Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

KOLINERGIK DAN ANTI


KOLINERGIK

Disusun Oleh

Nama

: Dian Hari Noviyanti

NIM

: E 0014033

Tingkat / Prodi

: II B / S1 Farmasi

Dosen Pengampu

: Agung Nur

Cahyanta S. Si., Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA (BHAMADA)
SLAWI
1

Jl. Cut NyakDhien No.16, DesaKalisapu, Kec. Slawi, KabupatenTegal,


Jawa Tengah -52416
Telp.(0283) 6197571 Fax. (0283) 6198450 Homepage website
www.stikesbhamada ac.id email stikes_bhamada @ yahoo.com
2015

KATA PENGANTAR
Penulis

panjatkan

kehadirat

Allah

SWT,

yang

senantiasa

melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua yang telah


memberikan kesehatan dan kesembuhan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan sempurna dan tidak ada halangan
apapun.
Maksud dan tujuan penulis dalam menyusun makalah ini selain
sebagai tugas juga menambah ilmu serta wawasan yang luas. Tak
lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah kimia medisinal yang berjudul KOLINERGIK
DAN ANTI KOLINERGIK. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin
dalam penyusunan makalah ini tetapi penulis sadar bahwa malakah
ini

masih

jauh

dari

kesempurnaan

dan

mempunyai

banyak

kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mohon atas saran dan kritik yang
membangun, agar penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.

Slawi,
Penulis

Desember 2015

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................i
KATA PENGANTAR .....................................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

BAB II

Latar Belakang........................................................1
Rumusan Masalah...................................................1
Tujuan Penulisan.....................................................2
Manfaat Penulisan...................................................2

PEMBAHASAN
A. Kolinergik................................................................
B. Antikolinergik..........................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.............................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem
koordinasi yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan
rangsangan keseluruh bagian tubuh, serta memberikan respons
terhadap rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan
dilakukan oleh alat indera, pengolah rangsangan dilakukan oleh saraf
pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan
yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Obat-obat

otonom

adalah

obat

yang

dapat

memengaruhi

penerusan impuls dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa,


penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau
memengaruhi

kerjanya

atas

resptor

khusus.

Akibatnya

adalah

dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar. Ada
2 macam golongan obat otonomik yakni, Golongan simpatomimetik
(merangsang) yang kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan
Golongan

simpatolitik

(menghambat)

untuk

simpatis

dan

parasimpatolitik. Menurutkhasiatnya, obat otonom dapat digolongkan


sebagai berikut:
1. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:
a.

Parasimpatikomimetika

(kolinergika)

yang

merangsang

organ-organ yang dilayani saraf parasimpatis dan meniru efek


perangsangan

oleh

asetilkolin,

misalnya

pilokarpin

dan

fisostigmin.
b. Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efekefek

kilonergika,

misalnya

propantelin.
2. Zat-zat perintang ganglion

alkaloida,

belladonna

dan

Yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglion


simpatis dan parasimpatis. Efek perintangan ini dampaknya
luas, antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatis,
sehingga dipergunakan pada hipertensi tertentu. Sebagai obat
hipertensi

zat-zat

berhubungan
pula

dari

ini

umumnya

tidak

digunakan

lagi

efek sampingnya yang menyebabkan blokade


SP

(gangguan

penglihatan,

obstipasi

dan

berkurangnya sekresi berbagai kelenjar).


B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kolinergik dan anti kolinergik?
2. Apa penggunaan kolinergik dan anti kolinergik?
3. Apa saja penggolongan kolinergik dan anti kolinergik?
4. Apa saja farmakodinamik kolinergik dan anti kolinergik?
5. Apa saja efek samping kolinergik dan anti kolinergik?
6. Apa saja indikasi kolinergik dan anti kolinergik?
7. Apa saja contoh obat kolinergik dan anti kolinergik?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Kolinergik dan Antikolinergik.
2. Mengetahui penggunaan Kolinergik dan Antikolinergik.
3. Mengetahui penggolongan Kolinergik dan Antikolinergik.
4. Mengetahui farmakodinamik Kolinergik dan Antikolinergik.
5. Mengetahui efek samping Kolinergik dan Antikolinergik.
6. Mengetahui indikasi Kolinergik dan Antikolinergik.
7. Mengetahui contoh obat Kolinergik dan Antikolinergik.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari makalah ini adalah, kita menjadi tau pengertian,
penggunaan, penggolongan, farmakodinamik, efek samping, indikasi,
dan contoh obat dari kolinergik dan antikolinergik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kolinergik

Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat


menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena
melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP
adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya,
singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek
yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting
seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar
ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat
sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan
tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi,
sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil
(miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata,
kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin,
dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan
menstimulasinya.
Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron
postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf
Pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan,
reseptor ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni:
1.

Reseptor Muskarinik
Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu

suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor
muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan
study ikatan dan panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor
muskarinik seperti M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia
sistem saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar

eksokrin. Secara khusus walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam
neuron, namun reseptor M1 ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2
terdapat dalam otot polos dan jantung, dan reseptor M 3 dalam kelenjar eksokrin dan otot
polos. Obat-obat yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor
muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor
nikotinik pula.
Sejumlah mekanisme molekular yang berbeda terjadi dengan menimbulkan
sinyal yang disebabkan setelah asetilkolin mengikat reseptor muskarinik. Sebagai
contoh, bila reseptor M1 atau M2 diaktifkan, maka reseptor ini akan mengalami
perubahan konformasi dan berinteraksi dengan protein G, yang selanjutnya akan
mengaktifkan fosfolipase C. Akibatnya akan terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol (1,4,5)-trifosfat (IP3) yang
akan meningkatkan kadar Ca++ intrasel. Kation ini selanjutnya akan berinteraksi untuk
memacu atau menghambat enzim-enzim atau menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi atau
kontraksi. Sebaliknya, aktivasi subtipe M2 pada otot jantung memacu protein G yang
menghambat adenililsiklase dan mempertinggi konduktan K +, sehingga denyut dan
kontraksi otot jantung akan menurun.
2.

Reseptor Nikotinik
Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi

afinitas lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor
nikotinik, namun setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini
terdapat di dalam sistem saraf pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan
neuromuskular. Obat-obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik yang
terdapat di jaringan tadi. Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan
reseptor yang terdapat pada sambungan neuromuskulular. Sebagai contoh, reseptor
ganglionik secara selektif dihambat oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada
sambungan neuromuskular secara spesifik dihambat oleh turbokurarin. Stimulasi
reseptor ini oleh kolenergika menimbulkan efek yang menyerupai efek adrenergika, jadi
bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi ringan,

penguatan kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah, timbul
kontraksi otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade
neuromuskuler.
Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja
langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara
langsung meliputi karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang,
Areca catechu). Zat-zat ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan
kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium
kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin.

Sedangkan kolinergika yang bekerja secara tak langsung meliputi zat-zat


antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin. Obat-obat ini
merintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara. Setelah zatzat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi.
Disamping itu, ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya
parathion dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai enzim
baru terbentuk lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisid beracun kuat di bidang
pertanian (parathion) dan sebagai obat kutu rambut (malathion). Gas saraf yang
digunakan sebagai senjata perang termasuk pula kelompok organofosfat ini, misalnya
Sarin, Soman, dan sebagainya.
Salah satu kolinergika yang sering digunakan dalam pengobatan glaukoma
adalah pilokarpin. Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis
oleh asetilkolenesterase. Dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya, senyawa ini
ternyata sangat lemah. Pilokarpin menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama
digunakan untuk oftamologi. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan
miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme
akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk
memfokus suatu objek. Pilokarpin juga merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar
yang terkuat pada kelenjar keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan

10

untuk maksud demikian. Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang
dapat menurunkan tekanan bola mata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut
lebar.
Obat ini sangat efektif untuk membuka anyaman trabekular di sekitar kanal
Schlemm, sehingga tekanan bola mata turun dengan segera akibat cairan humor keluar
dengan lancar. Kerjanya ini dapat berlangsung sekitar sehari dan dapat diulang kembali.
Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofat dan ekotiofat, bekerja lebih lama lagi.
Disamping kemampuannya dalam mengobati glaukoma, pilokarpin juga mempunyai
efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan
SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan.
Penggunaan Kolinergik
Kolinergik terutama digunakan pada :
1.

Glaukoma, yaitu suatu penyakit mata dengan ciri tekanan intra okuler meningkat
dengan akibat kerusakan mata dan dapat menyebabkan kebutaan. Obat ini

2.

bekerja dengan jalan midriasis seperti pilokarpin, karbakol dan fluostigmin.


Myastenia gravis, yaitu suatu penyakit terganggunya penerusan impuls di pelat
ujung motoris dengan gejala berupa kelemahan otot-otot tubuh hingga

3.

kelumpuhan. Contohnya neostigmin dan piridostigmin.


Atonia, yaitu kelemahan otot polos pada saluran cerna atau kandung kemih
setelah operasi besar yang menyebabkan stres bagi tubuh. Akibatnya timbul
aktivitas saraf adrenergik dengan efek obstipasi, sukar buang air kecil atau
lumpuhnya gerakan peristaltik dengan tertutupnya usus (ielus paralitikus).
Contohnya prostigmin (neostigmin).

Penggolongan Kolinergik
1.
2.
3.
4.

Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol).


Cholinesterase inhibitor (eserin, prostigmin, dilsopropil fluorofosfat).
Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin, arekolin).
Obat kolinergik lain ( metoklopramid, sisaprid).
Farmakodinamik Kolinergik

11

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Meningkatkan TD.
Meningkatkan denyut nadi.
Meningkatkan kontraksi saluran kemih.
Meningkatkan peristaltic.
Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus).
Konstriksi pupil mata (miosis).
Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
Efek Samping

1. Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi).


2. Iskemia jantung, fibrilasi atrium
3. Toksin; antidotum atropin dan epineprin
Indikasi
1. Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus,
(kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid
beladona, faeokromositoma.
2. Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah
pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia gravis
(defisiensi kolinergik sinap), penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral).
Intoksikasi
1. Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi, laringospasme,
rinitis alergika, salivasi, muntah, diare, keringat berlebih.
2. Efek nikotinik: otot rangka lumpuh.
3. Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara,
konvulsi, koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas
Obat Kolinergik Lain
1. Metoklopramid: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik,
mencegah dan mengurangi muntah.
2. Kontraindikasi: obstruksi, perdarahan, perforasi sal cerna, epilepsi, gangguan
ektrapiramidal.
3. Sisaprid: untuk refluk gastroesofagial, gangguan mobilitas gaster, dyspepsia
4. Efek samping: kolik, diare

12

B. Antikolinergik
Antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,
penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk :
1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik.
2. Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.
3. Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,
oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang
susunan

saraf

pusat

(merangsang

nafas,

pusat

vasomotor

dan

sebagainya,

antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret


hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi
detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat
peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam
lambung)
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif
dan

mengurangi

efek

sistemik

yang

tidak

menyenangkan.

Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai


antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum,
karamifen digunakan untuk penyakit parkinson.
Efek Anti Kolinergik
1.
2.
3.
4.
5.

Meningkatkan denyut nadi.


Mengurangi sekresi mucus.
Menurunkan peristaltic.
Meningkatkan retensi urine.
Dilatasi pupil mata (midriasis)
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,

oksifenonium bromida dan sebagainya.


1. Astropin
a. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen.

13

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

SSP merangsang n.vagus frekuensi jantung berkurang.


Mata midriasis.
Saluran nafas mengurangi sekret hidung, mulut, farink dan bronkus.
Kardiovaskuler frekuensi berkurang.
Saluran cerna antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus).
Otot polos dilatasi saluran kemih.
Eksokrin saliva, bronkus, keringat kering.
Atropin mudah diserap, hati-hati untuk tetes mata masuk hidung

absorbsi sistemik keracunan.


j. Efek samping Mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, dimensia,
retensio urin, muka merah.
k. Indikasi Penggunaan obat ini untuk merangsang susunan saraf pusat
(merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata
(midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut,
faring dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak
jantung,

tak

berpengaruh

terhadap

tekanan

darah),

saluran

cerna

(menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan


menghambat sekresi asam lambung).
Antikolinergika atau parasimpatikolitika melawan khasiat asetilkolin dengan
jalan menghambat terutama reseptor-reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ
perifer. Kebanyakan antikolinergika tidak bekerja selektif dan di bagi menjadi lima
subtype reseptor-M. Mempunyai efek terhadap banyak organ tubuh, misalnya : mata,
kelenjar, eksokrin, paru-paru, jantung, saluran kemih, saluran lambung-usus, dan SSP.
Khasiatnya
1. Memperlebar pupil (mydriasis).
2. Mengurangi sekresi kelenjar (air liur, keringat, dahak).
3. Mengurangi tonus dan motilitas saluran lambung-usus, juga sekresi getah
4.
5.
6.
7.

lambung.
Dilatasi bronchi.
Meningkatkan frekuensi jantung.
Merelaksasi otot detrusor yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Merangsang SSP.

Penggunaan

14

Di bawah ini adalah penggunaan pada gangguan yang terpenting:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sebagai midriatikum.
Sebagai spasmolitikum.
Pada inkotinensi urin.
Pada parkinsonisme.
Pada asma dan bronchitis.
Sebagai premedikasi pra-bedah.
Sebagai zat anti mabuk jalan, untuk mencegah mual dan muntah (skopolamin).
Pada hiperhidrosus, untuk menekan keringat yang berlebihan.
Sebagai zat penawar pada intoksikasi dengan zat penghambat kolinesterase
(atropin)

Efek Samping
Efek samping umum yang terjadi biasanya tergantung dari dosis dan berupa efekefek muskarin, yaitu : mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, palpitasi dan
aritmia, gangguan akomodasi, midriasis, dan berkeringat. Pada dosis tinggi timbul efek
sentral, seperti : gelisah, bingung, eksitasi, halusinasi, dan delirium.

15

Penggolongan
Antikolinergika dapat di bagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Alkaloida belladonna :atropin, hyoscyamin, skopolamin, dan homatropin.
2. Zat ammonium kwaterner : propantelin, ipratropium, dan tiotropium.
3. Zat amin tersier : pirenzepin, flavoxat, oksibutinin, tolterodin, dan tropicamida.

16

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis


memperlihatkan fungsi yang antagonistic. Bila satu menghambat suatu fungsi , maka
yang lain memacu fungsi tersebut. Contoh yang jelas adalah midriasis terjadi dibawah
pengaruh saraf simpatis dan miosis di bawah pengaruh parasimpatis.
Organ tubuh umumnya di persarafi oleh saraf simpatis dan para simpatis, dan tonus
yang terlihat merupakan hasil peninbangan kedua system tersebut. Inhibisi salah satu
system oleh obat maupun akibat denervasi menyebabkan aktifitas organ tersebut
didominasi oleh sistem yang lain. Tidak pada semua organ terjadi antagonisme ini,
kadang-kadang efeknya sama, misal pada kelenjar liur. Sekresi liur dirangsang baik oleh
saraf simpatis maupun parasimpatis, tetapi sekrket yang dihasilkan berbeda kualitasnya;
pada perangsangan simpatis luir kental, sedang pada perangsangan parasimpatis liur
lebih encer.
Saraf otonom terdiri dari saraf praganglion, ganglion, dan saraf pasca ganglion
yang mempersarafi sel efektor. Lingkaran saraf refleks saraf otonom terdiri dari : serat
aferen yang sentripetal disalurkan melalui N, vagus, pelvikus, splanknikus dan sarafsaraf otonom lainnya. Tidak ada perbedaan yang jelas antara serabut aferen system saraf
otonom dengan serabut aferen sistem saraf somatic, sehingga tidak dikenal obat yang
secara spesifik dapat mempengaruhi serabut aferen otonom.

17

Daftar Pustaka
Mycek, J, Mery, dkk, 2000. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2,
Widya Medika : Jakarta.
Ganiswarna, 1998. Farmakologi dan Terapi , Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta
Tan Hoan Tjay, Kirana R, 2001, Obat-Obat Penting, Khasiat dan
Penggunaan , DirJen POM RI : Jakarta.
Olson, James, 2000. Belajar Mudah Farmakologi ,
Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta.
Tim Penyusun. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia. Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai