Anda di halaman 1dari 14

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114

KAJIAN UPAYA MENGURANGI PENCEMARAN AIR LIMBAH


AKIBAT PENAMBANGAN ENDAPAN INTAN
(Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka,
Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan)
(STUDY OF EFFORTS TO REDUCE WASTE WATER POLLUTION,
DUE TO MINING DEPOSITS DIAMOND
Case Study: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka,
City of Banjarbaru, Kalimantan Selatan Province)
1

Widodo1, Aminuddin2, dan M. Ulum A. Gani1

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI, Komplek LIPI, Jln. Sangkuriang Bandung


2
Pusat Sumberdaya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi
Jln. Doponegoro No. 57 Bandung
Pos-el: wwwidodo01@gmail.com
(Diterima 06 Juni 2012; Disetujui 01 Agustus 2012)

ABSTRAK
Penambangan endapan intan sekunder di Desa Pinang, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru Provinsi
Kalimantan Selatan dilakukan secara tambang terbuka menggunakan pompa semprot. Penambangan
dilakukan dengan cara penyemprotan yang diarahkan kebagian bawah tebing dan penyemprotan ke segala
arah permukaan. Material lepas hasil penyemprotan kemudian disedot dengan pompa penyedot, selanjutnya
dilakukan pemisahan material kasar dengan material halus untuk mendapatkan konsentrat, dan pendulangan
konsentrat untuk mendapatkan intan. Akibat penambangan endapan intan sekunder, terjadi perusakan
lingkungan berupa pencemaran air limbah penambangan. Untuk mengurangi konsentrasi bahan pencemar pada
air limbah penambangan, dilakukan upaya physical treathment dengan membuat kolam-kolam pengendapan 1,
2, 3, dan 4 sebelum dibuang ke perairan umum (sungai). Berdasarkan hasil analisis kimia air limbah yang telah
dilakukan pengendapan (physical treathment), mampu menurunkan konsentrasi unsur-unsur pencemar hingga
77,62%; 85,54%; 60,99%; 49,00%; dan 3,22 % untuk kekeruhan, total suspension solid (TSS), besi, minyak,
dan dissolved oxygen (DO) serta menaikkan pH hingga 4,83%.
Kata kunci: endapan intan, tambang semprot, pencemaran, pengendapan

ABSTRACT
The secondary deposition of diamond mining in the village of Pinang, Cempaka District, South Kalimantan
Province Banjarbaru City conducted open pit mine using a pump spray. Mining is done by spraying gets
directed under cut and surface spraying in all directions. Material off spraying results then aspirated with a
vacuum pump, is then performed with the coarse material separation of fine materials to get the concentrate,
and concentrate panning for diamonds. Due to diamond mining sludge secondary, occurring environmental
form mining waste water pollution. To reduce the concentration of pollutants in waste water mining, efforts to
make the physical treathment settling pools 1, 2, 3, and 4 before being discharged into public waters (rivers).
Based on the results of chemical analysis of waste that has been done deposition (physical treathment), able to
decrease the concentration of contaminant elements up to 77.62%, 85.54%, 60.99%, 49.00%, and 3.22% for
turbidity, total suspension solid (TSS), iron, oil, and dissolved oxygen (DO) and raising the pH up to 4.83%
Keywords: diamond deposite, spray mine, contamination, deposition

101

Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan
(Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan)
1
2
( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani)

PENDAHULUAN
Peranan pembangunan, khususnya untuk bahan
galian industri tidak dapat dipisahkan dari
kepentingan masyarakat. Penambangan endapan
intan sekunder skala kecil (tambang rakyat) di
Desa Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan
Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan
Selatan selain dapat menambah pendapatan devisa
negara, juga telah memberikan lapangan pekerjaan.
Penambangan endapan intan sekunder dilakukan
secara tambang terbuka dengan sistem tambang
semprot yang dikombinasikan dengan mesin
penyedot air dan material. Material hasil penyedotan
(penambangan) kemudian disaring menggunakan
grizzly dan sluice box untuk memisahkan ampas
(tailing) dengan material yang mengandung intan
(konsentrat). Material yang mengandung intan
(konsentrat) yang diperoleh, kemudian dilakukan
pendulangan untuk mendapatkan intan.
Menurut Hidayat (2009) bagi penduduk Desa
Cempaka, mendulang intan merupakan mata
pencaharian turun temurun. Para penambang bekerja
secara kelompok dengan menggali lubang tambang
sampai kedalaman 15 m, baik itu menggunakan
peralatan sederhana maupun tambang semprot. Hasil
penambangan selanjutnya dilakukan pencucian
dan pendulangan untuk mencari sebutir intan,
selain intan kadang-kadang ditemukan batu akik
dan butiran emas. Intan yang didapat berupa intan
mentah (galuh), intan mentah kemudian dibersihkan
dan digosok untuk dijadikan perhiasan. Salah
satu tempat penggosokan intan yang terkenal di
Martapura, adalah penggosokan Intan Tradisional
Kayu Tangi Martapura.
Kegiatan penambangan endapan intan sistem
semprot ini menimbulkan beberapa masalah seperti
perubahan kondisi lingkungan baik secara fisik dan
kimia tanah, kualitas air tanah dan air permukaan,
serta topografi lahan. Penambangan endapan
intan dengan kombinasi proses penyemprotan dan
penyedotan menghasilkan material lepas (kerakal
dan kerikil) serta lumpur dalam jumlah yang besar
sebagai limbah. Limbah ini akan mengendap di
sepanjang aliran sungai atau di tempat-tempat yang
rendah di sekitar lokasi penambangan, sehingga
menyebabkan pendangkalan sungai dan pencemaran
lingkungan. Pencemaran lingkungan terutama berupa
kekeruhan air, total suspended solid (TSS), besi (Fe),
dan minyak. Kandungan TSS yang tinggi dalam air
(badan sungai) menyebabkan byologycal oxigen
demand (BOD) menjadi rendah, sehingga dapat
menghambat proses penetrasi sinar matahari dalam
air dan mengganggu kehidupan biota air. Sedangkan
kandungan besi (Fe) dan minyak yang tinggi akan
berpengaruh terhadap pemanfaatan air; misal untuk
bahan baku air minum, perikanan maupun pengairan.

102

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji upaya


mengurangi konsentrasi bahan pencemar pada
air limbah penambangan endapan intan sekunder
dengan membuat kolam-kolam pengendapan (IPAL
Komunal), sehingga kekeruhan air dan konsentrasi
bahan pencemar menurun. Endapan lempung yang
dihasilkan kemudian diambil untuk diamankan,
pada paska tambang lempung dapat dimanfaatkan
sebagai material pengisi lubang bekas tambang
atau dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.
Sedangkan air limbah dengan bahan pencemar yang
konsentrasinya sudah berkurang, baru di buang ke
perairan umum. Efek total dari proses tersebut adalah
upaya mengurangi adanya pencemaran lingkungan
akibat penambangan endapan intan.
Batasan masalah dalam penelitian adalah kajian
upaya mengurangi konsentrasi bahan pencemar
hasil penambangan intan sekunder menggunakan
4 (empat) kolam pengendapan yang dilengkapi
dengan saluran air sebagai inlet dan outlet. Unsurunsur pencemar logam berat seperti Fe, Mn, Cu, Cd,
Zn, dan Pb; serta adanya pencemaran tanah (lahan)
dan air bawah permukaan tanah tidak dibahas.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan acuan dalam perencanaan reklamasi
paska tambang endapan intan skala kecil pada
khususnya, dan penerapannya dalam industri
pertambangan pada umumnya.

METODE KAJIAN
Metode kajian yang digunakan dalam penelitian
adalah metode deskriptif, yaitu dengan melakukan
pengukuran dan pengambilan contoh air limbah di
lapangan serta analisis di laboratorium. Pengukuran
dilakukan terhadap dimensi kolam pengendapan
limbah, pengambilan contoh air limbah tambang
pada kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4. Analisis
limbah cair dilakukan berdasarkan prosedur analisis
dari Standar Nasional Indonesia tentang Air dan
Limbah.
Semua Pengujian sampel limbah cair di lakukan
di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pemberantasan Penyakit Menular Banjarbaru,
Kalimantan Selatan pada tahun 2010.
Evaluasi kualitas air dilakukan dengan cara
membandingkan hasil analisis air limbah hasil
pengendapan (physical treathment) dengan kriteria
standar baku kualitas air berdasarkan kelas (Kelas
I, II, III, dan IV) Peraturan Gubernur Kalimantan
Selatan No.5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)


Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114

KEADAAN UMUM DAERAH KAJIAN


Lokasi kegiatan penambangan endapan intan
terletak di Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung,
Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan (Gambar 1). Lokasi penelitian
dapat dicapai menggunakan kendaraan roda empat
dari Kota Banjarmasin dengan waktu tempuh
sekitar 1 jam. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus
Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Kota
Banjarbaru adalah 199.359 orang, yang terdiri atas
101.938 laki-laki dan 97.421 perempuan (BPS Kota
Banjarbaru Dalam Angka, 2011).

Penduduk Kota Banjarbaru terkosentrasi di lima


kecamatan yaitu (Tabel 1): Cempaka 28.328 orang
(14,21 %), Landasan Ulin 51.475 orang (25,82 %),
Banjarbaru Utara 42.651 orang (21,39), Banjarbaru
Selatan 42.337 orang (21,24 %), dan Liang Anggang
34.568 orang (17,34 %).
Menurut Sikumbang dan Heryanto (1994) geologi
daerah Cempaka (Gambar 2) secara umum dicirikan
dengan adanya sebaran batuan sedimen secara
dominan yang berumur Tersier - Kuarter, dan sebagian
kecil batuan beku berumur Pra Tersier. Formasi
Pitanak (Kvpi) berumur Kapur Akhir dengan bidang
kontak tektonik berbatasan dengan batuan ultrabasa.

Gambar1. Lokasi Kegiatan Penambangan Endapan Intan Sekunder

103

Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan
(Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan)
1
2
( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani)
Formasi Pitanak berupa lava andesit berwarna
kelabu dalam keadaan segar dan coklat bila lapuk,
porforitik plagioklas, berasosiasi dengan breksi
vulkanik. Formasi Keramaian (Kak) berumur Kapur
Akhir dengan bidang kontak tektonik berbatasan
dengan batuan Formasi Pitanak (Kvpi). Formasi
Keramaian terdiri atas perselingan batupasir,
batulanau dan batulempung, dimana juga terdapat
sisipan batugamping, konglomerat berasosiasi
dengan rijang. Formasi Tanjung (Tet) berumur
Eosen, merupakan batuan sedimen Tersier tertua
yang menindih secara tak selaras dengan batuan Pra
Tersier. Formasi ini terdiri atas batupasir kuarsa,
sisipan batugamping dan batubara dengan lensa batu
gamping.

Formasi Berai (Tomb) dengan umur Oligomiosen,


menindih selaras di atas Formasi Tanjung (Tet).
Formasi ini berupa batugamping bersisipan napal
dan batulempung yang terserpihkan. Formasi Dahor
(Tqd) berumur Pliopleistosen menindih tak selaras di
atas batuan Tersier. Formasi ini terdiri atas batupasir
kuarsa kurang padu, konglomerat, batulempung
lunak dengan sisipan lignit, kaolin dan limonit.
Selaras di atas Formasi Dahor (Tqd) adalah endapan
Alluvium (Qa) berumur Holosen. Endapan Alluvium
terdiri atas kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur.
Endapan pasir-kerikil Alluvium purba memegang
peranan penting terbentuknya endapan intan dengan
tebal lapisan beberapa centimeter sampai satu meter,
dan intan yang terkandung didalamnya tersebar tidak
merata dan terpencar.

Aluvium

Formasi Dahor
Formasi Warukin
Formasi Berai
Formasi Tanjung
Formasi Keramaian
Formasi Pundak
Anggota batu Flora, Formasi Pundak
Formasi Pitanak
Diabas
Diorit
Gabro
Batuan Malihan
Batuan Ultramifik

Gambar 2. Peta Geologi Daerah Banjarbaru dan Sekitarnya (Sikumbang dan Heryanto, 1994)

104

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)


Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114

Penambangan Endapan Intan


Kegiatan diawali dengan pembersihan lokasi
penambangan dari semak-semak belukar dan
pohon-pohon kecil dengan menggunakan cangkul
(menggali tanah), tirak (membongkar akar-akar
pohon), dan parang (penebasan pohon-pohon) untuk
pembuatan muka kerja (Gambar 3).

Kegiatan penggalian ini terus dilakukan maju


sedikit demi sedikit menuju endapan intan.
Setelah menemukan endapan intan, dilanjutkan
penambangan endapan intan dengan cara
menyemprotkan air menggunakan slang sehingga
menghasilkan lubang tambang (Gambar 4).

Gambar 3. Persiapan Penambangan (Foto diambil di Cempaka, 2010)

Gambar 4. Lubang Tambang dengan Pompa Semprot Sistim Under Cut(Foto diambil di Cempaka, 2010)

105

Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan
(Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan)
1
2
( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani)
Selama kegiatan penambangan endapan intan
sekunder berlangsung, dilakukan kombinasi kerja
mesin peyemprot dan mesin penyedot. Mesin
menyedot berfungsi menyedot material yang telah

lepas akibat penyemprotan lewat selang yang


dialirkan melalui grizzly dan dilakukan pengayakan
untuk memisahkan tailing dan konsentrat. Konsentrat
yang didapat kemudian dilakukan pendulangan dan
pencucian (Gambar 5).

Gambar 5. Pendulangan Untuk Mendapatkan Konsentrat (Foto diambil di Cempaka, 2010).

Setelah pendulangan dan pencucian dilakukan


untuk mendapatkan konsentrat, barulah dilakukan
pendulangan akhir untuk mendapatkan intan.
Keseluruhan proses penambangan intan seperti yang
diuraikan di atas dapat digambarkan dalam bentuk
bagan alir seperti yang terlihat pada gambar 6.

HASIL KAJIAN
Pencemaran Air Limbah
Kegiatan penambangan endapan intan sekunder
di Desa Pinang, Kecamatan Cempaka Banjarbaru
dilakukan oleh rakyat setempat dapat menciptakan
lapangan pekerjaan dan keuntungan ekonomi, tapi
disisi lain menimbulkan kerusakan dan pencemaran
lingkungan. Air limbah penambangan umumnya
langsung dibuang ke sungai tanpa pengolahan limbah
terlebih dahulu, sehingga limbah ini mencemari
daerah sekitarnya.

106

Penambangan endapan intan sekunder dapat


menyebabkan air sungai di sekitarnya keruh,
kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang
tersuspensi baik yang bersifat organik maupun non
organik. Zat organik sebagai limbah berasal dari
lumpur hasil penambangan endapan intan yang
menggunakan pompa isap. Air yang keruh sulit
didefeksikan, karena mikroba terlindung oleh zat
tersuspensi yang berbahaya bagi kesehatan.
Berdasarkan hasil analisis kimia contoh air limbah
penambangan endapan intan sekunder (Tabel 1)
apabila dibandingkan dengan standar baku kualitas
air dari Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan
No. 5 Tahun 2007 (Tabel 2) menunjukkan bahwa
air limbah penambangan endapan intan sekunder
mengandung lumpur (TSS), besi (Fe), minyak, dan
kekeruhan yang cukup tinggi; sedangkan unsur-unsur
yang lain seperti TDS, NH3 total, NO2, NO3, Pb, Zn,
Cr total, relatip rendah. Nilai TSS, besi (Fe), minyak,
dan kekeruhan tersebut masing-masing adalah 1.358
mg/l, 6,41 mg/l, 2000 mg/l dan 916,0 NTU, sedangkan
standar baku mutu kualitas air menurut peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan masing-masing adalah
400 mg/l, 0,3 mg/l, 1.000 mg/l dan 0 NTU (nihil).

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)


Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114

PERSIAPAN PENAMBANGAN
PENAMBANGAN
BAGIAN BAWAH
TEBING DAN
KESEGALA ARAH

PENYEMPROTAN AIR

PENGOTOR

BAHAN GALIAN INTAN

AYAKAN

MATERIAL >
KERAKAL

MATERIAL KERAKAL
DAN KERIKIL

MATERIAL UKURAN
BESAR
DIBUANG

MATERIAL UKURAN
KECIL
PENCUCIAN

PRODUK
(INTAN)

PENDULANGAN
LIMBAH

Gambar 6. Bagan Alir Kegiatan Penambangan Endapan Intan Sekunder.

Tabel 1. Kualitas Air Limbah Penambangan Endapan Intan Sekunder


No

Parameter

Satuan

Hasil Pengujian*)

TSS

mg/l

1.358

TDS

mg/l

23

pH

6,0

NH3 Total

mg/l

1,43

NO2

mg/l

0,086

NO3

mg/l

0,0066

Fe

mg/l

6,41

Pb

mg/l

0,0742

Zn

mg/l

0,05

10

Cr Total

mg/l

0,0324

11

Minyak/ Lemak

mg/l

2.000

12

DO

mg/l

6,2

13

BOD

mg/l

0,7

14

Kekeruhan

NTU

916,0

15

COD

mg/l

58,2

107

Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan
(Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan)
1
2
( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani)
Tabel 2. Standar Baku Mutu Kualitas Air
(Peraturan Guburnur Kalimantan Selatan No. 5 Tahun 2007)

No

Parameter

Satuan

TSS

Standar Baku Mutu Kualitas Air


Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

mg/l

50

50

400

400

TDS

mg/l

1.000

1.000

1.000

1.000

pH

6-9

6-9

6-9

6-9

NH3 Total

mg/l

0,5

NO2

mg/l

0,06

NO3

mg/l

10

10

20

20

Fe

mg/l

0,3

Pb

mg/l

0,3

0,3

0,3

Zn

mg/l

0,05

0,05

0,05

10

Cr Total

mg/l

11

Minyak/lemak

mg/l

1.000

1.000

10.00

12

DO

mg/l

13

BOD

mg/l

12

14

Kekeruhan

NTU

15

COD

mg/l

10

25

50

100

Keterangan:
Kelas I = bahan baku air minum

Kelas II = sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan

Kelas III = budidaya ikan tawar, peternakan
Kelas IV = pengairan

Berdasarkan hasil analisis kimia contoh air limbah


penambangan endapan intan sekunder (Tabel 1)
kandungan TSS (total suspended solid) adalah
sebesar 1.358 mg/l, melebihi standar baku kualitas
air yang diperkenankan maksimal 400 mg/l.
Kandungan TSS yang tinggi mengidentifikasikan
terjadinya pencemaran zat organik yang berasal
dari pembuangan limbah kegiatan penambangan
endapan intan sekunder. Tingginya TSS dalam air
(badan sungai) dapat menghambat proses penetrasi
sinar matahari dalam air, sehingga mengganggu
kehidupan biota air. Air dengan konsentrasi TSS
yang tinggi, mengakibatkan BOD (biologycal
oxygen demand) menjadi rendah yaitu 0,7 mg/l
(Tabel 1). Konsentrasi dari jumlah oksigen yang
terlarut DO (dissolved oxygen) dan COD (chemical
oxygen demand) cukup tinggi yaitu sebesar 6,2 mg/l
dan 58,2 mg/l; sedangkan standar baku kualitas air
untuk COD adalah10 mg/l - 100 mg/l dan standar
baku kualitas air untuk DO adalah 3 mg/l - 6 mg/l.
Jadi kandungan COD masih memenuhi standar
baku kualitasair kelas IV dan III, sedangkan DO
memenuhi untuk semua kelas standar baku kualitas
air.

108

Hasil analisis kandungan minyak pada air limbah


penambangan sebesar 2.000 mg/l, sedangkan
standar baku kualitas air adalah sebesar 1.000
mg/l untuk semua kelas. Pencemaran minyak
berasal dari limbah ceceran oli mesin semprot dan
sedot yang digunakan dalam penambangan intan.
Lapisan minyak yang terdapat dipermukaan air
dapat menyebabkan berkurangnya estetika (kondisi
yang kurang sedap), terganggunya penetrasi sinar
matahari dan menghambat proses masuknya oksigen
dari udara ke dalam badan air, yang akhirnya dapat
menyebabkan air kekurangan oksigen terlarut. Air
yang kekurangan oksigen terlarut dapat mengganggu
kehidupan biota air. Sebagaimana kita ketahui,
minyak bersifat tidak dapat larut di dalam air.
Minyak akan terus mengapung di atas permukaan
air, sehingga menutupi permukaan air. Lapisan
minyak yang mengapung akan menutupi permukaan
air, dan mengganggu kehidupan organisme dalam
air. Lapisan minyak yang menutupi permukaan
air dapat terdegradasi oleh mikroorganis tertentu,
namun memerlukan waktu yang cukup lama.

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)


Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114

Penggalian lapisan tanah penutup dalam


penambangan endapan intan sekunder, membuat
endapan mineral terbuka. Akibatnya terjadi oksidasi
mineral sulfida, sehingga pH air limbah bersifat
asam. pH air limbah yang bersifat asam ini adalah
produk yang terbentuk akibat oksidasi mineral
yang mengandung besi-sufur, seperti: pirit (FeS2)
dan pirhotit (FeS) oleh oksidator yang berasal dari
atmosfir (air, oksigen dan karbon dioksida) dengan
bantuan katalis bakteri dan produk-produk lain yang
terbentuk sebagai akibat dari reaksi oksidasi tersebut
(Suprapto, 2006). Air dengan pH yang bersifat
asam dapat menyebabkan sulitnya pertumbuhan
tanaman, disamping itu juga dapat menyebabkan
matinya binatang-binatang yang ada dalam air
serta tidak layak dikonsumsi atau dipakai untuk
kebutuhan manusia. Pencegahan penurunan pH air
limbah dapat dilakukan dengan melokalisir sebaran
mineral sulfida sebagai bahan potensial pembentuk

tair asam dan menghindarkan agar idak berhubungan


langsung dengan udara bebas. Sebaran sulfida
ditutup dengan bahan impermeable seperti lempung,
diupayakan tidak terjadinya proses pelarutan baik
oleh air permukaan maupun air tanah (Suprapto,
2006).
Upaya penurunan Pencemaran
Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan
adanya air limbah penambangan, maka sebelum
air limbah dibuang ke perairan umum terlebih
dahulu dilakukan pengendapan bertahap (physical
treatment ) melalui pembuatan Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) komunal.
IPAL yang dibuat terdiri atas empat kolam
pengendapan dengan ukuran masing-masing
lebar 20 m, panjang 20 m, dan kedalaman 5 m
sebagaimana terlihat pada Gambar 7.

Gambar Penampang A A

Gambar Penampang B B

Gambar 7. Sketsa Penampang Kolam Pengendapan Air Limbah Tambang Intan

109

Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan
(Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan)
1
2
( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani)
Antara lubang kolam pengendapan yang satu dengan
kolam pengendapan yang lainnya dihubungkan oleh
pipa berdiameter 61,44 cm. Kolam pengendapan juga
dilengkapi dengan inlet dan outlet. Inlet adalah jalan
masuknya air limbah dari aktivitas penambangan
ke kolam pengendapan ke 1; seterusnya ke kolam
pengendapan ke 2, 3, dan ke 4. Sedangkan outlet
adalah hasil akhir dari pengolahan air limbah dengan
pengendapan yang keluar dari kolam pengendapan
ke 4. Hasil akhir dari limbah ini seterusnya langsung
dibuang ke badan sungai.

Kolam-kolam pengendapan ini diletakkan pada


mulut tambang, sehingga memudahkan air limbah
penambangan untuk dialirkan ke dalam kolamkolam pengendapan. Supaya memungkinkan
padatan mengendap, air limbah yang masuk ke inlet
diatur dengan kecepatan aliran 10-15 cm/detik.
Hasil Analisis TSS, Fe, Minyak, DO, pH dan
Kekeruhan air limbah penambangan dan kolam
pengendapan setelah dilakukan physical treatment
adalah sebagai berikut (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Analisis TSS, pH, Fe, Minyak, DO, dan Kekeruhan pada Air Limbah Penambangan dan Kolam Pengendapan

No

Parameter

Hasil Pengujian*)

Satuan
Air Limbah

Kolam I

Kolam II

Kolam III

Kolam IV

Kekeruhan

NTU

916

817

765

405

205

TSS

mg/l

1.358

1.054

800

315

198

pH

6,00

6,10

6,20

6,24

6,29

Fe

mg/l

6,41

6,0

5,9

5,0

2,5

Minyak

mg/l

2.000

1.513

1.100

1.059

1.020

DO

mg/l

6,20

6,10

6,10

6,00

6,10

DISKUSI
Berdasarkan hasil analisis air limbah penambangan
yang diambil dari kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4
(Tabel 3), terlihat bahwa kandungan total suspension
solid (TSS) mengalami penurunan yaitu masingmasing sebesar 22,39 %; 41,09 %; 76,80 % dan
85,54 %.

Semakin banyak pengurangan kandungan TSS


dalam air limbah maka kekeruhan air akan semakin
berkurang yang ditunjukkan oleh hasil analisis nilai
kekeruhan air dari kolam pengendapan 1, 2, 3, dan
4 yaitu masing-masing sebesar 817, 765, 405, dan
205 NTU atau dengan pengurangan nilai kekeruhan
masing-masing sebesar 10,81 %; 16,48 %; 55,79 %;
dan 77,62 % (Gambar 8).

KONSETRASI (ntu)

Kekeruhan
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Kekeruhan

Air Limbah

Kolam I

Kolam II Kolam III Kolam IV

Gambar 8. Grafik Kekeruhan Air Limbah dan Kolam Pengendapan 1, 2, 3, dan 4

110

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)


Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114

Dari hasil analisis TSS (Tabel 3) terlihat bahwa


semakin jauh jarak pengendapannnya, maka
semakin besar pengurangan kandungan TSS dalam
air limbah dan kolam 1, 2, 3, dan 4 (Gambar 9).

Hal ini disebabkan karena semakin jauh tempat


pengendapannya, maka kecepatan aliranya semakin
berkurang, sehingga kesempatan untuk mengendap
padatan yang ada dalam limbah semakin besar (Lin,
2001).

Kandungan TSS
1600

KONSETRASI (mg/l)

1400
1200
1000
800
600

TSS

400
200
0
Air Limbah

Kolam I

Kolam II

Kolam III

Kolam IV

Gambar 9. Grafik Kandungan TSS pada Air Limbah dan Kolam Pengendapan 1, 2, 3, dan 4

Apabila hasil pengendapan limbah tersebut


dikaitkan dengan Peraturan Gubernur Kalimantan
Selatan N0. 5 Tahun 2007, maka nilai TSS pada
kolam pengendapan ke 1 dan ke 2 sebesar 1.054
mg/l dan 800 mg/l belum memenuhi standar baku
kualitas air Kelas I - IV. Sedangkan nilai TSS pada
kolam pengendapan 3 dan 4 sebesar 315 mg/l dan
198 mg/l sudah memenuhi standar baku kualitas air
Kelas III dan IV, namun belum memenuhi standar
baku kualitas air Kelas I dan II. Berdasarkan hasil
percobaan dengan pengendapan (physical treatment)
terlihat bahwa pengurangan total suspension solid
(TSS) belum optimal, hal ini disebabkan karena

material-material yang diendapkan hanyalah


suspended solid yang mempunyai ukuran diameter
>1 = > 0,003 mm (Gambar 10) atau diklasifikasikan
sebagai lempung halus - lanau. Secara teoritis
colloidal dengan ukuran yang berkisar 10-3 - 1
mikron tidak dapat diendapkan dengan physical
treatment, tetapi dapat dilakukan penggumpalan
dengan oksidasi biologi, kemudian diendapkan
sebagai dissolved solid dengan ukuran yang berkisar
antara 10-5 - 10-3 mikron. Material yang larut dalam
larutan (suspended) terdiri atas material organik dan
inorganik yang dapat dihilangkan dengan pemanasan
pada suhu 600o C (Metcalf, 1984).

Gambar 10. Klasifikasi Ukuran Partikel Yang Ada Dalam Air Limbah (Metcalf, 1984)

111

Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan
(Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan)
1
2
( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani)
Nilai pH hasil pengendapan air limbah pada kolam
pengendapan 1 - 4 menunjukkan kenaikan pH yang
relatif kecil (Tabel 3, Gambar 11) dari 6,00 menjadi
6,29; namun nilai tersebut dapat memenuhi standar
baku kualitas air Kelas I - IV.

Nilai pH yang kecil menyebabkan keasaman


pada air limbah yang berdampak negatip terhadap
pertumbuhan fauna dan flora. pH (keasaman) air
limbah sulit ditingkatkan dengan pengendapan,
tetapi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan
penetral batugamping.

KONSETRASI (mg/l)

Kandungan pH
6,35
6,3
6,25
6,2
6,15
6,1
6,05
6
5,95
5,9
5,85

pH

Air Limbah

Kolam I

Kolam II

Kolam III

Kolam IV

Gambar 11. Grafik Kandungan pH pada Air Limbah dan Kolam Pengendapan 1, 2, 3, dan 4

Kandungan besi (Fe) yang ada didalam air limbah


sebesar 6,41 mg/l (Tabel 1, Gambar 12), ini berarti
tidak memenuhi kualitas air standar baku kualitas air
Kelas I sebesar 0,3 mg/l. Sedangkan kandungan besi
hasil pengendapan pada kolam pengendapan 1, 2, 3,
dan 4 (Tabel 3) tidak memenuhi kualitas air standar
baku kualitas air Kelas I, tetapi memenuhi kualitas air
standar baku untuk Kelas II, III, dan IV. Kandungan
besi (Fe) didalam air minum menimbulkan rasa dan
warna kuning, selain itu dapat memicu pertumbuhan
bakteri besi dan kekeruhan. Besi dibutuhkan oleh
tubuh dalam rangka membentuk haemoglobin,

kandungan Fe yang jumlahnya tinggi apabila


dikonsumsi dapat menyebabkan kerusakan pada
dinding usus yang berujung kematian.
Nilai kandungan minyak dalam air limbah dan kolam
pengendapan 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar
2.000, 1.513, 1.100, 1.059 dan 1.020 mg/l (Tabel 3,
Gambar 12) cenderung menunjukkan pengurangan,
tetapi apabila dikaitkan dengan standar baku kualitas
air sebesar 1.000 mg/l belum memenuhi persyaratan
standar baku kualitas air untuk kelas I - IV (Tabel
2), sehingga diperlukan suatu penanganan lanjutan
untuk mengurangi kandungan minyak tersebut.

Kandungan Fe, Minyak, dan DO

Gambar 12. Grafik Kandungan Besi, Minyak dan DO pada Air Limbah dan Kolam Pengendapan I, II, III, dan IV.

112

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)


Vol. 22 No. 2 Agustus 2012 : 101 - 114

Konsentrasi dari jumlah oksigen yang terlarut


DO (dissolved oxygen) cukup tinggi yaitu sebesar
6,00 - 6,20 mg/l (Tabel 3, Gambar 12), sedangkan
standar baku kualitas air untuk DO adalah 3 mg/l 6 mg/l. Jadi kandungan DO tidak memenuhi standar
baku kualitas air untuk kelas I, II, dan III, hanya
memenuhi syarat untuk kelas IV. DO dalam air
mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap
kehidupan biota air dan tumbuh-tumbuhan.

Kehidupan biota air sungai seperti ikan, memerlukan


oksigen yang cukup dalam air untuk hidup. Sumber
utama oksigen dalam air adalah diffusi atmosfer ke
permukaan air dan produksi fotosintesis dari tanaman
(Lin, 2001). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
DO dalam air (Gambar 13; Lin, 2001) adalah
suhu air, proses fotosintesis oksigen dari tumbuhtumbuhan air, kandungan organik, campuran angin
dan ombak, dan SOD (sediment oxygen demand).

Gambar 13. Faktor Yang Mempengaruhi Konsenterasi DO dalam Air

Pertumbuhan yang pesat dari algae (tumbuhan air)


dapat menghasilkan konsenterasi DO yang tinggi,
sebaliknya konsenterasi DO yang rendah karena
adanya pengurangan oksigen ketika tumbuhan
mengeluarkan oksigen melampaui nilai difusi
atmosfir. Pengurangan oksigen ini dapat terjadi
pada musim dingin, atau adanya dekomposisi bahan
organik yang berlebihan pada dasar sungai tempat
pengendapan.

SIMPULAN
1. Akibat penambangan endapan intan sekunder,

selain terjadi perusakan lingkungan juga timbul
adanya pencemaran air limbah akibat
penambangan.
2. Berdasarkan hasil analisis air limbah diketahui

bahwa total suspension solid (TSS), minyak/

lemak, besi (Fe) cukup tinggi dan pH yang
rendah dengan kandungan masing-masing

sebesar 1.358 mg/l; 2.000 mg/l, 6,41 mg/l dan


Hasil analisis ini apabila dikaitkan dengan

Standar Baku Mutu Kualitas Air menurut

Peraturan Guburnur Kalimantan Selatan No.5

Tahun 2007 tidak memenuhi syarat, dan tidak

bisa langsung di buang ke perairan umum
karena dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan.
3. Berdasarkan physical treathment terhadap air

limbah penambangan dengan empat buah
kolam pengendapan, diketahui bahwa

nilai TSS dari kolam pengendapan 3 dan 4

telah memenuhi standar kualitas air Kelas III

dan IV, tetapi belum memenuhi standar

baku kualitas air Kelas I dan II. Nilai pH dan
DO hasil pengolahan dari pengendapan

Kolam 1-4 menunjukkan perubahan yang

relatif kecil atau relatif stabil dan nilai
tersebut masih memenuhi standar baku

kualitas air Kelas I-IV. Nilai kandungan Fe dan
minyak/lemak
cenderung
mengalami

pengurangan tetapi belum memenuhi standar

baku kualitas air Kelas I - IV untuk minyak,

113

Kajian Upaya Mengurangi Pencemaran Air Limbah Akibat Penambangan Endapan Intan
(Studi Kasus: Dusun Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan)
1
2
( Widodo, Aminuddin, dan 1M. Ulum A. Gani)
sedangkan kandungan besi pada kolam

pengendapan 2, 3, dan 4 telah memenuhi standar

baku kualitas air Kelas II, III, dan IV. Jadi secara

umum air dari hasil pengendapan kolam ke 4 telah

memenuhi standar baku kualitas air kelas IVuntuk

pengairan, sehingga dapat dibuang ke perairan
umum.

SARAN
1. Untuk memenuhi baku mutu air limbah, jumlah

kolam pengendapan perlu ditambah sedangkan

untuk menaikkan pH mendekati netral dapat

dilakukan diantaranya dengan penambahan
kapur.
2. Pemakaian
alat-alat
mekanik
untuk

penambangan sebaiknya memenuhi standar
agar bahan bakar/olie jangan sampai

mencemari lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Dengan tersusunnya makalah ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Fathur Raihan
atas bantuannya selama penelitian dilaksanakan.
Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Jakah atas penyempurnaan gambar-gambar/
peta.

ACUAN
BPS Banjar Baru Dalam Angka, 2011. Hasil

SP2010
Kota
Banjarbaru.
Http://

banjarbarukota.bps.o.id/?set=viewBrs&flag

_template2=1&flag=1&page=1&id=7 (08

Juni 2012).
Hidayat, M.M., 2009. Penambangan Intan di
Kalimantan
Selatan.
Http://
muhammadmarcohidayat.wordpress.
com/2009/04/23/penambangan-intan-di
kalimantan-selatan (23 Maret 2009).
Lin, S.D., 2001. Water and Wastewater Calculation

Manual. Mc Graw Hill Book Company, New

York.
Metcalf & Eddy, 1984. Wastewater Engineering:

Treathment Dsiposal Reuse. Mc. Graw-Hill

Book Publishing Compny,Ltd. New Delhi.
Sikumbang, N. dan Heryanto, R., 1994. Peta

Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan,

Sekala 1:250.000, Lembar Banjarmasin 1712,

Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi,
Bandung.

114

Anda mungkin juga menyukai