Aprioza Y.
Albert H.
Made Asri Budisuari
Penerbit
Aprioza Y, dkk
Tangan Dewa:
Dukun Dotu Dari Sipaga
Etnik Mandailing Natal di Kabupaten Mandailing Natal
Diterbitkan Oleh
UNESA UNIVERSITY PRESS
Anggota IKAPI No. 060/JTI/97
Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015
Kampus Unesa Ketintang
Gedung C-15Surabaya
Telp. 031 8288598; 8280009 ext. 109
Fax. 031 8288598
Email: unipress@unesa.ac.id
unipressunesa@yahoo.com
Bekerja sama dengan:
PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176
Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xv, 149 hal., Illus, 15.5 x 23
ISBN : 978-979-028-954-3
iv
SUSUNAN TIM
Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil
kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015,
dengan susunan tim sebagai berikut:
Pembina
: Kepala
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI
Penanggung Jawab
Sekretariat
: Mardiyah, SE. MM
Dri Subianto, SE
iii
Koordinator Wilayah:
1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab.
Klaten, Kab. Barito Koala
2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung
Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah
Selatan
4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru
5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong
Selatan
6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba
Barat
7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab.
Sumenep, Kab. Aceh Timur
8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab.
Bantaeng
9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab.
Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke
10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar
11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu
Raijua, Kab. Tolikara
12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli,
Kab. Muna
iv
KATA PENGANTAR
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat
di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan
rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks.
Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani
masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat
kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk
itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif
mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait
kesehatan.
Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum
humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk
mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan
masyarakat. simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense
of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam
menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri
hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015 yang dilaksanakan di berbagai
provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap
kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji
dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan kearifan lokal.
Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan,
partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku
seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan
kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset
Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku
seri dari hasil riset ini.
vi
DAFTAR ISI
SUSUNAN TIM .....................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................
DAFTAR TABEL ....................................................................
DAFTAR GAMBAR ................................................................
iii
v
vii
xi
xiii
1
1
2
3
4
7
11
11
14
14
15
21
21
24
25
28
29
30
30
31
34
34
39
vii
43
43
44
46
47
50
50
50
51
54
54
55
55
58
58
58
59
60
62
62
63
64
viii
65
65
69
70
71
72
76
78
79
85
86
86
90
91
93
98
105
106
115
122
124
131
134
135
139
144
148
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 1.2
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 2.1
Gambar2.2
Gambar2.3
Gambar2.4
Gambar2.5
Gambar2.6
Gambar2.7
Gambar2.8
Gambar2.9
Gambar2.10
Gambar2.11
Gambar2.12
Gambar2.13
Gambar3.1
Gambar3.2
Gambar3.3
Gambar3.4
5
4
9
18
19
19
20
25
26
27
29
34
37
38
38
40
43
45
49
50
xiii
Gambar3.5
Gambar3.6
Gambar3.7
Gambar3.8
Gambar4.1
Gambar4.2
Gambar4.3
Gambar4.4
Gambar4.5
Gambar4.6
Gambar4.7
Gambar4.8
Gambar4.9
Gambar4.10
Gambar4.11
Gambar4.12
Gambar4.13
Gambar4.14
Gambar4.15
Gambar4.16
Gambar4.17
Gambar4.18
Gambar4.19
Gambar4.20
Gambar4.21
Gambar4.22
Gambar4.23
xiv
51
53
54
55
70
72
72
75
77
79
81
81
82
83
84
85
86
89
90
92
93
93
94
94
96
98
99
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari ribuan
suku yang berdiam dan tersebar di berbagai pulau Indonesia.
Menurut data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN), tahun 2002, jumlah pulau di Indonesia adalah 18.306 buah.
Sedangkan data dari Departemen dalam Negeri tahun 2004 ada
7.870 pulau yang bernama, dan 9.634 pulau tak bernama1 Bermacam
faktor dapat mempengaruhi Indeks Pembangunan Kesehatan
Manusia (IPKM) di Indonesia diantaranya adalah faktor sosial budaya
serta lingkungan di masyarakat setempat.Selain itu adanya faktor
kepercayaaan, beragam pantangan serta keyakinan mereka terhadap
konsep sehat dan sakit akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan
dari masyarakat itu sendiri. Beragam faktor tersebut akan berdampak
pada ranking IPKM kabupaten dan kota dengan bermacam etnisnya.
Riset Etnografi Kesehatan diharapkan dapat menyingkap tabir
yang berkaitan dengan sosial budaya,kebiasaan yang memberikan
dampak positif terhadap kesehatan.
Riset Etnografi ini merupakan penelitian kesehatan yang lebih
di khususkan kepada sentuhan sosial budaya budayapada etnis
tertentu. Karena budaya dalam setiap suku atau etnis sangat
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan di daerah itu sendiri. Oleh
sebab itu faktor budaya dalam suatu etnis tertentu tidak bisa kita
abaikan begitu saja, karena hal tersebut sangat mepengaruhi status
kesehatan masyarakat.
Riset Khusus Budaya Kesehatan dilakukan sebagai upaya
untuk meningkatan indeks status kesehatan masyarakat di Indonesia,
khususnya pada etnis tertentu.
Gambar 1.1
Tujuan
Pembangunan MDGs
dalam lambang
Sumber: interne
Gambar di atas
menunjukkan ada
delapan
butir
tujuan atau 8 goals yang hendak dicapai dalam MDGs, yaitu:
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
2Lihat
https://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium
download tanggal 30 juni 2015
di
6. Memerangi HIV/AIDS
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
1.1.2 Tujuan MDGs dalam Bidang Kesehatan di Indonesia
MDGs atau Millenium Development Goals (Tujuan Pembangunan
Millenium) memiliki delapan goal atau 8 target yang hendak dicapai.
Delapan goal tersebut telah disepakati oleh 191 negara yang
tergabung dalam PBB.Salah satu tujuan dari Pembangunan Milenium
ini adalah di bidang kesehatan. Kesehatan memegang peranan
penting dalam pencapaian MDGs ini. Sebaliknya pencapaian MDGS
akan meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia.
Sementra itu hal-hal yang ditargetkan dan yang berkaitan
dengan MDGs di bidang kesehatan,antara lain
1. Menurunkan angka kematian anak
Targetnya adalah: Mengurangi dua per tiga (2/3) tingkat
kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun.
2. Meningkatkan kesehatan ibu
Targetnya adalah:mengurangi dua per tiga (2/3)kematian ibu
dalam proses melahirkan.
3. Memerangi HIV/AIDS
Targetnya adalah:menghentikan dan memulai pencegahan
penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.
Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen
dan menandatangani perjanjian. Indonesia diharapkan dapat
memenuhi target MDGs. pada tahun 2015. Pelaksanaan MDGs di
Indonesia dibawah koordinasi Bappenas. MDGssendiri menjabarkan
upaya pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan
manusia yang terkait mengukur, dan menganalisa kemajuan capaian
MDGs dan mengupayakannya agar target tersebut dapat dicapai.
Monitoring dan evaluasi butir-butit MDGs dibutuhkan untuk
mengidenifikasi dan meninjau kebijakan-kebijakan dan program-
Gambar 1.3
Grafik TB Di Puskesmas Panyabungan Mandailing Natal tahun 2013
Sumber: dokumentasi peneliti tahun 2015
10
KEADAAN LINGKUNGAN
Lingkungan merupakan salah satu hal yang perlu dan sangat
berperan dalam tingkat kesehatan masyarakat. Selain itu faktor
lainnya yang memegang peranan penting adalah pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan, serta adanya fasilitas kesehatan
yang memadai dan aksesnya mudah dijangkau.Masalah kesehatan
lingkungan di Desa Sipapaga Kabupaten Mandailing Natal merupakan
masalah yang harus diatasi oleh tenaga kesehatan serta masyarakat
itu sendiri. Dalam IPKM, kesehatan lingkungan berada pada angka
0,2104, dan berada di bawah angka nasional, yaitu
0,5430.Kesehatanlingkungan dipengaruhi oleh akses air minum
berkualitas, akses terhadap sanitasi layak, rumah tangga kumuh dan
rumah sehat.
Tahun 2013 tidak diperoleh data tentang penduduk
dengan akses berkelanjutan terhadap air minum berkualitas (layak)
dan data tentang akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (jamban
sehat). Sedangkan data rumah tangga sehat tahun 2013 adalah
persentase rumah sehat di Kabupaten Mandailing Natal yaitu hanya
0,81% saja. Data tersebut diperoleh hanya dari 4 kecamatan dari 23
kecamatan yang ada. Masih kurangnya data tentang kesehatan
lingkungan disebabkan karena alokasi anggaran untuk kegiatan
kesehatan lingkunganhanya sedikit. Faktor lain yang juga tidak kalah
penting adalah kurangnya tenaga kesehatan lingkungan (sanitarian)
di Puskesmas. Dari data yang ada tenaga kesehatan lingkungan
(sanitarian). di Puskesmas hanya 10 orang dan berada di 9 Puskesmas
dari 26 Puskesmas yang ada, sedangkan yang menjadi penanggung
jawab kegiatan kesehatan lingkungan di 16
Puskesmas lainnya adalah tenaga kesehatan seperti bidan dan
perawat. Hal ini menyebabkan kurang maksimalnya pelaksanaan
kegiatan kesehatan lingkungan.(profil kesehatan Dinas Kesehatan
Madina tahun 2014)
Pemahaman yang lebih dalam pada setiap etnik yang
berpengaruh terhadap derajat kesehatan sangat diperlukan. Dengan
demikian diharapkan tercapainya target MDGS.Riset Etnografi
mengikut sertakan unsurbudaya serta kearifan lokal untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam hal kesehatan. Dengan
11
12
13
14
BAB II
ASPEK SOSIAL BUDAYA SUKU MANDAILING
KABUPATEN MANDAILING NATAL
2.1. Gambaran Umum WilayahMandailing Natal
A. Profil Kabupaten Mandailing Natal
Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten
yang berada di bagian selatan wilayah Provinsi Sumatera
Utara.Secara Geografis wilayah ini berada pada 0010-1050 Lintang
Utara dan 98050-100010 Bujur Timur dengan Ketinggian 0-2.145 M
dpl. Batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Tapanuli Selatan, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Barat,
sebelah Timur dengan Kabupaten Padang Lawas dan sebelah Barat
dengan Samudera Indonesia. Dengan luas wilayah 662.070 ha atau
9,24% dari Provinsi Sumatera Utara, kabupaten ini memiliki 23
Kecamatan dan 407 Desa/kelurahan. Wilayah Kabupaten Mandailing
Natal terdiri dari gugusan pegunungan dan perbukitan yang dikenal
dengan nama Bukit Barisan dan melingkupi beberapa kecamatan.
Memasuki Kabupaten Mandailing Natal dapat melalui tiga
pintu masuk, yaitu melewati Gapura Gordang Sambilan di Desa
Simaninggir, Desa Ranjo Batu dan Gapura Gordang Sambilan di Desa
Hutanauli.Gapura Gordang Sambilan yang berada di Desa Simaninggir
merupakan pintu masuk ke wilayah Kabupaten Mandailing Natal dari
Tapanuli Selatan.Desa Simaninggir merupakan desa paling ujung dari
Kecamatan Siabu dan berbatasan langsung dengan Kabupaten
Tapanuli Selatan.Jarak dari Desa Simaninggir ke Ibu Kota
Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal berjarak tempuh 40
kilometer dengan waktu tempuh perjalanan 40 menit.Desa Ranjo
Batu yang merupakan pintu masuk dari Sumatera Barat ke Kabupaten
Mandailing Natal, merupakan bagian dari Kecamatan Muarasipongi
yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pasaman.Jarak dari
Desa Ranjo Batu ke Ibukota kabupaten, Panyabungan 70 km dengan
waktu tempuh sekitar 1 jam perjalanan. Gapura Ranjo Batu
15
16
17
18
19
20
Gambar 2.4.
Angkutan Kota sebagai
pilihanTransportasi umum
di Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015
21
22
yang berada lebih ke dalam lagi sekitar 1 km dari Dusun II, dihuni oleh
masyarakat asli Desa Sipapaga.
Secara administratif, Desa Sipapaga terletak dalam wilayah
Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi
Sumatera Utara yang berbatasan dengan beberapa desa seperti:
Desa Tobingtinggi Gunung Baringin Kecamatan Panyabungan Timur
yaitu Guo Nabontar dan Batu Nabontar di sebelah Timur, berbatasan
dengan Desa Aek Banir Kecamatan Panyabungan yaitu Ayu Ara
Sipucit sebelah selatannya, berbatasan dengan Kelurahan Dalan
Lidang yaitu Asrama MAN Dalan Lidang Kecamatan Panyabungan di
sebelah Utara serta berbatasan dengan Parbangunan dan Purbabaru
Kecamatan LSM di sebelah baratnya. Desa yang memiliki luas wilayah
15.000 Ha ini terdiri atas wilayah daratan dengan topografi berbukitbukit sebanyak 55% dan wilayah daratan sebesar 45% dimanfaatkan
masyarakat sebagai lahan pertanian untuk bercocok tanam6.
Berdasarkan data desa mengenai iklim, Desa Sipapaga
memiliki iklim yang sama dengan desa-desa lain yang ada di wilayah
Indonesia pada umumnya yaitu iklim kemarau dan penghujan. Hal ini
mempengaruhi langsung pola tanam pada lahan pertanian yang ada
di desa, dimana masyarakat bermata pencaharian sebagai petani
karet, nira, coklat, tanaman sayuran seperti daun ubi, jenis terongterongan hijau serta cabe ditambah dengan buah-buahan yang biasa
tumbuh di ladang seperti pepaya, rambutan dsbnya. Pada umumnya
rumah-rumah penduduk berada dekat dengan ladang ataupun kebun
yang mereka garap maupun orang lain, namun ada juga yang
memiliki lahan pertanian atau perkebunan jauh dari rumah sehingga
harus berjalan kaki sejauh 3-5 km atau yang lebih jauh lagi harus
menggunakan sepeda motor jika hendak berangkat ke kebun mereka.
Desa Sipapaga masih lebih beruntung di banding desa lain
yang berada disekitarnya dalam mendapatkan sumber air. Pada
umumnya masyarakat menggunakan sumur sebagai sumber air
dalam keseharian, untuk mandi, cuci maupun kakus.Pada umumnya
rumah tangga sudah memiliki sumur sendiri di belakang rumah,
23
24
25
Sekolah Dasar (SD) dan kemudian tamat SMP, SLTA dan beberapa
yang sudah sarjana dan pasca sarjana.
2.4 Pola Pemukiman
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, pola tempat
tinggal masyarakat di Desa Sipapaga pada umumnya berada
disepanjang jalan utama dan berkelompok dalam suatu
wilayah.Rumah-rumah masyarakat berada di tepi jalan menghadap ke
jalan, dimana bagian belakang terpisah dari rumah terdapat sumur,
jamban/kakus, kebun ataupun ladang milik masyarakat.Beberapa
rumah masyarakat memiliki pondok yang berada di samping maupun
belakang rumah yang berisi tungku tempat memasak nira menjadi
gula aren. Bentuk rumah yang banyak terdapat di Desa Sipapaga
adalah rumah panggung dari kayu yang berukuran tidak terlalu besar
dan bervariasi dengan ukuran 5x5 meter persegi dan biasanya
ditempatioleh keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak
mereka. Jika mengelilingi desa, dapat juga ditemui beberapa rumah
yang berbentuk semi permanen dan permanen baik yang sedang
dalam pembangunan maupun sudah selesai dibangun dan ditempati.
Bangunan rumah masyarakat baik yang terbuat dari kayu,
permanen maupun semi permanen umumnya menggunakan seng
sebagai atap rumah walaupun ada beberapa yang menggunakaan
genteng sebagai atap.Hal ini disebabkan karena harga seng lebih
murah dan tahan lama jika dibandingkan dengan genteng.
Gambar 2.5.
Rumah-rumah penduduk yang ada di Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
26
Gambar 2.6.
Salah seorang informan
duduk di ruang tengah
(Pantaluo) di dalam
rumahnya
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015
Beranjak ke ruang dalam, menuju belek, yang berukuran 2x3 meter
terdapat Kasur dengan kelambu untuk tempat tidur bapak dan ibu.
Jika diliat ke atas loteng, kita akan melihat ada kayu-kayu yang
bersusun yang biasanya disebut pagupagu (loteng). Pagu ini hanya
dibuat untuk menghindari panas dari atap seng ke bagian dalam
27
Gambar 2.7.
sumur dan WC cemplung yang berada di salah satu rumah di Desa
Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Ruangan selanjutnya arah ke belakang adalah dapur, yang
berukuran 2x5 meter. Dalam dapur terdapat papian( tempat untuk
memasak), sedangkan dalam papian yang berukuran 1x1 meter
tersebut terdapat botu dalikan (tungku untuk memasak di atas api).
Papian dibatasi dengan kayu segiempat yang mana dasarnya diberi
tanah agar api tidak menembus ke lantai rumah yang akan
mengakibatkan terbakar. Sisa-sisa pembakaran kayu akan menjadi abu
yang akan menutupi tanah tersebut. Disamping papian terdapat rak
piring untuk menaruh alat-alat rumah tangga yang selesai dicuci.Selain
itu masih ada meja untuk menaroh barang-barang keperluan di dapur
seperti periuk, piring kotor dsbnya.
Sumber air bagi keluarga adalah sumur yang berada di luar
dari bangunan rumah bagian belakang dengan jarak 5 meter,
berdekatan dengan WC atau tempat buang air besar. Menurut
28
29
Gambar 2.8.
Mesjid yang berada di Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Setelah 3 hari berada di Desa Sipapaga, Tim sempat mengikuti
kegiatan kenduri yang diadakan masyarakat pada hari Jumat setelah
selesai Sholat Jumat.
2.6. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
Selama hampir sebulan di desa, tidak banyak kegiatan
masyarakat yang berkaitan dengan adat budaya masyarakat
setempat yang dapat diikuti.Menurut beberapa informan, kegiatankegiatan yang berkaitan dengan adat atau budaya masyarakat
biasanya dilakukan pada saat liburan, bulan puasa maupun
menjelang lebaran haji. Kegiatan tersebut seperti pesta pernikahan,
khitanan baik anak perempuan maupun anak laki-laki.
30
2.7. Pengetahuan
A. Konsep Sehat dan Sakit
Sehat menurut UU RI No. 23 Tahun 1992 diartikan sebagai
keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), sosial dan
bukan hanya keadaan yang bebas penyakit, cacat dan kelemahan
sehingga dapat hidup produktif secara sosial ekonomi. Sedangkan
keadaan sakit dinyatakan sebagai penyimpangan dari kedaan normal,
baik struktur maupun fungsinya atau keadaan di mana
tubuh/organisme atau bagian dari organisme/populasi yang diteliti
tidak dapat berfungsi seperti semestinya atau keadaan
patologis.Keadaan sakit atau sehat ini bila pada manusia harus dilihat
dari tiga aspek, yakni aspek jasmaniah, rohaniah dan
sosial7.(Soemirat, Juli. Epidemiologi Lingkungan Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2010).
Menurut pandangan masyarakat, sehat dan sakit merupakan
keadaan dimana mereka harus bisa tetap bekerja setiap hari di
kebun. Selagi fisik masih bisa bergerak setiap hari dan mereka masih
sanggup beraktivitas maka akan selalu beraktifitas baik di rumah
maupun di kebun. Seperti yang diungkapkan oleh informan Nhn
berikut ini:
kalo saya ini ga pernah sehat, biasanya habis mandi
demam, kaki gemetaran. Kalo mandi ga pernah pagi hari,
dingin dan gemetaran, biasanya kerja dulu baru setelah itu
siang mandi jam satu atau jam dua mau sholat zhuhur. Kalo
sakit badan tuh biasanya pegel-pegel tapi masih harus ke
kebun.
Informan juga menganggap malaria merupakan penyakit yang
timbul setelah makan makanan yang asam-asam pada siang hari,
seperti kedondong, nanas dan mangga buat rujak sehingga pada
malam hari mengakibatkan badan demam dan menggigil. Pada saat
badan sudah demam dan menggigil yang dianggap terkena penyakit
malaria, biasanya langsung berobat ke bidan desa yang kemudian
31
32
33
34
2.9. Kesenian
Secara spesifik tidak ada kesenian khusus di Desa
Sipapaga.Ketika berada di lapangan yang ditemui dan teramati adalah
latihan barsanji.Suatu malam, ketika selesai wawancara mendalam di
rumah salah seorang informan, terdengar lantunan orang-orang
bershalawat serta mengaji di rumah salah seorang warga.Setelah di
datangi, ternyata ada latihan barsanji yang menurut informan
diadakan latihan setiap malam minggu dan diikuti lebih kurang 15
orang anak-nak perempuan remaja yang berada di desa dan dilatiih
oleh seorang guru di desa tersebut.
Gambar 2.9.
Barsanji, bershalawat
dan mengaji oleh mudimudi sebagai hiburan
dalam acara pernikahan
masyarakat desa
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015
Barsanji merupakan shalawat dan mengaji yang dilakukan
secara bersama-sama untuk mengisi acara di suatu pernikahan yang
ada di desa. Seperti yang diungkapkan Ann dalam petikan wawancara
berikut : iya kak, barsanji ni namanya. Latihan barsanji ni setiap
malam minggu, ada gurunya dan yang ikut anak-anak muda desa sini
kak untuk pesta pernikahan nantinya
2.10.Mata Pencaharian
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam,
mata pencaharian utama masyarakat Desa Sipapaga adalah bertani
kebun karet atau yang biasa disebut masyarakat sebagaimenderes.
Kegiatan ini dilakukan pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB hingga sore
hari pukul 15.00 WIB tergantung kebiasaan masing-masing keluarga.
35
36
mengambil dari batang nira, bisa banyak ataupun sedikit. Harga gula
aren di pasaran sekitar Rp. 15.000,- per kilonya. Ada yang hanya bisa
mendapatkan 3-5 kg sehari gula aren, sehingga dapat terkumpul uang
sebanyak Rp. 45.000,- hingga Rp.75.000,- per harinya. Namun gula
aren yang dihasilkan juga bisa banyak ataupun sedikit tergantung
tampungan dari air niranya.Terkadang, air nira yang sudah ditampung
akhirnya dibuang karena sudah diminum oleh monyet yang suka
berkeliaran di kebun-kebun tersebut.
Selain pekerjaan tersebut di atas, mengikuti kekayaan sumber
daya alam yang ada di desa, masyarakat juga membuat kalto atau
yang biasa dikenal dengan kolang-kaling.Beberapa keluarga terlihat di
kebun mengambil buah kalto dari batang dan kemudian mengupasnya
untuk kemudian dimasak di tungku dekat rumah ataaupun kebun
mereka. Selain itu, terlihat juga beberapa keluarga yang membuat
sapu dari bahan ijuk yang biasanya bisa diselesaikan sampai sepuluh
buah sapu setiap hari dan kemudian akan dijual ke pasar terdekat,
pasar baru ataupun pasar lama.
Berbeda dengan cerita informan berikutnya yang juga bermata
pencaharian sebagai petani karet serta memiliki usaha membuat gula
aren, Msl:
sehari hari saya berangkat ke kebun untuk menderes setelah
subuh jam lima atau jam enam bersama istri dan pulang ke
rumah sore sekitar jam empat atau jam lima.Mengambil nira
juga setiap pagi dan sorenya. Kalo mata pencaharian
masyarakat di sini pada umumnya menderes dan membuat
nira, karet dan coklat. Namun yang utama adalah aren dan
karet. Selain itu ada juga yang membuat sapu ijuk sebagai
usaha dalam rumah tangga.
Pembuatan gula aren biasanya dengan cara.Mahasok
merupakan cara memanaskan bambu agar tidak basi dengan air nira
yang sedang direbus. Caranya adalah dengan mengambil dengan
37
gayung sedikit air nira setelah mendidih dari dalam kuali lalu
dimasukkan ke dalam bambu nira dan mengaduk-aduknya hingga
terpanaskan semua ruang bambu tersebut sehingga tidak basi jika
digunakan esok harinya.Mahasok biasa juga disebut dengan istilah
menimbus atau membilas bambu dengan nira panas agar tidak
basi.Hal ini dapat langsung teramati ketika mengikuti informan ke
kebun untuk memasak nira menjadi gula aren.
Gambar 2.10.
Memasak nira menjadi gula aren sebagai mata pencaharian tambahan
masyarakat
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Informan Msl merupakan salah seorang tokoh masyarakat di
Desa Sipapaga, selain bekerja sebagai petani karet dan nira, beliau
juga merupakan salah seorang tokoh masyarakat desa yang disegani
oleh masyarakat dan memiliki keahlian mengobati patah tulang dan
terkilir. Selain mata pencaharian utama sebagai petani karet atau
menderes, pekerjaan sampingan yang digeluti masyarakat desa sesuai
dengan sumber daya alam yang dimilikinya adalah seperti membuat
gula aren, membuat kalto atau biasa dikenal orang sebagai kolang
kaling, membuat sapu dari ijuk, menambang emas di sungai yang
mengelilingi desa serta di luar desapun daerah Tambangan ada
beberapa masyarakat yang mencari emas di sana.
38
Gambar 2.11.
Beberapa rumah tangga yang membuat sapu ijuk dan di jual ke pasar
terdekat
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Gambar 2.12.
Kalto dan sebuah keluarga sedang memukul kalto setelah dimasak
untuk segera dijual ke pasar terdekat
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
39
40
Gambar 2.13.
Beberapa Anak Sipapaga
berangkat kesekolah yang
berada di desa dengan
berjalan kaki
Sumber : Dokumentasi Peneliti
2015
41
42
BAB III
POTRET KESEHATAN DI DESA SIPAPAGA
3.1 Situasi Pelayanan Kesehatan di Desa Sipapaga
Desa Sipapaga termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas
Panyabungan Jae. Jarak dari desa ke Puskesmas Panyabungan Jae
sekitar 7 km. Jarak terdekat pelayanan kesehatan yang ada di Desa
Sipapaga adalah Puskesmas Pembantu Parbangunan yang berjarak
sekitar 3 km dari pemukiman masyarakat. Ketika berobat,
masyarakat umumnya mencari pelayanan kesehatan yang terdekat
dari tempat mereka tinggal.
Selain puskesmas pembantu, ada juga mantri kesehatan yang
berada di dekat Puskesmas Pembantu Parbangunan, tepatnya suami
dari staf Puskesmas Pembantu Parbangunan. Beberapa kasus
penyakit seperti demam, batuk, pilek, sakit perut ataupun maag
masyarakat akan mengunjungi Mantri kesehatan ini pada sore
maupun malam harinya. Hal ini disebabkan pada saat itu, masyarakat
sudah pulang bekerja dari kebun sehingga baru pada sore ataupun
malam hari bisa berobat ke Mantri jika sakit. Hal lain yang
menyebabkan masyarakat memilih berobat kepada mantri adalah
karena merasa cocok obatnya, biaya terjangkau serta dekat dari
rumah mereka.
Pelayanan bidan desa setempat, yang tinggal dan menetap di
perumahan Lembaga Permasyarakatan (LP) wilayah Desa Sipapaga
biasanya sangat jarang didatangi masyarakat. Bidan desa lebih
banyak hadir dan mendatangi desa saat kegiatan Posyandu setiap
bulannya.Ada dua Posyandu yang ada di Desa Sipapaga, Posyandu
Cemara dan Posyandu Matahari.Terlihat sangat jarang masyarakat
mengunjungi bidan desa setempat jika berobat dan memilih mencari
tenaga kesehatan di luar desa jika harus berobat.
43
Gambar 3.1.
Posyandu Matahari yang berada di Dusun I Desa Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
Pos pelayanan terpadu atau yang biasanya disingkat
posyandu, memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
terutama bidang kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan anak,
keluarga berencana, imunisasi, gizi dan pengendalian diare.Posyandu
yang ada di Desa Sipapaga ada dua buah, yaitu Posyandu Matahari
yang berada di Dusun I dan Posyandu Cemara yang berada di Dusun
II.Masing-masing posyandu memiliki jadwal tersendiri seperti yang
sudah ditetapkan dari Puskesmas Panyabungan Jae sesuai pembagian
vaksin.Posyandu Desa Sipapaga memiliki 4 (empat) orang kader
posyandu, dimana 2 (dua) orang kader biasanya membantu di
masing-masing posyandu. Jadi, pada saat kegiatan posyandu
dilaksanakan ada dua orang kader yang membantu petugas
kesehatan. Kegiatan posyandu seperti biasanya adalah 5 meja,
pendaftaran, penimbangan, penyuluhan, pemberian makanan
tambahan dan imunisasi.
Pada saat berada di desa dan mengikuti kegiatan Posyandu
Matahari, terlihat bahwa gedung untuk kegiatan posyandu masih
tempat yang sementara belum tetap seperti posyandu-posyandu
lainnya.Seperti tidak terlihat plang yang berdiri dekat bangunan yang
44
45
46
47
48
hitam dan merupakan dari arang dan bitnik-bintik kuning (kunyit yang
ditotol-totolkan) beberapa titik diatasnya. Menurut ibu mertua, tanda
itu diberi agar sibayi tidak rewel dan menangis, karena beberapa hati
yang lalu bayi tersebut selalu rewel dan menangis terus, sehingga
diberikanlah tanda itu agar tidak rewel.
Setelah dimandikan, sibayi dilap dengan sebuah kain dan
masih ditaroh di atas kaki ibu yang memandikannya lalu kemudian
diberi gurita, baju dan popok dan kemudian baru di balut dengan kain
agar hangat.Karena bayi selalu menangis ingin menyusu, maka bayi
tidak dibedong terlalu kuat, hanya dibungkus dengan kain saja.
Setelah itu baru kemudian digendong oleh ibunya untuk diteteki.
Pada saat ini, informan yang berasal dari Desa Aek Banir ini
masih belum bisa ditanya banyak karena terlihat cuek ketika kami
bertanya-tanya tentang bayinya. Akhirnya kami memutuskan sore
harinya akan kembali berkunjung.
Kunjungan kali ini adalah kunjungan ketiga ke rumah ini,
dimana sebelumnya Tim mewawancarai Saudara ipar informan. Pada
saat pertama bertemu, informan kelihatan sangat cuek dengaan
kehadiran Tim, sesekali menjawab pertanyaan Tim dengan cara ogahogahan dan setengah hati. Maka akhirnya Tim kembali
mendatanginya hari ini untuk sekedar mencari tahu tentang
kebiasaan informan selama hamil hingga melahirkan.
Informan bekerja sehari-hari sebagai petani karet membantu
suaminya dengan mengolah kebun karet (menderes) punya
mertuanya. Biasanya informan berangkat pagi sekitar pukul 09.00
hingga sorenya kembali ke rumah pukul 17.00 WIB.Saat ini, informan
tidak ikut ke kebun, karena habis melahirkan sekitar 12 hari. Pada
saat hamil informan tetap bekerja di kebun seperti biasanya
menderes.
Kebiasaan setelah melahirkan yang masih dilakukan informan
adalah minum air aren sebanyak 2 gelas selama tiga hari dan makan
indomie rebus ditambah telor. Makanan minuman ini dipercayai
dapat memperlancar dan memperbanyak ASI yang keluar
49
Gambar 3.3.
Makanan Tambahan
untuk Bayi, roti bulan
yang dijual di warung
dekat rumah
Sumber : Dokumentasi
Peneliti 2015
Perkembangan anak-anak yang sedang tumbuh dan
berkembang tidak lupa diiringi oleh kebiasaan-kebiasaan yang sudah
dipercaya secara turun-temurun.Kebiasaan ini dipercaya dapat
mempercepat tumbuh kembangnya anak tersebut. Seperti jika anak
yang berusia satu tahun atau lebih, jika belum bisa berjalan sendiri
maka biasanya masyarakat percaya jika anak tersebut di khusuk
kakinya akan segera bisa berjalan karena setelah dikhusuk dipercaya
dapat menguatkan kaki anak tersebut. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh informan Msl berikut ini: santan di masak
sampai keluar minyaknya lalu minyak tersebut ditambah dengan
rempah-rempah atau ramuan dari dukun (dotu) lalu diurutkan ke kaki
bayi atau anak tersebut. Tujuannya adalah untuk menguatkan kaki si
bayi tersebut sehingga bisa jalan segera.
50
Gambar 3.4.
Gelang dan jimat yang disematkan dibaju sebagai penangkal
agar bayi tidak rewel
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
3.3 PHBS DI DESA SIPAPAGA
3.3.1 Persalinan
Persalinan pada umumnya dilakukan masyarakat dengan cara
memanggil dukun beranak yang berada di Dalan lidang ataupun
Lubuk Sibegu. Kebiasaan ini sudah turun-temurun dilakukan dan
menjadi pilihan utama ketika anak atau menantu akan melahirka
3.3.2. Penimbangan Bayi dan Balita
Cakupan imunisasi di Desa Sipapaga menurut Bidan desa
setempat dibawah 50%.Hal ini disebabkan karena banyak keluarga
baik dalam keluarga inti maupun keluarga luas menolak anak atau
cucunya diimunisasi, karena biasanya setelah diimunisasi bayi atau
anak mereka pasti rewel sehingga mengakibatkan ibu, bapak dan
keluarga lainnya terganggu dalam beraktifitas sehari-hari. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Bidan desa Sipapaga berikut ini :
susah kalo disini, suai mereka marah-marah kalo pulang ke rumah
anak rewel dan menangis habis diimunisasimereka tidur terganggu
jika anak rewel . Hal ini juga sama sepert yang diungkapkan oleh
Bidan desa Desa Aek Banir dalam petikan wawancara di bawah ini:
51
Gambar 3.5.
WC cemplung yang ada di Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
3.3.3 Tidak Merokok dalam Rumah
Merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung,
gangguan kehamilan, impotensi dan gangguan saluran pernafasan
kronik merupakan slogan yang seakan-akan hanya terpampang di
setiap tempat, baik di bungkus rokok, di baliho jalanan, pasar, rumah
sakit maupun tempat umum lainnya.Sementara konsumsi rokok tetap
dilakukan baik oleh remaja, orang dewasa maupun orang tua.
Asap rokok yang keluar dari perokok tidak hanya berakibat
buruk pada perokoknya namun lebih berbahaya pada orang yang
berada di sekitar perokok atau yang lebih sering disebut perokok
pasif.Namun hal ini belum sepenuhnya diketahui bahkan disadari oleh
semua orang, baik yang berada di pedesaan maupun yang berada di
perkotaan.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan angka kematian
akibat merokok sudah mendekati 5 juta per tahunnya.Indonesia telah
menduduki urutan ke 5 dari 10 negara dengan konsumssi rokok
52
53
Gambar 3.6.
Kebiasaan Merokok di dalam rumah sudah biasa dilakukan
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
54
Gambar 3.7.
Sumur sebagai sumber air bersih Masyarakat Sipapaga
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2015
3.3.5.Memberantas Jentik Nyamuk
Kegiatan memberantas jentik nyamuk di Desa Sipapaga tidak
pernah dilakukan, baik secara gotong-royong maupun secara
personal.Terlihat kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam
55
56
57
58
memotong kayu dengan orang lain. Biasanya ibu berangkat pada pagi
hari pada pukul 08.00 WIB dan kembali sore hari pukul 16.00 WIB.
3.4.2. Malaria
Berdasarkan laporan sepuluh penyakit terbesar di Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2013, malaria menjadi penyakit terbanyak
nomor satu di Kabupaten Mandailing Natal. Malaria yang dimaksud
adalah malaria dengan pemeriksaan darah sebanyak 26,38 % dengan
8.311 kasus.
Informasi dari bidan desa setempat mengatakan jika malaria
klinis sering dikeluhkan di desa ini.Malaria positif hasil pemeriksaan
laboratoriumpernah dilaporkan tinggi sebelumnya, namun setelah
adanya pemeriksaan ulang bagi masyarakat sekitar 2 bulan yang lalu
dan ternyata hasilnya negatif sehingga malaria tidak menjadi masalah
kesehatan di desa ini. Namun, masih banyaknya keluhan penyakit
malaria ketikamasyarakat berobat ke tenaga kesehatan serta
meminum obat yang dibeli di warung ketika mengalami demam dan
menggigil.Malaria diindikasikan masyarakat dengan demam, menggigil
dan berkeringat.Penyebabnya bisa karena makan buah-buahan yang
asam seperti kedondong, nanas, mangga untuk membuat rujak pada
siang hari sehingga menjadi demam dan menggigil malam harinya.
3.5 PENYAKIT TIDAK MENULAR DI DESA SIPAPAGA
3.5.1. Hipertensi
Selama lebih kurang 35 hari di lapangan, kami hanya
menjumpai seorang penderita dengan hipertensi. Ngk, rutin
meminum Diovan (Valsartan) 1x sehari untuk mengendalikan
penyakitnya, tidak diketahui berapa tekanan darahnya setelah
meminum obat tersebut. Ia curiga adanya darah tinggi karena sempat
nyeri kepala. Informan yang lain tidak merasa perlu memeriksakan
tekanan darahnya karena tidak ada keluhan sekalipun sudah berusia
40 tahun ke atas. Padahal, tekanan darah tinggi bisa muncul tanpa
gejala spesifik.
59
60
61
62
BAB IV
TANGAN DEWA DOTU SIPAPAGA
4.1 Kepercayaan Masyarakat terhadap dotu
Menurut Agoes, pelaksana pelayanan pengobatan tradisional
dinamakan pengobat tradisional (Batra). Pengobat batra merupakan
orang-orang yang dikenal dan diakui oleh masyarakat setempat. Para
pengobat tersebut adalah orang yang mampu melakukan tindakan
pengobatan dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat. Pada
setiap daerah, masyarakat dan jenis pengobatannya maka nama yang
popular bagi pengobat tradisional akan berbeda-beda misalnya
dukun, sinshe, tabib dll (hal 60).
Menurut Sciortiono, terapi tradisionaal itu dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori besar. Kategori pertama terdiri
dari terapi teknis-sekuler yang menggunakan ilmu lahir (ilmu luar,
teknis atau alami) seperti pengobatan mandiri dengan jamu-jamuan
dan pijit, serta dukun semacam dukun bayi, dukun atau tukang pijit
dan tukang penjual jamu. Semua spesialis ini menerapkan metodemetode pengobatan yang bersifat teknis ketika melakukan
pengobatan . Meskipun doa dapat digunakan, namun kekuatan
spiritual atau dukungan roh-roh halus tidak esensial pada sukses
pengobatan.
Kategori kedua terdiri dari terapi-terapi yang
menggunakan ilmu batin (ilmu dalam,spiritual atau magis) seperti
orang tua,orang pintar, dukun prewangan dan dukun kebatinan.
Pengobatannya selalu menggunakan kekuatan batin si dukun atau
pembantu supernaturalnya, meskipun dapat pula dikombinasikan
dengan praktek yang bersifat teknis seperti pijit atau jamu-jamuan.
Agar mampu melakukan pengobatan semacam ini, seseorang harus
mempunyai pengetahuan yang melampaui pemahaman rasional
mengenai dunia nyata. Ereka memerlukan intuisi, rasa dan ilmu
(ngelmu) mengenai aspek magis spiritual, sebuah realitas yang tidak
terlihat dengan mata kasar.Untuk mendapatkan ilmu ini dan pada
gilirannya mempunyai kemampuan menyembuhkan penyakit, si
63
64
65
66
Hal ini diyakini akan mengeluarkan seluruh racun yang masuk di dalam
tubuh pasien.
Pada kasus informan Mrt, yang sudah menderita penyakit
paru-paru sejak 2 tahun belakangan memiliki cerita yang lain lagi.
Pada saat pertama kali berkunjung, informan sedang terbaring di
rumah dengan kondisi lemah, pucat dengan perut buncit dan
membesar. Sehari-hari selalu terbaring ditempat tidur yang terletak di
ruang tengah rumah dan selalu didampingi oleh istrinya yang sedang
hamil tua.Pada saat itu, informan sudah melakukan pengobatan ke
Rumah Sakit di Bukittinggi dan selalu control setiap 9
bulan.Sebelumnya informan terlebih dahulu dirujuk ke Rumah Sakit
Umum Madina di Panyabungan, namun karena tidak ada obat
kemudian di bawa ke Bukittinggi.
Informan sebelumnya menceritakan bahwa sebelum dibawa
ke rumah sakit, keluarga terlebih dahulu membawa berobat kepada
dotu/dukun/orang pintar yang ada di desa.Pada saat itu, penyakit
yang dideritanya dipercaya sebagai dirasa atau diracun. Seperti
penuturan informan berikut ini :
katanya dibikin orang racunnya lewat makanan. Lalu
berobat ke dotu dan diberi ramuan kunyit, namanya sibubus.
Lalu mencret-mencret beberapa kali sampai lemestapi ga
mempan makanya dibawa berobat ke rumah sakit.
Sama halnya dengan penyakit yang dianggap sebagai dirasa
oleh masyarakat, jika berobat ke dotu akan dilakukan pengobatan
dengan cara di sibubus. Namun setelah beberapa lama melakukan
pengobatan dengan pengobatan tradisional apalagi sejak kondisi
informan bertambah lama bertambah pucat, lemes dan selalu
terbaring di tempat tidur akhirnya keluarga memutuskan membawa
ke rumah sakit untuk diobati.
Penyakit batuk-batuk lama yang diiringi dengan sesak nafas
disebut masyarakat selain tarpangan rasa, dirasa juga disebut dengan
67
istilah tarok. Kasus tarok dialami oleh salah seorang informan Mdn,
dimana sepengetahuan informan batuk-batuk lama dengan sesak
nafas yang dialaminya sekarang ini penyebabnya adalah karena
terkena angin malam karenaa suka nongkrong-nongkrong alias nonton
bersama di warung, kuat bekerja sehingga timbul batuk-batuk dan
mengganggu pekerjaan jika sudah sesak nafas. Batuk ini dialami atau
dirasakan sangat mengganggu ketika malam hingga pagi hari.Informan
mengatakan, gejala penyakit ini sudah dirasakannya sejak 1 tahun
yang lalu.Sama dengan beberapa informan lainnya, Mdn membawa
penyakitnya untuk diobati ke beberapa dotu, namun terakhir sudah
mulaii membaik setelah berobat ke rumah sakit. Pengobatan di rumah
sakit dilakukan setelah dilakukannya penjaringan pasien oleh bidan
desa setempat dengan cara mengumpulkan sputum untuk
diperiksakan ke puskesmas setempat. Pada saat diwawancara, Mdn
mengatakan jika penyakit yang dialaminya ini kambuh lagi sekitar 3
bulan yang lalu. Penyakit ini kambuh lagi karena menurut informan
terlalu bekerja berat menjadi sopir angkot (angkutan kota) sehingga
memutuskan untuk tidak mau bekerja lagi sebagai sopir angkot. Pada
saat bekerja sebagai sopir, informan mengatakan tidak bisa berhenti
merokok.Hal ini disebabkan karena pergaulan yang dijalani memaksa
harus mengikuti rekan-rekan sesama sopir untuk merokok. Walaupun
informan tidak membeli rokok, biasanya teman-teman akan menawari
rokok serta merokok didekatnya sehingga keinginan untuk berhenti
merokok selalu terabaikan. Seperti ungkapan informan dalam petikan
wawancara berikut:
sudah tujuh bulan ga merokok, tapi menyetir angkot ga bisa
ga merokok karena diajak temen-temen jadinya merokok
lagipadahal kalo ga merokok saya sesak ga pernah lagi
jarang sesak, tapi kalo merokok hampir setiap hari sesak nafas
tapi ya gimana ga tahan sama temaan-teman kalo sudaah
kumpul-kumpul
68
69
70
Self Medication:
1.
Obat Bebas
2.
Meramu
Herbal
Bahan
1.
2.
3.
4.
Mencari Pertolongan
Tenaga Kesehatan:
1. Bidan Praktik Swasta
2. Pustu
(Puskesmas
Pembantu)
3. Mantari/
Perawat
di
Perbangunan
1.
2.
Tidak Sembuh
Gambar 4.1.
Pola Health Seeking BehaviourMasyarakat Sipapaga
71
72
Gambar 4.2
Salah seorang penderita katarak
dan berobat ke Padang
Sumber: dokumentasi peneliti
Gambar 4.3
Sumber: dokumentasi peneliti
Sudah 3 tahun mata kiri Tamim memburam, tidak bening lagi.
Kami mencoba mengukur
visus (daya penglihatan) dengan
instrumen lampu senter dan kemampuan melihat jari. Hasilnya 1/,
artinya hanya bisa membedakan terang dan gelap saja. Tampak
kornea mengalami sikatriks (timul jaringan parut).
4.3.2 Sarana Kesehatan
Informan yang kami temui mengungkapkan ketika sakit, mereka
menggunakan obat-obat bebas yang bisa dibeli di toko obat atau
73
74
tahu, apa yang terjadi saat itu, apakah mungkin ada pasien lain
yang lebih gawat dan membutuhkan pertolongan segera sehingga
lebih diprioritaskan.Tetapi hal iti tidak disampaikan ke pasien
lainnya.
3. Kurangnya informasi dari tenaga medis
Di rumah sakit RSUD ngga pernah saya diajak omong sama
dokter waktu diperiksa. Paling-paling bisa ngomong sama dokter
waktu di Rumah Sakit Permata Madina ( Rumah Sakit Swasta).
Kalau memang sampai harus menginap di rumah sakit, ya
mending di Permata Madina meskipun bayar lebih mahal. Kemarin
kuret dan steril ya di Permata Madina.
S, 38 tahun menceritakan pengalamannya mengantar istri yang
mengalami perdarahan dan bayinya meninggal setelah melahirkan
beberapa tahun yang lalu.
4. Biaya
Berobat ke rumah sakit masih dipandang mahal. Dan memang
tidak semua warga mendapat kartu BPJS yang dapat meringankan
biaya.
Orang protes ke saya , ada yang mampu kok dapat BPJS
sedangkan yang miskin malah ada yang tidak dapat. Ya saya
bilang, bersabar saja mungkin periode berikutnya dapat. Yang
mendata kan juga bukan perangkat desa, tapi BPS. (Syf, Pejabat
Kepala Desa Sipapaga)
Hanya seorang informan bernama NO, 53 tahun mengaku puas
dengan pelayanan rumah sakit. Ia dirawat mulai tanggal 22 Mei 2015
karena sakit kepala hebat dan nyeri perut. Awalnya dia tidak mau
masuk rumah sakit. Bukan karena alasan biaya atau kecewa dengan
pelayanan rumah sakit tetapi khawatir tidak ada yang menjaga,
karena anak harus ke sekolah semua, sementara suami sibuk
membuat gula aren. Dia juga mendapat kartu BPJS, dibagikan barubaru saja.
75
76
77
78
melihat kondisi informan kami yang sempat syok dan kondisi yang
harus dipenuhi supaya pemberian cairan infus tepat dosis, sebaiknya
memang lebih baik dirawat di rumah sakit. Apalagi di rumah sakit ada
dokter yang mengevaluasi, bukan hanya bidan. Dan, hanya dokter
yang berwenang memberikan diagnosis suatu penyakit.6 Tugas dari
tenaga kesehatan yang mensosialisasikan agar masyarakat Desa
Sipapaga sadar bahwa tidak semua penyakit bisa dipaksakan untuk
dirawat di rumah.
(Kecepatan aliran cairan infus sebaiknya dicek 30-60 menit
sekali, mengingat botol infus yang masih penuh akan mengalir lebih
cepat. Demikian pula selang infus yang terjulur lurus akan mengalir
lebih cepat dibandingkan yang berbelok atau tergantung di bawah
lengan). 7
Padahal setiap pasien berganti posisi, demikian pula terjadi perubahan
posisi selang infus dan kanula jarum infus yang mempengaruhi
kecepatan alirannya.
Bagi A, sakit demam tinggi yang diderita anaknya bukan
karena virus atau bakteri tertentu, tetapi akibat paparan terik
matahari ataupun bermain di luar saat hujan deras. Walaupun bidan
yang merawat sudah curiga penyakit ini adalah demam dengue
disertai syok.
4.4 Pandangan masyarakat desa Sipapagan tentang imunisasi
Berdasarkan standar yang ditetapkan dalam IPKM ( Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat). Definisi imunisasi dasar
lengkap (PPI) adalah:
Imunisasi yang telah diperoleh anak umur 12-23 bulan.
Lengkap jika anak tersebut telah diimunisasi 1 kali BCG, 3 kali
DPT,dan minimal 3 kali Polio, dan 1 kali campak. (Riskesdes.
2007
6
7
UU Praktik Kedokteran
Kumagai. 2008
79
IDAI, 2008
80
81
Gambar 4.7
Kolong tribun
lapangan bola
tempat posyandu
dan imunisasi
Sumber:
dokumentasi
peneliti
Imunisasi di desa Sipapaga bukan merupakan hal yang mudah
untuk dilaksanakan. Hali ini bukan karena tidak adanya vaksin
imunisasi, tetapi masyarakat desa yang merasa khawatir kalau anak
atau bayinya diimunisasi bukannya sembuh, tetapi malah berakibat
sakit pada si kecil. Berikut adalah pernyataan
Bidan Desa Aek Banir dalam petikan wawancara di bawah ini:
imunisasi susah, kalo suami selalu marah-marah jika
pulang dari kebun anak-anak rewel dan menangis
semalamanAda juga nenek (ibu dari salah seorang
informan) tidak memperbolehkan cucunya diimunisasi
karena rewel, demam dan nangis sehingga mamaknya tidak
bisa ke kebun sedangkan cucunya kan nenek yang
ngasuh.
Berikut adalah bagan pelaksanaan imunisasi dan pandangan
masyarakat terhadap imunisasi
Alasan Tidak mau Imunisasi
1.
2.
3.
4.
Anak rewel
Dilarang suami atau mertua
Belum paham manfaat dan
penyakit apa yang bisa dicegah
Belum paham kenapa anak sehat
harus disuntik
Hasil:
Tidak
terbentuk
herd immunity
Rentan
terkena
hepatitis B, TB
ataupun penyakit
lainnya
Gambar 4.8
Bagan pelaksanaan Imunisasi desa Sipapagan
82
83
Gambar 4.10
Imunisasi di Posyandu Sipapaga
Sumber : dokumentasi peneliti
Ketika ditanya, apakah informan tahu bahwa imunisasi itu
suatu bahan untuk mencegah penyakit dan memang diberikan
kepada anak yang sehat.Dan apakah sudah tahu bahwa imunisasi
memang bukan obat, jadi tidak diberikan kepada anak sakit atau
tahukah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan
bagaimana mengenali gejala awalnya?Semua informan yang kami
jumpai menjawab tidak tahu atas semua pertanyaan di atas.
Cuma diumumkan saja di masjid,bahwa siang nanti akan
ada Posyandu. Yang punya anak kecil bisa dibawa. Mana
84
Gambar 4.11
Wadah cool box
penyimpanan vaksin dan
tempat pembuangan
jarum bekas.
85
Gambar 4.12
Penyuluhan dilakukan di teras Posyandu dengan berdiri.
Sumber: dokumentasi peneliti
86
Gambar 4.13
Pemberian Makanan Tambahan Pada Kegiatan Posyandu
Sumber: dokumentasi pemeliti
4.5.1 Cakupan Imunisasi Di Desa Sipapaga
Cakupan imunisasi di Desa Sipapaga menurut Bidan desa
setempat dibawah 50%. Hal ini disebabkan karena banyak keluarga
baik dalam keluarga inti maupun keluarga luas menolak anak atau
cucunya diimunisasi, karena biasanya setelah diimunisasi bayi atau
anak mereka pasti rewel sehingga mengakibatkan ibu, bapak dan
keluarga lainnya terganggu dalam beraktifitas sehari-hari.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bidan desa Sipapaga berikut ini :
susah kalo disini, suami mereka marah-marah kalo pulang ke
87
88
89
90
91
92
93
obat-obat atau pil lainnya. Pernah ke dokter bayar 130 atau seratus
lima puluh ribu kira-kira. Sama saja, tidak hilang ini sakit kepala
94
95
11
Kata Angin untuk selanjutnya diberi tanda petik karena konsep ini tidak diakui
dalam pengobatan modern/ kedokteran barat
12
Mungkin yang dimaksud ialah herniotomy
96
97
98
sakit kepala, badan berat, dan lesu,dan biasanya keluhan dimulai dari
kepala (bagian atas tubuh).
Di samping itu ada pula angin dalam yang timbul akibat
kurangnya Xue/ darah yang menimbulkan pergerakan angin. Angin
dalam ini menimbulkan gejala: pingsan, kejang, vertigo, baal (hilang
rasa), paresis facial dan lain-lain. Jenis ini timbulnya dari dalam badan
dan karena itu disebut angin dalam dan tidak termasuk golongan
Penyebab Penyakit Luar.(Tse, Ching San et al , 2000)
Menarik bahwa meskipun tidak ada bukti pengaruh ilmu
pengobatan Tionghoa pada dotu Sipapaga ataupun sebaliknya, ada
kesamaan soal angin sebagai penyebab penyakit. Walaupun ada
perbedaan dalam mendefinisikan konsep angin tersebut. Akan
tetapi karena adanya kesamaan ini, tak heran masyarakat Sipapaga
lebih mudah menerima penjelasan soal angin secara sederhana
dibandingkan bila penjelasan menggunakan bahasa medis.
Pengobatan
Tradisional
Tionghoa (TCM)
Adanya konsep Angin
+
Dibagi Angin Dalam dan Angin
+
Luar
Ditandai pingsan, kejang, vertigo,
+
baal (hilang rasa), paresis facial
/kelumpuhan otot wajah
Ditandai demam,
berkeringat,
+
badan berat
Ditandai sakit kepala, biasanya
+
keluhan dimulai dari kepala
(bagian atas tubuh).
+
Menimbulkan nyeri punggung dan
-
Sipapaga
+
-
+
-
99
nyeri kaki
Gambar 4.22: Perbandingan konsep angin di Sipapaga dan pengobatan tradisional Tionghoa
(TCM) Sumber: Dokumentasi peneliti
Gambar 4.23: Mnh sembuh sempurna, bisa berjalan normal dan Hdyt
memperlihatkan kakinya tiga tahun setelah kecelakaan
Sumber: Dokumentasi peneliti
Informan lainnya And Hdyt, seorang pelajar kelas 5 SD
menunjukkan kakinya yang sembuh tak berbekas. Ytn, 43 tahun biasa
dipanggil ibu And juga mempertimbangkan biaya mengenai kenapa
100
101
102
13
Di Mandailing dan banyak daerah di Sumatera. Kata kereta berarti sepeda motor,
bukan kereta api
103
104
105
Gambar 4.28 setelah diurut, dibungkus kain bebat dan rangka bambu,
lalu dotu memasang perban elastis di luar rangka bambu
Sumber: Dokumentasi peneliti
Penanganan operatif pada patah tulang paha termasuk fiksasi
internal dengan paku besar intramedular saat ini adalah metode yang
paling banyak dipilih. Meskipun lama penyambungan patah tulang
tidak lantas dipercepat, tetapi area patah tulang dapat dicegah dari
kemungkinan bertambah pendek atau membentuk sudut. Tentu
dalam tindakan operatif ada risiko yang harus diperhitungkan
terutama infeksi. (Salter, Robert. 1999)
Cara non operatif dapat digunakan. Hanya saja membutuhkan
waktu pemulihan lebih lama, sampai 12 minggu, dan menimbulkan
tekanan di kulit karena menahan beban traksi dari pemasangan
Thomass Splint.(Salter, Robert. 1999).Jadi, tak seperti anggapan
Mnm, patah tulang paha tidak selalu harus dipasang gips dan Mnm
mengaku tidak tahu soal ini.
Gambar 4.29
Thomass Splint. Bagian
yang dekat tubuh
terdiri dari lingkaran
yang difiksasikan
Sumber: Dokumentasi
peneliti
106
14
107
Informan kami banyak yang tidak menerima imunisasi lengkap, termasuk imunisasi
BCG. Ada penolakan terhadap imunisasi
108
pasien tampak makin kurus dan pucat ini seharusnya segera diobati
sehingga tidak terjadi penularan. Keadaan ini menjadi perhatian
dalam penelitian ini karena pasien TB yang bertambah kurus dan
pucat 16ini dianggap masyarakat sebagai sakit yang dirasa atau
terpangan rasa yang menurut masyarakat sakit akibat diguna-guna
atau diracun. Racun itu dimasuki lewat makanan atau minuman yang
disengaja untuk menyakiti. Masyarakat percaya untuk menghilangkan
racun itu penderita harus dibawa berobat ke dotu. Di dotu, pasien
yang datang dengan kondisi lemah, kurus dan pucat ini akan diobati
dengan cara dibubus. Dibubus merupakan pengobatan dengan cara
meminumkan ramuan yang sudah disiapkan oleh dotu yang terdiri
atas rebusan rempah-rempah dan minyak lalu kemudian akan
diminum oleh pasien di rumah sehingga mengalami diare atau
mencret-mencret. Hal ini diyakini akan mengeluarkan seluruh racun
yang masuk di dalam tubuh pasien.
Ratni, 35 tahun, bidan desa setempat menuturkan suatu hari
ia sampai harus memasang infus karena ada pasien dehidrasi berat
setelah dibubus.
Setelah minum minyak pambubus itu ada yang mencret ada
yang tidak. Kata dukunnya, kalau belum mencret ya belum
keluar racunnya. Jadi dok, sudah kena TB, badan tambah
kurus, masih ditambah lagi dehidrasi kena mencret, tambah
lemas lah.
Baru setelah ada penyuluhan dan periksa sputum di desa,
baru tahu itu karena kuman TB dari tenaga kesehatan bukan
karena terpangan rasa. Kalau sudah ada penyuluhan mereka
sudah tahu bahayanya, bagaimana pengobatannya, dan asal
penyakitnya itu dari kuman. Sekarang udah pada pintar.
Sudah batuk seminggu, makan obat tapi tidak sembuh, sudah
16
Salah satu dari Trias TB Paru: Penurunan Berat Badan, Batuk berkepanjangan,
Keringat malam hari (lihat Gambar 4.41., Gejala Sistemik TB)
109
Terpangan
Rasa
Terduga TB
Penyakit Kronis lainnya
Dibubus
Dehidrasi
Gambar 4.31:
terpangan rasa/
dirasa
Sumber: ilustrasi
peneliti
Gambar 4.32: Bidan Ratni menunjukkan spesimen dahak dan Pasien terduga TB
menyerahkan dahak kepada petugas
Sumber: Dokumentasi peneliti
110
111
112
113
114
115
Gambar 4.35
Obat-obatan yang
diminum Nikmah
setiap hari
Sumber: Dokumentasi
peneliti
Pantangan makan atau minum dari dokter atau pihak rumah
sakit menurut informanadalah tidak boleh menggunakan sasa,
ajinomoto ketika memasak, mie indomie serta kerupuk-kerupuk yang
biasa dijual di warung-warung. Sedangkan pantangan dari dotu
seperti dilarang makan ayam, sapi.
Mengenai pantangan makanan, masih ada anggapan bahwa
makanan tertentu bisa memperparah terpangan rasa ataupun
penyakit TB dengan gejala dominan respiratorik (gejala di sistem
pernapasan) misalnya: batuk berkepanjangan (Baca juga (TB dengan
gejala Tarou / sesak dan batuk batuk berkepanjangan). Tidak hanya
dari mitos yang berkembang di masyarakat sendiri ataupun dari dotu.
Tapi juga dari petugas kesehatan. Dugaan kami larangan petugas
kesehatan untuk mengkonsumsi Sasa, Ajinomoto (penyedap rasa
MSG), Indomie instan ataupun krupuk semata-mata hanya karena
nilai gizi-nya yang rendah, hanya berisi karbohidrat tanpa nutrisi
lainnya. Sekali lagi ini hanya dugaan. Pasien TB seharusnya makan
makanan bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan makanan
116
19
117
(EASL)European
118
119
120
Luka lambung akibat suatu stressor yang mengurangi daya tahan mukosa lambung,
contoh stressor yang paling umum adalah penyakit kronis, misalnya: Hepatitis B
kronis dengan komplikasi
121
122
123
124
Pantangan ini membuat orang sakit Tarou berisiko defisiensi nutrisi, kami tidak
menemukan referensi yang menyebutkan diet tertentu pada pasien TB
125
126
Gambar 4.42: Leher Rzl dipenuhi luka yang berderet dan bila
diraba seperti untaian tasbih / rosario (Rosary Sign),
Sumber: Dokumentasi peneliti
Rosary Signdikenal pula dengan sebutan Scrofuloderma.
Terbentuk jaringan parut di antara bekas-bekas luka( Rahajoe, Nastiti
et al 2008) Secara klinis, TB kulit yang paling sering ditemukan adalah
Scrofuloderma, yang terjadi akibat penjalaran perkontinuitatum dari
kelenjar limfe di bawahnya yang terkena TB. Pembengkakan kelenjar
limfe ini pecah dan membentuk ulkus berbentuk linear / garis atau
serpiginosa / seperti ular. Tanda ini begitu khas sehingga disebut pula
Rosary Sign. Kemudian terbentuk jaringan parut/ sikatrix berupa
pita/ benang fibrosa padat, yang membentuk jembatan di antara
ulkus-ulkus atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan
didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan fibrosis padat,
sinus yang mengeluarkan cairan serta massa yang fluktuatif.
Scrofuloderma biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat
yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya: di daerah
parotis (pipi), submandibula (bawah tulang leher), supraklavikula
(atas tulang belikat) dan lateral (bagian samping) leher. (Rahajoe,
Nastiti et al 2008). Terungkap dalam riwayat kontak,.....Bapaknya
dulu sakit paru-paru , batuk lama, sekarang sudah meninggal...
127
Ibu Rzl tak pernah menduga bahwa sakit paru-paru yang kami curigai
sebagai TB dapat menular dan menimbulkan luka borok pada anaknya
Iya kemarin di rumah sakit juga dibilang begitu, sebelumnya
mana tahu. Saya ini kan tidak sekolah, tiap hari cuma kerja cari
buah kalto (baca: kolang-kaling)
Tata laksana scrofuloderma sama dengan tata laksana TB paru
pada anak, yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisin, isoniazid,
dan pyrazinamid. Untuk tata laksana lokal/ topikal, tidak ada yang
khusus, cukup dengan kompres atau jaga higiene / kebersihan yang
baik. ( Rahajoe, Nastiti. 2008)
27
128
129
28
130
a)
Keterlambatan
Penanganan
b) Eradikasi
TB
dan
Hepatitis B sulit terwujud
c) Prognosis
penderita
penyakit
tertentu
131
Dirasa
+
Perut
Membuncit
+/- Sesak
+/- Nafsu Makan
Berkurang
+
Tarou/
batuk-batuk
lamaatau
kurang
darah/Anemia kronis
Curiga Hepatitis
B
kronis
+
Ascites
Curiga
Paru
TB
Curiga
TB
Extra Pulmonal
(di luar paru)
132
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Masyarakat Desa Sipapaga yang memiliki bahasa sendiri
dipengaruhi oleh budaya setempat dalam pengambilan keputusan
terkait permasalahan kesehatan.Unsur-unsur budaya tersebutada
yang.Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa, tidak hanya
unsur sosial budaya masyarakat saja yang mempengaruhi tingkat
kesehatan, tetapi juga kualitas layanan kesehatan yang berada
didekat masyarakat.
Kondisi geografis Desa Sipapaga hanya berjarak sekitar 15
menit dari pusat kota melewati jalan beraspal dan berlubang.
Masalah yang ada di Sipapaga sebetulnya bukan karena keterasingan
geografis.Beberapa pelayanan kesehatan dapat ditemui seperti
Puskesmas dan 2 rumah sakit, yaitu RSUD (Rumah Sakit Umum
Daerah) dan 1 Rumah Sakit Permata Madina (swasta). Belum lagi
adanya 1 Pustu ( Puskesmas Pembantu) di Pebangunan yang justru
lebih dekat lagi dengan desa.
Tingkat kesejahteraan masyarakat juga berpengaruh,
mengingat banyak warga menggantungkan hasil bumi seperti karet
untuk penghasilan.Ketika harga komoditas termasuk karet jatuh,
penghasilan warga pun menurun.Untuk biaya berobat juga sulit,
mengingat tidak semua warga mempunyai BPJS, belum ada
kesadaran tergabung dalam asuransi kesehatan dengan sistim iuran,
dan ada beberapa terapi obat ataupun non-obat yang tidak tercakup
dalam skema pembayaran BPJS.Apalagi ketika harus dirujuk yang
tentunya memerlukan biaya tambahan untuk transportasi,
akomodasi dan makanan.
Tidak adanya industri lokal yang mampu menyerap karet
olahan warga, membuat harga karet rentan jatuh karena tergantung
harga beli tauke (tengkulak) di Medan atau Padang, tempat ke mana
karet mentah dikirim.Dalam situasi ini, tidak ada insentif bagi petani
133
134
135
136
DAFTAR PUSTAKA
(Soemirat, Juli. Epidemiologi Lingkungan Edisi Kedua. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. 2010).
http://id.wiikipedia.org/wiki/daftar_pulau_di_Indonesia
download tanggal 30 juni 2015
di
[1]
137
138
139
140
INDEKS
141
A
air minum, 19
akses, 13, 15, 19, 21
aspek, 11, 20, 22, 23, 45, 84, 113
B
Badan Litbangkes, 14, 21
Bahasa, 1, 13, 27, 30, 47, 48
Bahasa Siladang, 47, 48, 49
Barsanji, 50
Batak Toba, 26, 29
Becak, 32, 55
belek, 40, 41
C
coklat, 36, 52
D
Desa Aek Banir, 34, 35, 37, 47, 48, 62, 66, 69, 105, 116
Desa Sipapaga, 1, 2, 12, 13, 17, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 43,
44, 45, 47, 49, 50, 51, 54, 55, 59, 60, 61, 62, 65, 69, 71, 73, 74, 79, 80, 91, 93, 98,
102, 107, 112, 136, 165, 166, 168
dialek, 49
diguna-guna, 46, 47, 76, 87, 89, 90, 104, 138, 142
dirasa, 3, 46, 47, 76, 84, 86, 87, 88, 89, 90, 100, 114, 116, 135, 136, 138, 140, 141, 142,
151, 157, 158, 159, 160, 170
dotu, 13, 21, 22, 46, 47, 68, 72, 76, 77, 80, 83, 84, 87, 88, 89, 90, 91, 93, 94, 100, 113,
114, 115, 116, 117, 119, 120, 122, 125, 127, 128, 129, 132, 134, 136, 138, 141, 142,
144, 145, 147, 151, 158, 159, 160, 166, 170
dukun, 13, 17, 21, 46, 47, 62, 63, 68, 83, 84, 88, 93, 94, 113, 114, 151, 170, 171
E
emas, 28, 54
etnis, 7, 8, 22
G
gula aren, 39, 51, 52, 53, 54, 96, 98
142
H
HIV/AIDS, 9, 10
I
IPKM, 7, 11, 12, 13, 14, 19, 21, 103, 137, 176
K
kalto, 52, 54, 55, 161
karet, 36, 43, 50, 51, 52, 54, 66, 71, 74, 129, 168, 169, 178, 179
kebun, 36, 39, 43, 45, 46, 50, 51, 52, 53, 57, 59, 66, 69, 75, 81, 86, 96, 105, 118, 120,
178
Kementerian Kesehatan, 21
kenduri, 40, 43, 44, 45
Kesenian, 1, 49
kolang kaling, 54
Konsep Sehat dan Sakit, 1, 45
L
loteng, 41
M
malaria, 9, 10, 11, 15, 46, 77, 78, 86
Mandailing Natal, 1, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 25, 26, 28, 29, 30, 34, 35, 48,
77
Mata Pencaharian, 1, 50
MDGs, 8, 9, 10, 11, 15
menderes, 46, 51, 52, 54, 66, 91, 180
mengaji, 49, 50, 95
N
nira, 36, 39, 51, 52, 53, 54, 64, 91, 124, 125, 179, 180, 181
O
Organisasi Sosial, 1, 45
P
pantaluo, 40, 42
143
Panyabungan, 13, 16, 17, 18, 21, 25, 26, 30, 31, 32, 34, 35, 48, 49, 55, 58, 59, 60, 65,
76, 87, 90, 91, 104, 107, 130, 131, 144, 151, 159, 163
Penduduk, 1, 38, 137
Perang Padri, 34
perbukitan,, 35
pohon papaga, 34
Pola Pemukiman, 39
Puskesmas, 13, 16, 18, 19, 21, 59, 60, 90, 96, 104, 107, 110, 113, 140, 148, 159, 168
R
racun, 47, 87, 136, 138, 156
raNAh, 28
Rapport, 22
Religi, 1, 43
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, 11
Riset Etnografi Kesehatan, 7, 20, 21
Riskesdas, 13, 80, 81, 148, 175
ruh, 46
Rumah, 1, 2, 34, 39, 40, 70, 75, 87, 90, 91, 97, 141, 151, 159, 168, 176
rumah panggung, 39
rumah sehat, 15, 19
S
sanitarian, 19
sanitasi layak, 19
Sejarah, 1, 26
shalawat, 44, 50
Sibolga, 27, 31
sosial budaya, 7, 20, 22, 23, 168, 171
Sumur, 37, 73
T
takziah, 43
Tambangan, 54
Tapanuli Selatan, 25, 26
Teknologi dan Peralatan, 2, 55
tondi, 46, 114, 116, 117, 118
tuberkulosis, 14, 15, 17, 20, 90
U
umoh, 40
144
W
wawancara mendalam, 22, 49, 50, 62
145
GLOSARIUM
A
Aluvw
Amang k dngan
Apa
Arambir
B
Banda panggoluan
Baswh
Baul
Bawung
Belek kamar modom
Br
perempuan)
Bja
Bp nanang
Bujng
Burngin
C
Cng cng
pipih
Cok-cokon
Cucu
anggi)
D
DlI
Dng snk
dot ken mau
G
Gandak
Gawing
Gnd
146
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
pondok di kebun
mengunyah
berhubungan seksual
lele belang
kamar tidur
menantu
(suami
anak
=
=
=
=
semangka
bapak ibu
Panggilan untuk laki-laki
sirih pinang
=
=
cegukan
cucu( biasa dipanggil pula
=
=
=
tidak ada
saudara perempuan
mau pergi
=
=
=
pacar
ikan besar mirip tongkol
labu putih
H
Hala pandan/plastik
(mandailing;amparan;amak)
tikar
pandan/plastic
kuali
untuk
Huali
=
memasak
I
In
=
dia
Incgt
=
besok
Inggit-inggit
=
lele belang semu
merah
J
Jand
=
janda
K
Kald
=
kacang panjang
Kalto
=
kolang-kaling
Kamanakan
=
keponakan
Kantalan
=
getah karet
Kap
=
kapur
Kmi
=
kami
Misalnya: kmi tanggal du pl sembilan nak ngk laon =
kami tanggal 29 hendak pamit
Ktab
=
ayo jalan
L
La
=
harimau
Lasin vwt
=
lada hijau
Limbat
=
lele sungai hitam
Lki
=
uami
Misalnya: Lan lkingku= Dia itu suamiku
Lopo
=
lapau atau warung
M
Mahasok
=
membilas
bambu
nira
dengan nira
yang dimasak agar
tidak basi
147
Malatuk
Mambal
Maniyk
Mantu h
Melungkah
Mendesi
Menakik
Mmk
N
Nenek kacik/nenek cnk
Nenek gdng
Noo oto
O
k
P
Pantaluo pantarluar
Pantar dapur pantar
papian/botu dalikan
Pg
Pinng
Pisng=pisang
Pisng-pisng
Pisng sitbh
Pk bncu/pcu
terkecil
Pk tng
Pk tuh
Misalnya: km lk p cu?
Potoh tulang
R
Rak
Rngit(Mandailing)
S
Sab
Sno
148
=
=
=
=
=
=
=
=
melepuh
kencan
pedas
istri saudara laki-laki bapak
ambil nira
ngerujak
menderes nira
paman
=
=
=
nenek
kakek
agak-agak bodoh
kakak
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
wawk(Sipapaga)=nyamuk
=
=
kawan
labu kuning untuk kolak
Swh
Ssk
T
Tagok
Takiek tarkiek
Tangan dgs
Tapian
U
Ulam
Umoh Bagas (m)
Unt
W
Wus
=
=
sirih
cicak
=
=
=
=
bambu nira
terkilir/keseleo
tangan kanan
tempat mandi sumur di
belakang rumah
=
=
=
jengkol
rumah
jeruk
rusa
149
150