Anda di halaman 1dari 16

Macam-Macam Penyakit Menurun pada Genetika

Posted on February 23, 2013 by petryanananda


Macam-macam penyakit menurun pada genetika sebagai berikut :
1.PENYAKIT DIABETES MELITUS
Diabetes melitus adalah penyakit yang diakibatkan oleh peningkatan kadar gula darah akibat
kurangnya insulin dan disertai oleh kelainan-kelainan metabolika yang dapat menimbulkan
komplikasi. Kekurangan insulin ini merupakan kekurangan insulin absolut atau kekurangan
insulin relatif. .Pada umumnya penyakit diabetes ini ditemukan di daerah perkotaan. banyak
yang menganggap bahwa penyakit diabetes ini adalah penyakit keturunan padahal dari
sejumlah penderita penyakit kencing manis ini sangat sedikit yang tercatat karena disebabkan
oleh faktor keturunan.
Penyakit kencing manis pada umumnya diakibatkan oleh konsumsi makanan yang tidak
terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obat tertentu. Berikut ini faktor
yang dapat menyebabkan seseorang beresiko terkena diabetes

Faktor keturunan
Kegemukan / obesitas biasanya terjadi pada usia 40 tahun
Tekanan darah tinggi
Angka Triglycerid (salah satu jenis molekul lemak) yang tinggi
Level kolesterol yang tinggi
Gaya hidup modern yang cenderung mengkonsumsi makanan instan
Merokok dan Stress
Terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat
Kerusakan pada sel pankreas

Ciri-ciri kencing manis & gejala diabetes


Gangguan metabolisme karbohidrat ini menyebabkan tubuh kekurangan energi, itu sebabnya
penderita diabetes melitus umumnya terlihat lemah, lemas dan tidak bugar. Gejala umum
yang dirasakan bagi penderita diabetes yaitu :

Banyak kencing (polyuria) terutama pada malam hari


Gampang Haus dan banyak minum (polydipsia)
Mudah lapar dan banyak makan (polyphagia)
Mudah lelah dan sering mengantuk
Penglihatan kabur
Sering pusing dan mual

Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu


Berat badan menurun terus
Sering kesemutan dan gatal-gatal pada tangan dan kaki

Semua Gejala itu merupakan efek dari kadar gula darah yang tinggi yang akan
mempengaruhi ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan untuk
mengencerkan glukosa sehingga penderita sering buang air kecil dalam jumlah yang banyak
(poliuri) dan Akibat poliuri ini maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga
banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali
merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

Penyebab penyakit diabetes mellitus :

Banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gula


Kurang tidur
Makan terlalu banyak karbohidrat dari nasi atau roti
Merokok
Kurangnya aktivitas fisik
Faktor keturunan

Pengobatan diabetes mellitus


Obat untuk penderita diabetes mellitus dikenal sebagai obat hipoglikemik atau obat penurun
kadar glukosa dalam darah. Walaupun efektif dan mudah dipakai, penggunaan obat ini harus
sesuai dosis atau berdasarkan petunjuk dokter. Bila dosis terlalu rendah komplikasi kronis
akan muncul lebih dini. Sedang dosis yang berlebih atau cara pemakaian yang salah dapat
menimbulkan hipoglikemia.
Obat hipoglikemik ada dua macam. Yaitu berupa suntikan dan berupa tablet. Untuk sebagian
orang, istilah obat sendiri memang sudah ditinggalkan. Karena tidak ada obat yang dapat
menyembuhkan diabetes millitus. Penyembuhan hanya bisa bila disertai sikap hidup
-perencanaan makan yang benar. Ada 2 golongan obat hipoglikemik oral yaitu golongan
sulfonilurea dan biguanid.
1.
Pengobatan Medis
Yang dimaksud pengobatan medis adalah pengobatan dengan disiplin kedokteran. Obat medis
dapat dibagi dalam beberapa golongan:

SULFONILUREA Golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan
cara merangsang keluarnya insulin dari sel b Pankreas. Dengan demikian bila pankreas sudah
rusak dan tidak dapat memproduksi insulin lagi maka obat ini tidak dapat digunakan. Karena
itu obat ini tidak berguna bagi penderita diabetes millitus tipe I. Namun, akan berkhasiat bila
diberikan pada pasien diabetes millitus tipe II yang mempunyai berat badan
normal.Penggunaan obat golongan sulfonilurea pada yang gemuk dan obesitas harus hatihati. Karena mungkin kadar insulin dalam darah sudah tinggi (hiperinsulinemia). Hanya saja
insulin yang ada tidak dapat bekerja secara efektif. Pada penderita diabetes mellitus dengan
obesitas, pemberian obat golongan ini akan memacu pankreas mengeluarkan insulin lebih
banyak lagi. Akibatnya keadaan hiperinsulmnemia menjadi lebih tinggi. Ini berbahaya karena
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
BIGUANID Obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh
terhadap insulin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Obat ini tidak merangsang peningkatan
produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak
menyebabkan hipoglikemia.Obat golongan biguanid dianjurkan sebagai obat tunggal pada
penderita diabetes mellitus dengan obesitas (BBR> 120%). Untuk penderita diabetes mellitus
yang gemuk (BBR> 110%) pemakaiannya dapat dikombinasikan dengan obat
golongan sulfonilunea.Efek samping yang sering terjadi dari pemakaian obat golongan
biguanid adalah gangguan saluran cerna pada hari-hari pertama pengobatan. Untuk
menghindarinya, disarankan dengan dosis rendah dan diminum saat makan atau sesaat
sebelum makan. Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan memakai obat golongan ini.
ACARBOSE Acarbose bekerja dengan cara memperlambat proses pencernaan karbohidrat
menjadi glukosa. Dengan demikian kadar glukosa darah setelah makan tidak meningkat
tajam. Sisa karbohidrat yang tidak tercerna akan dimanfaatkan oleh bakteri di usus besar, dan
ini menyebabkan perut menjadi kembung, sering buang angin, diare, dan sakit
perut.Pemakaian obat ini bisa dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea atau insulin,
tetapi bila terjadi efek hipoglikemia hanya dapat diatasi dengan gula murni yaitu glukosa atau
dextrose. Gula pasir tidak bermanfaat.Acarbose hanya mempengaruhi kadar gula darah
sewaktu makan dan tidak mempengaruhi setelah itu. Obat ini tidak diberikan pada penderita
dengan usia kurang dan 18 tahun, gangguan pencernaan kronis, maupun wanita hamil dan
menyusui. Acarbose efektif pada pasien yang banyak makan karbohidrat dan kadar gula
darah puasa lebih dari 180 mg/dl.
INSULIN Insulin diinjeksikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan insulin tubuh
(endogen) karena kelenjar sel b pankreas tidak dapat mencukupi kebutuhan yang ada.
Pengobatan dengan insulin berdasarkan kondisi masing-masing penderita dan hanya dokter
yang berkompeten memilih jenis serta dosisnya. Untuk itu insulin digunakan pada pasien
diabetes millitus tipe I. Penderita golongan ini harus mampu meyuntik insulin sendiri.

Untuk sebagian penderita diabetes millitus tipe II, juga membutuhkan pemakaian insulin.
Indikasi berikut menunjukkan bahwa penderita perlu menggunakan insulin.

Kencing manis dengan komplikasi akut seperti misalnya ganggren.


Ketoasidosis dan koma lain pada penderita.
Kencing manis pada kehamilan yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
Berat badan penderita menurun cepat.
Penyakit diabetes mellitus yang tidak berhasil dikelola dengan tablet hipoglikemik

dosis maksimal.
Penyakit disertai gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat.
Ada berbagai jenis insulin, yaitu Insulin Kerja Cepat (Short acting insuline), Insulin

Kerja Sedang (Intermediate acting insuline) dan Insulin Premiks (Premixing insuline)
yang merupakan campuran Short acting insuline dan Intermediate acting insuline. Ada
juga insulin yang memiliki daya kerja 24 jam (Long acting insuline).
2.
Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional, pengobatan dengan menggunakan bahan dari tanaman berkhasiat
obat sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Secara umum paham ini disebut herbalisme,
yaitu satu usaha memperbaiki fungsi tubuh dengan menggunakan bahan tumbuh-tumbuhan,
baik berasal dari satu tumbuhan ataupun dari ramuan beberapa tumbuhan. Dalam herbalisme
ada prinsip dasar, yaitu menggunakan tumbuhan secara utuh. Jadi bukan mengambil zat yang
bermanfaat untuk penyakit tertentu saja atau bahkan meggunakan campuran-campuran bahan
sintetik. Pembuatan obat tradisional ini cukup sederhana, sehingga siapa saja yang mau
mempelajarinya tentu dapat mengolahnya.
Antara pengobatan medis dan pengobatan tradisional
Ada perbedaan antara pengobatan tradisional dengan pengobatan secara medis (ilmu
kedokteran modern). Pengobatan medis sifatnya menghancurkan. Untuk itu reaksi yang
didapat biasanya cepat terasa. Sedangkan obat tradisional sifatnya membangun. Reaksi yang
ada cukup lambat.
Hal di atas memang sesuai dengan prinsip dasar pengobatan medis dan herbalisme.
Pengobatan tradisional berpegang pada keseimbangan fungsi organ tubuh secara alami.
Sehingga ia tidak hanya mengobati atau menghilangkan gejala satu penyakit, tetapi berusaha
mengembalikan fungsi tubuh hingga menjadi seimbang kembali. Pengobatan tradisional
biasanya kurang cocok untuk hal-hal yang sifatnya harus cepat penanganannya, misalnya
untuk infeksi akut. Sebaliknya pengobatan tradisional sangat bagus untuk penyakit-penyakit
kronis yang bahkan tidak sanggup lagi diobati dengan cara medis.

Pada dasarnya tubuh kita mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk menyembuhkan
penyakit. Timbulnya satu penyakit sendiri dimengerti karena fungsi tubuh menjadi tidak
seimbang. Ketidak seimbangan ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor
lingkungan, fisik, emosi/kejiwaan, juga faktor sosial misalnya perubahan kebiasaan makan,
dsb. Jadi bila terdapat satu gangguan di tingkat sel atau disfungsi di satu bagian tubuh, maka
hal ini akan menyebabkan ketidak seimbangan dibagian lain. Apabila tubuh kita tidak dapat
mengatasi hal ini, maka akan timbul satu penyakit. Penyakit itu sendiri akhirnya menrupakan
disfungsi dari satu bagian tubuh yang akan menimbulkan ketidak seimbangan dibagian yang
lain. Demikian seterusnya. Contoh kejadian ini bisa kita lihat dengan jelas pada komplikasi
yang disebabkan oleh diabetes millitus (baca halaman komplikasi).
Dalam herbalisme dikenal satu istilah reaksi balik atau tindak balas. Tindak balas ini
berhubungan langsung dengan sistem kekebalan tubuh. Dalam tindak balas ini sistem
kekebalan tubuh kita membuang zat-zat atau sisa produk (racun) yang tidak dibutuhkan oleh
tubuh. Jadi dalam tindak balas terjadi satu proses detoksifikasi. Tindak balas ini sangat
berbeda dengan apa yang dalam ilmu kedokteran disebut disease crisis. Disease crisis terjadi
karena tubuh tidak sanggup menghadapi satu penyakit atau zat-zat yang dianggap racun oleh
tubuh termasuk bahan-bahan kimia dari obat-obatan medis. Oleh sebab itulah dalam ilmu
kedokteran selalu ditekankan adanya efek sampingan.

2.PENYAKIT ASMA
Asma adalah salah satu jenis penyakit dimana saluran pernafasan mengalami penyempitan
dan peradangan yang disebabkan oleh rangsangan tertentu, orang yang mengalami serangan
asma akan mengalami sesak nafas dengan nafas yang berbunyi, biasanya disertai dengan
batuk. Serangan asma bisa terjadi secara tiba-tiba, yaitu ketika seorang penderita asma
terpapar oleh faktor pemicu.
Faktor pemicu asma
Agar serangan asma tidak terjadi, maka penderita harus menghindari faktor-faktor yang dapat
memicu terjadinya serangan asma, yaitu :
1.

Debu yang menempel diperabotan rumah tangga seperti karpet, sofa, boneka, atau
bagian lain didalam rumah yang menyimpan banyak debu
2. Bulu binatang seperti kucing
3. Asap kendaraan bermotor dan asap rokok

4. Asap obat nyamuk


5. Debu dari kapur tulis
6. Infeksi dari saluran pernafasan
7. Perubahan cuaca / musim pancaroba
8. Parfum dan bau-bauan yang sangat menyengat
Cara mengatasi asma
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit asma, antara lain :
1.

Melakukan olahraga ringan seperti yoga dan latihan kekuatan secara rutin, sebaiknya
jangan melakukan olahraga yang berat seperti sepakbola, bola basket, dan olahraga
berat lainnya
2. Menjaga berat badan, jangan sampai penderita mengalami obesitas
3. Hindari dan jaga penderita dari faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya serangan
asma
4. Buat rencana tertulis seperti menghindari pemicu, bagaimana mengkonsumsi obat
dengan benar, kesadaran terhadap gejala dan apa yang harus dilakukan ketika gejala
memburuk.
3.PENYAKIT ALBINO
Albino (dari bahasa Latin albus yang berarti putih), disebut juga hypomelanism atau
hypomelanosis, adalah salah satu bentuk dari hypopigmentary congenital disorder.
Albino adalah sebutan bagi penderita Albinisim. Albinism adalah suatu kelainan pigmentasi
kulit bawaan, dikarenakan kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Keadaan
tersebut bersifat genetik atau diwariskan.
Albino adalah murni penyakit kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak dapat
ditularkan memalui kontak fisik ataupun melalui transfusi darah. Penyakit albino biasanya
terjadi pada anak yang orang tuanya normal karena albino merupakan gen yang bersifat tetap
dan dapat diturunkan dari pendahulu yang ada diatasnya. Sebenrnya albino adalah panyakit
perpaduan gen resesif pada orang tua dan menjadi gen dominan pada anak mareka. Gen
resesif sendiri adalah gen yang tidak muncul pada diri kita sedangkan gen dominan adalah
gen yang muncul pada diri kita dan menjadi sifat fisik dari kita.
Hilangnya pigmen pada penderita albino meyebabkan mereka menjadi sangat sensitive
terhadap cahaya matahari sehingga mudah terbakar dan mereka harus melindungi kulit
mereka dengan menggunakan sunblock.
Beberapa penyebab albino

Albino adalah kelainan genetik bukan penyakit infeksi dan dapat ditransmisi melalui
kontak,tranfusi dsb,Gen albino menyebabkan tubuh tidak dapat membuat pigmen melanin
yang meruakan pigmen penting untuk menyerap UV.
Albino disebabkan karena mutasi pada salah satu gen yang memberikan instruksi kode kimia
untuk membuat salah satu dari beberapa protein yang terlibat dalam produksi pigmen
melanin,melanin dihasilkan oleh sel yang disebut melanosit yang ditemukan pada kulit dan
mata mutasi gen mungkin menyebabkan tidak ada produksi melnin pada semua atau
penurunan yang signifikan dalam jumlah melanin.
Ciri-ciri penyakit albino
Ciri-ciri penyakit albino sebagai berikut :
1.
2.
3.

Mempunyai kulit dan rambut abnormal yaitu berwarna putih susu atau putih pucat
Memiliki iris merah muda atau biru dengan pupil merah (tidak semua)
Hilangnya pigmen melanin pada mata,kulit,dan rambut (atau lebih jarang hanya ada
mata)
4. Rabun jauh dan rabun dekat yang sangat ekstrim
Gejala penyakit albino
Penderita penyakit ini akan mengalami gejala pada rambut, kulit atau iris mata yang berwarna
putih. Selain itu penderita juga akan mengalami gangguan penglihatan. Penderita juga akan
mengalami rasa takut jika terkena sinar matahari hingga mudah terkena luka bakar. Melanin
juga dapat berfungsi untuk melindungi kulit terhadap sinar matahari, maka dengan tidak
memilikinya dapat membuat penderita mengalami hal yang sebaliknya.
Diagnosis penyakit albino
Sama halnya dengan penyakit lain, diagnosis penyakit ini dilakukan untuk mengetahui gejala
yang dialami penderita ada kesesuaian dengan pertanda dari penyakit ini. Dan itu dapat
dilihat melalui pemeriksaan fisik.
Cara mengobati penyakit albino
Langkah untuk mengobati penyakit ini adalah, penderita harus melindungi mata dan kulitnya
dari sinar matahari, hal itu bisa ditempuh dengan menggunakan alat pembantu seperti

kacamat pelindung sinar matahari, atau bisa juga dengan memakai lotion tabir surya yang
sangat efektif untuk melindungi kulit.

4.PENYAKIT BUTA WARNA


Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata
untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis.
Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada
anaknya, kelainan ini sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh
kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Hal inilah yang
membedakan antara penderita buta warna pada laki dan wanita. Seorang wanita terdapat
istilah pembawa sifat hal ini menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta
warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelalinan buta warna
sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa sifat berpotensi
menurunkan faktor buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada kedua kromosom X
mengandung faktor buta warna maka seorang wanita tsb menderita buta warna.
Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan putih, serta sel kerucut
yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina
mengalami perubahan, terutama sel kerucut.
Penyebab penyakit buta warna
Berikut ini beberapa penyebab penyakit buta warna :
1.
2.

Bawaan lahir.
Kurangnya jumlah sel pada retina yang biasanya merupakan keadaan yang diwariskan
orang tua ke anaknya, mengakibatkan perbedaan daya tangkap warna dibanding orang
lain.
3. Masalah medis semisal glaucoma, katarak hingga diabetes juga dapat menimbulkan
kondisi sulit mencerna ragam warna.
4. Dampak penuaan.
Tanda dan gejala penyakit buta warna

Tanda seorang mengalami buta warna tergandung pada beberapa factor; apakah kondisinya
disebabkan factor genetik, penyakit, dan tingkat buta warnanya; sebagian atau total. Gejala
umumnya adalah kesulitan membedakan warna merah dan hijau (yang paling sering terjadi),
atau kesulitan membedakan warna biru dan hijau (jarang ditemukan).Gejala untuk kasus yang
lebih serius berupa; objek terlihat dalam bentuk bayangan abu-abu (kondisi ini sangat jarang
ditemukan), dan penglihatan berkurang.
Gangguan persepsi warna dapat dideteksi dengan menggunakan table warna khusus yang
disebut dengan Ishuhara Test Plate. Pada setiap gambar terdapat angka yang dibentuk dari
titik-titik berwarna. Gambar digantung di bawah pencahayaan yang baik dan pasien diminta
untuk mengidentifikasi angka yang ada pada gambar tersebut. Ketika pada tahap ini
ditemukan adanya kelainan, test yang lebih detail lagi akan diberikan.
Pengobatan pada penyakit buta warna
Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati masalah
gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan
warna dengan objek tertentu.
Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter warna khusus
yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali warna.
Gambar penyakit buta warna

5.PENYAKIT DOWN SINDROM


Down sindrom merupakan kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22
gen SLC5A3,[1] yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama
kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak
aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar
menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun
1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak
tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan
hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Down sindrom adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh kesalahan dalam
pembelahan sel yang menghasilkan kromosom 21 ekstra. Kondisi ini menyebabkan gangguan
di kedua kemampuan kognitif dan pertumbuhan fisik yang berkisar dari ringan sampai sedang
cacat perkembangan. Melalui serangkaian pemutaran dan tes, sindrom Down dapat dideteksi
sebelum dan sesudah bayi lahir.
Ciri-ciri penyakit down sindrom
Ciri-cirinya sebagai berikut :
1.

Mata yang memiliki kemiringan ke atas, celah miring, lipatan kulit epicanthic di sudut
bagian dalam, dan bintik-bintik putih di iris
2.
Rendah tonus otot
3. Kecil bertubuh pendek dan leher
4. Datar hidung jembatan
5.
Single, dalam lipatan di bagian tengah telapak tangan
6. Menonjol lidah
7. Besar ruang antara kaki besar dan kedua
8. Sebuah alur tunggal fleksi jari kelima
Individu dengan sindrom Down biasanya memiliki profil perkembangan kognitif indikasi
ringan sampai sedang keterbelakangan mental. Namun, perkembangan kognitif pada anakanak dengan sindrom Down sangat variabel. Anak-anak dengan sindrom Down sering
mengalami keterlambatan berbicara dan membutuhkan terapi bicara untuk membantu dengan
bahasa ekspresif. Selain itu, keterampilan motorik halus yang tertunda dan cenderung
tertinggal keterampilan motorik kasar. Anak-anak dengan sindrom Down tidak mungkin
berjalan sampai usia 4, tetapi beberapa akan berjalan pada usia 2. Meskipun banyak dengan
keterlambatan perkembangan kondisi pengalaman, tidak jarang bagi mereka dengan sindrom
Down untuk bersekolah dan menjadi aktif, bekerja anggota dalam masyarakat.
Penyebab penyakit down sindrom
Penyebab down sindrom adalah translokasi sindrom down. Down syndrome juga dapat
terjadi ketika bagian dari kromosom 21 melekat (translokasi) ke kromosom lain, sebelum
atau pada saat pembuahan. Anak-anak dengan sindrom down translokasi memiliki dua
salinan kromosom 21 yang biasa, tetapi mereka juga memiliki bahan tambahan dari
kromosom 21 melekat pada kromosom translokasi.

Sindrom down disebabkan oleh faktor genetik (warisan), namun pada kenyataannya sindrom
down tidak disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel selama pengembangan sperma,
sel telur atau embrio.
Translokasi down sindrom adalah satu-satunya bentuk gangguan yang dapat ditularkan dari
orangtua ke anak. Namun, hanya sekitar 4 persen anak-anak dengan sindrom down terjadi
translokasi. Dan hanya sekitar setengah dari anak-anak ini mewarisi dari salah satu orangtua
mereka. Ketika translokasi diwarisi, ibu atau ayah adalah pembawa seimbang dari
translokasi, yang berarti ia memiliki beberapa materi genetik ulang, namun tidak ada bahan
genetik tambahan.
Pengobatan penyakit down sindrom
Karena tidak ada obat, tujuan pengobatan sindrom Down adalah untuk mengontrol gejala dan
mengelola setiap kondisi medis yang dihasilkan. Ini termasuk pemeriksaan rutin
dan pemeriksaan, obat-obatan, dan pembedahan. Konseling dan dukungan kelompok
juga aspek pengobatan bagi mereka yang membutuhkan bantuan dalam menghadapi aspek
emosional dan praktis dari sindrom Down.Pengobatan untuk sindrom Down dapat meliputi:

Regular pemeriksaan dan skrining


Obat-obatan
Operasi
Konseling dan dukungan.

6.PENYAKIT HEMOFILIA
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu bentuk kelainan perdarahan
yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan untuk
pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan
sulitnya darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak ditanggulangi
dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan pada persendian hingga cacat
dan kematian dini akibat perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan
perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun

Hemofilia termasuk penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena itulah
para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia dan
selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika
penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit atau mengalami
kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam
otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki dua tipe, yakni tipe
A dan B. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau faktor VIII.
Sedangkan hemofilia B muncul karena kekurangan faktor IX.
Penyakit ini diturunkan orang tua kepada seorang anak melalui kromosom X yang tidak
muncul. Saat wanita membawa gen hemofilia, mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah
menderita hemofilia tetapi sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak
akan menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika seorang ibu
adalah pembawa dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki akan berisiko terkena hemofilia
sebesar 50 persen, dan anak perempuan berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50 persen.

Gejala Penyakit Hemofilia

Gejala yang mudah dikenali adalah bila terjadi luka yang menyebabkan sobeknya kulit
permukaan tubuh, maka darah akan terus mengalir dan memerlukan waktu berhari-hari untuk
membeku. Bila luka terjadi di bawah kulit karena terbentur, maka akan timbul memar/ lebam
kebiruan disertai rasa nyeri yang hebat pada bagian tersebut. Perdarahan yang berulang-ulang
pada persendian akan menyebabkan kerusakan pada sendi sehingga pergerakan jadi terbatas
(kaku), selain itu terjadi pula kelemahan pada otot di sekitar sendi tersebut.

Gejala akut yang dialami penderita Hemofilia adalah sulit menghentikan perdarahan, kaku
sendi, tubuh membengkak, muncul rasa panas dan nyeri pascaperdarahan, Sedangkan pada
gejala kronis, penderita mengalami kerusakan jaringan persendian permanen akibat
peradangan parah, perubahan bentuk sendi dan pergeseran sendi, penyusutan otot sekitar
sendi hingga penurunan kemampuan motorik penderita dan gejala lainnya. Hemofilia dapat
membahayakan jiwa penderitanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital
seperti perdarahan pada otak.

* Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan


dibawah kulit)
* Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
* Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan, lutut kaki
sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.

Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut, disarankan segera melakukan tes darah
untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya. Pemberian transfusi rutin berupa
kriopresipitat-AHF atau Recombinant Factor VIII untuk penderita Hemofilia A dan plasma
beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah pemberian obat melalui
injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap 7-10
hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga usia
dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia meninggal dunia pada usia dini.

Bila terjadi pendarahan/ luka pada penderita Hemofilia pengobatan definitif yang bisa
dilakukan adalah dengan metode RICE, singkatan dari Rest, Ice, Compression, dan Elevation.
Rest. Penderita harus senantiasa beristirahat, jangan banyak melakukan kegiatan yang
sifatnya kontak fisik.
Ice. Jika terjadi luka segera perdarahan itu dibekukan dengan mengkompresnya dengan es.
Compression. Dalam hal ini, luka itu juga harus dibebat atau dibalut dengan perban.
Elevation. Berbaring dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.

Pengobatan Penyakit Hemofilia


Ada dua cara pengobatan Hemofilia, Pertama, terapi on demand yaitu terapi saat terjadi
perdarahan menggunakan infus produk untuk menggantikan faktor pembekuan. Sedangkan

yang kedua profilaksis adalah infus faktor ke delapan secara rutin untuk mempertahankan
kadar minimum faktor VIII/IX dengan kadar konsentrasi untuk mencegah sebagian besar
perdarahan.

Perawatan Bagi Penderita Hemofilia

Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan kesehatan gigi
dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan gusi, dilakukan minimal 6 bulan sekali,
karena kalau giginya bermasalah misal harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan
perdarahan. Selain itu penderita Hemofilia sedapat mungkin menghindari penggunaan aspirin
karena dapat meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan.
Untuk pelaksanaan operasi ringan hingga berat bagi penderita hemofila harus melalui
konsultasi dokter.

Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak
berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di
bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat). Olahraga secara teratur untuk menjaga
otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat
mengurangi jumlah masa perdarahan.

7.PENYAKIT HUNTINGTON DISEASE


Penyakit Huntington merupakan penyakit autosoma yang langka. Penyakit ini ditandai
dengan kelainan gerak yang progresif dan sangat sering disertai oleh kemunduran beberapa
aspek kesehatan jiwa serta pada akhirnya demensia. Penyakit Huntington secara bertahap
tampak pada usia antara 30 dan 55 tahun, meskipun usia awal dapat bervariasi dari awal masa
kanak-kanak hingga usia lanjut. Gangguan kognitif dapat terjadi sebelum penyakit terlihat
jelas. (Elliot,2010).Penyakit Huntington jauh lebih umum terjadi pada orang keturunan Eropa
Barat dibandingkan mereka yang berasal dari Asia atau Afrika. Penyakit Huntington adalah

kelainan genetik neurodegeneratif yang mempengaruhi koordinasi otot dan menyebabkan


penurunan otot serta dementia (kepikunan), yang secara lambat tapi pasti menyebabkan
kematian.
Gejala Penyakit Huntington
Gejala penyakit Huntington umumnya menjadi terlihat antara usia 35 dan 44 tahun, tetapi
mereka dapat mulai pada setiap umur dari masa kanak-kanak, sering ketika individu yang
terkena memiliki anak.
Gejala fisik awal yang paling khas dendeng, acak, dan gerakan-gerakan yang tidak terkontrol
disebut chorea. Ini adalah tanda-tanda bahwa sistem di dalam otak yang bertanggung jawab
untuk gerakan dipengaruhi. Fungsi psikomotorik menjadi semakin terganggu, sehingga
tindakan yang memerlukan kontrol terpengaruh. Konsekuensi yang umum adalah fisik
ketidakstabilan, ekspresi wajah yang abnormal, dan kesulitan mengunyah, menelan dan
berbicara. Penyakit Huntington disebabkan oleh mutasi dominan autosomal dalam salah satu
dari dua salinan gen individual bernama Huntingtin. Gen Huntingtin biasanya menyediakan
informasi genetik untuk protein yang juga sering disebut Huntingtin.
Gangguan tidur juga adalah gejala yang terkait. Remaja HD berbeda dari gejala-gejala ini
umumnya berkembang lebih cepat dan chorea dipamerkan sebentar, jika sama sekali, dengan
kekakuan menjadi gejala yang dominan. Serangan ini juga merupakan gejala umum bentuk
HD. kesulitan dalam mengenali ekspresi negatif orang lain juga telah diamati.
Pengobatan Baru Terhadap Penyakit Huntington
Penyakit genetika turunan yang mengalami kerusakan pada sel-sel syaraf otak penderita
secara perlahan menjadikan penyakit Huntington sebagai salah satu penyakit langka yang
belum dapat disembuhkan. Namun sebuah penelitian yang dipimpin oleh Dr. Justo Garcia de
yebenes dari Madrid, Spanyol mengungkapkan hasil penelitian reaksi positif obat
pripodopine terhadap penderita penyakit Huntington.
Penelitian yang dipublikasikan dalam the Lancet Neurology ini menunjukkan bahwa obat
pridopidine mampu memperbaiki gejala penyakit Huntington secara efisien dan tanpa efek
samping terhadap gerakan-gerakan penurunan fungsi motorik penderita sehingga dapat
terkontrol.

Penyakit Huntington merupakan penyakit dimana penderita tidak dapat mengontrol gerakan
motorik mereka secara sadar sehingga koordinasi gerakan, berbicara hingga menelan menjadi
hal yang sulit untuk dilakukan. Bersamaan dengan penurunan fungsi motorik, penderita juga
mengalami perubahan perilaku dan pikiran (kognitif) yang berlanjut menjadi demensia atau
pikun lebih cepat. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh seorang dokter keluarga di abad
ke-19 bernama George Huntington di Long Island, New York dan hingga kini dikenal sebagai
Huntingtons Disease Penyakit Huntington.
Meskipun penyakit ini merupakan penyakit turunan, namun penderita baru akan mengalami
gejala penyakit ini secara perlahan di usia 40an. Dikatakan bahwa penyakit ini merupakan
penyakit turunan genetika akibat mutasi dominan autosomal pada gen keturunan Eropa Barat.
Apabila salah satu orang tua memiliki gen ini maka anak mereka akan memiliki resiko
sebesar 50% mewarisi penyakit bahkan menjadi penderita di pertengahan umur mereka.
Begitupula bila kedua orang tua memiliki kelainan mutasi pada gen maka semua anak mereka
akan terkena penyakit Huntington (100%).
Sayangnya penyakit ini membawa pada kematian dini dengan kisaran waktu 15 hingga 20
tahun setelah gejala muncul. Untuk itu pengobatan pridopidine ini diharapkan mampu
memberikan kontribusi lebih kepada para penderita khususnya yang masih berada dalam
tahap awal sehingga masih mampu mengendalikan dan mengontrol gerak tubuh mereka.

Anda mungkin juga menyukai