Disusun Oleh
Nama
NIM
: E 0014033
Tingkat / Prodi
: II B / S1 Farmasi
Dosen Pengampu
: Agung Nur
KATA PENGANTAR
Penulis
panjatkan
kehadirat
Allah
SWT,
yang
senantiasa
masih
jauh
dari
kesempurnaan
dan
mempunyai
banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mohon atas saran dan kritik yang
membangun, agar penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.
Slawi,
Penulis
Desember 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................i
KATA PENGANTAR .....................................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
BAB II
Latar Belakang........................................................1
Rumusan Masalah...................................................1
Tujuan Penulisan.....................................................2
Manfaat Penulisan...................................................2
PEMBAHASAN
A. Kolinergik................................................................
B. Antikolinergik..........................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem
koordinasi yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan
rangsangan keseluruh bagian tubuh, serta memberikan respons
terhadap rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan
dilakukan oleh alat indera, pengolah rangsangan dilakukan oleh saraf
pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan
yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Obat-obat
otonom
adalah
obat
yang
dapat
memengaruhi
kerjanya
atas
resptor
khusus.
Akibatnya
adalah
dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar. Ada
2 macam golongan obat otonomik yakni, Golongan simpatomimetik
(merangsang) yang kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan
Golongan
simpatolitik
(menghambat)
untuk
simpatis
dan
Parasimpatikomimetika
(kolinergika)
yang
merangsang
oleh
asetilkolin,
misalnya
pilokarpin
dan
fisostigmin.
b. Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efekefek
kilonergika,
misalnya
propantelin.
2. Zat-zat perintang ganglion
alkaloida,
belladonna
dan
zat-zat
berhubungan
pula
dari
ini
umumnya
tidak
digunakan
lagi
(gangguan
penglihatan,
obstipasi
dan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kolinergik
Reseptor Muskarinik
Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu
suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor
muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan
study ikatan dan panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor
muskarinik seperti M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia
sistem saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar
eksokrin. Secara khusus walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam
neuron, namun reseptor M1 ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2
terdapat dalam otot polos dan jantung, dan reseptor M 3 dalam kelenjar eksokrin dan otot
polos. Obat-obat yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor
muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor
nikotinik pula.
Sejumlah mekanisme molekular yang berbeda terjadi dengan menimbulkan
sinyal yang disebabkan setelah asetilkolin mengikat reseptor muskarinik. Sebagai
contoh, bila reseptor M1 atau M2 diaktifkan, maka reseptor ini akan mengalami
perubahan konformasi dan berinteraksi dengan protein G, yang selanjutnya akan
mengaktifkan fosfolipase C. Akibatnya akan terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol (1,4,5)-trifosfat (IP3) yang
akan meningkatkan kadar Ca++ intrasel. Kation ini selanjutnya akan berinteraksi untuk
memacu atau menghambat enzim-enzim atau menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi atau
kontraksi. Sebaliknya, aktivasi subtipe M2 pada otot jantung memacu protein G yang
menghambat adenililsiklase dan mempertinggi konduktan K +, sehingga denyut dan
kontraksi otot jantung akan menurun.
2.
Reseptor Nikotinik
Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi
afinitas lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor
nikotinik, namun setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini
terdapat di dalam sistem saraf pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan
neuromuskular. Obat-obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik yang
terdapat di jaringan tadi. Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan
reseptor yang terdapat pada sambungan neuromuskulular. Sebagai contoh, reseptor
ganglionik secara selektif dihambat oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada
sambungan neuromuskular secara spesifik dihambat oleh turbokurarin. Stimulasi
reseptor ini oleh kolenergika menimbulkan efek yang menyerupai efek adrenergika, jadi
bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi ringan,
penguatan kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah, timbul
kontraksi otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade
neuromuskuler.
Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja
langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara
langsung meliputi karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang,
Areca catechu). Zat-zat ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan
kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium
kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin.
10
untuk maksud demikian. Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang
dapat menurunkan tekanan bola mata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut
lebar.
Obat ini sangat efektif untuk membuka anyaman trabekular di sekitar kanal
Schlemm, sehingga tekanan bola mata turun dengan segera akibat cairan humor keluar
dengan lancar. Kerjanya ini dapat berlangsung sekitar sehari dan dapat diulang kembali.
Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofat dan ekotiofat, bekerja lebih lama lagi.
Disamping kemampuannya dalam mengobati glaukoma, pilokarpin juga mempunyai
efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan
SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan.
Penggunaan Kolinergik
Kolinergik terutama digunakan pada :
1.
Glaukoma, yaitu suatu penyakit mata dengan ciri tekanan intra okuler meningkat
dengan akibat kerusakan mata dan dapat menyebabkan kebutaan. Obat ini
2.
3.
Penggolongan Kolinergik
1.
2.
3.
4.
11
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Meningkatkan TD.
Meningkatkan denyut nadi.
Meningkatkan kontraksi saluran kemih.
Meningkatkan peristaltic.
Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus).
Konstriksi pupil mata (miosis).
Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
Efek Samping
12
B. Antikolinergik
Antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,
penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk :
1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik.
2. Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.
3. Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,
oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang
susunan
saraf
pusat
(merangsang
nafas,
pusat
vasomotor
dan
sebagainya,
mengurangi
efek
sistemik
yang
tidak
menyenangkan.
13
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
tak
berpengaruh
terhadap
tekanan
darah),
saluran
cerna
lambung.
Dilatasi bronchi.
Meningkatkan frekuensi jantung.
Merelaksasi otot detrusor yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Merangsang SSP.
Penggunaan
14
Sebagai midriatikum.
Sebagai spasmolitikum.
Pada inkotinensi urin.
Pada parkinsonisme.
Pada asma dan bronchitis.
Sebagai premedikasi pra-bedah.
Sebagai zat anti mabuk jalan, untuk mencegah mual dan muntah (skopolamin).
Pada hiperhidrosus, untuk menekan keringat yang berlebihan.
Sebagai zat penawar pada intoksikasi dengan zat penghambat kolinesterase
(atropin)
Efek Samping
Efek samping umum yang terjadi biasanya tergantung dari dosis dan berupa efekefek muskarin, yaitu : mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, palpitasi dan
aritmia, gangguan akomodasi, midriasis, dan berkeringat. Pada dosis tinggi timbul efek
sentral, seperti : gelisah, bingung, eksitasi, halusinasi, dan delirium.
15
Penggolongan
Antikolinergika dapat di bagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Alkaloida belladonna :atropin, hyoscyamin, skopolamin, dan homatropin.
2. Zat ammonium kwaterner : propantelin, ipratropium, dan tiotropium.
3. Zat amin tersier : pirenzepin, flavoxat, oksibutinin, tolterodin, dan tropicamida.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
Daftar Pustaka
Mycek, J, Mery, dkk, 2000. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2,
Widya Medika : Jakarta.
Ganiswarna, 1998. Farmakologi dan Terapi , Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta
Tan Hoan Tjay, Kirana R, 2001, Obat-Obat Penting, Khasiat dan
Penggunaan , DirJen POM RI : Jakarta.
Olson, James, 2000. Belajar Mudah Farmakologi ,
Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta.
Tim Penyusun. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia. Jakarta
18