PENDAHULUAN
Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisialis dan interstisial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal dan
reaksi terhadap konjuntivitis menahun, dapat juga dari bakteri, jamur atau virus. Yang
menarik perhatian adalah perbedaan presentasi dari pasien, yang memungkinkan perkiraan
diagnosis dari spesialis mata, hal ini menolong dalam menyesuaikan pemberian terapi anti
infeksi.1,2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan
ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini
terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila
terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Infeksi jamur pada kornea atau
keratomikosis merupakan masalah tersendiri secara oftalmologik, karena sulit menegakkan
diagnosis keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup tinggi kemungkinan kejadiannya
sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris dan iklim kita yang tropis
dengan kelembaban tinggi. Setelah diagnosis ditegakkan, masalah pengobatan juga
merupakan kendala, karena jenis obat anti jamur yang masih sedikit tersedia secara
komersial di Indonesia serta perjalanan penyakitnya yang sering menjadi kronis.1,2,3
Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur, Keratomycosis disebut juga keratitis
fungi yang merupakan infeksi jamur yang menyerang kornea, pada bagian anterior dari
pupil.1
INSIDEN
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh Leber, tetapi
baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan dilaporkan,
terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-laporan dari Eropa
dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini
sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
Membrana Descemet
Membran aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat
pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.1
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi
secara difus dari humor aquos dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima
oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata,
sedangkan bagian perifer, menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris
anterior.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1
ETIOPATOGENESIS
Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,
pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa
akantamuba, kekurangan vitamin A atau protein, dan mata kering (karena kelopak mata
tidak menutup secara sempurna dan melembabkan kornea).1
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer. Ulkus kornea sentral dapat
disebabkan oleh Pesudomonas, Streptococcus, virus, jamur dan alergi. Tukak kornea sentral
akibat jamur pada saat sekarang dianggap sangat penting karena insidensnya yang
meningkat. Pemakaian steroid akan menambah kemungkinan berjangkitnya infeksi jamur
pada mata. Tukak kornea akibat jamur berwarna abu abu, kotor, berbentuk sirkuler,
dengan permukaan yang kasard dan meluas secara perlahan lahan disertai rasa sangat
nyeri. Ulkus sedikit menonjol disertai gambaran sebaran infiltrat atau abses seperti satelit
pada abses primer sehingga terdapat gambaran yang disebut sebagai fenomena satelit.
Terlihat penebalan endotel kornea pada ulkus ini.7
Ulkus biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Beratnya
penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar, dan virulensi inokulum. Infeksi
biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur, amuba, dan virus.1 Jamur penyebab ulkus kornea
biasanya oleh karena Aspergillus, Candida, Fusarium, Penicillium yang berkaitan dengan
trauma ( terutama yang melibatkan batang pohon, atau sayuran), pemakaian lensa kontak,
penggunaan steroid topikal, defek epitel yang tidak sembuh, dan keadaan penurunan daya
tahan tubuh. Ulkus ini memiliki karakteristik tertentu yaitu infiltrat satelit, dan plak endotel.
Jamur dapat berpenetrasi hingga ke lapisan membran Descement.1,6Keratitis jamur bisa
terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan atau pada mereka
dengan imunosupresi.1,8
Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan : 2
1) Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.
Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp, Cladosporium spp,
Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp, Curvularia spp, Altenaria spp.
DIAGNOSIS
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien,
dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak
terasa berat. Yang juga harus ditanyakan ialah adanya riwayat trauma, kemasukan benda
asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.
Pemeriksaan fisis
Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya
defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media
refrakta.
Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.
Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea.
Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang tidak spesifik, termasuk didalamnya:
Injeksio konjungtiva
Kerusakan epitel kornea
Supurasi
Infiltrasi stroma
Reaksi pada bilik depan
Hipopion 3
Pemeriksaan penunjang
Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.Untuk melihat adanya
daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea,
sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
Pewarnaan gram dan KOH dan kultur
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus.
Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis
keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya
dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat
dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka
keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan
biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver,
tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential
interference contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea
(metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur
dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.2
Gambaran Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea ditemukan adanya
jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan kornea. Adanya
komponen jamur yang mencapai stroma menunjukkan tingkat virulensi kuman sangat tinggi
dan biasanya berhubungan dengan infeksi yang progresif.3
PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika,
dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. 1 Sampai saat ini pengobatan dengan steroid
masih kontroversi. Secara umum ulkus kornea diobati sebagai berikut :
Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
inkubator
Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder
Debridemen sangat membantu penyembuhan
Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.8
Terapi keratitits fungal sangat sulit. Kebanyakan obat antifungi hanya bersifat fungistatik
dan memerlukan sistem imun yang utuh (yang tidak nampak) dan memperpanjang
perjalanan terapi. Tanpa bantuan imunitas yang utuh untuk menekan organisme,
pengobatan fungistatik menjadi kurang efektif. Kelas obat yang digunakan untuk
pengobatan keratitis jamur termasuk antibiotik polyene (nistatin, amphoterecin B,
natamycin); analog pyrimidine (flucytosine); imidazole (clortrimazole, miconozole,
econazole, ketoconazole); triazoles (fluconazole, itraconazole); dan sulfadiazine. Natamycin
hanya dapat diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan dari bermacam jalur yang
ada. Steroid kontraindikasi karena akan terjadi eksaserbasi penyakit. 2,8,11
Natamycin 3% direkomendasikan untuk terapi pada kebanyakan kasus keratitis fungal
filamentaous, terutama yang disebabkan oleh fusarium spp, agen penyebab yang paling
umum pada keratitis fungi eksogen yang terdapat di area lembab di Amerika Selatan.
Mikonazole topikal 1% (10 mg/ml) merupakan obat terpilih memberantas Paecilomyces
lilacinum. Kebanyakan klinisi dan bukti penelitian menyarankan amphotericin B (0,15%-0,3%)
sangat berkhasiat pada pengobatan keratitis yang disebabkan oleh fungal tipe yeast.
Ketokonazole oral (200-600 mg/hari) bisa digunakan untuk tambahan terapi pada beberapa
keratitis fungal tipe filamentous, dan fluconazole (200-400mg/ hari) untuk beberapa
keratitis fungal tipe yeast. 8
Atropin 1% atau scopolamine 0,25% dapat digunakan untuk mencegah perlengketan antara
iris dan lensa atau kornea. Pemberian kortikosteroid masih kontroversi karena merupakan
kontra indikasi pada infeksi virus, tapi ini dapat mencegah terjadinya perforasi kornea.
Penggunaan kortikosteroid harus dikurangi secara bertahap untuk mencegah rebound
inflamasi. Obat analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.3,6
Terapi konservatif berupa hospitalisasi direkomendasikan sebagai terapi awal ketika
memulai terapi sebagai terapi jangka panjang tak teratur. Terapi sistemik hanya
diindikasikan pada kasus yang melibatkan intraokular. Pada kasus lain akan berespon baik
dengan terapi topikal antifungi seperti natamycin, nystatin, dan amphotericin B. Terapi
pembedahan. Keratoplasti diindikasikan ketika kerusakannya gagal berespon atau pada
terapi konservatif respon sangat lambat dan pada terapi keadaan menjadi lebih buruk.5
Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu : 2
1) Debridement
2) Flap konjungtiva, partial atau total
3) Keratoplasti tembus
Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara
lain adalah adanya penumpulan (blunting atau rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi
ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga
daerah sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus.
Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak
berhasil, bahkan kadang-kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi
keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua. 2
DIAGNOSA BANDING
Keratitis bakterial
Bakteri, merupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme yang biasanya terlibat
yaitu Pseuomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, S. epidermidis. Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis.
Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus danListeria merupakan agen
berbahaya oleh arena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik
klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai
penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat
mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa. Kebanyakan ulkus kornea
terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer.1,3,4,6Meskipun awalnya superfisial,
ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis P.aeroginosa. Batas yang maju
menunjukkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh.
Biasanya kokus gram positif,Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus
pneumoniaakan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna putih abu abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang tidak terkena
akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan
oleh P. Aeroginosa makan tukak akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulent
berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak.
Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan. Secara klinis onset nyerinya
sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada
pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan
hipopion sering ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau
bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan
kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan
predisposisi terjadinya infeksi bakterial.1,8
Keratitis viral
Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes Zoster,
Adenovitus. Herpes virus menyebabkan ulkus dendritik yang bersifat rekuren pada tiap
individu, akibat reaktivasi virus laten di gangglion Gasserian, serta unilateral. Pada
virus Herpes simpleks, biasanya gejala dini dimulai degan injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul
dengan bentuk dendritik serta terjadi penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga
disertai dengan pembesaran kelejar preaurikuler.1,5,7 Pada keratitis yang disebabkan oleh
virus memberikan gambaran seperti infiltrat halus berbintik-bintik pada daerah depan
kornea, biasanya bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva
ataupun tanda akut.1,8
KOMPLIKASI
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea walaupun jarang. Hal
ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis disbanding dengan normal sehingga
peningkatan tekanan intraokuler dapat mencetuskan terjadinya ulkus kornea. Pembentukan
jaringan parut kornea menghasilkan kehilangan penglihatan parsial maupun kompleks.
Terjadinya neovaskularisasi dan astigmatisme ireguler, penipisan kornea, sinekia anterior,
sinekia posterior, glaucoma, dan katarak juga bisa terjadi.3-5
Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang melibatkan setiap struktur
intraokular dan dapat membuat hilangnya penglihatan atau kehilangan mata. Perforasi
kornea jarang terjadi, dan endophthalmitis sekunder telah dilaporkan.3
PROGNOSIS3
Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea yang terlibat, status
kesehatan pasien (contohnya immunocompromised), dan waktu penegakkan diagnosis klinis
yang dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium.Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis
mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik; bagaimana pun, kontrol dan
eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat
sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi
kornea.