Ernest
R.
Hilgard
dalam
(Sumardi
Suryabrata,
kedalam jiwanya dan disimpan kemudian pada suatu waktu kejadian itu
ditimbulkan kembali dalam kesadaran. Ingatan merupakan kemampuan
untuk menerima dan memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan
menimbulkan kembali apa yang pernah dialami (remembering).
Dalam proses mengingat informasi ada 3 tahapan yaitu memasukkan
informasi (encoding), penyimpanan (storage), dan mengingat (retrieval
stage).
A.3 STM
Ingatan jangka pendek atau sering disebut dengan short-term
memory atau working memory adalah suatu proses penyimpanan memori
sementara, artinya informasi yang disimpan hanya dipertahankan selama
informasi tersebut masih dibutuhkan. Ingatan jangka pendek adalah tempat
kita menyimpan ingatan yang baru saja kita pikirkan. Ingatan yang masuk
dalam memori sensoris diteruskan kepada ingatan jangka pendek. Ingatan
jangka pendek berlangsung sedikit lebih lama dari memori sensoris,
selama anda menaruh perhatian pada sesuatu, anda dapat mengingatnya
dalam ingatan jangka pendek.
Dari ingatan jangka pendek ini, ada sebagian materi yang hilang,
sebagian lagi diteruskan ke dalam ingatan jangka panjang. Jika kita
mengingat kembali akan suatu informasi, informasi dari ingatan jangka
panjang tadi akan dikembalikan ke ingatan jangka pendek. Misal, pada
nomor telepon yang telah anda ulang terus sampai anda bisa
menuliskannya, dan nomor tersebut akan tetap tersimpan dalam memori
anda selama anda aktif memikirkannya. Jika anda berhenti memberikan
perhatian pada itu, maka akan terhapus dalam waktu 10-20 detik. Dalam
rangka untuk mengingat sesuatu berikutnya, otak mentransfernya ke
memori jangka panjang. Proses mengingat nomor telepon, pada
kenyataannya, suatu cara untuk memindahkan nomor dari memori jangka
pendek ke memori jangka panjang.
A.4 LTM
Ingatan jangka panjang (long term memory) adalah suatu proses
memori atau ingatan yang bersifat permanen, artinya informasi yang
pilihan
yang
ada.
2.
Teori Interferensi, teori ini menitikberatkan pada isi interval. Teori ini
interferensi bahwa informasi yang sudah disimpan dalam memori jangka panjang
selalu ada, tetapi kegagalan untuk mengingat kembali lebih disebabkan tidak
adanya petunjuk yang memadai. Dengan demikian, bila syarat tersebut dipenuhi
(disajikan petunjuk yang tepat), maka informasi tersebut tentu dapat ditelusuri dan
diingat kembali.
4.
Connectionism (Koneksionisme)
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan
historis. Dalam hal ini perlu dicatat, bahwa ada kemiripan antara kecenderungan
dan conduction
units tersebut
peristiwa belajar.
Law of exercise (hukum latihan) ialah generalisasi atas law of use dan law
of disuse. Menurut Hilgard & Bower (1975), jika perilaku (perubahan hasil
belajar) sering dilatih atau digunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan
semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika perilaku tadi tidak sering dilatih atau
tidak digunakan maka ia akan terlupakan atau sekurang-kurangnya akan menurun
(law of disuse).
2)
menghargai
karya
Pavlov
yang
dianggap
paling
dahulu
di
dari
teori
Pavlov
ini
juga
dapat
disebut respondent
antara conditioned
pipa kecil (tube). Perlu diketehui bahwa sebelum dilatih (diketahui eksperimen),
secara alami anjing itu selalu mengeluarkan air liur setiap kali mulutnya berisi
makanan. Ketika bel dibunyikan, secara alami pula anjing itu menunjukan
reaksinya yang relevan, yakni tidak mengeluarkan air liur.
Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan kebiasaan mendengarkan
bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS).
Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS) diperdengarkan
lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apakah yang terjadi? Ternyata anjing
percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengar suara
bel (CS). Jadi, (CS) akan menghasilkan CR apabila CS dan UCS telah berkali-kali
dihadirkan bersama-sama.
Agar lebih jelas, pada halaman berikut ini penyusun gambarkan proses
terjadinya
hubungan
antara
stimulus
dan
respon
tersebut
baik
satunya berfungsi sebagai reinforce) maka refleks ketiga yang terbentuk dari
respons atas penguatan refleks dan stimulus lainya akan meningkat. Yang
dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan UCS, sedangkan refleks ketiga
adalah
hubungan
antara
CS
dan
CR.
Sebaliknya, law
of
respondent
extinction ialah jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning
itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforce, maka kekuatannya akan
menurun.
3)
teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan
para psikologi belajar masa kini. Penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner
(lahir sekitar tahun 1904), seorang penganut behaviorisme yang dianggap
controversial. Karya tulisanya yang dianggap baru/terakhir berjudul About
Behaviorism diterbitkan tahun 1974. Tema pokok yang mewarnai karya-karyanya
adalah bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987).
Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang
sama
terhadap
lingkungan
yang
dekat
(Reber,
1988).
Tidak
seperti
sangkar
ini
terdiri
atas
dua
macam
komponen
pokok
sekali
bahwa
eksperimen
Skinner
di
atas
mirip
sekali
dengan trial dan error learning yang ditemukan oleh Thorndike. Dalam hal
ini,fenomena
tingkah
laku
belajar
menurut
Thorndike
selalu
Bond
maupun
dalam
teori operant
conditioning langsung
atau
dua
of
operant
of
operant
of
kekuatan
tingkah
laku
tersebut
akan
belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali
sebagian gejalanya
b.
seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-regulation
(kemampun mengatur diri sendiri) dan self control (pengendalian diri) yang
bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak, merespons jika ia tidak
menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati
c.
suit diterima, mengingat sangat mencoloknya perbedaan antara karakter fisik dan
psikis manusia dengan karakter fisik dan psikis hewan
4)
belajar
pembiasan
asosiasi
dekat
(contiguous
penemu
teori
tersebut
yakni
EdwinR. Guthrie
(1866-
Sudah barang tentu tak dapat dipungkiri, bahwa kegiatan para siswa
melengkapi kalimat-kalimat di atas dengan kata-kata empat, berpuasa, dan Hari
Kemerdekaan RImenunjukkan adanya peristiwa belajar dalam diri para siswa
tersebut.
Namun
demikian,
perlu
dicatat
bahwa
teori
belajar contiguous
conditioning sebagai salah satu cabang mazhab behaviorisme itu tak dapat
diterima begitu saja terutama mengingat kecenderungannya yang serba mekanis
dan otomatis seperti robot atau mesin. Padahal, dalam kebanyakan proses belajar
yang dialami manusia, peranan insight, tilikan akal dan information processing,
tahapan pengolahan informasi baik disadari atau tidak selalu terjadi dalam diri
setiap siswa yang sedang mengalami peristiwa belajar. Sehubungan dengan ini,
Hilgard & Bower (1975:121) menyatakan bahwa meskipun kepercayaan terhadap
teori contiguous conditioning akan berlanjut terus, namun teori tersebut
sebenarnya telah kehilangan daya tarik bagi generasi penerus ahli psikologi
belajar seiring dengan muncul dan populernya psikolodi kognitif.
5)
1995:216) adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura,
seorang psikolog pada Universitas Stanford Amerika Serikat, yang oleh banyak
ahli dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat. Tidak seperti
rekan-rekannya sesama penganut aliran behaviorisme. Bandura memandang
tingkah laku manusia bukan semata-semata refleks otomatis atas stimulus (S-R
bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri .
Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan
normal. Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang di pelajari manusia
terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Dalam hal ini, seseorang siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui
penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespons sebuah
stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respons-respons baru dengan
cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya guru atau
orang tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan
moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons)
dan imitation(peniruan). Penjelasan lebih lanjut mengenai prosedurprosedur
belajar sosial dan moral tersebut adalah sepeti terurai dibawah ini.
Conditioning. Menurut prinsip-prinsip kondisioning, prosedur belajar
dalam mengembangkan prilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan
prosedur belajar dalam menegmbangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni
dengan reward (
ganjaran
memberi
hadiah
atau
mengajar)
yang penting untuk proses internalisasi atau penghayatan sisawa tersebut terhadap
moral standar (patokanpatokan moral). Orang tua dan guru dalam hal ini sangat
diharapkan memberi penjelasan agar siswa tersebut benar-benar paham mengenai
jenis prilaku mana yang menghasilkan ganjaran dan jenis perilaku mana yang
menimbulkan sanksi. Reaksireaki seorang terhadap stimulus yang ia pelajari
adalah hasil dari adanya pembiasaan merespons sesuai dengan kebutuhan.
Melalaui proses pembiasaan merespons (conditioning) ini, ia juga menemukan
pemahaman bahwa ia dapat menghindari hukuman dengan memohon maaf yang
sebaik-sebaiknya agar kelak terhindar dari sanksi .
Imitation. Prosedur lain yang juga penting dan menjadi bagian
yang integraldangan prosedur-prosedur belajar menurut teori social learning,
ialah proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru seyogianya
memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan
contoh berperilaku sosial dan moral bagi siswa.
Sebagai contoh, mula-mula seorang siswa mengamati model gurunya
sendiri yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, umpamanya menerima
seorang tamu. Lalu, perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, berramah tamah,
dan seterusnya dilakuakan model itu diserap oleh memori siswa tersebut.
Diharapkan, cepat atau lambat siswa tesebut mampu meniru sebaik-baiknya
perbuatan sosial yang di contohkan oleh modelnyan itu.
Kualitas kemampuan siswa dalam melakukan perilaku sosial hasil
pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada
ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan
dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu,
tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada persepsi siswa
terhadap siapa yang menjadi model. Maksudnya, semakin piawai dan
beribawa seorang model semakin tinggi pula kualitas imitasai prilaku
sosial dan moral siswa tersebut.
D. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
terganggu, jika hal ini terjadi maka hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan
khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi
pengaruh kecacatan itu.
2. Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul
kecenderungan untuk membaringkan tubuh karena terjadi kekacauan substansi
sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagianbagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan
dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang,
kelelahan ini sangat terasa pada bagia kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit
untuk konsentrasi seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja.
Kelelahan baik secara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan
cara-cara
sebagai berikut:
Tidur,
Istirahat,
3. Faktor psikologis
Faktor psikologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi belajar
yang terdiri dari delapan faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan cara belajar.
Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Belajar
Faktor eksternal yaitu faktor faktor yang berasal dari lingkungan luar dan
dapat mempengaruhi terhadap belajarnya. Faktor eksternal dibedakan menjadi tiga
yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga yang mempengaruhi belajar ini mencakup cara orang tua
mendidik, relasi antara angota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
2. Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode
belajar dan tugas rumah.
3. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar
siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Faktor
masyarakat ini membahas tentang kegiatan siswa dalam masyarakat, dibahas
tentang kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk
kehidupan masyarakat, yang semuanya mempengaruhi belajar.
E. Cara dan Teknik Belajar yang Baik di Perguruan Tinggi
Bahan kuliah yang telah diperoleh harus dipelajari kembali dengan baik.
Untuk belajar sendiri di rumah sebaiknya mahasiswa menyusun Rencana Kegiatan
Belajar (RKB), kegunaan RKB adalah:
a.
b.
c.
agar kita dapat memupuk disiplin belajar dan bekerja dengan baik
Dalam menyusun RKB perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan belajar terdiri
atas dua jenis kegiatan, yaitu:
a.
b.
Reviu akan lebih berhasil lagi jika kita mengadakan tiga macam reviu:
a.
b.
menyediakan
waktu
untuk
mengadakan
reviu
mingguan,
yaitu
a.
Kelompok jangan terlalu besar, 3 sampai 5 orang (terdiri dari putera dan
puteri)
b.
c.
e.
terjadi penyimpangan-penyimpangan
f.
diskusi
g.
belajar
dengan
metode
dengan
metode
R
ini
si
PQRST
adalah
singkatan
penyelidikan.
Penyelidikan
ini
dimaksudkan
untuk
pertanyaan-
pertanyaan. Hal ini menunjukan bahwa anda memang telah mengerti. Tapi
harus diingat, kata "mengerti" itu pun sangat relatif. Karena itu, kita harus
menguji ilmu kita dengan berbagai soal.
d. RTP-ABRI
Cara belajar deangan RTP biasanya dilakukan dilingkungan ABRI yang
punya arti Read The Problem, baca masalah. Sering dipergunakan metode PERU (
preview / menyelidiki, Enquire / menanyakan, Read / membaca, dan Use /
menggunakan).
b.
c.
Jangan belajar dengan cara yang sama dengan terus menerus. mungkin kita
tidak cocok dengan teknik belajar seperti itu, ada 2 jenis metode cara belajar
efektif yang bisa dipahami . Metode Membaca : sebagian besar orang
mengunakan metode belajar ini, orang yang cocok mengunakan tidak mengalami
kesulitan yang berarti. Dan Metode Mendengarkan : Orang tipe ini akan lebih
mudah
8. Ciptakan Suasana Yang Kondusif
Dalam cara belajar efektif, kita harus menciptakan suasana yang kondusif,
nyaman dan tenang untuk belajar. Cara ini merupakan salah satu cara belajar yang
baik karena bagaimanapun jika ingin materi yang kita pelajari itu bener-bener
masuk ke otak, kita harus tenang dan dalam keadaan yang nyaman. Sehingga
nggak mengganggu konsentrasi. Belajar di luar ruangan mungkin adalah pilihan
yang cukup baik, karena selain lebih fresh, kita juga bisa lebih tenang dan nggak
penat dalam belajar.
9. Sering Tapi Jangan Lama (Rutin Dan Teraturlah Belajar)
Belajar jangan terlalu lama, namung per sering anda belajar, seperti pagi
45 menit, siang 15 menit, sore 30menit, malam 1 jam, insya allah cara belajar
efektif ini bisa berjalan baik.
10. Mengerti Bukan Menghafal
Kalau menghafal sesuatu belum tentu kita mengerti. Saat kita mengerti
topik yang dipelajari, secara otomatis akan paham. Pemahaman ini yang akan
membantu menganalisa jawaban. Jadi, biar soalnya diputar-putar, kita pasti bisa
jawab. Memang sih, beberapa mata pelajaran memang butuh hafalan. Misalnya
saja tanggal bersejarah atau nama-nama tokoh. Kuncinya, baca berulang-ulang,
tanpa anda sadari hafalan itu bakal melekat di ingatan dengan sendirinya.
h. Cara Mengatasi Bosan dan Malas Belajar
Refresing dan Relaksasi
Stress yang mengarah ke Dis stress dibuang
Dengan berolahraga yang baik dan benar
Menghilangkan/mengurangi emosi samapi ke ubun-ubun
Belajar berkelompok
memberikan
keterbatasan
kemampuan
keluarga
untuk
memberikan
ilmu
waktu belajar
Perawat dapat mengerti, memahami teori tentang belajar sehingga hal-hal
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azis, Teori-teori Belajar, (Jember : PT. Madania Center Press, 2008), hal, 1
E.P. Hutabarat. Cara Belajar. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta. 243 hal.
Eveline Siregar, dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor : PT.
Ghalia Indonesia, 2010), hal. 25
Hilgard, g,g, and Bower G.M. 1977. Theories of Learning. New Delhi. Prentice
Hall of India
Mohammad Surya, (1981). Pengantar Psikologi, Pengaruh Faktor. Non Intelektual
terhadap Gejala Berprestasi Kurang. (Studi Terhadap Siswa SPG), IKIP Bandung
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
hal. 92-93
N.N. Meningkatkan Daya Ingat. http://www.e-edukasi.net.
Riyanti, D.B.P., Prabowo, H,. Puspitawati, I,. (1996) . Psikologi Umum 1: Seri
Diktat Kuliah Editor: Hendro Prabowo. Jakarta. Fakultas Psikologi Gunadarma
Samidjo, Sri Mardiani. Bimbingan Belajar. Armico. Bandung. 214 hal.
Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.
Jakarta. 195 hal
Sumadi Suryabrata , 1987, Pengembangan tes hasil belajar, Ed. ke-1, Cet. 1.
Jakarta: Rajawali Press
Suwadji,L. Belajar di Peguruan Tinggi
Tim Quantum & Tim Widia Gamma. 2011. Pemantapan Menghadapi SNMPTNIPC 2012 Edisi 10 Tahun. Bandung: Yrama Widia
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.