Anda di halaman 1dari 166

Tangan Dewa:

Dukun Dotu Dari Sipaga


Etnik Mandailing Natal di Kabupaten Mandailing Natal

Aprioza Y.
Albert H.
Made Asri Budisuari

Penerbit

Unesa University Press

Aprioza Y, dkk

Tangan Dewa:
Dukun Dotu Dari Sipaga
Etnik Mandailing Natal di Kabupaten Mandailing Natal
Diterbitkan Oleh
UNESA UNIVERSITY PRESS
Anggota IKAPI No. 060/JTI/97
Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015
Kampus Unesa Ketintang
Gedung C-15Surabaya
Telp. 031 8288598; 8280009 ext. 109
Fax. 031 8288598
Email: unipress@unesa.ac.id
unipressunesa@yahoo.com
Bekerja sama dengan:
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176
Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xv, 149 hal., Illus, 15.5 x 23
ISBN : 978-979-028-954-3

copyright 2016, Unesa University Press


All right reserved
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik
cetak, footprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit

iv

SUSUNAN TIM
Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina

: Kepala
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI

Penanggung Jawab

: Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan


Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Wakil Penanggung Jawab : Prof. Dr.dr. Lestari Handayani, M.Med (PH)


Ketua Pelaksana

: dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc

Ketua Tim Teknis

: drs. Setia Pranata, M.Si

Anggota Tim Teknis

: Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes


Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes
drg. Made Asri Budisuari, M.Kes
dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH
drs. Kasno Dihardjo
dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK

Sekretariat

: Mardiyah, SE. MM
Dri Subianto, SE

iii

Koordinator Wilayah:
1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab.
Klaten, Kab. Barito Koala
2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung
Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah
Selatan
4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru
5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong
Selatan
6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba
Barat
7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab.
Sumenep, Kab. Aceh Timur
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab.
Bantaeng
9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab.
Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke
10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar
11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu
Raijua, Kab. Tolikara
12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli,
Kab. Muna

iv

KATA PENGANTAR
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat
di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan
rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks.
Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani
masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat
kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk
itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif
mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait
kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum
humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk
mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan
masyarakat. simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense
of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam
menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri
hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015 yang dilaksanakan di berbagai
provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap
kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji
dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan,
partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku
seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan
kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset
Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku
seri dari hasil riset ini.

Surabaya, Nopember 2015


Kepala Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI

Drg. Agus Suprapto, MKes

vi

DAFTAR ISI
SUSUNAN TIM .....................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................
DAFTAR TABEL ....................................................................
DAFTAR GAMBAR ................................................................

iii
v
vii
xi
xiii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................


1.1.LatarBelakang .....................................................................
1.1.1 Sekilas Tentang Milenium Development Goals .....
1.1.2. Tujuan MDGs Dalam Bidang Kesehatan di Indonesia ...
1.1.3 Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular....
1.1.4 Penyakit Menular Tuberkulosisi (TB) di Mandailing Natal .
1.2.Tujuan .................................................................................
1.3.Metode ...............................................................................
BAB II ASPEK SOSIAL BUDAYA SUKU MANDAILING
DI KABUPATEN MANDAILING NATAL......................................
2.1.Gambaran Umum Wilayah Mandailing Natal ....................
2.2.Sejarah Desa Sipapaga ........................................................
2.3.Geografi dan Kependudukan ..............................................
2.3.1 Geografi ..................................................................
2.3.2 PendudukDesaSipapaga .........................................
2.4.Pola Pemukiman .................................................................
2.5.Religi ...................................................................................
2.6.Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan ..............................
2.7.Pengetahuan.......................................................................
2.7.1Konsep Sehat dan Sakit ...........................................
2.7.2.Konsep Selamat dan Keselamatan .........................
2.8.Bahasa ................................................................................
2.9.Kesenian .............................................................................
2.10.Mata Pencaharian ............................................................
2.11.Teknologi dan Peralatan ...................................................

1
1
2
3
4
7
11
11
14
14
15
21
21
24
25
28
29
30
30
31
34
34
39

vii

BAB III POTRET KESEHATAN DI DESA SIPAPAGA .....................


3.1.Situasi Pelayanan Kesehatan di Desa Sipapaga.......................
3.2.Persalinan dan Nifas............................................................
3.2.1Masa Menyusui .......................................................
3.2.2 Balita dan Anak .......................................................
3.3.PHBS DI DESA SIPAPAGA .....................................................
3.3.1. Persalinan ..............................................................
3.3.2. Penimbangan Bayi dan Balita ................................
3.3.3. Tidak Merokok dalam Rumah................................
3.3.4. Penggunaan Air Bersih ...........................................
3.3.5. Memberantas Jentik Nyamuk................................
3.4.PENYAKIT MENULAR DI DESA SIPAPAGA ...........................
3.4.1. TB ......................................................................
3.4.2. Malaria ...................................................................
3.5.PENYAKIT TIDAK MENULAR DI DESA SIPAPAGA ................
3.5.1. Hipertensi ..............................................................
3.5.2. Gangguan Jiwa berat .............................................
3.5.3 Cedera Tulang ........................................................

43
43
44
46
47
50
50
50
51
54
54
55
55
58
58
58
59
60

BAB IV TANGAN DEWA DOTU DARI SIPAPAGA .......................


4.1. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Dotu ..........................
4.1.1 Pola Pencarian Pengobatan Masyarakat ................
4.1.2 Pengobatan Tradisional ..........................................
4.2 . Pengobatan Beberapa Kasus Penyakit dalam
Masyarakat .......................................................................
4.2.1.Tarpangan Rasa/ dirasa ..........................................
4.2.2.Patah Tulang atau Keseleo .....................................
4.3 Pola Pencarian Pengobatan Pada Masyarakat ...................
4.3.1 Tenaga Kesehatan...................................................
4.3.2 Sarana Kesehatan ...................................................
4.3.3 Home Care ..............................................................
4.4 Pandangan Masyarakat Desa Sipapagan tentang
Tentang imunisasi ............................................................
4.5 Imunisasi di Sipapaga ..........................................................

62
62
63
64

viii

65
65
69
70
71
72
76
78
79

4.5.1 Cakupak Imunisasi di Desa Sipapaga .....................


4.6 Pandangan Masyarakat pada Pengobatan Tradisional ......
4.6.1 Datu / Dukun Penyembuh ......................................
4.6.2 Penggunaan Obat Kampung ..................................
4.6.3 Rasinge/ Sakit Kepala Kronis ..................................
4.7 Masuk Angin dan Kemiripan dengan konsep angin
patologis dalam akupuntur ..............................................
4.8 Penggunaan teknik Pijat/ dikusuk pada kasus cidera.........
4.9 Konsep Dirasa/ Diracun ......................................................
4.9.1 Dirasa pada pasien TB ............................................
4.9.2 Dirasa pada pasien Hepatitis ..................................
4.10 TB dengan gejala Torou ...................................................
4.10.1 Rakat alias Infeksi Tuberculosis (TB)
Extra Pulmonal/di luar Paru ................................
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan ........................................................................
5.2. Rekomendasi .....................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
INDEKS ......................................................................................
GLOSARIUM .............................................................................
UCAPAN TERIMAKASIH............................................................

85
86
86
90
91
93
98
105
106
115
122
124
131
134
135
139
144
148

ix

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1

Tabel 1.2

Indikator IPKM Kabupaten Mandailing


Natalberdasar IPKM Nasional Tahun 2013 ............

Persentase Kesembuhan TB Paru BTA positif


di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013 .........

xi

xii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 2.1
Gambar2.2
Gambar2.3
Gambar2.4
Gambar2.5
Gambar2.6
Gambar2.7
Gambar2.8
Gambar2.9
Gambar2.10
Gambar2.11
Gambar2.12
Gambar2.13
Gambar3.1
Gambar3.2
Gambar3.3
Gambar3.4

Tujuan pembangunan MDGs dalam lambang ..


IPKM di Mandaililng Natal .................................
Grafik TB di Puskesmas Mandailing Natal .........
Plang Asmaul Husna yang ada di sepanjang jalan.....
Travel sebagai angkutan umum
sibolga padang ..................................................
Becak salah satu transportasi umum ...............
Angkutan Kota sebagai pilihan transportasi .....
Rumah rumah penduduk di Desa Sipapaga ......
Salah seorang informa duduk di
ruang tengah (pantaulo) di dalam rumahnya ...
Sumur dan WC cemplung yang berada
di salah satu rumah di Desa Sipapaga ...............
Masjid yang berada di Desa Sipapaga ...............
Bersanji, bershalawat dan mengaji
oleh muda mudi ................................................
Memasak nira menjadi gula aren
sebagai mata pencaharian tambahan ..............
Beberapa rumah tangga yang
membuat sapu ijuk dan di jual ..........................
Kalto dan sebuah keluarga
sedang memukul kalto setelah dimasak ...........
Beberapa anak sipapaga berangkat
ke sekolah .........................................................
Posyandu Matahari yang berada
di Dusun I Desa Sipapaga ..................................
Nenek dukun beranak yang sudah
berumur 100 Tahun .........................................
Makanan Tambahan untuk Bayi, Roti bulan
yang dijual di warung dekat rumah...................
Gelang dan Jimat yang disematkan dibahu ......

5
4
9
18
19
19
20
25
26
27
29
34
37
38
38
40
43
45
49
50

xiii

Gambar3.5
Gambar3.6
Gambar3.7
Gambar3.8
Gambar4.1
Gambar4.2
Gambar4.3
Gambar4.4
Gambar4.5
Gambar4.6
Gambar4.7
Gambar4.8
Gambar4.9
Gambar4.10
Gambar4.11
Gambar4.12
Gambar4.13
Gambar4.14
Gambar4.15
Gambar4.16
Gambar4.17
Gambar4.18
Gambar4.19
Gambar4.20
Gambar4.21
Gambar4.22

Gambar4.23

xiv

WC Cemplung yang ada di SIpapaga ................


Kebiasaan Merokok di Dalam rumah ...............
Sumur sebagai sumber air bersih .....................
Ember ember bekas tampungan karet ..........
Pola Health Seeking Behaviour .........................
Salah seorang penderita katarak ......................
..........................................................................
Kartu BPJS .........................................................
Pangir,Campuran kunyit,Jahe dan Temulawak
Jadwal dan Rekomendasi Imunisasi
Menurut IDAI ....................................................
Kolong tribun lapangan bola tempat
posyandu dan imunisasi ...................................
Bagan pelaksanan Imunisasi desa Sipapagan ...
Cakupan Imunisasi polio dan DPT tahun 2014 .
Imunisasi di Posyandu Sipapaga .......................
Wadah cool box penyimpanan vaksin
dan tempat pembuangan jarum bekas ............
Penyuluhan dilakukan di Teras
Posyandu dengan berdiri ..................................
Pemberian Makanan Tambahan
Pada Kegiatan Posyandu ...................................
Datu melakukan pengobatan ...........................
Ilustrasi Pembagian dotu berdasarkan
keahliannya .......................................................
Salingbatuk........................................................
Katunggal ..........................................................
Srinjuang ...........................................................
Sangkil Putih dan Sangkil Hitam .......................
Air campurang sangkil, silinjuang,
katunggal dan jeruk ..........................................
Datu A.M melakukan pengurutan ....................
Perbandingan konsep angin
di Sipapaga dan Pengobatan
Tradisional Tionghoa.........................................
Mnh sembuh sempurna....................................

51
53
54
55
70
72
72
75
77
79
81
81
82
83
84
85
86
89
90
92
93
93
94
94
96

98
99

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari ribuan
suku yang berdiam dan tersebar di berbagai pulau Indonesia.
Menurut data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN), tahun 2002, jumlah pulau di Indonesia adalah 18.306 buah.
Sedangkan data dari Departemen dalam Negeri tahun 2004 ada
7.870 pulau yang bernama, dan 9.634 pulau tak bernama1 Bermacam
faktor dapat mempengaruhi Indeks Pembangunan Kesehatan
Manusia (IPKM) di Indonesia diantaranya adalah faktor sosial budaya
serta lingkungan di masyarakat setempat.Selain itu adanya faktor
kepercayaaan, beragam pantangan serta keyakinan mereka terhadap
konsep sehat dan sakit akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan
dari masyarakat itu sendiri. Beragam faktor tersebut akan berdampak
pada ranking IPKM kabupaten dan kota dengan bermacam etnisnya.
Riset Etnografi Kesehatan diharapkan dapat menyingkap tabir
yang berkaitan dengan sosial budaya,kebiasaan yang memberikan
dampak positif terhadap kesehatan.
Riset Etnografi ini merupakan penelitian kesehatan yang lebih
di khususkan kepada sentuhan sosial budaya budayapada etnis
tertentu. Karena budaya dalam setiap suku atau etnis sangat
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan di daerah itu sendiri. Oleh
sebab itu faktor budaya dalam suatu etnis tertentu tidak bisa kita
abaikan begitu saja, karena hal tersebut sangat mepengaruhi status
kesehatan masyarakat.
Riset Khusus Budaya Kesehatan dilakukan sebagai upaya
untuk meningkatan indeks status kesehatan masyarakat di Indonesia,
khususnya pada etnis tertentu.

Lebih lanjut periksa http://id.wiikipedia.org/wiki/daftar_pulau_di_Indonesia


di download tanggal 30 juni 2015

1.1.1 SEKILAS TENTANG MILENIUM DEVELOPMENT GOALS


Milenium Development Goals atau sering kita kenal dengan
MDGs (target milenium) merupakan Deklarasi Millenium PBB.
Deklarasi ini ditandatanganioleh pemimpin dunia pada tahun 2000.
Adapun target yang akan dicapai oleh masing-masing negara di tahun
2015 adalah memberantas kemiskinan, kelaparan, penyakit-penyakit,
buta huruf, kerusakan lingkungan, serta diskriminasi terhadap
wanita. MDGs sendiri merupakan adalah turunan deklarasi ini, dan
mempunyai beberapa target dan indikator yang spesifik.2
Berikut adalah tujuan Milenium Development Goals (MDGs )
dalam gambar

Gambar 1.1
Tujuan
Pembangunan MDGs
dalam lambang
Sumber: interne

Gambar di atas
menunjukkan ada
delapan
butir
tujuan atau 8 goals yang hendak dicapai dalam MDGs, yaitu:
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu

2Lihat

https://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium
download tanggal 30 juni 2015

di

6. Memerangi HIV/AIDS
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
1.1.2 Tujuan MDGs dalam Bidang Kesehatan di Indonesia
MDGs atau Millenium Development Goals (Tujuan Pembangunan
Millenium) memiliki delapan goal atau 8 target yang hendak dicapai.
Delapan goal tersebut telah disepakati oleh 191 negara yang
tergabung dalam PBB.Salah satu tujuan dari Pembangunan Milenium
ini adalah di bidang kesehatan. Kesehatan memegang peranan
penting dalam pencapaian MDGs ini. Sebaliknya pencapaian MDGS
akan meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia.
Sementra itu hal-hal yang ditargetkan dan yang berkaitan
dengan MDGs di bidang kesehatan,antara lain
1. Menurunkan angka kematian anak
Targetnya adalah: Mengurangi dua per tiga (2/3) tingkat
kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun.
2. Meningkatkan kesehatan ibu
Targetnya adalah:mengurangi dua per tiga (2/3)kematian ibu
dalam proses melahirkan.
3. Memerangi HIV/AIDS
Targetnya adalah:menghentikan dan memulai pencegahan
penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.
Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen
dan menandatangani perjanjian. Indonesia diharapkan dapat
memenuhi target MDGs. pada tahun 2015. Pelaksanaan MDGs di
Indonesia dibawah koordinasi Bappenas. MDGssendiri menjabarkan
upaya pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan
manusia yang terkait mengukur, dan menganalisa kemajuan capaian
MDGs dan mengupayakannya agar target tersebut dapat dicapai.
Monitoring dan evaluasi butir-butit MDGs dibutuhkan untuk
mengidenifikasi dan meninjau kebijakan-kebijakan dan program-

program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuantujuan ini.


Tujuan MDGs merupakan referensi penting pembangunan di
Indonesia, sesuai dengan tercantum pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Memang
ditemukan banyak kendala untuk memenuhi target MDGs, tetapi
pemerintah dalam hal ini bappenas bertekad untuk mencapi target
yang telah ditentukan. Adanya kerjasama dengan seluruh pihak,
termasuk kementerian kesehatan sangat diperlukan agar terget
MDGs khsusnya di bidang kesehatan dapat terpenuhi.
1.1.3 MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA, DAN PENYAKIT MENULAR
Salah satu hal yang menjadi target MDGs adalah Memerangi
HIV/AIDS, malaria, yang Targetnya adalah:menghentikan dan
memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit
menular lainnya.
IPKM merupakan indikator pembangunan kesehatan yang selama
ini digunakan agar dapat mendorong tercapainya target MDGs.IPKM
dikembangkan berdasarkan beberapa aspek kesehatan.Faktor
determinan kesehatan dan prioritas program kesehatan sebagai
Indikator pembangunan kesehatan yang selama ini digunakan di
Indonesia
mengacu
pada
prioritas
pembangunan
kesehatan.Beberapa indikator pembangunan kesehatan adalah
kesehatan balita,kematian ibu, kematian bayi, penyakit menular dan
penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, perilaku berisiko serta
status gizi kelompok rentan. Indikator utama pembangunan
kesehatan tersebut mempunyai beberapa faktor determinan yang
berkaitan satu sama lain dan dapat bersifat determinan bersama dari
indikator kunci kesehatan.
Gambar 1.2
IPKM di Mandailing Natal
Sumber: Dokumentasi Peneliti
2015

Desa Sipapaga merupakan Salah satu desa yang terletak di


Kabupaten Mandailing Natal.Desa ini letaknya tidak jauh dari pusat
kota, meskipun demikian beberapa waktu yang lalu desa Sipapaga ini
masih merupakan sebuah desa yang terisolasi. Waktu itu jalan
setapak yang belum beraspal menyulitkan transportasi keluar masuk
desa. Baru sekitar 15 tahun yang lalu akses ke desa Sipapaga
dibuatkan jalan beraspal, sehingga jalan setapak saat ini sudah
berubah menjadi jalan beraspal dan mulus walaupun beberapa
terdapat lubang-lubang di jalannya , sehingga akses keluar masuk
desapun menjadi lancar.
Dalam hal kesehatan, masyarakat di Desa Sipapaga juga
masihmemakai pengobatan dotu (dukun) apabila sakit dan
memerlukan pengobatan. Masyarakat di desa ini lebih menyukai
pengobatan oleh dotu dibanding pengobatan oleh tenaga kesehatan.
Hal ini terlihat dari data IPKM dalam butir pelayanan kesehatan yang
hanya 0,1992, yang berarti dibawah angka nasional yaitu 0,3808.
Salah satu keunikan lainnya menurut Kepala Dinas Kesehatan
dan kepala Puskesmas Panyabungan Jae yang wilayah kerjanya
mencakup Desa Sipapaga, desa ini merupakan desa yang cukup unik,
keunikannya desa ini pada bidang bahasa. Bahasa yang digunakan
masyarakat desa adalah bahasa lokal, bukan bahasa Mandailing
maupun bahasa Batak.Secara umum masyarakat mengerti dan
paham bahasa Mandailing atau Batak, tetapi dalam percakapan
sehari-hari masyarakat tampaknya lebih nyaman menggunakan
bahasa lokal desa tersebut.
Berdasarkan Riskesdas 2013, IPKM (Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat) Mandailing Natal berada pada ranking 427
dari 497 kabupaten dan kota.
Mandailing Natal merupakan daerah dengan masalah kesehatan di
Indonesia,khususnya yang berkaitan dengan penyakit menular.
Dengan nilai IPKM yang cukup rendah, maka daerah ini dipilih
sebagai lokasi penelitian.

Berdasarkan rangking Indeks Pembangunan Kesehatan


Masyarakat (IPKM) Badan Litbangkes, tahun 20133, Kabupaten
Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
IPKM rendah. Mandailing Natal menempati ranking 377 dari 497
kabupaten/kota yang ada di Indonesia.
Ranking IPKM Mandailing Natal dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah
ini
Tabel 1.1. Indikator IPKM Kabupaten Mandailing Natalberdasar IPKM
Nasional Tahun 2013
Kabupate
Indeks Kelompok Indikator
Nasional
n Madina
1. Kesehatan Balita
0,6405
0,5465
2. Pelayanan Kesehatan
0,3808
0,1992
3. Perilaku
0,3652
0,2712
4. Penyakit Tidak Menular
0,6267
0,7722
5. Penyakit Menular
0,7507
0,8063
6. Kesehatan Lingkungan
0,5430
0,2104
Sumber : Buku IPKM Tahun 2013

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Kesehatan


Lingkungan di Mandailing Natalmenurut IPKM adalah 0,2104. Ini
dapat diartikan bahwa kesehatan lingkungan di Kabupaten Madina
berada di bawah angka nasional, yaitu 0,5430.
Meskipun angka IPKM terkait Penyakit Menulardi
Mandailing Nataladalah 0,8063 yang berarti berada di atas angka
nasional,tetapi penyakit tuberkulosis (TB) di Mandailing Natal berada
pada peringkat sembilan dari sepuluh penyakit terbanyak. Seperti
diketahui tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. Mungkin
adanya kasus TB yang termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak
disebabkan karena akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak
(jamban sehat), serta persentase rumah sehat diKabupaten

Buku IPKM Tahun 2013

Mandailing Natal hanya 0,81%. Data tersebut diperoleh hanya dari 4


kecamatan dari 23 kecamatan yang ada.4
1.1.4 PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS (TB) DI MANDAILING
NATAL
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil
tuberkulosis. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS. Tuberkulosis
menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam MDGs.
Data dari Dinas Kesehatan Mandailing Natal tahun 2013 yang
berkaitan dengan penyakit menular adalah penyakit yang merupakan
kasusnya paling tinggi di Kabupaten ini. penyakit yang disebabkan
oleh tuberkulosis dapat diukur dengan insiden (didefenisikan sebagai
jumlah kasus baru dan kasus kambuh tuberkulosis yangmuncul dalam
periode waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam satu tahun).
Prevalensi (didefenisikan sebagai jumlah kasus tuberkulosis pada
suatu titik waktu tertentu) dan mortalitas/kematian (didefenisikan
sebagai jumlah kematian akibattuberkulosis dalam jangka waktu
tertentu)
Kasus Baru dan Prevalensi BTA Positif
Jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan pada tahun 2013
sebanyak 732 kasus. Jumlah tersebut lebih rendah bila dibandingkan
kasus baru BTA+ yang ditemukan padatahun 2012 sebesar 865
kasus.Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di Kecamatan
Siabu padawilayah kerja Puskesmas Siabu dan Sihepeng, diikuti oleh
Kecamatan Batang Natal diPuskesmas Simpang Gambir dan kasus
yang ada di RSU Panyabungan. Terdapat kasusBTA+ umur 0-14
sejumlah 15 orang pada tahun 2013.

Profil kesehatan Mandailing Natal tahun 2013

Angka Penemuan Kasus


Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB
adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru
BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru
BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Angka
penemuan kasus di Kabupaten Mandailing Natal adalah sebesar
16,82% pada tahun 2013. Angka ini masih jauh di bawah target yang
di tetapkan WHO. WHO menetapkan standar angka penemuan kasus
sebesar 70%.
Tabel 1.2
Persentase Kesembuhan TB Paru BTA positif di Kabupaten Mandailing
Natal Tahun 2013

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal tahun 2013

Masih banyak ditemukan kasus TB di Desa Sipapaga dapat dilihat dari


wawancara yang didapatkan dari informan. Berikut pernyataan salah
seorang informan bidan desa di Sipapaga yang ditanya terkait
penyakit TB.
Bukan hanya TB paru tapi juga penyakit yang lain. Mana
sering datang ke dukun duluan lalu diare habis diberi ramuan
macam-macam.Sampai-sampai dehidrasi
(kurang
cairan,
red) dan harus diinfus. Apalagi SipapagaAek Banir ini ,
masyarakatnya susah.

Sedangkan puskesmas Panyabungan Jae mencatat adanya


kenaikan kasus TB, di bawah ini merupakan data tentang tuberkulosis

Gambar 1.3
Grafik TB Di Puskesmas Panyabungan Mandailing Natal tahun 2013
Sumber: dokumentasi peneliti tahun 2015

Menghadapi hal semacam ini, diperlukan pendekatan budaya,


karena masalah kesehatan tidak terlepas dari kondisi sosial dan
budaya masyarakat setempat [1]. Faktor inilah yang ikut membentuk
perilaku kesehatan, yaitu bagaimana pemahaman sehat sakit
menurut masyarakat, cara mereka menjaga kesehatan, menjaga
supaya jangan sakit dan bagaimana mereka berobat ketika sakit.
Penelitian kami akan berfokus pada faktor budaya setempat di
Sipapaga, salah satu desa di Mandailing, di mana kami tinggal
bersama masyarakat setempat dan mengamati prilaku kesehatan
serta faktor tradisi, kebiasaan dan budaya yang mendasari hal
tersebut.

10

KEADAAN LINGKUNGAN
Lingkungan merupakan salah satu hal yang perlu dan sangat
berperan dalam tingkat kesehatan masyarakat. Selain itu faktor
lainnya yang memegang peranan penting adalah pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan, serta adanya fasilitas kesehatan
yang memadai dan aksesnya mudah dijangkau.Masalah kesehatan
lingkungan di Desa Sipapaga Kabupaten Mandailing Natal merupakan
masalah yang harus diatasi oleh tenaga kesehatan serta masyarakat
itu sendiri. Dalam IPKM, kesehatan lingkungan berada pada angka
0,2104, dan berada di bawah angka nasional, yaitu
0,5430.Kesehatanlingkungan dipengaruhi oleh akses air minum
berkualitas, akses terhadap sanitasi layak, rumah tangga kumuh dan
rumah sehat.
Tahun 2013 tidak diperoleh data tentang penduduk
dengan akses berkelanjutan terhadap air minum berkualitas (layak)
dan data tentang akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (jamban
sehat). Sedangkan data rumah tangga sehat tahun 2013 adalah
persentase rumah sehat di Kabupaten Mandailing Natal yaitu hanya
0,81% saja. Data tersebut diperoleh hanya dari 4 kecamatan dari 23
kecamatan yang ada. Masih kurangnya data tentang kesehatan
lingkungan disebabkan karena alokasi anggaran untuk kegiatan
kesehatan lingkunganhanya sedikit. Faktor lain yang juga tidak kalah
penting adalah kurangnya tenaga kesehatan lingkungan (sanitarian)
di Puskesmas. Dari data yang ada tenaga kesehatan lingkungan
(sanitarian). di Puskesmas hanya 10 orang dan berada di 9 Puskesmas
dari 26 Puskesmas yang ada, sedangkan yang menjadi penanggung
jawab kegiatan kesehatan lingkungan di 16
Puskesmas lainnya adalah tenaga kesehatan seperti bidan dan
perawat. Hal ini menyebabkan kurang maksimalnya pelaksanaan
kegiatan kesehatan lingkungan.(profil kesehatan Dinas Kesehatan
Madina tahun 2014)
Pemahaman yang lebih dalam pada setiap etnik yang
berpengaruh terhadap derajat kesehatan sangat diperlukan. Dengan
demikian diharapkan tercapainya target MDGS.Riset Etnografi
mengikut sertakan unsurbudaya serta kearifan lokal untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam hal kesehatan. Dengan

11

mengetahui lokal spesifik budaya dan kebiasaan masyarakat


setempat, dapat digunakan sebagai strategi upaya kesehatan dengan
tepat secara lokal spesifik.
1.2 Tujuan
Buku ini bertujuan untuk menggambarkan secara menyeluruh
aspek sosial budaya yang berdampak terhadap
kesehatan
masyarakat. Gambaran secara menyeluruh tentang kesehatan
masyarakat akan disajikan dalam buku ini. Data tersebut adalah data
yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak, penyakit menular dan
tidak menular, PHBS, yang akan ditinjau dari segi sosial budaya lokal.
Hal lainnya yang akan dibahas dalam buku ini adalah sejarah desa
yang terpilih sebagai lokasi riset, geografi, dan kepercayaan
masyarakat terkait kesehatan.Sedangkan banyaknya kasus
tuberkulosis akan menjadi fokus kajian pada masyarakat di Sipapaga
Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara
1.3 Metode
Riset Etnografi Kesehatan (REK) 2015 dilakukan di Desa
Sipapaga, Kecamatan Penyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal,
Provinsi Sumatrera Utara, selama tiga puluh lima hari yaitu dari
tanggal 26April sampai dengan 30 Mei 2015. Dasar pemilihan lokasi
penelitian adalah adanya masalah kesehatan masyarakat di wilayah
Mandailing Natal.
Sesuai dengandata Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013),
menunjukkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM),
Mandailing Natal berada pada ranking 427 dari 497 kabupaten dan
kota di Indonesia. Dengan kategori kabupaten bermasalah kesehatan
miskin dengan item PM 0.4818 (Kemenkes, 2013).
Penyakit infeksi Tuberculosis dan peranan dotu /dukun dalam
pengobatan akan menjadi fokus penelitian. Diharapkan dengan fokus
pada topik ini, akan ada sumbangan dalam usaha perbaikan kesehatan
masyarakat di Mandailing, khususnya di Desa Sipapaga.
Desa Sipapaga merupakan desa yang terletak tidak jauh dari
pusat kota, tapi baru kira-kira 15 tahun terakhir akses ke sana lancar.

12

Menurut kepala Dinas Kesehatan dan kepala Puskesmas Panyabungan


Jae yang wilayah kerjanya mencakup Desa Sipapaga, desa ini sering
menjadi lokasi penelitian, karena keunikannya di bidang bahasa.
Warga mengatakan bahwa meskipun lokasinya terbilang terisolasi
tetapi jarak tempuh ke ibukota kabupaten hanya ditempuh selama
lima belas menit saja.
Riset Etnografi Kesehatan merupakan riset khusus kesehatan
nasional Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan. Riset ini
merupakan riset eksploratif dengan menggunakan metode etnografi.
Dalam metode etnografi, peneliti langsung berdiam di tempat yang
telah ditentukan selama satu bulan bahkan bisa lebih dari satu bulan.
Peneliti tinggal selama kurun waktu tertentu sebanyak dua orang.
Pengambilan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh
masyarakat setempat (assisten peneliti) yang bertugas pula sebagai
penunjuk jalan dan penterjemah apabila diperlukan. Data yang
dikumpulkan didapat dari wawancara mendalam kepada informan
terpilih. Rapport sangat penting dalam penelitian ini, karena tanpa
adanya rapport peneliti tidak akan mendapatkan data yang
dikehendaki.
Tujuan utama etnografi adalah memahami suatu sudut
pandang suatu etnis, khususnya dalam hal pencarian pengobatan
yang selama ini dilakukan masyarakat setempat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, adalah
deskripsi terkait aspek sosial budaya yang berhubungan masalah
kesehatan. Data dikumpulkan sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitian melalui pengamatan dan wawancara mendalam.
Teknik pengambilan secara Purposive Sampling yaitu sengaja
memilih informan yang dianggap dapat memberikan informasi terkait
sosial budaya dan permasalahan kesehatan pada masyarakat
setempat.
Pengamatan dan wawancara mendalam dilakukan pada
informan terkait dengan penyakit menular khususnya Tuberkulosis.
Gambaran tentang pola pencarian pengobatan juga akan dibahas

13

dalam buku ini, sehingga wawancara juga dilakukan kepada informan


tenaga kesehatan dan rumah sakit serta jajaran atau fasilitas
kesehatan lainnya. Dukun atau dotu sebagai pengobat tradisional
juga merupakan informan yang diwawancara terkait pengobatan
yang diberikan kepada masyarakat setempat. Disamping itu
wawancara juga dilakukan kepada masyarakat penderita penyakit
menular, penyakit tidak menular. Ibu rumah tangga dalam hal ini
sebagai informan yang dapat memberikan informasi terkait
kesehatan reproduksi, mulai dari kesehatan ibu hamil, pemeriksaan
kehamilan sampai melahirkan dan pola pengasuhan anak.
Wawancara mendalam dilakukan juga kepada tokoh agama, tokoh
masyarakat, tetua adat, kepala desa, kepala dusun. Selain itu
dilakukan juga Pengamatan atau observasi agar diperoleh gambaran
secara utuh dan menyeluruh tentang aspek sosial budaya masyarakat
setempat. Pencatatan dan wawancara kepada informan direkam
dankalau mungkin dilakukan pengambilan gambar dan film agar data
yang didapat menjadi lebih lengkap.
Kajian pustaka dilakukan untuk menambah wawasan serta
sebagai pembanding dalam penelitian ini. Semua data yang
dikumpulkan penelitian ini berlangsung, dianalisis dengan
menggunakan teknik kualitatif deskriptif. Penelitian ini bersifat
kualitatif, sehingga tidak dilakukan pengujian hipotesis.

14

BAB II
ASPEK SOSIAL BUDAYA SUKU MANDAILING
KABUPATEN MANDAILING NATAL
2.1. Gambaran Umum WilayahMandailing Natal
A. Profil Kabupaten Mandailing Natal
Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten
yang berada di bagian selatan wilayah Provinsi Sumatera
Utara.Secara Geografis wilayah ini berada pada 0010-1050 Lintang
Utara dan 98050-100010 Bujur Timur dengan Ketinggian 0-2.145 M
dpl. Batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Tapanuli Selatan, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Barat,
sebelah Timur dengan Kabupaten Padang Lawas dan sebelah Barat
dengan Samudera Indonesia. Dengan luas wilayah 662.070 ha atau
9,24% dari Provinsi Sumatera Utara, kabupaten ini memiliki 23
Kecamatan dan 407 Desa/kelurahan. Wilayah Kabupaten Mandailing
Natal terdiri dari gugusan pegunungan dan perbukitan yang dikenal
dengan nama Bukit Barisan dan melingkupi beberapa kecamatan.
Memasuki Kabupaten Mandailing Natal dapat melalui tiga
pintu masuk, yaitu melewati Gapura Gordang Sambilan di Desa
Simaninggir, Desa Ranjo Batu dan Gapura Gordang Sambilan di Desa
Hutanauli.Gapura Gordang Sambilan yang berada di Desa Simaninggir
merupakan pintu masuk ke wilayah Kabupaten Mandailing Natal dari
Tapanuli Selatan.Desa Simaninggir merupakan desa paling ujung dari
Kecamatan Siabu dan berbatasan langsung dengan Kabupaten
Tapanuli Selatan.Jarak dari Desa Simaninggir ke Ibu Kota
Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal berjarak tempuh 40
kilometer dengan waktu tempuh perjalanan 40 menit.Desa Ranjo
Batu yang merupakan pintu masuk dari Sumatera Barat ke Kabupaten
Mandailing Natal, merupakan bagian dari Kecamatan Muarasipongi
yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pasaman.Jarak dari
Desa Ranjo Batu ke Ibukota kabupaten, Panyabungan 70 km dengan
waktu tempuh sekitar 1 jam perjalanan. Gapura Ranjo Batu

15

merupakan Gapura paling ujung dari Bumi Gordang Sambilan


sebelum memasuki ranah minang dan merupakan perbatasan
Sumatera Utara dengan Sumatera Barat. Melalui jalur barat, untuk
memasuki Kabupaten Mandailing Natal yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat di tandai dengan
Gapura Gordang Sambilan yang berada di Desa Hutanauli. Desa ini
merupakan bagian dari Kecamatan Rantobaek yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Pasaman Barat. Jarak dari Desa
Hutanauli ke Panyabungan 104 km dengan waktu tempuh lebih
kurang 3 jam perjalanan5.
2.2 Sejarah
Mandailing Natal yang biasa disebut dengan Madina
merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara dengan ibukota
Panyabungan. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten
Tapanuli Selatan pada tahun 1988, berada paling ujung Sumatera
Utara dan berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat.
Dengan kondisi ini menyebabkan masyarakat Kabupaten Madina
mengalami proses akulturasi nilai-nilai budaya dari dua kebudayaan,
yaitu sistem kekerabatan Batak Toba di Tapanuli Utara yang menganut
sistem Patrilineal dengan sistem Matrilineal dari masyarakat
Minangkabau, Sumatera Barat.
Berdasarkan asal usul nama kabupaten ini, terdapat beberapa
versi nama untuk Natal. Ada yang mengatakan bahwa bangsa
Portugislah yang memberi nama ini, karena ketika mereka tiba di
pelabuhan di daerah pantai barat mandailing .mereka mendapat
kesan bahwa pelabuhan alam ini mirip dengan pelabuhan Natal di
ujung selatan Benua Afrika. Adapula yang menyebutkan bahwa
armada Portugis tiba di pelabuhan ini tepat pada hari Natal, sehingga
mereka menamakan pelabuhan tersebut dengan nama Natal. Versi
lain menegaskan bahwa nama Natal sama sekali tidak ada
hubungannya dengan Kota Pelabuhan Natal di Afrika Selatan dan
tidak ada pula kaitannya dengan hari Natal5.

16

Puti Balkis A. Alisjahbana, adik kandung pujangga Sutan Takdir


Alisjahbana, menjelaskan bahwa kata Natal berasal dari dua
ungkapan pendek masing-masing dalam bahasa Mandailing dan
Minangkabau. Ungkapan dalam Bahasa Mandailing NATARida yang
artinya yang tampak (dari kaki Gunung-gunung Sorik Marapi di
Mandailing).Ungkapan ini kemudian berubah menjadi Natar.Sampai
kini masih banyak orang Mandailing menyebut Natar untuk Natal,
termasuk Batang Natar untuk Batang Natal. M. Joustra, tokoh
Bataksch Instituut, juga menulis nama Natal dengan Natar dalam
tulisannya De toestanden in Tapanoeli en de Regeeringscommissie
yang dimuat dalam Bataksch Instituut no. 13 tahun 1917 halaman 14,
yang antara lain menulis tentang perbaikan jalan pedati ke Natar dan
perbaikan jalan raya Sibolga-Padang Sidimpuan sebagai bagian dari
jalan yang menghubungkan Sumatera Barat dan Tapanuli. Lebih tua
dari tulisan Joustra itu adalah laporan perjalanan dan penelitian Dr. S.
Muller dan Dr. L. Horner di Mandailing Tahun 1838.Mereka
menggambarkan keadaan Air Bangis yang dikuasai Belanda sejak
tahun 1756 dan Natar yang letak geografisnya 0 0 32 30 Lintang
Utara dan 990 5 Bujur Timur dikuasai Inggris tahun 1751-17565.
Ungkapan bahasa Minangkabau raNAh nan data(r) kemudian
menjadi Nata(r) yang artinya daerah pantai yang datar adalah salah
satu versi tentang asal muasal nama Natal. Penyair besar Mandailing,
Willem Iskandar menulis Sajak monumental Sibulus-bulus si
Rumbuk-rumbuk mengukir tanah kelahirannya yang indah dihiasi
perbukitan dan gunung.Terbukti tanah Mandailing mampu eksis
dengan potensi sumber daya alam, seperti tambang emas, kopi
beras, kelapa dan karet5.
Kabupaten Mandailing Natal diresmikan oleh Menteri Dalam
Negeri pada tanggal 9 Maret 1999 di kantor Gubernur Sumatera
Utara, Medan. Dalam rangka mensosialisasikan Kabupaten
Mandailing Natal, Bupati Mandailing Natal, Amru Daulay, SH
menetapkan akronim nama Kabupaten Mandailing Natal sebagai
Kabupaten Madina yang Madani dalam Surat tanggal 24 April 1999

17

Nomor 100/253.TU/1999. Ketika diresmikan, Kabupaten Mandailing


Natal baru memiliki 8 (delapan) Kecamatan, 7 Kelurahan dan 266
Desa. Pada tahun 2002 dilakukan pemekaran menjadi 17 Kecamatan,
322 Desa, 7 Kelurahan dan 10 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT).
Pada tahun 2007 dimekarkan lagi menjadi 22 Kecamatan berdasarkan
Peraturan Daerah No.10 tahun 2007, setelah keluarnya Peraturan
daerah No.8 Tahun 2008 tentang pembentukan Desa, perubahan
nama desa dan penghapusan kelurahan, dengan demikian Kabupaten
Mandailing Natal sampai pada akhir tahun 2010 terdiri dari 23
Kecamatan, 27 Kelurahan dan 377 Desa5.
Madina merupakan singkatan atau akronim dari Mandailing
Natal yang merupakan wilayah/adat Kabupaten Daerah Tingkat II
mandailing Natal.Motto daerah ini adalah Madina yang Madani.
Madina merupakaan kependekan dari kata : Makmur, Aman, Damai,,
Indah, Nyaman dan Asri. Sedangkan pengertian secara lengkap Motto
daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal Madina yang
Madani adalah Masyarakat Mandailing Natal yang hidup rukun,
tenteram, cukup sosial dan mempunyai jiwa membangun yang cukup
tinggi serta terbuka menerima perubahan (Madina yang Madani,
Basyral Hamidy Hararap).
Selain Motto Madina yang Madani, Kabupaten Madina juga
mengenal tentang Poda Na Lima.Poda Na Lima pada waktu itu
disampaikan Oleh Kadis Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal yang
berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi
Masyarakat Madina. Poda Na Lima berisi tentang:
1. Paias Rohamu (Bersihkan hatimu dengan selalu berfikir positif,
berzikir, banyak bersyukur atas nikmat yang ada dan bersabar
manakala ada cobaan)
2. Paias Pamatangmu (Bersihkan Tubuhmu. Mandi teratur, higienis
dan sehat serta selalu dalam keadaan berwudhu apabila
memungkinkan)
3. Paias Parabitonmu (Bersihkan Pakaianmu. Bersihkan pakaian dan
cara memakainya. Selalu sopan, tertib juga menutup aurat)

18

4. Bersihkan Bagasmu (Bersihkan Rumahmu. Selain sehat, asri,


nyaman sesuai tuntunan Al Quran. Rumahmu adalah syurgamu,
istanamu dan rumah yang sehat akan membuat penghuninya
sehat terutama kebersihan MCK, Kamar Tidur dan Sirkulasi Udara
yang bebas dari asap rokok dan polusi lainnya)
5. Bersihkan Pekaranganmu (Bersihkan Halamanmu. Selain harus
bersih, ramah lingkungan, asri melainkan juga aman dan nyaman).
Tentu tidak harus mahal. Lihatlah misalnya perkampungan
beberapa komunitas suku. Bagaimana Poda Na Lima di lingkungan
Masyarakat Jawa, Aceh, Batak Toba, Angkola Mandailing dan
Komunitas Tionghoa.
Menurut informan Kasubag Program Dinas Kesehatan
Kabupaten Madina, Poda Na Lima ini merupakan pelajaran lama
waktu dulu di sekolah dasar, beliau sendiri lupa apa itu Poda Na Lima,
tapi itu merupakan cara-cara hidup supaya menjaga kebersihan baik
diri maupun lingkungan. Informasi ini juga diperoleh ketika membuka
internet tentang Poda Na Lima, karena sudah lupa selain juga sudah
jarang diajarkan di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun demikian, sebenarnya ajaran ini sudah menjadi bagian
dalam program Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal sendiri,
hal ini terlihat ketika di sepanjang perjalanan khususnya di Ibukota
Panyabungan terpampang setiap ruas jalan plang yang bertuliskan
Bahasa Arab tentang Asmaul Husna.
Gambar 2.1.
Plang Asmaul Husna yang
ada di sepanjang jalan di
Ibukota Panyabungan
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015

19

Perjalanan yang dilalui menuju pemukiman Masyarakat Desa


Sipapaga tidaklah membutuhkan waktu lama jika ditempuh dari Kota
Panyabungan. Kota Panyabungan dapat kita tempuh jika dari Sibolga
melewati Kota Padang Sidimpuan terlebih dahulu. Dari Sibolga,
perjalanan dapat ditempuh selama lebih kurang 6 jam perjalanan jika
kondisi lancar serta menggunakan mobil sendiri/carteran. Sedangkan
jika menggunakan angkutan umum atau travel yang biasanya
sambung-menyambung dari Sibolga ke Padang Sidimpuan, lalu
kemudian dari Padang Sidimpuan baru menuju Kota Panyabungan bisa
lebih lama lagi. Rute travel yang berhenti di loket atau terminal untuk
menambah penumpang belum lagi jika turun-naik penumpang di jalan, hal ini akan membutuhkan waktu lebih lama hingga 7-8 jam
diperjalanan.
Gambar 2.2.
Travel sebagai angkutan
umum Sibolga-Padang
Sidimpuan-Panyabungan (PP)
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015
Jika sudah berada di
Kota Panyabungan, Lebih kurang 3 km perjalanan lagi yang akan
ditempuh sehingga kita sudah beradadi Desa Sipapaga. Kendaraan
yang dapat ditumpangi adalah angkutan kota sampai Simpang Aek
Godang dan selanjutnya naik becak menuju pemukiman masyarakat.
Becak yang ada adalah becak yang ditarik dengan motor berisikan 2
orang penumpang.
Gambar 2.3.
Becak salah satu transportasi
umum di Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015

20

Gambar 2.4.
Angkutan Kota sebagai
pilihanTransportasi umum
di Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015

Selain becak yang biasa masuk ke Desa Sipapaga, ada


angkutankotadan biasanya ada pada saat pagi dan sore hari untuk
mengantar dan menjemput anak-anak sekolah yang berada di luar
desa serta pada hari pasar, yaitu hari Kamis. Tarif angkutan kota
hingga Desa Sipapaga hanya dengan Rp. 5.000,- saja begitu juga
dengan tarif becak Rp. 5.000,- per orangnya.
A. Sejarah Terbentuknya Desa Sipapaga
Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan, Desa
Sipapaga terbentuk setelah terjadinya Perang Padri pada akhir abad
ke-19.Masyarakat yang berada di Desa Sibinail pada saat itu
mengungsi melalui jalan pergunungan dan akhirnya sampai di wilayah
yang pada saat itu di sebut Sipaga-paga dan sekarang lebih dikenal
dengan sebutan Sipapaga.Sebelum desa sekarang terbentuk,
pemukiman masyarakat berada lebih kurang berada 2 km lebih dekat
arah ke Desa Aek Banir.Pada saat itu, karena jumlah penduduk yang
masih sedikit dengan wilayah yang juga terbatas, masyarakat tinggal
dan menetap disana.Namun lama kelamaan, sekitar Tahun 1970an
dikarenakan jumlah penduduk yang semakin banyak ditambah dengan
masalah kesulitan air akhirnya mereka berinisiatif pindah ke tempat
yang lebih luas dengan wilayah sekarang yang ditempati. Seperti yang
diungkapkan oleh informan Msl dalam petikan wawancara berikut ini:

21

dulunya Desa Sipapaga ini berada dekat ke Air Banir, sekitar


tahun tujuh puluhan.Setelah tahun tujuhpuluhan itu pindah ke
tempat sekarang.Dulunya tempat tinggal sekarang merupakan
tempat gembala ternak punya orang dari Panyabungan. Rumah
sekarang lebih rapat dengan penduduknya lebih banyak,
sedangkan dulu jarang-jarang rumahnya dengan lebih sedikit
penduduknya dari sekarang
Desa Sipapaga adalah nama suatu wilayah di Kecamatan
Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, wilayah selatan dari pusat
Kota Panyabungan. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa
Sipapaga merupakan pecahan dari Kerajaan Pidoli Lombang. Nama
Sipapaga berasal dari pohon papaga yang banyak tumbuh di dataran
perkampungan desa, dimana daun papaga digunakan sebagai obatobatan bagi masyarakatnya, sehingga lambat laun desa ini bernama
Desa Sipapaga 6. Beberapa masyarakat yang ditemui banyak yang
tidak tahu arti nama sipapaga itu sendiri, yang mereka tahu nama itu
sudah ada sejak dulunya.
2.3 Geografi dan Kependudukan
2.3.1 Geografi
Kondisi geografi Desa Sipapaga berupa perbukitan, dimana
pemukiman penduduknya berada di sepanjang jalan utama yang
menghubungkan
antar
desa
dengan
Ibukota
Panyabungan.Pemukiman masyarakat tersebut berkelompok dalam
suatu wilayah dan ada dua dusun di Desa Sipapaga,Dusun I dan Dusun
II. Dusun II berada di Perumahan Cemara, dimana di dusun ini
pemukiman masyarakatnya sudah tertata dengan bentuk perumahan
yang hampir sama dengan perumahan nasional biasanya. Masyarakat
yang tinggal dan menetap di Dusun ini merupakan pendatang dari
wilayah luar yang bekerja di pemerintahan kota maupun kabupaten,
namun wilayah tersebut termasuk ke dalam Desa Sipapaga. Dusun I

22

yang berada lebih ke dalam lagi sekitar 1 km dari Dusun II, dihuni oleh
masyarakat asli Desa Sipapaga.
Secara administratif, Desa Sipapaga terletak dalam wilayah
Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi
Sumatera Utara yang berbatasan dengan beberapa desa seperti:
Desa Tobingtinggi Gunung Baringin Kecamatan Panyabungan Timur
yaitu Guo Nabontar dan Batu Nabontar di sebelah Timur, berbatasan
dengan Desa Aek Banir Kecamatan Panyabungan yaitu Ayu Ara
Sipucit sebelah selatannya, berbatasan dengan Kelurahan Dalan
Lidang yaitu Asrama MAN Dalan Lidang Kecamatan Panyabungan di
sebelah Utara serta berbatasan dengan Parbangunan dan Purbabaru
Kecamatan LSM di sebelah baratnya. Desa yang memiliki luas wilayah
15.000 Ha ini terdiri atas wilayah daratan dengan topografi berbukitbukit sebanyak 55% dan wilayah daratan sebesar 45% dimanfaatkan
masyarakat sebagai lahan pertanian untuk bercocok tanam6.
Berdasarkan data desa mengenai iklim, Desa Sipapaga
memiliki iklim yang sama dengan desa-desa lain yang ada di wilayah
Indonesia pada umumnya yaitu iklim kemarau dan penghujan. Hal ini
mempengaruhi langsung pola tanam pada lahan pertanian yang ada
di desa, dimana masyarakat bermata pencaharian sebagai petani
karet, nira, coklat, tanaman sayuran seperti daun ubi, jenis terongterongan hijau serta cabe ditambah dengan buah-buahan yang biasa
tumbuh di ladang seperti pepaya, rambutan dsbnya. Pada umumnya
rumah-rumah penduduk berada dekat dengan ladang ataupun kebun
yang mereka garap maupun orang lain, namun ada juga yang
memiliki lahan pertanian atau perkebunan jauh dari rumah sehingga
harus berjalan kaki sejauh 3-5 km atau yang lebih jauh lagi harus
menggunakan sepeda motor jika hendak berangkat ke kebun mereka.
Desa Sipapaga masih lebih beruntung di banding desa lain
yang berada disekitarnya dalam mendapatkan sumber air. Pada
umumnya masyarakat menggunakan sumur sebagai sumber air
dalam keseharian, untuk mandi, cuci maupun kakus.Pada umumnya
rumah tangga sudah memiliki sumur sendiri di belakang rumah,

23

namun beberapa keluarga yang belum memiliki sumur biasanya


menggunakan sumur tetangga atau keluarga terdekat dengan rumah
mereka dalam keseharian.Selain sumur di rumah, ada juga sumur
bersama yang biasa digunakan masyarakat untuk mandi terutama
para pria yaitu sumur yang berada di lingkungan mesjid dan beberapa
tempat umum lainnya.Kedalaman sumur di desa ini juga tidak terlalu
jauh, hanya sekitar 3-5 meter sumber air yang ada di sumur tersebut.
Selain itu, sumber air yang juga berada dekat dengan pemukiman
adalah sungai dan berada dibelakang pemukiman sekitar 300 meter.
Namun masyarakat jarang menggunakan sungai sebagai sumber air
sehari-hari karena sumur yang ada di dekat mereka masih mencukupi
airnya baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.Hal ini
berbeda dengan kondisi masyarakat yang berada di sebelah Desa
Sipapaga, yaitu Desa Aek Banir. Desa Aek Banir lebih sulit dalam
memperoleh air bersih untuk keseharian, karena pemukiman
penduduk berada lebih tinggi lagi sehingga pada musim kemarau
sumur akan kering sehingga harus menggunakan sungai untuk
keperluan sehari dengan jarak lumayan jauh sekitar 2-4 km.
Sumur yang ada di Desa Sipapaga secara umum tidak
terpelihara dengan baik, halini terlihat dari keseharian sumur-sumur
tersebut tidak dibuat secara permanen dengan gorong-gorong apalagi
ditutup. Beberapa sumur yang berada di belakang rumah terlihat
tidak tertutup sehingga banyak sampah dari daun-daunan kering yang
gugur bahkan ketika lewat dekat sumur salah satu keluarga terlihat
ada kodok yang sudah mati berada di dalam sumur. Untuk buang air
besar (BAB), beberapa keluarga ada yang sudah memiliki jamban
sehat baik berada di dalam rumah maupun yang berada di belakang
atau di luar rumah.Sedangkan keluarga yang tidak memiliki jamban
sehat, biasanya memiliki jamban cemplung dan berada di belakang
rumah terpisah dari bangunan rumah. WC cemplung ini berbentuk
terbuka tanpa atap dengan samping kiri dan kanan yang ditutupi
dengan kain ataupun terpal plastik yang disanggah dengan kayu
seadanya tanpa pintu untuk keluar masuk ke wc ini. Menurut

24

keterangan beberapa informan, wc cemplung ini sifatnya sementara,


jika lubang penampungan sudah penuh dari kotoran maka akan di
pindahkan ke tempat atau sisi di sebelahnya. Namun sebelum
dipindahkan terlebih dahulu lubang yang sudaah penuh tadi ditutup
dengan tanah baru kemudian digali lubang untuk wc cemplung yang
baru. Demikian cara pembuatan wc cemplung yang ada di desa.
Sumber air untuk keperluan buang air di wc cemplung biasanya
dengan membawa air dari sumur dengan menggunakan ember. Selain
itu, ada juga beberapa keluarga yang tidak memiliki jamban sehat
maupun wc cemplung namun biasanya mereka menggunakan lahan
dibelakang rumah untuk membuang kotoran dengan cara membawa
cangkul dan menggali tanah seadanya lalu membuang kotoran disana
terakhir menutup kembali dengan cangkul yang dibawa. Hal ini
biasanya dilakukan pada malam maupun pagi hari ketika orang belum
bangun atau tidak lalu lalang di sekitar rumah. Beberapa kali, ketika
Tim melakukan wawancara ke salah seorang informan, melewati
rumah dan belakang rumah penduduk dan menemukan kotoran
terletak begitu saja di atas tanah di samping maupun di belakang
rumah.Hal ini mengakibatkan harus hati-hati jika melewati rumah
ataupun belakang rumah baik siang maupun malam hari. Berikut
petikan wawancara salah seorang informan, Mkl tentang kebiasaan
buang air besar masyarakat desa : disini ati-ati kalo keluar malam
atau lewat belakang rumah soalnya ada ranjaukalo ga ditutup tanah
lagi biasanya bisa terinjak sama kaki ha ha ha.
2.3.2.Penduduk Desa Sipapaga
Desa Sipapaga dihuni oleh penduduk sebanyak 2.352 jiwa, terdiri
dari 1.042 jiwa laki-laki dan 1.310 jiwa perempuan dengan 456 kk.
Wilayah desa terbagi atas 2 dusun, dengan masing-masing penduduk
terdiri atas 1.512 jiwa berada di Dusun I sedangkan 840 jiwa berada
di dusun II. Pada umumnya pendidikan masyarakat adalah tamatan

25

Sekolah Dasar (SD) dan kemudian tamat SMP, SLTA dan beberapa
yang sudah sarjana dan pasca sarjana.
2.4 Pola Pemukiman
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, pola tempat
tinggal masyarakat di Desa Sipapaga pada umumnya berada
disepanjang jalan utama dan berkelompok dalam suatu
wilayah.Rumah-rumah masyarakat berada di tepi jalan menghadap ke
jalan, dimana bagian belakang terpisah dari rumah terdapat sumur,
jamban/kakus, kebun ataupun ladang milik masyarakat.Beberapa
rumah masyarakat memiliki pondok yang berada di samping maupun
belakang rumah yang berisi tungku tempat memasak nira menjadi
gula aren. Bentuk rumah yang banyak terdapat di Desa Sipapaga
adalah rumah panggung dari kayu yang berukuran tidak terlalu besar
dan bervariasi dengan ukuran 5x5 meter persegi dan biasanya
ditempatioleh keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak
mereka. Jika mengelilingi desa, dapat juga ditemui beberapa rumah
yang berbentuk semi permanen dan permanen baik yang sedang
dalam pembangunan maupun sudah selesai dibangun dan ditempati.
Bangunan rumah masyarakat baik yang terbuat dari kayu,
permanen maupun semi permanen umumnya menggunakan seng
sebagai atap rumah walaupun ada beberapa yang menggunakaan
genteng sebagai atap.Hal ini disebabkan karena harga seng lebih
murah dan tahan lama jika dibandingkan dengan genteng.

Gambar 2.5.
Rumah-rumah penduduk yang ada di Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015

26

A. Denah dan Fungsi Bagian Rumah


Rumah oleh masyarakat Desa Sipapaga biasa disebut umoh
yang terdiri dari pantaluo, belek, pantardapur. Pantaluo biasanya
digunakan untuk duduk-duduk bersama serta menerima tamu yang
datang ke rumah ataupun jika ada pesta ataupun kenduri duduk dan
makan di ruangan ini. Belek merupakan kamar tidur yang biasanya
digunakan oleh orang tua (bapak dan ibu tidur di belek, sedangkan
anak-anak tidur di pantaluo).Pantadapur merupakan dapur tempat
biasanya memasak.Ukuran masing-masing ruangan berbeda-beda
tergantung ukuran rumah yang dibangun. Pantaluo rumah informan
selalu ada anak-anak dan cucu informan duduk sambil menonton
televisi, biasanya setiap kali kami berkunjung mereka selalu menyetel
siaran MNCTV baik siang maupun malam hari.Selain televisi yang
distel dengan menggunakan parabola, di ruangan ini masih ada lemari
kayu besar yang berisi peralatan dapur seperti piring, gelas, Al Quran
serta buku-buku.

Gambar 2.6.
Salah seorang informan
duduk di ruang tengah
(Pantaluo) di dalam
rumahnya
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015
Beranjak ke ruang dalam, menuju belek, yang berukuran 2x3 meter
terdapat Kasur dengan kelambu untuk tempat tidur bapak dan ibu.
Jika diliat ke atas loteng, kita akan melihat ada kayu-kayu yang
bersusun yang biasanya disebut pagupagu (loteng). Pagu ini hanya
dibuat untuk menghindari panas dari atap seng ke bagian dalam

27

rumah.Pagu juga hanya terlihat dibagian pantaluo saja dan tidak


diseluruh bagian rumah terutama di dapur.

Gambar 2.7.
sumur dan WC cemplung yang berada di salah satu rumah di Desa
Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Ruangan selanjutnya arah ke belakang adalah dapur, yang
berukuran 2x5 meter. Dalam dapur terdapat papian( tempat untuk
memasak), sedangkan dalam papian yang berukuran 1x1 meter
tersebut terdapat botu dalikan (tungku untuk memasak di atas api).
Papian dibatasi dengan kayu segiempat yang mana dasarnya diberi
tanah agar api tidak menembus ke lantai rumah yang akan
mengakibatkan terbakar. Sisa-sisa pembakaran kayu akan menjadi abu
yang akan menutupi tanah tersebut. Disamping papian terdapat rak
piring untuk menaruh alat-alat rumah tangga yang selesai dicuci.Selain
itu masih ada meja untuk menaroh barang-barang keperluan di dapur
seperti periuk, piring kotor dsbnya.
Sumber air bagi keluarga adalah sumur yang berada di luar
dari bangunan rumah bagian belakang dengan jarak 5 meter,
berdekatan dengan WC atau tempat buang air besar. Menurut

28

Informan lantaran kalo dalam rumah kecil ooo sempit tempatnya


makanya sumur dan wc itu dibuat di luar.
Pembangunan rumah informan pada waktu itu dilakukan dengan
mengupahkannya kepada orang lain atau tukang bangunan. Pada
waktu itu beliau masih ingat dengan upah Rp.50.000,- per hari
tukangnya. Bangunan rumah biasanya menggunakan topok tihang
topok tihang (tapak tiang merupakan tiang-tiang rumah dari kayu
yang dibawahnya diberi batu besar hingga tidak bersentuhan langsung
dengan tanah yang akan menyebabkan lama-kelamaan kayu akan
lapuk). Dengan tapak tiang ini diharapkan rumah atau bangunan akan
kuat tidak cepat rusak. Bangunan rumah yang terdiri dari kayu
tersebut diperoleh informan dari hutan-hutan atau kobun
(kebun).Kayu tersebut biasanya berasal dari kayu karet sedangkan
untuk atap memakai seng atau ijuk bukan genteng karena harganya
lebih murah.
2.5 Religi
Masyarakat Sipapaga memeluk Agama Islam, hal ini terlihat
dengan adanya bangunan masjid dan musholla yang ada di Desa
Sipapaga.Dalam setiap kegiatan ataupun acara, masyarakat selalu
berlandaskan Agama Islam. Kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan
seperti pengajian/ yassinan ibu-ibu yang diadakan setiap hari kamis
sore pukul 16.00 WIB di setiap minggunya. Selain itu, kenduri (takziah
kematian), pesta ataupun pertemuan kemasyarakatan selalu dibuka
dan ditutup dengan doa-doa dari tokoh agama setempat. Seperti
pada saat kenduri yang sempat diikuti ketika berada di lapangan,
dimulai dengan kata sambutan oleh tokoh agama dilanjutkan dengan
pembacaan shalawat yag diiringi bersama-sama masyarakat dan
kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.Kenduri yang
merupakan takziah kematian merupakan acara yang diadakan
keluarga memperingati orang yang meninggal setelah 3 hari, 7 hari
dan 40 hari. Menurut Informan Msl seperti diungkapkan dalam
petikan wawancara berikut ini:

29

kenduri itu adalah acara untuk mengenang dan


mendoakan orang meninggal setelah tiga hari, tujuh
hari, empat puluh haritergantung kemampuan keluarga
yang ditinggalkan kesanggupannya untuk berapa hari
melaksanakannya.

Gambar 2.8.
Mesjid yang berada di Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Setelah 3 hari berada di Desa Sipapaga, Tim sempat mengikuti
kegiatan kenduri yang diadakan masyarakat pada hari Jumat setelah
selesai Sholat Jumat.
2.6. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
Selama hampir sebulan di desa, tidak banyak kegiatan
masyarakat yang berkaitan dengan adat budaya masyarakat
setempat yang dapat diikuti.Menurut beberapa informan, kegiatankegiatan yang berkaitan dengan adat atau budaya masyarakat
biasanya dilakukan pada saat liburan, bulan puasa maupun
menjelang lebaran haji. Kegiatan tersebut seperti pesta pernikahan,
khitanan baik anak perempuan maupun anak laki-laki.

30

2.7. Pengetahuan
A. Konsep Sehat dan Sakit
Sehat menurut UU RI No. 23 Tahun 1992 diartikan sebagai
keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), sosial dan
bukan hanya keadaan yang bebas penyakit, cacat dan kelemahan
sehingga dapat hidup produktif secara sosial ekonomi. Sedangkan
keadaan sakit dinyatakan sebagai penyimpangan dari kedaan normal,
baik struktur maupun fungsinya atau keadaan di mana
tubuh/organisme atau bagian dari organisme/populasi yang diteliti
tidak dapat berfungsi seperti semestinya atau keadaan
patologis.Keadaan sakit atau sehat ini bila pada manusia harus dilihat
dari tiga aspek, yakni aspek jasmaniah, rohaniah dan
sosial7.(Soemirat, Juli. Epidemiologi Lingkungan Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2010).
Menurut pandangan masyarakat, sehat dan sakit merupakan
keadaan dimana mereka harus bisa tetap bekerja setiap hari di
kebun. Selagi fisik masih bisa bergerak setiap hari dan mereka masih
sanggup beraktivitas maka akan selalu beraktifitas baik di rumah
maupun di kebun. Seperti yang diungkapkan oleh informan Nhn
berikut ini:
kalo saya ini ga pernah sehat, biasanya habis mandi
demam, kaki gemetaran. Kalo mandi ga pernah pagi hari,
dingin dan gemetaran, biasanya kerja dulu baru setelah itu
siang mandi jam satu atau jam dua mau sholat zhuhur. Kalo
sakit badan tuh biasanya pegel-pegel tapi masih harus ke
kebun.
Informan juga menganggap malaria merupakan penyakit yang
timbul setelah makan makanan yang asam-asam pada siang hari,
seperti kedondong, nanas dan mangga buat rujak sehingga pada
malam hari mengakibatkan badan demam dan menggigil. Pada saat
badan sudah demam dan menggigil yang dianggap terkena penyakit
malaria, biasanya langsung berobat ke bidan desa yang kemudian

31

disuntik baru merasa sembuh. Setelah merasa sembuh baru kemudian


beraktifitas seperti biasa di rumah ataupun ke kebun untuk menderes.
Pandangan tentang sakit menurut masyarakat bisa disebabkan oleh
banyak hal baik karena makanan, udara, kehilangan tondi (ruh), dirasa
atau diguna-guna. Kehilangan tondi (ruh)merupakan keadaan dimana
seseorang sakit karena telah tertinggal ruhnya didekat tempat dia
singgahi/lewati sebelumnya, apakah itu di kebun atau ladang atau
bisa tempat apa saja sebelum dia merasakan sakit dan biasanya
diobati dengan meminta pertolongan pengobatan kepada dotu atau
dukun setempat.
Informan Ltf mengatakan dalam kutipan wawancaranya
berikut ini tentang sehat dan sakit :
orang sehat itu bersih, bisa berjalan dan bekerja
sedangkan orang sakit menurut saya orang yang sakitsakitan, demam, mencret, ga bisa jalan, ga bisa bekerja dan
sebagainya
Pandangan masyarakat terhadap sakit yang disebabkan oleh
orang lain yang disengaja dibuat atau diguna-guna dengan cara
memasukkan racun ke dalam makanan atau minuman disebut
masyarakat Sipapaga sebagai penyakit dirasaatau tarpangan rasa.
Istilah setempat menurut masyarakat yang lebih singkat adalah kena
racun, dirasa ini hanya dapat diobati oleh orang pintar yang biasa
dipanggil dotu atau dukun. Pengalaman sakit yang disebut masyarakat
sebagai dirasa atau tarpangan rasa ini adalah seperti yang pernah
dialami oleh informan Mrtn berikut ini: sakit karena dibikin orang
racunnya lewat makanan sehingga bisa seperti ini.
2.8. Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari untuk
berkomunikasi adalah Bahasa Mandailing dan Bahasa Siladang. Ketika
mendengar mereka berkomunikasi, biasanya orang yang tidak
mengerti bahasa setempat akan sulit membedakan apakah mereka

32

menggunakan Bahasa Mandailing atau Bahasa Siladang. Beberapa


informan yang ditemui, terutama yang masih muda dan pernah kuliah
biasanya mereka dapat dengan lancar berkomunikasi menggunakan
Bahasa Indonesia.Namun bagi masyarakat yang tidak pernah sekolah
ataupun yang pernah sekolah namun tidak tamat SD maupun SMP
biasanya sangat sulit untuk menggunakan Bahasa Indonesia ketika
berkomunikasi, tidak terkecuali anak muda maupun orang
tua.Beberapa pendatang, yang tinggal dan menetap di Desa Sipapaga
tetapi tidak bisa menggunakan Bahasa Siladang, biasanya mereka
menggunakan Bahasa Mandailing dalam berkomunikasi. Salah satu
contoh pada saat wawancara dengan seorang dukun beranak yang
berada di Desa Aek Banir, Tmn, informan yang sudah berusia 100
tahun ini tidak bisa menggunakan Bahasa Indonesia. Sehari-hari,
beliau selalu menggunakan Bahasa Siladang dan Mandailing. Ketika
wawancara dilakukan, assisten peneliti yang kebetulan bidan desa
setempat dan berasal dari luar desa namun sudah hampir 20 tahun
tinggal dan menikah dengan warga setempat sampai sekarang belum
bisa menggunakan Bahasa Siladang Ketika berkomunikasi mereka
menggunakan Bahasa Mandailing dan sangat bisa dipahami oleh bidan
desa tersebut. Jadi ketika wawancara dilakukan, kami meminta
assisten peneliti yang menanyakan pertanyaan yang diajukan dan
kemudian memberikan jawabannya dengan Bahasa Indonesia.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari Balai Bahasa
Provinsi Sumatera Utara, Bahasa Siladang adalah salah satu bahasa
daerah yang ada di Sumatera Utara. Bahasa ini terdapat hanya di dua
desa yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan
Panyabungan Kota, Kabupaten Mandailing Natal, yaitu Desa Aek
banir dan Desa Sipaga-paga (Sipapaga). Kata Siladang memang tidak
dibuat atau tercatat secara resmi sebagai nama desa, nama
kecamatan atau nama daerah tertentu. Penyebutan Siladang hanya
digunakan untuk menyatakan bahasa yang digunakan komunitas
penuturnya.Bahasa Siladang merupakan sarana komunikasi sehari-

33

hari penduduk Desa Aek Banir dan Sipaga-paga.Selain menjadi alat


komunikasi sehari-hari, Bahasa Siladang juga berfungsi sebagai
identitas atau jati diri bagi masyarakat penuturnya.Di samping itu,
Bahasa Siladang juga merupakan bahasa pendukung budaya bagi
Masyarakat Siladang yang dipergunakan dalam upacara-upacara adat
dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Saat ini penutur Bahasa
Siladang berjumlah sekitar 2000 orang yang terdiri atas semua
tingkatan usia.
Pada awalnya masyarakat penutur Bahasa Siladang
(Masyarakat Siladang) dianggap sebagai salah satu masyarakat
terasing di Sumatera. Hal ini dikarenakan masyarakat ini mengisolasi
diri dan sangat jarang berhubungan dengan dunia luar atau
masyarakaat suku lain. Penyebab lain adalah minimnya sarana dan
prasarana transportasi yang menghubungkan antara desa yang
didiami Masyarakat Siladang dengan desa-desa lain disekitarnya.
Masyarakat Panyabungan yang secara dialektologi adalah penutur
Bahasa Batak berdialek Mandailing pada kenyataannya merasa aneh
dengan komunitas dan bahasa yang digunakan oleh masyarakat
Siladang ini. Masyarakat Siladang yang secara geografis tinggal di
lembah perbukitan Tor Sihite, pada bagian timur, utara dan selatan
berbatasan langsung dengan Masyarakat Suku Mandailing yang
menggunakan Bahasa yang berbeda dengan bahasa mereka. Bahasa
Siladang jika dibandingkan dengan Bahasa Batak (Mandailing) dan
Minang mempunyai perbedaan dialektometri yang sangat signifikan.
Persentase perbedaan secara dialek antara Bahasa Siladang dengan
Bahasa Batak (Mandailing) dan Minang berkisar antara 82,00%85,50%. Ini membuktikan bahwa secara dialektometri Bahasa Siladang
merupakan bahasa tersendiri dan berbeda dengan bahasa masyarakat
disekitarnya (Balai Bahasa Povinsi Sumatera Utara).

34

2.9. Kesenian
Secara spesifik tidak ada kesenian khusus di Desa
Sipapaga.Ketika berada di lapangan yang ditemui dan teramati adalah
latihan barsanji.Suatu malam, ketika selesai wawancara mendalam di
rumah salah seorang informan, terdengar lantunan orang-orang
bershalawat serta mengaji di rumah salah seorang warga.Setelah di
datangi, ternyata ada latihan barsanji yang menurut informan
diadakan latihan setiap malam minggu dan diikuti lebih kurang 15
orang anak-nak perempuan remaja yang berada di desa dan dilatiih
oleh seorang guru di desa tersebut.
Gambar 2.9.
Barsanji, bershalawat
dan mengaji oleh mudimudi sebagai hiburan
dalam acara pernikahan
masyarakat desa
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015
Barsanji merupakan shalawat dan mengaji yang dilakukan
secara bersama-sama untuk mengisi acara di suatu pernikahan yang
ada di desa. Seperti yang diungkapkan Ann dalam petikan wawancara
berikut : iya kak, barsanji ni namanya. Latihan barsanji ni setiap
malam minggu, ada gurunya dan yang ikut anak-anak muda desa sini
kak untuk pesta pernikahan nantinya
2.10.Mata Pencaharian
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam,
mata pencaharian utama masyarakat Desa Sipapaga adalah bertani
kebun karet atau yang biasa disebut masyarakat sebagaimenderes.
Kegiatan ini dilakukan pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB hingga sore
hari pukul 15.00 WIB tergantung kebiasaan masing-masing keluarga.

35

Masyarakat Sipapaga saat ini sedang mengeluhkan harga karet yang


merosot turun dengan harga Rp. 6.000,- hingga Rp. 7.000,- per
kilonya. Rata-rata setiap keluarga berbeda-beda memperoleh
penghasilan tergantung hasil menderesnya, ada yang hanya
mendapatkan 10 kg ataupun lebih hingga 35 kg setiap
minggunya.Hasil tersebut diperoleh dan digunakan untuk keluarga inti
maupun keluarga luas tempat mereka tinggal. Seperti informasi yang
diperoleh dari informan Alm :
biasanya kalo menderes berangkat pagi jam delapan
sampai jam lima sore berdua sama suami. Tapi sejak suami
sakit ini kalo menderes dibantu oleh ibu mertua masak,
mencuci dan lainnya Biasanya hanya sedikit hasilnya apalagi
sejak harga karet turun sampai enam ribu,tujuh ribu
perkilonya. Minggu ini saja menderes hanya dapat sepuluh
kilo, jadi uangnya dapat tujuh puluh ribuga cukup untuk
sehari-hari belum beli beras, lauknya sama biaya berobat
suami .
Menurut data desa, mata pencaharian Masyarakat Desa
Sipapaga terbanyak adalah sebagai petani sebanyak 357 kk, pedagang
10 kk, PNS 10 kk dan 74 kk sebagai buruh6. Selain petani karet atau
menderes, masyarakat biasanya juga memiliki kebun atau ladang yang
menanam kebutuhan sehari-hari di dekat rumah, seperti daun ubi,
terong-terongan berwarna hijau, cabe rawit, pepaya yang biasa
disebut botik, jahe dsbnya.
Beberapa informan yang ditemui selain menderes juga
memiliki usaha membuat gula aren setiap hari. Usaha ini dilakukan di
rumah ataupun dekat kebun atau batang aren tersebut berada.
Pengambilan nira dilakukan dua kali sehari pagi dan sore hari.Biasanya
memasak nira dilakukan setelah 2-3 kali pengambilan air nira dan
biasanya dimasak siang hari setelah pulang dari kebun.Hasil dari nira
setelah dimasak juga tergantung masing-masing keluarga pada saat

36

mengambil dari batang nira, bisa banyak ataupun sedikit. Harga gula
aren di pasaran sekitar Rp. 15.000,- per kilonya. Ada yang hanya bisa
mendapatkan 3-5 kg sehari gula aren, sehingga dapat terkumpul uang
sebanyak Rp. 45.000,- hingga Rp.75.000,- per harinya. Namun gula
aren yang dihasilkan juga bisa banyak ataupun sedikit tergantung
tampungan dari air niranya.Terkadang, air nira yang sudah ditampung
akhirnya dibuang karena sudah diminum oleh monyet yang suka
berkeliaran di kebun-kebun tersebut.
Selain pekerjaan tersebut di atas, mengikuti kekayaan sumber
daya alam yang ada di desa, masyarakat juga membuat kalto atau
yang biasa dikenal dengan kolang-kaling.Beberapa keluarga terlihat di
kebun mengambil buah kalto dari batang dan kemudian mengupasnya
untuk kemudian dimasak di tungku dekat rumah ataaupun kebun
mereka. Selain itu, terlihat juga beberapa keluarga yang membuat
sapu dari bahan ijuk yang biasanya bisa diselesaikan sampai sepuluh
buah sapu setiap hari dan kemudian akan dijual ke pasar terdekat,
pasar baru ataupun pasar lama.
Berbeda dengan cerita informan berikutnya yang juga bermata
pencaharian sebagai petani karet serta memiliki usaha membuat gula
aren, Msl:
sehari hari saya berangkat ke kebun untuk menderes setelah
subuh jam lima atau jam enam bersama istri dan pulang ke
rumah sore sekitar jam empat atau jam lima.Mengambil nira
juga setiap pagi dan sorenya. Kalo mata pencaharian
masyarakat di sini pada umumnya menderes dan membuat
nira, karet dan coklat. Namun yang utama adalah aren dan
karet. Selain itu ada juga yang membuat sapu ijuk sebagai
usaha dalam rumah tangga.
Pembuatan gula aren biasanya dengan cara.Mahasok
merupakan cara memanaskan bambu agar tidak basi dengan air nira
yang sedang direbus. Caranya adalah dengan mengambil dengan

37

gayung sedikit air nira setelah mendidih dari dalam kuali lalu
dimasukkan ke dalam bambu nira dan mengaduk-aduknya hingga
terpanaskan semua ruang bambu tersebut sehingga tidak basi jika
digunakan esok harinya.Mahasok biasa juga disebut dengan istilah
menimbus atau membilas bambu dengan nira panas agar tidak
basi.Hal ini dapat langsung teramati ketika mengikuti informan ke
kebun untuk memasak nira menjadi gula aren.

Gambar 2.10.
Memasak nira menjadi gula aren sebagai mata pencaharian tambahan
masyarakat
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Informan Msl merupakan salah seorang tokoh masyarakat di
Desa Sipapaga, selain bekerja sebagai petani karet dan nira, beliau
juga merupakan salah seorang tokoh masyarakat desa yang disegani
oleh masyarakat dan memiliki keahlian mengobati patah tulang dan
terkilir. Selain mata pencaharian utama sebagai petani karet atau
menderes, pekerjaan sampingan yang digeluti masyarakat desa sesuai
dengan sumber daya alam yang dimilikinya adalah seperti membuat
gula aren, membuat kalto atau biasa dikenal orang sebagai kolang
kaling, membuat sapu dari ijuk, menambang emas di sungai yang
mengelilingi desa serta di luar desapun daerah Tambangan ada
beberapa masyarakat yang mencari emas di sana.

38

Gambar 2.11.
Beberapa rumah tangga yang membuat sapu ijuk dan di jual ke pasar
terdekat
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015

Gambar 2.12.
Kalto dan sebuah keluarga sedang memukul kalto setelah dimasak
untuk segera dijual ke pasar terdekat
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015

39

2.11 Teknologi dan Peralatan


Masyarakat Desa Sipapaga masih beruntung karena berada
dekat dengan Ibukota Panyabungan yang berjarak sekitar 2-3 km
dengan jalan utama beraspal walaupun masih ditemui lobang-lobang
di jalanan.Selain itu alat transportasi juga banyak tersedia seperti
becak bermotor. Becak bermotor merupakan kendaraan yang
membawa penumpang dua atau tiga orang yang ditarik oleh sepeda
motor. Masyarakat desa ini sendiri memiliki beberapa becak yang
mereka gunakan untuk menarik penumpang sebagai mata
pencaharian mereka. Dari Desa Sipapaga menuju Ibukota
Panyabungan biaya becak berkisar antara Rp. 5.000,- hingga Rp.
7.000,-per orang, namun jika hanya dari desa menuju simpang Aek
Godang penumpang hanya akan diminta bayaran Rp.4.000,- atau
Rp.5.000,- per orangnya. Selain becak, alat transportasi yang ada
adalah angkutan Kota panyabungan yang beroperasi setiap hari pada
waktu pagi dan sore hari saat mengantar dan menjemput anak-anak
Desa Sipapaga yang akan pergi dan pulang sekolah di Kota
Panyabungan dan sekitarnya. Selain itu, khusus pada hari pasar, yaitu
pada hari kamis setiap minggunya angkutan kota akan beroperasi
sampai pasar selesai sekitar jam 2 siang. Sama halnya dengan becak,
angkutan kota ini juga menarik bayaran antara Rp.4.000,- hingga Rp.
5.000,- per orangnya. Di samping angkutan kota dan becak yang
beroperasi setiap harinya, masyarakat Desa Sipapaga juga sudah
banyak yang memiliki sepeda motor dan beberapa menggunakan
mobil sebagai sarana transportasi keluar masuk desa. Beberapa
siswa/siswi SD yang bersekolah di SD terdekat, terlihat setiap hari
mereka berjalan kaki pulang dan pergi ke sekolah bersama-sama
dengan teman seusia mereka.

40

Gambar 2.13.
Beberapa Anak Sipapaga
berangkat kesekolah yang
berada di desa dengan
berjalan kaki
Sumber : Dokumentasi Peneliti
2015

Peralatan informasi sebagai sarana komunikasi yang sudah


banyak digunakan oleh masyarakat seperti telepon genggam
(handphone). Biasanya para siswa/siswi pelajar maupun mahasiswa,
orang tua maupun anak-anak sudah menggunakan telepon genggam
sehari-hari. Tidak setiap rumah tangga yang memiliki telepon
genggam di rumahnya, namun biasanya sebagai alat komunikasi
mereka biasa menggunakan bersama tetangga atau keluarga
terdekat dari rumah mereka. Selain sebagai sarana komunikasi,
telepon genggam juga sering digunakan anak-anak muda untuk dapat
mengakses internet, entah itu untuk mencari informasi ataupun
berhubungan secara sosial di media seperti facebook. Hal ini seperti
yang diutarakan informan Nl, seorang mahasiswi di salah satu
perguruan tinggi Islam swasta berikut ini:hape ini buat telepon,
sms aja kak. Saya ga pake bbm, paketnya mahal tapi make internet
buat buka facebook aja. Murah lah Cuma beli paket dua ribu aja buat
buka facebook.Menurut informan, yang menggunakan hape jenis
blackberry namun tidak mengaktifkan blackberry massengger nya
karena membeli paket butuh biaya yang mahal.Dia hanya
menggunakan hape untuk sms dan telepon untuk urusan yang
penting saja. Sedangkan internet masih bisa dibuka karena informan
membeli paket dengan harga Rp. 2.000,- namun dapat membuka
jaringan sosial media seperti facebook.

41

Dalam rumah tangga, peralatan masak-memasak yang sering


digunakan terlihat masih sederhana, Karena masyarakat juga masih
menggunakan kayu bakar dalam memasak sehari-hari, walaupun ada
beberapa orang yang sudah menggunakan kompor minyak ataupun
kompor gas sehari-harinya.Penggunaan kayu bakar dalam memasak
biasanya diperoleh masyarakat dari mengumpulkannya di kebun atau
ladang mereka sendiri setiap harinya. Sedangkan untuk minyak tanah
dan gas biasanya bisa dibeli di warung atau di Kota Panyabungan.

42

BAB III
POTRET KESEHATAN DI DESA SIPAPAGA
3.1 Situasi Pelayanan Kesehatan di Desa Sipapaga
Desa Sipapaga termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas
Panyabungan Jae. Jarak dari desa ke Puskesmas Panyabungan Jae
sekitar 7 km. Jarak terdekat pelayanan kesehatan yang ada di Desa
Sipapaga adalah Puskesmas Pembantu Parbangunan yang berjarak
sekitar 3 km dari pemukiman masyarakat. Ketika berobat,
masyarakat umumnya mencari pelayanan kesehatan yang terdekat
dari tempat mereka tinggal.
Selain puskesmas pembantu, ada juga mantri kesehatan yang
berada di dekat Puskesmas Pembantu Parbangunan, tepatnya suami
dari staf Puskesmas Pembantu Parbangunan. Beberapa kasus
penyakit seperti demam, batuk, pilek, sakit perut ataupun maag
masyarakat akan mengunjungi Mantri kesehatan ini pada sore
maupun malam harinya. Hal ini disebabkan pada saat itu, masyarakat
sudah pulang bekerja dari kebun sehingga baru pada sore ataupun
malam hari bisa berobat ke Mantri jika sakit. Hal lain yang
menyebabkan masyarakat memilih berobat kepada mantri adalah
karena merasa cocok obatnya, biaya terjangkau serta dekat dari
rumah mereka.
Pelayanan bidan desa setempat, yang tinggal dan menetap di
perumahan Lembaga Permasyarakatan (LP) wilayah Desa Sipapaga
biasanya sangat jarang didatangi masyarakat. Bidan desa lebih
banyak hadir dan mendatangi desa saat kegiatan Posyandu setiap
bulannya.Ada dua Posyandu yang ada di Desa Sipapaga, Posyandu
Cemara dan Posyandu Matahari.Terlihat sangat jarang masyarakat
mengunjungi bidan desa setempat jika berobat dan memilih mencari
tenaga kesehatan di luar desa jika harus berobat.

43

Gambar 3.1.
Posyandu Matahari yang berada di Dusun I Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Pos pelayanan terpadu atau yang biasanya disingkat
posyandu, memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
terutama bidang kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan anak,
keluarga berencana, imunisasi, gizi dan pengendalian diare.Posyandu
yang ada di Desa Sipapaga ada dua buah, yaitu Posyandu Matahari
yang berada di Dusun I dan Posyandu Cemara yang berada di Dusun
II.Masing-masing posyandu memiliki jadwal tersendiri seperti yang
sudah ditetapkan dari Puskesmas Panyabungan Jae sesuai pembagian
vaksin.Posyandu Desa Sipapaga memiliki 4 (empat) orang kader
posyandu, dimana 2 (dua) orang kader biasanya membantu di
masing-masing posyandu. Jadi, pada saat kegiatan posyandu
dilaksanakan ada dua orang kader yang membantu petugas
kesehatan. Kegiatan posyandu seperti biasanya adalah 5 meja,
pendaftaran, penimbangan, penyuluhan, pemberian makanan
tambahan dan imunisasi.
Pada saat berada di desa dan mengikuti kegiatan Posyandu
Matahari, terlihat bahwa gedung untuk kegiatan posyandu masih
tempat yang sementara belum tetap seperti posyandu-posyandu
lainnya.Seperti tidak terlihat plang yang berdiri dekat bangunan yang

44

menunjukkan keberadaan posyandu. Salah satu tanda yang


menunjukkan itu adalah sebuah posyandu hanyalah sebuah kertas
yang ditempelkan di pintu masuk bertuliskan Posyandu Matahari.
Kader dan bidan desa mengatakan bahwa, saat ini kegiatan
posyandu dilaksanakan di bawah gedung tribun lapangan bola kaki
desa setempat.Tempat ini baru saja digunakan lebih kurang sudah
dua bulan, dimana sebelumnya kegiatan posyandu dilakukan
menumpang di rumah salah seorang warga (mantan kepala desa).
Walaupun demikian, menurut kader posyandu dan bidan desa
tempat sekarang ini sudah lumayan karena berada di dalam ruangan
dan tidak akan kehujanan atau kepanasan pada saat kegiatan
berjalan.
Selain bidan desa yang berada di Perumahan LP yang menjadi
penanggungjawab wilayah Desa Sipapaga, ada dua orang bidan yang
berada di desa dan kebetulan penduduk setempat yang menjadi
bidan.Kedua bidan tersebut bertugas di luar desa dan masih sebagai
tenaga honor/TKS.Namun, berdasarkan informasi dari bidan tersebut
kadang-kadang mereka juga diminta masyarakat untuk mengobati
beberapa penyakit ringan. Seperti demam, flu/pilek, batuk serta
penyakit ringan yang standar bisa mereka obati. Jika untuk menolong
persalinan biasanya mereka tidak mau, disamping tidak
berpengalaman dalam menolong persalinan mereka juga tidak
memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk menolong persalinan
tersebut.
Pertolongan persalinan pada umumnya dilakukan masyarakat
Desa Sipapaga dengan memanggil dukun beranak datang ke
rumah.Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Lni dalam kutipan
wawancara berikut ini : melahirkan kemaren di dukun beranak
yang ada di Lubuk Sibegu, mertua dan suami yang memutuskan
melahirkan ke dukun sana, saya ngikut aja.
3.2. Persalinan dan Nifas
Pada kasus persalinan atau melahirkan, masyarakat pada
umumnya memanggil dukun beranak yang berada di luar desa

45

tersebut. Beberapa tahun terakhir sebenarnya ada dukun beranak di


Desa Sipapaga, tetapi dukun tersebut meninggal sehingga
masyarakaat jika membutuhkan dukun ketika melahirkan akan
memanggil dukun yang berada di Dalan Lidang ataaupun Lubuk
Sibegu.
Dukun beranak terdekat ada juga yang tinggal di desa sebelah,
yaitu Desa Aek Banir.Namun masyarakat Sipapaga lebih percaya
dalam membantu persalinannya memanggil dukun dari luar desa
tersebut di atas.Hal ini dikarenakan melahirkan bisa di rumah karena
dukunnya datang ke rumah tidak harus ke luar, sedangkan dukun
beranak yang berada di Desa Aek Banir itu harus didatangi jika ingin
melahirkan.
Pada saat di lapangan ketika mengunjungi dan wawancara
mendalam dengan dukun yang berada di Desa Aek Banir, diketahui
ternyata dukun tersebut sudah berusia lanjut berumur 100 tahun dan
beberapa tahun belakangan tidak bisa berjalan seperti biasanya
karena lumpuh dibagian kaki. Dukun ini memang bukan dukun
terlatih, namun selalu bermitra dengan bidan desa ketika membantu
persalinan.Seperti ungkapan dari bidan desa berikut ini: nenek
dukun ini tidak terlatih, namun selalu bermitra dengan bidan desa.
Kalo mau melahirkan biasanya dia nyuruh orang manggil saya
Gambar 3.2.
Nenek dukun beranak yang
sudah berumur 100 tahun
dan masih menolong
persalinan di desa
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015

46

3.2.1. Masa Menyusui


Masa menyusui adalah masa yang dinanti dan menjadi
harapan setiap ibu yang melahirkan.Setiap bayi berhak mendapatkan
ASI dari ibunya dan merupakan makanan utama serta pengikat
hubungan antara ibu dan bayi. Ikatan kasih sayang akan terjalin
setiap ibu menyusui bayinya. Konon menurut orang tua, bayi yang
menyusu dengan ibunya dengan bayi yang tidak menyusu dengan
ibunya berbeda dalam hal ikatan atau kedekatan mereka.Bayi yang
menyusu dengan ibunya memiliki ikatan kasih sayang yang erat
dengan ibunya hingga dewasa nantinya. Sedangkan bayi yang tidak
menyusu dengan ibu dan hanya mendapatkan makanan tambahan
bahkan susu kaleng nantinya kurang memiliki ikatan yang erat
dibandingkan bayi yang menyusu dengan ibunya.
ASI kolestrum, merupakan ASI yang pertama keluar setelah
melahirkan.ASI kolestrum biasanya berwarna agak kekuningan dan
yang pertama keluar. ASI kolestrum mengandung antibodi untuk bayi
dalam membantu daya tahan tubuh untuk melawan penyakit. Namun
sayang, tidak semua ibu melahirkan setelah ASI nya keluar akan
langsung memberikan ASI kolestrum saat pertama keluar. Banyak
masyarakaat yang menganggap ASI pertama keluar adalah ASI basi
dan harus dibuang terlebih dahulu sebelum diberikan kepada bayi
mereka.
Seperti ungkapan informan dalam kutipan wawancara berikut tentang
ASI kolestrum: gag tau ASI kolestrum itu apa, kan asam terus
dibuang sendiri ga ada yang nyuruh.
Menjelang ASI keluar, masyarakat Sipapaga memiliki
kepercayaan makan dan minum seperti yang turun-temurun mereka
lakukan dapat memperlancar atau mempercepat keluarnya ASI
setelah melahirkan.Berbeda jika ibu melahirkan di tenaga kesehatan
yang biasanya diberikan obat.untuk merangsang keluarnya ASI pada
ibu setelah melahirkan. Makanan dan minuman yang dimaksud disini
adalah air nira dan indomie rebus ditambah telur. Beberapa ibu-ibu
yang melahirkan ketika ditanya melakukan kebiasaan ini untuk

47

memperlancar ASI mereka keluar.Makanan dan minuman ini hanya


diminum 2-3 hari saja sampai ASI bener-bener keluar, namun jika
setelah keluar masih makan dan minum tidak menjadi masalah
tergantung masing-masing keluarga.
Air nira yang dimaksud adalah air nira yang baru diambil dari
pohonnya dan biasanya keluarga terdekat yang menyediakan untuk
ibu yang melahirkan. Seperti informan Kdh, yang mengatakan setelah
melahirkan ibu mertua mempersiapkan air nira dua gelas setiap hari
selama tiga hari. Selain itu indomie rebus dengan telur 1 buah
menjadi santapan sehari-hari selama tiga hari menjelang ASI
keluar.Makanan dan minuman tersebut dipercaya dapat merangsang
dan mempercepat ASI keluar dan baik bagi kesehatan ibu dan bayi.
3.2.2. Balita dan Anak
Pagi ini, tepatnya memasuki minggu kelima tim berada di Desa
Sipapaga. Rencana semula kami akan mendatangi rumah informan
(TMM) yang sebelumnya belum sempat bertemu setelah dua kali
berkunjung ke rumahnya. Pagi ini juga seperti biasanya, informan
tidak berada di rumah karena yang ada hanya anak-anak kecil tiga
orang berdiri di depan rumah. Setelah bertanya dan anak tersebut
mengatakan tidak ada orang di rumah akhirnya kami meneruskan
mendatangi informan lainnya yang sebelumnya dikabarkan ke rumah
sakit karena harus dirawat di RSU Panyabungan. Setelah datang
berkunjung, ternyata informan sedang makan dan kelihatan lebih
segar dari pertama kalinya bertemu pada beberapa hari sebelumnya.
Saat itu di rumah sedang ada kegiatan memandikan bayi, semula kami
mengira Alm sudah melahirkan, ternyata bukan Alm tetapi adik suami
Alm yang baru saja berbahagia atas kelahiran putra pertamanya. Pada
saat itu, kami melihat seorang ibu sedang memandikan bayi yang
berumur satu minggu yang sedang dibuka bajunya dan ditaroh di atas
kaki ibu yang diluruskan.Disamping ibu ada ember atau baskom. Ibu
bayi, yang kami ketahui bernama Kid, duduk di samping ibu melihat
bayinya dimandikan.Terlihat di kening bayi ada coretan berwarna

48

hitam dan merupakan dari arang dan bitnik-bintik kuning (kunyit yang
ditotol-totolkan) beberapa titik diatasnya. Menurut ibu mertua, tanda
itu diberi agar sibayi tidak rewel dan menangis, karena beberapa hati
yang lalu bayi tersebut selalu rewel dan menangis terus, sehingga
diberikanlah tanda itu agar tidak rewel.
Setelah dimandikan, sibayi dilap dengan sebuah kain dan
masih ditaroh di atas kaki ibu yang memandikannya lalu kemudian
diberi gurita, baju dan popok dan kemudian baru di balut dengan kain
agar hangat.Karena bayi selalu menangis ingin menyusu, maka bayi
tidak dibedong terlalu kuat, hanya dibungkus dengan kain saja.
Setelah itu baru kemudian digendong oleh ibunya untuk diteteki.
Pada saat ini, informan yang berasal dari Desa Aek Banir ini
masih belum bisa ditanya banyak karena terlihat cuek ketika kami
bertanya-tanya tentang bayinya. Akhirnya kami memutuskan sore
harinya akan kembali berkunjung.
Kunjungan kali ini adalah kunjungan ketiga ke rumah ini,
dimana sebelumnya Tim mewawancarai Saudara ipar informan. Pada
saat pertama bertemu, informan kelihatan sangat cuek dengaan
kehadiran Tim, sesekali menjawab pertanyaan Tim dengan cara ogahogahan dan setengah hati. Maka akhirnya Tim kembali
mendatanginya hari ini untuk sekedar mencari tahu tentang
kebiasaan informan selama hamil hingga melahirkan.
Informan bekerja sehari-hari sebagai petani karet membantu
suaminya dengan mengolah kebun karet (menderes) punya
mertuanya. Biasanya informan berangkat pagi sekitar pukul 09.00
hingga sorenya kembali ke rumah pukul 17.00 WIB.Saat ini, informan
tidak ikut ke kebun, karena habis melahirkan sekitar 12 hari. Pada
saat hamil informan tetap bekerja di kebun seperti biasanya
menderes.
Kebiasaan setelah melahirkan yang masih dilakukan informan
adalah minum air aren sebanyak 2 gelas selama tiga hari dan makan
indomie rebus ditambah telor. Makanan minuman ini dipercayai
dapat memperlancar dan memperbanyak ASI yang keluar

49

pertama.Setelah ASI keluar, biasanya makanan dan minuman ini


boleh dilanjutkan ataupun tidak tergantung masing-masing dalam
keluarga saja.Kebiasaan ini dianjurkan oleh ibu mertua dan setelah
tiga hari baru ASI informan keluar.Menurut informan, ASI colestrum
yang pertama keluar dan berwarna kuning biasanya asam terus
dibuang tidak diberikan kepada bayi.

Gambar 3.3.
Makanan Tambahan
untuk Bayi, roti bulan
yang dijual di warung
dekat rumah
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015
Perkembangan anak-anak yang sedang tumbuh dan
berkembang tidak lupa diiringi oleh kebiasaan-kebiasaan yang sudah
dipercaya secara turun-temurun.Kebiasaan ini dipercaya dapat
mempercepat tumbuh kembangnya anak tersebut. Seperti jika anak
yang berusia satu tahun atau lebih, jika belum bisa berjalan sendiri
maka biasanya masyarakat percaya jika anak tersebut di khusuk
kakinya akan segera bisa berjalan karena setelah dikhusuk dipercaya
dapat menguatkan kaki anak tersebut. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh informan Msl berikut ini: santan di masak
sampai keluar minyaknya lalu minyak tersebut ditambah dengan
rempah-rempah atau ramuan dari dukun (dotu) lalu diurutkan ke kaki
bayi atau anak tersebut. Tujuannya adalah untuk menguatkan kaki si
bayi tersebut sehingga bisa jalan segera.

50

Gambar 3.4.
Gelang dan jimat yang disematkan dibaju sebagai penangkal
agar bayi tidak rewel
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
3.3 PHBS DI DESA SIPAPAGA
3.3.1 Persalinan
Persalinan pada umumnya dilakukan masyarakat dengan cara
memanggil dukun beranak yang berada di Dalan lidang ataupun
Lubuk Sibegu. Kebiasaan ini sudah turun-temurun dilakukan dan
menjadi pilihan utama ketika anak atau menantu akan melahirka
3.3.2. Penimbangan Bayi dan Balita
Cakupan imunisasi di Desa Sipapaga menurut Bidan desa
setempat dibawah 50%.Hal ini disebabkan karena banyak keluarga
baik dalam keluarga inti maupun keluarga luas menolak anak atau
cucunya diimunisasi, karena biasanya setelah diimunisasi bayi atau
anak mereka pasti rewel sehingga mengakibatkan ibu, bapak dan
keluarga lainnya terganggu dalam beraktifitas sehari-hari. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Bidan desa Sipapaga berikut ini :
susah kalo disini, suai mereka marah-marah kalo pulang ke rumah
anak rewel dan menangis habis diimunisasimereka tidur terganggu
jika anak rewel . Hal ini juga sama sepert yang diungkapkan oleh
Bidan desa Desa Aek Banir dalam petikan wawancara di bawah ini:

51

imunisasi susah, kalo suami selalu marah-marah jika pulang


dari kebun anak-anak rewel dan menangis semalamanAda
juga nenek (ibu dari salah seorang informan) tidak
memperbolehkan cucunya diimunisasi karena rewel, demam
dan nangis sehingga mamaknya tidak bisa ke kebun
sedangkan cucunya kan nenek yang ngasuh.

Gambar 3.5.
WC cemplung yang ada di Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
3.3.3 Tidak Merokok dalam Rumah
Merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung,
gangguan kehamilan, impotensi dan gangguan saluran pernafasan
kronik merupakan slogan yang seakan-akan hanya terpampang di
setiap tempat, baik di bungkus rokok, di baliho jalanan, pasar, rumah
sakit maupun tempat umum lainnya.Sementara konsumsi rokok tetap
dilakukan baik oleh remaja, orang dewasa maupun orang tua.
Asap rokok yang keluar dari perokok tidak hanya berakibat
buruk pada perokoknya namun lebih berbahaya pada orang yang
berada di sekitar perokok atau yang lebih sering disebut perokok
pasif.Namun hal ini belum sepenuhnya diketahui bahkan disadari oleh
semua orang, baik yang berada di pedesaan maupun yang berada di
perkotaan.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan angka kematian
akibat merokok sudah mendekati 5 juta per tahunnya.Indonesia telah
menduduki urutan ke 5 dari 10 negara dengan konsumssi rokok

52

tertinggi dan terbesar di dunia.Perokok Indonesia mampu


menghabiskan 182 miliar batang rokok per tahunnya.Memang , satu
dari setiap tiga orang dewasa di Indonesia merokok. Total perokok
aktif di Indonesia mencapai 70% dari total penduduk atau 141,44 juta
orang dan lebih dari setengah (57%) rumah tangga Indonesia
mempunyai sedikitnya satu orang perokok. Celakanya lagi, hampir
semuanya(91,8%) perokok itu merokok di dalam rumah. Oleh karena
itu, diperkirakan lebih dari 97% penduduk Indonesia terpapar asap
rokok secara tetap di sekitar rumah mereka. Sebanyak 43 juta di
antaranya adalah anak-anak berusia 0-14 tahun8.
Ironis sekali ketika diketahui jika setiap rumah pasti ada yang
merokok dan itu dilakukan di dalam rumah sehingga akan berakibat
buruk terhadap orang yang berada di sekitar perokok tersebut.
Apakah semua perokok sudah mengetahui hal ini?. Jika pertanyaan
seperti ini diajukan, maka akan ditemukan jawaban masyarakat yang
tidak tahu bahkan tidak mau tahu untuk urusan yang satu ini. Seperti
di Sipapaga, kondisi perokok yang teramati sama halnya dengan
kenyataan yang ada, bahwa di dalam rumah tangga pasti ada satu
perokok. Bahkan perokok yang ada di Desa Sipapaga bisa lebih dari
satu orang di dalam rumah. Hal ini bisa terjadi karena kebiasaan
masyarakat setiap malam berkumpul di rumah baik keluarga inti
maupun keluarga luas. Bahkan kebiasaan nonton bareng acara televisi
juga dilakukan di warung-warung dekat rumah hingga larut malam.Hal
ini berarti mereka menonton bersama tidak terlepas dari kebiasaan
merokok.
Seperti informan Sst,yang ketika diwawancarai sedang
merokok di dalam rumah yang pada saat itu keluarga luas sedang
ramai berkumpul untuk nonton televisimengungkapkan dalam petikan
wawancara berikut ini:
enak aja merokok, kalo ga merokok terasa asam mulut.
Kalo merokok makan cuma satu kali sehari pada waktu pagi

53

hari.Seterusnya kalo terasa lapar merokok dulu satu batang ga


terasa lapar lagi walaupun gaa kenyang. Sudah tau kalo
merokok membunuh diri sendiri, ga boleh merokok di dekat
anak kecil tapi biasa merokok, ga ada laranganlagian kalo
merokok dekat ke mulut anak itu baru berbahaya, tapi jika
jauh begini (sambil memperagakan duduk di dekat anak yang
sedang tidur) tidak apa-apa
Informan biasanya menghabiskan 8 batang rokok setiap
harinya, merek rokok yang biasa dibeli adalah score milddenganharga
Rp. 10.000,- per bungkusnya. Sehari-hari, informan bekerja sebagai
petani karet dan pulang ke rumah sore hari.Ketika pulang, kebiasaan
merokok selalu dilakukan tanpa ada batasan di mana boleh dan
tidaknya merokok.Istri informanpun tidk pernah melarang jika ingin
merokok, baik di luar rumah maupun di dalam rumah. Perilaku yang
sama juga dilakukan masyarakat lain ketika di dalam rumah, sebut saja
Pak MHd, ketika berada di dalam rumah di mana pada saat itu berada
di dapur sekaligus merupakan ruang keluarga. Ketika itu tidak saja
informan yang berada di dalam ruangan, tetapi ada istri, anak, serta
adik beliau.Informan tetap saja merokok sambil mengobrol
menceritakan pengalaman ketika berobat ke dotu.

Gambar 3.6.
Kebiasaan Merokok di dalam rumah sudah biasa dilakukan
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015

54

Merokok sudah menjadi kebiasaan sehari hari dalam


masyarakat Sipapaga.Bahkan, di dalam pergaulan sehari-harinya
merokok merupakan simbol keakraban bagi mereka yang sedang
berkumpul. Jika salah seorang datang atau bertamu ke rumah teman
maupun saudara maka mereka akan saling tukar rokok masing-masing
dan mencicipinya sebagai tanda keakraban. Biasanya juga itu
merupakan tanda jika seseorang mau masuk atau bertamu kepada
orang yang berada di desa.
3.3.4. Penggunaan Air Bersih
Sumber air bersih di Desa Sipapaga adalah sumur.Pada
umumnya, sumur selalu ada di setiap rumah penduduk namun ada
beberapa masyarakat yang tidak memiliki sumur biasanya
menumpang kepada tetangga yang berdekatan rumahnya.

Gambar 3.7.
Sumur sebagai sumber air bersih Masyarakat Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
3.3.5.Memberantas Jentik Nyamuk
Kegiatan memberantas jentik nyamuk di Desa Sipapaga tidak
pernah dilakukan, baik secara gotong-royong maupun secara
personal.Terlihat kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam

55

memberantas jentik masih rendah.Hal ini bisa terlihat ketika


pengamatan yang dilakukan di sekitar desa masih adanya emberember bekas tampungan karet berada di luar rumah hingga panas
maupun hujan dibiarkan saja dan tentu saja sudah lama sehingga ada
jentiknya.
Gambar 3.8.
Ember-ember bekas tampungan
karet yang dibiarkan terkena
panas dan hujan setiap harinya
sehingga terdapat jentik nyamuk
Sumber : Dokumentasi Peneliti
2015

Kesadaran masyarakat dalam menghindari gigitan nyamuk


sudah terlihat baik, dimana beberapa keluarga yang diamati sudah
menggunakan kelambu jika tidur serta menggunakan obat nyamuk
bakar pada saat tidur.Walaupun sebenarnya usaha ini belum
maksimal dalam menghindari gigitan nyamuk, dimana lingkungan dan
kebiasaan masyararakat masih mendukung sehingga mereka rentan
digigit nyamuk. Kebiasaan yang mendukung terpapar gigitan nyamuk
seperti, nongkrong dan nonton bareng di warung-warung tanpa
menggunakan baju serta celana yang menutupi badan, serta
lingkungaan sekitar pemukiman masyarakat yang masih berada
didekat hutan atau kebun baik disamping maupun di belakang rumah.
3.4 PENYAKIT MENULAR DI DESA SIPAPAGA
3.4. 1 TB
Selanjutnya berkunjung ke rumah informan Nikmah yang
kebetulan saat itu bertemu di rumah Alam. Kami akhirnya mengajak
nikmah ke rumah untuk ngobrol-ngobrol dan melihat kondisinya.

56

Nikmah merupakan pasien paru yang kami ketahui dari kader


posyandu sebelumnya.
Ketika sampai di rumahnya, suasana sedang ramai oleh abang,
adik dan kakak Nikmah.Di rumah tersebut, dia tinggal bersama bapak,
ibu, kakak, 2 orang adik dan abangnya. Rumah tersebut dihuni oleh
tujuh orang keluarga inf.
Menurut informan, setelah tamat dari Sekolah Dasar (SD)
tepatnya, tiga bulan duduk di Madrasah Ibtidaiyah Informan
merasakan sering sesak nafas, batuk-batuk dan mencret. Karena
sering sakit tersebut akhirnya bapak informan mengatakan untuk
berhenti saja sekolahnya dan mengobati penyakit tersebut. Pertamatama orang tua informan membawa berobat ke Sigalapang berobat
kampung yang diketahui dari beberapa tetangga.
Menurut dotu ini informan sakit karena dirasa atau
diracun karena sakit dibuat orang atau diguna-guna.Pada saat itu
obat yang diberikan berupa buah kelapa yang diasapi/dibakar terlebih
dahulu, setelah panas lalu kemudian diminum. Selain itu ada buah
gambir ditambah daun sirih yang dikunyah-kunyah, setelah berwarna
merah kemudian ditelan untuk penambah darah menurut sang dotu.
Obat ini diyakini dapat menambah darah dan menyembuhkan
informan dari penyakitnya.Obat ini terus digunakan selama satu
minggu.Seteah satu minggu informan merasa belum sembuh dan
kembali mengunjungi dotu ini meminta pengobatan selanjutnya. Dotu
memberikan ramuan sibubus untuk mengobati penyakit
selanjutnya.Sibubus merupakan ramuan yang berisi beras, urat-urat
seperti urat kunyit, kalas dsbnya (informan lupa) dan bunga-bunga
(setan areas).Semua bahan diramu oleh dotu yang kemudian
diberikan kepada informan untuk dibawa pulang. Ramuan sibubus
kemudian diminum pada malam hari sebelum tidur dan akan bereaksi
keesokan harinya. Pada pagi hari, inform mencret sebanyak tujuh kali
namun belum juga merasa sembuh malah merasa tambah lemes dan
kurus.

57

Pengobatan selanjutnya diputuskan ke Aek Banir menemui


dotu di sana. Dotu ini tidak mengatakan penyakit yang diderita
informan, namun hanya memberikan ramuan untuk usapan yang
harus diusap keseluruh tubuh selama tiga kali sehari selama satu
bulan. Menurut informan, setelah berobat dari dotu, dia belum
merasa sembuh karena masih merasa lemas dan bertambah kurus
dan akhirnya kedua orang tua informan memutuskan membawa
anaknya beribat ke rumah sakit umum yang berada di Panyabungan.
Setelah dibawa ke rumah sakit, pihak rumah sakit mengatakan
jika informan terkena sakit paru-paru atau TBC setelah dirontgen.Pada
saat itu, informan sempat dirawat di rumah sakit selama empat hari
dan diberi infus sebanyak 8 buah dan darah 4 kantong. Setelah empat
hari kemudian informan disuruh pulang ke rumah dan terus
melanjutkan pengobatan rutin dengan meminum obat/pel dan control
berobat selama 6 bulan. Pada saat kami berkunjung, informan sudah
menjalani pengobatan selama 2bulan 1 minggu dan masih tetap
minum obat-obatan yang diberikan.Informan merasakan sudah
enakan, karena badannya tidak lemes lagi dan tidak terlihat
bertambah kurus lagi. Kami juga melihat, informan sudah terlihat
lebih segar dan ceria serta bermain bersama teman-teman di desa
tersebut.
Pantangan makan atau minum dari dokter atau pihak rumah
sakit adalah tidak boleh menggunakan sasa, ajinomoto ketika
memasak, mie indomie serta kerupuk-kerupuk yang biasa dijual di
warung-warung.Sedangkan pantangan dari dotu seperti dilarang
makan ayam, sapi.
Keluarga di rumah tersebut biasa merokok, termasuk ibu informan,
adik yang terkecil yang masih berumur 13 tahun, abang serta bapak
informan.
Mata pencaharian yang digeluti ibu adalah menanam kacang
goreng dikebun dekat rumah mereka, sedangkan bapak biasanya

58

memotong kayu dengan orang lain. Biasanya ibu berangkat pada pagi
hari pada pukul 08.00 WIB dan kembali sore hari pukul 16.00 WIB.
3.4.2. Malaria
Berdasarkan laporan sepuluh penyakit terbesar di Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2013, malaria menjadi penyakit terbanyak
nomor satu di Kabupaten Mandailing Natal. Malaria yang dimaksud
adalah malaria dengan pemeriksaan darah sebanyak 26,38 % dengan
8.311 kasus.
Informasi dari bidan desa setempat mengatakan jika malaria
klinis sering dikeluhkan di desa ini.Malaria positif hasil pemeriksaan
laboratoriumpernah dilaporkan tinggi sebelumnya, namun setelah
adanya pemeriksaan ulang bagi masyarakat sekitar 2 bulan yang lalu
dan ternyata hasilnya negatif sehingga malaria tidak menjadi masalah
kesehatan di desa ini. Namun, masih banyaknya keluhan penyakit
malaria ketikamasyarakat berobat ke tenaga kesehatan serta
meminum obat yang dibeli di warung ketika mengalami demam dan
menggigil.Malaria diindikasikan masyarakat dengan demam, menggigil
dan berkeringat.Penyebabnya bisa karena makan buah-buahan yang
asam seperti kedondong, nanas, mangga untuk membuat rujak pada
siang hari sehingga menjadi demam dan menggigil malam harinya.
3.5 PENYAKIT TIDAK MENULAR DI DESA SIPAPAGA
3.5.1. Hipertensi
Selama lebih kurang 35 hari di lapangan, kami hanya
menjumpai seorang penderita dengan hipertensi. Ngk, rutin
meminum Diovan (Valsartan) 1x sehari untuk mengendalikan
penyakitnya, tidak diketahui berapa tekanan darahnya setelah
meminum obat tersebut. Ia curiga adanya darah tinggi karena sempat
nyeri kepala. Informan yang lain tidak merasa perlu memeriksakan
tekanan darahnya karena tidak ada keluhan sekalipun sudah berusia
40 tahun ke atas. Padahal, tekanan darah tinggi bisa muncul tanpa
gejala spesifik.

59

3.5.2 Gangguan Jiwa Berat (Skizophrenia dan Psikotik)


Istilah skizofrenia mungkin masih asing bagi banyak orang.
Berasal dari bahasa Yunani skhizein (belah) dan phren (jiwa), yang
dimaksud oleh Eugene Bleuler saat memperkenalkan istilah ini pada
tahun 1911 adalah terpecahnya atau ketidakselarasan antar
komponen pembentuk jiwa seseorang, diantaranya proses berfikir,
emosi dan perilaku orang tersebut. Skizofrenia umumnya bersifat
kronis (menahun) dan tergolong gangguan jiwa berat, karena
penderitanya mengalami psikosis, yaitu kesulitan untuk menilai
realita, membedakan antara kenyataan dengan delusi (waham)
maupun halusinasi yang ia alami. Hal ini yang menyebabkan ODS
(Orang Dengan Skizofrenia) mengalami kesulitan untuk berinteraksi
dengan orang lain saat mengalami gejala-gejala tersebut ((lebih dekat
dengan skizofrenia, editor Lilik Djuari, Azimatul karimah, Surabaya:
Biro Koordinasi Kedokteran Masyarakat (BKKM) Fakultas kedokteran,
Universitas Airlangga, cetakan pertama: April 2015:2)
Ketika berada di desa, kami tidak menemukan informan
dengan gangguan jiwa skizophreniaatau psikotik. Hanya beberapa
informan mengatakan ada satu orang warga yang dianggap berpikiran
aneh atau agak-agak bodoh (noo oto),tapi tidak bersedia
diwawancarai. Gangguan jiwa masih tabu bagi masyarakat Desa
Sipapaga, sehingga ketika ada warga yang sedikit mengalami
gangguan keluarga terdekat mereka tidak bersedia membicarakannya
lebih lanjut apalagi jika ditanya-tanya tentang sakit tersebut.Berikut
penuturan salah seorang informan, Mkl tentang orang yang dianggap
sedikit berbeda dengan orang lain dan suka menyendiri:
kalo ditanya-tanya dianya ga maupaling nanti pas
main bola baru bisa kita ajak menepi dan bertanyatanyaorangnya kalo diajak bicara ngomongnya agak
beda dengan pikiran kitaga nyambung. Kalo keluarga

60

seperti orang tua, mamaknyaditanya-tanya juga ga


mau.
Hal ini juga ditanggapi oleh informan lain, seorang dotu Ald
dalam petikan wawancara berikut :
orang gila itu tidak bisa melawan hawa nafsunya,
penyebabnya karena diganggu roh halus atau burong.
Ga
ada di desa ini yang gila tapi ada yang aneh perilakunya
yang tinggal di pinggir lapangan, kalo orang sini
bilangnya agak-agak bodoh
Stigma adalah stempel negatif terhadap sekelompok orang,
karena adanya kondisi khas pada kelompok tersebut, yang
menyebabkan mereka dianggap berbeda dan terpisah dari kelompok
masyarakat lainnya.Stigma , atribut buruk yang dilekatkan pada suatu
individu atau sekelompok orang, sehingga individu atau kelompok
tersebut tidak lagi dikenali sebagai individu atau kelompok yang utuh
dengan berbagai sifat yang dimiliki, melainkan hanya berdasarkan sifat
atau atribut buruknya saja (lebih dekat dengan skizofrenia, editor Lilik
Djuari, Azimatul karimah, Surabaya: Biro Koordinasi Kedokteran
Masyarakat (BKKM) Fakultas kedokteran, Universitas Airlangga,
cetakan pertama: April 2015:1). Begitu halnya dengan yang terjadi di
Desa Sipapaga, ketika seseorang dianggap berbeda atau aneh
dibandingkan dengan dirinya serta orang lain pada umumnya,
masyarakat memiliki stigma atau cap tersendiri terhadap orang
tersebut dan masih tabu jika membicarakan orang dengan gangguan
jiwa tersebut.
3.5.3.Cedera Tulang
Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2 persen, dengan
prevalensi tertinggi ditemukan diSulawesi Selatan (12,8%) dan
terendah di Jambi (4,5%). Perbandingan hasil Riskesdas 2007dengan
Riskesdas 2013 menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi
cedera dari 7,5persen menjadi 8,2 persen.

61

Penyebab cedera terbanyak pada umumnya karena jatuh


(40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%). Jika dibandingkan
dengan hasil Riskesdas 2007, Riskesdas 2013 menunjukkan
kecenderungan peningkatan proporsi cedera transportasi darat
(sepeda motor dan darat lain) dari25,9 persen menjadi 47,7 persen.
Tiga urutan terbanyak jenis cedera yang dialami penduduk
adalah luka lecet/memar (70,9%), terkilir(27,5%) dan luka robek
(23,2%). Adapun urutan proporsi terbanyak untuk tempat terjadinya
cedera,yaitu di jalan raya (42,8%), rumah (36,5%), area pertanian
(6,9%) dan sekolah (5,4%).
Berdasarkan hal tersebut, ketika berada di lokasi penelitian
sering dijumpai kasus cedera akibat terpeleset di kebun ketika
bekerja, tertimpa kelapa, kecelakaan sepeda motor dan terserempet
kendaraan di jalan raya.

62

BAB IV
TANGAN DEWA DOTU SIPAPAGA
4.1 Kepercayaan Masyarakat terhadap dotu
Menurut Agoes, pelaksana pelayanan pengobatan tradisional
dinamakan pengobat tradisional (Batra). Pengobat batra merupakan
orang-orang yang dikenal dan diakui oleh masyarakat setempat. Para
pengobat tersebut adalah orang yang mampu melakukan tindakan
pengobatan dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat. Pada
setiap daerah, masyarakat dan jenis pengobatannya maka nama yang
popular bagi pengobat tradisional akan berbeda-beda misalnya
dukun, sinshe, tabib dll (hal 60).
Menurut Sciortiono, terapi tradisionaal itu dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori besar. Kategori pertama terdiri
dari terapi teknis-sekuler yang menggunakan ilmu lahir (ilmu luar,
teknis atau alami) seperti pengobatan mandiri dengan jamu-jamuan
dan pijit, serta dukun semacam dukun bayi, dukun atau tukang pijit
dan tukang penjual jamu. Semua spesialis ini menerapkan metodemetode pengobatan yang bersifat teknis ketika melakukan
pengobatan . Meskipun doa dapat digunakan, namun kekuatan
spiritual atau dukungan roh-roh halus tidak esensial pada sukses
pengobatan.
Kategori kedua terdiri dari terapi-terapi yang
menggunakan ilmu batin (ilmu dalam,spiritual atau magis) seperti
orang tua,orang pintar, dukun prewangan dan dukun kebatinan.
Pengobatannya selalu menggunakan kekuatan batin si dukun atau
pembantu supernaturalnya, meskipun dapat pula dikombinasikan
dengan praktek yang bersifat teknis seperti pijit atau jamu-jamuan.
Agar mampu melakukan pengobatan semacam ini, seseorang harus
mempunyai pengetahuan yang melampaui pemahaman rasional
mengenai dunia nyata. Ereka memerlukan intuisi, rasa dan ilmu
(ngelmu) mengenai aspek magis spiritual, sebuah realitas yang tidak
terlihat dengan mata kasar.Untuk mendapatkan ilmu ini dan pada
gilirannya mempunyai kemampuan menyembuhkan penyakit, si

63

calon dukun harus melakukan meditasi, berpuasa dan bertapa


(Menuju Kesehatan Madani, 1999).
Berdasarkan kenyataan di lapangan, banyak praktek
pengobatan yang masih dilakukan oleh masyarakat terutama untuk
penyakit-penyakit yang mereka anggap penyakit dirasa atau
tarpangan rasa dengan mencari pertolongan pengobatan kepada
dotu atau dukun itu sendiri.Menggunakan tenaga dotu maupun
orang pintar juga biasa dilakukan mayarakat dalam mengobati patah
tulang ataupun keseleo.Selain itu, dukun juga menjadi alternatif
pertama jika ada yang akan melahirkan ataupun menjadi pilihan
berkusuk ketika pemeriksaan ibu yang sedang hamil.
4.1.1 Pola Pencarian Pengobatan pada Masyarakat
Derajat kesehatan dipengaruhi faktor lingkungan, perilaku,
pelayanan dan keturunan. Pelayanan kesehatan di Indonesia tidak
hanya dilaksanakan oleh pemerintah saja tapi juga dilaksanakan oleh
lembaga swasta bahkan oleh masyarakat sendiri seperti pengobatan
tradisional dan sebagainya.Pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan
oleh pelayanan yang mempergunakan metode kedokteran modern
dan metode pengobatan tradisional. Penyediaan obat baik yang
modern maupun tradisional merupakan faktor yang paling penting
dalam pelayanan kesehatan.
Dalam rangka pemerataan kesehtaan secara global disepakati
strategi pelayanan kesehatan primer. Di dalam pelayanan kesehatan
primer tersebut dikena lima prinsip dasar, yaitu: (1) pemerataan
upaya kesehatan, (2) penekanan upaya preventif, (3) penggunaan
teknologi tepat guna dalam upayaa kesehatan, (4) peran serta
masyarakat dalam semangat kemandirian dan (5) kerjasama lintas
sectoral dalam pembangunan kesehatan.
WHO melalui resolusi tahun 1977 menyatakan bahwa
pelayanan kesehatan masyarakat tidak dapat merata tanpa
mengikutsertakan sistem pengobatan tradisional. Pengobatan
tradisional dengan obat-obat tradisionalnya mempunyai latar

64

belakang sosiobudaya masyarakat dan dapat digolongkan sebagai


teknologi tepat guna karena bahan-bahan yang dipakai terdapat
disekitar masyarakat itu sendiri, sehingga mudah didapat, murah dan
mudah menggunakannya tanpa memerlukan peralatan yang mahal
untuk mempersiapkannya. (Agoes, Azwar., Jacob,T. Antropologi
kesehatan Indonesia Jilid I Pengobatan Tradisional. Jakarta : Penerbit
Buku kedokteran EGC. 1992)
4.1.2 Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan
cara lain dari ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang
diturunkan secara lisan maupun tulisan yang berasal dari Indonesia
atau luar Indonesia. Sedangkan obat tradisional merupakan obat yang
dibuat dari bahan aatau paduan bahan-bahan yang diperoleh dari
tanaman, hewan, atau mineral yang belum berupa zat murni.Obat
tradisional meliputi simplisia, jamu gendong, jamu berbungkus dan
obat kelompok fitoterapi.(Agoes, Azwar., Jacob,T. Antropologi
kesehatan Indonesia Jilid I Pengobatan Tradisional. Jakarta : Penerbit
Buku kedokteran EGC. 1992)
Menurut Agus (1992), Penggunaan obat tradisional sebaiknya
pada penyakit yang memerlukan kriteria prevalensi tinggi, insiden
tinggi, tersebar pada area luas, fasilitas pelayanan kesehatan yang
rendah dan mudah dikenal oleh masyarakat. Penyakit yang memenuhi
kriteria tersebut antara lain adalah demam, sakit gigi, sakit kepala,
batuk, diarea, obstipasi, mual, penyakit kulit, cacingan dan anemia
Obat tradisional yang digunakan sebaiknya memenuhi kriteria
mudah didapat (jika mungkin dari kebun sekitar rumah atau dapur),
dikenal oleh orang banyak, proses penyimpanannya sederhana,
mudah digunakan dan tidak berbahaya dalam penggunaannya.
Penyakit atau keluhan yang dapat ditanggulangi dengan
tanaman obat antara lain adalah:
1. Penyakit yang dapat diobati secara kausal seperti cacingan,
malaria dan gigitan serangga

65

2. Gejala penyakit yang diobati secara simptomatik seperti batuk,


sakit kepala, demam, pegal linu, mual, diarea, sembelit, mulas,
sariawan, wasir, gatal, luka baru, bisul, perut kembung, luka
bakar ringan, mimisan dan sakit gigi.
3. Keadaan yang diobati secara suportif seperti jerawat, ketombe,
melancarkan air susu, menghilangkan bau badan,
menghitamkan rambut, menyuburkan rambut, kurang nafsu
makan, pemulih tenaga sehabis bersalin, kehamilan dan anemia.
4. Penyakit yang sudah didiagnosis dokter seperti darah tinggi,
kencing manis, batu ginjal, penyakit mata, batu empedu,
keputihan dan sulit kencing.
4.2. Pengobatan Beberapa Kasus Penyakit dalam Masyarakat
4.2.1 tarpangan Rasa/dirasa
Salah satu penyakit yang ditemui paada masyarakat adalah
Tuberkulosis atau dikenal dengan TB.Penyakit TB masih belum
tereradikasi di Sipapaga.Penyakit yang memerlukan terapi minimal 6
bulan dengan gejala utama batuk berkepanjangan, keringat malam
dan turunnya berat badan sehingga pasien tampak makin kurus dan
pucat ini seharusnya segera diobati sehingga tidak terjadi penularan.
Keadaan ini menjadi perhatian dalam penelitian ini karena pasien TB
yang bertambah kurus dan pucat ini dianggap masyarakat sebagai
sakit yang dirasa atau terpangan rasa yang menurut masyarakat
sakit akibat diguna-guna atau diracun. Racun itu dimasuki lewat
makanan atau minuman yang disengaja untuk menyakiti.Masyarakat
percaya untuk menghilangkan racun itu penderita harus dibawa
berobat ke dotu. Di dotu, pasien yang datang dengan kondisi lemah,
kurus dan pucat ini akan diobati dengan cara dibubus. Dibubus
merupakan pengobatan dengan cara meminumkan ramuan yang
sudah disiapkan oleh dotu yang terdiri atas rebusan rempah-rempah
seperti kunyit.lalu kemudian akan diminum oleh pasien di rumah
sehingga bebrapa hari akan mengalami diare atau mencret-mencret.

66

Hal ini diyakini akan mengeluarkan seluruh racun yang masuk di dalam
tubuh pasien.
Pada kasus informan Mrt, yang sudah menderita penyakit
paru-paru sejak 2 tahun belakangan memiliki cerita yang lain lagi.
Pada saat pertama kali berkunjung, informan sedang terbaring di
rumah dengan kondisi lemah, pucat dengan perut buncit dan
membesar. Sehari-hari selalu terbaring ditempat tidur yang terletak di
ruang tengah rumah dan selalu didampingi oleh istrinya yang sedang
hamil tua.Pada saat itu, informan sudah melakukan pengobatan ke
Rumah Sakit di Bukittinggi dan selalu control setiap 9
bulan.Sebelumnya informan terlebih dahulu dirujuk ke Rumah Sakit
Umum Madina di Panyabungan, namun karena tidak ada obat
kemudian di bawa ke Bukittinggi.
Informan sebelumnya menceritakan bahwa sebelum dibawa
ke rumah sakit, keluarga terlebih dahulu membawa berobat kepada
dotu/dukun/orang pintar yang ada di desa.Pada saat itu, penyakit
yang dideritanya dipercaya sebagai dirasa atau diracun. Seperti
penuturan informan berikut ini :
katanya dibikin orang racunnya lewat makanan. Lalu
berobat ke dotu dan diberi ramuan kunyit, namanya sibubus.
Lalu mencret-mencret beberapa kali sampai lemestapi ga
mempan makanya dibawa berobat ke rumah sakit.
Sama halnya dengan penyakit yang dianggap sebagai dirasa
oleh masyarakat, jika berobat ke dotu akan dilakukan pengobatan
dengan cara di sibubus. Namun setelah beberapa lama melakukan
pengobatan dengan pengobatan tradisional apalagi sejak kondisi
informan bertambah lama bertambah pucat, lemes dan selalu
terbaring di tempat tidur akhirnya keluarga memutuskan membawa
ke rumah sakit untuk diobati.
Penyakit batuk-batuk lama yang diiringi dengan sesak nafas
disebut masyarakat selain tarpangan rasa, dirasa juga disebut dengan

67

istilah tarok. Kasus tarok dialami oleh salah seorang informan Mdn,
dimana sepengetahuan informan batuk-batuk lama dengan sesak
nafas yang dialaminya sekarang ini penyebabnya adalah karena
terkena angin malam karenaa suka nongkrong-nongkrong alias nonton
bersama di warung, kuat bekerja sehingga timbul batuk-batuk dan
mengganggu pekerjaan jika sudah sesak nafas. Batuk ini dialami atau
dirasakan sangat mengganggu ketika malam hingga pagi hari.Informan
mengatakan, gejala penyakit ini sudah dirasakannya sejak 1 tahun
yang lalu.Sama dengan beberapa informan lainnya, Mdn membawa
penyakitnya untuk diobati ke beberapa dotu, namun terakhir sudah
mulaii membaik setelah berobat ke rumah sakit. Pengobatan di rumah
sakit dilakukan setelah dilakukannya penjaringan pasien oleh bidan
desa setempat dengan cara mengumpulkan sputum untuk
diperiksakan ke puskesmas setempat. Pada saat diwawancara, Mdn
mengatakan jika penyakit yang dialaminya ini kambuh lagi sekitar 3
bulan yang lalu. Penyakit ini kambuh lagi karena menurut informan
terlalu bekerja berat menjadi sopir angkot (angkutan kota) sehingga
memutuskan untuk tidak mau bekerja lagi sebagai sopir angkot. Pada
saat bekerja sebagai sopir, informan mengatakan tidak bisa berhenti
merokok.Hal ini disebabkan karena pergaulan yang dijalani memaksa
harus mengikuti rekan-rekan sesama sopir untuk merokok. Walaupun
informan tidak membeli rokok, biasanya teman-teman akan menawari
rokok serta merokok didekatnya sehingga keinginan untuk berhenti
merokok selalu terabaikan. Seperti ungkapan informan dalam petikan
wawancara berikut:
sudah tujuh bulan ga merokok, tapi menyetir angkot ga bisa
ga merokok karena diajak temen-temen jadinya merokok
lagipadahal kalo ga merokok saya sesak ga pernah lagi
jarang sesak, tapi kalo merokok hampir setiap hari sesak nafas
tapi ya gimana ga tahan sama temaan-teman kalo sudaah
kumpul-kumpul

68

Berdasarkan pengalaman berobat yang pernah dijalani


informan, paantangan yang harus diikuti oleh pasien ketika berobat ke
dotu adalah tidak boleh makan terong-terongan, makan dari sumber
yang berdarah seperti daging-dagingan , telor, puding-pudingan (telor
ayam, telor bebek).
dirasa atau diguna-guna ini biasanya diobati dengan telur
yang sudah dijampi-jampi dulu oleh dotulalu diapuskan ke
dada terus dipecahkan ke atas piring dan dilihat dulu apakah
ada kotoran di dalam telur yang berwarna merah, kalo kotor
katanya udah kenakalo tidak ada kotoran berarti bukan
karena dirasa
Pengobatan pertama yang dilakukan informan ketika itu atas
saran keluarga, yaitu orang tua yang berinisiatif membawa
pengobatan penyakit yang oleh masyarakat disebut dirasa.Pada saat
berobat ke dotu, pertama-tama yang dilakukan adalah melihat dulu
penyakit yang dialami pasien dengan menggunakan sebuah telur
sebagai perantara untuk melihat penyakit tersebut.Telur yang
digunakan adalah telur ayam, yang kemudian dijampi atau dibacakan
doa-doa oleh dotu. Setelah dibacakan jampi-jampi, telur tersebut akan
diapuskan atau diusapkan ke dada pasien untuk selanjutnya di taroh
di atas piring setelah dipecahkan terlebih dahulu. Setelah ditaroh di
atas piring, telur yang pecah tadi akan dilihat apakah ada kotoran
berwarna merah di dalam telur tersebut atau tidak. Jika terlihat ada
kotoran berwarna merah, maka itu artinya si pasien sudah terkena
dirasa, tapi jika telur tersebut bersih tidk terlihat ada kotoran yang
berwarna merah maka itu tandanya tidak terkena dirasa atau digunaguna.
Pengobatan selanjutnya yang dijalani informan adalah ke
Rumah Sakit Umum daerah Kabupaten Panyabungan, yang
sebelumnya dirujuk dari Puskesmas Panyabungan Jae.Pengobatan
disini dimulai sejak januari 2014.Namun obat kampung dari dotu

69

masih tetap diusahakan oleh informan disamping mengikuti


pantangan-pantangan dari dotu tersebut.Namun jika berobat ke
pelayanan kesehatan, dokter menyarankan untuk menghindari
merokok.
Beberapa kasus tuberkulosis yang menyerang jaringan di luar
paru, misalnya kelenjar getah bening leher,biasa terjadi pada anakanak.Orang mengenal dengan istilah rakat.Pembengkakan leher yang
tak kunjung sembuh.Sama seperti kasus dirasa, kasus rakat juga diberi
rebusan rempah-rempah.Tak peduli dia masih anak-anak sekalipun.
4.2.2. Patah Tulang atau Keseleo
Patah tulang atau keseleo merupakan penyakit yang dipercayai
masyarakat pengobatannya dengan mendatangi dotu atau orang
pintar dalam penyembuhannya. Sebut saja Mlm, tokoh masyarakat
yang sehari-hari menderes dan membuat nira, namun biasa
mengobati sakit karena patah tulang atau keseleo yang terjadi.
Biasanya dalam keseharian, luka, keseleo ataupun patah tulang
dalam Masyarakat Sipapaga diobati dengan cara tradisional
menggunakan pati batonak minyak diiringi juga dengan pengobatan
ke tenaga kesehatan. Pada kasus yang terjadi pada informan Msl, anak
laki-laki beliau yang biasa bekerja membawa becak mengalami
kecelakaan, ditabrak oleh mobil saat membawa becak di Kota
Panyabungan.Pada saat kejadian, kaki kanan korban sepertinya
bergeser dengan aspal jalan sehingga kelihatan ada luka
terbuka.Informan yang juga merupakan tokoh masyarakat Desa
Sipapaga juga pandai mengobati luka, keseleo ataupun patah
tulang.Beliau kemudian mengobati dengan resep tradisional yang
diperoleh secara turun-temurun tersebut. Sebelumnya korban sudah
terlebih dahulu dibawa ke rumah sakit untuk diobati serta dirontgen
dan hasilnya tidak terjadi apa-apa hanya terdapat luka terbuka saja di
kaki.

70

Perawatan di rumah yang dilakukan dengan pati batonak


minyak dilakukan 2-3 kali sehari sampai sembuh. Pengobatan ini juga
diiringi dengan pengobatan kepada tenaga kesehatan di Rumah sakit
Umum Panyabungan dan Mantri Kesehatan. Menurut informan:
setelah luka atau bagian yang sakit diberi minyak tonak
tidak boleh banyak gerak dulukalo itu kadang-kadang karena
urat-uratnya yang membengkok dan terasa waktu diraba,
makanya ketika diberi minyak bagian yang sakit diurut-urut
sesuai bagian urat-uratnya. Pada bagian luka bisa juga diikat
dengan
kainnamun tidak terlalu kuat karena takut
kekencangan sehingga urat-urat akan bertemu.
4.3 Pola Pencarian Pengobatan Pada Masyarakat
Sakit

Self Medication:
1.
Obat Bebas
2.
Meramu
Herbal

Berobat ke dotu / dukun

Bahan

1.
2.
3.
4.

Dirasa atau diracun


Kasus cedera
Ketinggalan tondi
Sakit kronis yang tidak kunjung
sembuh setelah berobat ke tenaga
kesehatan

Mencari Pertolongan

Tenaga Kesehatan:
1. Bidan Praktik Swasta
2. Pustu
(Puskesmas
Pembantu)
3. Mantari/
Perawat
di
Perbangunan

1.
2.

Disarankan opname di rumah


sakit
Dirujuk ke dokter atau
Puskesmas

Tidak Sembuh

Cari dotu lain alias shopping


dotu

Sembuh atau Membaik

Gambar 4.1.
Pola Health Seeking BehaviourMasyarakat Sipapaga

71

Secara umum, pencarian pengobatan pertama kalinya


dilakukan masyarakat Desa Sipapaga dengan mencari dotu atau
dukun/orang pintar.
Ketika sakit, selain melakukan self medication, masyarakat
mencari pertolongan tenaga medis dan pengobat tradisional. Tapi
pada kasus-kasus tertentu, pengobatan tradisional lebih diutamakan.
Tak jarang seseorang yang sakit berganti-ganti dotu sebelum mencari
pertolongan dari tenaga kesehatan
4.3.1 Tenaga kesehatan
Masyarakat sudah menerima layanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan walaupun cara-cara tradisional masih belum ditinggalkan.
Tak bisa dipungkiri bahwa beberapa cara tradisional mungkin bisa
dilakukan bersamaan dengan cara-cara pengobatan konvensional,
tapi memang ada beberapa cara pengobatan tradisional yang tidak
sesuai standar terapi . Seorang informan (P,27) mengungkapkan
dalam petikan wawancara berikut :Kami bukannya tidak percaya
dokter, perawat atau bidan tapi untuk patah tulang atau takie
(terkilir) kami sudah percaya dengan tulang (paman) ini.
Dalam banyak kasus khususnya yang memerlukan tindakan
medis invasif, misalnya: operasi atau pemasangan fiksasi external/
gips dsbnyamasyarakat umumnya enggan dan hanya meminta obat
suntik atau obat untuk diminum dari tenaga kesehatan.
Pada kasus penyakit mata, warga sepenuhnya mengandalkan
pertolongan dari tenaga kesehatan, tanpa ke dotu/pengobat
tradisional. Tapi ketika dikatakan pengobatannya sulit, tidak bisa
dioperasi, informan memilih pasrah tanpa berusaha mencari
pendapat kedua dari dokter lain. Alasannya tidak ada biaya berobat.
Hal ini diungkapkan oleh salah seorang informan, yang mengatakan
bahwa, dia tidak mau ke dotu (dukun) lagi Ngga ke dotu lagi
ujarnya dalam bahasa setempat

72

Gambar 4.2
Salah seorang penderita katarak
dan berobat ke Padang
Sumber: dokumentasi peneliti

Saya ke spesialis mata di Padang. Dibilang ada infeksi, bukan karena


katarak. Katanya tidak bisa dioperasi, malah bisa buta kalau
dipaksakan operasi
Mata kirinya mulai kabur perlahan-lahan sekitar 3 tahun yang lalu.
Baik untuk melihat jauh dan dekat . Bahkan untuk mengaji saja susah.

Gambar 4.3: kondisi mata pasien

Gambar 4.3
Sumber: dokumentasi peneliti
Sudah 3 tahun mata kiri Tamim memburam, tidak bening lagi.
Kami mencoba mengukur
visus (daya penglihatan) dengan
instrumen lampu senter dan kemampuan melihat jari. Hasilnya 1/,
artinya hanya bisa membedakan terang dan gelap saja. Tampak
kornea mengalami sikatriks (timul jaringan parut).
4.3.2 Sarana Kesehatan
Informan yang kami temui mengungkapkan ketika sakit, mereka
menggunakan obat-obat bebas yang bisa dibeli di toko obat atau

73

apotek tanpa resep dokter,secara self medication misalnya: obat


penurun panas, obat pereda nyeri, obat batuk pilek.
Ketika mereka merasa obat tersebut tidak ada hasilnya,
umumnya mereka berobat ke Pustu (Puskesmas Pembantu)
Perbangunan, bidan praktik swasta setempat atau perawat (mantari )
yang buka praktik sore, di jalan raya tak jauh dari desa.
Bapak M yang sehari-harinya membuat gula aren
mengungkapkan ketika mengantar istrinya yang jatuh terpeleset
seminggu sebelumnya, Ke mantari Perbangunan itu enak, buka sore.
Kami kan pagi dan siang kerja. Bayarnya murah, 25 ribu sudah dapat
obat.Dekat lagi dari desa.Yang berobat ramai, antri, kami saja dapat
nomor 35.
Masyarakat akan berobat ke Puskesmas yang memiliki tenaga
dokter atau ke tempat praktik pribadi dokter hanya dilakukan ketika
obat dari mantri atau Pustu tidak berhasil sembuh atau diberikan
surat rujukan. Jarak yang lebih jauh dari Pustu menjadi pertimbangan
kenapa banyak yang tidak berobat ke Puskesmas. Belum lagi jam buka
Puskesmas yang terbatas sampai siang saja sesuai jam kantor, ketika
masyarakat sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri di kebun dan di
tempat kerja.
Terkadang ada kasus penyakit yang memerlukan rawat inap /
opname di rumah sakit. Seorang informan mengaku puas dengan
pelayanan rumah sakit, karena obat rutin diberikan, dokter dan
perawat juga rajin memeriksa kondisi. Ada pula yang mengaku tidak
puas dengan alasan:
1. Selama di-opname hanya sekali saja diperiksa diperiksa dokter.
Mending diinfus di rumah saja, kalau di rumah sakit paling Cuma
sekali ditengok dokter lalu dibiarkan saja, ngga pernah diperiksa
lagi seharian(N, ibu dari A ,11 tahun)
2. Tidak segera dilayani
A menceritakan dulu ke rumah sakit sudah menunggu berjam-jam
tidak segera diperiksa, tidak segera dapat obat. Tentu kami tidak

74

tahu, apa yang terjadi saat itu, apakah mungkin ada pasien lain
yang lebih gawat dan membutuhkan pertolongan segera sehingga
lebih diprioritaskan.Tetapi hal iti tidak disampaikan ke pasien
lainnya.
3. Kurangnya informasi dari tenaga medis
Di rumah sakit RSUD ngga pernah saya diajak omong sama
dokter waktu diperiksa. Paling-paling bisa ngomong sama dokter
waktu di Rumah Sakit Permata Madina ( Rumah Sakit Swasta).
Kalau memang sampai harus menginap di rumah sakit, ya
mending di Permata Madina meskipun bayar lebih mahal. Kemarin
kuret dan steril ya di Permata Madina.
S, 38 tahun menceritakan pengalamannya mengantar istri yang
mengalami perdarahan dan bayinya meninggal setelah melahirkan
beberapa tahun yang lalu.
4. Biaya
Berobat ke rumah sakit masih dipandang mahal. Dan memang
tidak semua warga mendapat kartu BPJS yang dapat meringankan
biaya.
Orang protes ke saya , ada yang mampu kok dapat BPJS
sedangkan yang miskin malah ada yang tidak dapat. Ya saya
bilang, bersabar saja mungkin periode berikutnya dapat. Yang
mendata kan juga bukan perangkat desa, tapi BPS. (Syf, Pejabat
Kepala Desa Sipapaga)
Hanya seorang informan bernama NO, 53 tahun mengaku puas
dengan pelayanan rumah sakit. Ia dirawat mulai tanggal 22 Mei 2015
karena sakit kepala hebat dan nyeri perut. Awalnya dia tidak mau
masuk rumah sakit. Bukan karena alasan biaya atau kecewa dengan
pelayanan rumah sakit tetapi khawatir tidak ada yang menjaga,
karena anak harus ke sekolah semua, sementara suami sibuk
membuat gula aren. Dia juga mendapat kartu BPJS, dibagikan barubaru saja.

75

Gambar 4.4 Kartu BPJS.


Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Ya jelas kalau sakit begini baiknya di rumah sakit, ada yang
mengawasi, ada dokter, ada mantari
Anaknya bekerja cari rumput untuk pakan ternak di kediaman bupati.
Lalu, bupati pun menyuruh supaya masuk rumah sakit.
Petugas masuk kamar, berkali-kali, lebih dari 3x, ya
periksa, suntik, kasih obat.Benar-benar diawasidan tidak
marah-marah. Kemarin tidak bayar apapun selain biaya
kamar 280.000 per malam. Soalnya kamar kelas 2 dan kelas 3
penuh, lalu pak Kadis sarankan ya masuk saja kamar kelas
satu, Baik lah pelayanannya
Ketika ditanya, menurutnya kenapa ada beberapa orang yang
menolak dirawat di rumah sakit. Jawabnya,
Kalau memang parah, sampai dokter bilang harus diinfus ya
berarti harus masuk rumah sakit. Kalau tidak mau , mungkin karena
biaya ya.
Setelah dirawat hampir seminggu , dan sempat difoto Rongen
di perut, pada hari Kamis 29 Mei 2015, diperbolehkan pulang. Sakit
kepala dan sakit perut sudah membaik.Sebetulnya dia berharap
diterangkan soal penyakitnya.
Saya ngga tahu sakit apa, ngga dijelaskan juga.Malas juga nanyananya kalau tidak dijelaskan, yang penting sakit saya sembuh. Pulang
diberi obat ini.

76

Obat yang diberikan setelah pulang yaitu:


1. Meloxicam 15 mg (1x1)
2. Lanzoprazole 2x1
3. Diovan (Valsartan) 1x1
Meloxicam adalah obat pereda nyeri dan inflamasi dari golongan
NSAID.Lanzoprazole adalah obat golongan Proton Pump Inhibitor
yang bertujuanmengurangi sekresi asam lambung. Sedangkan
Valsartan adalah obat penurun tekanan darah tinggi dari golongan
Angiotensin Reseptor Blocker (MIMS Indonesia, 2015).Kami hanya
bisa menduga-duga bahwa informan kami menderita hipertensi, nyeri
kepala tipe tegang dan gastritis. Adapun apa diagnosis sebenarnya
dari dokter yang merawat, tentu kami tidak tahu.
Hasil wawancara kepada penduduk desa setempat ternyata ada
penduduk yang percaya terhadap tenaga kesehatan, tetapi ada juga
yang lebih menyukai berobat kepada dotu. Bagi penduduk yang lebih
menyukai pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis,
ingin dokter dan tenaga medis lainnya meluangkan lebih banyak
waktu untuk bicara dan menerangkan kondisi penyakit pasien, nama
penyakitnya, dengan jelas dan bukan hanya sekadar memeriksa,
memberi terapi tanpa penjelasan apapun. dan berlalu begitu saja.
konsultasi, informasi dan edukasi oleh tenaga medis masih dirasa
kurang.Dan hanya 1 informan saja yang mengaku puas dengan
pelayanan rumah sakit.
4.3.3 Home Care / Rawatan rumah
Seminggu sebelum wawancara ini N , 11 tahun demam tinggi,
susah nafas , lemas, tidak ada nafsu makan dan sariawan. Lalu A ,
ibunya memberi pangir, ramuan yang terdiri dari kunyit, jahe
,temulawak, semua bahan itu direbus dan diminum setelah
dibacakan doa. Sebagian air rebusan juga dibalurkan ke bagian yang
sakit. Dimintakan obat pula ke mantari Perbangunan, tapi demam
tidak turun dan makin lemas.

77

Gambar 4.5: Pangir,


campuran kunyit, jahe
dan temulawak
Sumber: Dokumentasi
Pribadi

Bidan praktik swasta setempat dipanggil untuk memasang infus dan


merawat saja di rumah. Alasan tidak mau dirawat saja di rumah sakit,
yaitu biaya dan anak tersebut menangis begitu ditawari masuk rumah
sakit karena takut disuntik berulang kali.
Ditambah pula isu bahwa di rumah sakit tidak segera dilayani dan
jarang ditengok menambah alasan supaya dirawat di rumah saja. Oleh
karena itu, separah apapun kondisinya, orang mengupayakan tetap
dirawat di rumah, bahkan kalau perlu infus dan obat suntik juga
diberikan di rumah saja
Rochma, bidan, Mulai dipasang infus Sabtu 23 Mei 2015 kirakira jam 10 pagi dan lepas infus 2 hari kemudian tanggal 25 Mei kirakira jam 3 sore setelah tidak demam lagi. Waktu pertama saya periksa
demam 40 derajat dan dalam kondisi syok, harus diguyur 2 kolf NaCl
(2 kolf = 100ml). Setiap 8 jam saya tengok dan saya bilang panggil
saya di rumah atau telpon saja kalau ada apa-apa.
Diguyur maksudnya, pemberian cairan dalam jumlah besar
dan dalam waktu singkat. Digunakan cairan kristaloid misalnya:
Ringer laktat atau Normal Saline0.9%. Rumusan yang dapat
digunakan ialah 25-30 ml / kg berat badan dalam 3 jam.5
Kami tidak menemukan dasar hukum yang melarang homecare pada
pasien yang mendapat terapi infus atau suntik intravena. Tetapi,
5

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RS Dr Soetomo. 2008

78

melihat kondisi informan kami yang sempat syok dan kondisi yang
harus dipenuhi supaya pemberian cairan infus tepat dosis, sebaiknya
memang lebih baik dirawat di rumah sakit. Apalagi di rumah sakit ada
dokter yang mengevaluasi, bukan hanya bidan. Dan, hanya dokter
yang berwenang memberikan diagnosis suatu penyakit.6 Tugas dari
tenaga kesehatan yang mensosialisasikan agar masyarakat Desa
Sipapaga sadar bahwa tidak semua penyakit bisa dipaksakan untuk
dirawat di rumah.
(Kecepatan aliran cairan infus sebaiknya dicek 30-60 menit
sekali, mengingat botol infus yang masih penuh akan mengalir lebih
cepat. Demikian pula selang infus yang terjulur lurus akan mengalir
lebih cepat dibandingkan yang berbelok atau tergantung di bawah
lengan). 7
Padahal setiap pasien berganti posisi, demikian pula terjadi perubahan
posisi selang infus dan kanula jarum infus yang mempengaruhi
kecepatan alirannya.
Bagi A, sakit demam tinggi yang diderita anaknya bukan
karena virus atau bakteri tertentu, tetapi akibat paparan terik
matahari ataupun bermain di luar saat hujan deras. Walaupun bidan
yang merawat sudah curiga penyakit ini adalah demam dengue
disertai syok.
4.4 Pandangan masyarakat desa Sipapagan tentang imunisasi
Berdasarkan standar yang ditetapkan dalam IPKM ( Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat). Definisi imunisasi dasar
lengkap (PPI) adalah:
Imunisasi yang telah diperoleh anak umur 12-23 bulan.
Lengkap jika anak tersebut telah diimunisasi 1 kali BCG, 3 kali
DPT,dan minimal 3 kali Polio, dan 1 kali campak. (Riskesdes.
2007

6
7

UU Praktik Kedokteran
Kumagai. 2008

79

Imunisasi yang telah diperoleh anak umur 12-59 bulan.


Lengkap jika anak tersebut telahdiimunisasi 1 kali BCG, 3 kali
DPT,dan minimal 3 kali Polio, dan 1 kali campak. (Riskesdes.
2013).
Selain imunisasi dasar , ada pula imunisasi tambahan yang
juga dianjurkan oleh IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia) yaitu : Hib,
MMR, demam tifoid, varisela, hepatitis A, polivalen pneumokok ,
meningokok, influenza, rotavirus.8
Gambar 4.6
Jadwal dan rekomendasi
imunisasi menurut IDAI
Sumber: dokumentasi
peneliti

Melihat data dari Puskesmas Panyabungan Jae, cakupan imunisasi


dasar, khususnya BCG dan Hepatitis B awal, masih jauh dari target
100%. Kami khawatir, dengan cakupan imunisasi yang masih rendah,
maka angka insidens Hepatitis B dan Tuberculosis akan sulit ditekan.
Dan, masih banyak lagi warga yang akan tarpangan rasa (rasa atau
diguna-guna
4.5 Imunisasi di Sipapaga
Paling kurang setiap bulan, diadakan Posyandu di Sipapaga.
Ruang kolong tribun lapangan bola menjadi tempat kegiatan
Posyandu. Di situlah diadakan ceramah kesehatan semacam
penyuluhan kecil-kecilan, pemberian imunisasi dasar dan pemberian
makanan tambahan.
Pagi harinya, diumumkan melalui pengeras suara masjid dalam bahasa
Sipapaga atau bahasa Mandailing, bahwa nanti siang jam sekian akan
dilaksanakan kegiatan Posyandu dan imunisasi.
8

IDAI, 2008

80

81

Gambar 4.7
Kolong tribun
lapangan bola
tempat posyandu
dan imunisasi
Sumber:
dokumentasi
peneliti
Imunisasi di desa Sipapaga bukan merupakan hal yang mudah
untuk dilaksanakan. Hali ini bukan karena tidak adanya vaksin
imunisasi, tetapi masyarakat desa yang merasa khawatir kalau anak
atau bayinya diimunisasi bukannya sembuh, tetapi malah berakibat
sakit pada si kecil. Berikut adalah pernyataan
Bidan Desa Aek Banir dalam petikan wawancara di bawah ini:
imunisasi susah, kalo suami selalu marah-marah jika
pulang dari kebun anak-anak rewel dan menangis
semalamanAda juga nenek (ibu dari salah seorang
informan) tidak memperbolehkan cucunya diimunisasi
karena rewel, demam dan nangis sehingga mamaknya tidak
bisa ke kebun sedangkan cucunya kan nenek yang
ngasuh.
Berikut adalah bagan pelaksanaan imunisasi dan pandangan
masyarakat terhadap imunisasi
Alasan Tidak mau Imunisasi

1.
2.
3.
4.

Anak rewel
Dilarang suami atau mertua
Belum paham manfaat dan
penyakit apa yang bisa dicegah
Belum paham kenapa anak sehat
harus disuntik

Hasil:
Tidak
terbentuk
herd immunity
Rentan
terkena
hepatitis B, TB
ataupun penyakit
lainnya

Gambar 4.8
Bagan pelaksanaan Imunisasi desa Sipapagan

82

Bidan lainnya di desa yang sama juga mengemukakan hal yang


serupa terkait pelaksanaan imunisasi. Berikut adalah pernyataan
bidan I:
Jarang ada yang mau imunisasi di Posyandu. Datang ke
Posyandu paling-paling maunya dapat Vitamin A, BCG dan
Polio saja.Sama dapat makanan tambahan.Apalagi
imunisasi DPT, habis disuntik kan anaknya demam lalu
malas makan gitu, orang makin gak mau imunisasi DPT.
Padahal waktu penyuluhan sudah kami beritahu, mending
sekarang demam dan rewel daripada nanti sakit lebih
parah.
Sulitnya melakukan imunisasi pada masyarakat juga tercermin
dari tabel cakupan imunisasi polio di puskesmas Sipapaga. Dari data
cakupan imunisasi polio dan DPT, masih perlu banyak usaha untuk
mendekati angka 100%.

Gambar 4.9: Cakupan imunisasi polio dan DPT tahun 2014


Sumber: Data Imunisasi Puskesmas Sipapaga
Kami tidak mendapatkan data khusus dari Desa Sipapaga
mengenai berapa cakupan imunisasi BCG, vaksinasi untuk mencegah
TB. Untuk data kecamatan Panyabungan Jae yang meliputi seluruh
desa di luar Sipapaga baru tercakup 63%.

83

Imunisasi dasar memang gratis.Tapi, bukan biaya yang


menjadi alasan masyarakat tidak mau membawa anaknya untuk
diimunisasi. Selain alasan tidak mau anak rewel, ada pula yang
menganggap bahwa memberi suntikan seharusnya pada seseorang
yang dianggap sakit dan bukan pada anak yang sehat. Berikut
pernyataan A, salah seorang informan:
Ngapain anak sehat kok disuntik? Yang disuntik kan orang
sakit. Mana anak saya takut jarum. Saya bilang, kalau di
sekolah ada yang mau suntik, ya sudah lari pulang saja

Gambar 4.10
Imunisasi di Posyandu Sipapaga
Sumber : dokumentasi peneliti
Ketika ditanya, apakah informan tahu bahwa imunisasi itu
suatu bahan untuk mencegah penyakit dan memang diberikan
kepada anak yang sehat.Dan apakah sudah tahu bahwa imunisasi
memang bukan obat, jadi tidak diberikan kepada anak sakit atau
tahukah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan
bagaimana mengenali gejala awalnya?Semua informan yang kami
jumpai menjawab tidak tahu atas semua pertanyaan di atas.
Cuma diumumkan saja di masjid,bahwa siang nanti akan
ada Posyandu. Yang punya anak kecil bisa dibawa. Mana

84

tahu awak apa itu imunisasi,itu buat mencegah sakit apa


(S, 24)
Informan lain (L) berkata, Saya sih maunya imunisasi lengkap,
tapi dilarang sama bapaknya ama mertua saya. Pengambilan
keputusan dalam keluarga tak bisa dilepaskan dari peran suami dan
mertua (orang tua pihak laki-laki) dan ketika pihak suami tidak ingin
anaknya diimunisasi, maka anak itu pun tentu tidak tercakup program
imunisasi
Kami lalu menanyai informan S, 38 tahun,
Jadi mungkin maunya soal imunisasi ini sebaiknya
disebarluaskan lewat brosur, selebaran atau mungkin
dimasukkan TV ya? Supaya orang tahu apa itu vaksin,
penyakit apa yang bisa dicegah lalu efek sampingnya seperti
demam yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan, dsbnya.

Gambar 4.11
Wadah cool box
penyimpanan vaksin dan
tempat pembuangan
jarum bekas.

Agar tidak rusak, vaksin harus disalurkan dengan cara cold


chain dan jarum bekas sekali pakai dibuang dalam wadah khusus
demi keamanan pasien dan petugas medis. Jarum bekas akan
dimusnahkan dengan incenerator khusus.
Di tengah usaha tenaga kesehatan setempat yang
mengadakan penyuluhan, ternyata pesan mengenai pentingnya
imunisasi belum banyak diketahui orang. Tak heran muncul

85

penolakan warga. Tenaga kesehatan tetap melayani imunisasi sesuai


prosedur yang ada meskipun banyak masyarakat yang menolak
imunisasi terhadap anak dan bayinya.
Ya, maunya sih begitu, kalau tidak kami juga tidak mau
imunisasi, saya sendiri tidak tahu kalau orang Puskesmas bikin
penyuluhan.
Kemungkinan karena penyuluhan dilakukan pada jam kerja,
biasanya masyarakat juga melaksanakan kegiatannya pada pagi
sampai siang hari.
siang orang pergi bekerja, susah mengharapkan semua
orang datang berkumpul apalagi untuk mendengarkan
penyuluhan, bukan pembagian beras Raskin
Hal lain yang membuat masyarakat enggan untuk pergi ke
posyandu dan mendengarkan penyuluhan atau informasi dari tenaga
kesehatan adalah tempat dilakukannya kegiatan penyuluhan, yaitu
penyuluhan diberikan di teras Posyandu dan orang harus berdiri di
sana untuk mendengarkan, tanpa kursi atau bangku duduk. Media
penyuluhan pun berukuran kecil berupa booklet yang kurang pas
untuk bahan berbicara di depan banyak orang.

Gambar 4.12
Penyuluhan dilakukan di teras Posyandu dengan berdiri.
Sumber: dokumentasi peneliti

86

Belum ada media penyuluhan yang memadai berupa gambar, poster


ataupun alat peraga lainnya
Pemberian makanan tambahan merupakan bagian dari
pelaksanaan posyandu di desa Sipapaga. Dibandingkan dengan
pelaksanaan munisasi yang lebih sulit diterima oleh masyarakat
setempat, maka sebaliknya kegiatan pemberian makanan tambahan
merupakan hal yang sangat dinantikan oleh masyarakat. Rupanya
pemberian makanan tambahan Posyandu yang lebih bisa diterima
dibandingkan imunisasi. Di Sipapaga, pemberian makanan tambahan
pada masyarakat berupa biskut dan bubur bayi dalam kemasan.

Gambar 4.13
Pemberian Makanan Tambahan Pada Kegiatan Posyandu
Sumber: dokumentasi pemeliti
4.5.1 Cakupan Imunisasi Di Desa Sipapaga
Cakupan imunisasi di Desa Sipapaga menurut Bidan desa
setempat dibawah 50%. Hal ini disebabkan karena banyak keluarga
baik dalam keluarga inti maupun keluarga luas menolak anak atau
cucunya diimunisasi, karena biasanya setelah diimunisasi bayi atau
anak mereka pasti rewel sehingga mengakibatkan ibu, bapak dan
keluarga lainnya terganggu dalam beraktifitas sehari-hari.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bidan desa Sipapaga berikut ini :
susah kalo disini, suami mereka marah-marah kalo pulang ke

87

rumah anak rewel dan menangis habis diimunisasimereka tidur


terganggu jika anak rewel .
4.6 Pandangan Masyarakat pada Pengobatan Tradisional
4.6.1 Dotu / Dukun Penyembuh
Disamping pengobatan modern oleh bidan, perawat dan
dokter di fasilitas kesehatan yaitu Puskesmas, tempat praktik pribadi
dan rumah sakit, kebanyakan orang-orang Sipapaga yang kami
wawancarai tidak melepaskan cara-cara pengobatan tradisional, baik
dengan meracik obat sendiri (self medication) atau mencari dotu.
Menurut Sciortiono, terapi tradisional itu dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori besar. Kategori pertama terdiri
dari terapi teknis-sekuler yang menggunakan ilmu lahir (ilmu luar,
teknis atau alami) seperti pengobatan mandiri dengan jamu-jamuan
dan pijit, serta dukun semacam dukun bayi, dukun atau tukang pijit
dan tukang atau penjual jamu. Semua spesialis ini menerapkan
metode-metode pengobatan yang bersifat teknis ketika melakukan
pengobatan . Meskipun doa dapat digunakan, namun kekuatan
spiritual atau dukungan roh-roh halus tidak esensial pada sukses
pengobatan.
Kategori kedua terdiri dari terapi-terapi yang
menggunakan ilmu batin (ilmu dalam,spiritual atau magis) seperti
orang tua,orang pintar, dukun prewangan dan dukun kebatinan.
Pengobatannya selalu menggunakan kekuatan batin si dukun atau
pembantu supernaturalnya, meskipun dapat pula dikombinasikan
dengan praktek yang bersifat teknis seperti pijit atau jamu-jamuan.
Agar mampu melakukan pengobatan semacam ini, seseorang harus
mempunyai pengetahuan yang melampaui pemahaman rasional
mengenai dunia nyata. Mereka memerlukan intuisi, rasa dan ilmu
(ngelmu) mengenai aspek magis spiritual, sebuah realitas yang tidak
terlihat dengan mata kasar. Untuk mendapatkan ilmu ini dan pada
gilirannya mempunyai kemampuan menyembuhkan penyakit, si
calon dukun harus melakukan meditasi, berpuasa dan bertapa.9
9

Menuju Kesehatan Madani, 1999

88

Berdasarkan kenyataan di lapangan, banyak praktek


pengobatan yang masih dilakukan oleh masyarakat terutama untuk
penyakit-penyakit yang mereka anggap penyakit dirasa atau
tarpangan rasa dengan mencari pertolongan pengobatan kepada
dotu atau dukun itu sendiri. Menggunakan tenaga dotu maupun
orang pintar juga biasa dilakukan mayarakat dalam mengobati patah
tulang ataupun keseleo berurut jika . Selain itu, dukun juga menjadi
alternatif pertama jika ada yang akan melahirkan ataupun menjadi
pilihan berkusuk untuk pemeriksaan ibu hamil.
Berobat ke dotu atau dukun masih menjadi pilihan pertama
ketika masyarakat menduga bahwa sakitnya disebabkan oleh :
1. Dirasa atau diracun dengan guna-guna yang ditebar di makanan
2. Kasus cedera misalnya: patah tulang dan terkilir akibat
kecelakaan
3. Penyakit akibat angin yang ditandai dengan nyeri perut, rasa
tidak enak badan dan demam
4. Kasus penyakit menahun yang tidak kunjung sembuh setelah
berobat ke dokter
5. Ketinggalan tondi , atau ketinggalan jiwa. Jiwa seseorang
dianggap tertinggal di suatu tempat misalnya: pohon, badan
orang lain,dsbnya karena kaget atau emosi terguncang di
tempat tersebut. Bisa pula karena diganggu jin di hutan.
6. Menangani persalinan
7. Gangguan kesuburan
8. Rasinge (Nyeri Kepala Menahun)
Dotu adalah orang orang tertentu yang dipercaya bisa
menyembuhkan suatu penyakit dengan sarana ramu-ramuan yang
sudah didoakan. Orang percaya justru doa pada bahan-bahan
ramuan itulah yang bisa membuat ramuan itu memiliki efek obat.
Istilah yang digunakan ialah Obat kampung untuk membedakan
dengan Obat saja yang berarti terapi oleh tenaga medis.

89

Ketika warga mengeluh kurangnya informasi yang disampaikan oleh


tenaga kesehatan saat berobat, kami menjumpai bahwa masyarakat
menganggap dotu tidak pelit informasi, malahan bisa sering bertemu
untuk konsultasi. Tentu dotu menjelaskan dengan pemahamannya
yang tradisional.

Gambar 4.14: Dotu


melakukan pengobatan
Sumber : dokumentasi
peneliti

Dotu A.M adalah salah seorang dotu yang cukup dipercaya di


desa ini. Dalam melakukan pengobatan dotu cukup dengan
mendoakan bahan ramuan herbal yang sudah dikumpulkan di dalam
kantong plastik. Dotu A.M bahkan tidak menambahkan bahan
apapun ke dalam ramuan obat tersebut, hanya membacakan doa dan
menyemburkan sedikit ludah lalu diserahkan kembali ke orang sakit
itu. (Jawa: disuwuk).
Uniknya, setiap penyakit ada dotu sendiri- sendiri yang
dianggap ahli dalam hal itu. Misalnya: Sakit dirasa atau ketinggalan
tondi, orang percaya dotu M di Desa Aek Banir( Desa tetangga
Sipapaga) dianggap ahlinya. Sementara, dotu A.M di desa Sipapaga
lebih dipercaya untuk kasus cedera. Mirip dokter saja di mana
seorang dokter dianggap lebih ahli pada, misalnya: kasus syaraf.
Bedanya dokter menyandang gelar ahli tertentu setelah menempuh
pendidikan formal, yaitu gelar spesialis untuk keahlian khusus di
bidang tertentu.

90

Sar,70 tahun,Dukun Bersalin dan kusuk/ pijat


masalah kesuburan
A,M, Masalah cedera dan Rasinge/ nyeri kepala

Spnj, Ketinggalan Tondi /ruh , terpangan rasa


/diracun dan Rakat / luka borok

Ny.Tmn(+- 100thn), Desa Aek Banir, Dukun


Bersalin

Gambar 4.15: ilustrasi Pembagian dotu berdasarkan keahliannya


Sumber: dokumentasi peneliti
Dotu terspesialisasi berdasarkan keahlian-keahlian tertentu
sesuai yang dipercaya masyarakat. Masih banyak dotu lainnya yang
menjadi pilihan penduduk Sipapaga. Yang tertulis di atas hanyalah
yang tinggal di Sipapaga dan desa-desa tetangga saja.
Kami menanyai seorang informan, Kemarin keluarga
bilangnya ketinggalan tondi, lalu abang berobat ke Aek Banir, bukan
ke om A.M yang dekat sini saja itu?
Lho itu kan pintarnya mengobati patah tulang Mas.10 Kalau sakit
saya kemarin ya cari dotu yang lain di Aek Banir. I.S. 32 tahun,
seorang tukang bangunan menceritakan pengalamannya sakit demam
tinggi dan kesadaran menurun sekitar 3 bulan lalu. Sebelum muncul
demam, sempat sakit kepala dan sulit tidur sampai mata merah. Lama
kelamaan kakinya jadi dingin dan lemas susah dipakai berjalan.
I.S mengaku tidak pernah digigit tupai, anjing, kelelawar
ataupun binatang liar lainnya. Kalau nyamuk tentu saja di hutan
banyak. Jangankan di hutan, di rumah saja banyak.
10

Responden memanggil peneliti dengan sebutan Mas begitu mengetahui bahwa


peneliti berasal Jawa

91

Saat itu sempat berunding apakah sebaiknya dibawa ke rumah


sakit saja. Tapi keluarga memilih memanggil dotu saja dan pakai obat
kampung dulu. Dotu M dari Aek Banir dijemput dan setelah
memeriksa ia berkata, ini sakit ketinggalan tondi akibat sembarangan
menebang kayu saat mencari kayu manis di hutan, lalu diganggu jin.
Harusnya permisi dulu sebelum menebang kayu.
Maka diadakanlah upacara pemanggilan tondi di tempat
menebang kayu untuk bahan kayu manis itu lalu informan ini
dimandikan dengan air limau. Ada pula dibalurkan di kepala,
campuran daun yang tidak diketahui apa namanya, bawang putih dan
beras, ditumbuk halus.
Keluarga akhirnya memanggil bidan untuk memasang infus
dan memberi obat, tidak dibawa ke rumah sakit untuk bertemu
dokter. Disamping anggapan ini penyakit yang disebabkan ketinggalan
tondi, alasan kedua mengapa tidak dibawa ke rumah sakit adalah
repot siapa yang nanti menjaga. Istri I.S saat itu hamil, dan anaknya
masih kecil-kecil 2 orang. Soal biaya, sebetulnya bukan masalah
karena I.S memegang kartu BPJS. Butuh waktu sekitar 3 minggu
sebelum penyakitmya mulai membaik dan 2 minggu lagi sebelum
benar-benar sembuh dan bisa berjalan seperti semula
4.6.2 penggunaan obat kampung (bahan-bahan herbal)
Bahan dasar pembuatan ramuan herbal umumnya mudah
ditemukan di pekarangan, kebun-kebun atau dibeli saja di pasar.Dotu
setempat dan adik pemilik rumah yang kami tempati menemani
keliling kebun-kebun dan menunjukkan beberapa diantaranya.
(Semua gambar di bawah ini adalah dokumentasi pribadi)Tarsapo/
sakit sehabis mimpi bertemu nenek yang sudah meninggal
Awak pernah bangun tidur, sakit kepala , badan juga rasanya ngga
enak semua.Semalam sebelumnya mimpi ketemu nenek sama paman
yang sudah meninggal, tertawa-tawa bersama

92

Ptn, 27 menceritakan pengalamannya disembur salingbatuk di perut,


lutut,kaki dan kepala. Sebelumnya, batang salingbatuk dibelah 4
bagian dan didoakan. Menurutnya,tarsapo bisa terjadi karena tidak
baca doa sebelum tidur. Tidak cukup disembur salingbatuk, orang
yang kena tarsapo sebaiknya juga menyumbang pakaian kepada anak
yatim sambil mengucapkan niat, Ini baju, hadiah buat nenek.

Gambar 4.16 Salingbatuk


Sumber: Dokumentasi peneliti
4.6.3 Rasinge/ Sakit kepala kronis
Bertahun-tahun Tamim, 50 tahun menderita sakit kepala yang
kambuh tiap tahun 2-3x. Begitu kambuh,bisa bertahan berhari-hari.
Dioleskannya air yang berisi campuran bahan-bahan herbal ke kepala
setiap pagi sekitar saat matahari terbit, tengah hari dan sekitar saat
menjelang matahari terbenam.
Mengenai pemilihan waktu pengolesan, alasannya sakit kepala
itu bisa muncul sepanjang hari dan malam. Maka, dotu menyarankan
ramuan itu dioleskan beberapa saat sebelum muncul serangan nyeri,
yang artinya memang harus dioles sepanjang hari 3x.
Sangkil, silinjuang, katunggal dan jeruk yang sudah ada airnya
dicampur, dibawa ke dotu buat didoakan. Sudah itu saja, ngga pakai

93

obat-obat atau pil lainnya. Pernah ke dokter bayar 130 atau seratus
lima puluh ribu kira-kira. Sama saja, tidak hilang ini sakit kepala

Gambar 4.17: Katunggal


Sumber: Dokumentasi peneliti
Lalu, ditunjukkanlah baskom berisi ramuan herbal untuk sakit
kepala dan kami diajak berkelililing kebun melihat secara langsung
tanaman yang digunakan sebagai bahan ramuan.
Kami pun hanya bisa menduga-duga jenis sakit kepala apa
yang diderita, apakah ini sakit kepala tipe tegang, migrain atau
cluster. Demikian pulapenyebabnya, apakah tumor intrakranial (
dalam rongga kepala) ataukah idiopathic (tak diketahui
penyebabnya), mengingat Tamim tidak melanjutkan pengobatan di
sarana dan tenaga kesehatan.

Gamba 4.18 : Sirinjuang


Sumber: Dokumentasi peneliti

94

Gambar 4.19: Sangkil putih dan Sangkil hitam


Sumber: Dokumentasi peneliti

Gambar 4.20: Air campuran sangkil, silinjuang, katunggal dan


jerukdioleskan ke kepala untuk obat rasinge.
Sumber: Dokumentasi peneliti
4.7 Masuk angin dan kemiripan dengan konsep angin patologis
dalam akupunktur
Matahari masih baru turun ketika dotu A.M dipanggil
mendadak ke sebuah rumah. Syrn, 17 tahun, seorang siswa SMK
perkantoran terbaring di tikar minta dipijat. Sudah 3 hari ia mengeluh
demam dan nyeri perut
....Ada saja orang yang minta tolong, sering awak sampai tidak
sholat.. ujar A.M

95

...Masuk angin ini...Mesti dikusuk supaya anginnya keluar, katanya


lalu minta diambilkan balsam dan minyak kelapa dicampur dalam satu
wadah. Setelah diaduk-aduk, mulailah A.M memijat dengan lembut,
sesekali tangannya berhenti di beberapa titik meberi sedikit tekanan
lebih. Di saat itulah Syrn memicingkan mata menahan nyeri. Masuk
angin11
Syrn awalnya merasa kembung di ulu hati tapi terasa makin
nyeri dan berpindah ke perut kanan bawah. Sempat meminta obat
dari bidan praktik swasta bernama Rachma, yang hanya berjarak 50
meterr di seberang jalan rumahnya dan diberikan:
1. Ranitidine 2x1
2. Sanmag 3x1
3. Sanmol (Paracetamol) 3x1
4. Ciprofloxacin 2x 500mg
Obat pertama dan kedua adalah pengobatan simptomatis
untuk menetralkan asam lambung, Paracetamol adalah obat anti
peradangan dan anti demam sedangkan yang keempat adalah
antibiotik.Riwayat operasi sebelumnya ialah operasi usus turun
saat kelas 3 SD12. Tampak bekas luka memanjang di tepi kemaluan.
Kami mendapat angka 38 derajat Celcius pada pemeriksaan
suhu tubuh dan tanda McBurney positif,yaitu rasa nyeri ketika perut
kanan bawah ditekan. Muncul kecurigaan bahwa kasus masuk
angin ini mengarah ke dugaan appendicitis / radang usus buntu.
Appendicitis adalah suatu kedaruratan medis yang
memerlukan tindakan bedah segera. Terapi non bedah dengan obat
hasilnya tidak memuaskan, dengan angka keberhasilan terapi lebih
rendah, dan rentan muncul kondisi yang lebih buruk misalnya: nanah

11

Kata Angin untuk selanjutnya diberi tanda petik karena konsep ini tidak diakui
dalam pengobatan modern/ kedokteran barat
12
Mungkin yang dimaksud ialah herniotomy

96

di sekeliling usus buntu / Periapendicular Infiltrate dan Peritonitis /


radang rongga perut . ( Santacroce,Luigi. 2015)
Dengan kekuatiran komplikasi yang mungkin timbul, kami
menyarankan agar berobat saja ke rumah sakit untuk berkonsultasi
dengan spesialis bedah. Namun meskipun telah mendengar nasihat
tentang itu , Syrn dan keluarganya menanggapi dengan enggan...
Minum obat dan tunggu efek dikusuk ini saja dulu...

Gambar 4.21 : Dotu A.M melakukan pengurutan


Sumber: Dokumentasi peneliti
Dengan tekanan lembut dari perut atas ke perut bawah pada
responden yang masuk angin Dotu A.M melakukan pengurutan.
Responden enggan berobat ke rumah sakit meskipun peneliti sudah
curiga adanya radang usus buntu yang memerlukan tindakan bedah.
Dotu A.M berusia 49 tahun sehari-hari mencari air nira,
badannya tampak kekar dan tegap sekalipun berusia nyaris separuh
abad. Mengenai kapan tanggal lahir tepatnya, ia tak ingat. Saat
ditemui di lopo / warung kopi sesusai menangani masuk angin,
sekilas tak terduga ia menyimpan pengetahuan pengobatan
tradisional sehingga dipercaya penduduk Sipapaga. ...Bidan, dokter,
manteri mungkin bilang usus buntu. Tapi di sini kalau sakit perut ya
namanya masuk angin....Angin itu dari sekitar kita lalu masuk tubuh
bikin sakit..Bukan cuma sakit perut, bisa jadi muncul sakit kaki atau

97

sakit pinggang.... jawabnya dengan santai sambil sesekali


menghisap rokok.Mengenai dari mana ilmunya didapat katanya ,
Saya ini ngga sekolah, SD ngga tamat... Ya belajar saja dari dotu-dotu
sebelumnya. Ada memang dotu yang bapaknya juga pintar
mengobati,ilmunya diturunkan ...tapi saya belajarnya bukan dari
bapak
Menurutnya, penyebab sakit perut bukan hanya angin,
...Kebanyakan minum air nira juga bisa sakit perut. Namanya kalt,
beda dengan masuk angin. Tetap saja perut sakit
Untuk menjaga kesehatan, dan mencegah supaya jangan sakit,
di
ujung
wawancara
A.M
memberi
saran,....Baca
Bismilahiromannirohim (21) dua puluh satu kali lalu diusap ke wajah
sama makan sari jeruk muda. Mudah-mudahan dijauhkan dari masuk
angin atau penyakit lainnya...
Syrn termasuk beruntung. Keluhan sakit perutnya telah tiada
ketika kami menjumpainya lagi seminggu kemudian. Mengenai
kambuh tidaknya penyakitnya seusai kami meninggalkan lokasi
pengumpulan data, entah bagaimana kabarnya.
Konsep mengenai angin sebagai penyebab penyakit
jugadijumpai dalam pengobatan tradisional Tionghoa yang
menggunakan akupunktur sebagai sarana pengobatan. Kemiripan ini
membuat responden Hnr, 37 tahun yang mengalami masuk angin
menjadi tertarik mencoba akupunktur.
Saya hampir tiap hari sakit kepala, rasanya berat di tengkuk
belakang ini. Kayak masuk angin, tapi bukan kembung atau nyeri otot
begitu, demam juga tidak. Kalau malam sulit tidur. Bisa tolong bantu
saya supaya sembuh? Katanya sambil mengusap-usap bagian
belakang dan samping kepala, saat bertemu di ruang tamu tempat
kami menginap.
Angin adalah penyebab penyakit yang datangnya dari luar
tubuh, masuk melewati kulit, menyerang sistim meridien. Ciri khas
penyakit yang disebabkan oleh angin adalah: demam, berkeringat,

98

sakit kepala, badan berat, dan lesu,dan biasanya keluhan dimulai dari
kepala (bagian atas tubuh).
Di samping itu ada pula angin dalam yang timbul akibat
kurangnya Xue/ darah yang menimbulkan pergerakan angin. Angin
dalam ini menimbulkan gejala: pingsan, kejang, vertigo, baal (hilang
rasa), paresis facial dan lain-lain. Jenis ini timbulnya dari dalam badan
dan karena itu disebut angin dalam dan tidak termasuk golongan
Penyebab Penyakit Luar.(Tse, Ching San et al , 2000)
Menarik bahwa meskipun tidak ada bukti pengaruh ilmu
pengobatan Tionghoa pada dotu Sipapaga ataupun sebaliknya, ada
kesamaan soal angin sebagai penyebab penyakit. Walaupun ada
perbedaan dalam mendefinisikan konsep angin tersebut. Akan
tetapi karena adanya kesamaan ini, tak heran masyarakat Sipapaga
lebih mudah menerima penjelasan soal angin secara sederhana
dibandingkan bila penjelasan menggunakan bahasa medis.
Pengobatan
Tradisional
Tionghoa (TCM)
Adanya konsep Angin
+
Dibagi Angin Dalam dan Angin
+
Luar
Ditandai pingsan, kejang, vertigo,
+
baal (hilang rasa), paresis facial
/kelumpuhan otot wajah
Ditandai demam,
berkeringat,
+
badan berat
Ditandai sakit kepala, biasanya
+
keluhan dimulai dari kepala
(bagian atas tubuh).
+
Menimbulkan nyeri punggung dan
-

Sipapaga

+
-

+
-

99

nyeri kaki
Gambar 4.22: Perbandingan konsep angin di Sipapaga dan pengobatan tradisional Tionghoa
(TCM) Sumber: Dokumentasi peneliti

4.8 Penggunaan teknik pijat / dikusuk pada kasus cedera


Tidak hanya untuk kasus masuk angin, untuk kasus cedera
dotu juga mengunakan teknik pijat /kusuk (Sipapaga: Baowut).
Mnh, 21 tahun, kakinya terinjak sapi 1 tahun yang lalu,...Saya bawa
lembu cari rumput, tiba-tiba saja loncat kaki saya dinjak...
Terinjak sapi membuat kakinya patah dan dia memilih diurut.
..Punya memang BPJS tapi takut saya kalau di rumah sakit
dioperasi.. Biaya memang bukan masalah tapi ada faktor lain selain
faktor ekonomi.
Waktu penyembuhan cukup lama, Tiga bulan cuma tidurtiduran, makan atau buang air ya di tempat tidur. Setelah 3 bulan
baru boleh mulai merangkak. Sudah 6 bulan baru jalan seperti
biasa...Mnh berdiri memperlihatkan kakinya yang sembuh tanpa
bengkok lalu berjalan keliling ruangan.

Gambar 4.23: Mnh sembuh sempurna, bisa berjalan normal dan Hdyt
memperlihatkan kakinya tiga tahun setelah kecelakaan
Sumber: Dokumentasi peneliti
Informan lainnya And Hdyt, seorang pelajar kelas 5 SD
menunjukkan kakinya yang sembuh tak berbekas. Ytn, 43 tahun biasa
dipanggil ibu And juga mempertimbangkan biaya mengenai kenapa

100

tidak membawa beroba ke dokter,...Harga karet jatuh Mas..


Lagipula, ini dikusuk saja bisa sembuh kok kalau dotunya pintar.
Kalau punya uang ya mungkin anak saya sudah dibawa ke dokter.
Tak semua kisah penyembuhan dengan diurut berakhir
sempurna. Sprn, 23 tahun menyisakan bengkok di tungkai, tanda
penyembuhan yang kurang sempurna, Buat jalan tidak apa-apa,
sakit tidak, pincang juga tidak, tapi bisa mas lihat kan, kaki saya
bengkok..
Tiga tahun yang lalu Sprn mengalami patah tulang setelah
terjatuh saat main bola. Alasan biaya memang salah satu kenapa ia
memilih dikusuk, tapi ia menambahkan, ...Buat orang di sini,
dikusuk itu lebih manjur.. Bukan karena saya takut dibeton atau
dioperasi
Sprn tidak menyalahkan dotu yang mengurutnya, Ya
mungkin karena saya terlalu cepat gerakkan kaki ini, sudah ngga
tahan saya di ranjang terus. Bukan salahnya dotu. Lagipula waktu
dikusuk saya ngga tahan sakit jadi mungkin ngga bisa dikusuk seperti
yang seharusnya supaya lurus...
Melihat banyaknya kasus tuntutan hukum pada dokter oleh
pasien yang merasa tidak puas akhir-akhir ini, kami merasa takjub
dengan sikap yang ditunjukkan informan Sprn. Ketika hasil
penyembuhan tidak seperti yang diharapkan, Sprn toh tidak marah
menuntutdotu dan lantas mengajukan tuntutan ke pengadilan. Kami
jadi menduga bahwa harapan kesembuhan dari pengobat tradisional
tidak setinggi harapan kesembuhan pada dokter, sehingga
masyarakat lebih bisa menerima hasil pengobatan yang mungkin
tidak sebaik yang diharapkan. Tapi tentu dugaan ini memerlukan
penelitian lanjutan. Tentunya kami berharap supaya masyarakat
sadar bahwa dalam pengobatan modern pun setiap pilihan terapi
memiliki risiko. Jadi ketika terjadi kegagalan pengobatan, tidak lantas
menyalahkan dokter ataupun sarana kesehatan.

101

Gambar 4.24: Tungkai kanan


Sprn setelah dikusuk.
Sumber: Dokumentasi
peneliti

Tungkai kanan Sprn tetap bengkok atau mengalami


misalignment, meskipun demikian dalam kasus di atas panjang kaki
kiri dan kanan Sprn tetap simetris sehingga masih bisa melangkah
dengan normal.
Tak hanya menangani masuk angin, A.M juga menangani
patah tulang, Ikut saya saja esok ke rumah Mmn, saya perlu nengok
kakinya..
Dalam percakapan dengan tuan rumah semalam sebelum
bertemu A.M kembali , terungkap bahwa sebuah rumah rumah sakit
swasta di Panyabungan telah menawari pekerjaan tetap sebagai
terapis pijat tapi ditolaknya, meskipun hal itu menjamin penghasilan
tetap dengan gaji ang lumayan besarnya. Kabarnya A.M tidak mau
terikat dan hanya bekerja di rumah sakit. Dia lebih suka freelance...
Kami beruntung sekali mendapat kesempatan mendokumentasikan
proses pengobatan urut pada pada patah tulang.
...Maksud dikusuk itu supaya darah tidak lengket dan uraturatnya lepas. Makanya minyak yang dipakai harus panas...
A.M seakan memberi pengantar mengenai teknik urut yang
akan digunakan pagi itu..

102

...Tulang yang patah itu pelan-pelan diketemukan, kalau


bengkok diluruskan, baru dibungkus bambu.. Nah, sebelum
dibungkus diberi ini dulu..Ini namanya daun simarompuompu... jarinya menunjuk ke rerimbunan semak di tepi jalan
lalu mengambil beberapa lembar.
...Tulang (paman) dipanggil ke rumah untuk kusuk, dibayar
berapa?...
Saya tidak pasang tarif. Tapi paling sedikit biasanya orang
kasih 50 ribu. Banyak juga orang kota yang datang dan kasih
lebih....
Kami naik satu bentor menuju rumah Mmn, 20 tahun. Anak ke-3 dari 7
bersaudara ini 2 minggu lalu mengalami kecelakaan saat naik
kereta13di jalan lingkar timur Panyabungan.
..Saya tidak tahu apakah di rumah sakit ada dokter bedah
tulang atau tidak. Tapi paling di sana disemen. Saya belum
percaya hasilnya nanti bisa baik.Jawab Mnm dan ayahnya
mengenai mengapa tidak dibawa ke rumah sakit.
...Disemen itu kakinya tidak bisa ditengok-tengok. Bukannya
tidak percaya cara dokter tapi ya karena ini sudah tradisi saya
pilih dikusuk saja sama tulang (A.M) ini. Lihat-lihat juga siapa
dotunya, kalau sembarangan pilih dotu hasilnya juga bisa tidak
bagus.
Setelah jatuh, Mnm tetap sadar tapi kakinya terasa sakit dan tak
mampu berjalan. Dotu A.M tidak berani menangani kalau pasien
kedaanya luka parah atau pingsan

13

Di Mandailing dan banyak daerah di Sumatera. Kata kereta berarti sepeda motor,
bukan kereta api

103

, ...Kalau berdarah-darah atau pingsan ya saya suruh ke


rumah sakit saja. Nanti setelah pulang, sudah membaik baru
boleh dikusuk.....
A.M sebenarnya meyakini bahwa pengobatan modern juga efektif,
Bagus kok disemen atau dioperasi itu, saya pernah lihat hasilnya,
bayarnya saja lebih mahal. Lagipula cuma sekali kerja, kalau dikusuk
kan tiap 4 atau 5 hari harus tengok lagi ,kusuk lagi. Tapi ya di sini
orang masih percaya tradis, masih minta dikusuk..Mau dokter atau
saya yang mengobati, yang menyembuhkan itu Allah, saya pun masih
belajar... Jawab A.M sambil mempersiapkan bahan.

Gambar 4.25: Rempah ratus disandingkan dengan


daun simarompu-ompu. Sumber: Dokumentasi peneliti

Gambar 4.26: Rempah ratus


direbus dengan santan
hingga berminyak.
Sumber: Dokumentasi peneliti

Rempah ini dapat dibeli di pasar sudah dalam bentuk 1


bungkus plastik untuk sekali pemakaian.Untuk proses pengurutan,

104

rempah ratus tersebut dengan tangan telanjang diciduk dan dipakai


mengurut
Kaki kanan Mmn masih terbungkus kerangka bambu setelah
diurut terakhir kali. Pelan-pelan kerangka itu dibuka dan terlihat
pahanya membengkak, Marbosar, artinya bengkak, kemarin lebih
besar lagi, sekarang agak kempis. Soalnya waktu patah tulang, darah
putih turun lalu membungkus tempat patahnya tulang..
Santan dicampur rempah ratus dan dipanaskan di wajan.
Begitu mendidih, tampak buih menutupi permukaan. Warnana
berubah , tidak lagi putih tapi bening berminyak. Tanpa
menggunakan sarung tangan, A.M menciduk sedikit dengan cepat
dan dibalurkan ke permukaan paha Mmn Ia ama sekali tak merasa
kepanasan. Agak panas tapi hangat saja . A.M nyaris tidak
memberi tekanan , hanya menggosok dengan lembut saja, bagian
paha yang bengkak. Seusai mengurut, paha Mnm ditutup kembali.
Mulai dengan daun simarompu-ompu, kain sarung, rangka bambu
dan kain bebat elastis

Gambar 4.27: Mengurut tulang paha yang patah dan


Seusai diurut, diberi alas daun simarompu-ompu.
Sumber: Dokumentasi peneliti

105

Gambar 4.28 setelah diurut, dibungkus kain bebat dan rangka bambu,
lalu dotu memasang perban elastis di luar rangka bambu
Sumber: Dokumentasi peneliti
Penanganan operatif pada patah tulang paha termasuk fiksasi
internal dengan paku besar intramedular saat ini adalah metode yang
paling banyak dipilih. Meskipun lama penyambungan patah tulang
tidak lantas dipercepat, tetapi area patah tulang dapat dicegah dari
kemungkinan bertambah pendek atau membentuk sudut. Tentu
dalam tindakan operatif ada risiko yang harus diperhitungkan
terutama infeksi. (Salter, Robert. 1999)
Cara non operatif dapat digunakan. Hanya saja membutuhkan
waktu pemulihan lebih lama, sampai 12 minggu, dan menimbulkan
tekanan di kulit karena menahan beban traksi dari pemasangan
Thomass Splint.(Salter, Robert. 1999).Jadi, tak seperti anggapan
Mnm, patah tulang paha tidak selalu harus dipasang gips dan Mnm
mengaku tidak tahu soal ini.
Gambar 4.29
Thomass Splint. Bagian
yang dekat tubuh
terdiri dari lingkaran
yang difiksasikan
Sumber: Dokumentasi
peneliti

106

4.9 Konsep dirasa/ diracun


Dunia medis tentu mengenal berbagai macam penyakit kronis
misalnya: keganasan, kanker, infeksi TB, hepatitis B dengan
komplikasi,dsbnya. Penyakit ini berdurasi bulan sampai menahun.
Dalam banyak kasus, terjadi wasting, di mana berat badan seseorang
makin turun seperti orang malnutrisi kurang energi.
Bagi masyarakat Desa Sipapaga, penyakit kronis yang ditandai dengan
berkurangnya nafsu makan, badan makin kurus dan tampak tidak
bugar dianggap karena dirasa atau tarpangan rasa.
Bila seseorang menyimpan dendam, seseorang dapat menyerang
dengan rasa atau racun yang dimasukkan lewat makanan. Misalnya
ketika membeli Indomie diwarung, diam-diam dimasukkan rasa ke
dalam makanan itu.
Rasa diyakini juga bisa menyebar. Maka, orang terpangan
rasa dihindari dalam pergaulan. Mukhlis, 37 menuturkan,
.......Jangankan berjabat tangan, merokok di lopo saja yang lainnya
pada menjauh lalu dikibas-kibas itu asap rokoknya. Orang ngga mau
nanti ikut-ikutan kena rasa, jadi pada menjauh semua.......14
Orang yang terpangan rasa dianggap hanya bisa disembuhkan
lewat dotu. Caranya ialah dengan dibubus.
(Mengenai pengobatan dibubus, lihat bab 3)Tak jarang ketika tidak
sembuh di 1 dotu, keluarga masih menganggap ini karena dirasalalu
berganti-ganti dotu sebelum akhirnya mencari pertolongan medis.
Badan bertambah kurus, letih lesu
Kehilangan Nafsu Makan
Ditebar lewat makanan di warung
Bisa menyebar lewat asap rokok atau jabat tangan
Diobati dotu dengan dibubus
Masyarakat cenderung menunda pengobatan ke dokter
atau sarana kesehatan

Gambar 4.30: Konsep


Tarpangan rasa /
Dirasa Sumber:
Dokumentasi peneliti

14

Lopo: warung-warung di sekitar Sipapaga. Para pria menjadikannya tempat hang


out dan bersosialisasi. Yang dijual umumnya kopi dan makanan ringan.

107

4.9.1 Dirasa pada pasien TB


Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB oleh tenaga
kesehatan tahun 2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%). Lima provinsi
dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat, Papua, DKI Jakarta, Gorontalo,
Banten, dan Papua Barat. Penduduk yang didiagnosis TB oleh tenaga
kesehatan, 44,4 persen diobati dengan obat program. (IPKM, 2013)
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain
adalah:
a. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada
negara negarayang sedang berkembang.
b. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
1) Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
2) Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses
oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak
standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan
pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan
sebagainya).
3) Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan
obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang
telah didiagnosis)
4) Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.15
5) Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang
mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.
6) Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia
dan perubahanstruktur umur kependudukan.
7) Dampak pandemi HIV (Riskesdes,2013)
Penyakit TB masih belum tereradikasi di Sipapaga. Penyakit
yang memerlukan terapi minimal 6 bulan dengan gejala utama batuk
berkepanjangan, keringat malam dan turunnya berat badan sehingga
15

Informan kami banyak yang tidak menerima imunisasi lengkap, termasuk imunisasi
BCG. Ada penolakan terhadap imunisasi

108

pasien tampak makin kurus dan pucat ini seharusnya segera diobati
sehingga tidak terjadi penularan. Keadaan ini menjadi perhatian
dalam penelitian ini karena pasien TB yang bertambah kurus dan
pucat 16ini dianggap masyarakat sebagai sakit yang dirasa atau
terpangan rasa yang menurut masyarakat sakit akibat diguna-guna
atau diracun. Racun itu dimasuki lewat makanan atau minuman yang
disengaja untuk menyakiti. Masyarakat percaya untuk menghilangkan
racun itu penderita harus dibawa berobat ke dotu. Di dotu, pasien
yang datang dengan kondisi lemah, kurus dan pucat ini akan diobati
dengan cara dibubus. Dibubus merupakan pengobatan dengan cara
meminumkan ramuan yang sudah disiapkan oleh dotu yang terdiri
atas rebusan rempah-rempah dan minyak lalu kemudian akan
diminum oleh pasien di rumah sehingga mengalami diare atau
mencret-mencret. Hal ini diyakini akan mengeluarkan seluruh racun
yang masuk di dalam tubuh pasien.
Ratni, 35 tahun, bidan desa setempat menuturkan suatu hari
ia sampai harus memasang infus karena ada pasien dehidrasi berat
setelah dibubus.
Setelah minum minyak pambubus itu ada yang mencret ada
yang tidak. Kata dukunnya, kalau belum mencret ya belum
keluar racunnya. Jadi dok, sudah kena TB, badan tambah
kurus, masih ditambah lagi dehidrasi kena mencret, tambah
lemas lah.
Baru setelah ada penyuluhan dan periksa sputum di desa,
baru tahu itu karena kuman TB dari tenaga kesehatan bukan
karena terpangan rasa. Kalau sudah ada penyuluhan mereka
sudah tahu bahayanya, bagaimana pengobatannya, dan asal
penyakitnya itu dari kuman. Sekarang udah pada pintar.
Sudah batuk seminggu, makan obat tapi tidak sembuh, sudah

16

Salah satu dari Trias TB Paru: Penurunan Berat Badan, Batuk berkepanjangan,
Keringat malam hari (lihat Gambar 4.41., Gejala Sistemik TB)

109

mau dianjurkan periksa sputuum, tidak lagi sistem pambubus


lagi.
Hari pasar di desa setempat, saat desa ramai didatangi warga
untuk jual-beli, petugas kesehatan membuka lapak untuk
menerima spesimen sputum dan melayani konsultasi kesehatan
khususnya TB.
. Tiap sediaan akan dibuat 1 hapusan untuk pemeriksaan BTA
(Basil Tahan Asam) di bawah mikroskop

Terpangan
Rasa

Terduga TB
Penyakit Kronis lainnya

Dibubus

Adanya anggapan "racun"


dikeluarkan lewat diare

Dehidrasi

Kondisi Umum makin lemah


Menyulitkan penyembuhan

Gambar 4.31:
terpangan rasa/
dirasa
Sumber: ilustrasi
peneliti

Menurut informan kami, yaitu Ratni merupakan Bidan Desa


sebelum masyarakat mengetahui soal TB. Semua dianggap terpangan
rasa/ dirasa dan mendapat penanganan yang kurang tepat

Gambar 4.32: Bidan Ratni menunjukkan spesimen dahak dan Pasien terduga TB
menyerahkan dahak kepada petugas
Sumber: Dokumentasi peneliti

110

Bidan Ratni menunjukkan spesimen dahak/ sputum yang akan dibawa


ke Puskesmas untuk diperiksa. Setiap Kamis,
Melihat kami masih penasaran, Ratni lalu mengantar kami ke
Mrtn, 60 tahun, seorang dotu yang sering menjadi jujugan warga soal
dirasa.
.....Dibubus itu bukan harus mencret atau memang disengaja
supaya mencret. Jadi kalau mencret itu rasa atau racunnya keluar.
Tapi ngga semua orang begitu. Biasanya kalau akar-akaran
dicampur minyak-minyak tambahan baru mencret, kalau tidak
pakai minyak ya banyak yang ngga mencret.
Demikianlah dibubus dengan diare sebagai efek
tambahannya, yang bila ada justru lebih disyukuri, walau dengan
risiko dehidrasi karena kurang cairan.
Mengenai tarif berobat,Mrtn menuturkan,.....Saya tidak
pasang harga tapi kadang orang kasih kain sarung. Atau uang,
kadang uang lima puluh ribu, tiga puluh ribu atau seratus ribu........
Informan lain yang dapat kami mintai keterangan soal
dibubus bernama Nikmah, pasien paru yang kami ketahui dari kader
posyandu sebelumnya. Ketika sampai di rumahnya, suasana sedang
ramai oleh abang, adik dan kakak Nikmah. Di rumah tersebut, dia
tinggal bersama bapak, ibu, kakak, 2 orang adik dan abangnya.
Rumah tersebut dihuni oleh tujuh orang keluarga inf.Keluarga di
rumah tersebut biasa merokok, termasuk ibu informan, adik yang
terkecil yang masih berumur 13 tahun, abang serta bapak informan.
Mata pencaharian yang digeluti ibu adalah menanam kacang
goreng dikebun dekat rumah mereka, sedangkan bapak biasanya
memotong kayu dengan orang lain. Biasanya ibu berangkat pada pagi
hari pada pukul 08.00 WIB dan kembali sore hari pukul 16.00 WIB.
Setelah menamatkan Sekolah Dasar (SD), baru tiga bulan
duduk di Madrasah Ibtidaiyah Informan merasakan sering sesak
nafas, batuk-batuk dan mencret. Karena sering sakit tersebut
akhirnya bapak informan mengatakan untuk berhenti saja sekolahnya

111

dan mengobati penyakit tersebut. Pertama-tama orang tua informan


membawa berobat ke Sigalapang berobat kampung yang diketahui
dari beberapa tetangga.
Menurut dotu ini informan sakit karena dirasa atau
diracun alias sakit dibuat orang atau diguna-guna. Pada saat itu
obat yang diberikan berupa buah kelapa yang diasapi/dibakar
terlebih dahulu, setelah panas lalu kemudian diminum. Selain itu ada
buah gambir ditambah daun sirih yang dikunyah-kunyah, setelah
berwarna merah kemudian ditelan untuk penambah darah menurut
sang dotu. Obat ini diyakini dapat menambah darah dan
menyembuhkan informan dari penyakitnya. Obat ini terus digunakan
selama satu minggu. Seteah satu minggu informan merasa belum
sembuh dan kembali mengunjungi dotu ini meminta pengobatan
selanjutnya. Dotu memberikan ramuan sibubus untuk mengobati
penyakit selanjutnya. Sibubus merupakan ramuan yang berisi beras,
urat-urat seperti urat kunyit, kalas dsbnya (informan lupa) dan
bunga-bunga (setan areas). Semua bahan diramu oleh dotu yang
kemudian diberikan kepada informan untuk dibawa pulang. Ramuan
sibubus kemudian diminum pada malam hari sebelum tidur dan akan
bereaksi keesokan harinya. Pada pagi hari, informan mencret
sebanyak tujuh kali namun belum juga merasa sembuh malah merasa
tambah lemas dan kurus.
Berikut adalah bagan gejala umum dari TB paru

112

Gambar 4.33:Gejala sistemik (gejala umum) TB


Sumber: Dokumentasi peneliti
penurunan nafsu makan dan berat badandan perasaan tidak enak
(malaise), lemah. Gejalah inilah yang dianggap sebagai terpangan
rasa. Diagram di atas mencoba menunjukkan bagaimana hal tersebut
dapat terjadi.(Werdhani. Tanpa Tahun)
Pengobatan selanjutnya diputuskan ke Aek Banir menemui
dotu di sana. Dotu ini tidak mengatakan penyakit yang diderita

113

informan, namun hanya memberikan ramuan untuk usapan yang


harus diusap keseluruh tubuh selama 3x sehari selama satu bulan.
Menurut informan, setelah berobat dari dotu, dia belum
merasa sembuh karena masih merasa lemas dan bertambah kurus
dan akhirnya kedua orang tua informan memutuskan membawa
anaknya berobat ke rumah sakit umum yang berada di Panyabungan.
Malah sesak bertambah parah sampai berdiri saja atau mengerjakan
apapun tidak kuat.

Gambar 4.34: Nikmah, ditepuk-tepuk dan diusap dengan kapur sirih


Sumber: Dokumentasi peneliti
Bahan-bahan lain sebagai ramuan usapan setelah dikunyah-kunyah
dan diludahkan di punggung dan kepala ketika berobat ke dotu
Setelah dibawa ke rumah sakit, pihak rumah sakit
mengatakan jika informan terkena sakit paru-paru atau TB setelah
dirontgen. Informan sempat dirawat di rumah sakit selama empat
hari dan diberi infus sebanyak 8 buah dan darah 4 kantong. Kadar
hemoglobin saat itu: 6.5 g/ dL (Kadar hemoglobin normal usia 6-12
tahun adalah 11.5 15.5 g/dl (rerata 13.5)( Setiawan,PB.2013) ).
Artinya terjadi anemia berat. Dengan adanya anemia dan infeksi TB,
tak heran kondisi umum Nikmah sangat lemah.
Setelah empat hari kemudian informan disuruh pulang ke
rumah dan terus melanjutkan pengobatan rutin dengan meminum
obat/pil dan control berobat selama 6 bulan. Pada saat kami
berkunjung, informan sudah menjalani pengobatan selama 2bulan 1

114

minggu dan masih tetap minum obat-obatan yang diberikan.


Informan merasakan sudah enakan, karena badannya tidak lemas
dan tidak terlihat bertambah kurus lagi. Kami juga melihat, informan
sudah terlihat lebih segar dan ceria serta bermain bersama temanteman di desa tersebut.
Berdasarkan nota pengambilan obat, tertulis sediaan puyer
(obat dalam sediaan serbuk) dan syrup yang diminum Nikmah terdiri
dari:
Regiman Obat Anti TB kategori I Fase Intensif
1. Izoniazid 200mg
2. Rifampicin 300mg
3. Pyrazinamide 300 mg
Suplemen:
1. B6(Piridoxin)
1 tablet 100mg
2. Bcomp 1 tablet
3. Asam Folat 2 g
4. Syrup Curcuma
5. Tablet Fe
Suplemen Curcuma sebagai hepatoprotektor perlu diberikan
untuk mencegah hepatitis imbas obat akibat pemberian Obat Anti
TB(OAT), mengingat obat-obatan ini bersifat hepatotoksik17.
Demikian pula pemberian asam folat untuk absobsi zat besi dan
tablet Fe untuk memulihkan anemia. Mengingat anemia selain akibat
sekunder dari penyakit kronis, juga bisa terjadi akibat defisiensi Fe18.
B6 dan B comp dapat diberikan untuk mencegah Neuropathy yang
ditandai dengan rasa kesemutan, nyeri otot sampai terbakar pada
kaki.
Seharusnya pada fasa insentif pada 2 bulan pertama
pengobatan diberikan pula Ethambutol. Efek samping yang mungkin
terjadi antara lain gangguan penglihatan berupa berkurangnya
17
18

Hepatotoksik: mengganggu fungsi hati


Fe: zat besi

115

ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun


demikian, keracunan tersebut tergantung dosis yang dipakai, jarang
sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg /kg BB per hari. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Namun, sebaiknya Ethambutol tidak diberikan pada
anak karena risiko kerusakan okuler sulit dideteksi. (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2006)

Gambar 4.35
Obat-obatan yang
diminum Nikmah
setiap hari
Sumber: Dokumentasi
peneliti
Pantangan makan atau minum dari dokter atau pihak rumah
sakit menurut informanadalah tidak boleh menggunakan sasa,
ajinomoto ketika memasak, mie indomie serta kerupuk-kerupuk yang
biasa dijual di warung-warung. Sedangkan pantangan dari dotu
seperti dilarang makan ayam, sapi.
Mengenai pantangan makanan, masih ada anggapan bahwa
makanan tertentu bisa memperparah terpangan rasa ataupun
penyakit TB dengan gejala dominan respiratorik (gejala di sistem
pernapasan) misalnya: batuk berkepanjangan (Baca juga (TB dengan
gejala Tarou / sesak dan batuk batuk berkepanjangan). Tidak hanya
dari mitos yang berkembang di masyarakat sendiri ataupun dari dotu.
Tapi juga dari petugas kesehatan. Dugaan kami larangan petugas
kesehatan untuk mengkonsumsi Sasa, Ajinomoto (penyedap rasa
MSG), Indomie instan ataupun krupuk semata-mata hanya karena
nilai gizi-nya yang rendah, hanya berisi karbohidrat tanpa nutrisi
lainnya. Sekali lagi ini hanya dugaan. Pasien TB seharusnya makan
makanan bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan makanan

116

tambahan. Prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien TB


kecuali untuk penyakit komorbidnya19.(Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. 2006)
Kami mencari tahu apakah ada riwayat kontak dengan
penderita TB, ternyata ibunya sudah lama menderita batuk hingga
berminggu-minggu tapi takut disuntik, sehingga takut berobat. Jadi,
belum ada kesadaran bahwa itulah salah satu gejala TB dan
sebaiknya harus berobat. Prasangka bahwa pengobatan dan deteksi
penyakit harus disuntik menyiutkan nyali keluarga informan untuk
berobat, tanpa mengetahui bahwa penyakit TB tidak dapat
dipandang remeh
Terima kasih pada bidan desa, perawat petugas laboratorium,
dokter Puskesmas dan paramedis setempat, masyarakat mulai
menyadari apa itu Tuberkulosis dan bahayanya.
4.9.2 Dirasa pada pasien Hepatitis
Prevalensi hepatitis tahun 2013 (1,2%) dua kali lebih tinggi
dibanding tahun 2007. Lima provinsidengan prevalensi tertinggi
hepatitis adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi
Selatan,Sulawesi Tengah, dan Maluku. Pada Riskesdas 2007 Nusa
Tenggara Timur juga merupakanprovinsi tertinggi dengan
hepatitis(Riskesdes 2013)
Hepatitis B adalah virus blood borned( terbawa darah) yang
paling banyak ditularkan. 20Baik melalui penularan vertikal dari ibu ke
anak yaitu selama kehamilan dan selama persalinan, ataupun secara
horisontal, melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik
berganti-ganti dan hubungan seksual.21

19

Penyakit penyerta yang dijumpai bersamaan dengan TB


Mulyanto
21
Nusi, Iswan. A
20

117

Patofisiologi Hepatitis dan Sirosis Hepatis


Gambar4.36:
Infeksi hepatitis dapat
menimbulkan komplikasi
yaitu hipertensi portal dan
gagal hati.
Sumber: Sibernagl et
Florian Lang,2006

Sebagian kasus infeksi Hepatitis B membaik (recovery),


sebagian lagi berkembang menjadi infeksi kronis tanpa gejala klinis,
dan 2-10% berkembang menjadi sirosis yang ditandai dengan gagal
hati dan hipertensi porta. 22
Baik gagal hati ataupun hipertensi portal menyebabkan
ascites. Fungsi hati biasanya tidak terganggu pada obstruksi
prahepatik dan prasinusoid karena suplai darah terjamin dengan
kompensasi melalui peningkatan aliran dari arteri hepatica. Biasanya
obstruksi dapat menyebabkan kerusakan hati, tetapi kerusakan hati
juga dapat menyebabkan obstruksi sinusoid, pasca sinusoid, dan
pasca hepatik. Akibatnya drainase limfe hepatik yang kaya protein
terganggu dan tekanan portal meningkat, sehingga menekan cairan
yang kaya protein ke dalam rongga abdomen, yakni terjadi ascites.
Gambar 4.37 infeksi
Hepatitis B
Sumber: EASL,
2013
Fungsi hati ialah sintesis protein, akibat gagal hati adalah sintesis
protein di hati berkurang. Hal ini menyebabkan hipoalbuminemia.
22

(EASL)European

118

Association for the Study of the Liver

Inilah mekanisme kedua timbulnya ascites, yaitu timbulnya akumulasi


cairan extrasel di rongga abdomen dan bentuk lain berupa edema. Tak
jarang penderita ascites memerlukan transfusi albumin untuk
menormalkan kondisi hipoalbuminemia. Kadar albumin normal adalah
3.5-5 g/dL. (Setiawan PB et al.2007)
Informan Mrt, 23 tahun yang sudah menderita penyakit paru-paru
dan hepatitis sejak 2 tahun belakangan memiliki bercerita. Pada saat
pertama kali berkunjung, informan sedang terbaring di rumah dengan
kondisi lemah, pucat dengan perut buncit dan membesar. Sehari-hari
selalu terbaring ditempat tidur yang terletak di ruang tengah rumah
dan selalu didampingi oleh istrinya yang sedang hamil tua. Informan
sudah melakukan pengobatan ke Rumah Sakit di Bukittinggi dan selalu
kontrol setiap 9 bulan. Sebelumnya informan terlebih dahulu ke
Rumah Sakit Umum Madina di Panyabungan, namun karena tidak ada
obat kemudian dirujuk dan dibawa ke Bukittinggi.
Informan sebelumnya menceritakan bahwa sebelum dibawa ke rumah
sakit, keluarga terlebih dahulu membawa berobat kepada
dotu/dukun/orang pintar yang ada di desa. Pada saat itu, penyakit
yang dideritanya dipercaya sebagai dirasa atau diracun. Seperti
penuturan informan berikut ini :
katanya dibikin orang racunnya lewat makanan. Lalu berobat
ke dotu dan diberi ramuan kunyit, namanya sibubus. Lalu mencretmencret beberapa kali sampai lemestapi ga mempan makanya
dibawa berobat ke rumah sakit
Sama halnya dengan penyakit yang dianggap sebagai dirasa oleh
masyarakat, jika berobat ke dotu akan dilakukan pengobatan dengan
cara
di sibubus. Namun setelah beberapa lama melakukan
pengobatan dengan pengobatan tradisional apalagi sejak kondisi
informan bertambah lama bertambah pucat, lemes dan selalu
terbaring di tempat tidur akhirnya keluarga memutuskan membawa
ke rumah sakit untuk diobati.

119

...Di rumah sakit dirontgen, sama ambil darah, katanya ada


sakit paru-paru sama hepatitis.......Penyakit hati .
Mrt tampak lemah, badan kurus dengan perut membuncit
dan terengah-engah. Ia mengeluhkan pula nafasnya sesak dan
perutnya terasa nyeri sejak makin buncit. Saat berbicara, katakatanya terputus-putus di tengah usaha mengatur nafas. Bahkan
sebelum memeriksa lebih lanjut, hanya sekilas melihat kami dapat
menduga Mrt mengalami ascites. Mengingat informan tidak dapat
menunjukkan hasil pemeriksaan darah, kami hanya dapat berasumsi
penyakit hati yang dimaksud pasien adalah Hepatitis B kronis.
akan tampak kurus dengan perut membuncit. (Sumber Karoli, Ritu et
Fatima Jalees. 2012

Gambar 4.38: Pasien ascites dan Obat-obatan yang diminum


Sumber: Dokumentasi peneliti
Mrt menunjukkan obat yang rutin diminum tiap hari, yaitu:
Syrup Antacida, Ulcidex (Sucralfate 500 mg), Domperidone 10 mg,
Lanzoprazole, Cefadroxil dan Retaphyl (Theophylline 300 mg). Pada
nyeri perut akibat dyspepsia fungsional atau gangguan lambung
lainnya, syrup Antacida, Ulcidex (Sucralfate 500 mg), Domperidone
10 mg, dan Lanzoprazole akan sangat bermanfaat, tapi dalam kasus
ini tidak banyak gunanya, karena penyebab nyeri di sini ialah

120

peradangan jaringan hati dan ascites. Obat-obatan tadi hanya


mencegah stres induced ulcer23( Nusi, Iswan A. 2013). Demikian pula
Theophylline yang bekerja dengan jalan melemaskan otot polos yang
mengelilingi saluran nafas. Pada pasien asma memang langsung
kelihatan hasilnya, pasien akan lebih lega bernafas. Namun, dalam
kasus ini tidak banyak gunanya. Mengingat dalam kasus ini, sesak
yang terjadi bukan akibat penyempitan saluran nafas seperti kasus
asma.(Wibisono,Yusuf.2010) Sedangkan Cefadroxil, adalah suatu
antibiotik yang mencegah infeksi akibat perpindahan spontan bakteri
dari saluran cerna ke dalam cairan ascites, tapi tidak mengatasi
ascites itu sendiri.(Setiawan PB et al.2007)
Kami mencoba melakukan pemeriksaan shifting dullness pada
Mrt. Prinsipnya ialah, bila ada cairan ascites, maka area tymphany
dan dullness saat perut diketuk dengan jari akan berpindah saat
pasien memiringkan badan. Ternyata, pada Mrt tes ini positif, yang
menandakan adanya ascites.

Gambar 4.39: Pemeriksaan shifting dullness


Sumber: University of Washington
Gambar di atas merupakan Pemeriksaan shifting dullness
untuk mengetahui adanya ascites.Untuk diagnosis ascites,
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 83% dan 56% spesifisitas. Pada
23

Luka lambung akibat suatu stressor yang mengurangi daya tahan mukosa lambung,
contoh stressor yang paling umum adalah penyakit kronis, misalnya: Hepatitis B
kronis dengan komplikasi

121

pemeriksaan dada, saat melakukan perkusi, kami mendapatkan area


redup24 dan sonor 25 yang membentuk garis Ellis Damoisseaux. Garis
inilah yang menandakan adanya efusi pleura. Selaput yang
membungkus paru-paru terisi cairan berlebihan. Efusi pleura inilah
penyebab sesak pada Mrt karena menghambat gerak paru-paru
untuk mengembang, disamping akibat cairan ascites yang makin
mendesak rongga dada.

Gambar 4.40 Garis Ellis Damoisseaux


Sumber: Hariadi, Slamet et al (Dasar dasar Diagnostik Fisik Paru)
Gambar di atas merupakan Garis Ellis Damoisseaux ditandai
dengan area redup dan sonor yang membentuk garis melengkung di
dinding dada, khas pada efusi pleura. Garis ini didapatkan saat
melakukan pemeriksaan perkusi dengan cara mengetukkan jari
tengah tangan dominan dialasi jari tengah tangan non dominan oleh
pemeriksa di atas dada pasien dalam posisi duduk. Mengingat kondisi
umum Mrt yang sangat lemah, adanya ascites, dan efusi pleura yang
mengganggu fungsi pencernaan dan pernafasan serta perlunya
mengevaluasi obat dan terapi yang diberikan, keluarga memang
sudah punya rencana membawa kembali ke rumah sakit.
Masuk rumah sakit, istrinya juga ikut ke sana kata seorang
kerabatnya ketika esok harinya kami mampir ke rumah.
24
25

Suara tertahan yang didapatkan pada perkusi dada


Suara nyaring yang didapatkan pada perkusi dada

122

Setelah sekitar 1 minggu, barulah kami dapat menjumpainya


lagi di rumah. Pada kunjungan kami yang kedua, tampak Mrt sudah
membaik, walau masih nampak kurus kering. Yang tampak jelas ialah
perutnya mengempis dan tidak sesak lagi.
Diberi infus, botolnya kecil dari beling, warna infusnya kuning.
Mungkin ada tiga atau empat botol dimasukkan...Ada juga obat
suntik dimasukkan lewat selang infus...Sehari semalam kencing terus
berkali-kali....Dari dada awak dimasukkan selang buat ambil cairan,
dua-duanya kanan kiri (sambil menunjukkan bekas tempat
memasukkan selang dengan jari)....Baru nafas ini lega lalu perut bisa
kempis... Itu cairan diperiksa lab lalu ini hasilnya.....
Hasil pemeriksaan cairan pleura (selaput pembungkus paruparu) Mrt, 23 tahun. Tidak ditemukan kuman BTA dan ditemukan
proses radang kronis non spesifik. Hal ini menunjukkan tidak ada
invasi kuman TB (Tuberculosis) ke dalam pleura. Setelah membaca
hasil tersebut, kami mencoba menerangkan bahwa hasil pemeriksaan
cairan pleura (cairan pembungkus selaput paru-paru) itu tampak baik
dan menggembirakan.
Begitu kuatnya paham tentang rasa, Al, istri Mrt bertanya,
Jadi tidak ada racun atau entah apa di dalam cairan itu ya Kami
menjawab tidak ada dan menjelaskan pula bahwa hanya melihat hasil
ini saja masih belum diketahui apakah memang ada penyakit lain di
jaringan paru (Hasil foto Rontgen dan pemeriksaan sputum BTA
disimpan rumah sakit). Lalu ,kami tekankan supaya rajin kontrol dan
rutin minum obat sesuai anjuran tenaga kesehatan di rumah sakit.
Mrt dan istri tersenyum dan tampak puas.
Kami menduga cairan infus kekuningan itu adalah albumin
untuk mengoreksi kondisi hypoalbuminemia yang menyebabkan
ascites. Hanya beberapa obat infus saja yang bewarna kekuningan
dan itulah yang masuk akal diberikan pada kondisi ini.
Istri Mrt tersenyum mendengar penjelasan kami bahwa tidak
ditemukan rasa/racun pada hasil pemeriksaan lab. Istri Mrt sendiri

123

dan bayi yang dikandungnya berisiko tertular Hepatitis B mengingat


status imunisasinya tidak jelas dan secara statistik capaian imunisasi
di Sipapaga memang masih rendah.
4.10 TB dengan gejala Tarou (sesak dan batuk batuk
berkepanjangan)
Selain mengenal dirasa, masyarakat mengenal pula istilah tarou
atau batuk-batuk berkepanjangan Mdn, 31 tahun menceritakan
sudah batuk-batuk lama sejak kecil. Sehari-hari berjualan sayur, daun
pisang, dsbnya di pasar. Istrinya juga sakit batuk berdarah, belum
pernah dibawa berobat.
Orang bilang sakit saya ini akibat terlalu kuat kerja dan kena
angin malam. Saya sudah dibilangi, harus hindari rokok. Tapi
susah, kambuh lagi ini rokok tiap kumpul sama teman-teman
Pada saat diwawancara, Mdn mengatakan jika penyakit yang
dialaminya ini kambuh lagi sekitar 3 bulan yang lalu, sudah minum
Konidin dan Mixagrip sampai berhari-hari tidak sembuh juga. Penyakit
ini kambuh lagi karena menurut informan terlalu bekerja berat
menjadi sopir angkot (angkutan kota) sehingga memutuskan untuk
tidak mau bekerja lagi sebagai sopir angkot. Pada saat bekerja sebagai
sopir, informan mengatakan tidak bisa berhenti merokok. Hal ini
disebabkan karena pergaulan yang dijalani memaksa harus mengikuti
rekan-rekan sesama sopir untuk merokok. Walaupun informan tidak
membeli rokok, biasanya teman-teman akan menawari rokok serta
merokok didekatnya sehingga keinginan untuk berhenti merokok
selalu terabaikan.
Seperti ungkapan informan dalam petikan
wawancara berikut:
sudah tujuh bulan ga merokok, tapi menyetir angkot ga bisa
ga merokok karena diajak temen-temen jadinya merokok
lagipadahal kalo ga merokok saya sesak ga pernah lagi
jarang sesak, tapi kalo merokok hampir setiap hari sesak nafas

124

tapi ya gimana ga tahan sama temaan-teman kalo sudaah


kumpul-kumpul
Beberapa hari lalu ke dotu, karena keluarga curiga dirasa. Dotu itu
mengambil telur kampung, diusap-usapkan ke dada. Setelah dijamijampi, kemudian dipecah dan isinya ditaruh di piring. Kata dotu itu
bersih, merah telurnya, jadi bukan karena dirasa. Sejak itu Mahmudan
mencari pertolongan medis saja, meskipun masih menambahkan
bahan-bahan herbal secara self medication. Soal pantanganpantangan tertentu, Mahmudan menjawab,Disuruh pantang terong,
daging-daging, telor dan puding yang biasa dijual di toko karena bisa
menambah angin.26

Gambar 4.41: Rempah-rempah untuk pengobatan Tarou.


Sumber: Dokumentasi peneliti
Bahan rempah tersebut Setelah dipanggang, dihancurkan lalu
dibalurkan ke leher dan badan. Bisa pula dicampur air lalu dibuat
mandi. Atau dicampur air hangat lalu diminum. Dua tahun yang lalu
Mahmudan pernah berobat ke rumah sakit dan didiagnosis sakit TB.
Pengobatan selanjutnya yang dijalani informan adalah ke Rumah
Sakit Umum daerah Kabupaten Panyabungan, yang sebelumnya
26

Pantangan ini membuat orang sakit Tarou berisiko defisiensi nutrisi, kami tidak
menemukan referensi yang menyebutkan diet tertentu pada pasien TB

125

dirujuk dari Puskesmas Panyabungan Jae. Pengobatan dimulai sejak


2013. Namun obat kampung dari dotu masih tetap diusahakan oleh
informan disamping mengikuti pantangan-pantangan dari dotu
tersebut
Setelah minum obat teratur selama 7 bulan, dinyatakan
sembuh dan batuk reda. Gejala batuk muncul lagi 3-5 bulan terakhir.
Bidan desa setempat curiga adanya kekambuhan atau infeksi TB
ulang, lalu menawarkan supaya dahaknya diperiksa.
Yang dikuatirkan adalah bila benar ini kasus kekambuhan dan
obat oral lini pertama tidak mempan (kuman resisten), maka harus
dimasukkan dalam TB kategori 2 dengan obat yang harus disuntikkan
dengan efek samping yang lebih banyak.
4.10.1 Rakat alias Infeksi Tuberculosis ( TB) extra pulmonal atau di
luar paru
Tuberkulosis (TB) dapat menyerang jaringan di luar paru, misalnya
kelenjar getah bening leher,biasa terjadi pada anak-anak. Orang
mengenal dengan istilah rakat atau luka memborok disertai
pembengkakan leher yang tak kunjung sembuh.
....Di sini namanya rakat, beda dengan dirasa. Dirasa kan karena
kena guna-guna ditaruh makanan. Saya sudah bawa berobat ke
mana mana dikasih obat macam-macam ya tidak sembuh. Begitu
ada yang bilang dotu di sana pintar ya saya ke sana. Ada yang
bilang di situ pintar ya saya ke situ...
Sama halnya seperti kasus dirasa, kasus rakat juga diberi
rebusan rempah-rempah. Tak peduli masih anak-anak.
Emang si Rzl mau minum? tanya kami keheranan
Ya dibujuk-bujuk sedikit.....Umur sekitar 2 tahun mulai munculnya
....Sampai disuruh bu bidan periksa ke rumah sakit baru mulai
kempes....
Tanpa gula itu?
Iya, gak dikasih gula..

126

Rzl,5 tahun berlari-lari di halaman rumah sementara kami


berbincang dengan ibunya di teras rumah. Sekilas seperti bocah
seumurnya yang sehat dan lincah, barulah kami menyadari ada yang
tidak beres begitu melihat lebih teliti ke lehernya

Gambar 4.42: Leher Rzl dipenuhi luka yang berderet dan bila
diraba seperti untaian tasbih / rosario (Rosary Sign),
Sumber: Dokumentasi peneliti
Rosary Signdikenal pula dengan sebutan Scrofuloderma.
Terbentuk jaringan parut di antara bekas-bekas luka( Rahajoe, Nastiti
et al 2008) Secara klinis, TB kulit yang paling sering ditemukan adalah
Scrofuloderma, yang terjadi akibat penjalaran perkontinuitatum dari
kelenjar limfe di bawahnya yang terkena TB. Pembengkakan kelenjar
limfe ini pecah dan membentuk ulkus berbentuk linear / garis atau
serpiginosa / seperti ular. Tanda ini begitu khas sehingga disebut pula
Rosary Sign. Kemudian terbentuk jaringan parut/ sikatrix berupa
pita/ benang fibrosa padat, yang membentuk jembatan di antara
ulkus-ulkus atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan
didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan fibrosis padat,
sinus yang mengeluarkan cairan serta massa yang fluktuatif.
Scrofuloderma biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat
yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya: di daerah
parotis (pipi), submandibula (bawah tulang leher), supraklavikula
(atas tulang belikat) dan lateral (bagian samping) leher. (Rahajoe,
Nastiti et al 2008). Terungkap dalam riwayat kontak,.....Bapaknya
dulu sakit paru-paru , batuk lama, sekarang sudah meninggal...

127

Ibu Rzl tak pernah menduga bahwa sakit paru-paru yang kami curigai
sebagai TB dapat menular dan menimbulkan luka borok pada anaknya
Iya kemarin di rumah sakit juga dibilang begitu, sebelumnya
mana tahu. Saya ini kan tidak sekolah, tiap hari cuma kerja cari
buah kalto (baca: kolang-kaling)
Tata laksana scrofuloderma sama dengan tata laksana TB paru
pada anak, yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisin, isoniazid,
dan pyrazinamid. Untuk tata laksana lokal/ topikal, tidak ada yang
khusus, cukup dengan kompres atau jaga higiene / kebersihan yang
baik. ( Rahajoe, Nastiti. 2008)

Gambar 4.43: Preparat obat TB


Sumber: Dokumentasi penelit
Preparat obat TB yang diminum Rzl. Seperti yang diminum
Nikmah, tidak mengandung Ethambutol, berbeda dengan preparaTB
dewasa. Untuk mendiagnosis TB pada anak digunakan sistem skoring.
Akan tetapi, pada Rzl tentunya dapat langsung didiagnosis TB karena
adanya Scrofuloderma27

27

Jika dijumpai Scrofuloderma , pasien dapat langsung didiagnosis


TB( Rahajoe, Nastiti et al 2008)

128

Gambar 4.44: Sistem skoring sebagai instrumen untuk


mendiagnosis TB pada anak.
Sumber: Rahajoe, Nastiti et al 2008
Sistem skoring sebagai instrumen untuk mendiagnosis TB pada anak
yang dikembangkan oleh Rahajoe, Nastiti et al 2008. Diagnosis tegak
bila diperoleh angka 6
Kami mencoba ke rumah sakit mencari keterangan di mana
Rzl pernah dirujuk . Tes Tuberculin ternyata bisa dilakukan di rumah
sakit Panyabungan, rumah sakit pemerintah terbesar di ibukota
kabupaten.
....Suntik di kulit lalu tunggu tiga hari. Kalau rawat jalan ya
pulang dulu lalu diminta kontrol lagi. Jnt Sirgr, 35 tahun seorang
perawat di rumah sakit menjelaskan dengan tepat tes tuberkulin
yang biasa dilakukan di poliklinik ataupun ruang rawat inap.
Gambar berikut menjelaskan bagaimana tes ini dilakukan.

129

Gambar 4.45: Tes Tuberculin alias Tes Mantoux


Sumber: CDC
Ida, bidan desa setempat mengungkapkan,...Sudah dua kali
itu Rzl berobatnya. Pertama berobat lalu putus, ya harus mulai lagi
dari awal. Jangan sampai yang sekarang ini putus lagi lalu kumannya
resisten.28..
Dalam pertemuan berikutnya ibu Rzl membenarkan,
....Sebelum ini memang pernah dikasih obat tapi tidak kempeskempes ya saya stop. Obatnya tidak manjur..Baru berobat lagi setelah
dibilangi bu bidan

28

Kuman tidak lagi mempan dibasmi dengan obat kategori pertama

130

Kuatnya pandangan masyarakat tentang


Dirasa, Rakat, dsb

Belum ada kesadaran soal imunisasi

Ketidak-tahuan masyarakat soal penyakit


menular

Berobat ke dokter layanan primer belum


menjadi pilihan pertama

Keengganan sebagian masyarakat untuk


menginap atau dilakukan tindakan di rumah
sakit

a)

Keterlambatan
Penanganan
b) Eradikasi
TB
dan
Hepatitis B sulit terwujud
c) Prognosis
penderita
penyakit
tertentu

Gambar 4.46: Skema Tantangan mengatasi masalah kesehatan


di Desa Sipapaga dan konsekuensinya
Sumber: ilustrasi peneliti
Penaganan kasus hepatitis dan bagaimana tenaga medis
dapat mencurigai adanya penyakit Hepatitis B dan TB berdasarkan
pemahaman tradisional masyarakat Desa Sipapaga.

131

Dirasa

+
Perut
Membuncit
+/- Sesak
+/- Nafsu Makan
Berkurang

+
Tarou/
batuk-batuk
lamaatau
kurang
darah/Anemia kronis

+ Rakat/ borok luka di leher dan


wajah
+ Riwayat hubungan dekat dengan
penderita sakit paru-paru

Curiga Hepatitis
B
kronis
+
Ascites

Curiga
Paru

TB

Curiga
TB
Extra Pulmonal
(di luar paru)

Gambar 4.47 : Skema penanganan Hepatitis olah tenaga medis


Sumber: ilustrasi peneliti
Masih diperlukan usaha lebih supaya masyarakat memahami
bahwa pengobatan TB butuh waktu lama. Mungkin juga diperlukan
instruksi tertulis sepulang kontrol dari rumah sakit, puskesmas atau
fasilitas kesehatan yang merawat. Di samping ketidak-tahuan
masyarakat soal TB yang menyerang kulit dan lebih mempercayai
dotu untuk penanganan hal tersebut.
Dari berbagai hal yang kami temukan di lapangan dapat
dirumuskan diagram sebagai berikut, dan bagaimana tenaga medis
serta masyarakat dapat mendeteksi lebih awal soal TB dan Hepatitis
berdasarkan pemahaman masyarakat secara tradisional.

132

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Masyarakat Desa Sipapaga yang memiliki bahasa sendiri
dipengaruhi oleh budaya setempat dalam pengambilan keputusan
terkait permasalahan kesehatan.Unsur-unsur budaya tersebutada
yang.Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa, tidak hanya
unsur sosial budaya masyarakat saja yang mempengaruhi tingkat
kesehatan, tetapi juga kualitas layanan kesehatan yang berada
didekat masyarakat.
Kondisi geografis Desa Sipapaga hanya berjarak sekitar 15
menit dari pusat kota melewati jalan beraspal dan berlubang.
Masalah yang ada di Sipapaga sebetulnya bukan karena keterasingan
geografis.Beberapa pelayanan kesehatan dapat ditemui seperti
Puskesmas dan 2 rumah sakit, yaitu RSUD (Rumah Sakit Umum
Daerah) dan 1 Rumah Sakit Permata Madina (swasta). Belum lagi
adanya 1 Pustu ( Puskesmas Pembantu) di Pebangunan yang justru
lebih dekat lagi dengan desa.
Tingkat kesejahteraan masyarakat juga berpengaruh,
mengingat banyak warga menggantungkan hasil bumi seperti karet
untuk penghasilan.Ketika harga komoditas termasuk karet jatuh,
penghasilan warga pun menurun.Untuk biaya berobat juga sulit,
mengingat tidak semua warga mempunyai BPJS, belum ada
kesadaran tergabung dalam asuransi kesehatan dengan sistim iuran,
dan ada beberapa terapi obat ataupun non-obat yang tidak tercakup
dalam skema pembayaran BPJS.Apalagi ketika harus dirujuk yang
tentunya memerlukan biaya tambahan untuk transportasi,
akomodasi dan makanan.
Tidak adanya industri lokal yang mampu menyerap karet
olahan warga, membuat harga karet rentan jatuh karena tergantung
harga beli tauke (tengkulak) di Medan atau Padang, tempat ke mana
karet mentah dikirim.Dalam situasi ini, tidak ada insentif bagi petani

133

untuk meremajakan pohon karet dan meningkatkan kualitas


produksi.
Soal BPJS , beberapa orang mengeluhkan bahwa pemberian
kartu BPJS tidak tepat sasaran. Ada yang dalam pandangan
masyarakat semestinya mampu secara ekonomi tapi mendapat kartu
BPJS, ada pula yang dianggap miskin, tidak punya apa-apa tapi tidak
mendpat kartu BPJS.
Layanan kesehatan oleh tenaga kesehatan seperti dokter,
perawat dan bidan sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
ketika sakit. Namun, upaya pencegahan penyakit belum optimal .
Misalnya saja: kami melihat sebagian besar laki-laki merokok bahkan
ketika ada di dalam ruangan.
Tentang PHBS kami juga menemukan ketika buang air besar,
tidak semua warga buang air besar di jamban.Yang punya jamban
pun banyak yang model cemplung, bukan leher angsa.Bila buang air
besar, sebagian pergi ke ladang dan menggali lubang lalu langsung
ditutup.Cara ini rawan mencemari sumber air. Warga
mengungkapkan karena tidak setiap rumah tangga punya sumber air
bersih sendiri,dan tidak setiap tempat yang bisa digali untuk dibuat
sumur.
Soal imunisasi, kami mendapatkan bahwa target imunisasi lengkap
belum tercapai. Masih ada penolakan karena ketidakpahaman akan
efek samping imunisasi, penyakit apa yang dapat dicegah dan
pemahaman bahwa anak justru sakit dan rewel setelah disuntik. Hal
ini menghambat upaya eradikasi penyakit menular dan berpotensi
menimbulkan outbreak penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan
imunisasi.
Ketika sakit, masyarakat selain mencari pertolongan dari
tenaga medis, juga melakukan upaya kesehatan tradisional.Baik
dengan meramu bahan-bahan herbal sendiri ataupun meminta
pertolongan dotu atau dukun. Dalam beberapa kasus, mereka justru
lebih mengandalkan dotu misalnya dalam kasus: dirasa atau diracun,
rakat atau radang di kulit sekitar tenggorokan dan kasus-kasus

134

cedera misalnya patah tulang. Bukan karena tidak percaya tenaga


kesehatan, tapi dalam hal semacam ini mereka beranggapan caracara tradisional sudah terbukti secara empiris.Yang menjadi masalah
adalah, kasus-kasus penyakit kronis seperti TB (Tuberculosis) dan
Hepatitis, pun dianggap karena dirasa.Bagi masyarakat, sakit TB
dengan gejala tubuh bertambah kurus dan kehilangan nafsu makan,
dianggap karena dirasa atau diracun dengan guna-guna. Apalagi
pada kasus hepatitis disertai sirosis dan ascites, secara kasat mata
tampak perut penderita membengkak, anggapan warga soal dirasa
kian kuat. Akibatnya, terjadi keterlambatan diagnosis dan
penanganan karena warga berganti-gani dotu dahulu sebelum
mencari pertolongan medis karena penyakitnya tidak kunjung
membaik, tapi justru bertambah parah.
Tentang TB masyarakat belum mengetahui gejala awal
TB.Terbukti ketika kami menanyai tentang gejala awal TB, tidak ada
yang menjawab dengan tepat. Bahkan ketika jelas-jelas ada riwayat
kontak, Mis: istri juga batuk berdarah hampir 2 bulan, tapi belum ada
kesadaran untuk dibawa periksa ke tenaga medis. Bahwa memang
batuk berdarah belum tentu didiagnosis TB, bisa pula kanker paruparu atau penyakit lainnya, yang menjadi tugas tenaga kesehatan
untuk menyelidiki per pasien. Tetapi, paling tidak seharusnya yang
demikian jangan dianggap remeh dan diajak menemui tenaga
kesehatan terdekat.
Soal KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), banyak warga memilih
bersalin di dukun.Belum ada kesadaran memeriksakan kehamilan
secara rutin minimal 4 kali selama kehamilan. Alasannya adalah
malas repot, bila harus kePuskesmas siang hari pada waktu bekerja
dan ketidak tahuan pentingnya periksa kehamilan. Biaya periksa
kehamilan sebesar 50 ribu sekali kunjungan di bidan praktik swasta
dianggap terlalu mahal dan belum disadari manfaatnya. Oleh karena
itu imunisasi TT
(Tetanius Toksoid) pada ibu hamil pun juga belum banyak
dilaksanakan. Syukurlah dukun bersalin yang kami wawancarai sudah

135

bersedia diajak bermitra dengan bidan dan merekapun meminta


pertolongan bidan ketika mendapati kasus persalinan patologis.
Misalnya: ketika persalinan macet dan timbul gawat janin.
Secara garis besar, penyebab masalah kesehatan salah
satunya akibat ketidaktahuan dan kurang informasi. Ketika
masyarakat di kota besar dibanjiri terlalu banyak informasi di era
elektronik, teknologi informasi dan telepon pintar ini, warga
Sipapaga justru kekurangan informasi. Ketika warga kelas menengah
di kota besar justru harus memilah-milah informasi, mana yang benar
dapat dipertanggungjawabkan dan mana yang hanya asal mengarang
saja di media sosial, warga Sipapaga justru kekurangan informasi.
Telepon genggam hanya bisa digunakan untuk mengakses facebook.
Ke warnet pun hanya untuk mengakses game online.
5.2. Rekomendasi
Menumbuhkan rappport yang baik antara nakes dan
masyarakat (bidan tinggal dekat pemukiman masyarakat dan
memahami situasi sosial budaya masyarakat setempat)
Pendekatan intens tenaga kesehatan/Bides kepada masyarakat
melalui tokoh masyarakat/tokoh agama/tokoh adat
Sosialisasi lebih aktif terutama tentang kesehatan

136

DAFTAR PUSTAKA
(Soemirat, Juli. Epidemiologi Lingkungan Edisi Kedua. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. 2010).
http://id.wiikipedia.org/wiki/daftar_pulau_di_Indonesia
download tanggal 30 juni 2015

di

[1]

Ahimsa, Putra.2005. Kesehatan dalam Perspektif Ilmu Sosial


Budaya dalam H.S Ahimsa Putra(editor) Masalah Kesehatan dalam
Kajian Ilmu Sosial Budaya. Yogyakarta: KEPEL Press
staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf
https://www.childrensmn.org/Manuals/PFS/HomeCare/018705.pdf
Body/Mind/Spirit.http://nccc.georgetown.edu/body_mind_spirit/fra
ming-holistic.html
http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/testing/skintesting.
htm
http://www.cdc.gov/tb/publications/Posters/images/Mantoux_wall
chart.PDF
EASL European Association for the Study of the Liver. 2013. Clinical
Practice Guidelines. Available from: www.easl.eu/research/ourcontributions/clinical-practice -guidelines
Kumagai, Candice et Susan C. De Witt .2013. Medical Surgical
Nursing: Concepts & Practice.Elsevier. pg 50-52
Mulyanto.2013, Epidemiology Hepatitis B di Indonesia. Mataram:
Laboratorium Hepatitis NTB
Nusi, Iswan A.2013. Manajemen Sirosis Hati-Fokus Manajemen
Nutrisi. Surabaya: Pusat Gastro-Hepatologi FK Unair RSUD Dr Soetomo
Surabaya

137

Sumber Karoli, Ritu et Fatima Jalees. 2012.Bilateral meralgia


paraesthetica in a boy due to tense ascites. International Journal of
Nutrition, Pharmacology, Neurological Disease. Vol 2. Issue 1.p74-75
Setiawan PB et al.2007. Sirosis Hati.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Ed.1. Editor: Askandar Tjokroprawiro,dkk. Airlangga University Press.
2007: 129-136
Sibernagl, Stefan et Florian Lang; ahli bahas, Iwan Setiawan, Iqbal
Mochtar; editor bahasa Indonesia Titiek Resmisari-Jakarta: EGC, 2006.
Pg 173-175
University of Washington. 2013. Hepatitis Web Study-Case Based
Model.
Available
from:
http://depts.washington.edu/hepstudy/mgmt/clindx/ascitesEval/disc
ussion.html. cited on: 2015-07-01
CDC (Centers Of Disease Control and Prevention). Mantoux
Wallchart.
Available
from:
http://www.cdc.gov/tb/publications/Posters/images/Mantoux_wallch
art.PDF
ChildrensHospitals and Clinics of Minnesota. 2009.Peripheral IV: Care
at home dalam Patient/Family Education. Available from:
https://www.childrensmn.org/Manuals/PFS/HomeCare/018705.pdf
EASL European Association for the Study of the Liver. 2013. Clinical
Practice Guidelines. Available from: www.easl.eu/research/ourcontributions/clinical-practice -guidelines
Gray HMW. The early treatment of war wounds. London: Henry
Frowde and Hodder
and Stoughton, 1919

138

Kumagai, Candice et Susan C. De Witt .2013. Medical Surgical


Nursing: Concepts & Practice.Elsevier. pg 50-52
Mulyanto.2013, Epidemiology Hepatitis B di Indonesia. Mataram:
Laboratorium Hepatitis NTB
Nusi, Iswan A.2013. Manajemen Sirosis Hati-Fokus Manajemen
Nutrisi. Surabaya: Pusat Gastro-Hepatologi FK Unair RSUD Dr Soetomo
Surabaya
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis Pedoman
Diagnosis dan Pelaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra
Grafika. Pg 34-37
Rahajoe,Nastiti N, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita.
2008.Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta: UKK Respirologi
PP IDAI.pg71-72, 101-103
Riskesdas,Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013. Kementrian Kesehatan RI. Pg 98-100
Salter , Robert Bruce. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of the
Musculoskeletal System, Third Edition. Pensylvania: Lippincott
Williams & Watkins. Pg 630-631
Santacroce,Luigi et al. 2015.Appendectomy. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/195778-overview#a1
Saputra, Koosnadi et Agustin Idayanti.2005.Akupunktur Dasar.
Surabaya: Airlangga University Press. Pg 149
Setiawan PB et al.2007. Sirosis Hatidalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Ed.1. Editor: Askandar Tjokroprawiro,dkk. Airlangga University
Press. 2007: 129-136

139

Sibernagl, Stefan et Florian Lang; Atlas Bewarna Patofisiologi. Alih


bahasa, Iwan Setiawan, Iqbal Mochtar; editor bahasa Indonesia Titiek
Resmisari-Jakarta: EGC, 2006. Pg 173
Slamet , Hariadi et al.2008. Dasar Dasar Diagnostik Fisik Paru.
Surabaya: Laboratorium Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Pg 56-59
Sumber Karoli, Ritu et Fatima Jalees. 2012.Bilateral meralgia
paraesthetica in a boy due to tense ascites. International Journal of
Nutrition, Pharmacology, Neurological Disease. Vol 2. Issue 1.p74-75
IPKM .Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat 2013.Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2014
Tse, Ching San et al. 2000. Ilmu Akupunktur.Jakarta:KSMF
Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.Pg 232-233
University of Washington. 2013. Hepatitis Web Study-Case Based
Model.
Available
from:
http://depts.washington.edu/hepstudy/mgmt/clindx/ascitesEval/disc
ussion.html. cited on: 2015-07-01
Werdhani. Retno Asih. Tanpa tahun.Patofisiologi Diagnosis dan
Klasifikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas,
Okupasi,
dan
Keluarga
FKUI.
Available
from:staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas
.pdf
Wibisono, Yusuf. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: FK
UNAIR-RSUD Dr. Soetomo

140

INDEKS

141

A
air minum, 19
akses, 13, 15, 19, 21
aspek, 11, 20, 22, 23, 45, 84, 113

B
Badan Litbangkes, 14, 21
Bahasa, 1, 13, 27, 30, 47, 48
Bahasa Siladang, 47, 48, 49
Barsanji, 50
Batak Toba, 26, 29
Becak, 32, 55
belek, 40, 41

C
coklat, 36, 52

D
Desa Aek Banir, 34, 35, 37, 47, 48, 62, 66, 69, 105, 116
Desa Sipapaga, 1, 2, 12, 13, 17, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 43,
44, 45, 47, 49, 50, 51, 54, 55, 59, 60, 61, 62, 65, 69, 71, 73, 74, 79, 80, 91, 93, 98,
102, 107, 112, 136, 165, 166, 168
dialek, 49
diguna-guna, 46, 47, 76, 87, 89, 90, 104, 138, 142
dirasa, 3, 46, 47, 76, 84, 86, 87, 88, 89, 90, 100, 114, 116, 135, 136, 138, 140, 141, 142,
151, 157, 158, 159, 160, 170
dotu, 13, 21, 22, 46, 47, 68, 72, 76, 77, 80, 83, 84, 87, 88, 89, 90, 91, 93, 94, 100, 113,
114, 115, 116, 117, 119, 120, 122, 125, 127, 128, 129, 132, 134, 136, 138, 141, 142,
144, 145, 147, 151, 158, 159, 160, 166, 170
dukun, 13, 17, 21, 46, 47, 62, 63, 68, 83, 84, 88, 93, 94, 113, 114, 151, 170, 171

E
emas, 28, 54
etnis, 7, 8, 22

G
gula aren, 39, 51, 52, 53, 54, 96, 98

142

H
HIV/AIDS, 9, 10

I
IPKM, 7, 11, 12, 13, 14, 19, 21, 103, 137, 176

K
kalto, 52, 54, 55, 161
karet, 36, 43, 50, 51, 52, 54, 66, 71, 74, 129, 168, 169, 178, 179
kebun, 36, 39, 43, 45, 46, 50, 51, 52, 53, 57, 59, 66, 69, 75, 81, 86, 96, 105, 118, 120,
178
Kementerian Kesehatan, 21
kenduri, 40, 43, 44, 45
Kesenian, 1, 49
kolang kaling, 54
Konsep Sehat dan Sakit, 1, 45

L
loteng, 41

M
malaria, 9, 10, 11, 15, 46, 77, 78, 86
Mandailing Natal, 1, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 25, 26, 28, 29, 30, 34, 35, 48,
77
Mata Pencaharian, 1, 50
MDGs, 8, 9, 10, 11, 15
menderes, 46, 51, 52, 54, 66, 91, 180
mengaji, 49, 50, 95

N
nira, 36, 39, 51, 52, 53, 54, 64, 91, 124, 125, 179, 180, 181

O
Organisasi Sosial, 1, 45

P
pantaluo, 40, 42

143

Panyabungan, 13, 16, 17, 18, 21, 25, 26, 30, 31, 32, 34, 35, 48, 49, 55, 58, 59, 60, 65,
76, 87, 90, 91, 104, 107, 130, 131, 144, 151, 159, 163
Penduduk, 1, 38, 137
Perang Padri, 34
perbukitan,, 35
pohon papaga, 34
Pola Pemukiman, 39
Puskesmas, 13, 16, 18, 19, 21, 59, 60, 90, 96, 104, 107, 110, 113, 140, 148, 159, 168

R
racun, 47, 87, 136, 138, 156
raNAh, 28
Rapport, 22
Religi, 1, 43
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, 11
Riset Etnografi Kesehatan, 7, 20, 21
Riskesdas, 13, 80, 81, 148, 175
ruh, 46
Rumah, 1, 2, 34, 39, 40, 70, 75, 87, 90, 91, 97, 141, 151, 159, 168, 176
rumah panggung, 39
rumah sehat, 15, 19

S
sanitarian, 19
sanitasi layak, 19
Sejarah, 1, 26
shalawat, 44, 50
Sibolga, 27, 31
sosial budaya, 7, 20, 22, 23, 168, 171
Sumur, 37, 73

T
takziah, 43
Tambangan, 54
Tapanuli Selatan, 25, 26
Teknologi dan Peralatan, 2, 55
tondi, 46, 114, 116, 117, 118
tuberkulosis, 14, 15, 17, 20, 90

U
umoh, 40

144

W
wawancara mendalam, 22, 49, 50, 62

, malaria, dan penyakit menular lainnya, malaria, dan penyakit


menular lainnya LAINNYA, dan penyakit menular lainnya

145

GLOSARIUM
A
Aluvw
Amang k dngan
Apa
Arambir
B
Banda panggoluan
Baswh
Baul
Bawung
Belek kamar modom
Br
perempuan)
Bja
Bp nanang
Bujng
Burngin
C
Cng cng
pipih
Cok-cokon
Cucu
anggi)
D
DlI
Dng snk
dot ken mau
G
Gandak
Gawing
Gnd

146

=
=
=
=

kolang-kaling siap makan


Hai kawan
Pohon karet
Kelapa

=
=
=
=
=
=

pondok di kebun
mengunyah
berhubungan seksual
lele belang
kamar tidur
menantu
(suami
anak

=
=
=
=

semangka
bapak ibu
Panggilan untuk laki-laki
sirih pinang

kan air tawar berbentuk

=
=

cegukan
cucu( biasa dipanggil pula

=
=
=

tidak ada
saudara perempuan
mau pergi

=
=
=

pacar
ikan besar mirip tongkol
labu putih

H
Hala pandan/plastik
(mandailing;amparan;amak)

tikar
pandan/plastic
kuali
untuk

Huali
=
memasak
I
In
=
dia
Incgt
=
besok
Inggit-inggit
=
lele belang semu
merah
J
Jand
=
janda
K
Kald
=
kacang panjang
Kalto
=
kolang-kaling
Kamanakan
=
keponakan
Kantalan
=
getah karet
Kap
=
kapur
Kmi
=
kami
Misalnya: kmi tanggal du pl sembilan nak ngk laon =
kami tanggal 29 hendak pamit
Ktab
=
ayo jalan
L
La
=
harimau
Lasin vwt
=
lada hijau
Limbat
=
lele sungai hitam
Lki
=
uami
Misalnya: Lan lkingku= Dia itu suamiku
Lopo
=
lapau atau warung
M
Mahasok
=
membilas
bambu
nira
dengan nira
yang dimasak agar
tidak basi

147

Malatuk
Mambal
Maniyk
Mantu h
Melungkah
Mendesi
Menakik
Mmk
N
Nenek kacik/nenek cnk
Nenek gdng
Noo oto
O
k
P
Pantaluo pantarluar
Pantar dapur pantar
papian/botu dalikan
Pg
Pinng
Pisng=pisang
Pisng-pisng
Pisng sitbh
Pk bncu/pcu
terkecil
Pk tng
Pk tuh
Misalnya: km lk p cu?
Potoh tulang
R
Rak
Rngit(Mandailing)
S
Sab
Sno

148

=
=
=
=
=
=
=
=

melepuh
kencan
pedas
istri saudara laki-laki bapak
ambil nira
ngerujak
menderes nira
paman

=
=
=

nenek
kakek
agak-agak bodoh

kakak

=
=
=
=
=

kamar lapang / kamar tamu


dapur
tungku untuk memasak
jahe
pinang

=
=
=

lele belang semu kuning


pisang kapok
adik laki-laki bapak yang

=
=
=
=

adik laki-laki bapak


kakak laki-laki bapak
paman kecil mau ke mana?
Patah tulang

wawk(Sipapaga)=nyamuk

=
=

kawan
labu kuning untuk kolak

Swh
Ssk
T
Tagok
Takiek tarkiek
Tangan dgs
Tapian
U
Ulam
Umoh Bagas (m)
Unt
W
Wus

=
=

sirih
cicak

=
=
=
=

bambu nira
terkilir/keseleo
tangan kanan
tempat mandi sumur di
belakang rumah

=
=
=

jengkol
rumah
jeruk

rusa

NB: dibaca seperti o pada onar


dibaca seperti o pada soto
dibaca seperti e pada enak
dibaca seperti e pada kejang
Huruf vokal yang ditulis 2 kali maksudnya dibaca panjang

149

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, berkat karuniaNya kami telah telah menyelesaikan Buku
seri Riset Etnografi Kesehatan dengan Judul Tangan Dewa Dotu
Sipapagan dengan tepat waktu
Buku ini merupakan penelitian Riset Etnografi Kesehatan
yang dilaksanakan pada tahun 2015 di etnis Mandailing, di Desa
Sipapaga Manadailing Natal.
Kami menyampaikan terima kasih banyak kepada yang
terhormat Bapak Prof. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS,
DTM&H, DTCE, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementrian Kesehatan RI atas terlaksananya penelitian DIPA
2015.
Terima kasih pula Bapak Agus Suprapto, drg., M.Kes,
selaku Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, atas segala perhatian, kesempatan
dan dukungan yang diberikan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami
sampaikan kepada:
1.
Seluruh tim Riset Etnografi Kesehatan Pusat Humaniora
Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2.
Kepala Dinas Kesehatan, Puskesmas dan staf di Mandailing
Natal
3.
Semua Pihak yang telah membantu penelitian ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.

150

Anda mungkin juga menyukai