada hidung seperti mimisan (epitaksis) dan sinusitis.
Beberapa contoh tanaman obat yang digunakan, antara lain
1. Alang-alang (Imperata cylindrica L.)
Famili
: Poaceae (gramineae)
: Mimisan (Epitaksis)
Pemakaian
Famili
: Cucurbitaceae
Nama daerah
Kand. Kimia
: Sinusitis
Pemakaian
Famili
: Piperaceae
Nama daerah
Kand. Kimia
: Hidung berlendir
Pemakaian
Famili
: Amaranthaceae
Nama daerah
Kand. Kimia
: Kaemfreritrin, amaranthan
: Bunga
Kegunaan
: Epitaksis
Pemakaian
Nama Daerah
: Sirih
Kandungan kimia
berupa
eugenol,
kadinen,
kariofilen,
kavikol,
karvakrol,
sineol,
terpinen,
Cara membuat
Cara menggunakan
DAFTAR PUSTAKA
WHO. 2010. Pharmacological Management of Pandemic Influenza A(H1N1) 2009
and other Influenza Viruses. Part 1 Recommendtion.
Anonim. 2006. http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/158/OBATFLU.html. Diakses 09 Oktober 2016
Spickler, Anna Rovid. 2016. Influenza. Last Full Review; The Center For Food
Security & Public Health.
Anonim., 2009, Flu Shots, Antibiotics, & Your Immune
http://www.drabelson.com/PDF/Flu.pdf. Diakses 09 Oktober 2016.
System.
Huriyati Effy, dan Al Hafis,. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang
Disertai Asma Bronkial. Fakultas Kedokteran: Universitas Andalas