Anda di halaman 1dari 15

Psikiatri - Skizofrenia

REFERAT
SKIZOFRENIA

Pembimbing :
Dr. Hartanto Gondhoyuwono, Sp.KJ (KAR)
Penyusun :
Nur Rashidah Bt Mohd Rashid
030.04.269
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA SOEHARTO HEERDJAN
PERIODE 9 AGUSTUS 9 SEPTEMBER 2010
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2010
BAB 1: PENDAHULUAN
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu Skizo yang artinya
retak atau pecah (split), dan frenia: yang artinya jiwa. dengan
demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang
yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian.
Dewasa ini ilmu kedokteran mengalami kemajuan yang pesat
dengan diketemukannya mekanisme terjadinya skizofrenia dan
obat-obatan anti-skizofrenia, sehingga penderita skizofrenia dapat
pulih dan dapat kembali menjalani kehidupan yang normal.
Skizofrenia merupakan bahasan yang menarik perhatian pa
da konferensi tahunan The American
Psychiatric
Association/APA di Miami,
Florida, Amerika
Serikat Sebab
di AS angka pasien skizofrenia cukup tinggi (lifetime prevalance
rates) mencapai 1/100 penduduk.
Sebagai perbandingan, di Indonesia bila pada PJPT I angka
nya adalah 1/1000 penduduk maka proyeksinya pada PJPT II,
3/1000 penduduk, bahkan bisa lebih besar lagi.
Berdasarkan data di AS:
1. Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami
episode akut;

2. Prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel


sklerosis, pasien diabetes yang memakai insulin, dan penyakit otot
(muscular dystrophy);
3.
20%50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 1
0% di antaranya berhasil (mati bunuh diri);
4. Angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angk
a kematian penduduk pada umumnya.
Skizofrenia termasuk salah satu gangguan jiwa yang sering
dijumpai dalam
masyarakat, dan termasuk penyakit yang paling menimbulkan
kerusakan dalam psikiatri. Menurut The Global Burden of Disease, a
World Health Organization (WHO), skizofrenia merupakan salah satu
dari 10 penyebab kelumpuhan kemampuan di dunia di antara umur
15-44 tahun. Dan ini tentu saja menyebabkan kerugian secara
ekonomi baik dari efek langsung yaitu biaya pengobatan dan efek
tidak langsung yaitu ketidakmampuan untuk bekerja secara
produktif. Melihat dari onset umur penderita, skizofrenia menyerang
pada masa puncak mereka akan memperoleh pertumbuhan dan
produktifitas.
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan
gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses
pikir. Gejala yang ditimbulkan mencakup banyak fungsi seperti pada
gangguan persepsi( halusinasi), keyakinan yang salah( waham),
penurunan dari proses berpikir dan berbicara ( alogia), gangguan
aktivitas motorik ( katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi
(
afek
tumpul),
tidak
mampu
merasakan
kesenangan( anhedonia). Akan tetapi kesadaran serta kemampuan
intelektual biasanya tetap dapat dipertahankan, meskipun terjadi
defisit kognitif.
Dari sekian banyak konsep yang disertakan pada skizofrenia,
diantaranya terhadap konsep skizofrenia menurut Kurt Scheneider
(1939). Menurut Scheneider, konsep skizofrenia, tersusun atas dua
kelompok yaitu first rank symptoms (gejala-gejala rangking
pertama) dan second rank symptoms (gejala-gejala rangking
kedua). Kriteria lainnya yaitu menurut Bleuler, yang membedakan
menjadi gejala primer dan gejala sekunder utuk mendiagnosis
skizofrenia.
Kriteria Kurt Scheneider dan Bleuler untuk mendiagnosis skizofrenia,
yaitu :
1.
Kriteria Kurt Scheneider, First and Second Rank
Symptoms

Skizofrenia
berasal
dari
kata Schizos (pecah-belah),
dan Phren (jiwa), yaitu jiwa yang terpecah belah. Sering pula
disebut sebagai Splitting of the mind atau retaknya jiwa dan
kepribadian.
Definisi skizofrenia menurut Kurt Scheneider adalah merupakan
gangguan dengan (penyebab), etiologi yang tidak diketahui.
Ditandai dengan adanya gejala psikotik yang secara berarti
mengganggu atau telah terjadi disharmoni dalam proses pikir,
perasaan dan perilaku.
Dari sekian banyak konsep yang disertakan pada skizofrenia,
diantaranya terhadap konsep skizofrenia menurut Kurt Scheneider
(1939). Menurut Scheneider, konsep skizofrenia, tersusun atas dua
kelompok yaitu first rank symptoms (gejala-gejala rangking
pertama) dan second rank symptoms (gejala-gejala rangking kedua.
First rank (rangking) Symptoms terdiri dari :
A. Halusinasi pendengaran atau auditorik
B.
Gangguan batas ego, meliputi :
1.
Tubuh dan gerakan- gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu
kekuatan dari
luar.
2. Pikirannya diambil atau disedot keluar.
3. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikiran itu
dimasukkan ke
dalamnya oleh orang lain.
4. Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar
secara umum.
5. Perasaannya dibuat oleh orang lain.
6. Kemauannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain.
7. Dorongannya dikuasai orang lain.
8. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
First rank symptoms dari Scheneider, terutama halusinasi
auditorik yang third order merupakan ciri khas atau patognomonik
untuk skizofrenia.
Halusinasi auditorik third order adalah dua orang atau lebih
yang membicarakan diri pasien selaku orang ketiga, padahal
sebenarnya oran-orang itu tidak ada.
Gejala-gejala urutan pertama menurut Kurt Scheneider :
1. Halusinasi pendengaran
Pada skizofrenia halusinasi timbul tanpa penurunan
kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hamper tidak
dijumpai pada keadaan lain. Suara tersebut dalam bentuk suara
manusia, bunyi barang-barang atau siulan.
Misalnya
: Halusinasi dengar (Third order pada skizofrenia).
Ada suara berdebat antara dua orang yang memperdebatkan
penderita atau mengomentari perilaku penderita (selaku orang
ketiga) padahal tidak ada orang lain.

2. Gangguan batas ego ( Ego boundary disturbances)


a. Somatic passivity
Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh
kekuatan dari luar.
Contoh : seseorang merasa yakin bahwa gerakan tubuhnya dipengaruhi
oleh hal- hal yang gaib.
b. Thought withdrawal
Pikiran penderita diambil atau disedot keluar
Contoh : pikirannya telah diambil keluar kepalanya.
c. Thought insersion
Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya itu
dimasukkan ke
dalam otaknya oleh orang lain.
Contoh : seseorang merasa yakin bahwa buah pikirannya
yang bukan berasal
dari dirinya sendiri dimasukkan dari luar ke dalam
pikirannya.
d. Thought broadcasting
Pikirannya diketahui oleh orang lain atau pikirannya itu
disiarkan keluar secara
umum.
Contohnya
: seseorang merasa yakin bahwa pikirannya
dapat disiarkan dari
kepalanya ke dunia luar sehingga orang lai
tahu atau
mendengarnya. Misalnya melalui televisi,
radio, koran, dan
lain-lain.
e. Made-feeling
Perasaannya dibuat oleh orang lain.
f. Made-impuls
Kemauannya atau tindakannya atau seolah-olah dipengaruhi
oleh orang lain.
Second rank symptoms dari Scheneider terdiri dari :
1. Kelainan persepsi.
2. Ide delusional mendadak.
3. Kegalauan atau kebingungan (preplexity)
4. Perubahan suasana perasaan depresif dan euforik.
5. Perasaan pemiskinan emosional.
Gejala-gejala rangking kedua skizofrenia (Second rank symptoms
of schizophrenia) menurut Kurt Scheneider adalah gejala-gejala
sekunder skizofrenia yang merupakan gejala-gejala tambahan dan
tidak khas untuk skizofrenia.

a.
b.
c.
d.

a.

b.
c.

Gejala-gejala rangking kedua skizofrenia terdiri dari :


1. Kelainan persepsi
Persepsi adalah daya mengenal kualitas hubungan serta
perbedaan suatu benda melalui proses mengamati, mengetahui dan
mengartikan, yaitu setelah panca inderanya mendapat rangsangan.
Keadaan ini terjadi pada keadaan sadar atau dalam keadaan
bangun.
Gangguan persepsi terdiri dari :
Halusinasi
Ilusi
Derealisasi
Depersonalisasi
2. Ide delusional mendadak
Delusi atau waham adalah keyakinan yang patologis, tidak dapat
dikoreksi,
walaupun telah ditunjukkan bukti-bukti yang nyata dan di luar
jangkauan sosial
budayanya.
Dasar terbentuknya wahan bersebab pada kelainan atau
penyimpangan dari proses
pikir.
Ide delusional mendadak atau ide waham mendadak, masuk ke
dalam kelompok
waham atau delusi menurut proses terjadinya waham dalam
bentuk primer.
Waham atau delusi primer disebut juga sebagai penghayatan
primer (primary
delusion), berbentuk penghayatan terhadap suatu arti baru, yang
tidak dapat
ditelusuri berdasarkan peristiwa psikologis yang mendahuluinya.
Waham primer ada tiga jenis :
Waham perasaan (delusion mood)
Merupakan suatu penghayatan baru yang muncul dan dialami oleh
pasien, tentang ada sesuatu yang terjadi si dekelilingnya oleh
pasien, tentang ada sesuatu yang terjadi di sekelilingnya serta
berkaitan dengan dirinya, namun dia sendiri tidak dapat mengetahui
mengenai hal tersebut.
Waham pikiran (delusion ideas)
Waham persepsi (delusional perception)
Munculnya arti baru yang berasal dari suatu obyek, yang tidak
dimengerti dipandang dari sudut perasaan atau sikap pasien.
Waham waham yang muncul secara mendadak, biasanya tidak
bisa dikoreksi atau tidak logis dan tanpa tilikan (insight).
3. Kebingungan (preplexity)

Keadaan ini merupakan suatu kondisi mental yang ditandai


dengan adanya
Kesadaran yang berkabut, diorientasi (meski tidak sehebat pada
kebingungan
organik), dan penurunan kemampuan untuk berinteraksi. Sering
disertai dengan
aktivitas yang berlebihan dan tampaknya dicetuskan oleh stress
emosional.
Kebingungan semacam itu muncul dan dapat diketemukan pada
skizofrenia.
4. Perubahan alam perasaan depresif dan euforik.
Dalam alam perasaan atau keadaan afektif, merupakan suatu
nada perasaan, yang
menyenangkan ataupun tidak (rasa bangga, kekecewaan, kasih
saying yang
menyertai suatu pikiran). Biasanya berlangsung lama, bersifat
menetap dan
umumnya tidak disertai dengan komponen fisiologis. Merupakan
suatu
kesinambungan yang normal antara sedih dan gembira.
Gangguan mood (alam perasaan), ditandai dengan perasaan
abnormal, dari depresi
atau euphoria dengan gambaran psikotik yang terkait dalam
beberapa kasus berat.
Depresi adalah nada perasaan yang menyertai pikiran serta
berlangsung lama,
disertai dengan komponen psikologis, misalnya rasa sedih,
susah, putus asa, tidak
ada harapan, rasa tidak berguna, gagal dan penyesalan yang
patologis.
Pada umumnya depresi disertai dengan komponen somatik,
seperti anoreksia,
konstipasi, kulit lembab (dingin), tekanan darah atau nadi
menurn, timbul
gangguan tidur, semangat bekerja dan nafsu seksual menurun.
Sedangkan euphoria menunjukkan rasa riang, gembira,
senang, bahagia yang
berlebihan.
Perubahan mood (alam perasaan) yang terjadi antara mood
depresif dan mood
euforik dapat dimasukkan ke dalam tipe afek yang labil, dimana
afek berubah-ubah

secara cepa tanpa pengawasan yang baik. Contohnya tiba-tiba


marah-marah atau
menangis ataupun tiba-tiba tertawa.
Suasana perasaan yang berubah-ubah dan tidak menetap,
berpindah-pindah dari
satu suasana perasaan ke suasana perasaan lain sering disebut
sebagai poikilothym.
5. Perasaan pemiskinan emosional
Hal ini merupakan perasaan emosional yang minim dan
seadanya. Afek yang tidak semestinya, khas atau tipikal dan
diketemukan
pada
gangguan
skizofrenia.
Ungkapan
atau
penampakan emosi pasien terlihat tidak serasi (inappropriate).
Kadang-kadang perasaan emosional pasien seperti dibatasi
sehingga terlihat diam karena terpaku pada dunianya sendiri
(private world). Keadaan seperti ini cenderung menjadi atau dalam
keadaan hipomanik.
2.

Menurut Bleuler
Dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a.
Gejala primer (4A)
Autisme
Orang tersebut cenderung menarik diri dari dunia luar dan berdialog
dengan dunianya sendiri.
Afek yang terganggu
Gangguan afek dan emosi berupa penampilan, pendataran dan
ketidakserasian.
Asosiasi yang terganggu
Proses pikir yang terganggu pada umumnya meliputi pelonggaran
asosiasi, yaitu ide yang satu belum habis diutarakan sudah muncul
ide yang lain, sehingga pembicaraan tidak dapat diikuti atau
dimengerti.
Ambivalensi
Dua hal yang berlawanan dan timbul pada waktu yang bersamaan
dan pada satu obyek yang sama.
Selain gejala 4A di atas, beberapa ahli menambahakan
adanya gejala A yang lain yang dapat dijumpai pada pasien
skizofrenia kronis seperti abulia, menurunnya atensi, apati, alienasi,
anhedonia, automatisme dan lain-lain.
b.
Gejala sekunder
Waham
Halusinasi
Ilusi
Depersonalisasi
Negativism

Automatisasi
Echolalia
Achopraxia
Mannerism
Stereotipi
Fleksibilitas Cerea
Katalepsi

BAB 2: GEJALA POSITIF DAN NEGATIF


Bagaimana Gejala-gejala Skizofrenia Terjadi
Skizofrenia merupan penyakit yang mempengaruhi otak. Pada
otak terjasi proses penyampaian pesan secara kimiawi
(neutotranmiter) yang akan meneruskan pesan sekitar otak. Pada
penderita skizofrenia, produksi neutrnsmiter dopamin berlebihan,
sedangkan kadar dopamin pada bagian lain dari otak terlalu sedikit.
Dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan
pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak
seimbang (berlebihan atau kurang) penderita dapat mengalami
gejala positif atau negatif.
Penyebab ketidakseimbangan dopamin ini masih belum
diketahui atau dimengerti sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal
terjadinya skizofrenia kemungkinan disebabkan oleh kombinasi
faktor-faktor tersebut.

Gejala skizofrenia
Skizofrenia memiliki berbagai tanda dan gejala. kombinasi
kejadian dan tingkat keparahan pun berbeda-beda berdasarkan
individu masing-masing. gejala skizofrenia dapat terjadi kapan saja.
gejala pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau
awal usia 20-an, sedangkan pada wanita pada usia 20-an atau awal
30-an. Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaaan
dan tingkah laku. Dokter membedakan gejala skizofrenia dalam tiga
kategori berikut:

Gejala-gejala Positif Skizofrenia


Delusi/waham
Yaitu kepercayaan/keyakinan yang patologis, yang tidak masuk
akal, walaupun telah dibuktikan dengan bukti-bukti yang nyata dan
bertentangan dengan norma masyarakat.
Contohnya berpikir bahwa dia selalu diawasi lewat televisi,
berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio
atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan
agama yang berlebihan, sering merasa di ikuti oleh sesorang atau
makhluk lain, curiga yang berlebihan, merasa ada seseorang yang
berusaha akan membunuh penderita, merasa sebagai orang penting
atau berkuasa, merasa sedang dipantau oleh orang melalui monitor
sehingga kalau ke WC atau kamar mandi lampu selalu dimatikan,
merasa
oarng-orang
di
sekitar
bahkan
televisi
sedang
membicarakan dirinya.
Halusinasi
Yaitu mendengar, melihat, merasakan , mencium, mengecap
sesuatu
yang
sebenarnya
tidak
ada.
Sebagian
penderita, mendengar suara/bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan,
sedangkan
lainnya
mungkin
menganggap
suara/bisikan tersebut bersifat negatif/buruk atau memberikan
perintah
tertentu.
Penderita
bisa
mendengar
suara-suara
mengkritik, memerintah, mengejek, atau memuji dirinya.
Ilusi
Penderita salah mempersepsikan sesuatu yang dia dengar,
dia lihat, dia cium, atau dia rasakan, misalnya penderita mendengar
suara kucing tapi ia mengatakan tadi ia mendengar suara malaikat
yang mengatakan sesuatu. Atau penderita melihat baju hitam di
lemari tapi mengatakan ada setan di lemari, penderita makan salak
tapi ia mengatakan sedang menikmati buah apel dll.
Pikiran Paranoid
Yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada
seseorang yang berkomplot, mencoba mencelakai atau mengikuti.
Percaya ada mahluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya
diculik/dibawa ke planet lain.
Pikiran dan bicara kacau
Pola bicara yang kacau; mis, tidak nyambung, menyambung
kata berdasar bunyinya yang tidak ada artinya

Perilaku kacau atau katatonik


Perilaku sangat tidak dapat diramalkan, aneh, dan sangat tidak
bertanggung jawab; mis. Tidak bergerak sama sekali dalam waktu
lama,
tiba-tiba
melompat-lompat
tanpa
tujuan.
Delusi sendiri ada beberapa tipe, lihat PPDGJ III.
TAHAPAN HALUSINASI DAN DELUSI YANG BIASA MENYERT
AI GANGGUAN JIWA
Menurut Janice Clack,1962 klien yang mengalami gangguan
jiwa sebagian besar disertai Halusinasi dan Delusi yang meliputi
beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap Comforting :
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan ber
dosa, klien biasanya
mengkompensasikan
stressornya dengan
coping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari
ancaman.
2. Tahap Condeming :
Timbul kecemasan moderate, cemas biasanya makin meninggi s
elanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa
takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia
rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (Withdrawal).
3. Tahap Controling :
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang
timbul tetapi suara tersebut terus-menerus mengikuti, sehingga
menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila
suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian/sedih.
4. Tahap Conquering :
Pasien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam
apabila tidak diikuti perilaku klien dapat bersipat merusak atau
dapat timbul perilaku suicide.
Gejala Negatif
Motivasi rendah (low motivation)
Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek
kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan
melakukan hal-hal yang biasa dilakukan, misalnya bangun tidur
akan membersihkan rumah merupakan kehilangan dari ciri khas
atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu
menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku,
kurangnya dorongan untuk beraktivitas,
Alogia

Tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan


kurangnya kemampuan bicara (alogia). Biasanya pasien lebih suka
diam dan berbicara sedikit.
Avolition
Tidak mampu melakukan tugas berdasar tujuan tertentu (dalam
jangka lama); mis. Tidak mampu mandi sendiri, makan sampai
selesai, dll.
Afek datar
Secara emosi tidak mampu memberi respon thd lingkungan
sekitarnya; mis. Ketika bicara ekspresi tidak sesuai, tidak ada
ekspresi sedih ketika situasi sedih.
Afek tidak serasi
Afeknya mungkin kuat, tetapi tidak sesuai antara pikiran dan
pembicaraan pasien.
Afek labil
Dalam jangka waktu pendek, terjadi perubahan afek yang
jelas. Emosi pasien cepat berubah dari marah tiba-tiba pasien
menangis.
Menarik diri dari masyarakat (Social withdrawal)
Penderita akan kehilangan ketertarikan untuk berteman, lebih
suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

Kaplan H.I, Sadock B.J, Greb J.A: Sinopsis Psikiatri. Ilmu


Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi ke-7, Bina rupa Aksara,
1997.
PPDGJ III, Edisi II, Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.
American Psychiatric Association, Diagnostic Creteria, DSM -IV TR, 2005.
Ilmu kedokteran jiwa (PSIKIATRI), Tony Setiabudhi, 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Skizofrenia
http://doctoroblongata.blogspot.co.id/2011/07/psikiatriskizofrenia.html

Psikologi Lansia
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan

kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasienpasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang
mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural,
ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang
menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia.

Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan
jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
yang menyertai kehidupan lansia.
Psikologi Lansia
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
1.
2.
3.

Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.


Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain
(sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan
kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit
cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
4.
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek
psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber
dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian
sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia. Faktor-faktor tersebut
hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan

bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan
jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat
patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau
tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat
dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis,
baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna
atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan
steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya.

Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.


Pasangan hidup telah meninggal.
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan
lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi
psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

1.
2.

3.

4.

5.

Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang
dapat memberikan otonomi pada dirinya.
Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia
tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia
tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah
agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya
sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan
ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan
ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut
sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif
lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia.
Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi
dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja
atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang
yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap
memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masingmasing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan
macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan
keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif
lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan
bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan
sebagainya.
5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka
muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi
bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan
aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan
kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang
lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga
bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti
anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan
penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak
saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

Read more: Psikologi Lansia


http://belajarpsikologi.com/psikologi-lansia/

Anda mungkin juga menyukai