PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini, terdapat banyak kasus keracunan dan pencemaran
lingkungan yang sulit terungkap, yang umumnya disebabkan karena seringkali
data yang diperlukan tidak cukup untuk dapat membuktikan penyebabnya,
seperti kasus Buyat, kasus keracunan di Magelang, kasus kematian aktivis
HAM Munir, dan kasus keracunan makanan yang seringkali terjadi di
beberapa daerah di Indonesia. Kurangnya pemahaman mengenai hal-hal apa
saja yang diperlukan untuk dapat membuat suatu kesimpulan mengenai kasus
terkait keracunan dan pencemaran lingkungan menjadikan strategi
pengumpulan data-data yang diperlukan seringkali tidak tepat.
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi
dalam dua kelompok, yang pertama bertujuan untuk mencari
penyebab kematian, misalnya kematian akibat keracunan
morfin, sianida, karbon monoksida, keracunan insektisida, dan
lain sebagainya, dan kelompok yang kedua adalah untuk
mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa
pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat
udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian, tujuan
yang kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan
rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi.
Dalam ilmu kedokteran kehakiman, keracunan dikenal
sebagai salah satu penyebab kematian yang cukup banyak
sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Jumlah
maupun jenis reaksi pun semakin bertambah, apalagi dengan
makin banyaknya macam-macam zat pembasmi hama. Selain
karena faktor murni kecelakaan, racun yang semakin banyak
jumlah dan jenisnya ini dapat disalahgunakan untuk tindakantindakan kriminal. Walaupun tindakan meracuni seseorang itu
dapat dikenakan hukuman, tapi baik di dalam kitab UndangUndang Hukum Pidana maupun di dalam Hukum Acara Pidana
(RIB) tidak dijelaskan batasan dari keracunan tersebut,
TOKSIKOLOGI FORENSIK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skenario
LBM II
FORENSIC TOXICOLOGY
Vignette
A young couple found dead in a luxury car with the engine
running. Several tiny white and yellow pills were found inside the
car.
2.2 Terminologi
1. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber sifat serta rahasia
racun, gejala, pengobatan pada keracunan serta kelainan yang di daptkan
pada korban meninggal. Ilmu yang sangat luar mencakup farmakologi,
kimia, forensik medicine.
2. Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik
yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
kematian
2.3 Permasalahan
1. Apa yang sebenarnya terjadi pada sepasang kekasih di dalam mobil
mewah ??
Kemungkinan keracunan karbonmonoksida yang bisa di picu atau
tidak dipicu oleh pill kuning dan putih
2. Faktor yang mempengaruhi keracunan ?
- Cara masuk : lebih cepat masuk melalui inhalasi
TOKSIKOLOGI FORENSIK
Umur : anak dan orang tua lebuh rentan, bayi prematur lebih rentan
sel
4. Insektisida gol klorinat hidrokarbon dan fosfor organik : pada hati
5. Strychnine : pada medula spinalis
6. Cantarides : pada ginjal
Lokal dan sistemik :
1. As. Oklsalat
2. As. Karbon
3. Arsen
4. Garam pb timbal
Dari tempatnya :
1. Alam bebas
2. Rumah tangga
3. Industri
4. Laboratorium
TOKSIKOLOGI FORENSIK
5. Makanan
6. Obat
7. Pertanian
-
6. Kriteria diagnosis ?
- Anamnesa kontak korban dengan racun
- Adanya tanda-tanda serta gejala dari racun yang diduga
- Dari sisa benda bukti
- Dari bedah mayat
- Analisa kimia atau toksikologik
7. Pemeriksaan laboratorium pada korban keracunan ?
- Yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan cara
yang telah disebutkan, adalah:
1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan)
2. Darah
3. Tempat keluar (urin, empedu)
8. Prinsip pengobatan pada kasus keracunan ?
- Pengobatan terhadap kasus keracunan terutama berdasarkan cara masuk
-
9. Analisis toksikologi ?
Analisa tentang adanya racun.
Analisa tentang adanya logam berat yang berbahaya.
Analisa tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen.
Analisa tentang adanya pestisida baik golongan organochlorin maupun
organophospat.
TOKSIKOLOGI FORENSIK
TOKSIKOLOGI FORENSIK
barang bukti seperti botol obat-obatan, serbuk, residu jejak dan zat toksik
(bahan kimia) apapun yang ditemukan.
Dengan informasi tersebut serta sampel yang akan diteliti, ahli
toksikologi forensik harus dapat menentukan senyawa toksik apa yang
terdapat dalam sampel, dalam konsentrasi berapa, dan efek yang mungkin
terjadi akibat zat toksik tersebut terhadap seseorang (korban). Dalam
mengungkap kasus kejahatan lingkungan, toksikologi forensik digunakan
untuk memahami perilaku pencemar, mengapa dapat bersifat toksik
terhadap biota dan manusia, dan sejauhmana risikonya, serta
mengidentifikasi sumber dan waktu pelepasan suatu bahan pencemar.
Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik.
Menurut Saferstein yang dimaksud dengan Forensic Science adalah the
application of science to low, maka secara umum ilmu forensik (forensik
sain) dapat dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu
pengetahuan tertentu untuk penegakan hukum dan peradilan.
Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek
berbahaya zat kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu
organisme. Racun adalah senyawa yang berpotensi memberikan efek yang
berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari suatu senyawa ditentukan
oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor, sifat fisiko kimis toksikan
tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap
organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Tosikologi forensik
menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk
kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah
melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik
dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada
atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan,
sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil
analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu
laporan yang sesuai dengan hukum dan perundanganundangan.
Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut
dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan. Jadi toksikologi
forensik dapat dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu tosikologi untuk
keperluan penegakan hukum dan peradilan. Toksikologi forensik
TOKSIKOLOGI FORENSIK
TOKSIKOLOGI FORENSIK
Gejala
Luka bakar pada kulit, mulut, hidung,
membran mukosa
Anilin
Arsen
Diare parah
Atropin
Bau desinfektan
Sianida
Keracunan makanan
Senyawa logam
Nikotin
Kejang
Asam oksalat
Natrium fluorida
Kejang
Striknin
3) Analisis Toksikologi
Analisis toksikologi merupakan pemeriksaan
laboratorium yang berfungsi untuk:
TOKSIKOLOGI FORENSIK
1.
2.
3.
4.
Analisa
Analisa
Analisa
Analisa
tentang
tentang
tentang
tentang
adanya
adanya
adanya
adanya
racun.
logam berat yang berbahaya.
asam sianida, fosfor dan arsen.
pestisida baik golongan
TOKSIKOLOGI FORENSIK
TOKSIKOLOGI FORENSIK
10
TOKSIKOLOGI FORENSIK
11
TOKSIKOLOGI FORENSIK
12
TOKSIKOLOGI FORENSIK
13
TOKSIKOLOGI FORENSIK
14
kebiruan.
Bercak disekitar mulut. Pada keracunan yodium, kulit
menjadi hitam, pada keracunan nitrat, kulit menjadi kuning,
dan pada keracunan zat korosif, terdapat luka bakar berwarna
merah.
Perubahan warna kulit. Pada hiperpigmentasi atau melanosis
dan keratosis pada telapak tangan dan kaki pada keracunan
arsen kronik. Kulit berwarna kelabu kebiru-biruan akibat
keraunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam jaringan ikat
dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan
tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis juga pada keracunan
insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan
fungsi hati.
Kuku. Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang
menebal yang tidak teratur. Pada keracunan Talium kronik
3. Pembedahan jenazah
TOKSIKOLOGI FORENSIK
15
TOKSIKOLOGI FORENSIK
16
TOKSIKOLOGI FORENSIK
17
TOKSIKOLOGI FORENSIK
18
TOKSIKOLOGI FORENSIK
19
TOKSIKOLOGI FORENSIK
20
pengawet:
Alkohol absolut
Larutan garam dapur jenuh
Larutan NaF 1 %
Larutan NaF + Na sitrat
TOKSIKOLOGI FORENSIK
21
pemeriksaan.
6) Jenis-jenis Racun
Berdasarkan sumber dapat digolongkan menjadi racun yang
berasal dari
- tumbuh-tumbuhan; opium, kokain, kurare, aflatoksin.
- hewan; bisa/toksin ular/laba-laba/hewan laut. Mineral; arsen,
timah hitam.
- sintetik; heroin.
Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi
racun yang terdapat
- di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang
terdapat di rumah tangga misalnya deterjen, insektisida,
-
pembersih.
Racun yang digunakan dalam pertanian misalnya
TOKSIKOLOGI FORENSIK
22
belum cukup.
Kondisi tubuh
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih
mudah mengalami keracunan. Pada penderita
demam dan penyakit lambung absorbsi jadi lebih
lambat.
Kebiasaan
Berpengaruh pada golongan alkohol dan morfin
dikarenakan terjadi toleransi pada orang yang
8) Jenis-Jenis Keracunan
A. Keracunan Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah
manusia. Sejak dikenal cara membuat api, manusia senantiasa
TOKSIKOLOGI FORENSIK
23
terancam oleh asap yang mengandung CO. Gas CO adalah gas yang
tidak berwarna, tidak berbau dan tidak meransang selaput lendir,
sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Sejak
penggantian batu bara dengan gas alam, insidensi kematian akibat
karbon monoksida telah berkurang.
Kandungan CO dihasilkan juga oleh bensin sekitar 4-8%, mesin
diesel menghasilkan kadar CO yang lebih rendah. Walaupun gas
pembuangan kendaraan bermotor akan terbawa ke udara sampai ke
atmosfer, tetapi kadar CO yang rendah tersebut tetap berbahaya.
Terlebih lagi polisi dan petugas lalu lintas yang bekerja di jalan raya.
Kadar saturasi CO pada hemoglobin orang-orang tersebut dapat
mencapai 10 persen.
Keracunan CO dipengaruhi dengan keadaan lingkungan seperti
ventilasi yang minimal, ruangan yang tertutup sehingga gas CO dapat
terhirup. Pada kasus bunuh diri, cara yang sering dilakukan adalah
korban duduk di mobil dengan jendela terbuka pada garasi yang
tertutup, sehingga mereka dapat mengirup gas pembuangan tersebut.
Pada kasus kebakaran banyak korban meninggal bukan karena api ,
melainkan karena menghisap asap yang sebagian besar kandungan
asap tersebut adalah CO. Banyak proses industrial yang menyebabkan
keracunan CO khususnya pembuatan besi dan baja.
Gas CO memiliki afinitas yang tinggi terhadap hemoglobin dalam
darah. Kekuatan kombinasi ini 250x lebih kuat dibandingkan ikatan
hemoglobin dengan oksigen. Hal ini mengakibatkan walaupun
konsentrasi CO yang rendah dapat menggantikan oksigen dari sel
darah merah dan secara progresif mengurangi kemampuan sel darah
dalam transportasi oksigen ke jaringan. Konsentrasi CO yang kuat
dapat membunuh.
Kadar saturasi carboxyhaemoglobin (ikatan CO dengan
hemoglobin) di atas 50-60% berakibat fatal pada orang dewasa yang
sehat. Orang yang berusia lanjut, memiliki penyakit paru-paru atau
penyakit jantung dapat meninggal pada kadar CO yang rendah, bahkan
pada kadar saturasi 25%. Gejala dari keracunan CO bersifat progresif
TOKSIKOLOGI FORENSIK
24
TOKSIKOLOGI FORENSIK
25
TOKSIKOLOGI FORENSIK
26
C.
TOKSIKOLOGI FORENSIK
27
TOKSIKOLOGI FORENSIK
28
TOKSIKOLOGI FORENSIK
29
TOKSIKOLOGI FORENSIK
30
TOKSIKOLOGI FORENSIK
31
E. Keracunan Narkotika
Narkotika (Yunani: Narkosis) ialah setiap obat yang dapat
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan suatu keadaan
stupor. Sekarang, pengertian secara farmakologis pengertian diperluas
dengan memasukkan obat-obat yang sebenarnya tidak dapat
menimbulkan narkosis misalnya: cocaine (golongan stimulan),
marijuana (halusinogen ringan), dan jenis lain seperti yang tertera
dalam Undang-Undang No.9 tahun 1976 tentang Narkotika, pasal 1
butir 1 sampai dengan 13.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
1997, Tentang Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini
atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Pemeriksaan luar pada pengguna narkotika dapat ditemukan bekas
suntikan (needle mark), di daerah lipat siku, punggung tangan, lengan
atas, dan sekitar putting susu. Dapat ditemukan skin blisters pada
korban keracunan narkotika, barbiturate, dan karbon monoksida.
Jenis-jenis Narkotika:
1. Opiat/ Opium. Opiat atau opium adalah bubuk yang dihasilkan
langsung oleh tanaman poppy/ papaver somniferum di mana di dalam
bubuk tersebut terkandung morfin yang dapat menghilangkan rasa
sakit dan kodein yang berfungsi sebagai antitusif.
2. Morfin. Mofrin adalah alkoloida yang merupakan hasil ekstraksi serta
isolasi opium dengan zat kimia tertentu untuk penghilang rasa sakit
atau hipnoanalgetik bagi pasien penyakit tertentu. Dampak atau efek
dari penggunaan morfin yang sifatnya negatif membuat penggunaan
morfin diganti dengan obat-obatan lain yang memiliki kegunaan yang
sama namun lebih kecil efek sampingnya.
TOKSIKOLOGI FORENSIK
32
TOKSIKOLOGI FORENSIK
33
TOKSIKOLOGI FORENSIK
34
TOKSIKOLOGI FORENSIK
35
diambil dari urine (jika tidak ada dapat diambil ginjal), cairan
empedu dan jaringan sekitar suntikan. Isi lambung diambil jika
korban menggunakan narkotika peroral, apusan mukosa hidung
bila menggunakan sniffing. Pemeriksaan laboratorium untuk
mendeteksi adanya narkotika minimal adalah kromatografi lapis
tipis (tlc). Cara pemeriksaan lain adalah menggunakan teknik glc
(kromatografi gas) dan ria (radio immunoassay). Untuk mendeteksi
seorang pencandu atau bukan dapat diketahui melalui uji nalorfin,
analisa urine, uji marquis, uji mikrokristal dan hanging microdrop
technique.
F. Keracunan Barbiturat
Barbiturat digunakan secara luas sebagai obat adiktif, namun efek
lain yang terdapat pada obat ini disalahgunakan. Obat ini memiliki
batas komposisi yang luas, dari yang bersifat anestesi kerja singkat
seperti thiopentone sodium hingga yang bersifat kerja sedang seperti
amylobarbitone.
Saat ini babiturat kerja lama (long acting) seperti phenobarbitone
digunakan dalam terapi epilepsi pada manusia. Toleransi mudah
diinduksi dengan cepat dan gejala withdrawal terhadap obat dapat
bersifat berat. Barbiturat (downers) dapat dikombinasikan dengan
stimulan amphetamines (uppers) dalam tablet yang sama, dan dikenal
sebagai purple heart. Alkohol dan barbiturat memiliki kekuatan aditif
yang kuat dan dapat menyebabkan kematian.
Pada awalnya amphetamine (benzedrine) dan dextroamphetamine
(dexedrine) diresepkan untuk mencegah kelelahan dan menekan nafsu
TOKSIKOLOGI FORENSIK
36
TOKSIKOLOGI FORENSIK
37
9) Prinsip Pengobatan
Pengobatan terhadap kasus keracunan terutama
berdasarkan cara masuk racun ke dalam tubuh. Bila racun
ditelan, keluarkan racun tersebut sebanyak mungkin,
dengan jalan memuntahkan (dengan merangsang dinding
faring atau pemberian emetik, misalnya sirup
ipecacuanha). Tetapi jika kesadaran sangat menurun, atau
racun bersifat korosif atau racun terlarut dalam minyak,
TOKSIKOLOGI FORENSIK
38
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
TOKSIKOLOGI FORENSIK
39
DAFTAR PUSTAKA
TOKSIKOLOGI FORENSIK
40
Abdul Munim Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama.
Jakarta : Binarupa Aksara
Adiwisastra, A.1985. Keracunan, Sumber, Bahaya serta
Penanggulangannya. Bandung : Angkasa.
Budiyanto, Arik, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : FK
UI
Hadikusumo, Nawawi. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik IKF III. FK
Universitas Gajah Mada
Idries, A.M, dkk. 1985. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta : PT.
Gunung Agung
TOKSIKOLOGI FORENSIK
41