Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perang saudara Suriah yang juga dikenal dengan pemberontakan Suriah atau
krisis Suriah adalah konflik senjata berkelanjutan di Suriah antara pasukan pendukung
pemerintah Ba'ath dan pengunjuk rasa yang menuntut pemunduran diri Presiden Bashar
al - Assad. Kerusuhan dimulai pada tanggal 15 Maret 2011, dengan demonstrasi yang
semakin berkembang secara nasional sejak April 2011 hingga saat ini. 4
Perang saudara Suriah ini telah mengakibatkan banyak terjadi kehancuran di
negara tersebut, baik berupa kehancuran fisik negara, seperti hancurnya bangunan
bangunan di berbagai tempat, sampai pada terlukanya para korban hingga tewas. Untuk
mencegah keadaan yang semakin buruk, maka pihak oposisi pasukan pembebasan
Suriah mengajukan rencana untuk pemberlakuan zona larangan terbang di Suriah.
Pada dasarnya wilayah udara suatu negara adalah tertutup bagi aktivitas
penerbangan negara lain. Oleh karena itu, setiap penerbangan yang melintasi wilayah
udara suatu negara oleh pesawat asing negara lain tanpa izin negara kolong, merupakan
pelanggaran wilayah udara.
Setiap negara mempunyai sifat kedaulatan yang melekat padanya. Karena
kedaulatan merupakan sifat atau ciri hakiki dari suatu negara. Bila dikatakan suatu

en.wikipedia.org/wiki/Syrian_Civil_War, 2013

Universitas Sumatera Utara

negara berdaulat, maka makna yang terkandung adalah bahwa negara itu mempunyai
suatu kekuasaan tertinggi dan secara de facto menguasai. 5
Prinsip yang menyatakan bahwa wilayah udara nasional suatu negara tertutup
bagi penerbangan asing, diimplementasikan oleh setiap negara yang memiliki
kemampuan serta kekuasaan udara, yang kemudian menetapkan bagian bagian
wilayah udaranya yang tertentu dan khusus berdasarkan pertimbangan keamanan dan
pertahanan yang perlu dilindungi. Pada bagian wilayah udara tertentu, tersebutlah istilah
zona udara terlarang atau zona larangan terbang, dimana dinyatakan dengan tegas
bahwa kawasan tersebut terlarang bagi penerbangan asing.
Istilah zona larangan terbang digunakan untuk menggambarkan suatu daerah
atau wilayah sebuah negara yang dijaga dan diawasi dengan menggunakan kekuatan
udara oleh suatu negara berdaulat lainnya atau suatu koalisi. 6
Zona larangan terbang diatur dalam Pasal 3 dan 4 Konvensi Paris 1919. Menurut
kedua pasal tersebut setiap negara berhak untuk menetapkan zona larangan terbang atas
pertimbangan kepentingan pertahanan dan keamanan nasional dengan ancaman
hukuman bilaman terdapat pelanggaran. Ketentuan ini sesuai dengan usul yang
disampaikan oleh delegasi Prancis pada saat Konferensi Paris 1910. Pada saat
Konferensi Paris 1910 Prancis mengusulkan negara kolong berhak melarang setiap
penerbangan pesawat udara militer melalui ruang udara di atas wilayah udaranya (right
of the subjacent state of deny passanger of foreign military and police aircraft trough
such airspace), namun demikian zona larangan terbang tersebut tidak boleh
5

Suherman, E., Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Penerbit Alumni, Bandung, 1989, hal

4.
6

Bernard, Alexander., Lessons from Iraqn and Bosnia on the Theory and Practice of No Fly
Zones, The Journal of Strategic Studies, 2004, page 455.

Universitas Sumatera Utara

diskriminasi anatar pesawat udara sipil nasional dengan atau pesawat udara sipil asing
satu terhadap yang lain. Dalam hal terjadi pesawat udara sipil masuk zona larangan
terbang, begitu menyadari berada dalam zona larangan terbang secepatnya
meninggalkan zona larangan terbang tersebut sebelumnya harus dipublikasikan kepada
negara anggota lainnya.
Zona larangan terbang yang telah diatur dalam pasal 3 dan pasal 4 Konvensi
Paris 1919 kemudian diubah dengan protokol yang ditandatangani tanggal 15 Juni 1929.
Perubahan tersebut antara lain memberi kekuasaan kepada negara berdaulat untuk
mengizinkan pesawat udara sipil nasional terbang di zona larangan terbang dalam hal
sangat penting dan darurat. Demikian pula dikatakan dalam masa damai negara tersebut
berhak untuk menetapkan zona larangan terbang seluruh atau sebagian wilayahnya.
Semua bentuk penerbangan dilarang terbang di zona larangan terbang.
Zona larangan terbang, di samping diatur dalam Konvensi Paris 1919, juga
diatur dalam Konvensi Chicago 1944. Berdasarkan pasal 1 jo pasal 9 Konvensi Chicago
1944 setiap negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional berhak
menetapkan zona larangan atau pembatasan terbang atas pertimbangan keamanan
umum, pertimbangan militer, asalkan tidak ada perlakuan yang bersifat diskriminatif
antara pesawat negara nasional dengan negara asing atau pesawat udara asing satu
dengan yang lain.
Meskipun setiap negara pada dasarnya memiliki kedaulatan penuh dan eksklusif
atas wilayah udara di atas teritorialnya, tetapi apabila sampai mengancam pertahanan
dan keamanan negara tersebut, maka pihak lain dapat turut intervensi demi
kesejahteraan dunia. Demikianlah yang terjadi di Suriah, dimana terjadi konflik/ perang
yang melibatkan pihak pemerintah dengan pihak anti pemerintah. Serangan bersenjata

Universitas Sumatera Utara

yang dilakukan oleh kedua belah pihak, bahkan pihak pemerintah sampai melakukan
serangan serangan dari udara, mengakibatkan banyaknya jumlah korban yang
berjatuhan yang kebanyakan berasal dari penduduk sipil, sehingga tindakan ini
dipandang sebagai tindakan yang mengancam pertahanan dan keamanan di Suriah.
Sehubungan dengan konflik yang berkepanjangan itu, maka pihak Oposisi
Nasional Suriah (SNC) menuntut komunitas internasional memberlakukan larangan
terbang pada Damaskus untuk penggunaan kekuatan udara di daerah perkotaan,
disamping senjata kimianya. Selain melarang penggunaan kekuatan udara, SNC juga
menyerukan rencana untuk memindahkan persenjataan berat jauh dari daerah padat
penduduk dan melarang penggunaannya di kota kota, dan desa.
Namun demikian, pemberlakuan zona larangan terbang terhadap suatu negara
masih menuai pro dan kontra hingga saat ini. Hal inilah yang menarik minat penulis
untuk mengangkat sebagai judul skripsi penulis, yaitu: PEMBERLAKUAN ZONA
LARANGAN TERBANG DI SURIAH.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan skripsi, penulis membatasi permasalahan pada :
1. Bagaimanakah pandangan umum tentang Zona Larangan Terbang?
2. Bagaimanakah peranan pasukan pembebasan suriah terhadap konflik yang
terjadi?
3. Bagaimanakah kedudukan Zona Larangan Terbang di Suriah?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Universitas Sumatera Utara

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi tugas akhir penulis
sebagai pemenuhan syarat syarat dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
Manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pandangan umum tetang Zona Larangan Terbang
2. Untuk mengetahui peranan pasukan pembebasan suriah terhadap konflik yang
terjadi.
3. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Zona Larangan Terbang di Suriah.

D. KEASLIAN PENULISAN
Skripsi ini berjudul ZONA LARANGAN TERBANG DI SURIAH. Di dalam
penulisan ini, penulis memulai dengan melakukan pengumpulan bahan bahan yang
berhubungan dengan masalah zona larangan terbang, konflik yang terjadi di Suriah,
serta mengenai pemberlakuan zona larangan terbang di Suriah menurut Konvensi
Jenewa. Bahan bahan tersebut, penulis peroleh dari lieratur di perpustakaan, media
cetak maupun media elektronik.
Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, penulis melakukan pemeriksaan
pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan
bahwa judul skripsi ini belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau yang telah tertulis
oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut
menjadi tanggung jawab penulis itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Dalam memahami isi skripsi ini, maka sebaiknya harus mengetahui terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan zona larangan terbang. Istilah zona larangan terbang
digunakan untuk menggambarkan suatu daerah atau wilayah sebuah Negara yang dijaga
dan diawasi dengan menggunakan kekuatan udara oleh suatu Negara berdaulat lainnya
atau suatu koalisi. 7
Zona larangan terbang diatur dalam Konvensi Paris 1919 yang kemudian
diperbaiki dengan Protokol Paris 1929. Pada pasal 3 Protokol Paris 1929 diatur
mengenai bentuk zona larangan terbang, yaitu terdiri dari dua bentuk 8 :
1. Zona larangan terbang yang ditetapkan atas dasar alasan pertahanan dan keamanan
atau militer. Zona dengan bentuk semacam ini bersifat permanen, kecuali jika ada
perubahan mengenai kepentingan militer atau pertahanan dan keamanan dari Negara
yang bersangkutan.
2. Zona larangan terbang yang dinyatakan untuk seluruh atau sebagian udara nasional
Negara kolong tertutup sama sekali bagi pesawat asing, karena keadaan darurat.
Zona dengan bentuk penutupan wilayah udara hanya akan dilakukan sampai situasi
dan kondisi pulih kembali.
Zona larangan terbang, di samping diatur dalam Konvensi Paris 1919, juga
diatur dalam Konvensi Chicago 1944. Berdasarkan pasal 1 jo pasal 9 Konvensi Chicago

Ibid
Enna Nurhaina Burhan, Konsep Zona Larangan terbang dan Hukum Udara Internasional,
Waspada, 26 Februari 1999.
8

Universitas Sumatera Utara

1944 9 setiap negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional berhak


menetapkan zona larangan atau pembatasan terbang atas pertimbangan keamanan
umum, pertimbangan militer, asalkan tidak ada perlakuan yang bersifat diskriminatif
antara pesawat negara nasional dengan negara asing atau pesawat udara asing satu
terhadap yang lain. Penetapan zona larangan terbang atau pembatasan tersebut harus
wajar dan tidak mengganggu penerbangan internasional. Rincian zona larangan terbang
maupun

pembatasan

tersebut harus

segara

diberitahukan

kepada

Organisasi

Penerbangan Sipil Internasional serta negara anggota lainnya.


Dalam keadaan yang sangat mendesak atau darurat atau kepentingan
keselamatan umum negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional juga
berhak melarang seluruh maupun sebagian wilayah asalkan tidak bersifat diskriminatif.
Bilamana pesawat udara menyadari di zona larangan terbang, segera meninggalkan
zona larangan tersebut dan mendarat di Bandar udara atau pangkalan udara terdekat.
Berdasarkan hal inilah, penulis kemudian mengetengahkan skripsi mengenai
rencana pemberlakuan zona larangan terbang Suriah, dimana terjadi konflik yang
melibatkan pihak pemerintah yang dipimpin oleh Bashar al Assad melawan pihak
pemberontak yang didominasi oleh penduduk sipil. Serangan bersenjata yang dilakukan

Pasal 9 Konvensi Chicago 1944 : (a) Each Contracting state may, for reason of military
necessity or publich safety, restrict or prohibit uniformly the aircraft of other state from flying over
certain areas of its territory, provided that no distinction in this respect is made between the aircraft of
the state whose territory is involved, engaged in international scheduled airlines service, and the aircraft
of the other contracting states likewise engaged. Such prohibited area shall reasonable extent and
location so as not to interference unnecessarily with navigation, description of such prohibited areas in
the teritory of contracting states, as well as any subsequent alteration therein, shall be communicated as
soon as possible to the other contracting states and to international civil aviation organization;(b) Each
contracting states reserves also the right, in exceptional circumstances or during a period of emergency,
or in the interest of public safety, and with immediate effect, temporary to ristrict or to prohibit flying
over the whole or any part of its territory, on conditions that such ristriction or prohibition shall be
applicable without distinction of nationality to aircraft of all other states;(c) Each contracting state,
under such regulations as it may prescribe, may require any aircraft entering the areas contemplated in
the subparagraphs (a) or (b) above to effect a landing as soon as practicable thereafter at some designted
airport within its territory.

Universitas Sumatera Utara

oleh kedua belah pihak, bahkan pihak pemerintah sampai melakukan serangan
serangan dari udara, mengakibatkan banyak korban berjatuhan yang kebanyakan berasal
dari penduduk sipil, sehingga tindakan ini dipandang sebagai tindakan yang mengancam
pertahanan dan keamanan Suriah. Oleh karena itu, pihak oposisi menuntut untuk
memberlakukan zona larangan terbang di Suriah.

F. METODE PENELITIAN
Suatu karya tulis ilmiah haruslah dibuat berdasarkan fakta fakta dan data
data yang objektif dari suatu analisa, disusun secara sistematis dan rasional agar dapat
dipandang sebagai suatu karya ilmiah yang baik. Oleh sebab itu, karya ilmiah harus
dapat diuji dengan metode ilmiah agar kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar lebih terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dipergunakanlah metode penelitian yuridis
normatif. Dikatakan sebagai penelitian yuridis normatif, karena penelitian ini dilakukan
atau ditujukan pada peraturan perundang undangan dan bahan bahan hukum yang
lain, dimana dalam melakukan penelitian ini, penulis membaca, mempelajari,
mentransfer dari konvensi, media cetak maupun elektronik yang menurut penulis
berhubugan dengan zona larangan terbang Suriah.
Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini,
yaitu metode Deskriptif Analitis, dimana penulis menggambarkan dan menjelaskan
semua permasalahan dan kemudian menguraikannya lebih lanjut agar diperoleh
keterangan dan jawaban yang jelas.

Universitas Sumatera Utara

Dalam penulisan skripsi ini, sumber data yang penulis gunakan sebagai bahan
skripsi adalah berupa data sekunder yang terdiri atas :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahanbahan hukum yang mengikat yang
merupakan landasan utama yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, seperti
konvensi dan peraturan perundang undangan lainnya.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang, yang member
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku buku dan pendapat
para ahli hukum.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan dari bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum.
Dalam hal pengumpulan data bagi penulisan skripsi ini, penulis lakukan dengan
cara kepustakaan atau library research, yaitu pengumpulan data yang diperlukan
dengan bantuan bermacammacam buku yang terdapat di perpustakaan, juga melalui
media cetak dan elektronik.

G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memberikan uraian yang sebaik baiknya serta agar sistematis, skripsi ini
terbagi atas lima bab, dan setiap bab terbagi atas beberapa sub bab yang pembagiannya
disesuaikan dengan isi dari masing masing bab.
BAB I

PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan alasan pemilihan judul skripsi yang
dilajutkan dengan rumusan masalah, kemudian tujuan dan

Universitas Sumatera Utara

manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, lalu


metode penelitian dan sistematika penulisannya.
BAB II

PANDANGAN UMUM TENTANG ZONA LARANGAN


TERBANG
Bab ini terbagi atas tiga sub bab, yaitu pengertian dan pengaturan
Zona Larangan Terbang, kemudian sejarah munculnya penerapan
Zona Larangan Terbang, serta diakhiri dengan pengaturan Zona
Larangan Terbang Berdasarkan Konvensi Internasional.

BAB III

PERANAN PASUKAN PEMBEBASAN SURIAH TERHADAP


KONFLIK YANG TERJADI
Bab ini terbagi atas tiga sub bab, yaitu mengenai latar belakang
konflik / perang saudara Suriah, kemudian pengaruh konflik
terhadap Suriah, dan diakhiri dengan tuntutan oposisi pasukan
pembebasan Suriah terhadap konflik yang terjadi.

BAB IV

KEDUDUKAN ZONA LARANGAN TERBANG DI SURIAH


Bab ini terbagi atas tiga sub bab, yaitu mengenai pemberlakuan
Zona Larangan Terbang sebelum Konflik Suriah, kemudian pihak
pihak yang setuju dan tidak setuju terhadap rencana
pemberlakuan Zona Larangan Terbang di Suriah, dan diakhiri
dengan pemberlakuan Zona Larangan Terbang Suriah menurut
Konvensi Jenewa.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Universitas Sumatera Utara

Pada bab ini, penulis menyampaikan kesimpulan serta saran yang


diperoleh dirangkum dari keseluruhan isi skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai