Anda di halaman 1dari 2

Korosi di lingkungan minyak dan gas bumi terjadi akibat adanya material korosif

yang terjadi saat proses pengeboran sampai pada proses distribusi. Material
korosif yang dimaksud diantaranya adalah: air laut, kandungan asam dan
variasinya (naphtanic, acetate, sulfur), gas CO2, gas H2S, merkuri. Bentuk dan
mekanisme seranga korosi akibat material ini akan menjadi Sangat bervariasi
tergantung beberapa factor; sifat thermo dan dinamka sistem, kebocoran
oksigen, mikroba, kondisi operasi, dimensi dan material peralatan, serta sejarah
dan sifat phisik sumber minyak itu sendiri.

Sedemikan kompleknya korosi di lingkungan ini, mengakibatkan tidak banyak


penelitian yang dapat mencangkup semua variable tersebut bersama
interaksinya. Untuk kasus gas H2S dalam minyak bumi, misalnya, data yang
tercatat menunjukkan bahwa penelitian ini dimulai pada tahun 1940-an dan
sampai tahun 2000-an masih banyak kajian dilakukan. Sedangkan pengaruh
asam asetat juga dimulai sekitar tahun 1950-an dan penelitian paling intensif
baru dilakukan pada kurun waktu tahun 1990-an yang sampai sekarang (2008)
masih juga diteliti. Menginjak tahun 2000-an, mulai dilakukan simulasi
mekanisme komponen penyebab korosi dan interaksi diantaranya. Dengan hasil
penelitian berupa berbagai macam software perhitungan korosi (Multicorr,
Cassandra, ECE, Norsok, Hydrocorr, Lypucorr, Ohio Model, dll). Sedangkan
penelitian yang melibatkan variable tambahan (thermo dan dinamika
lingkungan), sampai 2008 (saat ini) masih sedang dalam penelitian oleh
beberapa institusi korosi dan masih relevan untuk diteliti disesuaaikan dengan
tuntutan keadaan-dimana ditemukan penyebab korosi tertentu, disitu penelitian
mulai dilakukan.

Penyebab utama yang paling awal dilakukan untuk mengetahui kekorosifan


minyak dan gas bumi adalah gas Karbondioksida (CO2). Gas ini terperangkap
dalam sumur pengeboran dan keluar bersama condensate dan partikel lainnya
melewati rangkaian pipa. Pada kondisi demikian pipa yang bahannya terbuat dari
baja karbon akan terserang kerusakan akibat korosi. Terutama pada bagianbagian yang berada di sekitar lokasi proses kondensasi. Bentuk korosi yang
sering dijumpai adalah pitting korosi, uniform korosi, korosi erosi dan korosi
fatique.

Selanjutnya keberadaan Asam asetat yang ada dalam minyak bumi mulai diteliti
karena asam ini bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium,
dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam
asetat). Asam asetat akan menjadi sumber ion hydrogen jika asam ini berada
bersamaan dengan asam karbonat dalam jumlah yang sama. Ion asetat akan
bereaksi dengan ion besi membentuk besi asetat.

Jika minyak bumi mengandung gas H2S, lingkungan demikian disebut lingkungan
sour. Di lingkungan ini, elemen sulfur, polysurfida, gas CO2 dan air berada
bersama gas H2S. Elemen sulfur tersebut dapat larut dalam minyak dan air yang
mengakibatkan minyak dan air menjadi asam. Setelah bereaksi dengan baja
karbon, hasil reaksi yang biasanya terbentuk di permukaan logam yaitu: FeS,
FeS2, pyrrhottite, and machniawite. Pada kondisi tekanan yang rendah dan
temperatur yang lebih dingin reaksi akan membalik dan cenderung membentuk
gas H2S dan sulfur dalam sistem larutan. Jumlah ion hydrogen yang berlebihan
di permukaan logam dikawatirkan mengakibatkan berbagai macam jenis
kerusakan hydrogen yang sangat bervariasi.

Anda mungkin juga menyukai