Anda di halaman 1dari 31

I.

KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses
infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing
(misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan
reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan
infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis
dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
(Siregar, 2004)
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.
(Morison, 2003)
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik mata, yang kemudian
pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis,
meninggalkan jaringan parut yang kecil.
(Underwood, 2000)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah suatu infeksi
kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda asing
(misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang
merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih
yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.

Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan


pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar
yang disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran
darah.

Abses renal adalah infeksi lokal dikorteks ginjal. Biasanya hal ini berkaitan
dengan Pielonefritis atau UTI akibat enterobactactiaceaeu, atau berasal dari
infeksi hematogen (biasanya stafilokokus). Pasien mungkin memiliki
riwayat bisul atau karbunkel sebelumnya.
(Brunner & Suddarth, 2002: 1438)
Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Biasanya ia
terjadi pada korteks ginjal ataupun di medula.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Abses_Ginjal)
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi ginjal dan saluran kemih
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan
banyak fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai
organ ekskresi dan pengatur kesetimbangan cairan dan asam basa
dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing
di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak
retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal
tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika
urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine
ke lingkungan luar tubuh.

Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal
sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12),
sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2
(kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan

adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat


bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:


a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis

renalis,

disebut

juga

piala

ginjal,

yaitu

bagian

menghubungkan antara calix major dan ureter.


j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

yang

Unit

fungsional

ginjal

disebut

nefron.

Nefron

terdiri

dari

korpus

renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus


proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus
pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu
arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler
peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron
dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus
renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit
saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta
medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh
darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah

memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri


sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu
segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis
ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil


penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica
urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing
satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas
major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter
berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara
ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical
mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat
beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis
renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria.
Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca


communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan
ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus,
serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.
Vesica urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk
selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui
mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic
floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian
usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas
tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga
permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi
(anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria
terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum
vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae
merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium

kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan
persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.
Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan
n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui
n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi
sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra
pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot
sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan
bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal
inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
a. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.
sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.
Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
b. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding
bagian lainnya.
c. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis

melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh


m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).
d. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis.
Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm)


dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra
akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina
opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah
kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif.

C. Etiologi
Abses ginjal bisa disebabkan oleh bakteri yang berasal dari suatu infeksi
yang terbawa ke ginjal melalui aliran darah atau akibat suatu infeksi saluran
kemih yang terbawa ke ginjal dan menyebar ke dalam jaringan ginjal. Abses
dipermukaan gnjal (abses perinefrik) hampir selalu disebabkan oleh
pecahnya

suau

abses

didalam

ginjal,

yang

menyebarkan

infeksi

kepermukaan dan jaringan disekitarnya.

D. Klasifikasi
Menurut Basuki B Purnomo, abses ginjal dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Abses Korteks Ginjal/Karbunken ginjal
Umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman stafilokokus
aureus yang menjalar secara hematogen dari fokus infeksi diluar sistem
saluran kemih (antara lain kulit).
2. Abses Kortiko-medular

Merupakan penjalaran infeksi secara ascending oleh bakteri E.coli,


proteus, atau Klebsiella spp
E. Patofisiologi
Jika bakteri masuk kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut,
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh disekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas. Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut.

Pathway

Bakteri gram positif


(staphylococcus aureus Streptococcus mutans)
Mengelurakan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase
Metusak jembatan antar sel
Transpor nutrisi antar sel terganggu
Jaringan rusak/mati/nekrosis
Media bakteri yang baik
Jaringan terinfeksi

reaksi peradangan
peradangan

demam

Sel darah putih mati


Jaringan menjadi abses dan berisi pus

pembedahan

Pecah

luka insisi

Resiko infeksi

nyeri

Nyeri
hipertermi

F. Tanda dan Gejala


a. demam, menggigil.
b. nyeri di punggung sebelah bawah
c. nyeri ketika berkemih, air kemih mengandung darah (kadang-kadang).

G. Pemeriksaan Dagnostik
a. Gambaran Radiologi
Jika terjadi satu atau lebih abses kecil dalam parenkim, maka biasanya tidak
ditemukan gambaran Rontgen yang khas. Tapi jika abses kecil ini bersatu
membentuk suatu abses besar atau karbunkel, maka pada foto polos akan
tampak

pembesaran

ginjal,

dengan

gambaran

lemak

perirenal

di

daerah tersebut suram.


Pada keadaan ini jangan dikerjakan pielografi retrograde. Sedangkan
pemeriksaan pielografi intravena pada keadaan ini baru berarti jika fungsi
ginjal cukup untuk memperlihatkan sistem kalik.
Ditemukan kompresi perpindahan letak atau obliterasi kalik-kalik yang
disebabkan oleh abses

Gambar abses di ginjal kiri : terlihat air pockets di ginjal kiri.

Gambar menunjukkan mass yang besar di ginjal kiri dengan kantung udara
multiple dan tidak adanya fungsi parenkim ginjal.

b. CT Scan abses ginjal


Bercak-bercak daerah segitiga pada fungsi ginjal yang menurun memancar
ke dalam zona (daerah) fungsi ginjal yang normal. Beberapa dari daerah
parenkim ginjal yang hipofungsi tersebut muncul sebagai daerah-daerah
seperti garis yang memancar. Abses ginjal yang fokal, besar, dan terlihat
berupa massa berdensitas rendah. Abses-abses kecil akan menambah
(enhanced ) kontras.
c. Pemeriksaan urinalisis
Menunjukkan adanya piuria dan hematuri, kultur urine menunjukkan
kuman penyebab infeksi, sedangkan pada pemeriksaan darah terdapat
leukositossi dan laju endap darah yang meningkat.
d. Pemeriksaan ultrasonografi
Menunjukkan adanya cairan abses, tetapi pemeriksaan ini sangat
tergantung pada kemampuan pemeriksa.
e. Pemeriksaan CT scan
Dapat menunjukkan adanya cairan nanah.
H. Penatalaksanaan
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut

harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya
perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat
analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila
abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap
nanah yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan
abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan resiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan
terakhir yang perlu dilakukan.
Apabila disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.
Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin
(MRSA) yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain :
clindamycin, trimethoprim-sulfaethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan
tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak
mampu masuk kedalam abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak
dapat bekerja dalam Ph yang rendah.
I. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar
atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif. Pada
sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga

tindakan

medis

secepatnya

diindikasikan

ketika

terdapat

kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi


yang fatal.
J. Epidemiologi
Amerika Serikat insiden abses ginjal berkisar 1-10 kasus per 10.000
penerimaan rumah sakit. Dengan tingkat kematian 1,5% sampai 15%. 75%

kasus terjadi pada laki-laki. Meskipun pada perempuan memiliki tingkat


resiko yang sama tergantung faktor predisposisi.
K. Etik Legal
1. Semua tindakan membuat klien untuk menjadi lebih baik dan tidak
membahayakan diri klien.
2. Melakukan tindakan terbaik untuk klien dan keluarga
3. Menatalaksanakan keadilan
4. Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien

L. Peran advokasi Perawat


Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang yang memenuhi kualifikasi sehingga dibenarkan mempunyai
kedudukan dalam suatu system pelayanan kesehatan (Pusdiknakes,1989),
menurut Doheney (1992) peran perawat terdiri dari:
1. Care giver/pemberi pelayanan
a. Memperhatikan individu dalam konteks sesuatu kebutuhan klien.
b. Perawat menggunakan nursing proses untuk mengidentifikasi diagnosa
keperawatan, mulai dari masalah fisik (fisiologis) sampai masalah
psikologis.
c. Peran utama adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnose
keperawatan yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana
sampai dengan komplek.
2. Clien advocate/pembela pasien
Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasi

informasi

dari

berbagai

pemberi

pelayanan

dan

memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil prsetujuan


(inform consent) atas tidakan keperawatan yang diberikan.
3. Consellor/konseling
a. Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat sakitnya.

b. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan


metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
c. Konseling diberikan kepada individu atau keluarga

dalam

mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa


lalu.
d. Pemecahan masalah difokuskan pada masalah mengubah perilaku
hidup sehat (perubahan pola interaksi)
4. Educator /pendidik
a. Peran ini dilakukan pada klien, keluarga, tim kesehatan lain baik secara
spontan (saat interaksi) maupun secara disiapkan.
b. Tugas perawat adalah membantu mempertinggi k. pengetahuan dalam
upaya meningkatkan kesehatan, gejala penyakit sesuai kondisi dan
tindakan yang spesifik.
c. Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam Nursing care
Planning.
5. Coordinator/koordinator
Peran perawat adalah mengarahkan , merencanakan, mengorganisasikan
pelayanan dari semua tim kesehatan. Karena klien menerima banyak
pelayanan dari banyak profesional misalnya nutrisi maka aspek yang harus
diperhatikan adalah jenis, jumlah, komposisi, persiapan, pengelolaan, cara
memberikan, monitoring, motivasi edukasi dan sebagainya.
6. Collaborator/kolaboras
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya
berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk
tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, memberi
dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai profesional
pemberi pelayanan kesehatan.
7. Consultan/konsultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien dan
informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini
dapat dikatakan keperawatan adalah sumber informasi yang berkaitan
dengan kondisi spesifik klien.
8. Change agent/perubah

Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis


dalam hubungan dengan klien dan cara pemberian keperawatan kepada
klien.

II.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan,
oksigen, dan lain-lain.
b. Breathing
Dyspnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
c. Circulation
Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama jantung, bunyi nafas
ronchi, kuku pucat atau sianosis, edema.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri, gelisah
b. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urine berwarna pekat
c. Integritas ego
Ansietas, stres, marah, takut, mudah tersinggung
d. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB secara
signifikan
e. Hygiene
Keletihan selama aktivitas perawatan diri, penampilan kurang
f. Neurosensori
Kelemahan, pusing, letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut kronik, nyeri abdomen, gelisah
h. Interaksi sosial
Penurunan aktivitas yang biasa dilakukan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri


berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, pasien rileks, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
a. Observasi TTV, lokasi dan intensitas nyeri
b. Berikan lingkungan yang nyaman
c. Dorong pasien menggunakan teknik manajemen relaksasi
d. Berikan obat analgetik
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hipertermi
dapat teratasi
Kriteria hasil : suhu tubuh pasien dalam batas normal
Intervensi :
a. Observasi TTV terutama suhu tubuh pasien
b. Lakukan kompres hangat
c. Anjurkan klien banyak minum, minimal 8 gelas/hari
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
3. Resiko infekai berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak timbul adanya
tanda dan gejala infeksi
Kriteria hasil : tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungsiolaesa serta
terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah infeksi
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda infeksidan peradangan
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cuci tangan yang baik
c. Pertahankan teknik aseptik
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

SATUAN ACARA PENYULUHAN


(SAP)

Tema

: Penatalaksanaan pada pasien Abses ginjal

Sub Tema

: Terapi kompres hangat pada pasien Abses ginjal

Sasaran

: Tn. X dan keluarganya

Tempat

: Di rumah sakit X

Hari/Tanggal : Selasa, 30 Oktober 2012


Waktu

: 30 Menit

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Tn. X dan keluarganya
dapat mengetahui tentang terapi kompres hangat pada pasien Abses ginjal.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Tn. X dapat:
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan terapi kompres hangat
2. Menyebutkan tujuan terapi kompres hangat
3. Menjelaskan prosedur terapi kompres hangat
C. Materi
1. Pengertian terapi kompres hangat
2. Tujuan terapi kompres hangat
3. Prosedur terapi kompres hangat
D. Metode
Ceramah & diskusi
E. Kegiatan Penyuluhan

No

Kegiatan

Penyuluh

Peserta

Waktu

1.

Pembukaan

Salam pembuka
Menyampaikan

Menjawab salam
tujuan
Menyimak
5 Menit

penyuluhan

2.

Kerja/ isi

Penjelasan
tujuan,

Pengertian,

dan

prosedur

perhatian

terapi kompres hangat

3.

Penutup

Memberi

peserta untuk bertanya


Menjawab pertanyaan

Evaluasi

kesempatan

Menyimpulkan
Salam penutup

Mendengarkan dengan penuh

Menanyakan

belum jelas
Memperhatikan jawaban dari

penceramah
Menjawab pertanyaan

Mendengarkan
Menjawab salam

F. Media
Leaflet : Terapi kompres hangat pada pasien Abses ginjal

hal-hal

yang

20 menit

5menit

G. Sumber/ReferensI
http://id.scribd.com/doc/95651643/ABSES-GINJAL
H.

Evaluasi
Formatif

1. Klien dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan terapi kompres hangat
2. Klien dapat menyebutkan tujuan terapi kompres hangat
3. Klien dapat menjelaskan prosedur terapi kompres hangat
Sumatif :
Klien dapat memahami tentang terapi kompres hangat pada pasien Abses ginjal

Yogyakarta, 28 Oktober 2012


Pembimbing,

Penyuluh,

Fransisca Winandari

JURNAL

Terapi aspek abses ginjal.


(PMID: 11.512.456)
Abstrak
Kutipan
BioEntities
Related Articles
Bacha K, M Miladi, Ben Hassine L, M Hajri, Tanazaghti F, Ayed M
Layanan d'Urologie, Hpital Charles Nicolle, Boulevard du 9 avril, Tunis, Tunisie.
khaled-bacha@webmails.com
Progres en Urologie: Journal de L'Association Francaise D'Urologie et de la Societe
Francaise D'Urologie [2001, 11 (3) :444-449]
Tipe: Jurnal Pasal, Inggris Abstrak (lang: fre)

Abstrak Sorot Ketentuan


Penyakit (2)
PENDAHULUAN: Abses ginjal sering menimbulkan masalah terapi. Berdasarkan
pengalaman mereka dan kajian literatur, penulis mengusulkan sebuah pabrik
pengolahan untuk abses ginjal. BAHAN DAN METODE: Para penulis melaporkan 50
kasus abses ginjal diobati antara Januari 1988 dan September 1999 di Departemen
Urologi dari Charles Nicolle di Tunis Rumah Sakit. Diameter abses adalah kurang dari
atau sama dengan 4 cm dalam 19 kasus, antara 4 dan 10 cm di 29 kasus dan lebih besar
dari 10 cm dalam 2 kasus. USG ginjal dan urografi intravena merupakan bagian integral

dari penilaian awal morfologi. Semua pasien diobati dengan antibiotik intravena untuk
durasi rata-rata 28 hari. Pelengkap perkutan drainase abses ini diindikasikan dalam 25
pasien. Pembedahan diindikasikan pada 13 pasien di hadapan koleksi perirenal besar
atau sepsis berat, atau kegagalan berikut drainase perkutan.

HASIL: Antibiotik saja yang diusulkan hanya dalam 17 pasien dengan abses kurang
dari 4 cm diameter dan 90% dari pasien tersebut sembuh. Percutaneous pengobatan
dilakukan pada 25 pasien dengan tingkat keberhasilan 80%, sedangkan pasien lainnya
menjalani operasi terbuka. Satu pasien meninggal setelah operasi dalam konteks syok
septik meskipun nephrectomy penyelamatan. Para pasien lain memiliki hasil yang
menguntungkan.
KESIMPULAN: Pengobatan abses ginjal didasarkan pada antibiotik sendiri atau
dikombinasikan dengan perkutan atau prosedur drainase bedah tergantung pada ukuran
abses dan kursus klinis.

RADANG TESTIS (ORCHITIS)

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Orchitis ( orkitis ) adalah infeksi pada salah satu atau kedua testis (buah zakar)
sehingga mengalami peradangan.
Orkhitis merupakan suatu inflamasi testis (kongesti testikular), yang biasanya
dapat disebabkan oleh factor-faktor pyogenik, virus, spiroseta, parasit,
traumatis, kimia, atau factor yang tidak dapat diketahui.
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian
besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun virus lain dan
bakteri juga dapat menyebabkan orchitis.
2. Etiologi
Orchitis dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri, missal: Escheria coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa. Orchitis juga dapat
disebabkan oleh virus, terutama virus gondangan. Orchitis sering dihubungkan
dengan infeksi prostate atau epididimis, serta manifestasi dari penyakit menular
seksual.
a. Factor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit
menular seksual adalah:
1) Immunisasi gondongan yang tidak adekuat
2) Infeksi saluran kemih berulang
3) Kelainan saluran kemih
b. Factor resiko untuk orchitis yang berhubungan dengan penyakit
menular seksual adalah:
1) Berganti-ganti pasangan
2) Riwayat penyakit menular seksual pasangan
3) Riwayat gonorhae atau penyakit menular seksual lainnya

3. Epidemiologi

Kejadian diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki. Dalam orchitis gondong, 4


dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih muda dari 10 tahun).
Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan dengan epididimitis
(epididymo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-laki yang aktif secara seksual
lebih tua dari 15 tahun atau pada pria lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi
prostat jinak (BPH).
Di Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan gondong
berkembang orchitis. Kondisi ini jarang terjadi pada laki-laki postpubertal
dengan gondong.

4. Manifestasi Klinik
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

5.

Pembengkakan skrotum
Testis yang terkena terasa berat
Demam
Dari penis keluar nanah
Nyeri ketika berkemih (disuria)
Nyeri ketika melakukan hubungan seksual atau ketika ejakulasi
Nyeri selangkangan
Semen mangandung darah

Patofisiologi
Orchitis dapat disebabkan oleh bakteri, parasit namun virus adalah penyebab
orchitis yang paling sering. Penyebarannya melalui hematogen, biasanya
dimulai secara unilateral pada bagian bawah epididmis, infeksi dapat menyebar
melalui fenikulus spematikus menuju testis. Penyebaran selanjutnya melibatkan
epididimis kandung kemih, ginjal dan testis.
Kemudian kemunculan tanda dan gejala berkisar dari ketidakmampuan dan
ketikanyamanan dari testikuler dan edema sehingga terjadinya nyeri testikuler
yang parah dan terbentuknya edema dalam waktu sekitar 4 hingga 6 hari.

Orchitis parotiditis adalah infeksi virus yang paling sring dilihat. Pada laki-laki
biasanya terjadi kerusakan tubulus seminiferus dengan resiko infertilitas dan
pada

beberapa

kasus

terdapat

kerusakan

sel-sel

yang

menyebabkan

hipogonadisme defisiensi testosteron.

6.

Pemeriksaan Diagnostik
a.
b.
c.
d.
e.

7.

Analisa air kemih


Pembiakan air kemih
Tes penyairngan untuk klamidia dan gonore
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan kimia darah

Penatalaksanaan
Jika penyabab orchitis adalah bakteri, virus atau jamur, maka terapi diarahkan
pada organisme spesifik yang menginfeksi. Selebihnya evaluasi skrotum,
kantung es untuk mengurangi edema skrotum, antibiotic, analgesic, dan
medikasi anti-inflamasi dilakukan.

8. Komplikasi
a. Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat
atrofi testis.
b. Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
c. Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
d. Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah
e.
f.
g.
h.

untuk mengurangi tekanan dari tunika.


Abscess scrotalis
Infark testis
Rekurensi
Epididymitis kronis

i. Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian


sebenarnya yang didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam
kualitas sperma biasanya hanya sementara.
j. Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang
disebabkan oleh gangguan saluran epididymal yang diamati pada laki-laki
penderita epididymitis yang tidak diobati dan yang diobati tidak tepat.
Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik, palpasi skrotum, ukuran dan warna.
b. Kaji lokasi skrotum dan ada tidaknya nyeri
c. Monitor tanda dan gejala
2. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan edema pada testis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri hilang atau
berkurang
Kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri berkurang atau hilang
2) Pasien dapat lebih rileks
3) Mampu tidur atau istirahat dengan tenang

Intervensi

Rasional

Catat lokasi, lamanya intensitas nyeri,


perhatikan tanda-tanda nonverbal

Membantu

mengevaluasi

tempat

obstruksi, genetalia sehubungan dengan


pembuluh darah yang menyuplai area.
Nyeri

tiba-tiba

dan

hebat

dapat

mencetuskan katakutan, gellisah dan


lain-lain
Jelaskan

penyabab

nyeri

dan

melaporkan ke staf atas perubahannya

Memberikan
pemebrian

kesempatan

analgesic

sesuai

untuk
waktu,

meningkatkan kemampuan koping pasien


dan dapat menurunkan ansietas
Berikan tindakan nyaman; tinggikan
skrotum

dengan

pengalas,

berikan ketegangan otot, membantu dalam fase

kompres hangat
Menganjurkan pasien menggunakan
teknik napas dalam

Meningkatkan relaksasi, menurunkan


dilatasi.
Meningkatkan

relaksasi

menurunkan ketegangan.

b. Hipertermi berhubungan dengan adanya iinflamasi

dan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, hipertermi teratasi


Kriteria hasil :
1) Menurunkan suhu tubuh kebatas normal
2) Mempertahankan suhu tubuh normal
3) Pasien lebih rileks dan tidak gelisah

Intervensi

Rasional

Kaji suhu tubuh setiap jam dan


sepenuhnya

Dapat mengontrol dan mengontrol dan


mengetahui perubahan suhu, evaluasi,
interverensi

Kaji factor lingkungan dan perilaku


yang dapat menyebabkan hipertermia

Hipertermia dapat diperburuk oleh


lingkungan

atau

perilaku

tidak

mendukung
Anjurkan

kilen

banyak

minum.

Hipertermia

menyebabkan

Anjurkan pentingnya pemasukan cairan peningkatan haluan cairan melalui kulit


selama panas

dan

keringat,

kebutuhan

cairan

meningkat secara fisiologis


Lakuakan kompres air hangat

Dapat membatu terjadinya vasodilatasi

c. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah disfungsi seksual
teratasi
Kriteria hasil :
1) Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
2) Menyatakan pemahaman situasi individual

Intervensi
Berikan

Rasional
keterbukaan

pada

pasien/

Ansietas

dapat

mempengaruhi

orang terdekat untuk membicarakan kemampuan untuk menerima informasi


tentang masalah inkontensia dan fungsi yang diberikan sebelumnya
seksual
Berikan

informasi

akurat

tantang

harapan kembalinya fungsi seksual

Edema dan infeksi skrotum data


menyebabkan terganggunya aktivitas
seksual dan harapan kembali apabila
edema dan infeksi dapat teratasi

Berikan lingkungan yang terbuka pada

Meningkatkan

saling

menghargai

pasien untuk mendiskusikan masalah kenyakinan atau nilai tentang subjek


seksualitas
Kolaborasi : rujuk ke penasehat seksual
sesuai indikasi

sensitif
Masalah menetap atau tidak teratasi
memerlukan interverensi professional

Anda mungkin juga menyukai