Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi perikanan
tinggi. Udang adalah salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang
merupakan penghasil devisa terbesar di Indonesia. Badan Pusat Statistik (2014)
mencatat nilai ekspor perikanan Indonesia mencapai US$ 3,1 miliar dan
komoditas yang paling banyak yaitu udang sebesar 148519,4 ton. Sebanyak 8090% ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan kulit
sehingga limbah yang dihasilkan mencapai 35-50% dari bobot udang awal
(Harjanti, 2014). Selain sebagai udang beku, udang juga diolah dan diawetkan
dengan cara dikeringkan. Udang merah (Metapenaeus Sp) atau disebut juga udang
krosok adalah jenis udang yang berukuran relatif kecil dan diolah menjadi udang
kering dan dikenal sebagai Ebi. Ebi adalah udang yang dikuliti dan dikeringkan
dengan teknologi yang sederhana (Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan
dan UMKM, 2008). Pengolahan ebi menghasilkan limbah sekitar 30-75% dari
berat total udang (Darmawan dkk, 2007).
Seiring dengan tingginya produksi udang maka semakin banyak limbah
yang dihasilkan akibat aktivitas industri tersebut. Limbah udang yang melimpah
dapat mencemari lingkungan karena sifatnya yang mudah terdegradasi secara
enzimatis oleh mikroorganisme. Sebagian kecil limbah udang dimanfaatkan untuk
pakan ternak, bahan baku terasi, petis dan kerupuk udang yang memiliki nilai jual
rendah. Sementara itu, di beberapa negara seperti Jepang dan Cina sudah
memanfaatkan limbah udang untuk diolah menjadi kitin dan turunannya yang
bernilai jual tinggi (Sunarni, dkk, 2009). Kandungan senyawa kitin didalam kulit
udang mencapai 20-30 %. Sekitar 80% kitin yang dihasilkan dikonversi mejadi
kitosan. Limbah udang biasanya terdiri dari kepala, kulit serta ekor yang masih
banyak mengandung protein, kalsium karbonat, kitin, pigmen dan abu (No dan
Meyer, 1995).
Menurut Khorr (2001), kitin dan turunannya dapat diaplikasikan dalam
berbagai bidang seperti industri tekstil, fotografi, pertanian, kosmetik,
1

bioteknologi, pengolahan air, pengolahan limbah, dan biomedis. Secara spesifik


dalam aplikasi biomedis, kitin dan turunannya memiliki potensi sebagai
biomaterial karena sifatnya yang biostable dan biodegradable. Sifatnya yang
biostable digunakan sebagai wound dressing, dan blood-contacting tubing
sedangkan biodegradable digunakan dalam implan tulang. Suptijah, dkk (1992)
menyatakan bahwa kitin dalam industri kertas dan tekstil digunakan sebagai zat
aditif. Selain itu kitin juga dapat diaplikasikan sebagai pembungkus makanan
berupa film khusus, dibidang matalurgi sebagai absorben untuk ion-ion metal,
kulit untuk perekat/cement, fotografi, cat sebagai koagulan, pensuspensi dan
flokulasi.
Mengingat begitu banyaknya manfaat dari kitin, maka pada penelitian ini
penulis akan memanfaatkan limbah industri udang ebi sebagai bahan baku
pembuatan kitin. Kitin merupakan biopolimer yang ditemukan pada invertebrata,
insekta, algae, fungi, dan yeast serta merupakan senyawa yang stabil terhadap
reaksi kimia dan tidak beracun. Keberadaan kitin dialam umumnya terikat dengan
protein, mineral dari berbagai pigmen (Hirano, 1986). Secara umum, kitin
diisolasi dari kulit krustasea dengan cara deproteinasi dalam larutan basa dan
kemudian demineralisasi dengan larutan asam (Ameh et al, 2013). Secara lebih
khusus, penelitian ini akan mempelajari kinetika reaksi pada tahap demineralisasi
proses isolasi kitin.
1.2 Rumusan Masalah
Udang merupakan salah satu jenis perikanan yang pemasaran nya cukup
luas. Peningkatan jumlah ekspor udang dan produksi udang kering di Indonesia
mengakibatkan peningkatan limbah yang dihasilkan. Limbah udang dapat
mencemari lingkungan karena mudah terdegradasi secara enzimatis oleh
mikroorganisme. Limbah udang juga sangat menyita ruang akibat bau yang
ditimbulkann

sehingga

memerlukan

tempat

tertutup

yang

luas

untuk

menampungnya. Oleh karena itu limbah perlu diolah lebih lanjut sehingga
menghasilkan produk yang bernilai guna. Dalam industri moderen limbah udang
dimanfaatkan untuk diolah menjadi kitin dan kitosan.
2

Isa et al (2014), meninjau kinetika reaksi demineralisasi kitin dengan


persamaan kinetika reaksi heterogen. Tahap awal dilakukan dengan proses
deproteinasi menggunakan NaOH, kemudian di lanjutkan dengan proses
demineralisasi menggunakan HCl 1 N. Hasil yang di dapat merujuk pada model
kinetika ALDC (Ash Layer Diffusion Control). Hasil optimal di peroleh konversi
Ca sebesar 83 % pada larutan asam sitrat 0,5 M dengan nilai R2 0,91.
Kinetika reaksi demineralisasi juga pernah dilakukan oleh Ameh et al
(2013), dengan menggunakan persamaan kinetika reaksi heterogen. Cangkang
udang terdeproteinasi direaksikan dengan HCl 1,25 N menghasilkan data kinetika
berdasarkan Shrinking core model. Model kinetika merujuk pada chemical
reaction controlled fluid particle reaction. Penurunan kalsium terbaik didapatkan
pada waktu reaksi 100 menit yaitu dari 66,269% menjadi 5,447%.
Chang dan Tsai (1997) melaporkan kinetika reaksi demineralisasi kitin dapat
ditinjau dengan persamaan kinetika reaksi deproteinasi homogen. Bahan baku
yang di gunakan adalah kulit udang merah (solenocera melantho) yang ditinjau
melalui persamaan kinetika orde semu. Hasil optimal diperoleh pada kondisi HCl
1,7 N, dan rasio 1:9 mL/g dengan nilai k 0,0002-0,017 min-1.
Pada penelitian ini, dilakukan isolasi kitin dan peninjauan kinetika reaksi
demineralisasi homogen dengan bahan baku limbah udang ebi yang berasal dari
PT. Ebi Kuala Enok di desa Kuala Enok Kec. Tanah Merah Kab. Inhil Riau.
Variasi yang digunakan yaitu rasio antara cangkang udang (gr) dengan HCl (ml)
dan suhu reaksi.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, antara lain:
1. Menentukan pengaruh variasi rasio antara cangkang udang (gr) dengan HCl
(ml) dan suhu terhadap penurunan kadar kalsium pada proses demineralisasi
limbah udang
2. Menentukan kinetika reaksi demineralisasi limbah udang dengan pendekatan
reaksi homogen

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat mengurangi limbah cangkang udang ebi khususnya di desa Kuala


Enok Kec. Tanam Merah Kab. Inhil Riau, sehingga memiliki nilai ekonomis
yang tinggi.
2. Kandungan kitin dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti medis
khususnya biomaterial sehingga secara tidak langsung meningkatkan
perekonomian Indonesia.
3. Diperoleh data kinetika reaksi demineralisasi yang selanjutnya dapat
digunakan untuk kepentingan ilmiah dan literatur penelitian.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yang diawali dengan
melakukan kajian pustaka menggunakan literatur dari buku, jurnal, dan tesis untuk
mengidentifikasi masalah dan menyusun tinjauan pustaka. Data-data yang
diperoleh kemudian diteliti dalam skala laboratorium. Sintesa kitin dilakukan
dengan proses pendahuluan yaitu deproteinasi, dan dilanjutkan dengan
demineralisasi. Karakteristik kitin yang dianalisa meliputi kadar dan konversi
kalsium. Untuk pengujian kadar kalsium berdasarkan analisa kompleksometri.
Hasil yang diperoleh akan disajikan secara deskriptif yang disertai dengan analisa
dan grafik kinetika reaksi sehingga menunjukkan suatu kajian ilmiah yang dapat
dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut.
1.6

Sistematika Penulisan
Penulisan usulan penelitian ini mencakup pada tiga bab yang berisikan

pendahuluan, tinjauan pustaka, dan metodologi penelitian.

BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tulang manusia, limbah cangkang udang, biomaterial,
kitin, proses sintesa kitin, demineralisasi, model kinetika reaksi, aplikasi
kitin sebagai biomaterial.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi bahan yang dipakai, alat yang digunakan, prosedur
kerja yang dilakukan dalam kegiatan penelitian dan analisa data.

Anda mungkin juga menyukai