Jakarta, CNN Indonesia -- Mabes Polri mengakui modus kejahatan
narkotika yang dilakukan aparat semakin berkembang hingga kini di antaranya adalah dengan bermain pasal dalam penegakan hukum. Akreditor Utama Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri Komisaris Besar Irianto mengatakan kepolisian telah melakukan pencegahan, pengawasan, dan penindakkan terhadap seluruh personel kepolisian di Indonesia. Walaupun demikian, sambungnya, modus kejahatan yang dilakukan aparat semakin berkembang. Tukar kepala antar tersangka dengan membayar sejumlah uang, bermain pasal, memeras tersangka, menyalahgunakan data rahasia, menjual informasi, dan menjual barang bukti, kata Irianto di Jakarta, Rabu (7/9). Berdasarkan data yang disampaikan, tahun ini ada peningkatan keterlibatan anggota Polri dalam tindak pidana narkotika dibandingkan dengan 2015. Divpropam Mabes Polri mencatat ada 118 aparat yang terbukti terlibat dalam narkotika. Sebanyak 116 terbukti menggunakan shabu dan dua orang positif menggunakan ekstasi. "Dari 118, lima merupakan pengedar dan 113 merupakan pemakai," ujarnya. Irianto mengklaim seluruh oknum aparat yang terlibat narkoba tersebut telah dilakukan penindakan. Namun, Irianto tidak secara rinci menyebut hukuman apa saja yang dikenakan terhadap oknum tersebut. Anggota Ombudsman Adrianus Meliala menuturkan keterlibatan aparat dalam tindak pidana narkotika tidak bisa digeneralisir. Menurutnya, aparat yang teridentifikasi terlibat tindak pidana narkotika merupakan oknum yang tidak mematuhi aturan disiplin instansinya. "Ombusdman berpendapat kalau ada anggota yang terlibat itu luar biasa. Karena sudah dicegah, ditangkal, dan disuluh oleh instansi tersebut. Itu pilihan anggotaujar Adrianus di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (7/9). Meski demikian, Adrianus menuturkan, pemerintah perlu melakukan evaluasi hukuman bagi aparat yang terindikasi terlibat kasus narkotika. Pasalnya, kata dia, s itu sendiri," ebagai pihak yang menindak penyalahguna narkotika, aparat dituntut bekerja profesional. "Hukum sekarang itu kalau oknum terlibat mendapat human 1/3 lebih berat dari yang lain. Efek jera lain yaitu pemberhentian dengan tidak hormat dan pidana," ujarnya. Lebih lanjut, Adrianus mengatakan, godaan aparat terlbat dalam tindak pidana narkotika sangat luar biasa. Dia berkata, hingga kini bisnis narkotika masih menjadi tindak kejahatan yang paling menguntungkan. "Kalaupun mereka (aparat), mohon maaf, bekerja sampai pensiun mungkin tidak akan dapat uang sebanyak dari bisnis narkotika," ujar Adrianus.
Adrianus menegaskan Ombudsman akan tetap melakukan pemantauan
terhadap semua instansi demi terciptanya pelayanan publik. Sementara itu, Direktur Hukum BNN Darmawel Aswar mengatakan, hal tidak jauh berbeda juga diterapkan di lingkungan BNN. Hal tersebut karena sebagain petugas di BNN merupakan anggota kepolisian. Dia menyebut ada 85 persen anggota polri yang bertugas di BNN. "Sejak BNN berdiri baru ada satu pegawai non aparat dan dua aparat kepolisian yang terindikasi terlibat narkotika. Semau telah dilakukan penindakan sesuai dengan aturan yang berlaku," ujarnya. (rel)