Pembahasan
Hubungan Dokter Pasien
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu alat bantu dalam
kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi berbicara tentang
cara menyampaikan dan menerima pikiran- pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi
seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan dan
penerima pesan.
Pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien,
dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam
rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien (informed consent). Komunikasi
yang dilakukan secara verbal dan non- verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap
keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari
alternatif untuk mengatasi permasalahannya.1
Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak superior- inferior)
sangat diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara
jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan
keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan
mengundang masalah.
Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan sebagai sumber
atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. 1 Pasien sebagai pengirim pesan,
menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan dokter sesuai pengetahuannya.
Sementara dokter sebagai pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan
penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi, serta dampak
dari dilakukan atau tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, dokter
bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap pernyataan
pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat
pertanyaan atau pernyataan klarifikasi.
Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa
diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan,
kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing.
Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar
dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik
dan memberi obat yang tepat bagi pasien.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua
pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan
pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter
dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif
dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan
pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses
penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter
sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut dapat
membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama.
Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali
kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya
komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga
dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien,
berdasarkan kebutuhan pasien.1
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan
proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada
pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).1
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan
bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan apabila dokter memiliki
ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.2
434/Menkes/SK/X/1983.4
Kode
Etik
Kedokteran
Indonesia
disusun
dengan
mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan
landasan strukturil Undang Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur
hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter
dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri
sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan
pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus
pelanggaran hukum.
Hubungan antara dokter-pasien diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi
keharmonisan dalam pelaksanaannya. Seperti diketahui hubungan tanpa peraturan akan
menyebabkan ketidakharmonisan dan kesimpangsiuran. Namun demikian hubungan antara
dokter dan pasien tetap berdasar pada kepercayaan terhadap kemampuan dokter untuk berupaya
semaksimal mungkin membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang diderita pasien. Tanpa
adanya kepercayaan maka upaya penyembuhan dari dokter akan kurang efektif.1
Hubungan antara dokter dengan pasien yang seimbang atau setara dalam ilmu hukum
disebut hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual atau kontrak terapeutik terjadi karena para
pihak, yaitu dokter dan pasien masing-masing diyakini mempunyai kebebasan dan mempunyai
kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan suatu perikatan atau perjanjian di
mana masing- masing pihak harus melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain.
Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban.4
Hubungan karena kontrak atau kontrak terapeutik dimulai dengan tanya jawab (anamnesis)
antara dokter dengan pasien, kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik. Kadang-kadang dokter
membutuhkan pemeriksaan diagnostik untuk menunjang dan membantu menegakkan
diagnosisnya yang antara lain berupa pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan laboratorium,
sebelum akhirnya dokter menegakkan suatu diagnosis. Sebagaimana telah dikemukakan,
tindakan medik mengharuskan adanya persetujuan dari pasien (informed consent) yang dapat
berupa tertulis atau lisan. Persetujuan tindakan kedokteran atau informed consent harus
didasarkan atas informasi dari dokter berkaitan dengan penyakit. Hal ini diatur dalam UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Paragraf 2, Pasal 45. Komunikasi
antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat penting dan wajib.3
Melihat pentingnya komunikasi timbal balik yang berisi informasi ini, maka secara jelas
dan tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Paragraf 2, Pasal 45 ayat (2), (3), Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal 52 huruf (a),
(b), dan Pasal 53 huruf (a). Paragraf 6 dan 7 dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran secara jelas menyebutkan mengenai hak dan kewajiban dokter dan
hak dan kewajiban pasien yang di antaranya memberikan penjelasan dan mendapatkan
informasi. Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak dasar
individual dalam bidang kesehatan (The Right of Self Determination). Meskipun sebenarnya
sama fundamentalnya, hak atas pelayanan kesehatan sering dianggap lebih mendasar.3
Perlindungan masyarakat yang menggunakan pelayanan medis oleh dokter dan dokter gigi
selain dipedomani oleh etika universal, saat ini dijamin oleh undang-undang. Segala tindakan
yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi dalam rangka pengobatan mengikuti prosedur sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, yang dalam hal ini diatur oleh disiplin ilmu masing-masing.
Masyarakat pengguna pelayanan medis, dalam batasan tertentu, perlu mengetahui alasan
tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya. Hal ini menyiratkan perlunya
mengembangkan hubungan dokter - pasien sebagai hubungan penuh kepercayaan dalam wujud
komunikasi dua arah yang memberikan peluang bagi masing-masing pihak untuk menyampaikan
pendapatnya.2
Hak dan Kewajiban Pasien
Di Indonesia, semula baru sebagian kecil masyarakat yang mengetahui
hak-haknya sebagai pasien dan hanya diberlakukan secara voluntary
sebagai kode etik dokter dan belum ada jaminan hukumnya. Kemudian pada
5
bila
berhubungan
dengan
dokter,
benar-benar
harus
Dokter tidak dapat disalahkan bila pasien tidak bersikap jujur dan mau
menceritakan seluruh penyakit dan apa yang dirasakannya. 5 Bila pasien
sudah pernah berobat ke dokter lain, misalnya, dia juga harus menceritakan
perawatan apa dan obat apa yang dia dapatkan sebelumnya. Bahkan pasien
sebaiknya juga menceritakan sejarah penyakitnya pada dokter (misalnya ibu
atau ayahnya berpenyakit darah tinggi, jantung, ginjal, diabetes, atau
6
tentang
kewajiban
pasien,
yaitu:
Pasien
dalam
menerima
melakukan
praktik
kedokteran,
dokter
memiliki
hak
dan
pasien. Dua norma yang pertama timbul karena sifat tindakan tersebut
sebagai tindakan medis.6 Adanya izin pasien merupakan hak dari pasien.
Hak tersebut menyebabkan timbulnya kelompok norma-norma yang lain
yaitu norma untuk menghormati hak-hak pasien sebagai individu dan norma
yang mengatur agar pelayanan kesehatan dapat berfungsi di dalam
masyarakat untuk kepentingan orang banyak, dalam hal ini pasien sebagai
anggota masyarakat.
kerja
memberikan
rutin
tertentu.
langkah
yang
Standar
benar
dan
Prosedur
Operasional
terbaik
berdasarkan
permintaan
pasien
atau
juga
informasi
pendukung
yang
berkaitan
dengan
pasien
tetap
dapat
dilayani
dokter
tanpa
Selain itu dokter juga memiliki hak-hak yang berasal dari hak azasi manusia,
seperti:
hak
hak
hak
hak
hak
atas privasinya
untuk diperlakukan secara layak
untuk beristirahat
untuk secara bebas memilih pekerjaan
untuk terbebas dari intervensi, ancaman dan kekerasan, dan lain-
merujuk
pasien
tersebut
dapat
dilaksanakan
apabila
kedokteran/kedokteran
gigi,
dan
beberapa
peraturan
kesehatan
pasien,
memenuhi
permintaan
aparatur
dasar
manusia
yaitu
kebutuhan
akan
kesehatan.
Dalam
yang
berprilaku
dalam
dan/atau
ketentuan
penerapan
keilmuan
dalam
pelaksanaan
pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Sebagian dari
aturan-aturan dan ketentuan tersebut, terdapat di dalam Undang-Undang
Praktik
Kedokteran,
dan
dalam peraturan
Undang-Undang,
Peraturan
Pemerintah,
Peraturan
Menteri
disiplin
adalah
pelanggaran
terhadap
aturan-aturan
tidak
pembenar
atau
pemaaf
yang
sah,
sehingga
dapat
membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan
penjelasan yang jujur, etis dan memadai
(adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam
melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari
pasien atau keluarga dekat atau wali atau pengampunya.
10.
Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik,
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atauetika
profesi.
11.
Melakukan
perbuatan yang
bertujuan
untuk
menghentikan
menerapkan
manusia
sebagai
subjek
penelitian,
dengan
tanpa
15.
Tidak
melakukan
pertolongan
darurat
atas
dasar
diatur
dalam
obat
golongan
narkotika,
Dokter dan pasien adalah dua subjek hukum yang terkait dalam hukum
kedokteran. Keduanya membentuk baik hubungan medik maupun hubungan
hukum. Hubungan medik dan hubungan hukum antara dokter dan pasien
adalah hubungan yang objeknya pemeliharaan kesehatan pada umumnya
dan pelayanan kesehatan pada khususnya. Dalam melaksanakan hubungan
antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan antara keduanya selalu
diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan
dalam pelaksanaannya. Seperti diketahui hubungan tanpa peraturan akan
menyebabkan ketidakharmonisan dan kesimpangsiuran.
Dalam perkembangannya, hubungan hukum antara dokter dan pasien ada
dua macam, yaitu:
kedudukan yang
masing-masing
mempunyai
kedudukan
diyakini
yang
mempunyai
setara.
Kedua
kebebasan
belah
pihak
dan
lalu
terapeutik,
hubungan itu
dimulai
dengan
tanya
jawab
untuk
menunjang
dan
membantu
menegakkan
yang
maksimal.
14
hubungan
ikhtiar
atau
usaha
maksimal.
Dokter
tidak
medis
tanpa
seizin
pasien sebagai
tindakan
1. Dokter
melakukan
pergantian
tugas
dengan
dokter
lain
tanpa
sepengetahuan pasien
a. Aspek etika
Pasal 7c Kode Etik Kedokteran dengan jelas mencantumkan bahwa
seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien dan menjaga
kepercayaan pasien. Meskipun ditemui pasal demikian dalam kode
etik, namun kutipan tersebut tidak begitu spesifik menjelaskan hak
pasien apa yang dilanggar dalam hal ini. Kasus ini lebih banyak
dibahas secara spesifik dari segi disiplin dan hukum.
b. Aspek disiplin
Penggantian dokter yang bertanggung jawab atas satu pasien
tanpa
memberitahukan
terlebih
dahulu
kepada
pasien
yang
yang
dicantumkan
telah
bahwa
dibahas
di
atas.
ketidakhadiran
Dengan
dokter
atau
cukup
dokter
jelas
gigi
pengganti
melakukan
tindakan
pada
pasien
tersebut.
gigi
kedokteran,
berdampak
serta
lebih
apabila
pada
lanjut
dapat
ketidakmampuan
ketidakmampuan
dokter
melanggar
disiplin
berkomunikasinya
dalam
membuat
transaksi
yang
berkaitan
dengan
pemahaman
pasien
harus
di
sini,
tindakan
dokter
yang
meminta
perawat
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi
dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit danpemulihan kesehatan.
Pasal 40
(1) Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus
membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.
(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dokter atau
dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Rekam Medis
18
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan
milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 7
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
19
menolong pasien dengan pengertian terhadap apa yang pasien butuhkan. Menghormati dan
menghargai pasien adalah sikap yang diharapkan dari dokter dalam berkomunikasi dengan
pasien, siapa pun dia, berapa pun umurnya, tanpa memerhatikan status sosial-ekonominya.
Bersikap adil dalam memberikan pelayanan medis adalah dasar pengembangan komunikasi
efektif dan menghindarkan diri dari perlakuan diskriminatif terhadap pasien. Hal tersebut diatur
dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran memuat pasal-pasal
yang berkaitan dengan komunikasi dokter-pasien, Aspek yang cukup dominan mempengaruhi
keputusan pasien dalam berobat ke dokter adalah komunikasi. Sikap dokter dalam
berkomunikasi dengan pasien dapat menimbulkan kesimpulan yang akan mempengaruhi
keputusan pasien. Komunikasi yang tidak efektif dapat menimbulkan masalah dalam hubungan
dokter-pasien, di antaranya adalah tuduhan melakukan malapraktik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasisto B, Sudjana G, Zahir H, Sidi IPS, Witjaksono M, Claramita M, et al.
Komunikasi
efektif
dokter-pasien.
Jakarta:
Konsil
Kedokteran
Indonesia;2006.h.7-21.
2. Elias S, Wayan K, Putu A. Modul komunikasi pasien-dokter: suatu
pendetkatan holistik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.610.
3. Rafly A, Purwadianto A, Rusli A, Rasad A, Aswar B, Sampurna B, et al.
Kemitraan dalam hubungan dokter-pasien. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia; 2006.h.11-35.
4. Jusuf H, Amri A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi ke-4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.14.
5. Sampurna B, Zulhasmar S, Tjetjep D. Bioetik dan hukum kedokteran. Cetakan ke-2. Jakarta:
Pustaka Dwipar; 2007.h. 8; 77-9.
20
Disiplin
Profesi
Kedokteran.
Jakarta:
Konsil
Kedokteran
21