PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Wilayah merupakan suatu tempat atau ruang yang tersistematis serta mengatur
dan mengontrol baik dalam proses perkembangannya sehingga terlihat tertata rapi
dan memiliki keseimbangan antar komponen. Komponen yang dimaksud adalah
unsur-unsur dari suatu wilayah yang memacu pertumbuhan dan perkembangan
wilayah tersebut baik dalam bidang ekonomi maupun sosial budaya, perpolitikan,
sejarah dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut sangat menunjang suatu wilayah,
unsur-unsur tersebut yaitu jalan, lahan, hutan, bangunan, perumahan, wilayahwilayah pertambangan, ruang terbuka dan aktivitas manusia serta jalan
komunikasi.
Salah satu pendapatan negara dalam hal import dan export barang adalah hasil
dari bahan setengah jadi maupun mentah kegiatan penambangan. Hanya saja, baik
masyarakat maupun pemerintah lebih dominan untuk melihat dari sisi kuantitatif
akan hasil yang diperoleh serta berapa besar keuntungannya dibandingkan dengan
sisi kualitatifnya akan hasil yang diperoleh di masa yang akan datang utamanya
dampak terhadap wilayah dan lingkungan penambangan. Begitu banyak
perusahaan pertambangan di Indonesia baik itu WUP (Wilayah Usaha
Pertambangan, WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat), dan WPN (Wilayah
Pencadangan Negara) tidak semua atau bahkan hanya seperempat perusahaan
tambang yang mengelola wilayah pertambangan dengan proses reklamasi dan
revegetasi yang berhasil diterapkan. Bahkan wilayah yang akan direklamasi
dialihfungsikan menjadi wilayah atau tempat bermain, tempat wisata, dan lainnya.
Namun, sisa dari seperempat bagian tersebut, sekitar 70 % perusahaan
tambang di Indonesia mengalami kerusakan lingkungan bahkan pasca kegiatan
penambangan, lahan yang telah ditambang ditinggalkan dengan kondisi yang
tidak baik, banyaknya lubang hasil pemboran, hutan yang gundul dan tidak
adanya penanaman kembali/reboisasi terhadap wilayah tersebut, bahkan juga
sampai merusak DAS (Daerah Aliran Sungai) yang nantinya akan menjadi suatu
masalah terhadap pemukiman penduduk serta tidak adanya reboisasi, reklamasi
ataupun revegetasi. Sulawesi Tenggara merupakan wilayah yang kaya akan hasil
tambang Nikel dan juga penghasil aspal berkualitas baik. Namun wilayah
penghasil aspal di Sulawesi Tenggara tidak mendapatkan aspal berkualitas baik
dan pada kenyataannya adalah aspal yang digunakan oleh masyarakat penuh
dengan lubang-lubang bahkan wilayah pedesaan yang sudah seharusnya
menggunakan aspal masih beralaskan batu dan tanah. Perkembangan wilayah
pertambangan seharusnya menjadi pendoman penting bagi suatu perusahaan
sehingga wilayah pasca tambang dapat berkembang secara berkelanjutan artinya
adalah fungsi dari wilayah pertambangan tersebut dapat diubah menjadi APL
(Area Penggunaan Lain) tempat atau wilayah yang lebih bermanfaat seperti
pembuatan ruang terbuka hijau, sebagai museum, wisata hiburan, dan lain-lain.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang diatas, maka penulis
menerapkan
konsep
keberlanjutan
pada
kegiatan
pertambangan yang pasti suatu saat akan berhenti karena sumberdaya yang
tidak dapat diperbaharui?
2. Bagaimana menerapkan konsep berkelanjutan pada kegiatan yang sifatnya
melawan cirri pembangunan berkelanjutan?
3. Bagaimana menerapkan dasar-dasar kebijakan
pemerintah
dalam
1.3.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui apa dan bagaimana perencanaan pengembangan suatu
wilayah.
2. Mengetahui konsep perencanaan pengembangan wilayah pertambangan
sehingga dapat bersifat komprehensif.
1.4.
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Dapat melakukan pengaplikasian tataguna lahan terhadap lahan pasca
tambang dapat melakukan perencanaan pengembangan wilayah yang
berkelanjutan.
2. Mendapatkan ilmu dan wawasan yang lebih tentang wilayah penambangan
dan juga bagaimana proses perencaan yang lebih lanjut kedepannya
sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat dan juga bangsa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengert
ian Wilayah Pertambangan
Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya mineral saat ini
jutaan
tahun
yang
lalu,
keberadaannya
tidak
kasat
mata,
Tanah
Udara
Perubahan Pola Ruang/Tata Guna lahan
6. Reklamasi Dan Pasca Tambang
Timbunan
Vegetasi Penutup
Estetika
bentang alam (morfologi)
7. Kebijakan Sosial
Persepsi Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat
Peningkatan Sumberdaya Manusia
Transportasi
Kebijakan Tata Ruang
Faktor dan sub faktor tersebut diatas akan membentuk suatu matrik dengan
penilaian kuantitatif yang ditetapkan dengan skala penilaianberdasarkan
pembobotan berdasarkan kelasnya. Matrik tersebut seperti terlihat pada tab el 2.1
(Matrik Satuan Genetika Wilayah Evaluasi Pengembangan Sumberdaya Mineral
Dan Kewilayahan Terpadu) Hasil pembobotan tersebut akan menggambarkan
kondisi eksisting suatu satuan genetika wilayah yang harus di komparasi lebih
lanjut. Komparsi antara rencana dan kondisi eksisting ini akan dibantu melalui
penggunaan teknologi sistem informasi geografi (SIG).
2.3.
Konsep
Dasar Kawasan Pertambangan
Sumberdaya mineral yang terdiri dari berbagai mineral, baik yang
mendorong
pembangunan
fasilitas
pengolahan/pemurnian
untuk
bidang
pertambangan
dan
pengolahan
maupun
bidang
jasa
10
dapat dilakukan sebagaimana pada kawasan industri. Akan sangat mendukung jika
tahapan penyelidikan umum minimal telah dilakukan pada wilayah yang akan
ditetapkan menjadi kawasan pertambangan, sehingga dapat dirancang berbagai
skenario pencadangan wilayah dalam kawasan pertambangan tersebut. Sistem
pengkavlingan atau pencadangan wilayah didasarkan atas pertimbangan geologi
tentang sebaran bahan galian, ketersediaan informasi geologi dan cadangan bahan
galian serta infrastruktur fisik yang tersedia.
Untuk meningkatkan nilai tambah bahan tambang di dalam Kawasan
Pertambangan perlu dipersiapkan lahan untuk industri pengolahan/pemurnian
bahan tambang serta untuk industri jasa pertambangan. Dengan demikian terdapat
keuntungan jarak dari lokasi penambangan ke lokasi pengolahan/pemurnian
sehingga secara ekonomi hasilnya dapat bersaing dan nilai tambah dari
pengolahan bahan tambang tersebut dapat dinikmati oleh daerah yang
bersangkutan.
Perencanaan
yang
terpadu
untuk
lokasi
industri
11
12
pariwisata.
Keterbatasan infrastruktur yang tersedia.
Keterkaitan dengan sumberdaya alam lain.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
13
depan
sektor
sangat
ditentukan
oleh
pencapaian
14
partisipasi
para
pemangku
kepentingan,
termasuk
begitu,
dalam
kenyataannya
implementasi
praktek-praktek
15
Beberapa
pihak
cenderung
keliru
menafsirkan
pertambangan
16
mengenai penyertaan masyarakat, progam ini harus dilakukan secara serius pada
setiap tahapan kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi, proses produksi,
hingga ke rehabilitasi dan penutupan tambang. Konsultasi publik harus dilakukan
secara intensif dan transparan sehingga kepentingan sosial ekonomi masyarakat
dapat diidentifikasi secara jelas yang nantinya dapat dirancang sebagai bagian dari
rencana kerja perusahaan.
Akhirnya, sebagai negara dengan potensi pertambangan yang besar, Indonesia
harus secara aktif dan berkesinambungan mendorong pelaksanaan pertambangan
berkelanjutan demi mencapai cita-cita pengelolaan sumberdaya alam untuk
kemakmuran rakyat. Pemerintah baik pusat maupun daerah diharapkan mampu
memainkan perannya sebagai regulator dengan baik agar pertambangan dapat
secara optimal berkontribusi positif terhadap pembangunan berkelanjutan. Bagi
kalangan industri, penerapan praktek-praktek pertambangan berkelanjutan
hendaknya disadari sepenuhnya sebagai kebutuhan bisnis perusahaan, lebih dari
sekedar kewajiban untuk menanami kembali lahan bekas tambang atau tuntutan
perlibatan masyarakat. Dalam jangka panjang, hanya perusahaan-perusahaan yang
mampu menginternalisasi konsep pertambangan berkelanjutan pada setiap
kegiatan operasinya yang bakal mampu bertahan, diterima oleh masyarakat dan
negara, dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan global yang
terjadi.
Jadi, konsep keberlanjutan wilayah penambangan akan sangat berperan
penting dalam industry social, ekonomi dan budaya. Dalam menjalankan
pengelolaan dan pengusahaan bahan galian harus dilakukan dengan cara yang
baik dan benar (good mining practice) meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
17
3.2.
Definisi dan
penyaring pilihan
penutupan
Pantau/audit/uji
ulang
Analisis resiko
dan peluang
Penghitungan dan
penyediaan
finansial
Peilaian resiko
residual
Rencana
penutupan
berkelanjutan
(konsep hingga
pasca
penutupan)
18
yang
lebih
spesifik.
Pilihan-pilihan
yang
tersedia
harus
mempertimbangkan serangkaian potensi penggunaan final lahan dan alternatifalternatifnya, sesuai konsultasi dengan pemilik lahan di masa depan atau dengan
masyarakat yang terkena pengaruh. Metodologi analisis pilihan ini fleksibel, dan
analisis ini harus dikaji secara teratur untuk memastikan telah memenuhi tingkat
perincian yang diperlukan pada setiap tahapan di dalam siklus usia proyek
lingkungan, ekonomi, sosial dan peraturan. Hasil dari proses ini adalah penciptaan
sebuah daftar risiko penutupan tambang yang komprehensif, dan dapat
mengidentifikasi masalah, risiko serta prioritasnya. Untuk dapat meredakan risiko
yang tidak dapat diterima sampai ke tingkat toleransinya, harus dibuat pilihanpilihan pengendalian terhadap masing-masing faktor risiko. Pilihan-pilihan ini
dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan biaya, sebagai dasar untuk
penghitungan biaya dan pelaksanaannya Setelah menetapkan jenis pilihan
pengendalian yang paling tepat, maka dapat menghitung tingkat risiko residual
yang mungkin masih ada setelah strategi peredaan diterapkan. Jika risiko residual
masih tidak dapat diterima, maka diperlukan kajian atau program kerja lanjutan
untuk menentukan sebuah strategi pengendalian yang dapat menurunkannya lebih
lanjut.
3. Membuat evaluasi biaya pilihan penutupan tambang
Biaya akan menjadi faktor dalam mengevaluasi penutupan tambang.
Berbagao jenis pilihan penutupan yang berlainan dapat diteliti dengan
menggunakan metodologi risiko yang tepat dan meperbandingkan biaya da
manfaat relatif dari masing-masing konsep.
20
21
Biaya ini bisa sudah atau belum mencakup biaya risiko dan dapat mencakup
biaya-biaya lain yang terkait dengan peraturan dan
pelaksanaan penutupan
tambang. Mungkin ada peluang untuk membuat sebuah target kerangka waktu
untuk aspek penutupan tertentu, sehingga dapat menurunkan jaminan secara
bertahap, seiring dengan tercapinya target-target kinerja tetrnetu tersebut.
7. Membuat sebuah proses pemantauan /audit/pengkajian ulang
Dalam menyelesaikan pembuatan system manajemen risiko untuk
penutupan tambang, perusahaan harus memiliki sebuah proses pemantauan, audit
dan pengkajian ulang yang memastikan bahwa rencana awal penutupan tambang
ini selalu diperbaharui dan sesuai dengan tujuannya. Proses ini juga
memungkinkan perencanaan penutupan untuk dipertimbangkan kembali dalam
setiap tahapan siklus hidup tambang, untuk mengidentifikasi dan mengakomodasi
perubahan yang mungkin terjadi selama usia operasi penambangan.
Rencana awal penutupan tambang dapat bersifat konseptual dari konsep
proyek dan kemudian dikembangkan secara teratur dan terperinci pada saat lima
tahun terakhir usi proyek. Dengan demikian rencana akan semakin sempurna dan
lebih
terperinci
seiring
matagnya
investasi.
Ada
baiknya
untuk
Bentuk Pengaplikasian
22
Pada dasarnya bentuk pengaplikasian dari lahan pasca tambang dapat dilihat
pada beberapa wilayah yang menjadikan wilayah tersebut menjadi lebih bernilai
ekonomis, seperti penggunaan lahan tambang dengan membuat tempat wisata
pada daerah pasca tambang. Namun juga ada bberapa wilayah petambangan pada
lahan pasca tambang di gunakan untuk merehabilitasi akan bagian dari wilayah
tambang yang telah dirusak seperti DAS ataupun penggunaan sistem reklamasi,
revegetasi dan sebagainya.
a. Reklamasi
Reklamasi bekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah usaha
memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan
yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat
berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. (Permenhut Nomor: 146Kpts-II-1999). Rehabilitasi hutan dan lahan adalah kegiatan yang dimaksudkan
untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktifitas, dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga. Parotta (1993) dalam Setiawan (2003)
menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi ekosistem hutan yang m engalami degradasi
ialah menyediakan, mempercepat berlangsungnya proses suksesi alami. Selain itu
juga untuk menambah produktivitas biologis, mengur angi laju erosi tanah,
menambah kesuburan tanah dan menambah kontrol biotik terhadap aliran
biogeokimia dalam ekosistem yang ditutupi tanaman. Kata reklamasi berasal dari
kata to reclaim yang bermakna to bring back to proper state , sedangkan arti
umum reklamasi adalah the making of land fit for cultivation. Membuat keadaan
lahan menjadi lebih baik untuk dibudidayakan, atau membuat sesuatu yang sudah
bagus menjadi lebih bagus, sama sekali tidak mengandung implikasi pemulihan
ke kondisi asal tapi yang lebih diutamakan adalah fungsi dan asas kemanfaatan
lahan. Arti demikian juga dapat diterjemahkan sebagai kegiatan-kegiatan yang
bertujuan mengubah peruntukan sebuah lahan atau mengubah kondisi sebuah
lahan agar sesuai dengan keinginan manusia (Young dan Chan, 1997 dalam
Nusantara et al. 2004 ). Kegiatan reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu:
23
membangun
keanekaragaman
jenis-jenis
lokal;
memperbaiki
suksesi biasanya berjalan cepat, namun pemulihan hutan primer setelah gangguan
hebat biasanya berjalan lambat. Hal ini sebagian karena kerumitan hutan hujan
klimkas dan jaringan hubungan tumbuhan dan hewan yang rumit memperhambat
pemulihan setelah mengalami gangguan.
3.3.1. Budidaya lahan pasca tambang dalam manajemen pengairan
Drainase pada lingkungan pasca tambang dikelola secara seksama untuk
menghindari efek pelarutan sulfida logam dan bencana banjir yang sangat
berbahaya, dapat menyebabkan rusak atau jebolnya bendungan penampung
tailing serta infrastruktur lainnya. Kapasitas drainase harus memperhitungkan
iklim dalam jangka panjang, curah hujan maksimum, serta banjir besar yang biasa
terjadi dalam kurun waktu tertentu baik periode waktu jangka panjang maupun
pendek. Arah aliran yang tidak terhindarkan harus meleweti zona mengandung
sulfida logam, perlu pelapisan pada badan alur drainase menggunakan bahan
impermeabel. Hal ini untuk menghindarkan pelarutan sulfida logam yang
potensial menghasilkan air asam tambang.
25
tanah
dilakukan
bertahap
dengan
pemadatan
(compaction).
27
hektare dan lima kontrak karya dengan luas konsesi 29.201.34 hektare. Sejatinya
Kalimantan Timur mempunyai kawasan tambang batu bara yang sangat luas.
Kegiatan penambangan itu menyisakan "kubangan" atau kolam bekas tambang
yang juga sangat luas. Tentu ini memunculkan kerisauan bagi masyarakat maupun
pemerintah.
Karena itu berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi dampak buruk
yang dirasakan terutama pascatambang. Upaya itu sudah mulai membuahkan
hasil. Tengok saja ujicoba pemanfaatan lahan bekas tambang untuk budidaya ikan
air tawar. Bekas penambangan batubara berupa kolam-kolam itu tak selamanya
menimbulkan dampak negatif kalau dimanfaatkan dengan baik. Kubangan bekas
tambang bisa dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit atau juga bisa disulap
menjadi tempat budidaya ikan air tawar.
Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur Bahrid Buseng mengajak
masyarakat untuk memanfaatkan lahan bekas tambang batu bara sebagai lahan
produktif untuk perkebunan kelapa sawit maupun budi daya ikan air tawar.
Upaya kreatif yang dilontarkan wakil rakyat itu harus didukung semua pihak
terutama pemerintah lewat andil langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). Lahan bekas tambang batu bara, sebagaimana diketahui lebih banyak
terbengkalai. Kolam-kolam bekas galian bahkan tidak sedikit merenggut korban,
terutama anak-anak yang mengira kolam tersebut aman untuk tempat bermain,
katanya. Peluang untuk memanfaatkan bekas tambang batu bara itu dimanfaatkan
oleh perusahaan tambang besar PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk menjadi
kolam budidaya ikan air tawar. KPC telah melakukan ujicoba budidaya ikan air
tawar dengan pola perikanan keramba.
Upaya yang dilakukan oleh perusahaan tambang batu bara yang berlokasi
di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur itu cukup sukses.
Uji coba dilakukan di kolam pascatambang "Pit Surya" yang diberi nama Telaga
Batu Arang (TBA). Pengembangan budidaya keramba ikan dilakukan mulai
September 2013 dengan membudidayakan empat jenis ikan air tawar, yakni nila,
28
lele, patin dan ikan mas. Selain mengembangkan budidaya ikan dengan sistem
keramba, KPC juga mengembangkan perikanan dengan cara ditebar langsung di
kolam pascatambang TBA pada Juni 2013, sebanyak 12 ribu benih ikan.
Telaga Batu Arang (TBA) merupakan salah satu zona wisata di lahan
pasca tambang KPC. Kolam ini akan dikembangkan menjadi objek wisata,
sehingga keberadaan kolam bekas tambang akan memberi manfaat kepada
masyarakat. Selain itu, KPC terus bekerja merampungkan berbagai fasilitas
penunjang, seperti energi lsitrik dengan sumber tenaga air di kolam TBA, toilet
umu, pembangunan `joggong track` dan berbagai fasilitas lainnya.
BAB IV
29
PENUTUPAN
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu sebagai berikut :
1. Lahan pasca tambang adalah wilayah yang memiliki banyak problematika
teruntuk keberlanjutan wilayah pertambangan, oleh karena itu sangat
dibutuhkan adanya kebijakan yang tepat, tersistematis dan dapat diterapkan
untuk semua perusahaan tambang, sehingga dapat memberikan dampak yang
positif terhadap wilayah pertambangan.
2. Proses yang dibutuhkan adalah diawali dengan konsep, banyak perusahaan
tambang namun hanya sedikit saja yang dapat mengaplikasikan konsep
pengembangan wilayah pertambangan yang berkelanjutan. Konsep tersebut
juga termasuk proses pengelolaan secara berkelanjutan sehingga dampaknya
bukan hanya terhadap perusahaan tetapi juga kepada pemerintah, dan
mayarakat sekitar baik itu dampak terhadap ekonomi, ekowisata, budaya,
sosial maupun hokum dan politik.
4.2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah :
1. Semoga perusahaan tambang di Indonesia dapat berkembang bukan hanya
untuk melihat dari sisi ekonomis akan cadangan sumberdaya alam yang
diambil, namun juga dapat berkembang dengan melihat sisi ekonomis dari
lahan atau wilayah yang akan digunakan setelah pasca tambang.
2. Semoga pemuda Indonesia dapat terus melatih diri akan keterampilan serta
meningkatkan kualitas diri dan belajar semakin giat sehingga dapat
memajukan NKRI dalam berbagai bidang.
Daftar pustaka
30
31