Laporan Sukabumi
Laporan Sukabumi
1
1.1.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok aktivitas kehidupan manusia. Seiring dengan
laju pertumbuhan dan tingkat hidup masyarakat kebutuhan akan air juga ikut meningkat. Selain
itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama air minum, air diperlukan juga untuk
menunjang kegiatan di bidang pertanian, perkebunan, perikanan, industri, pariwisata, dan
sarana pembangunan lainnya. Perubahan iklim secara makro dan perubahan tata guna lahan
mengakibatkan adanya perubahan pola siklus hidrologi suatu daerah yang membawa dampak
pada ketersediaan air, pada beberapa kawasan ditandai dengan fenomena banjir pada musim
penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, serta kerusakan alur sungai dan bangunan
yang ada di sepanjang sungai.
Perlu disadari bahwa ketersediaan sumber daya air sangat terbatas, sedangkan
kebutuhan akan air baku dapat meningkat tanpa batasan. Tidak seimbangnya ketersediaan dan
kebutuhan ini akan berdampak terhadap turunnya kualitas lingkungan hidup dan secara tidak
langsung dapat menghambat kegiatan pembangunan. Sehingga kegiatan pembangunan di suatu
wilayah haruslah mempertimbangkan aspek ketersediaan sumber daya air dengan melakukan
penelitian yang mendukung.
Salah satu sumber yang bisa menjadi alternatif adalah air tanah dan Kabupaten
sukabumi, Provinsi Jawa Barat adalah salah satu kabupaten yang memiliki potensi sumber daya
air yang sangat baik, dimana memiliki dua cekungan air tanah yaitu CAT Sukabumi dan CAT
Jampangkulon (Kepmen ESDM No. 761 Tahun 2003).
CAT Sukabumi (lintas Kab/Kota) memiliki potensi air tanah bebas (Q1) sebesar 759 juta
m3/tahun dan potensi air tanah dalam (Q2) sebesar 34 juta m3/tahun.
CAT Jampang Kulon memiliki potensi air tanah bebas sebesar 276 juta m3/tahun.
Namun untuk mengetahui titik akifer yang tepat harus dilakukan penelitian yang memadai,
Informasi keberadaan akifer dapat didekati dengan penyelidikan pendugaan geolistrik metode
tahanan jenis (resistivity) dengan memakai metode Schlumberger yang dapat memberikan
gambaran mengenai susunan dan keberadaan suatu lapisan batuan berdasarkan nilai tahanan
jenisnya di bawah permukaan tanah, khususnya keberadaan akifer sehingga dapat membantu
dalam penentuan titik pemboran pada saat eksploitasi.
1.2.
IDENTIFIKASI MASALAH
Mengamati unsur kondisi bawah permukaan pada latar belakang yang sangat komplek,
maka perlu adanya pembatasan pembahasan dalam penelitian ini, gunanya adalah untuk
memudahkan dalam pengkajian. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pembahasan dalam
penelitian ini hanya mencakup beberapa hal, yaitu:
1.
Bagaimanakah hubungan data geologi, data hidro geologi dan data geofisika dalam
menentukan kondisi bawah permukaan?
2.
3.
Batuan jenis apa saja dan kearah mana sebaran akifer yang ada di daerah penelitian?
4.
1.3.
penelitian ini adalah untuk mengetahui geometriakifer di lokasi penelitian dari data yang
diperoleh di lapangan.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini dirumuskan untuk:
1. Menentukan posisi (letak dan kedalaman) akifer dan ketebalannya dengan metode
geolistrik tahanan jenis konfigurasi Schlumberger,
2. Mengetahui sebaran jenis batuan dan sebaran akifer yang ada di bawah permukaan
berdasarkan distribusi nilai tahanan jenisnya,
1.4.
GEOGRAFI UMUM
Kabupaten Sukabumi secara geografis berada antara 60 57 Lintang Selatan dan 1060
00 Bujur Timur dengan luas daerah 4.200 Km2 atau 9.18% dari luas Provinsi Jawa Barat (dengan
Banten) atau 3,01% DARI LUAS Pulau Jawa. Dari tata letak Kabupaten Sukabumi berada:
2.
Kabupaten Sukabumi secara geografis berada antara 60 57 Lintang Selatan dan 1060
00 Bujur Timur dengan luas daerah 4.200 Km2 atau 9.18% dari luas Provinsi Jawa Barat
(dengan Banten) atau 3,01% DARI LUAS Pulau Jawa. Dari tata letak Kabupaten Sukabumi
berada:
Selatan, hal ini mengakibatkan di bagian Utara lebih subur disbanding wilayah bagian
Selatan. Rata-rata hujan per tahun sekitar 2.987 mm dari 160 hari hujan, suhu udara
berkisar antara 180 300 C, dengan suhu rata-rata 260. kelembaban rata-rata sebesar
85%, sedangkan potensi geologis antara lain sumber panas bumi di daerah Gunung Salak
dan Cisolok, bahan tambang dan bahan galian emas, perak, galena, batu bara, pasir
kuarsa, marmer, pasir besi, bentonit, dan lain-lain. Jenis tanah di bagian Utara umumnya
terdiri dari jenis tanah Latosol, Andosol dan Regosol, di bagian Tengah umumnya terdiri
dari tanah latosol dan podsolik, sedangkan di bagian Selatan sebagian terdiri dari tanah
laterit, grumosol, podsolik, dan alluvial.
3.
3
3.1.
METODE PENELITIAN
TEORI GEOLISTRIK
Geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat kelistrikan dalam
bumi dan bagaimana mendeteksinya di permukaan bumi. Penggunaan geolistrik pertama kali
dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Tujuan utama dari metode ini adalah
untuk mengetahui keadaan geologi bawah permukaan dengan mengukur tahanan jenis batuan.
Perbedaan tahanan jenis berbagai batuan mewakili karakteristik tiap lapisan batuan tersebut.
Batuan-batuan di dalam bumi dan beberapa material lainnya (misal: fluida, mineral, dan
sebagainya) memiliki resistivitas atau konduktivitas tertentu. Resistivitas adalah ukuran
bagaimana suatu material mengalirkan aliran arus listrik. Batuan berpori dengan kandungan
fluida yang bersifat elektrolit biasanya memiliki nilai resistivitas rendah, artinya batuan tersebut
memiliki kemampuan yang baik dalam mengalirkan aliran arus listrik atau bersifat konduktif.
Distribusi resistivitas di bawah permukaan bumi diperoleh dari hasil perekaman beda potensial
di permukaan akibat dari adanya arus listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi melalui suatu
elektroda.
Metode geolistrik dilakukan dengan cara menginjeksikan arus ke dalam tanah dan
mengukur tegangan atau beda potensial yang terbaca di permukaan tanah, sehingga dapat
dihitung resistivitas atau tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan dan ketebalan
lapisan tersebut. Injeksi arus listrik ini menggunakan arus listrik DC (Direct Current) bertegangan
tinggi ke dalam tanah. Arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B yang
ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB, maka
lapisan batuan yang dapat ditembus semakin dalam.
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut, maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam
tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan penggunakan multimeter
yang terhubung melalui 2 buah Elektroda Tegangan M dan N yang jaraknya lebih pendek dari
pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka
tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis
batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.
Electrodes
Battery Pack
Digital Kamera
Laptop
GPS
Kompas Geologi
Pita Ukur
Palu Geologi
Gambar 3.11 Peralatan Survey Geolistrik
10
3.2.
METODE GEOLISTRIK
11
4.
4
4.1.
HASIL PEMETAAN
GEOMORFOLOGI
Berdasarkan data di lapangan dan hasil dari google earth, nampak jelas bahwa daerah
penelitian berada di Satuan geomorfologi Pedataran dan dekat dengan aliran sungai.
12
4.2.
GEOLOGI REGIONAL
Berdasarkan peta Regional Lembar Bogor, oleh A.C Effendi, Kusnama dan B. Hermanto 1998,
bahwa daerah penelitian termasuk kedalam formasi (Qvg) yang terdiri dari Breksi tufaan dan
Lahar.
13
4.3.
ANALISIS GEOLISTRIK
Sonding 1D
14
Bersarkan hasil pengukuran Geolistri Sounding 1D dapat dilihat bahwa nilai tahanan jenis batuan
berpariasi pada setiap kedalamannya. Batuan yang diperkirakan akifer adalah batuan yang
memiliki tahanan jenis rendah yang mana berdasarkan hasil Geolistrik Sounding 1D
sebagaimana tercantum pada gambar tabel diatas diperkirakan berada pada kedalaman 1.5m,
6m, 175m, 200m dan 250m.
Profiling 2D
15
5.
KESIMPULAN
16
1D Sounding
2D Profile