Anda di halaman 1dari 7

Nama

: Siti Ichuwa Ningrum M.

NRP : 2315 105 002


PENDAHULUAN
Krisis minyak bumi yang terjadi saat ini mendorong perkembangan
usaha dalam pencarian bahan bakar sintetik. Perhatian saat ini tertuju pada
sintesis Fischer-Tropsch yang merupakan teknologi untuk memproduksi BBM
dari gas sintesis hasil gasifikasi biomassa, gas alam, atau batubara. Reaksi
sintesis Fischer-Tropsch merupakan reaksi katalitik. Katalis komersial
Fischer-Tropsch sendiri umumnya berbasis logam Fe dan Co. Ketersediaan
bahan baku katalis ini melimpah di Indonesia. Di samping itu, Indonesia
juga memiliki sumber daya biomassa, gas alam, dan batubara yang cukup
banyak untuk melangsungkan proses Fischer-Tropsch. Oleh karena itu,
penelitian

mengenai

sintesis

Fischer-Tropsch

perlu

dikembangkan

di

Indonesia.
PENGERTIAN PROSES FISCHER TROPSCH
Proses Fischer-Tropsch adalah reaksi katalisasi kimia pada sintesis gas,
dimana senyawa hidrokarbon disintesis melalui pencampuran hidrogen dan
karbon monoksida melaui permukaan logam transisi. Pada proses FischerTropsch ini dapat mengkonversi berbagai macam bahan bakar menjadi
hidrokarbon cair dalam berbagai bentuk.
FISCHER TROPSCH BIOMASSA
Biomassa adalah sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan,
karena gas-gas emisi yang berasal dari penggunaan biomassa akan diserap
oleh

biomassa

lain

yang

baru

tumbuh,

apabila

manajemen

siklus

pertumbuhannya dikelola dengan baik. Selain itu, biomassa memiliki


kemungkinan untuk dikonversi menjadi bahan bakar kendaraan. Etanol,
metanol, dan hidrokarbon sintetik dapat diproduksi dari biomassa dan hasil
produksinya sangat mungkin dimanfaatkan untuk sektor transportasi.
Setelah produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi dilakukan,
cendekiawan-cendekiawan

dunia

tidak

berhenti

dalam

upaya

memanfaatkan biomassa menjadi bahan bakar cair. Biodiesel BTL (Biomass


To Liquid) merupakan teknologi lanjutan (sering disebut dengan biodiesel

generasi kedua) dari penciptaan bahan bakar berbasis biomassa. Teknologi


BTL pada dasarnya terdiri atas dua proses, proses pencairan tidak langsung
dimulai dengan reaksi reformasi/gasifikasi bahan baku menjadi gas sintesis
(campuran gas hidrogen dan karbon monoksida), diikuti dengan sintesis
Fischer-Tropsch (F-T) dari gas sintesis menghasilkan minyak sintesis
(syncrude), dan upgrading minyak sintesis menjadi bahan bakar sintesis
seperti diesel (solar) sintesis yang dikenal sebagai F-T diesel, liquefied
petroleum gas (LPG), kerosin dan naftalen. F-T liquid memiliki keunggulan,
yaitu hampir bebas dari kandungan sulfur (< 5 ppm), rendah kandungan
aromatik (< 1 persen), biodegradable, tidak beracun, dapat digunakan
tanpa modifikasi infrastruktur, dan memiliki emisi polutan yang rendah.
Teknologi BTL ini dimulai dengan melakukan perlakuan awal terhadap
biomassa yang digunakan sebagai umpan. Perlakuan awal ini mencakup
pengecilan ukuran dan pengeringan yang dilakukan dalam sebuah rotary
dryer. Panas yang diperlukan pada proses pengeringan ini diperoleh dari
panas sensibel gas buang. Selanjutnya adalah proses gasifikasi biomassa.
Gasifikasi biomassa adalah proses bertemperatur tinggi (600-1000C)
untuk mendekomposisi hidrokarbon dalam biomassa menjadi molekulmolekul gas yang terutama terdiri dari hidrogen, karbon monoksida, dan
karbon dioksida. Pada banyak kasus, proses gasifikasi juga menghasilkan
arang, tar, serta metanol, air, dan berbagai molekul dan senyawa lainnya.
Konversi biomassa menjadi gas sintesis secara umum melibatkan dua
proses. Proses pertama adalah pirolisis. Pirolisis melepaskan gas-gas
terbang yang terkandung dalam biomassa pada temperatur di bawah
600C melalui serangkaian reaksi yang kompleks. Proses berikutnya adalah
konversi arang.
FISCHER TROPSCH BATUBARA
Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara
pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan
proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans
Tropsch.
Prosesnya dimulai dengan membuat gas sintetis yaitu gas H 2 atau
hidrogen dan gas CO atau karbon monoksida. Gas H 2 mudah terbakar dan
1

gas CO sangat beracun, tapi tidak perlu khawatir karena semuanya


dikontrol dalam bejana tertutup. Pembuatan gas diawali dengan membakar
batubara dengan gas oksigen bukan udara supaya lebih efisien. Batu bara
akan membara berwarna merah kemudian dimasukkan uap air, jika mulai
padam dialirkan lagi oksigen dan seterusnya. Maka akan dihasilkan
campuran gas yang kemudian dimurnikan seperti terjadi di banyak industri
kimia. Selanjutnya diperoleh syngas yaitu H 2 dan CO yang siap direaksikan
menjadi molekul yang lebih tinggi dan banyak dibutuhkan.
Dimulai dari peneliti Jerman pada awal tahun 1920-an berhasil
mereaksikan
Selanjutnya

gas

tersebut

katalis

ini

menjadi

dikenal

metanol

dengan

dengan

Fischer

katalis

Tropsch

ZnCrO.

(FT).

Pada

perkembangannya katalis ini dapat dipergunakan untuk memproduksi


berbagai bahan kimia mulai dari gas metana, alkana, alkena, metanol dan
alkohol tinggi. Modifikasi katalis tanpa mempergunakan bahan promotor
menghasilkan bahan tanpa mengandung oksigen seperti alkana, alkena
yang berguna sebagai bahan bakar otomotif. Pada tekanan dan suhu tinggi
akan diperoleh rantai molekul panjang seperti lilin yang kemudian dapat
direngkah menjadi lebih kecil sebagai bahan bakar otomotif, bahan plastik,
dan bahan petrokimia.
PROSES FISCHER TROPSCH PADA INDUSTRI
Proses pembuatan syngas sudah banyak dipergunakan di pabrik-pabrik
pupuk di Indonesia. Proses pemurnian gas banyak dilakukan di kilang
Pertamina. Proses mempergunakan katalis Fischer-Tropsch juga telah
dipergunakan untuk produksi metanol di pulau Bunyu. Maka dengan
merubah macam katalis, suhu, dan tekanan, secara teori akan dapat
memproduksi bahan bakar yang lebih bersih dibanding bahan bakar alam
seperti bensin, solar, minyak tanah seperti yang kita pergunakan sekarang.
Namun demikian praktek dilapangan sering menjumpai banyak
masalah yang timbul, dan diperlukan perusahaan yang berpengalaman
untuk mengoperasikan seperti SASOL maupun CHEVRON. Sehingga Cina
yang telah mempunyai teknologi masih memerlukan kerjasama dengan
SASOL dan tidak lama lagi kemampuan tersebut akan segera dikuasainya.

Batubara muda merupakan alternatif yang baik terutama batubara


muda yang mempunyai kandungan air hingga 35%, yang tidak ekonomis
untuk diangkut dan diperdagangkan. Batubara keberadaannya hampir
merata dibanding dengan sumber minyak bumi. Gas metan memang lebih
mudah untuk dipergunakan pada proses FT, namun gas ini telah
mempunyai harga mahal. Bahkan gas ini dapat pula diproduksi dari batu
bara dengan proses FT memerlukan biaya 3-3,5 USD per MMBtu,
bandingkan dengan harga gas alam jenis yang sama mempunyai harga
bisa dua kali lipat.
URAIAN PROSES FISCHER TROPSCH
Reaktan awal (sintesis gas) yang digunakan dalam proses FischerTropsch adalah gas hidrogen (H2) dan karbon monoksida (CO). Bahan kimia
ini biasanya dihasilkan oleh salah satu dari dua metode:
1) Sebagian pembakaran dari hidrokarbon:
CnH(2n+2) + nO2 (n+1)H2 + nCO
Dimana n=1 (metan), sehingga persamaannya menjadi:
2CH4 + O2 4H2 + 2CO
2) Gasifikasi batubara, biomassa, atau gas alam:
CHx + H2O (1+0.5x)H + CO
Nilai "x" tergantung pada jenis bahan bakar. Misalnya, gas alam yang
mempunyai kandungan hidrogen yang lebih besar (untuk x = 5 x = 3) dari
batu bara (x > 2).
Energi yang diperlukan untuk reaksi endotermik Ini biasanya dihasilkan
secara eksotermik dari pembakaran oksigen dan hidrokarbon.
Campuran karbon monoksida dan hidrogen disebut sintesis gas atau
syngas.

Produk

hidrokarbon

menghasilkan

produk

murni

untuk

memproduksi bahan bakar sintetis. Karbon monoksida (CO) dan karbon


dioksida (CO2) dihasilkan dari sebagian oksidasi bahan bakar batu bara dan
kayu. Manfaat dari proses ini terutama perannya dalam memproduksi
cairan hidrokarbon dari bahan baku padatan, seperti batu bara atau karbon
padat yang berisi dari berbagai jenis limbah. Pirolisis non-oxidatif dari
material padat menghasilkan syngas yang dapat digunakan langsung
sebagai bahan bakar tanpa melalui transformasi Fischer-Tropsch. Proses
Fischer-Tropsch dapat diterapkan jika cairan minyak bumi yang diperlukan
seperti bahan bakar, pelumas, atau lilin.
Banyak metode gasifikasi yang tersedia untuk memproduksi gas
sintesis. Metode-metode ini akan menghasilkan komposisi gas sintesis yang
3

beraneka-ragam yang mana variasi perbandingan CO dengan H 2 dapat


tercapai. Gas sintesis yang diproduksi oleh metode yang berbeda akan
mengandung pengotor yang berbeda-beda. Pengotor ini selanjutnya akan
mempengaruhi proses yang akan berlangsung dalam reaktor FischerTropsch berkaitan dengan racun katalis sehingga diperlukan pencucian gas
sintesis.
Gas sintesis yang dihasilkan dari proses gasifikasi mengandung
kontaminan yang berbeda-beda seperti partikulat, tar, alkali, H 2S, HCl, NH3,
dan HCN. Kontaminan ini akan menurunkan aktivitas pada sintesis FischerTropsch karena akan meracuni katalis. Sulfur adalah racun yang tidak dapat
dihilangkan dari katalis yang mengandung kobalt dan besi karena sulfur
akan melekat pada sisi aktif katalis. Selain sulfur, tar yang dihasilkan pada
proses gasifikasi dapat menimbulkan kerak pada peralatan dan memasuki
pori pada penyaring ketika terkondensasi. Untuk menghindari terjadinya
hal-hal tersebut, tar harus berada di bawah titik embunnya pada tekanan
operasi sintesis Fischer-Tropsch. Oleh karena itu, tar sebaiknya direngkah
menjadi hidrokarbon dengan rantai yang lebih pendek.
Setelah mengalami gasifikasi, gas sintesis akan diproses dalam reaktor
sintesis Fischer-Tropsch. Namun, kualitas gas sintesis hasil gasifikasi belum
memenuhi persyaratan dilangsungkannya sintesis Fischer-Tropsch, karena
itu perlu dilakukan pengkondisian terlebih dahulu. Gas sintesa hasil
gasifikasi memiliki rasio H2/CO sekitar 0.6-0.8, sedangkan sintesis FischerTropsch membutuhkan rasio tersebut sekitar 2. Karenanya, gas sintesa
akan mengalami shift reaction untuk menambahkan H2 hingga memenuhi
persyaratan

berlangsungnya

sintesis

Fischer-Tropsch.

Shift

reaction

berlangsung dengan mekanisme sebagai berikut.


CO + H2O CO2 + H2
Katalis yang digunakan dalam shift reaction adalah Fe 3O4 atau logamlogam transisi yang lain. Reaksi ini sangat sensitif terhadap temperatur
dengan

kecenderungan

bergeser

ke

arah

reaktan

jika

temperatur

dinaikkan.
Reaksi Fischer-Tropsch menghasilkan hidrokarbon dengan panjang
rantai yang bervariasi. Saat ini, reaksi ini dioperasikan secara komersial
oleh Sasol di Afrika Selatan (dari gas sintesis batubara) dan Shell di
Malaysia (dari gas sintesis gas alam). Selektivitas cairan yang tinggi sangat
diharapkan untuk mendapatkan jumlah maksimum dari hidrokarbon rantai
4

panjang. Perolehan C1-C4 akan menurun seiring dengan meningkatnya


selektivitas C5+. Keberadaan C1-C4 pada offgas dapat digunakan secara
efisien pada turbin gas sebagai pembangkit listrik.
Proses F-T umumnya beroperasi pada rentang tekanan dan temperatur
sebesar 20-40 bar dan 180C - 250C. Semakin tinggi tekanan parsial H2
dan CO akan memberikan selektivitas yang semakin tinggi untuk C5+.
Banyaknya inert pada syngas akan menurunkan tekanan parsial H 2 dan CO
dan menurunkan selektivitas C5+.
Jika produk akhir yang diinginkan

adalah

diesel,

produk

F-T

memerlukan hydrocracking. Hidrogen ditambahkan untuk memutuskan


ikatan rangkap setelah F-T-liquid direngkah secara katalitik dengan
menggunakan hidrogen. Produk F-T telah seluruhnya bersih dari sulfur,
nitrogen, nikel, vanadium, asphaltene dan aromatik yang selama ini
ditemukan dalam produk pengilangan minyak bumi. F-T diesel dengan
angka cetane yang sangat tinggi juga dapat digunakan sebagai komponen
blending untuk meningkatkan kualitas solar pada umumnya. Produk cair
dari sintesa Fischer-Tropsch ini sangat sesuai untuk digunakan pada
kendaraan dengan fuel cell.
KATALIS YANG DIGUNAKAN UNTUK PROSES FISCHER TROPSCH
Berbagai katalis dapat digunakan untuk proses Fischer-Tropsch, namun
yang paling umum digunakan adalah logam transisi seperti kobalt, besi,
dan ruthenium. Nikel juga dapat digunakan, tetapi cenderung membentuk
metana. Kobalt kelihatannya katalis yang paling aktif, walaupun besi juga
cukup baik dan lebih cocok untuk sintesis gas berhidrogen rendah seperti
yang berasal dari batu bara karena reaksi promosi konversi udara-gas. Di
samping

katalis

logam

aktif

yang

biasanya

mengandung

sejumlah

promoter, termasuk kalium dan tembaga, serta tinggi daerah permukaan


yang mendukung seperti silika, alumina, atau zeolit.
Tidak seperti logam lain yang digunakan pada proses ini (Co, Ni, Ru)
yang tetap dalam bentuk logam selama proses sintesis, katalis besi
cenderung membentuk beberapa tahap reaksi kimia, termasuk berbagai
besi oksida dan besi karbida selama reaksi. Kontrol dari transformasi fase
ini merupakan tahap penting dalam menjaga aktivitas katalis dan
mencegah dari gangguan partikel katalis.
Katalis Fischer-Tropsch dikenal sangat peka terhadap keberadaan
senyawa belerang yang bersifat racun. Sensitivitas dari katalisator belerang
5

lebih tinggi untuk katalisis kobalt daripada daripada besi. Katalis kobalt
lebih diutamakan untuk sintesis Fischer-Tropsch bila bahan bakunya adalah
gas alam yang memiliki aktivitas lebih tinggi dari katalisasi kobalt. Gas
alam memiliki tingkat rasio yang tinggi antara hidrogen dan karbon,
sehingga konversi udara-gas tidak diperlukan lagi untuk katalis kobalt.
Katalis besi adalah pilihan untuk bahan baku berkualitas rendah seperti
batu bara atau biomassa. Sementara katalis besi juga rentan terhadap
keracunan belerang dari batubara dengan yang mengandung belerang
tinggi, maka semakin rendah biaya katalisator dapat mengakibatkan katalis
pada bagian depan reaktor yang ekonomis.

Selain itu, seperti yang

disebutkan sebelumnya, besi dapat mengkatalisasi konversi udara-gas


untuk meningkatkan rasio karbon hidrogen untuk membuat reaksi lebih
baik selektif.
Spesifikasi produk dari FT atau biasa disebut syncrude sangat
tergantung pada temperatur reaksi dan katalis yang digunakan. Pada
temperatur

yang

tinggi

atau

HTFT

(300oC

-350oC),

probabilitas

terbentuknya rantai paraffin yang panjang relatif lebih kecil. Produk-produk


yang ringan lebih banyak terbentuk. Pada temperatur yang rendah atau
LTFT (200oC - 240oC), yang terjadi adalah kebalikannya. Produk-produk yang
berat akan lebih banyak terbentuk.
Katalis yang umum digunakan adalah katalis Cobalt (Co) dan Besi (Fe).
Katalis Co lebih selektif untuk rantai panjang paraffin. Katalis Co ini tidak
mengakomodir reaksi water gas shift (CO + H 2O H2 +CO2). Akibatnya,
katalis Co ini cocok digunakan untuk syngas dengan H2/CO yang tinggi.
Harga katalis Co ini sekitar 230 kali harga katalis Fe.
Katalis Fe mengakomodir reaksi water gas shift (CO + H 2O H2 +CO2).
Pada temperatur yang tinggi dengan katalis Fe, reaksi water gas shift ini
akan berada pada kesetimbangan. Dengan pengaktifan reaksi water gas
shift, maka katalis Fe ini bisa digunakan untuk syngas dengan H2/CO ratio
yang rendah. Dengan demikian, CO yang berlebih bisa diubah (dengan
H2O) menjadi H2 (dan CO2). Katalis Fe ini yang paling murah.

Anda mungkin juga menyukai