Anda di halaman 1dari 4

Ribbialif Wiga F

Kimia 1.A

Politik Dinasti
Tantangan Terhadap Demokrasi
Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh
sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indenik
dengan kerajaan. sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada
anak. agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Apa Yang terjadi seandainya
Negara Atau Daeah Menggunakan Politik Dinasti?
Menurut Dosen ilmu politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, Tren politik
kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya sudah lama berakar secara
tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik
berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi.
Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan
strategi baru. "Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural."
Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena
itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural
Dinasti politik harus dilarang dengan tegas, karena jika makin maraknya praktek ini di
berbagai pilkada dan pemilu legislatif, maka proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik
tidak berjalan atau macet. Jika kuasa para dinasti di sejumlah daerah bertambah besar, maka
akan kian marak korupsi sumber daya alam dan lingkungan, kebocoran sumber-sumber
pendapatan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN. (AG Paulus, Purwokerto)
Hal-Hal Yang Mengakibatkan Munculnya Dinasti Politik Adalah:
1. Adanya keinginan Dalam diri atau pun keluarga untuk memegang kekuasaan.
2. Adanya kelompok terorganisir karena kesepakatan dan kebersamaan Dalam kelompok
sehingga terbentuklah penguasa kelompok dan pengikut kelompok.
3. Adanya kolaborasi antara penguasa dan Pengusaha untuk mengabungkan kekuatan
modal dengan kekuatan Politisi.
4. Adanya Pembagian tugas antara kekuasaan politik dengan kekuasaaan Modal
Sehingga Mengakibatkan terjadinya KORUPSI
Akibat Dari Politik Dinasti ini maka banyak pemimpin lokal menjadi politisi yang
mempunyai pengaruh. Sehingga semua keluarga termasuk anak dan istri berbondongbondong untuk dapat terlibat dalam system pemerintahan.
Menurut Zulkieflimansyah Dampak Negatif Apabila Politik Dinasti Diteruskan

1. Menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat
fungsi ideal partai sehingga tak ada target lain kecuali kekuasaan. Dalam posisi ini,
rekruitmen partai lebih didasarkan pada popularitas dan kekayaan caleg untuk meraih
kemenangan. Di sini kemudian muncul calon instan dari kalangan selebriti,
pengusaha, darah hijau atau politik dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi.
2. Sebagai konsekuensi logis dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan masyarakat
yang merupakan kader handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di
lingkungan elit dan pengusaha semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi
dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan.
3. Sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang
baik dan bersih (clean and good governance). Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan
tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
Dengan Politik Dinasti membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan.
Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai
karena alasan bukan keluarga. Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak
terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam
menjalankan tugas.
Maka Dari itu Dinasti politik bukanlah sistem yang tepat unrtuk diterapkan di Negara
kita Indonesia, sebab negara Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki
yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan.
Istilah elite dinasti mulai dikenalkan melalui tulisan Albert Wijaja, Budaya Politik dan
pembangunan Ekonomi. Pada sebuah tatanan masyarakat para elite biasanya sangat
memegang peranan penting. Untuk masyarakat yang masih transisi menuju masyarakat yang
lebih maju, keterkaitan elite dinasty tidak dapat terlepas pada proses perubahan tersebut.
Dinasti politik yang dalam bahasa sederhana dapat diartikan sebagai sebuah rezim kekuasaan
politik atau actor politik yang dijalankan secara turun temurun atau dilakukan oleh salah
keluarga ataupun kerabat dekat. Rezim politik ini terbentuk dikarenakan persentuhan yang
sangat tinggi antara anggota keluarga terhadap perpolitikan dan biasanya orientasi dinasti
politik ini adalah kekuasaan.
Keberadaan akan prilaku kedinastian ke dalam perpolitikan di Indonesia sebenarnya
adalah sebuah hal yang jarang sekali dibicarakan atau menjadi sebuah pembicaraan, pada
prakteknya dinasti politik secara sadar maupun tidak sadar sudah menjadi benih dalam
perpolitikan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan. Diindonesia prilaku kedinastian politik
sebenarnya adalah sebuah pola yang ada pada masyarakat modern Barat maupun pada
masyarakat yang meniru gaya barat. Hal ini dapat terlihat dalam perpolitikan di Amerika dan
juga di Filipina.
Dinasti politik tidak hanya tumbuh di kalangan masyarakat demokratis-liberal. Tetapi
pada hakikatnya dinasti politik juga tumbuh dalam masyarakat otokrasi dan juga masyarakat
monarki, dimana pada system monarki sebuah kekuasaan sudah jelas pasti akan jatuh kepada
putra mahkota dalam kerajaan tersebut. Kiprah politik Indonesia tanpa menyadarinya telah
menempatkan keberadaan Dinasti sebagai satu kesatuan yang nyata, keberadaan tersebut
sebenarnya sudah muncul di dalam keluarga Presiden pertama Indonesia,Preseiden Soekarno.

Hal tersebut terbukti dari lahirnya anak-anak Soekarno yang meneruskan pekerjaan ayahnya
sebagai seorang politisi. Seperti Megawati Soekarno putri (yang akhir-akhir ini juga semakin
memperlihatkan gejala kedinastian politik Indonesia pada diri anakanya -Puan Maharani),
Guruh Soekarno Putra, dll. Mantan presiden kedua Indonesia juga berprilaku hal yang sama
terhadap penerapan prilaku ke dinasti. Dalam tatanan kontempoerer, dinasti politik juga
sekarang terlihat muncul pada diri keluarga mantan Presiden Indonesia Alm K.H.
Abdurrahman wahid, dengan munculnya saudara-sudara kandungnya dan juuga anak
kandungnya ke dalam dunia perpolitikan Indonesia.
Salah satu dari beberapa tujuan dari gerakan reforamsi yang diperjuangkan adalah
menghilangkan praktek nepotisme dari bumi tercinta Indonesia. Pasalnya, politik dinasti juga
tidak sesuai dengan amanah UUD yang mengamanatkan negara tidak boleh dikuasai oleh
satu kelompok atau golongan saja. untuk mewujudkan hal ini maka dibutuhkan gerakan
untuk perubahan moral, mental, kultural, dan menghilangkan mindset kekuasaan. Gerakan
penolakan akan dinasti politik keberadaanya hanya dapat dirubah secara struktural yakni
memperbaiki sistem yang telah rusak dimulai dari tingkatan yang paling atas. Secara
konstitusional undang undang Negara kita, masa jabatan presiden telah diatur dalam pasal 7
UUD 1945 yakni lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa
jabatan. Dijelaskan kedalam bahasa sederhana bahwa kepemimpinan masa kepresidenan
hanya berlaku selama 2 priode. Tidak ada argumentasi yang mendasar untuk memperpanjang
masa jabatan presiden, dari dua periode menjadi tiga periode, kecuali telah terbukti bahwa
dengan adanya pembatasan masa jabatan presiden 2 x 5 tahun memiliki kelemahan yang
merugikan bangsa Indonesia, sehingga perlu diubah. Periode kepemimpinan presiden harus
dibatasi hanya dua periode agar tidak cenderung korup dan absolud.
Penolakan akan kepemimpinan berkelanjutan sempat di ungkap oleh Presiden SBY
saat berpidato dalam acara HIPMI. Pidato yang disampaikan SBY saat memberi presidential
lecture dalam Indonesian Young Leaders Forum 2011 di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place,
Kamis (9/6). Pernyata tersebut sejalan dengan amanah reformasi yang telah di hembuskan
sejak tahun 1999, tentang kepemimpinan presiden yang harus di batasi. Penegasan SBY itu
disampaikannya sebelum memulai kuliah umumnya dengan tema kepemimpinan. Dia merasa
perlu memberi penjelasan untuk menutup kecurigaan dan munculnya komentar negatif pihakpihak tertentu terhadap acara itu. ''Saya bukan Capres 2014. Istri dan anak-anak saya juga
tidak akan mencalonkan. Saat ini, saya juga tidak mempersiapkan siapapun untuk jadi Capres
2014. Biarlah rakyat dan demokrasi yang berbicara pada 2014 mendatang,'' tuturnya. Dia
menyebut, tiap orang berhak dan peluang untuk maju jadi RI-1.
Dinasti Politik dan demokrasi
Dalam sistem demokrasi yang baik, dimana suara rakyat adalah suara yang
menentukan nasib sebuah bangsa, apabila pemahamanya dikaitkan dengan dinasti politik,
maka secara prinsipil hal tersebut merupakan sebuah hal yang lumrah dan diperbolehkan
untuk dilakukan. Dinasti politik secara sederhana memang dapat diartikan sebagai sebuah
penggunaan hak-hak politik rakyat. Permasalahan tersebut dibolehkan, karena subjek dari
dinasti politik tersebut pastilah warga Negara atau dengan kata lain salah satu dari rakyat
yang memenuhi persyaratan dalam penggunaan hak politiknya sehingga ak tersebut dapat
digunakan.
Akan tetapi dinasti politik disini juga dapat dilihat sebagai sebuah pisau yang bermata
dua, dimana hal tersebut merupakan sebuah kemacetan "Bottle neck" dari sebuah penggunaan
hak warga Negara lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari asumsi, bahwa dengan

berkembangnya dinasti politik, maka kemungkinan besar, rakyat hanya akan disuguhkan
aktor-aktor politik yang itu-itu saja yang berasal dari satu keluarga dan tidak jarang, aktoraktor tersebut menerapkan pola kelakuan politik yang sama mengingat berasal dari sebuah
keluarga yang sama.
Permasalahan utama politik dinasti sebenarnya ditentukan oleh generasi pertama
dalam sebuah dinasti tersebut, dimana hal tersebut akan menjadi sebuah tolak ukur bagi
rakyat, apakah pada generasi pertama tersebut, dalam menjalankan peran politiknya, mampu
untuk memaparkan secara benar dalam mensejahteraakan rakyat dan memberikan pendidikan
politik kepada rakyat, atau justru generasi pertama tersebut malah merusak tatanan kehidupan
bernegara dan berbangsa. Hal itulah yang akan menjadi faktor utama penerimaan masyarakat
terhadap bentuk dinasti politik atau pilitik dinasti tersebut.
Tapi tak jarang juga sebuah politik dinasti justru lahir untuk membetulkan kesalahankesalahan dari generasi-generasi sebelumnya yang dianggap gagal. Tapi semua itu akan
menjadi hak rakyat dalam sebuah system demokrasi, apakah akan merestui terbentuknya
politik dinasti tersebut ataukan malah akan menolak politik dinasti tersebut.
Melihat aspek penyelewengan kekuasaan yang berorientasi terhadap keuntungan
pribadi dalam aspek dinasti politik dalam sistem demokrasi. Kita seharusnya dapat melihat
terlebih dahulu mengenai definsisi korupsi itu sendiri secara baku. Perluasan cakupan korupsi
itu sendiri dengan mendampingkannya terhadap dua aspek penyelewengan lainnya, yaitu
kolusi dan nepotisme. Pada dasarnya Korupsi adalah sebuah penyelewengan, sehingga kolusi
dan nepotisme merupakan sebuah hal yang merupakan kelanjutan dari korupsi itu tersebut.
Apabila memakai asumsi tersebut dipakai, maka dinasti poltik adalah sebuah mekanisme
yang sangat rentan terhadap korupsi tersebut. Hal ini akan terlihat sangat jelas dengan logika
bahwa seseorang yang duduk dalam bangku kekuasaan akan memprioritaskan kerbat
dekatnya atau keluarganya untuk juga bisa mendapatkan kekuasaan atau dalam level terkecil
mendapatkan jabatan sebagai aparatur Negara atau lingkup-lingkup dibawahnya.

Anda mungkin juga menyukai