Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(130210103083)
(130210103021)
(130210103039)
(130210103016)
(130210103084)
(130210103017)
(130210103063)
(130210103066)
(130210103099)
1.1
Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
memanaskannya dengan autoklaf. Dari paparan diatas, teknik kultur jaringan perlu
untuk dipelajari. Oleh karena itu dilakukannya pembelajaran dan praktikum
mengenai teknik kultur jaringan.
1.3
Tujuan
1. Mempelajari cara pembuatan media dengan baik dan benar
2. Mengenal perbedaan bermacam-macam media kultur jaringan
dan sampai batas tertentu dari embrio somatik. Proses budidaya biasanya dibagi
menjadi beberapa tahap yaitu, prepropagation, inisiasi eksplan, subkultur eksplan
untuk proliferasi, menembak dan perakaran, dan pengerasan. Tahap-tahap ini
secara universal berlaku pada perbanyakan tanaman.Pemilihan bahan awal,
komposisi media, zat pengatur tumbuh, kultivar dan faktor lingkungan, efek dari
auksin dan sitokinin pada multiplikasi tunas dari berbagai tanaman harus sangat
diperhatikan. Dalam proses regenerasi dan organogenesis, kelompok sel dari
meristem apikal di apeks pucuk, tunas ketiak, ujung akar, dan kuncup bunga
dirangsang untuk tumbuh menjadi tunas dan akhirnya menjadi tanaman lengkap.
Eksplan dikultur pada jumlah auxin
terorganisir sel, yang disebut kalus. Induksi pertumbuhan kalus dan diferensiasi
berikutnya dan organogenesis dicapai dengan penerapan diferensial pengatur
tumbuh dan kontrol kondisi dalam media kultur. Dengan stimulus zat
pertumbuhan endogen atau dengan penambahan pertumbuhan eksogen regulator
untuk media nutrisi, pembelahan sel, pertumbuhan sel dan jaringan diferensiasi
yang diinduksi. Kemudian akan menuju tahap aklimatisasi. Planlet regenerasi
lengkap dengan akar yang cukup diambil adalah secara bertahap ditarik keluar
dari media dan direndam dalam air untuk menghilangkan tetap partikel agar-agar
menempel ke sistem akar dengan menggunakan sikat halus. Planlet tersebut
dipindahkan ke pot yang berisi campuran tanah disterilkan dan pasir (3: 1). Planlet
pot ditutupi dengan kantong plastik transparan untuk memastikan kelembaban
tinggi sekitar tanaman. Setelah sekitar dua minggu yang kantong plastik dibuka
selama 3-4 jam setiap hari untuk mengekspos tanaman ke kondisi kelembaban
alami untuk aklimatisasi. Kemudian tanaman akan dipindahkan ke dalam pot yang
lebih besar setelah satu bulan (Yadav et.al. 2012 :311-313).
Formula dari media sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
pada eksplan. Setiap media memiliki formula yang berbeda-beda juga memiliki
tujuan yang berbeda pula terhadap suatu eksplan. Respon tanaman pada media
hoagland adalah pelepah cepat mengalami proliferasi dan perttambahan biomassa.
media juga mendukung pemanjangan akar. Sebaliknya, tingkat pertumbuhan
tanaman relatif rendah di media MS. Dengan demikian, media MS dapat
Kultur Jaringan dilaksanakan pada hari Sabtu, 21 Mei 2016 pukul 12.30 16.00
WIB di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Jember. Pengamatan kontaminasi media dilakukan pada hari
ke-3 yaitu tanggal 24 Mei 2016 dan hari ke-5 pada tanggal 26 Mei 2016.
3.2
3.2.1 Bahan :
1. Stok A
2. Stok B
3. Stok C
4. Stok D
5. Stok F
6. Vitamin
7. NH4NO3
8. Aquades
9. Gula
10. Agar
11. NaOH 1 N
12. HCl 1 N
13. Alumunium foil
14. Alkohol
15. Kertas label
3.2.2
Alat
1. Beker glass
2. Timbangan
3. Stirer
4. pH meter
5. Pemanas
6. Botol ketebalan 1 cm
7. Autoclave
3.3 Prosedur kerja
Pembuatan media padat MS kultur jaringan sebanyak 1 liter
1. Menyiapkan semua larutan baku MS.
2. Mengambil larutan baku sesuai ketentuan dan menuang ke dalam baker
glass 1 liter yang sudah terisi aquades.
Hasil
Medium
1
2
3
4
5
6
Keterangan :
K
0
0
0
0
0
0
K
0
0
0
0
0
0
Pembahasan
Praktikum yang dilakukan pada hari Sabtu, 21 Mei 2016 di Laboratorium
peneliti yang menggunakan pertama kali. Adapun beberapa media yang sering
digunakan dalam kultur jaringan diantaranya yaitu:
a. Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang
ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya
mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan
7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkecambahan dan
pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk
perkembangan protocorm.
b. Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam
anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan
tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N
dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang
terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant,
dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20
mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan
sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur
kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur
jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai
tujuan kultur tanaman.
c. Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman
monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat
mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level
Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari
pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan
bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik,
30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat
tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini
cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
tanaman anggrek, tanaman Cerealea, tanaman tembakau atau tanaman lain, dan
sebagainya (Daisy, dkk, 2012). Ada lima macam golongan zat pengatur tumbuh
yaitu sitokinin, auksin, giberelin, inhibitor dan ethylene, namun ada dua golongan
yang sering digunakan dalam media kultur adalah auksin dan sitokinin. ZPT
tersebut berperan dalam merangsang pertumbuhan dan morfogenesis sel jaringan
dan organ. Menurut Daisy (2012), bahwa zat pengatur tumbuh yang tergong
auksin adalah Indol Asam Asetat (IAA), Indol Asam Butirat (IBA), dan
sebagainya. Zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan sitokinin adalah
Kinetin, Zeatin, Ribosil, dan Bensil Aminopurin (BAP). Zat pengatur tumbuh
yang termasuk golongan giberelin antara lain adalah GA1, GA2, GA3, GA4.
Sedangkan zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan inhibitor antara lain
adaah fenolik dan asam absisik. Hormon auksin di dalam tubuh tanaman
dihasilkan oleh pucuk-pucuk batang, pucuk-pucuk cabang dan ranting yang
menyebar luas ke dalam seluruh tubuh tanaman. Penyebar luasan auksin ini
arahnya dari atas ke bawah hingga sampai pada titik tumbuh akar, melalui
jaringan pembuluh tipis (floem) atau jaringan parenkim. Oleh karena itu, pada
kultur jaringan digunakan jaringan meristem sebagai ekspan, sebab pada jaringan
ini terdapat hormon yang mengatur pembelahan sehingga keadaannya selalu
membelah. Penambahan zat pengatur tumbuh dimaksudkan untuk membantu
pembelahan sel, diferensiasi unsur-unsur trakheal dan diferensiasi sewaktu
membentang.
Indole-3-acetic acid (IAA) merupakan suatu auksin alamiah yang
terdapat pada tumbuhan. Auksin disintesis dari tryptophane terutama diprimordial
daun, daun muda dan kecambah. IAA ditansport dari sel ke sel dengan arah
basipetal (dari pucuk ke akar). IAA berperan dalam peanjanagan sel, pembelahan
sel, diferensiasi jaringan faskuler, inisiasi pembentukan akar, mempengaruhi
dominasi apikal, zona absisi pada daun dan buah serta pemasakan buah (Abbas,
2008).
Sitokinin
merupakan
suatu
derivat
dari
adenin,
kinetin
(6-
biokimia dari adenin, yang terdapat pada ujung akar dan biji yang tumbuh.
Sitokinin ditransport dari akar ke pucuk. Sitokinin akan aktif apabila ada auksin,
dan pemberian auksin bersama-sama dengan sitokinin pada media kultur dapat
memacu pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin dapat mempengaruhi
transport auksin, pertumbuhan kuncup lateral (mematahkan dominasi apikal),
perkembangan
daun,
menghambat
proses
penuaan
dan
mempengaruhi
Saran
Secara umum, praktikum pembuatan media kultur ini berlangsung dengan
baik dan hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Tidak ada kontaminasi
yang terdapat pada media. Namun, sebaiknya pengamatan dilakukan setiap hari,
tidak hanya pada hari ke-3 dan hari ke-5 saja, karena di dalam buku petunjuk
praktikum, pengamatan ada tidaknya kontaminan dilakukan setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, B. 2008. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Jakarta : Rineka Cipta.
Altaf Hussain, Iqbal Ahmed Qarshi, Hummera Nazir and Ikram Ullah .2012. Plant
Tissue Culture: Current Status and Opportunities . licensee InTech
Daisy, PSriy., S. Hendaryono., dan A. Wijayani. 2012. Teknik Kultur Jaringan.
Yogyakarta : Kanisius.
Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik kultur jaringan. Yogyakarta:
Kanisius.
Kittiwongwattana, Chokchai and S. Vuttipongchaikij. 2013. Effects of nutrient
media on vegetative growth of Lemna minor and Landoltia punctata
during in vitro and ex vitro cultivation. Maejo Int. J. Sci. Technol 7 (1).
Putri, A. 2009. Kajian Glycocalyx Bakteri Pada Kontaminasi Ulin (Eusideroxylon
zwageri) In-Vitro. Jurnal Pemuliaaan Tanaman Hutan. 3(1).
Sinta, M,M., I. Riyadi., Sumaryono. 2014. Identifikasi dan pencegahan
kontaminasi pada kultur cair sistem perendaman sesaat. Menara
Perkebunan. 82 (2).
Stepanus, Daniel., Supriadi., dan Sarifuddin. 2013. Survei dan Pemetaan Status
Hara Tembaga dan Boron Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Hutabayu
Raja. Jurnal Online Agroekoteknologi. .2 (1): 64-71
Suliansyah, Irfan. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bandung: Leutikaprio.
Yadav, Kuldeep,Narender Singh and Sharuti Verma. 2012. Plant tissue culture: a
biotechnological tool for solving the problem of propagation of
multipurpose endangered medicinal plants in India. Agricultural
Technology 8(1).
LAMPIRAN