Yang Terabaikan
Etnik Dayak Ot Danum - Kabupaten Gunung Mas
Haruman S.
Nazarwin S.
Tri Juni Angkasawati
Penerbit
Haruman S, dkk
Diterbitkan Oleh
UNESA UNIVERSITY PRESS
Anggota IKAPI No. 060/JTI/97
Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015
Kampus Unesa Ketintang
Gedung C-15Surabaya
Telp. 031 8288598; 8280009 ext. 109
Fax. 031 8288598
Email: unipress@unesa.ac.id
unipressunesa@yahoo.com
Bekerja sama dengan:
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176
Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xiv, 168 hal., Illus, 15.5 x 23
ISBN : 978-979-028-949-9
copyright 2016, Unesa University Press
All right reserved
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik
cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit
ii
SUSUNAN TIM
Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina
iii
Koordinator Wilayah:
1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab.
Klaten, Kab. Barito Koala
2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung
Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah
Selatan
4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru
5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong
Selatan
6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba
Barat
7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab.
Sumenep, Kab. Aceh Timur
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab.
Bantaeng
9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab.
Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke
10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar
11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu
Raijua, Kab. Tolikara
12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli,
Kab. Muna
iv
KATA PENGANTAR
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat
di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan
rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks.
Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani
masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat
kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk
itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif
mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait
kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum
humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk
mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan
masyarakat. simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense
of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam
menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri
hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015 yang dilaksanakan di berbagai
provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap
kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji
dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan,
partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku
seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan
kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset
Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku
seri dari hasil riset ini.
vi
DAFTAR ISI
SUSUNAN TIM .......................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
DAFTAR TABEL & BAGAN ......................................................................
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
iii
v
vii
xi
vii
1
1
7
7
7
8
8
9
10
11
11
13
18
18
24
34
34
35
35
36
36
37
38
39
39
43
vii
viii
96
96
96
101
102
105
105
106
110
112
113
113
115
118
119
120
123
125
127
131
131
132
132
134
135
136
137
141
141
144
ix
154
158
161
167
Tabel 5.2
140
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 2.5.
Gambar 2.4.
Gambar 2.6.
Gambar 2.7.
Gambar 2.8.
Gambar 2.9.
Gambar 2.10.
Gambar 2.11.
Gambar 2.12.
Gambar 2.13
Gambar 2.14.
Gambar 2.15.
Gambar 3.1.
Gambar 3.2.
Gambar 3.3.
Gambar 3.4.
Gambar 3.5.
Gambar 3.6.
Gambar 3.7.
Gambar 3.8.
Gambar 3.9.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Gambar 5.1.
Gambar 5.2.
Gambar 5.3.
14
18
22
23
23
29
34
37
41
43
45
47
59
68
69
72
76
79
80
82
84
88
91
94
101
109
109
120
122
124
141
144
148
xiii
Gambar 5.6.
Gambar 5.7.
xiv
151
152
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Potret kemakmuran rakyat diukur melalui berbagai indikator,
antara lain; bertambahnya tingkat pendapatan dari waktu ke waktu,
kualitas pendidikan dan derajat kesehatan yang membaik, bertambah
banyaknya penduduk yang menempati rumah layak huni, lingkungan
permukiman yang nyaman dan aman. Beberapa program telah
dilaksanakan oleh pemerintah, salah satunya di bidang kesehatan
yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut kementerian kesehatan telah
melakukan berbagai macam program baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Program yang dikembangkan antara lain penambahan
kuantitas dan kualitas fasilitas dan tenaga kesehatan hingga program
pembiayaan kesehatan. Berjalannya beberapa program, tidak serta
merta langsung dapat memajukan derajat kesehatan masyarakat.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 angka kematian bayi mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup di
Indonesia. Pemerintah pusat menetapkan target yang ingin dicapai
sesuai MDGs ke-4 pada tahun 2015 yaitu AKB turun menjadi 23/1000
kelahiran hidup. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat tidak
selalu berhubungan dengan klinis individu atau sosial masyarakat
namun juga dipengaruhi oleh beberapa macam faktor.
Menurut H.L. Bloom dalam Notoadmodjo status kesehatan
masyarakat sendiri dipengaruhi 4 faktor yaitu faktor keturunan,
lingkungan, perilaku dan manajemen pelayanan kesehatan. Walaupun
faktor budaya adalah salah satu yang berpengaruh dalam peningkatan
status kesehatan masyarakat namun seyogyanya pemangku kebijakan
kesehatan harus menganalisa pemasalahan secara holistik dari
seluruh komponen tersebut (Notoadmodjo, 2010).
Permasalahan kesehatan masyarakat yang beragam, baik penyakit
menular, tidak menular, lingkungan dan perilaku hidup bersih dan
sehat. Setiap masalah yang ada pada hakikatnya mempunyai
keterkaitan antara masalah satu dengan lainnya. Faktor yang
padangan (pengetahuan) dan hubungannya dengan kehidupan seharihari (kelakuan) guna mendapatkan pandangan mengenai dunia
masyarakat yang diteliti (Spradley 1997:3). Salah satu ciri kebudayaan
adalah bahwa setiap kebudayaan akan selalu mengalami perubahan
atau dalam proses perubahan secara lambat ataupun cepat. Makin
intensif terjadinya kontak budaya, makin cepat berlangsungnya proses
perubahan kebudayaan. Sehat, sakit, penyakit, kesehatan, maupun
perawatan kesehatan merupakan kenyataan yang harus dihadapi
masyarakat. Tipe-tipe penyakit beserta persepsi dan perawatannya
antara kelompok sosial satu dengan lainnya berbeda. Gagasangagasan budaya dapat menjelaskan makna hubungan timbal balik
antara gejala sosial dari penyakit dan perawatan kesehatan dengan
gejala biologis dan biomedis.
Indeks pembangunan kesehatan masyarakat untuk Kabupaten
Gunung Mas, banyak aspek yang perlu menjadi perhatian seperti
penyakit menular, penyakit tidak menular, dan sanitasi lingkungan.
Selain itu, terdapat salah satu masalah kesehatan ibu dan anak yang
masih menjadi perhatian serius baik tingkat nasional maupun lokal
yaitu masalah stunting.
Hasil Riskesdas 2013 prevalensi stunting secara nasional tahun
2013 adalah 37,2 persen, yang berarti terjadi peningkatan
dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Hasil riskesdas
2013 dalam angka didapatkan informasi kasus stunting di kalimantan
tengah sebesar 22,9%. Dari hasil pelaporan evaluasi cakupan gizi dinas
kesehatan Gunung Mas tahun 2014 didapatkan kasus stunting sebesar
23%, dimana mengalami peningkatan dari 17,8% di tahun 2013. Pada
tahun 2012 kasus stunting mencapai 27%. Untuk wilayah puskesmas
Tumbang Marikoi kasus stunting mencapai 24% pada tahun 2014,
sedangkan pada tahun 2012 hanya mencapi 12%. Kasus gizi buruk di
Gunung Mas menurut laporan evaluasi gizi tahun 2014 mencapai
19,7%, sedangkan di wilayah Kecamatan Tumbang Marikoi mencapai
17%. Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Mas menyatakan bahwa
angka kematian balita (AKABA) pada tahun 2013 sebesar 2 per 1000
kelahiran hidup.
Kasus stunting merupakan masalah gizi yang berdampak pada
kehidupan sosial ekonomi serta masih merupakan masalah yang
serius baik tingkat nasional maupun global. Stunting merupakan
3
lokal tersebut tentu banyak terkait dengan bidang kesehatan baik cara
pengobatan, perawatan, persepsi sehat-sakit. Kasus stunting
merupakan kasus yang masih jadi perhatian secara nasional
khususnya di Kabupaten Gunung Mas. Walaupun telah ada program
terkait stunting namun kasusnya masih meningkat secara nasional.
Riskesdas 2013 menunjukkan angka kejadian stunting mencapai
37,2%, sedangkan hasil evaluasi gizi Kabupaten Gunung Mas untuk
wilayah puskesmas marikoi (kecamatan Damang Batu) mencapai 24%.
Maka pada penelitian etnografi kesehatan ini peneliti akan
mengindetifikasi gambaran faktor khasanah budaya kearifan lokal apa
saja yang menjadi faktor protektif untuk mengurangi kejadian sakit di
masyarakat. Faktor protektif merupakan faktor yang dapat melindungi
masyarakat dari sebuah kejadian sakit baik itu secara klinis ataupun
sosial budaya. Selain faktor protektif peneliti juga mengidentifikasi
faktor risiko dari kejadian stunting di Kabupaten Gunung Mas.
Diharapkan faktor-faktor tersebut dapat menjadi acuan dalam
merancang program kesehatan yang lebih efektif dalam mengurangi
kasus stunting. Dengan harapan tersebut, pertanyaan dalam
penelitian etnografi kesehatan ini adalah budaya kearifan lokal apa
sajakah terkait poin poin dibawah ini yang dapat menggambarkan
faktor yang mempengaruhi stunting:
1.2.1. Gambaran latar belakang karakteristik keluarga
Gambaran ini meliput pendapatan keluarga pengetahuan gizi
ibu, tinggi badan ibu, pola asuh, jumlah anggota keluarga, riwayat
infeksi penyakit, pendidikan ibu yang mempengaruhi kejadian stunting
di Desa Tumbang Anoi, kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung
Mas
1.2.2.Pola konsumsi
Gambaran kearifan budaya lokal terkait tingkat asupan protein,
asupan lemak, sumber air minum yang mempengaruhi kejadian
stunting di Desa Tumbang Anoi, kecamatan Damang Batu, Kabupaten
Gunung Mas.
1.2.3. Tumbuh kembang
Gambaran kearifan budaya lokal terkait kunjung ANC,
pemberian MPASI, riwayat imunisasi, asi eksklusif yang
10
BAB II
SELAYANG PANDANG TUMBANG ANOI
2.1. Kalimantan dan Dayak
Bila kita mendengar istilah etnik Dayak, pikiran tentu langsung
mengarah ke pulau Kalimantan. O.K Rahmat dan R. Sunardi dalam
buku Maneser Panatau Tatu Hiang (Nila Riwut; 2003); mengatakan
bahwa kata Dayak adalah satu perkataan untuk menamakan stamstam yang tidak beragama Islam yang mendiami pedalaman
Kalimantan. Istilah ini diberikan oleh bangsa Melayu di pesisir
Kalimantan yang berarti gunung. Namun sampai saat ini belum pernah
ada kamus yang menyatakan bahwa Dayak berarti orang gunung.
Kemungkinan pengertian tersebut dikarenakan sebagian besar orangorang Dayak tinggal di udik-udik sungai yang tanahnya bergununggunung (Nila Riwut; 2003). Terdapat sumber lain juga bahwa pada
awalnya mereka tinggal di pantai, namun kemudian terdesak semakin
jauh ke pedalaman oleh pendatang Melayu. Mereka tinggal di tepi
sungai dan dataran tinggi, jauh di dalam rimba dan hidup dengan cara
yang tak jauh berbeda dari nenek moyang mereka (Septa, dkk; 2014).
Mengenai asal usul Etnis Bangsa Dayak, menurut Nila Riwut
dalam buku Manaser Tatu Hiang menyatakan bahwa etnis Dayak
berasal dari langit ketujuh dan ada pula yang berpendapat bahwa
etnis Dayak berasal dari proto Melayu. Menurut tetek tatum, orang
Dayak berasal dari langit ketujuh dan diturunkan ke bumi dengan
menggunakan Palangka Bulau oleh Ranying Hatalla Langit1. Menurut
keyakinan orang Dayak yang berasal dari kepercayaan Kaharingan,
manusia diturunkan dari langit ke tujuh di empat tempat, yaitu:
1) Di tantan Puruk Pamatuan, yang terletak di hulu Sungai Kahayan
dan Barito
2) Di Tantang Liang Mangan Puruk Kaminting, yang letaknya di
sekitar Gunung Raya
3) Di datah Tangkasiang, di hulu Sungai Malahui, yang terletak di
daerah Kalimantan Barat.
1
11
12
13
14
16
18
20
kesuburannya akan hilang dan bila ditanami lagi akan membuat hasil
panen dikemudian hari menjadi berkurang. Luas ladang yang dimiliki
tiap kepala keluarga berbeda-beda, disesuaikan dengan kemampuan.
Pembukaan lahan oleh masyarakat desa Tumbang Anoi juga terdapat
aturan main. Ketika ada salah satu masyarakat desa akan membuka
ladang dan bersebelahan dengan lahan yang sudah dibuka harus
berjarak 1 km. Jarak tersebut dibuat berjauhan dikarenakan bila orang
yang mempunyai ladang tersebut masih ada hutan yang bisa dijadikan
ladang. Pembukaan ladang dimulai dari hutan atau tanah yang dekat
dengan sungai yang biasanya berada di bawah hutan. Ketika akan
membuka ladang lagi, maka hutan yang ada disamping atau diatas
ladang akan dibuka untuk dijadikan lahan pertanian yang baru.
Terdapat dua cara atau jalan yang dapat ditempuh untuk
menuju desa Tumbang Anoi dari pusat kabupaten Gunung Mas, yaitu
dengan jalan darat dan air. Perjalanan menuju desa Tumbang Anoi
lewat darat ketika jalan kering atau musim kemarau membutuhkan
waktu sekitar 3-4 jam perjalanan. Ketika musim penghujan datang,
membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Hal ini dikarenakan jalan yang
dilewati di awalnya berupa tanah yang keras menjadi tanah lumpur.
Ketika jalan sudah menjadi lumpur cara satu-satunya agar bisa
mencapai desa Tumbang Anoi menggunakan mobil yang mempunyai
perlengkapan double gardan. Cara yang lain untuk menuju ke Desa
Tumbang Anoi lewat air dengan memanfaatkan klotok. Perjalanan
lewat air atau sungai membutuhkan waktu sekitar 6-7 jam dari
ibukota kabupaten.
Sebelum tahun 2008 untuk menuju kecamatan Damang Batu
harus menggunakan pesawat capung yang bisa mendarat di air atau
speed boat. Ketika menggunakan speed boat harus berhenti terlebih
dahulu di desa Tumbang Miri (kecamatan sebelum kecamatan
Damang Batu) kemudian berganti menggunakan klotok agar dapat
mencapai desa Tumbang Anoi atau kecamatan Damang Batu.
Sejak tahun 2008, pemerintah kabupaten Gunung Mas
kemudian membuka jalan sampai di ibukota kecamatan Damang Batu.
Jalan mulai dibuka lebar dan bisa dilalui oleh mobil pada tahun 2013.
Sebelum ada pembukaan jalan masyarakat desa Tumbang Anoi hanya
memanfaatkan jalan perintis yang ada atau lewat jalan air untuk
menuju ke kecamatan atau desa lainnya. Pelebaran jalan dilakukan
21
22
23
24
25
26
28
29
30
32
33
2.4. Bahasa
Terdapat beberapa bahasa yang digunakan oleh masyarakat
desa Tumbang Anoi. Masyarakat desa tidak hanya asli dari desa
Tumbang Anoi, namun juga ada pendatang dari Banjar, dan Jawa.
Oleh karena itu bahasa yang diguakan di desa Tumbang Anoi, dapat
dibagi menjadi;
2.4.1 Bahasa Dayak Kahayan (Ngaju)
Bahasa kahayan atau masyarakat umum biasa menamakannya
dengan bahasa Dayak Ngaju merupakan bahasa Dayak atau
Kalimantan yang digunakan oleh kebanyakan orang atau mungkin
bahkan semua orang. Menurut beberapa masyarakat di desa
Tumbang Anoi kalau menggunakan bahasa Dayak Ngaju atau Dayak
Kahayan sudah dipastikan semua orang Kalimantan pasti mengerti.
Hal ini dikarenakan bahasa tersebut seperti bahasa daerah pulau
Kalimantan, walaupun juga ada beberapa istilah yang berbeda antara
satu tempat dengan tempat yang lain. Ibu LI sebagai pendatang di
desa Tumbang Anoi yang sudah menetap 1 tahun pada awalnya
bingung. Walaupun beliau berasal dari daerah Banjar tidak bisa
memahami bahasa yang digunakan oleh masyarakat desa Tumbang
Anoi. Oleh karena itu beliau mencoba berkomunikasi dengan
masyarakat desa Tumbang Anoi dengan bahasa Dayak Kahayan
sehingga mereka bisa mengerti.
34
35
2.5. Kesenian
Untuk kesenian di desa Tumbang Anoi, pada umumnya sama
dengan beberapa daerah di provinsi Kalimantan. Kesenian tersebut,
antara lain;
2.5.1. Manasai
Manasai merupakan salah satu kesenian di desa Tumbang
Anoi. Manasai merupakan sebuah gerakan berjoget yang dilakukan
secara beramai-ramai yang dilakukan oleh 5 hingga 10 orang baik lakilaki atau perempuan. Gerakan tersebut biasanya diiringi dengan
nyanyian lagu yang disebut dengan karungut. Laki-laki dan perempuan
tadi secara berjajar membentuk sebuah lingkaran kemudian bergerak
memutar.
Di tengah lingkaran biasanya terdapat tiang atau selendang
yang berwarna hijau yang ditalikan di sebuah kayu. Menurut ibu MN,
meletakkan selendang hijau di tengah-tengah lingkaran
menyimbolkan pohon beringin yang berwarna hijau. Selain itu juga
diperuntukkan untuk menyimbulkan kesuburan dan kemakmuran.
Manasai biasanya dilakukan pada saat acara warga, seperti
pernikahan yang bertujuan untuk memeriahkan acara. Peneliti
mendapat kesempatan untuk mengikuti Manasai. Peneliti diajak oleh
salah satu tetua masyarakat untuk mengikuti acara Basarah5. Setelah
ibadah Basarah selesai, sekitar pukul 22.00 WIB kemudian salah
seorang tuan rumah mengambil selendang hijau kemudian diikatkan
di salah satu kayu yang berada di tengah-tengah rumah. Tidak lama
kemudian 2 orang datang dengan membawa sound system. Setelah
sound system siap, kemudian langsung memilih sebuah lagu sebagai
iringan. Ketika lagu mulai diputar segera orang-orang yang sudah
membentuk lingkaran kemudian segera bergerak dan berjoget sesuai
dengan irama musik yang dinyanyikan lewat compact disc. Semua
orang yang berjoget kemudian mengajak kami untuk turut serta dalam
Manasai. Pada awalnya kami agak susah dikarenakan tidak terbiasa
berjoget, namun lama kelamaan setelah melihat cara mereka menari
kami mencoba untuk meniru gerakan mereka.
5
Acara Basarah merupakan ibadah yang dilakukan oleh masyarakat yang menganut
agama atau kepercayaan Hindu Kaharingan.
36
37
38
39
40
h.
i.
j.
k.
Tampung Tawar
Parapen Garu
Benang Lapik Sangku
Kambang
41
g. Kandayu Parawei
h. Doa Kahaus Basarah.
Tidak lama kemudian, pelaksanaan upacara Basarah dilakukan
dengan pembacaan kedayun. Kedayun merupakan pujian-pujian dan
doa. Terdapat 3 kedayun dalam pelaksanaan upacara Basarah, antara
lain Manyarah Sangku tambak Raja, kandayu Matang Kayu Erang,
Kandayu Parawei, dan Kandayu Mambawur Behas Hambaruan.
Setelah selesai melakukan pujian-pujian dan berdoa dalam upacara
Basarah kemudian pemimpin menyatakan bahwa upacara ini selesai.
Setelah upacara Basarah selesai, maka tuan rumah mengeluarkan
beberapa sajian yang dihidangkan dan disantap bersama-sama
2.6.1.2 Pakanan sahur dan Pakanan Patahu
Ketika kita berjalan-jalan di tengah desa Tumbang Anoi, terdapat
satu bangunan kecil berukuran 1,5 meter x 0,5 meter. Bangunan
tersebut bersusun dua tingkatan dibagian atas berisi tempat bekas
sesajian yang berupa gelas, piring, botol minuman, rokok satu
bungkus ataupun satu batang. Dibagian bawah terdapat beberapa
batu dan bekas sajian. Bangunan tersebuut dikenal dengan istilah
patahu. Patahu menurut keyakinan masyarakat Tumbang Anoi,
merupakan roh penjaga kampung dari ganguan atau ancaman secara
fisik maupun roh gaib. Disamping patahu terdapat beberapa bendera
yang berwarna kuning. Menurut keyakinan masyarakat Tumbang
Anoi, patahu merupakan penjaga kampung dari bahaya yang
mengancam baik secara fisik maupun roh.
a. Pakanan sahur
Pakanan sahur merupakan salah satu ritual yang dilakukan oleh
masyarakat Tumbang Anoi. Ritual pakanan sahur dilakukan setiap
setahun sekali. Tujuan mengadakan Pakanan Sahur untuk meminta
bantuan penjaga desa untuk menjaga desa. Pakanan mempunyai
arti memberikan persembahan kepada roh atau leluhur desa untuk
menjaga desa agar tidak mendapat gangguan atau ancaman dari pihak
yang akan merugikan desa. Tata cara pakanan sahur dengan
menaburkan beras kuning dan meletakkan beberapa sesaji sebagai
persembahan. Sahur diartikan sebagai leluhur atau roh baik yang
diberi kekuasaan oleh Tuhan untuk membantu manusia yang hidup di
dunia untuk menjaga dan memelihara kehidupan manusia,
42
2.6.1.2 Tiwah
Tiwah merupakan suatu ritual yang dilaksanakan oleh umat
Hindu Kaharingan etnis Dayak, tidak terkecuali etnis Ot Danum yang
berada di desa Tumbang Anoi. Ritual tiwah merupakan ritual yang
diadakan oleh masyarakat yang menganut agama kaharingan. Ritual
tiwah bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur atau keturunan yang
sudah meninggal. Terdapat keyakinan di masyarakat yang menganut
43
44
yang melakukan tiwah dapat dilihat dari jumlah tonggak kayu yang
diberi bendera merah putih dan diletakkan di pinggir sungai.
Dikarenakan ada 12 keluarga yang melakukan tiwah maka upacara
tiwah dilaksanakan selama dua hari secara beruntun. Sejak pukul
06.00 bahkan sebelumnya masyarakat desa sekitar Batu Tangkoi
bahkan dari lain kecamatan berdatangan untuk menonton upacara
tiwah. Dimana semua orang tumpah ruah di satu arena upacara tiwah.
Beberapa warga menciptakan aji mumpung dengan membangun
beberapa tenda untuk dijadikan warung makan ataupun warung
klontong. Selain warung klontong, acara tiwah juga dimanfaatkan oleh
banyak orang untuk melakukan sabung ayam namun di lokasi yang
berbeda namun berdekatan.
Pukul 08.30 upacara tiwah sudah dimulai dengan ditabuhnya
gong oleh warga desa Batu Tangkoi. Upacara hari ini merupakan
upacara inti dari serangkaian pelaksanaan upacara tiwah. Gong yang
ditabuh oleh warga desa Batu Tangkoi. Walaupun nada yang ditabuh
secara monoton namun suasana magis tetap terasa. Ditengah-tengah
arena upacara tiwah terdapat sangkaraya yang berfungsi untuk
menempatkan beberapa hewan kurban seperti ayam, babi dan
beberapa sesajen lainnya. Bersebelahan dengan sangkaraya terdapat
beberapa sapondu yang ditancapkan juga di tengah-tengah arena
upacara tiwah. Di sapondu tersebut diikat kerbau-kerbau yang
digunakan sebagai hewan korban. Beberangan dengan ditabuhnya
gong, keluarga yang melakukan tiwah bersama tamu kehormatan
(tamu undangan seperti perangkat kecamatan, polsek dan koramil)
melakukan gerakan manganjan. Gerakan nganjan menurut
masyarakat sekitar mempunyai tujuan untuk menghormati sesajen
atau hewan kurban di upacara tiwah. Ketika melaksanakan
manganjan, ada beberapa ibu-ibu dengan membawa bedak berwana
putih.
Dengan bedak tersebut, ibu-ibu tersebut mengusapkan ke muka
keluarga dan tamu kehormatan yang sedang melakukan manganjan.
Menurut salah satu anggota keluarga yang melakukan tiwah,
pengusapan bedak dan menggoreskan kunyit di tumit mempunyai arti
bahwa anggota keluarga atau keturunan yang di-tiwah datang ke
upacara. Menurut kepercayaan masyarakat ketika dilakukan upacara
ritual (pada kesempatan ini tiwah) roh-roh keluarga yang sudah
46
Pada setiap upacara tabuh, satu per satu peserta upacara yang
merupakan sanak keluarga dari para leluhur melaksanakan upacara
menombak kerbau dan babi. Orang yang lebih tua di dalam silsilah
keluarga mendapat giliran pertama kali untuk menombak kerbau.
Darah segar mengucur dari kerbau tersebut, darah yang mengucur
itulah yang diyakini bisa menyucikan arwah secara supranatural.
Setelah menombak kerbau, kemudian datang seorang ulama yang
kemudian menyembelih kerbau tersebut. Hal ini dikarenakan setelah
selesai melakukan upacara penombakan dan penyembelihan hewanhewan tersebut akan dimasak dan dimakan bersama-sama. Tidak
hanya anggota keluarga yang melakukan tiwah namun juga warga dari
desa sekitar atau kecamatan sekitar yang menonton acara tersebut.
Dikarenakan yang makan dan warga desa tidak semua beragama
kristen dan kaharingan maka didatangkan seorang haji atau ulama
untuk menyembelih kerbau tersebut. Hal ini dikarenakan konsep halal
47
dan haram di agama islam. Setelah semua hewan kurban selesai untuk
dikorbankan maka hewan-hewan tersebut segera dibawa ke rumah
keluarga yang melakukan tiwah kemudian dimasak. Setelah dimasak
kemudian acara berlanjut dengan makan bersama. Semua warga yang
datang ke upacara tersebut juga turut bergabung dalam acara makanmakan tersebut.
2.6.2 Keyakinan dan Aktivitas Keseharian
Masyarakat Tumbang Anoi terdapat beberapa rambu-rambu
dalam melakukan aktivitas keseharian. Dalam kehidupan masyarakat
Tumbang Anoi, tidak terlepas dari maupun dongeng yang diperoleh
dari kakek, nenek, maupun orang tua. Ketika seseorang masih kecil
sampai beranjak dewasa pastilah mendapat banyak petuah, nasihat,
wejangan maupun pesan yang disampaikan. Dari banyak petuah
tersebut kadang-kadang berpengaruh terhadap kehidupan seseorang
di masa yang akan datang, ketika sudah beranjak dewasa maupun
sesudah berkeluarga. Hal ini seperti yang terjadi di kebanyakan
masyarakat Tumbang Anoi. Beberapa masyarakat beranggapan bahwa
aktifitas mereka sehari-hari berdasarkan atas petuah atau nasihat
yang diberikan ke mereka sejak masih kecil. Kebanyakan masyarakat
Tumbang Anoi beranggapan bahwa petuah pendahulu mereka pasti
ada fungsi dan tujuannya. Selain ada fungsi dan tujuan, posisi orang
tua di desa Tumbang Anoi masih disegani. Masyarakat desa Tumbang
Anoi menganggap bahwa nasehat yang diberikan tentu juga
berdasarkan atas nasehat yang juga diturunkan oleh leluhur mereka.
Kepercayaan terhadap leluhur masih dipegang erat oleh masyarakat
desa Tumbang Anoi walaupun ada beberapa tidak semua nasehat
atau wejangan dilakukan oleh masyarakat desa Tumbang Anoi, seperti
yang diutarakan oleh pak SI:
dulu anak-anak kecil seusia saya (sekarang berusia 55
tahun) sering dikasih nasihat sama amai, ine, tatu, bue nah.
Dulu bue dan ine sering memberikan nasehat kalau pergi
harus bagaimana, kalau bekerja sikapnya harus gimana,
bahkan sampai makan harus gimana. Sekarang nasehatnasehat itu saya berikan ke anak saya, dan nanti dia akan
menurunkan ke anaknya. Nasehat-nasehat tersebut sudah
ada sejak dulu na..
48
50
dan rotan. Setelah ayam, nasi, dan telor matang kemudian ayamnya
diambil kepala ayam, hati, ceker kemudian dimasukkan ke kelangkang
berbarengan dengan nasi dan telor ayam kampung. Setelah terisi
kemudian ditancapkan di tanah. Setelah itu hutan baru bisa ditebas
untuk dijadikan lahan. Tujuan memberikan sajen tersebut menurut
pak SI, agar yang menunggu hutan atau tempat yang akan ditebas
pindah dengan cara baik-baik, hasil panen akan melimpah, dan juga
keluarga yang menebas tidak mendapat gangguan dari roh-roh.
Bila ketemu pohon beringin dan harus ditebang, terdapat ritual
lainnya. Sebelum pohon beringin tersebut ditebang, terlebih dahulu
dipotong akarnya kemudian dibalik di bagian yang menghadap ke atas
menjadi dibawah dan sebaliknya. Setelah dibalik kemudian diambil
sedikit kayu luar pohon beringin tersebut dan dibawa pulang. Setelah
sampai rumah kemudian kayu tersebut di taruh di atas nasi yang akan
dimakan oleh anggota keluarga. Walaupun sedikit, anggota keluarga
harus makan kayu tersebut. Keesokan harinya pohon beringin dapat
ditebang. Terdapat kepercayaan di masyarakat bahwa hal tersebut
merupakan proteksi diri secara mistis agar tidak diganggu oleh roh
yang ada di pohon beringin. Menurut pak SUB, bahwa ritual tersebut
agar roh yang ada di pohon beringin tidak makan anggota keluarga
tetapi keluarga yang makan roh tersebut sehingga tidak berani
mengganggu anggota keluarga yang menebang. Menurut pak SUB,
ritual tersebut sangat penting dilakukan. Hal ini dikarenakan ketika
membuka hutan sudah dipastikan di tempat tersebut terdapat rohroh yang sudah sejak dulu atau lama berdiam di tempat tersebut.
Beliau menceritakan bahwa pernah ada seorang warga yang anaknya
meninggal dikarenakan tidak melakukan ritual ketika akan menebas
hutan.
Dulu pernah ada mas, ada anak yang meninggal karena
orang tuannya ketika mau buka ladang tidak ambil kayu
pohon beringin. Masyarakat sini khan kalau membuka
ladang atau ke ladang pasti menginap nah. Waktu itu satu
keluarga ke hutan (bapak, ibu, anak, saudara) untuk buka
ladang. Sesaji sudah lengkap sebenarnya namun tiba-tiba
mereka menebang pohon beringin nah. Setelah itu
anaknya rewel dan panas tinggi nah.... Karena letaknya
51
52
53
54
55
56
58
sakit ibu NA selalu tidak menyadari apa yang sedang atau pernah dia
lakukan. Selain itu ibu NA selalu keluar rumah namun tidak jelas
kemana dan mau melakukan apa. Dengan kondisi tersebut, maka
bapak DI (suami ibu NA) membawa istrinya pergi berobat ke RS
kabupaten namun dirujuk ke RS provinsi. Setelah dirujuk dan
diobatkan ke banyak fasilitas kesehatan tetap tidak menunjukkan hasil
yang diharapkan. Dengan meminta pertimbangan dari saudara beliau,
maka ibu NA dibawa pulang oleh suaminya dan pengobatan beralih ke
penyembuh tradisional.
Gambar 2.13.
Penyembuh tradisional sedang
memanggil roh untuk
menyembuhkan
Sumber: dokumentasi peneliti
60
61
62
63
64
65
66
68
69
BAB III
JENDELA KESEHATAN MASYARAKAT DESA TUMBANG ANOI
3.1. Sejarah Kesehatan di Desa Tumbang Anoi.
Bidang Kesehatan mulai masuk ke daerah kecamatan Damang
Batu mulai tahun 1976 dengan masuknya sebuah yayasan swasta.
Pada awalnya yayasan tersebut membangun sebuah klinik terapung di
Hulu Sungai Kahayan. Kemudian berkembang berkeinginan untuk
membangun klinik kesehatan. Pada awalnya ingin membangun di
daerah Tumbang Napoi, kecamatan Miri Minasa. Keinginan
membangun klinik tersebut tidak kesampaian dikarenakan terjadi
permasalahan untuk tanah yang akan diberdirikan. Kemudian yayasan
berfikir untuk memindahkan ke daerah Mahoroi namun juga
terkendala dengan permasalah tanah. Dikarenakan hal tersebut,
akhirnya yayasan mendapatkan sebidang tanah dengan cara membeli
dari warga kemudian membangun fasilitas kesehatan di Tumbang
Marikoi. Setelah membangun di Tumbang Marikoi kemudian fasilitas
kesehatan ini mulai beroperasi secara aktif pada tahun 1986. Pada
awalnya bernama klinik A, kemudian pada tahun 2006 terjadi MOU
dengan pemerintah kabupaten kemudian berubah nama menjadi
puskesmas B.
Dengan adanya puskesmas ini, maka masyarakat sekitar mulai
berobat ke fasilitas kesehatan tersebut. Lama kelamaan kemudian
masyarakat yang mengakses fasilitas kesehatan ini mulai berkembang.
Hal ini diutarakan oleh ibu SH yang dulunya bekerja di klinik Swasta
tersebut. Ibu SH bekerja di klinik swasta tersebut sejak tahun 2000
sampai dengan tahun 2008 atau 2009. Menurut ibu SH, pemanfatan
faskes swasta tersebut tidak hanya berasal dari desa atau daerah
sekitar saja, namun juga dari Kabupaten sebelah bahkan ada yang dari
palangkaraya;
......Dulu yang berobat ke klinik swasta ini tidak hanya dari
masyarakat desa sekitar mas.... namun juga ada
masyarakat yang berasal dari Palangkaraya dan ada juga
yang dari Kapuas....
Pada waktu itu menurut ibu SH, akses untuk menuju ke
Tumbang Marikoi belum tersedia. Oleh karena itu bila ada masyarakat
70
71
72
73
74
3.2.1. Malaria
Wilayah Desa Tumbang Anoi merupakan wilayah endemik
malaria. Keadaan ini diperkuat dengan kondisi alam dan lingkungan
yang ada di desa Tumbang Anoi. Malaria merupakan penyakit yang
disebabkan oleh nyamuk anopheles sp dan nyamuk aedes aegypti.
Kedua nyamuk ini berkembang biak di daerah rawa dan sungai. Semua
warga desa Tumbang Anoi sudah mengetahui bahwa daerah mereka
merupakan daerah endemi malaria, namun belum mengerti cara
untuk memastikannya. Seseorang baru terindentifikasi positif malaria
jika telah diperiksa darah menggunakan RDT malaria oleh tenaga
kesehatan.
Seorang yang diduga menderita malaria di desa ini pada awalnya
hanya merasa menggigil dan sakit kepala biasa. Pencarian pengobatan
biasanya hanya mengkonsumsi obat warung, salah satunya adalah LA.
LA merupakan salah satu warga desa Tumbang Anoi berumur 20
tahun. Beliau bekerja di pertambangan emas dan kadang-kadang
mengurus ladang keluarganya. Perkiraan terkena malaria ketika
menyedot emas di pinggiran kahayan. Ketika bekerja menyedot
emas, pakaian biasa yang dipakai hanya menggunakan baju kaos biasa
berlengan pendek.
76
77
78
Gambar 3.3.
Kelambu yang
digunakan
masyarakat
Tumbang Anoi
Sumber:
Dokumentasi
peneliti
3.2.2. Diare
Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan salah satu penyebab utama kematian bayi dan balita.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan dan
masih sebagai masalah besar di Provinsi Kalimantan Tengah
khususnya di desa Tumbang Anoi. Dinas kesehatan provinsi
Kalimantan Tengah melaporkan pada tahun 2013 cakupan diare yang
ditangani sebesar 45,5% lebih rendah dari tahun 2012 sebesar 56,2%
(Dinkes. Prov. Kalteng. 2013). Presentase kejadian diare yang
ditangani tahun 2013 di Kecamatan Damang Batu wilayah puskesmas
Tumbang Marikoi adalah 31% (Dinkes kabupaten Gunung Mas; 2013).
Penyebab sakit diare dikarenakan masih buruknya kondisi
sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Diare merupakan buang air
besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair atau setengah cair
kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 3 kali sehari.
Diare dibagi dalam diare akut dan diare kronis (Setiawan; 2006).
Masyarakat desa Tumbang Anoi mengenal penyakit diare dengan
istilah kasadingen atau Kasarongin.
Salah seorang warga masyarakat desa Tumbang Anoi bernama
bapak G berusia 25 tahun pernah mengalami sakit diare. Bapak G
berpendapat bahwa penyebab diare dikarenakan virus yang terjadi
karena perubahan musim.. Perubahan musim akan berpengaruh
terhadap keadaan stamina tubuh. Bapak G bercerita awalnya
merasakan sakit perut yang melilit. Ketika rasa sakit itu datang bapak
G kemudian pergi warung untuk membeli obat bebas yang dijual.
Masyarakat Tumbang Anoi terbiasa mengkonsumsi obat kimia bahkan
79
80
81
82
....iii, nda lagi aku itu , bisa bisa aku minum itu na minum
itu satu dua ini dari gelas, untuk anu obat ja, anum rasanya
kalau sering sering minum itu jarang aku demam, iya, nda
saya sakit, nda nda. Sekarang aku nda ada minum baram.
Biar orang kasih nda saya paling itu minta sedikit ja. Kalau
aku anu minum satu, dua, tiga gelas apalagi sampe lima
gelas jantung itu berdebar ... dulu memang suka.. iya ada
penyakit, sakit kepala sama anu itu sama manggah itu sesak
nafas itu..
Di kalangan masyarakat desa Tumbang Anoi, mengkonsumsi
baram menjadi salah satu alternative obat untuk mengurangi sakit
pegal. Cukup banyak warga desa yang merasa sakit pegal-pegal
setelah menambang emas. Ketika mereka merasa pegal-pegal, maka
mereka langsung membeli baram dengan harga Rp 50.000. Setelah
mereka minum baram, maka pegal-pegal yang mereka rasakan akan
hilang. Bapak BL bercerita;
...karena disini banyak kerja di emas ja pak...jadi mereka
merasa pegal-pegal kalau habis kerja. Setelah sampai rumah
na, kebanyakan mereka langsung beli baram buat
nyembuhin pegal-pegal na...
Bila masyarakat Anoi merasa pusing karena hipertensi, beberapa
alternative dilakukan dengan membeli obat di warung dan
memanfaatkan beberapa tanaman yang ada di sekitar halaman
mereka. Tanaman sanggau merupakan tanaman berbiji
yang
gampang hidup desa Tumbang Anoi. Dengan mengkonsumsi biji
tanaman sanggau dapat menurunkan hipertensi . Mereka langsung
memakanannya mentah-mentah setelah dibersihkan.
Salah satu warga yang mengkonsumsi tanaman sanggau adalah
bapak S. Terdapat tanaman sanggau berada di belakang rumahnya.
Menurut beliau tanaman tersebut tumbuh dengan sendirinya. Bapak S
mengetahui khasiat biji sanggau berasal dari orang tua dan tetangga
yang pernah mengalami hal yang sama.
83
84
85
86
Gambar 3.7. Sayur umbut yang dipercayai salah satu alternatif obat malaria
Sumber: Dokumentasi peneliti, 2015
88
89
90
91
92
3.5.2. Tradisional
Ketersediaan
Terdapat beberapa penyembuh tradisional di Desa Tumbang
Anoi. Masyarakat yang memanfaatkan bantuan dari penyembuh
tradisional ketika menderita penyakit non medis atau berhubungan
dengan supranatural. Penyembuh tradisional hanya bisa
menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh gangguan roh halus.
Ketika ada seseorang datang ke penyembuh tradisonal, biasanya
mereka akan melihat sakitnya. Bila sakitnya disebabkan oleh penyakit
yang berhubungan dengan medis, maka disuruh berobat ke tenaga
medis. Penyembuh tradisional menyebutnya dengan penyakit laut.
Untuk datang ke pengobat tradisional ada beberapa syarat dan
ketentuan yang berlaku. Untuk pertolongan persalinan secara
tradisional ada dukun kampung. Dukun kampung biasanya pada saat
hamil dari umur kandungan tujuh bulan hingga sembilan bulan
biasanya mengurut perut atau pijat ibu yang bertujuan untuk
mengatur posisi bayi agar tidak sungsang. Biasanya mengurut ibu
hamil dalam sebulan bisa 2 hingga 3 kali dengan tarif 20.000 hingga
35.000 untuk sekali datang. Dukun kampung tidak hanya mengurut
ibu hamil saja namun juga dapat menolong persalinan. Untuk mencari
pengobatan tradisional seperti penyembuh tradisional dan dukun
kampung terbilang mudah karena terdapat dua penyembuh
tradisional dan tiga dukun kampung di Desa Tumbang Anoi.
3.6. Health Seeking Behaviour
Kroeger (1983) mengajukan suatu model yang menekankan
kekompleksan variable-variabel yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan di negara sedang berkembang. Model ini merupakan suatu
framework dari faktor eksplanatori yang saling berhubungan yang
mempengaruhi persepsi tentang morbiditas.
Kroeger berpendapat persepsi keluarga dan jaringan sosial dan
kepercayaan mereka terhadap penyakit adalah sama pentingnya
dengan kepercayaan individu dalam membentuk perilaku individu.
Kolaborasi antara pendekatan individual dan pendekatan keluarga
akan memberikan hasil yang komprehensif terkait pendalaman kajian
terhadap factor yang mempengaruhi pemanfaatan masyarakat untuk
memanfaatkan layanan kesehatan dasar.
93
Faktor yang
mempengaruhi
(sifat individu)
Perasaan
sakit
Karakteristik dan
persepsiterhadap
penyakit
Pengobat
tradisional
Pilihan
fasilitas
kesehata
Tenaga
medis
Penjual obat
Faktor
pendukung
(karakteristik
layanan)
Pengobatan
sendiri/tidak
berobat
94
95
BAB IV
ANTARA TRADISI DAN MODERNITAS
4.1. Pra hamil.
Kondisi kesehatan ibu dan anak tidak bisa dilepaskan dari masa
pra hamil seorang wanita. Masa pra hamil merupakan salah satu siklus
hidup perempuan yang nantinya akan berpengaruh terhadap kondisi
kesehatannya saat ia mengandung dan melahirkan anaknya. (Toni
Murwanto, dkk; 2012). Pengetahuan perempuan turut berpengaruh
terhadap bagaimana ia nantinya merawat kandungan serta
menerapkan pola asuh terhadap anak-anaknya
4.1.1. Pengetahuan tentang reproduksi.
Perhatian pada masa pra hamil dimulai sejak seorang
perempuan memasuki usia remaja. Salah satu informan dalam
penelitian ini bernama ibu NA (20 tahun). Beliau menikah ketika
duduk di kelas 2 SMA. NA sekolah di kecamatan Tewah, dikarenakan
tidak tersedianya SMA (pada waktu itu) dan sudah merasa bosan
tinggal di Desa. Keterbatasan fasilitas yang membuat ibu NA untuk
memutuskan sekolah di lain kecamatan.
NA mendapatkan menstruasi sejak kelas 1 SMP. Pada awal
mendapatkan menstruasi, dia merasa aneh dengan apa yang
dialaminya. NA tidak pernah mendapatkan informasi tekait masalah
menstruasi sebelumnya. Dia merasa malu bertanya kepada orang lain
terutama kepada orang tua mengenai hal yang berbau seks dan
reproduksi. Dikarenakan merasa aneh, maka dia memberanikan diri
bertanya kepada kakaknya mengenai yang dirasakan ketika awal
mendapatkan menstruasi. NA memilih untuk bertanya kepada
kakaknya karena kakaknya sudah mengalami hal tersebut. Setelah
mendapatkan penjelasan dari kakaknya, NA baru mengetahui apa
yang dinamakan menstruasi. NA bercerita bahwa ketika pertama kali
membeli pembalut dan memakainya belajar dari kakaknya. Menurut
kakaknya bahwa menstruasi merupakan hal yang lazim terjadi
perempuan. Beberapa remaja putri di Desa Tumbang Anoi memilih
bertanya hal yang berkaitan dengan reproduksi kepada teman dan
saudaranya yang pernah mengalami hal tersebut. Sehingga
96
97
98
99
pemuda tersebut tidak permisi atau mungkin sedikit tidak sopan juga
terkena kana tambur.
Sanksi yang berlaku dari kana tambur, jika pemuda tersebut
berasal dari luar kampung maka maka akan dihajar oleh warga Desa.
Selain dihakimi masasa juga diadili oleh perangkat Desa. Setelah
diadili pemuda tersebut dikawinkan dengan pemudi yang dia datangi.
Sanksi berbeda jika pemuda tersebut berasal dari dalam kampung.
Pemuda tersebut tidak dipukuli hanya diadili perangkat Desa dan
disuruh menikah sang pemudi.
... ada kana tumbur itu ada cowo cewe pacar pacaran
ditempat yang ga lazim, gelap diam diam, terus sering
ketempat cewek ini. Jadi ke masyarakat itu dia ga ada
permisi permisinya yang laki laki ini ga ada sopan sopannya
tiap malam, atau dibawa cewe dibawa cewe dalam rumah
ga tau na tu biasanya orang sepakat kapan kita ngumpul.
Kita gerebek orang ni orang ni. Suruh dinikahi, dibawa
proses ke kepala Desa. Minta tanggungjawabnya harus
dinikahi kapan tanggalnya minta surat pernyataan juga,
dikawinkan. Ada juga ga diproses, langsung dihajar dipukul
sama masyarakat, dinikahi tetap, biasanya yang dihajar itu
dari kampung luar.
Norma-norma diatas bertujuan untuk menjaga posisi
perempuan yang ada di Desa. Kana tumbur ada ditujukan agar ada
pengawasan dari pihak keluarga dan masyarakat Desa terhadap warga
Desa perempuan. Nilai perempuan Dayak di mata masyarakat etnis
dihargai tinggi. Sedemikian tinggi penghargaan etnis ini kepada para
perempuannya, hingga jangan anggap enteng mas kawin pada saat
pernikahan. Mereka tidak rela apabila ada orang yang mereka anggap
asing memasuki daerah mereka, lalu menggoda salah seorang gadis
remaja etnisnya. Melecehkan perempuan Dayak identik dengan
melecehkan harga diri etnis. Seluruh masyarakat etnis akan terbakar
kemarahan dan bangkit bergerak menanggapi tantangan tersebut
(Nila Riwut; 2010). Persepsi tingginya nilai perempuan dalam keluarga
dikarenakan, dia yang mengandung keturunan atau penerus dari
etnis. Dengan dijaganya pihak perempuan maka diharapkan
keturunan yang dihasilkan juga berkualitas.
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
Menurut orang tua ibu NOW, karena bentuk belut licin dan sulit
untuk ditangkap maka bila ibu hamil mengkonsumsi belut maka
kandungan ketika bersalin akan menjadi licin dan mudah. Selain belut,
masyarakat desa Tumbang Anoi juga mengkonsumsi beberapa kayu
yang dipercaya dapat membantu kehamilan agar sehat dan persalinan
lancar. Ketika kami (peneliti) bertanya jenis-jenis kayu apa saja yang
dikonsumsi, banyak informan dan orang tuanya tidak mau
menyebutkan nama dan jenisnya. Hal ini dikarenakan terdapat
beberapa persyaratan yang harus dilakukan dan tidak bisa dilakukan
sembarangan.
Kegiatan yang lain dengan mengolesi perut ibu hamil yang
sudah menginjak usia 7 bulan hingga 9 bulan dengan sejenis minyak.
Menurut ibu NOW, minyak tersebut dikenal dengan minyak Dayak.
Minyak tersebut merupakan sejenis minyak yang dibuat dari bagian
binatang dan minyak kelapa. Ibu Now, bercerita bahwa minyak yang
beliau pakai merupakan warisan yang diberikan oleh neneknya.
Pemakaiannya dengan cara mengusap perut ibu hamil dengan minyak
tersebut dari atas ke bawah atau dari pusar menuju ke bawah.
Diharapkan dengan memakai minyak, proses persalinannya akan
menjadi lancar.
4.3.3. Pemeriksaan kehamilan
Dengan adanya bidan desa yang bertugas di pukesmas
pembantu desa Tumbang Anoi, ibu hamil biasa memeriksakan
kehamilannya ke bidan tersebut. Menurut bidan desa tersebut ibu
hamil memeriksakan kandungan sudah menginjak kehamilan 2 atau 3
bulan. Menurut ibu YUL, ibu hamil menandakan bahwa mereka
mengandung setelah mengalami tidak menstruasi selama 2 bulan.
Menurut ibu YUL, selama bertugas menjadi bidan desa sudah banyak
ibu hamil yang memanfaatkan jasanya untuk periksa kehamilan
namun tidak semuanya. Hal ini dikarenakan masih terdapat
kepercayaan bahwa periksa kehamilan cukup dengan dukun kampung
saja.
Ibu YUL dalam memeriksakan melakukan beberapa pemiksaan,
seperti mengukur lengan ibu, berat ibu hamil dan mengecek posisi
kandungan. Setelah memeriksa beliau memberikan beberapa vitamin
110
dan tablet penambah darah. Ketika memeriksa ibu hamil, ibu YUL
mendatangi rumahnya.
....saya kalau periksa datang ke rumahnya...soalnya kalau
saya tidak datang, mereka tidak akan periksa. Ini bukan
masalah uang atau apanya ya mas...Cuma mereka itu pasif
kalau disuruh ke pustu. Mereka kalau sakit baru ke pustu
na.... orang hamil sakitnya khan nggak terasa, kadang sakit
kadang nggak...daripada saya kecolongan.....
Selain periksa ke bidan desa, kebiasaan ibu hamil di Desa
Tumbang Anoi mengurut atau memijat tubuhnya terutama di bagian
perut. Ketika ibu hamil menginjak usia 7 bulan, mereka meminta
bantuan dukun kampung untuk mengurut dikarenakan terasa capek.
Tujuan mengurut juga dikarenakan untuk tahu posisi dan
membetulkan bayi yang masih dalam kandungan. Salah satu dukun
yang melakukan pemijatan adalah ibu TO.
Pemijatan dilakukan setelah menginjak usia 7 bulan hingga akan
melahirkan, dikarenakan di umur tersebut posisi bayi sudah stabil dan
tidak berubah-rubah. Pemijatan dilakukan dengan cara mengurut
bagian perut menuju ke arah payudara dan bagian punggung. Bagian
punggung diurut dari pantat ibu hamil ke arah atas. Ketika mengurut
inilah ibu TO dapat mengetahui posisi bayi yang ada dikandungan.
Bayi dalam posisi normal atau melintang. Ibu TO bercerita, pernah ada
seorang ibu hamil yang ketahuan bayinya berposisi melintang ketika
diurut. Oleh karena ibu TO dan temannya (seorang dukun kampung
dari desa lain) melakukan pembetulan posisi dengan cara diurut.
...pernah dulu ada ibu hamil yang banyinya melintang
na...terus aku (saya) dan teman mengurut pakai minyak
untuk membetulkan posisinya....
Cara pengurutan yang dilakukan oleh ibu TO sudah dilakukan
secara turun temurun. Namun ketika ada ibu hamil dengan posisi bayi
yang melintang, beliau tidak berani untuk membetulkan sendiri. Hal
ini dikarenakan membutuhkan minyak khusus yang dapat membantu
posisi bayi agar normal. Minyak tersebut tidak dapat dicari atau dibeli,
namun pemberian dari leluhur. Dikarenakan orang tua ibu TO bukan
111
112
113
114
115
116
menyusul keluar. Setelah plasenta semua keluar, maka tali pusar bayi
baru dipotong. Selama plasenta belum keluar, bayi tidak boleh
dipindah ataupun diurus terlebih dahulu. Sehingga menurut ibu YUL,
ketika bayi sudah lahir banyak bayi yang kedinginan karena tidak
langsung mendapat perawatan.
Setelah plasenta keluar baru tali pusat dipotong dengan
menggunakan gunting yang dicuci dengan air biasa. Ibu TO bercerita,
bahwa bila zaman dahulu persalinan ditolong oleh dukun kampung
plasenta dipotong menggunakan sembilu. Dengan perkembangan
zaman, kini memotong plasenta menggunakan gunting biasa karena
lebih praktis. Dalam memotong tali plasensta dukun kampung
bermacam-macam tekhnik. Menurut ibu TO, terdapat dukun kampung
yang memotong tali plasenta menggunakan gunting, mandau, ada
pula yang menggunakan pisau. Perbedaan penanganan ini
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dukun kampung yang
menangani. Ketika akan memotong tali pusar, dukun terlebih dahulu
menggosok-gosok tali plasenta dengan mandau dan membacakan
doa. Setelah digosok dengan mandau kemudian plasenta tersebut
baru dipotong menggunakan gunting.
Dukun kampung meyakini bahwa ada hubungan pernafasan bayi
tersebut dengan plasenta oleh sebab itu lah dukun kampung tidak
memotong tali pusat hingga sampai plasenta keluar. Dukun kampung
juga meyakini jika tali pusat dipotong langsung maka plasenta akan
balik lagi ke tubuh ibu. Setelah plasenta dipotong kemudian, bila bayi
tersebut laki-laki tali pusat diikat dengan tali yang disebut dengan
korot sebanyak 7 kali, sedangkan untuk anak perempuan diikat
dengan korot sebanyak 3 kali. Tidak lama kemudian, bayi dimandikan
dengan air dingin. Bila rumah ibu bersalin tersebut dekat dengan
sungai, maka bayi langsung dibawa ke sungai dan dimandkan di sana.
Bila rumahnya jauh dari sungai, bayi dimandikan memakai baskom
yang sudah diisi air.
Pak CB bercerita, setelah bayi selesai mandi, keluarga
menyiapkan kiring paroi untuk prosesi selanjutnya. Kiring paroi adalah
tempat untuk membersihkan padi dari tangkainya dan kemudian bayi
ditaruh diatasnya. Sebelum bayi ditaruh di atas kiring paroi terlebih
dahulu mempersiapkan beberapa bahalai. bila bayi tersebut berjenis
kelamin laki-laki maka keluarga mempersiapkan 7 lembar kain dan
117
118
119
120
121
122
123
124
Anak saya hanya saya kasih ASI sejak lahir hanya sampai
umur 3 bulan na... soalnya setelah itu ASI sudah tidak keluar
lagi... saya kurang tahu, padahal sudah makan daundaunan...mungkin karena saya juga kurang makan...
Agak berbeda dengan yang dilakukan oleh ibu N (20 tahun). Ibu
N memberikan ASI ke anaknya hingga umur 11 bulan. Namun ketika
usia anak ibu N menginjak 3 bulan hingga 7 bulan diberi MPASI berupa
bubur kemasan. Ibu N mengolah bubur kemasan menggunakan air
masak. Sedangkan di usia lebih dari 7 bulan diberikan nasi dan mulai
diberikan air mentah untuk minum.
4.5. Nilai Anak dan Jumlah Anak
Terdapat anggapan oleh masyarakat Desa Tumbang Anoi
bahwa nilai anak laki-laki lebih diharapkan dari pada perempuan. Oleh
karena itu bila belum ada anak laki-laki maka usaha untuk
memperoleh anak laki-laki terus diusahakan, seperti yang diutarakan
oleh pak BIL. Menurut pak BIL anak laki-laki sangat diperlukan oleh
keluarga di Tumbang Anoi. Tenaga anak laki-laki sangat dibutuhkan
karena diharapkan dapat membantu pekerjaan yang dilakukan oleh
orang tuanya. Tenaga sangat dibutuhkan, karena sebagian besar
warga Desa bekerja di ladang dan sedot emas. Oleh karena itu agar
mendapatkan hasil yang memuaskan maka dibutuhkan jumlah tenaga
kerja yang banyak. Seperti yang diutarakan oleh pak BIL;
..karena orang sini banyak yang kerja di sawah dan
sedot emas jadi butuh banyak orang nah...jadi kalau
punya anak laki-laki khan bisa bantu kerja di sawah dan
ladang....
Dengan pandangan tersebut, maka jumlah anak dalam satu
keluarga rata-rata 4 hingga 5 anak. Beberapa orang tua di desa
Tumbang Anoi saat ini tidak menuntut anaknya untuk dapat
membantu pekerjaan di ladang ataupun sedot emas setelah dewasa.
Terdapat lahan pekerjaan lain yang bisa menghasilkan uang sehingga
dapat membantu beban orang tua. Oleh karena itu, kini terjadi
pergeseran nilai antara anak laki-laki dan perempuan di desa Tumbang
Anoi dalam hal bekerja. Pada masa kini, perempuan bisa sekolah dan
bekerja menghasilkan uang sehingga tidak tergantung dengan anak
125
126
itu juga tidak dapat mengangkat beban yang berat. Penggunaan pil KB
pun terdapat anggapan bahwa pil KB akan membeku di rahim dan
bisa mengakibatkan sakit perut.
Pandangan tersebut mulai berubah, seiring dengan informasi
yang terus menerus diberikan oleh tenaga kesehatan. Kini beberapa
ibu di desa Tumbang Anoi memilih menggunakan implan, pil KB, dan
suntik. Menurut ibu YUL, tidak ada warga yang memakai IUD. Hal ini
dikarenakan menurut beliau, masyarakat masih kurang informasi dan
malu karena ketika memasang.
4.6. Antara Tradisi dan Modernitas.
Dengan keberadaan puskesmas pembantu dan tenaga
kesehatan, diharapkan masyarakat desa dapat memanfaatkannya
secara maksimal. Ketika ibu hamil dalam melakukan ANC dan
melahirkan dapat langsung berhubungan denga tenaga kesehatan di
desa tersebut. Tenaga kesehatan secara 24 jam dapat membantu,
dikarenakan mereka tinggal di desa Tumbang Anoi. Akan tetapi
masyarakat tetap memilih dukun kampung untuk melakukan
persalinan.
Pemilihan dukun kampung sebagai penolong ketika bersalin
dikarenakan masih adanya kepercayaan mengenai makhluk yang
dapat mengganggu bayi ataupun ibu ketika melahirkan. Selain itu
dipercaya bahwa makhluk tersebut dapat memakan bayi yang ada di
kandungan. Ketika ada ibu sedang bersalin dan didatangi oleh
makhluk tersebut maka ibu dan anaknya akan meninggal, baik masih
di kandungan ataupun ketika sudah lahir. Makhluk tersebut oleh
dikenal dengan istilah hantuen. Hantuen menurut masyarakat desa
Tumbang Anoi merupakan salah satu roh jahat yang mengganggu
masyarakat terutama ibu hamil dan anak kecil. Menurut masyarakat
Tumbang Anoi, wujud Hantuen tidak selalu berupa roh jahat namun
bisa berubah-rubah. Perubahan tersebut ada yang menyerupai
berbagai macam bentuk binatang. Masyarakat Anoi Hantuen
didapatkan dengan keturunan atau dengan menggunakan minyak
yang diminumkan. Ketika siang hari Hantuen berwujud seperti
manusia biasa namun ketika malam hari berubah wujud. Perubahan
wujud ini biasanya bila ada wanita hamil atau bayi yang ada di desa
tempat dia tinggal atau desa sekitarnya. Menurut masyarakat desa
127
Tumbang Anoi, cara mereka mengetahui orang ini hantuen atau tidak
berasal dari cara individu tersebut mendekati ibu hamil atau anak
kecil. Bila individu tersebut sangat tertarik dengan ibu hamil dan anak
kecil, mereka langsung hati-hati. Cara mencegah agar tidak diganggu
dengan cara memakai jimat pada ibu hamil anak kecil dan membakar
kayu-kayuan ketika bersalin.
Dengan adanya pandangan tersebut, maka hampir semua ibu
hamil di Desa Tumbang Anoi menggunakan tenaga dukun kampung.
Bahkan menurut ibu YUL ada beberapa warga desa ketika hamil
melakukan ANC ke bidan Desa, namun ketika melahirkan pindah ke
dukun kampung.
....kemarin ada mas, ibu hamil waktu periksa hamil
panggil bidan desa, namun setelah melahirkan justru
minta ditolong oleh dukun kampung...
Perasaan aman dan tenang melahirkan ke dukun kampung juga
turut membuat warga Desa bersalin ke dukun. Perasaan aman tidak
diganggunya ketika bersalin menjadi alasan pemanfaatan dukun
kampung. Terdapat persyaratan yang harus dilakukan agar persalinan
dapat lancar, salah satunya dengan membakar rabun. Rabun
merupakan campuran kayu-kayuan yang berfungsi untuk mengusir
hantuen ketika bersalin. Oleh karena itu ketika ibu hamil tersebut
bersalin oleh bidan kampung hal yang pertama dilakukan adalah
membakar rabun. Rabun kemudian ditaruh di dalam kamar untuk
menemani ibu melahirkan. Perasaan aman dan tenang telah terjalin
antara ibu hamil dengan dibakarnya rabun ddan kehadiran dukun
kampung. Menurut masyarakat Desa Tumbang Anoi, hanya dukun saja
yang mampu menangani kehadiran hantuen pada waktu bersalin,
bapak CB, bercerita;
...orang sini kalau sudah ada dukun kampung sudah
tenang.... kalau misal ada masalah, panggil dukun yang
lain...kalau benar-benar tidak bisa baru pindah ke
bidan...
Selain kehadiran dukun bayi, bersalin di rumah juga menjadi faktor ibu
melahirkan menjadi tenang. Dengan bersalinnya di rumah dan
ditemani keluarga menjadi faktor positif bagi ibu hamil. Dekat dengan
128
129
130
BAB V
PAMBORUM ANAK KADORIH
STUNTING YANG TERABAIKAN
5.1. Gambaran umum
Dengan terpencilnya secara geografis dan kondisi, terdapat
beberapa masalah yang dihadapi di Desa Tumbang Anoi. beberapa
permasalahan tersebut antara lain; tidak adanya listrik yang
bersumber dari perusahaan listrik negara (PLN), sinyal. Sebenarnya
terdapat pembangkit listrik tenaga matahari namun dikarenakan
permasalahan tanah maka hanya beberapa rumah saja yang
memanfaatkan fasilitas tersebut. Dengan keterbatasan tersebut maka
mereka mengandalkan genset yang berbahan bakar solar untuk
penerangan. Dalam kehidupan mereka sehari-hari seperti minum dan
MCK, masyarak desa bergantung dengan keadaan sumber mata air
dan sungai Kahayan dan sungai Anoi.
Terdapat satu fasilitas kesehatan puskesmas pembantu di Desa
Tumbang Anoi. Pendirian faskes ini bertujuan untuk melayani
masyarakat Desa Tumbang Anoi dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan
bila akan berobat ke puskesmas yang terletak di kecamatan
membutuhkan waktu 1 jam. Selain puskesmas di Kecamatan
terdapat juga puskesmas yang berada di daerah Tumbang Mahoroi
namun untuk menuju puskesmas tersebut harus ditempuh dengan
menggunakan klotok. Bila air pasang, masyarakat tidak berani
perjalanan lewat sungai. Dengan jauh dan beratnya medan menuju
puskesmas di kecamatan Damang batu dan Tumbang Mahoroi
membuat masyarakat Anoi dan sekitarnya membutuhkan puskesmas
pembantu ini.
Walaupun puskesmas pembantu merupakan satu-satunya
fasilitas terdekat bagi masyarakat Desa Tumbang Anoi dan sekitarnya,
namun fasilitasnya tidak begitu diperhatikan. Keberadaan obat dan
imunisasi masih minim. Selain obat dan imunisasi, prasarananyapun
masih minim. Oleh karena itu tidak semua masyarakat Desa bisa
ditolong oleh tenaga kesehatan yang ada di puskesmas pembantu ini.
Bila harus dirujuk, warga Desa harus menempuh perjalanan ke
puskesmas di kecamatan dan di kecamatan lain. Selain lamanya
131
132
Perempu
an
Laki laki
61,5
10
69,6
18
Perempu
an
71,6
19
Non stunting
Tingg
i
Nam
Jenis
bada
a
kelamin
n
(cm)
Mgr Perempu 93,4
an
Rn
Perempu 104
an
Ml
Perempu 96
an
Klv
Laki laki
93
Umur
(bula
n)
37
56
55
32
133
D
Ryh
Yl
M
Laki laki
Laki laki
Perempu
an
Perempu
an
72
86,5
82
82,3
15
42
33
24
Rh
Jn
Nw
Bm
Dv
Bi
Mn
Hr
Laki laki
Laki laki
Perempu
an
Laki-laki
Perempu
an
Laki-laki
Perempu
an
Laki-laki
Sumber: Dokumentasi peneliti, 2015
85,7
84,6
68,7
84,3
95,4
97,3
106
102,
7
29
20
11
24
54
36
59
49
134
mereka. Persepsi sehat dan sakit oleh masyarakat desa Tumbang Anoi
turut berperan dalam penilaian orang tua terhadap tumbuh kembang
anaknya. Bagi mereka, ketika tidak rewel, tidak panas dan makan
banyak merupakan suatu ukuran bahwa anak mereka tidak sakit. Oleh
karena itu masyarakat tidak begitu memperdulikan tubuh kembang
anak mereka. Ketika anak mereka tidak mengalami panas, diare
(mencret), mereka tidak membawa anak mereka ke fasilitas kesehatan
untuk memonitor perkembangan anak mereka.
Terdapat persepsi di masyarakat bahwa anak pendek tidak
menjadi permasalahan. Menurut pak CB, dengan tergantungnya
keadaan ekonomi mereka terhadap alam (pertanian dan sedot emas)
maka keadaan fisik menjadi prioritas. Pak CB bercerita, terdapat
anggapan di masyarakat bahwa kurang mengkonsumsi sayur dapat
mengakibatkan anak pendek. Menurut beliau, masyarakat desa
Tumbang Anoi mempunyai beberapa pandangan penyebab terjadinya
stunting namun pengetahuan mereka tidak tersampaikan dalam
pola makan.
....sebenarnya orang tua di Anoi sini punya beberapa
pandangan penyebab anak mereka pendek mas, namun
anehnya ya mas...ketika mereka memberi makan anaknya
koq tidak sesuai ya.. .
Pak CB menambahkan pola asuh dan persepsi mengenai
kenyang ketika memberi makan kepada anak menjadi salah satu
penyebab dari pengetahuan yang dimiliki namun tidak tersampaikan
dalam pola makan anak di desa Tumbang Anoi.
5.3.2.
Pernikahan dini
Salah satu permasalahan sosial yang ada di desa Tumbang
Anoi terjadinya pernikahan dini. Beberapa warga desa melakukan
pernikahan ketika masih sekolah SMP. Masyarakat desa Tumbang
Anoi, menganggap usia ideal untuk menikah berusia 20 hingga 25.
Namun beberapa warga, melakukan pernikahan di usia 13 hingga 15
tahun dan ketika duduk di bangku SMP. Mereka memutuskan untuk
menikah dini dikarenakan keinginan pihak perempuan dan pihak lakilaki.
135
136
ego
: Laki-laki
: Perempuan
Bagan 5.1. Pola pernikahan di desa Tumbang Anoi
137
138
139
140
141
142
144
dilakukan agar anaknya tidak rewel karena lapar. Begitu juga dengan
yang dilakukan oleh ibu My.
Ibu My usia 24 tahun bekerja sebagai pendulang emas
mempunyai anak stunting, melahirkan di rumah dibantu oleh tiga
dukun kampung. Ibu My memberikan ASI sejak bayinya lahir, namun
pada usia 4 bulan telah diberi makanan tambahan kemasan. Pada usia
6 bulan diberi nasi bubur. Ketika melahirkan ibu MY membuang
kolostrum. Hal ini dikarenakan terdapat sebuah kepercayaan jika
dikonsumsi oleh anak akan menjadi sakit atau lebih dikenal dengan
liman.
Bayi diberikan kopi untuk pencahar sejak lahir. Ketika usia
kehamilan <3 bulan ibu MY tidak pernah makan nasi hanya kopi, gula
dan garam, dengan alasan jika makan nasi merasa mual dan muntah.
Ibu S mempunyai balita stunting dengan usia 42 bulan. Sejak lahir
diberikan ASI ketika menginjak usia 4 bulan telah diberikan makanan
tambahan yaitu S** yang diolah dengan air masak. Sedangkan untuk
minum menggunakan air mentah dari sungai Anoi. Ketika baru lahir
bayi diberikan kopi, seperti kebanyakan bayi baru lahir di Desa ini.
Dari hasil wawancara beberapa informan yang mempunyai
balita stunting diatas didapatkan informasi bahwa informan yang
mempunyai balita dengan stunting tetap memberikan air susu ibu
namun tidak eksklusif.
5.3.5.3 Pemberian Makanan Pengganti Air Susu Ibu (MPASI)
Pemberian MPASI adalah jenis makanan yang diberikan kepada
bayi selain ASI. Penilaiannya berdasarkan pemberian MPASI pada usia
bayi 6 bulan atau jenis makanan yang didapatkan adalah makanan
lumat. (satyawati. MPASI-makanan pendamping ASI dapur ibu,
Jakarta: Dian Rakyat; 2012).
Penelitian sebelumnya, menunjukkan kesamaan
dengan
temuan di Desa Tumbang Anoi. Ibu MD adalah seorang informan
yang mempunyai balita stunting usia 19 bulan yang melahirkan
dirumah dibantu oleh dukun kampung yang tidak lain adalah ibunya
sendiri. Hasil wawancara didapatkan informasi bahwa anak tersebut
telah diberikan MPASI yaitu bubur S** sejak usia 3 bulan dan masih
dikonsumsi sampai sekarang. Bubur tersebut dikonsumsi tiga kali
dalam sehari. Harga bubur tersebut Rp.10.000 per kotak. Air untuk
mengencerkan bubur tersebut adalah air masak hangat. Namun air
145
untuk minum bayi setelah atau saat makan adalah air yang tidak
direbus yang berasal dari sungai Anoi.
Ibu S adalah salah seorang informan berusia 27 tahun
mempunyai anak stunting usia 43 bulan. Balita tersebut mempunyai
riwayat pneumonia. Sejak usia 4 bulan anaknya telah diberi S**
sebagai MPASI. MPASI tersebut diolah dengan menggunakan air
masak yang berasal dari sungai Anoi, namun untuk air minumnya
sendiri yang diberikan ke anak tersebut adalah air mentah yang
berasal dari sumber yang sama. Hal yang sama juga dilakukan oleh ibu
MY. Ibu MY memberikan S** kepada anaknya sejak usia empat hingga
enam bulan. Setelah tujuh bulan diberi makan nasi.
....waktu anak saya umurnya empat bulan makannya anu tu
na sun, dia makannya, sampai umurnya enam bulan. Dia
makannya masi bubur pas umurnya tujuh bulan makan masi
yang anu tuna yang kenyang kenyang (nasi keras) dia.. iya..
iya yang agak keras, waktu tinggal sama ibu tu na
sembarang aja dia makannya, sama ibu tu na. Kalau tinggal
sama aku ga makan yang kenyang dia, kalau sama aku
makan yang bubur tu na....
Hal berbeda dengan yang dilakukan oleh ibu Mc. Ibu Mc
mempunyai balita kembar (non-stunting) yang berusia 36 bulan. Ibu
Mc bercerita, ketika melahirkan juga ditolong oleh bidan kampung
(dukun bersalin) dan bidan desa di luar kecamatan Marikoi
(kecamatan Kampuri). Dikarenakan bidan desa juga berperan dalam
proses melahirkan, maka kedua anak ibu Mc yang dilahirkan
ditimbang.
..saya dulu waktu melahirkan kedua anak saya ini di
kecamatan lain mas. Yang memilih melahirkan di sana juga
kami berdua (ibu Mc dan Suami). Soalnya pingin dekat
orang tua na... waktu melahirkan juga di rumah namun
ditolong oleh bu bidan dan dukun...
Ibu MC memberikan ASI kepada kedua anaknya hingga umur 7
bulan. Ibu MC sangat bersyukur karena ASInya lancar walaupun harus
memberikannya kepada kedua anaknya secara bersamaan. Beliau
mulai memberikan makanan pendamping Asi ketika kedua anaknya
146
sudah menginjak usia 7 bulan yang berupa bubur kemasan dan susu
kaleng. Ibu MC mulai memberikan makanan padat ke anaknya ketika
sudah menginjak usia 2 tahun.
Dari hasil wawancara diatas ditemukan bahwa di tumbang
anoi, kecenderungan anak dengan stunting diberikan MPASI oleh
ibunya di usia <6 bulan sedangkan anak dengan nonstunting diberi
MPASI oleh ibunya di diusia >6 bulan. Temuan tersebut sejalan
dengan hasil penelitian sebelumnya dimana pemberian MPASI <6
bulan berpengaruh terhadap terjadinya stunting (wahda, 2012).
Pemberian MPASI sangat penting bagi pertumbuhan bayi. Masyarakat
terutama ibu diharapkan memberikan MPASI setelah usia balita enam
bulan dan memberikan jenis makanan yang sesuai dengan umur balita
agar kebutuhan nutrisi balita terpenuhi sesuai kebutuhan.
5.3.5.4 Sumber air dan Riwayat Infeksi
Sungai Kahayan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari keseharian etnis Dayak Ot Danum di desa Tumbang Anoi. Dalam
kesehariannya, dalam setiap hela nafas pasti berhubungan dengan
sungai Kahayan. Keberadaan sungai Anoi dan sungai kahayan
mempunyai fungsi yang vital dan penting bagi masyarakat desa
Tumbang Anoi. Sungai dimanfaatkan sebagai sarana transportasi
ataupun diperuntukkan mandi, cuci, kakus. Keberadaan sungai Anoi
dan kahayan menjadi vital dikarenakan masyarak desa Tumbang Anoi
juga memanfaatkan kedua sungai tersebut untuk kebutuhan minum
dan memasak.
Sungai Kahayan mempunyai potensi sumber daya alam yang
banyak, salah satunya adalah emas. Semua warga desa Tumbang Anoi
menggantungkan hidup mereka salah satunya dengan mendulang dan
menyedot emas untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Sehingga tidak mengherankan di sepanjang sungai Kahayan banyak
tempat penambangan emas atau pengolahan emas dengan cara
tradisional.
Mereka memanfaatakan air sungai kahayan untuk menembak
tanah dan membuang lumpur atau tanah yang tidak digunakan ke
sungai kahayan. Pembuangan limbah lumpur menjadi permasalahan
bagi masyarakat desa Tumbang Anoi. ketika tidak turun hujan,
pembuangan limbah lumpur dan tanah tidak menjadi permasalahan.
147
148
149
150
151
152
153
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Keberadaan puskesmas pembantu dan tenaga kesehatan yang
ada secara lahan perlahan dapat mengubah beberapa pandangan
masyarakat mengenai kesehatan. Misalnya program keluarga
Berencana, ketika pada awalnya mereka beranggapan bahwa obat KB
dapat membeku di rahim dan lain-lain. Dengan informasi yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kini banyak masyarakat mengikuti
program keluarga berencana dengan menggunakan implan, suntik dan
pil KB. Keberadaan Pustu dan tenaga kesehatannya dapat
mempercepat proses berobat warga masyarakat desa Tumbang Anoi
dan sekitarnya. Mereka tidak perlu jauh lagi menuju ke fasilitas
kesehatan yang ada kecuali bila mereka harus dirujuk. Terjadi
kekawatiran dalam kondisi pasien yang kritis dan harus dirujuk. Hal ini
dikarenakan jauhnya jarak antara puskesmas Marikoi (kecamatan
Damang Batu) dengan Rumah sakit yang terletak di ibukota
kabupaten. Lamanya waktu perjalanan (4 jam).
Terbukanya akses jalan juga turut mempersingkat proses
pengobatan. Selain adanya tenaga kesehatan di puskesmas
pembantu, kini ada mantri swasta yang beberapa hari sekali keliling
untuk mengobati warga yang sakit, obat-obatan kini sudah dijual
bebas di warung kelontong yang ada di desa Tumbang Anoi. Penyakit
yang banyak diderita warga antara lain Diare. Hal ini dikarenakan
mereka mengambil air untuk minum langsung dari sungai tanpa
direbus atau diendapkan. Malaria disebabkan karena lingkungan yang
lembab dan basah. Selain itu juga karena aktivitas mereka banyak di
ladang menambang emas. Beberapa warga diduga digigit nyamuk
ketika berada di ladang atau di lokasi tambang emas.
Terbukanya akses dan keberadaan tenaga kesehatan yang
tinggal menetap, tidak membuat masyarakat atau meninggalkan
kepercayaan dan ritual mereka terutama yang berkaitan dengan life
circle manusia. Mereka beranggapan bahwa ketika seorang berganti
statusnya terutama perempuan dianggap dalam kondisi yang labil.
Oleh karena itu perlu adanya ritual dan pantangan-pantangan
sehingga menimbulkan rasa aman dan tentram.
154
156
157
DAFTAR PUSTAKA
ACC/SCN & International food policy research institute (IFPRI). 2000.
4th report on the world nutrition situation, nutrition
throughout the life cycle.
Adisasmito. 2007. Faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia:
Systematic review penelitian akademik bidang kesehatan.
MAKARA, KESEHATAN, VOL. 11, NO. 1,: 1-10. Departemen AKK
FKM UI.
Anugraheni, H. S. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak
Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang
Balitbangkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Balitbangkes
Kemenkes RI
Dinkes Kab. Gumas. Profil Kesehatan Kabupaten Gunung Mas Tahun
2013.
Dinkes Provinsi Kalimantan Tengah. 2013. Profil Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah Tahun 2013.
Florus, Paulus, dkk (ed). 1994. Kebudayaan Dayak, Aktualisasi dan
Transformasi. Jakarta: P3S- Institute of Dayakology dan
reseach Development dengan penerbit PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Kroeger, Axel. 1983. Anthropological and socio-medical health care
research in developing countries. Social Science & Medecine
Journal. Volume 17 Issue 3. Elsevier.
Laihad FJ, Gunawan S. 2000. Malaria di Indonesia dalam Malaria
:Epidemiologi,
Patogenesis,
Manifestasi
Klinis,
&
Penanganannya, dikutip oleh Harijanto P.N. EGC. Jakarta.
Laksono, P.M. dkk. 2006. Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia
Belajar dari Tjilik Riwut. Yogyakarta. Pusat Asia Pasifik bekerja
sama dengan Galang Press.
158
Laksono, Agung Dwi, dkk (ed). 2014. Positioning Dukun Bayi. Kanisius.
Yogyakarta.
Maunati, Yekti. 2004. Identitas Dayak, Komodifikasi dan Politik
Kebudayaan. LKIS. Yogyakarta
Murwanto, Toni., dkk. 2012. Etnik Jawa, Desa Gading Sari Kecamatan
Sanden, Kabupaten Bantul. Pusat Humaniora, Kebijakan
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Nahan, Abdul Fattah dan During Dihit Rampai. 2010. The Ot Danum
From Tumbang Miri Until Tumbang Rungan (Based on Tatum)
Their Histories And Legends. WWF-Indnesia dan pemerintah
Provinsi Kalimantan Tengah.
Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta
Oktarina Z, Sudiarti T. 2013. Faktor risiko stunting pada balita (24-59
bulan) di sumatra. Jurnal Gizi dan Pangan, November 2013,
8(3): 175180).
Picauly, I, toy, SM. 2013. Analisis determinan dan pengaruh stunting
terhadap prestasi belajar anak sekolah di kupang dan sumba
timur, NTT. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2013, 8(1): 5562
Ramli, et al. 2009. Prevalence and risk factor for stunting and severe
stunting among under
159
160
INDEKS
161
A
adat 10, 27, 28, 33, 39, 132, 133,
138, 139, 140
air mentah 80, 111, 123, 165, 189,
190, 195
anoi 14, 40, 62, 72, 79, 111, 157, 174
ASI 118, 162, 163, 164, 165, 182,
185, 188, 189, 190
B
babi 26, 47, 62, 63, 65, 67, 68, 69,
113, 202
Bahasa kadorih 52
balita 12, 13, 93, 109, 117, 118, 120,
122, 173, 174, 175, 181, 183, 184,
188, 189, 190, 192, 195, 201, 202,
203
baram 56, 62, 75, 112, 114, 115, 180
Basarah 54, 58, 59, 60, 61
bidan 18, 103, 116, 117, 147, 149,
152, 159, 160, 161, 163, 168, 169,
170, 174, 175, 185, 186, 187, 203
bidan desa 147, 149, 152, 161, 163
E
emas 19, 38, 41, 63, 70, 72, 74, 75,
77, 78, 80, 81, 88, 91, 92, 93, 95,
104, 106, 113, 114, 115, 118, 119,
120, 123, 136, 139, 144, 149, 157,
165, 166, 167, 176, 180, 181, 189,
192, 193, 195, 196, 202
etnis 10, 14, 17, 21, 22, 23, 25, 26,
28, 29, 32, 39, 41, 42, 44, 61, 64,
134, 139, 140, 159, 192, 194
etnis Dayak Ot Danum 14, 17, 26, 32,
42, 44, 61, 192, 194
etnografi 11, 14, 15, 18, 201
D
Damang Batu 16, 17, 26, 27, 29, 30,
32, 33, 35, 39, 40, 87, 98
Desa Tumbang Anoi 16, 17, 23, 33,
34, 37, 38, 39, 44, 48, 58, 72, 82,
93, 98, 100, 105, 116, 118, 119,
120, 124, 125, 126, 127, 128, 130,
131, 132, 138, 140, 144, 147, 148,
165, 168, 169, 172, 173, 174, 175,
181, 183, 187, 190
162
F
faktor budaya 9
fasilitas 9, 36, 83, 85, 87, 93, 94, 98,
99, 101, 104, 116, 118, 123, 125,
126, 128, 129, 172, 173, 176, 185,
201
Fasilitas pendidikan 36
G
gizi 12, 13, 15, 17, 92, 135, 173, 174,
181, 182, 184, 185, 188, 196, 201,
202, 203, 204
Gunung Mas 11, 12, 14, 15, 16, 17,
18, 31, 32, 33, 34, 35, 45, 104, 110,
116, 174, 175, 188
Gunung Mas. 14, 15, 16, 17, 18, 32
H
hamil 13, 20, 85, 107, 127, 129, 132,
140, 141, 142, 143, 144, 145, 146,
147, 148, 149, 150, 151, 152, 159,
163, 164, 167, 168, 169, 173, 178,
181, 182, 185, 186, 187, 201, 203
hantuen 101, 102, 153, 168, 169
Hantuen 168
I
infeksi 16, 195, 197
informasi 12, 18, 19, 20, 26, 39, 42,
85, 94, 110, 128, 129, 132, 163,
167, 181, 186, 189, 190, 195, 203
J
jimat 144, 162, 168
163
L
ladang 19, 26, 27, 31, 33, 34, 59, 72,
74, 77, 80, 88, 89, 90, 96, 106, 111,
120, 123, 124, 135, 149, 150, 151,
165, 166, 167, 180, 196, 202
ladang berpindah 33, 89
Ladang berpindah 89
Lontong 95
lusur 154
M
Manasai 54
mandau 95, 142, 155
Marikoi 12, 15, 16, 17, 18, 39, 40, 86,
98, 99, 101, 110, 125, 126, 174
Marung 56
masyarakat 9, 11, 13, 14, 15, 18, 19,
22, 23, 27, 28, 29, 33, 34, 35, 36,
38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 46, 47,
48, 49, 50, 51, 52, 54, 55, 56, 57,
58, 59, 61, 62, 64, 65, 66, 67, 68,
69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 77, 78,
79, 80, 81, 82, 85, 86, 87, 88, 89,
91, 92, 93, 95, 96, 98, 99, 100, 101,
102, 103, 104, 105, 108, 109, 110,
111, 112, 114, 115, 116, 117, 118,
119, 120, 123, 124, 125, 126, 127,
128, 130, 131, 133, 134, 135, 137,
138, 139, 140, 142, 144, 146, 148,
150, 151, 152, 154, 156, 160, 161,
163, 164, 165, 167, 168, 169, 170,
171, 172, 173, 176, 178, 179, 180,
181, 185, 191, 192, 194, 195, 201,
202, 203
mendulang 77, 91, 118, 149, 180,
192, 196, 202
164
N
Nyakidiri 140, 141
nyiru 153
O
obat 85, 86, 87, 88, 99, 105, 106,
107, 108, 110, 114, 115, 125, 127,
158, 173, 187
P
palas bidan 160
pantangan 108, 142, 143, 144, 146,
150, 164, 181, 182, 186, 201
patahu 62
patrilineal. 78
Pemijatan 148
Pengetahuan 13, 78, 85, 86, 87, 129,
151, 176, 181
pengobatan 15, 85, 86, 87, 99, 102,
105, 106, 125, 126, 127, 128
R
Ranying Hatala Langit 41, 64
Ranying Hatalla Langit 22, 61
reproduksi 129
ritual nyangiang 81, 82, 84
roh 23, 24, 50, 51, 62, 68, 73, 75, 79,
80, 81, 82, 88, 127, 128, 141, 144,
148, 153, 160, 161, 168
rumah betang 25, 26, 28, 29
S
sajen 73
Sakehang 50
Sandung 64
Sangiang 41, 82, 84, 128
sapondu 65, 67
sosio budaya 79
speed boat 35
status kesehatan 9, 11, 125
stunting 7, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
172, 174, 175, 176, 177, 181, 183,
184, 185, 187, 189, 190, 191, 195,
201
sumber air minum 14, 16, 46, 193
sunat 130, 131
sungai 14, 21, 22, 28, 31, 32, 33, 34,
36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45,
46, 47, 48, 52, 66, 77, 80, 90, 91,
95, 99, 105, 111, 118, 123, 135,
155, 157, 172, 189, 190, 192, 193,
194, 195
sungai Kahayan 22, 33, 37, 40, 43,
44, 99, 172, 192
T
tali 144, 151, 154, 155, 156, 157,
160, 162
tali pusar 151, 154, 155, 156, 157
tawur behas 63
tenaga kesehatan 9, 10, 86, 87, 88,
100, 101, 107, 116, 124, 127, 167,
173, 174, 176, 185
Tiwah 64
Tulah 87
Tumbang Anoi 7, 16, 17, 18, 21, 23,
25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34,
35, 36, 37, 38, 39, 41, 44, 45, 46,
47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55,
56, 57, 58, 61, 62, 64, 69, 70, 71,
72, 75, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 85,
165
166
U
upacara tiwah 23, 64, 65, 66, 67, 68
W
wawancara 18, 19, 20, 189, 190, 195
GLOSARIUM
Amai
ANC
:
:
Baram
Barasut
Barigas
Behas
Bua usot
bue
Cair
Danum
Daha
Damang
Dirit
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ine
Jihi
:
:
Kasarongin
Kelangkang
:
:
Klotok
Mani
Mandau
:
:
Bapak
Antenatal Care atau pemeriksaan
kehamilan
Tuak atau jamu khas etnis Dayak
Panas
Sehat
Beras
Pilek
Kekek
Banyak rezeki
Air
Darah
Kepala Adat tingkat Kecamatan
Jimat yang digunakan oleh ibu
hamil
Ibu
Penopang utama dalam rumah
Panggung
Penyakit diare
sebuah tempat untuk menaruh
sesaji atau syarat yang terbuat dari
bambu dan rotan
Kapal kecil yang terbuat dari kayu
dan menggunkan mesin
Buang air besar
Semacam pedang khas kalimantan
167
:
:
:
Palas Bidan
Palis
Sangiang
:
:
:
Sandung
Tumbang
Tiwah
:
:
Tulah
Tatu
Usot
:
:
168