Anda di halaman 1dari 14

KERATOMIKOSIS

PENDAHULUAN
Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisialis dan interstisial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal dan
reaksi terhadap konjuntivitis menahun, dapat juga dari bakteri, jamur atau virus. Yang
menarik perhatian adalah perbedaan presentasi dari pasien, yang memungkinkan perkiraan
diagnosis dari spesialis mata, hal ini menolong dalam menyesuaikan pemberian terapi anti
infeksi.1,2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan
ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini
terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila
terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Infeksi jamur pada kornea atau
keratomikosis merupakan masalah tersendiri secara oftalmologik, karena sulit menegakkan
diagnosis keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup tinggi kemungkinan kejadiannya
sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris dan iklim kita yang tropis
dengan kelembaban tinggi. Setelah diagnosis ditegakkan, masalah pengobatan juga
merupakan kendala, karena jenis obat anti jamur yang masih sedikit tersedia secara
komersial di Indonesia serta perjalanan penyakitnya yang sering menjadi kronis.1,2,3
Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur, Keratomycosis disebut juga keratitis
fungi yang merupakan infeksi jamur yang menyerang kornea, pada bagian anterior dari
pupil.1
INSIDEN
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh Leber, tetapi
baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan dilaporkan,
terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-laporan dari Eropa
dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini
sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat

immunosupresif dan lensa kontak, di samping juga bertambah baiknya kemampuan


diagnostik klinik dan laboratorik, seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat.
Singapura melaporkan (selama 2,5 tahun) dari 112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur,
sedang di RS Mata Cicendo Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea,
Taiwan (selama 10 tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan
46 dari 80 ulkus (kemungkinan keratitis virus sudah disingkirkan).2,3,4
Insidens keratitis jamur di Amerika Serikat bervariasi menurut lokasi geografi dan rata
rata 2% kasus keratitis di New York, 35% di florida. Spesies Fusarium penyebab infeksi jamur
pada kornea yang paling umum di Amerika Selatan (45-76% fungal keratitis),
spesies Candida and Aspergillus lebih banyak di Amerika Utara. Pada tahun 2006, the
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerima laporan dari oftalmologist di
New Hersey didapatkan 3 pasien dengan menggunakan lensa kontak berhubungan dengan
keratitis Fusarium. Secara internasional, Aspergillusmerupakan jamur terbanyak yang
terisolasi pada kasus keratitis jamur. Keratomikosis lebih sering ditemukan pada laki laki
dibanding perempuan dan lebih sering ditemukan pada pasien yang mempunyai riwayat
trauma ocular di luar rumah. 3
ANATOMI
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat tujuh tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu: lakrimal, etmoid, sphenoid, frontal, dan dasar orbita yang
terutama terdiri atas tulang maksilla, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus.
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 milimeter. Bola mata bagian depan
depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda.1
Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata
yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut
sulkus skleralis.5

Kornea memiliki diameter horizontal 11 12 mm dan berkurang menjadi 9 11 mm secara


vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 mm di tepi. Kornea memiliki tiga fungsi utama :1,6
Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan airmata prekornea.
Transmisi cahaya dengan minimal distorsi ,penghamburan dan absorbsi.
Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:1
Epitel
Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih;
satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis
sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan
sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan
Membrana Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini

bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
Membrana Descemet
Membran aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat
pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.1
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi
secara difus dari humor aquos dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima
oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata,
sedangkan bagian perifer, menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris
anterior.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1

ETIOPATOGENESIS
Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,
pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa
akantamuba, kekurangan vitamin A atau protein, dan mata kering (karena kelopak mata
tidak menutup secara sempurna dan melembabkan kornea).1
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer. Ulkus kornea sentral dapat
disebabkan oleh Pesudomonas, Streptococcus, virus, jamur dan alergi. Tukak kornea sentral
akibat jamur pada saat sekarang dianggap sangat penting karena insidensnya yang
meningkat. Pemakaian steroid akan menambah kemungkinan berjangkitnya infeksi jamur
pada mata. Tukak kornea akibat jamur berwarna abu abu, kotor, berbentuk sirkuler,
dengan permukaan yang kasard dan meluas secara perlahan lahan disertai rasa sangat
nyeri. Ulkus sedikit menonjol disertai gambaran sebaran infiltrat atau abses seperti satelit
pada abses primer sehingga terdapat gambaran yang disebut sebagai fenomena satelit.
Terlihat penebalan endotel kornea pada ulkus ini.7
Ulkus biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Beratnya
penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar, dan virulensi inokulum. Infeksi
biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur, amuba, dan virus.1 Jamur penyebab ulkus kornea
biasanya oleh karena Aspergillus, Candida, Fusarium, Penicillium yang berkaitan dengan
trauma ( terutama yang melibatkan batang pohon, atau sayuran), pemakaian lensa kontak,
penggunaan steroid topikal, defek epitel yang tidak sembuh, dan keadaan penurunan daya
tahan tubuh. Ulkus ini memiliki karakteristik tertentu yaitu infiltrat satelit, dan plak endotel.
Jamur dapat berpenetrasi hingga ke lapisan membran Descement.1,6Keratitis jamur bisa
terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan atau pada mereka
dengan imunosupresi.1,8
Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan : 2
1) Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.
Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp, Cladosporium spp,
Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp, Curvularia spp, Altenaria spp.

Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.


2) Jamur ragi (yeast)
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans, Cryptococcus spp,
Rodotolura spp.
3) Jamur difasik
Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan membentuk
miselium: Blastomices spp, Coccidiodidies spp, Histoplasma spp, Sporothrix spp.
Keratitis fungal lebih jarang dibanding keratitis bakterial, secara umum gambarannya kurang
dari 5%-10% infeksi kornea yang dilaporkan di klinik dari amerika serikat. Keratitis fungal
filamentous terdapat lebih banyak pada daerah yang hangat, kebanyakan daerah lembab
pada beberapa daerah di Amerika serikat.8
Trauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor resiko yang penting dari
keratitis fungal. Predisposisi utama adalah para petani yang menggunakan alat pemotong
rumput atau sejenisnya yang menggunakan peralatan mesin dilapangan berumput, tanpa
memakai pelindung mata. Trauma dihubungkan dengan penggunaan kontak lensa yang
merupakan faktor resiko umum yang lain untuk terjadinya keratitis fungal. Kortikosteroid
topikal adalah faktor resiko mayor lainnya, Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan
meningkatkan virulensi jamur dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi.
Meningkatnya penggunaan kortikosteroid topikal selama akhir dekade ke-empat merupakan
implikasi mayor penyebab meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut.
Selain itu, penggunaan kortikosteroid sistemik bisa mensupresi respon sistem imun, karena
itu merupakan predisposis terjadinya keratitis fungal. Faktor resiko lainnya adalah termasuk
operasi kornea (contohnya keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis kronis
(contohnya herpes simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).8
Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi pada mata terdapat dimanamana, organisme saprofit dan telah dilaporkan sebagai penyebab infeksi pada literature
ophtalmologi. Jamur yang di isolasi telah dapat diklasifikasikan kedalam grup: Moniliaceae
(jamur berfilamen tidak berpigmen, termasuk didalamnya spesies Fusarium dan Aspergillus),

Dematiaceae (Jamur berfilamen berpigmen, termasuk didalamnya


spesiesCurvularia and Lasiodiplodia), dan yeasts (termasuk didalamnya spesies Candida).3,4
Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada epithelium, kemudian
memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada jaringan dan menyebabkan reaksi
inflamasi. Kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan dari trauma (contohnya,
penggunaan kontak lensa, benda asing, operasi kornea). Organisme dapat menembus
kedalam membran descment yang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen
posterior. Mikotoksin dan enzim proteolitik menambah kerusakan jaringan yang ada.3,4
Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis fungal. Pada kasus ini,
organisme jamur dari segmen posterior menembus membran Descemet dan masuk
kedalam stroma kornea. 3
GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari penyebab
dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrim oleh karena paparan
terhadap nervus, oleh karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea
menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra
(terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea
berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya
agak mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit
kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh darah iris adalah
fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat
pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi
pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata
dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali
pada ulkus bakteri purulen.4,8-11
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel yang nampak
pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti
miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon
berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea

menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin, histamine dan


asetilkolin.Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya eritema, dan tanda-tanda inflamasi
pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat
terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat
menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau oval,
dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis
dan hipopion. 8-9
Gejala ulkus kornea jamur pada fase awal biasanya lebih ringan dibandingkan dengan ulkus
kornea bakteri dan bisa memberikan tanda injeksio konjungtiva yang minimal atau tidak ada
sama sekali. Lesi superfisial kelihatan berwarna putih keabu-abuan, menonjol pada
permukaan kornea, mempunyai tekstur yang kering, kasar atau tidak rata yang bisa dilihat
pada saat kerokan diagnostik. Bisa juga ditemukan infiltrat multifokal atau satelit, namun
jarang dilaporkan. Sebagai tambahan, bisa terjadi infiltrat stroma dalam epitelium yang
intak. Plak endotel/dengan hipopion juga bisa didapatkan jika infiltrat jamur cukup besar
atau dalam.8
Keratitis fungal memperlihatkan tidak ada kecenderungan untuk umur, jenis kelamin atau
ras. Kadang pasien memiliki riwayat trauma kornea, biasanya dari bahan organik. Termasuk
dalam resiko tinggi adalah trauma (benda asing, lensa kontak), penggunaan imunosupresan
sistemik atau pada mata, juga pada penyakit atau terapi dengan immunosupresan
(transplantasi organ) atau penggunaan terapi topikal steroid, dan penggunaan antibiotik
dalam jangka lama. Infeksi jamur juga sangat sering ditemukan pada daerah pertanian dan
lingkungan tropis.3,5,8,11
Pasien dengan keratitis fungal cenderung memiliki tanda dan gejala inflamasi sepanjang
permulaan periode dibanding dengan keratitis bakterial dan bisa terdapat sedikit atau tidak
injeksio konjungtiva sepanjang awal presentasi. Keratitis fungal filemantous sering
bermanifestasi sebagai warna putih keabu-abuan, penampakan infiltrat kering sebagai bulu
yang ireguler atau tepi filamentous. Lesi-lesi superfisial tampak putih keabu-abuan diatas
permukaan kornea, kering, kasar, dan tekstur yang berpasir dapat dideteksi dengan
mengosok kornea. Kadang-kadang, multifokal atau infiltrat satelit dapat ditemukan,
walaupun jarang dilaporkan. 3,8,11

DIAGNOSIS
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien,
dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak
terasa berat. Yang juga harus ditanyakan ialah adanya riwayat trauma, kemasukan benda
asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.
Pemeriksaan fisis
Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya
defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media
refrakta.
Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.
Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea.
Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang tidak spesifik, termasuk didalamnya:
Injeksio konjungtiva
Kerusakan epitel kornea
Supurasi
Infiltrasi stroma
Reaksi pada bilik depan

Hipopion 3

Pemeriksaan penunjang
Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.Untuk melihat adanya
daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea,
sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
Pewarnaan gram dan KOH dan kultur
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus.
Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis
keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya
dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat
dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka
keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan
biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver,
tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential
interference contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea
(metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur
dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.2
Gambaran Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea ditemukan adanya
jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan kornea. Adanya
komponen jamur yang mencapai stroma menunjukkan tingkat virulensi kuman sangat tinggi
dan biasanya berhubungan dengan infeksi yang progresif.3

PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika,
dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. 1 Sampai saat ini pengobatan dengan steroid
masih kontroversi. Secara umum ulkus kornea diobati sebagai berikut :
Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
inkubator
Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder
Debridemen sangat membantu penyembuhan
Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.8

Terapi keratitits fungal sangat sulit. Kebanyakan obat antifungi hanya bersifat fungistatik
dan memerlukan sistem imun yang utuh (yang tidak nampak) dan memperpanjang
perjalanan terapi. Tanpa bantuan imunitas yang utuh untuk menekan organisme,
pengobatan fungistatik menjadi kurang efektif. Kelas obat yang digunakan untuk
pengobatan keratitis jamur termasuk antibiotik polyene (nistatin, amphoterecin B,
natamycin); analog pyrimidine (flucytosine); imidazole (clortrimazole, miconozole,
econazole, ketoconazole); triazoles (fluconazole, itraconazole); dan sulfadiazine. Natamycin
hanya dapat diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan dari bermacam jalur yang
ada. Steroid kontraindikasi karena akan terjadi eksaserbasi penyakit. 2,8,11
Natamycin 3% direkomendasikan untuk terapi pada kebanyakan kasus keratitis fungal
filamentaous, terutama yang disebabkan oleh fusarium spp, agen penyebab yang paling
umum pada keratitis fungi eksogen yang terdapat di area lembab di Amerika Selatan.
Mikonazole topikal 1% (10 mg/ml) merupakan obat terpilih memberantas Paecilomyces
lilacinum. Kebanyakan klinisi dan bukti penelitian menyarankan amphotericin B (0,15%-0,3%)
sangat berkhasiat pada pengobatan keratitis yang disebabkan oleh fungal tipe yeast.
Ketokonazole oral (200-600 mg/hari) bisa digunakan untuk tambahan terapi pada beberapa

keratitis fungal tipe filamentous, dan fluconazole (200-400mg/ hari) untuk beberapa
keratitis fungal tipe yeast. 8
Atropin 1% atau scopolamine 0,25% dapat digunakan untuk mencegah perlengketan antara
iris dan lensa atau kornea. Pemberian kortikosteroid masih kontroversi karena merupakan
kontra indikasi pada infeksi virus, tapi ini dapat mencegah terjadinya perforasi kornea.
Penggunaan kortikosteroid harus dikurangi secara bertahap untuk mencegah rebound
inflamasi. Obat analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.3,6
Terapi konservatif berupa hospitalisasi direkomendasikan sebagai terapi awal ketika
memulai terapi sebagai terapi jangka panjang tak teratur. Terapi sistemik hanya
diindikasikan pada kasus yang melibatkan intraokular. Pada kasus lain akan berespon baik
dengan terapi topikal antifungi seperti natamycin, nystatin, dan amphotericin B. Terapi
pembedahan. Keratoplasti diindikasikan ketika kerusakannya gagal berespon atau pada
terapi konservatif respon sangat lambat dan pada terapi keadaan menjadi lebih buruk.5
Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu : 2
1) Debridement
2) Flap konjungtiva, partial atau total
3) Keratoplasti tembus
Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara
lain adalah adanya penumpulan (blunting atau rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi
ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga
daerah sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus.
Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak
berhasil, bahkan kadang-kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi
keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua. 2

DIAGNOSA BANDING
Keratitis bakterial

Bakteri, merupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme yang biasanya terlibat
yaitu Pseuomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, S. epidermidis. Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis.
Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus danListeria merupakan agen
berbahaya oleh arena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik
klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai
penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat
mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa. Kebanyakan ulkus kornea
terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer.1,3,4,6Meskipun awalnya superfisial,
ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis P.aeroginosa. Batas yang maju
menunjukkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh.
Biasanya kokus gram positif,Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus
pneumoniaakan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna putih abu abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang tidak terkena
akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan
oleh P. Aeroginosa makan tukak akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulent
berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak.
Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan. Secara klinis onset nyerinya
sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada
pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan
hipopion sering ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau
bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan
kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan
predisposisi terjadinya infeksi bakterial.1,8
Keratitis viral
Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes Zoster,
Adenovitus. Herpes virus menyebabkan ulkus dendritik yang bersifat rekuren pada tiap
individu, akibat reaktivasi virus laten di gangglion Gasserian, serta unilateral. Pada
virus Herpes simpleks, biasanya gejala dini dimulai degan injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul

dengan bentuk dendritik serta terjadi penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga
disertai dengan pembesaran kelejar preaurikuler.1,5,7 Pada keratitis yang disebabkan oleh
virus memberikan gambaran seperti infiltrat halus berbintik-bintik pada daerah depan
kornea, biasanya bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva
ataupun tanda akut.1,8
KOMPLIKASI
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea walaupun jarang. Hal
ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis disbanding dengan normal sehingga
peningkatan tekanan intraokuler dapat mencetuskan terjadinya ulkus kornea. Pembentukan
jaringan parut kornea menghasilkan kehilangan penglihatan parsial maupun kompleks.
Terjadinya neovaskularisasi dan astigmatisme ireguler, penipisan kornea, sinekia anterior,
sinekia posterior, glaucoma, dan katarak juga bisa terjadi.3-5
Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang melibatkan setiap struktur
intraokular dan dapat membuat hilangnya penglihatan atau kehilangan mata. Perforasi
kornea jarang terjadi, dan endophthalmitis sekunder telah dilaporkan.3
PROGNOSIS3
Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea yang terlibat, status
kesehatan pasien (contohnya immunocompromised), dan waktu penegakkan diagnosis klinis
yang dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium.Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis
mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik; bagaimana pun, kontrol dan
eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat
sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi
kornea.

Anda mungkin juga menyukai