Glioma
Glioma secara umum diklasifikasikan menjadi 3 grup :
-
ASTROSITOMA
Anaplastik astrositoma
Glioblastoma multiform
kelainan yang nyata. Secara mikroskopis densitas sel meningkat. Sel pleomorfik dan
mitosis tampak terjadi.
Glioblastoma multiform menunjukkan bentuk keganasan yang paling ganas dari
glioma. Tumor terjadi pada umumnya di hemisfer cerebral tetapi mungkin sampai ke
brainstem dan meskipun jarang sampai juga ke hemisfer cerebellar. Pada saat
operasi, dibuat kontras antara tumor dan otak sekitar yang normal, karena tidak ada
batas yang jelas. Sering pada area perdaraahan dan nekrosis, yang secara
makroskopik menunjukkan gejala penyakit ini. Secara mikroskopis diagnosis
ditegakkan dengan identifiaksi pada area yang cellularity tinggi, pleomorphisme
ekstreme, proliferasi vascular dan nekrosis.
Pertimbangan Klinik Dan Evaluasi Pre Operasi
Sign dan symptom tumor supratentorial umumnya dikategorikan menjadi 2.
Kategori pertama adalah tanda-tanda yang tidak spesifik akibat naiknya tekanan
intracranial, antara lain nyeri kepala, mual, pandangan kabur atau diplopia, mual,
muntah, dan kaku leher. Kategori kedua perubahan status mental diantaranya
mengantuk, papiledema, dan terjadi palsy nerve VI.
Sakit kepala adalah keluhan yang paling umum pada dengan tumor kepala.
Ini biasanya tanda awal 40%
Headache biasanya memburuk pada pagi hari dan semakin menurun bila semakin
siang. Pasien tersebut baisanya ada retensi CO2 dan kongesti vena dengan dengan
posisi berbaring. Apabila tumor semakin membesar maka headache akan semakin
jadi menetap. Adakalanya nyeri kepala hanya pada sisi dimana tumor berada.
Drowsiness (mengantuk/ kesadaran menurun) relative muncul terlambat pada
pasien tumor otak dan menggambarkan kerusakan mayor di intracranial. Hal ini
disebabkan tidak berfungsinya diencephalon (hypothalamus dan thalamus) mungkin
disebabkan compresi atau kerusakan vascular. Masalah visual biasanya akibat
Kerusakan kedua pada CNS akibat brain tumor adalah karena efek langsung
dari tumor itu sendiri. Efek fungsional disebabkan karena iritasi atau destruksi atau
pergeseran otak.
Efek iritasi menyebabkan kejang, dan ini keluhan kedua yang paling umum
dari pasien pada saat diagnosa. Secara umum, tumor yang berada di bagian motor
atau subtansi di lobus temporal lebih sering meyebabkan kejang daripada tumor di
tempat lain. Aktivitas kejang juga dikaitkan dengan tipe tumor glioma. Kejang lebih
2
sering terjadi pada pasien dengan astrositoma dan oligodendroglioma dari pada
pasien glioblastoma multiform. Frekuensi kejang, 75% merupakan pendekatan
benign patologis.
Invasi atau displasment pada jaringan otak menimbulkan tanda sesuai
dengan substansi otak yang terlibat atau atau fungsi otak yang terkait. Kekacauan
fungsi umumnya sering terjadi pada pasien dengan malignant brain tumor dari pada
jenis lainnya dari tumor glial. Ketika tumor berada pada sebagian besar hemisfer,
tanda-tanda
fungsional
termasuk
hemisfer
kontralateral,
hemianestesi,
dan
gangguan bicara dan hemianopsia. Tanda yang komplek mungkin dikaitkan dengan
edema otak, dan beberapa dapat dikurangi dengan pemberian kortkosteroid (vide
infra). Perubahan sifat, hilangnya ingatan, dan beberapa mental apati adalah tanda
dari tumor malignan yang melibatkan daerah frontotemporal dan tidak perlu bagian
yang mengatur itu yang terkena. Kejadian tumor pada silence area mungkin
berespon hanya pada daerah yang terkena, tidak karen tumor itu sendiri, tetapi
karena adanya edema otak. Pada pasien ini, penggunaan cortikosteroin pre operasi
dapat menyembuhkan gejala-gejala, dan secara khas pembedahan tidak akan
berakibat pada defisit yang baru.
Prinsip Penanganan Umum.
Penanganan pasien secara umum dengan glioma dimulai dengan diagnosis.
Termasuk CT scan, MRI, dan angiographi. CT scan adalah teknik diagnosis awal,
dilakuak dengan dan tanpa kontras iodin. Yang tanpa kontras dapat memberikan
informasi tentang densitas tumor dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang
normal. Kemudian dibandingkan dengan yang menggunakan kontras, untuk
membedakan derajat peningkatan kontras pada tumor. Secara umum, tumor dengan
batas yang jelas dan densitas homogen dilihat dengan sedikit atau tanpa
peningkatan kontras dan sedikit efek massa mempunya low-grade histologi sesuai
dengan astrositoma. Massa dengan batas yang tidak jelas, densitas yang irregular,
dan kontras yang tinggi dikaitkan dengan edema otak sekitarnya cenderung memiliki
high-grade malignacy sesuai dengan anaplastic astrositoma atau glioblastoma
multiform.
Informasi radiologik harus dikombinasikan dengan pemeriksaan klinik
preoperative, anestettik, dan pembedahan pada pasien dengan glioma. Pasien brain
tumor mungkin menunjukkan gambaran ECG yang bermacam-macam yang
3
operasi.
Biasanya,
pasien
suspek
low-grade
tumor
diberi
obat
dexamethasone 16 mg per hari dan pasien dengan suspek high-grade tumor diberi
40 mg per hari. Metilprednisolone dengan dosis equivalen dapat diberikan sebagai
pengganti dexametason. Pemberian steroid menyebabkan peningkatan volume
intravaskular yang menyebabkan hipertensi dan hiperglikemia. Penitoin 3-5 mg/kgbb
diberikan single dose untuk mencapai konsentrasi steady state dalam plasma
sebelum operasi. Penitoin merupakan piluhan pertama karena kurang menyebabkan
depresi CNS dan diberikan secara intravena, sehingga mungkin diberikan selama
operasi jika diperlukan. Terapi anticonvulsan diharapkan untuk dapat mengurangi
resiko kejang post operasi. Kejang yang dikombinasi dengan hipercapnea dan
hipertensi, membahayakan hemostasis pada akhir operasi. Perdarahan yang banyak
mungkin dapat terjadi yang memerlukan reoperasi.
Dibawah ini adalah hubungan antara cerebral malignancy dan komplikasi
tromboembolik (TEC). Pasien dengan tumor suprasellar mempunyai insiden TEC
yang lebih tinggi daripada tumor di tempat lain, diperkirakan tumor terpengaruh
dengan hipothalamopituitary axis sebagai center untuk kontrol kokagulasi darah.
Pada study retrospektif, TEC terjadi lebih sering pada orang muda, pasien yang
dapat beraktifitas, dan pasien noparetic.
Produkasi prokoagulan oleh tumor otak telah diungkapkan. Beberpa tumor
tampak berisi substansi yang dapat menghambat sistem enzim fibrinolitic.
Tindak pencegahannya diantaranya ambulatory awal, membungkus kaki (leg
wrapping), isovolemic hemodilusi, stimulasi listrik pada otot kaki selama operasi,
secara aktive dicari pada pasien yang dilakukan kraniotomi. Penggunaan heparin
pada saat operasi sudah selesai masih kontroversial.
Tronbositopenia dan DIC (disseminated intravascular coagulation) harus di
identifikasi preoperasi pada pasien dengan malignancy. Transfusi platelet dan
mungkin terapi heparin diindikasikan sebelum terapi pembedahan. Kemudian,
evaluasi hemoststic secara hati-hati adalah penting pada semua pasien dengan lesi
otak.
4
Anestetic Management
Premedication
Obat preoperasi yang menyebabkan sedasi dan depresi ventilasi seharusnya
dihindari pada pasien dengan kenaikan TIK dan penurunan compliance. Sulit umtuk
membedakan mual dan muntah selama pemberian narkotik preoperasi dengan mual
dan muntah akibat kenaikan TIK progresif. Demikian juga, obat yang menyebabkan
sedasi dapat menutupi penurunan tingkat kesadaran yang menyertai peningkatan
progresif TIK. Tidak ada obat yang harus diberikan pada pasien yang mengalami
penurunan sensorium.
Pada pasien dewasa yang sadar, diazepam 0.1 0.12 mg/kg diberikan per oral 1.5
2 jam preoperasi. Keputusan untuk memberikan obat antikolionergik atau cimetidin
tidak ada kaitannya dengan peningkatan TIK. Mungkin lebi penting yang harus
diingat bahwa hubungan dokter-pasien adalah lebih penting dalam menganalisa
anxiety/kecemasan dan penurunan hipertensi preoperasi sebagai respon stress.
Monitoring
Monitoring teliti heart rate dan tekanan darah adalah penting untuk
mendeteksi secara cepat perubahan CPP. Monitoring langsung tekanan darah
intraarterial mampu menghasilkan analisa blood gas, hematokrit, dan SE. monitoring
secara kontinu tekanan darah dengan alat yang sekarang ada yaitu finger
plethysmograf dapat memantau hemodinamic secara tidak invasive pada pasien
yang sadar. Monitoring ECG perlu untuk mendeteksi miocardial iskemia dan
disritmia yang berhubungan dengan adanya tumor intrakranial (manipulasi
pembedahan pada vital medullary center dapat menimbulkan disritmia).
Suhu dapat dengan mudah di monitor melalui stetoscope esofageal. Pulse
oksimeter dan mass spectrometry atau capnography merupakan monitoring rutin
pada banyak tempat. CVP monitor dilakukan jika pasien general medical dalam
kondisi memerlukannya atau jika pasien dalam posisi duduk. Jika seorang pekerja,
canul pada vena antecubiti lebih dianjurkan untuk mencegah berbagai resiko, namun
sedikit sukar dalam melakukan drainase vena cerebral. Emboli udara venadideteksi
lebih sensitive dengan precordial doppler (0.02 ml/kg/min) dan diawali denagn
capnography dan tranesophageal echocardiography. Sebagai alternatif, peningkatan
5
dihindari, karena
terjadinya
extravasasi
ekstravaskular mungkin mendorong terjadinya edema otak (lihat bab 7). Stress,
streroid, dan fenitoin cenderung menigkatkan kadar glukosa darh, yang akan
menyebabkan neurologic outcome yang buruk setelah periode iskemia inkomplet.
Cairan yang mengandung dextrose seharusnya dihindari dan kadar glukosa darah di
cek intermiten dan dijaga < 200 mg/dl. Cairan RL atau yang lainnya yang tidak
mengandung glukosa dipakai sebagai cairan maintenace dan replacement.
Pemberian cairan seharusnya tidak melebihi 1-3 ml/kgbb/jam selama perioperasi
untuk meminimalkan ekstravasasi cerebral.
Pemilihan Obat
Efek obat anestesi pada perubahan intrakranial telah dijelaskan pada bab 5.
Pada pasien dengan glioma, ICP dapat menjadi kembali ke normal dengan
pemberian steroid, dan keadaan kritis menjadi berkurang. Namun, jika ada midline
shift, setiap peningkatan ICP yang disebabkan karena hipertensi, penurunan
drainage vena, vasodilatyasi cerebral, kekakuan dinding dada, atau hypercapnea
mungkin membahayakan.
Induksi diberikan secara pelan dengan kombinasi barbiturat (thiopenthal 3-5
mg/kg), atracurium (0,3-0,5 mg/kg, lidocain 1-1,5 mg/kg, dan labetolol 5 -10 mg.
Muscle relaksan non depol lebih dianjurkan, karena efek SCh pada peningkatan ICP
tidak dapat dipastikan. Narkotik short-acting seperti fentanil dan sufentanil
seharusnya tidak diberikan sampai muscle relaksan komplete mengeblok, seperti
kekakuan dinding dada, karena dosis kecil dari obat ini dapat meningkatkan ICP.
Propofol 2,5 mg/kg dapat secara significan menurunkan CPP karena menyebabkan
6
penurunan tekanan arteri sistemik dan mungkin tidak ada manfaat pada pasien
dengan tumor otak.
Isofluran pada konsentrasi kecilpun mempunyai efek pada semua obat
inhalasi yang berpengaruh pada TIK. Namun, pada salah satu penelitian isoflurane
sebesar 1,1% secara significan meningkatkan TIK (sekitar 5-13 mg/kg) pada pasien
dengan tumur yang ada midline shift, meskipun ada keadaan hipocapnea. Pada
rabbit dengan peningkatan TIK oleh karena cedera kepala akut cryogenic,
penambahan isoflurane, 1 MAC, secara significan maningkatkan TIK, yang
sesungguhnya terjadi sebelum keadaan hipocapnea didapatkan. Hal ini kelihatan
bahwa efek isoflurane diubah oleh suatu patologi. Pada kasus dengan malignan
edema otak, konsentrasi isofluran harus dikurangi dibawah 1 MAC. Infus narkotik
dosis rendah (misal, fentanyl 1,5-2 mg/kg/jam) harus hati-hati. Pemberian sufentanyl
harus hati-hati, khususnya jika terdapat hipokapnea, karena ada study yang
menunjukkan penigkatan TIK bila digunakan pada pasien dengan tumor otak.
Lidokain dan dosis kecil barbiturat adalah obat yang sangat berguna pada
penggunaan gawat darurat. Suction endotrakeal atau faringeal dilakukan sebelum
obat reversal pelumpuh otot diberikan. Hemodinamik yang stabil harus dicapai,
dengan memberikan efek minimal pada sirkulasi otak, dengan bolus titrasi atau infus
labetolol atau obat vasoaktif lainnya yang sesuai. Sebagian besar pasien akan
menunjukan respon simpatis pada stimuli pada saat emergency, dan kestabilan
hemodinamik harus tetap dijaga.
Penanganan Bedah
Pretreatment yang adekuat, seperti yang dijelaskan diatas akan membuat
jalannya operasi menjadi lebih lembut. Penambahan obat untuk relaksasi cerebral
mungkin diperlukan, khususnya pada pasien dengan high-grade tumor. Infus manitol
dengan dosis 0,5-1 mg/kg diberikan melalui infus pada saat kraniotomi dimulai akan
menyebabkan otak relaksasi. Dianjurkan dilakukan moderate hiperventilasi dengan
end-yidal CO2 30-35 mmHg.
Posisi pasien merupakan faktor penting dalam memindahkan tumor parenkimal.
Tujuan utamanya yaitu menempatkan axis utama tumor pararel dengan dasar
optimal akses dari operator. Sebagian besar glioma dapat dicapai dengan pasien
diposisikan supine. Kadang kadang diperlukan posisi lateral atau posisi prone.
Kepala seharusnya ditempatkan sedikit diatas garis level jantung untuk memfasilitasi
7
drainage vena dan mengurangi kongesti otak. Secara umum, kepala ditempatkan
pada 3 pin penahan kepala, yang mana terpasang erat pada meja operasi. Pin yang
ditempatkan setelah induksi anestesi mungkin meningkatkan tekanan darah.
Penggunaan lokal anestesi pada tempat pin dan level anestesi yang dalam
mengurangi efek ini. Setelah kepala pasien diposisikan, tubuh dan ekstremitas
secara hati-hati dilihat di inspeksi dan setiap titik tumpu dialas dengan busa. Yang
beberapa terbuat dari alat pengatur suhu yang menjaga keadaan normovolemia.
Kehilangan panas dan luka tekanan sering menjadi masalah dalam lamanya
perawatan dan dapat dicegah dengan perhatian pada permukaan dan pemanasan
caitan dan padding yang hati-hati.
Pengobatan Lainnya
Usaha telah dilakukan dan dikembangkan terus menerus untuk mengurangi
komplikasi ini. Oldfield et.al. menjelaskan metoda cannulation untuk menghilangkan
obat kemoterapi dari sirkulasi vena serebral sehingga tidak masuk ke sirkulasi
sitemik. Studi klinik sedang dilakukan untuk mengevaluasi efek sistem implantible
terhadap tumor. Sistem secara umum di implant pada waktu operasi citoreductive.
Transplantasi autologous tulang belakang dapat di lakukan sebelum terapidosis
tinggi yang dikuti dengan kemoterapi yang diinfuskan pada sumsum tulang belakang
pasien selama perkiraan waktu blood count terendah yaitu beberap minggu setelah
terapi.
Imunoterapi telah dikembangkan untuk digunakan pada pasien dengan
glioma malignant. Secara rasional secara umum berdasarkan tumor expressing
antigen yang merupakan benda asing bagi tubuh. Mekanisme dasar pertahanan
imun terdiri dari elemen imun celular dan humoral. Dua sistem ini dapat bergabung
secara efektif dalam merusak sel tumor. Terapi saat ini menggunakan host selular
imune respon dengan mengaktifkan lymphokin activated killer cell (LAK) oleh IL2.
Metode inin memerlukan leukophoresis yang diikuti olek inkubasi pada limphosit
pasien dengan IL, kemudian disuntikkan sel LAK pada saat operasi setelah prosedur
cytoreductive. Tidak seperti penyuntikan secara sistemik IL untuk tumor otak, cara ini
lebih dapat ditolelir.
Meningioma
8
middle third dan medial (clinoid). Lateral spenoid wing dan middle third meningiomas
memiliki persamaan dalam cara convexity meningiomas. Clinoidal meningiomas
timbul dari medial spenoid wing dan melibatkan carotis dan arteri mddle cerebral
seperti saraf optic dan tractus opticus. Pada tumor yang besar, lobus frontal dan
temporal mungkin tertekan. Gejala pada saraf optik yang biasanya dijadikan acuan,
tapi kejang dan atau hemiparesis mungkin bersamaan. Parasagittal tumor, sesuai
namanya, ia mempengaruhi sinus sagitalis seperti dekatnya falx dan convexity.
Tumor muncul dari mid position dari sinus sagitalis yang menyebabkan kejang dan
kelemahan ekstremitas bawah atau kehilangan sensoris karena kompresi dasar dari
korteks sensorimotor. Meningioma di spertiga anterior lebih sulit terdeteksi secara
klinik meskipun lebih besar pada saat ditemukan pertama kalinya. Tanda dan gejala
9
termasuk perubahan sikap dan mungkin demensia. Sakit kepala muncul pada
keduanya dan pada meningioma pada umumnya. Meningioma pada tuberculum
sellae ditunjukkan dengan kehilangan penglihatan. Biasanya terjadi unilateral.
Dengan gejala progress yaitu kehilangan ketajaman dan gangguan lapangan
panadng bilateral, yang diakitkan dengan atropi nervus opticus. Meningioma jalur
olfactory berkembang pada midline fossa anterior. Area ini relative tenang dan sering
kali tumor akan mencapai ukuran besar sebelum terdeteksi. Nyeri kepala merupakan
gejala umum dan mungkin ada perubahan mental. Meningioma cerebellopontine
angle menunjukkan gejala yang sama dengan acoustic tumor (vide infra). Gejala
umum berupa hilangnya pendengaran, vertigo, dan tinnitus. Gejala lain pada lokasi
ini secara langsung dipengaruhi oleh ukuran tumor yang mempengaruhi nervus lain
pada basal cranial. Seperti tumor lainny ayng muncul pada fosa posterior, tumor ini
mungkin menyebabkan hidrocephalus yang menyebabkan peningkatan TIK. CT
scan preoperasi akan menyingkap hidrocephalus
meningioma.
CT scan merupakan alat radiologi yang sangat penting dalam konfirmasi diagnosis
meningioma.
Lesi tampak sedikit lebih dense dan menyebar secara homogen setelah
kontas disuntikkan. Perubahan seperti tulang gampang di evaluasi pada CT scan.
Separuh dari pasien dengan meningioma terdapat edema cerebral yang berbatasan
dengan tumor. Pada waktu ini edema mungkin ditandai dan dapat menyulitkan
anestesi dan operasi. Angioraphy sering dilakukan pada pasien dengan dugaan
meningioma. Garis luar yang mensuply tumor, yang seringkali dari karotis eksternal.
Informasi ini berguna pada saat ekstirpasi.
Menegement Anestesi
Pada kasus pasien dengan tumor glioma, managemen anestesi harus tepat yang
memerlukan manipulasi obat dan teknik untuk menjaga CPP stabil.
Meningioma terjadi lebih sering pada pasien tua dan mungkin ada perubahan
mental. Diagnosis bandingnya adalah sindroma alzeimer dan parkinson. Sehingga,
pasien harus diobati dengan levodopa. Ortostatik hipotensi dan disritmia mungkin
menjadi komplikasi pada tindakan anestesi (lihat bab 20).
Tindakan radiologi seharusnya diberikan preoperasi untuk memastikan dua hal
supply vascular untuk meningioma dan sinus vena. Mengetahui dua hal ini
10
sebelunya membuat seorang ahli anestesi mendapat darah yang cukup dan
nitroprusside diberikan jika terjadi intra operasi.
Management Operasi
Jika memungkinkan pasien dengan meningioma seharusnya diterapi dengan steroid
dan antikonvulsan. Khususnya bila ada vasogenik edema, yang penanganan
durante dan post operasinya sulit. Prinsip penanganan sama dengan tumor glioma.
Three-point fiksasi kepala digunakan dan sumbu panjang tumor diletakkan parerel
dengan dasar. Kepala sedikit elevasi dan hindari putaran dan terlalu fleksi yang
mungkin menyebabkan menghambat aliran vena atau pembuntuan ETT atau
menyebabkan pembengkaakn lidah. Kebanyakan pada operasi tumor supratentorial
diposisikan supine. Namun kadang-kadang posisi semislopuch diperlukan, dan
untuk resiko terjadinya emboli udara dipasang dopler precordial dan kateter vena
sentral. Tergantung kondisi fisik pasien, keadaan dehidrasi di otak mungkin
diperlukan. Manitol 20% di infus drip intravena selama 20-30 menit selama tahap
awal operasi. Dosisnya 0,5-1 g/kg. furosemid 10-20 mg dapat ditambahkan untuk
membuat relaksasi otak.
Tipe operasi mirip pada glioma. Kadang memerlukan mikroskop. Craniotomy yang
cukup dilakuakn untuk dapat mengeksisi tumor secara total. Jika memungkinkan
otak yang terpapar seminimal mungkin dan lapangan operasi hanya pada
meningioma saja.
Postoperasi
Kebanyakan pasien diekstubasi di ruang operasi. Selam post operasi kepala di
elevasikan 30 derajat untuk membantu aliran vena dan mencegah kongesti otak.
Steroid diberikan beberapa hari lalu di tapering. Pemberian antikonvulsan
diteruskan. Jika dari pemeriksaan fisik dinyatakan kondisi pasien setelah
pengangkatan meningioma memburuk, dialkukan CT scan untuk mengevaluasi
keadaan edema otak, hematoma, atau hidrocephalus. Kasus yang biasanya
menyebabkan penurunan sensorium adalah peningkatan pembengkakan otak pada
area yang berbatasan dengan dasar tumor. Terapinya yaitu denagn mengelevasikan
kepala dan peningkatan dosis steroid. Manitol diberika jika kondisi pasien tetap.
Seperti halnya dengan glioma, deep vein trombosis merupaakn komplikasi yang
umum yeng terjadi post operasi pada pasien meningioma.
11
Terapi Lain
Setelah pengangkatan meningioma secara total, angka recurrent nya sedikit. Secara
umum pada pengangkatan yang tidak komplit yan diperiksa dengan CT scan dan
dipertimbangkan untuk operasi lagi jika tumor membesar lagi. Biji radiasi dipasang
pada pasien dengan hemiangiopericytoma atau melignant meningioma dan pada
pasien yang recurrence tidak dapat dilakukan operasi.
12
craniectomy selesai, dura dibuka dan dilihat dan sisterna magna akan terlihat.
Cisterna dibuka dan CSF di drainase, membantu dalam relaksasi area tersebut.
Reractor penahan dipasang pada bagian lateral hemisfer cerebellar, yang kemudian
dielevasikan lebih ke superior dan medial. Kebanyakan tumor CP angle akan
terlihat. Dengan mikroskop tumor di dekompresi secara internal dan dikurangi
ukurannya sampai selesai. Secepatnya, tumor yang berbatasan dengan brainstem
ditengah dan saraf kranial bawah lateral di singkirkan. Khusus pada acoustic tumor,
akan perlu usaha keras untuk menghindari injury pada saraf facialis. Teknik
monitoring dikembangkan untuk membantu ini dijelaskan pada bab 4. Setelah tumor
selesai diangkat, hemostasis diberikan, retractor dilepas, dan luka dijahit.
Perawatan Post Operasi
Seperti tumor otak lainnya, pasien dirawat di ICU dimana personilnya sudah
terbiasa dengan masalah neurologis. Umumnya, pasien di ekstubasi pada akhir
operasi dan sudah sadar. Dilakukan monitoring untuk mengetahui tanda-tanda
kenaikan TIK, yang dapat disebabkan perdarahan pada area yang di operasi atau
karena akut hidrosefalus. Jika memungkinkan, CT scan dapat membedakan dua
kondisi tersebut. Jika fungsi memburuk secara cepat, maka reeksplorasi dengan
ventrikulotomy merupakan langkah yang bijaksana. Setelah 1 minggu post operasi
maka dapat terjadi pertumbuhan bakterial meningitis. Diagnosa ditegakkan dengan
kultur CSF. Menigitis bakterial harus dibedakan dari mengitis aseptic, yang dapat
terjadi setelah pembedahan fosa posterior. Steroid diteruskan selama post operasi
dan secara perlahan di tappering.
yang mensekresi 75% kelenjar, dan lobus posterior (neurohipofisis). Tangkai pituitari
menghubungkan lobus posterior dengan hipotalamus, dan vaskularisasi batangnya
menghubungkan dengan lobus anterior.
Dinding lateral sella secara tidak langsung menghubungkan dengan sinus
cavernosus yang terdapat didalamnya arteri carotis interna dan nervus III, IV, V, dan
VI. Ciasma opticus terdapat tepat diatas diafragma sella di depan tangkai pituitari.
Hipotalamus mengkontrol fungsi pituitari anterior lewat sambungan pembuluh darah
dan mengkontrol pituitari posterior melalui persarafan.
Hormon Pituitari
Lobus anterior pituitari mensekresi adrenocorticotropin hormon - ACTH,
prolaktin, growth hormon - GH, TSH, dan gonadotropin (LH dan FSH). Beta endorfin,
yang funsinya susah untuk dibedakan, mungkin juga disekresi pituitari yang
berfungsi mengkontrol lipolisis.
ACTH mengatur pelepasan kortisol dan androgen dari korteks adrenal. Prolaktin
sangat
diperlukan
untuk
laktasi.
GH
menstimulasi
pertumbuhan
tulang,
16
17
patologik sekresi hormon pada awal mula penjelasan penyakit oleh Harvey Cushing
pada tahun 1932.
Penampakan cushing syndroma adalah obesitas truncal, ekstremitas kurus, striae
kulit, hirsutism, moon facies, amenorhoe, osteoporosis, hipertensi, hipokalemia, dan
hiperglikemia. Diagnosis ditegakkan dengan hilangnya variasi diurnal pada ACTH
dan kehilangan supresi ACTH dengan dexxamethason dosis rendah atau tinggi. Tes
metyrapone membantu membedakan antara kasus oleh tumor adrenal dan yang
disebabkan oleh pitutari.
Neoplasma Sekresi Prolaktin
Gejala umum dari tumor sekresi prolaktin adalah amenorhoe, terjadi pada
75% kasus untuk wanita. Galaktorrhea terjadi pada 50% pasien, dan biasanya
berobat karena nyeri kepala. Beberapa wanita hiperprolaktinemic memiliki
galaktorrhea dan kebanyakan mengeluh dengan berat badan lebih, penurunan
libido, kulit berminyak, hirsutism, dan tidak dapat mengandung. Pada pria biasa
mengeluh impotensi dan libido kurang.
Kadar
sssrum
prolaktin
dapat
ditingkatkan
dengan
terapi
fenotiazin
dan
hipotiroidism. Tumor sekresi FH dan FSH jarang ada, tumor sekresi thyrotropin juga
sangat jarang.
Akromegali
Akromegali terjadi akibat sekresi GH yang berlebih, biasanya
dari
18
Pseudotumor Cerebri
Sindroma kenaikan tekanan intracranial pada keadaan dimana tidak
ditemukan massa atau secara jelas , dapat dengan segera diidentifikasi sebabnya
( seperti pada luka baru atau infeksi) telah dikenali sejak akhir abad ke 19 .laporan
Quinkes pad 1897 yang mendiskusikan
adalah referensi paling awal(53) dan warington pada 1914 mungkin yang pertama
menggunakan terminology Pseudotumor cerebri(54). Dan itu yang kemudian dapat
diterima dengan baik secara klinis sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada
meskipun kebingungan mengenai etiologi dan menegeman yang benar masih
tetap ada .
Pseudotumor dapat muncul pada anak kecil
Namun demikian tidak ada satupun penyakit yang pernah menunjukkan posisi yang
signifikan secara statistic. Perbeaan paling penting yang harus dibuat
adalah
mendiagnosa para pasien yang secara nyata menderita Low grade neoplasma.
Dandy ( 59) meramalkan pada 50 tahun yang lalu bahwa nantinya peningkatan CBV
akan secara mengejutkan memegang peranan yang penting. Beberapa bukti
terbatas mendukung pernyataan tersebut (60,61). Bagaimanapun , Hemodinamik
cerebral dan metabolism telah menunjukkan batasan normal(61).
Hammer(62)
menunjukkan
bukti
tentang
meningkatnya
level
cairan
sindrom
subarachnoid
meningkatkan tekanan di sinus sagital ( otitis, thrombosis, trauma) dan kondisi yang
meningkatkan hambtan melalui
menggunakan bukti seperti penelitian tentang transport RISA intra tecal(65) dan
Penelitian CSF dinamik untuk mendukung anggapan tersebut.Argumen sering
dibuat berlawanan dengan kesulitan resorbsi CSF adalah pasien tidak berkembang
menjadi ventriculomegali. Johston dan Paterson beralasan bahwa pada populasi
muda , ruang subarachnoid bisa meluas untuk mengakomodasi cairan tambahan.
Lebih jauh , pengarang beralasan bahwa efek dari tekanan pada vena cortical dan
subependymal vena
menyebabkan
redistribusi
cairan
dan
tekanan
sehingga
mengurangi
ventrikulomegali. Hal ini diterima secara luas, apalagi terdapat juga elemen dari
cairan interstitial.
21
Managemen
Yang lebih penting dari persoalan
mengenai bagaimana terapinya. Hal itu secara luas telah dipikirkan bahwa kondisi
tersebut self limiting dan terapi harus diberikan secra langsung untuk mengurangi
gejala selama masa eksaserbasi. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa
semua pasien bisa diobati secara konservatif dengan menggunakan diuretic(67,68).
Mereka menjadi bagian minoritas dalam hal ini. Nama jinak intracranial hypertension
yang diperkenalkan oleh Foley pada tahun 1955 secara nyata telah menjadi suatu
pertanyaan(67.68). Laporan dari klinil Mayo pada tahun1980 menunjukkan bahwa
11% dari pasien menderita visual loss yang signifikan(69). Data ini, diantara yang
lainnya , membisikkan Hoffman untuk berpendapat
22