Anda di halaman 1dari 93

1

ANALISA PIDANA HUKUM DAN KRIMINOLOGI


TERHADAP TINDAK PIDANA
PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

ISMUHADI
NIM : 020 200 - 092

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

ANALISA HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI


TERHADAP TINDAK PIDANA
PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

ISMUHADI
NIM : 020 200 - 092

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA


DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Abul Khair, SH.M.Hum


NIP. 131 842 854
Dosen Pembimbing I

Nurmalawaty, SH.M.Hum
NIP. 131 803 347

Dosen Pembimbing II

Dr. Marlina, SH.M.Hum


NIP. 132 300 072

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

KATA PENGANTAR

Syukur Penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengkaruniai


kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah
dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini berjudul : ANALISA HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI
TERHADAP TINDAK PIDANA

PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA, Penulisan

skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum
Pidana.
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1.

Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.

2.

Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
USU.

3.

Bapak Syafaruddin, SH.MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum


USU.

4.

Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

5.

Bapak Abul Khair, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas
Hukum USU.
Ibu Nurmalawaty, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang j telah banyak
membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi.

6.

7.

Ibu Dr. Marlina, SH.M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi.

8.

Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana
penulis menimba ilmu selama ini.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

9.

Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis sebutkan
satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi.

Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk


menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.

Medan,
Penulis,

Maret 2008

Ismuhadi

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK

Halaman
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................1
B. Rumusan Masalah........................................4
C. Keaslian Penulisan....................................................5
D. Tujuan dan Manfaat.........................................................5
E. Tinjauan Kepustakaan..............................7
F. Metode Penelitian...........................................21
G. Sistematika Penulisan.............................23

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA


PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA
A. Pengaturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana................ 25
B. Pengaturan di dalam Rancangan Undang-Undang KUHP.....................35
C. Peraturan Perundangan-Undangan lain di Indonesia..............................40
BAB III ANALISA KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA
PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA
A. Pengertian Kriminologi dan Teori-Teori Kriminologi............................44
B. Pengertian Kejahatan ditinjau dari pandangan kriminologi....................52
C. Faktor-faktor Penyebab Tindak Pidana Penistaan Agama......................55
D. Usaha Penaggulangan Timbulnya Tindak Penistaan Agama.........69

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan.....................................................81
B. Saran...................................................84

DAFTAR PUSTAKA

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

ABSTRAKSI

Aliran sesat kembali menjadi topik pembicaraan terhangat di masyarakat


Indonesia. Tantangan yang dihadapi MUI semakin berat, hal ini disebabkan semakin
kompleknya permasalahan yang dihadapi umat islam di negeri ini. Kebebasan yang
tidak terbatas akibat reformasi yang disalahartikan telah melahirkan berbagai sikap dan
perbuatan yang jauh menyimpang dari dari norma-norma agama yang sebenarnya,
seperti timbulnya berbagai aliran-aliran kepercayaan yang telah dinyatakan sesat oleh
pemerintah serta lembaga-lembaga lainnya. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),
misalnya, pernah melansir bahwa ada 250 aliran sesat yang eksis di Indonesia.
Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia adalah terdapat di dalam UU No. 1/PNPS/1965
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, di dalam Pasal 156a
KUHP, RUU KUHP di dalam Pasal 342-349, maupun pengaturan-pengaturan lain yang
ditetapkan oleh lembaga-lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan
Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Kejaksaan Agung
baik di tingkat pusat maupun di daerah.Beberapa faktor penyebab timbulnya aliran
sesat, antara lain : kegagalan Pembinaan Agama, Lemahnya Penegakan Hukum (Law
Enforcement), Munculnya Pembela Aliran Sesat, Media Tidak Berpihak kepada Umat
Islam,sebagai grand design pihak asing untuk menghancurkan akidah umat Islam
Indonesia dan boleh jadi para penggagas aliran sesat ini muncul hanya untuk mencari
popularitas dan keuntungan pribadi. Kemudian, munculnya aliran sesat juga terkait
dengan kondisi terpuruknya ekonomi serta gagasan tentang ratu adil dan penyelamatan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama
dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum skunder
yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum pidana
terhadap tindak pidana penodaan/penistaan terhadap agama, khususnya yang sering
terjadi dewasa ini di Indonesia, dengan munculnya berbagai ajaran-ajaran agama baru
yang menyimpang. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan
dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas
dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum, yaitu hukum yang terkait
dengan masalah tindak pidana penistaan terhadap agama.
Pengaturan terhadap tindak pidana penistaan agama diatur dalam KUHP, RUU
KUHP, pengaturan lain tentang tindak pidana ini juga ditetapkan oleh lembagalembaga seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Badan Koordinasi Pengawas
Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM).Usaha penanggulangan yang dapat
dilakukan untuk tindak pidana penistaan agama ini adalah dapat dilakukan baik usaha,
seperti Para tokoh agama Islam mestilah kembali ke pangkuan umatnya. Saatnya para
ulama tidak boleh lagi menyalahkan satu sama lain. Meningkatkan peranan Departemen
Agama dengan merespons dengan cepat setiap muncul keresahan tentang
penyimpangan akidah di masyarakat serta setiap umat Islam seharusnya lebih
membekali diri dengan pemahaman agama yang cukup, selain penahanan terhadap
tokohnya, juga pemerintah melakukan pembinaan pada para pengikut aliaran sesat.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Aliran sesat kembali menjadi topik pembicaraan terhangat di masyarakat
Indonesia. Hangatnya kembali wacana ini tidak dapat dilepaskan dari kepopuleran AlQiyadah Al-Islamiyah yang belakangan tengah dihujat oleh sebagian kalangan. Aliran
yang dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq ini semakin tenar karena media nasional dalam
sepekan terakhir tiada henti mewartakan aliran ini, terutama terkait upaya penindakan
oleh aparat kepolisian. Al-Qiyadah hanyalah satu dari sekian banyak aliran yang dicap
sesat yang berkembang di Indonesia. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),
misalnya, pernah melansir bahwa ada 250 aliran sesat yang eksis di Indonesia. Menurut
Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta, aliran sesat marak karena mereka
pada umumnya menawarkan surga yang bersifat instan. Selanjutnya Mahendradatta
mencontohkan adanya aliran sesat yang mengiming-imingi pembersihan dosa dengan
syarat pembayaran sejumlah uang kepada pengikutnya. Selain itu, sejumlah aliran sesat
terkadang juga menawarkan aturan yang meringankan pengikutnya berupa pengurangan
kewajiban-kewajiban yang selama ini berlaku di agama konvensional. Faktor lain yang
mendorong tumbuh suburnya aliran sesat, menurut Mahendradatta, adalah ringannya
sanksi pidana yang berlaku sehingga tidak memberikan efek jera terhadap penyebar
ajaran sesat. 1
Di Indonesia, UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, selain KUHP, upaya
1

Tim Pengacara Muslim (TPM) Anggap Penindakan Aliran Sesat Sesuai Prinsip HAM, diakses
dari situs: http://www.hukumonline.com/artikel/3/11/2007.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

penindakan aliran-aliran sesat hanya memuat rumusan sanksi pidana penjara selamalamanya lima tahun. Mahendratta memandang rumusan tersebut sudah saatnya direvisi
dengan rumusan sanksi pidana yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan efek jera
dan meredam maraknya aliran-aliran sesat. 2
Di daerah Semarang, Solo, dan Yogyakarta saja misalnya, sebagian besar
pengikutnya adalah mahasiswa dan penyebarannya terus dilakukan oleh kalangan
mahasiswa sendiri untuk kalangan mahasiswa dan pelajar. Penyebarannya bukan saja di
kampus dan sekolah, tetapi juga di tempat-tempat tertentu dengan berbagai macam
bentuk dan variasinya. Besar kemungkinan, kalau tidak terkuak luas kesesatannya,
penyebaran aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah misalnya, akan terus dilakukan dan
menyebar di masyarakat umum. Beruntung kalau kemudian terbongkar dan tidak
berlanjut saat pemimpinnya menyerahkan diri ke Polri. Meski demikian, semua tetap
harus waspada, karena meski pemimpinnya telah menyerahkan diri dan ditahan, diduga
anggota aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah ada yang tetap menolak bertaubat dan tetap
bersikukuh kalau ajarannya benar, akan terus menyebarkan ajarannya. Hal demikian
merupakan ancaman serius yang tidak boleh dibiarkan. Untuk para pengikut yang
belum mau bertobat seperti memang harus tetap diupayakan penyadaran yang
berkesinambungan.

Para mahasiswa dijadikan sasaran karena mereka dinilai akan cukup efektif
untuk direkrut dan diajak menyebarkan aliran sesat. Terlebih yang (maaf) masih
dangkal pemahamannya tentang dasar keagamaan, tentu akan lebih mudah disusupi
ajaran yang berunsur sesat. Mereka kemudian bagai tak punya kekuatan menolak hal

Ibid.
Ari Nursanti, Mewaspadai penyebaran aliran sesat,
http://www.wawasandigital.com.index.php/Senin/12/November/2007
3

diakses

dari

situs

::

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

yang diperintahkan pimpinan aliran yang diikutinya. Kalau mereka dipilih sebagai
target penyebaran aliran, hal itu bukan saja karena mereka punya prestise sebagai
mahasiswa dan pelajar, tetapi setelah itu juga akan mudah mempengaruhi yang lain,
mudah mengeluarkan uang, tenaga dan siap menjadi bumper demi kepentingan aliran.
Kalau sudah begitu, mereka tidak lagi peduli apa kata orang tentang aliran yang diikuti
dan disebarkannya.Penyebaran aliran sesat yang sekarang ini makin banyak terjadi bagi
mahasiswa dan pelajar akan menjadi ancaman tersendiri bagi mahasiswa dan pelajar
dengan kampus maupun sekolah serta lingkungannya. Bahaya bukan saja akan
membuat mereka menjadi sosok yang tidak mampu menggunakan akal sehatnya dan
menjadi kebenaran sejati ajaran agamanya sebagai pedoman hidup, tetapi juga akan
merusak jiwa, raga, dan kehidupan sosialnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat
masalah ini ke dalam skripsi. Karena seperti diketahui, banyak aliran-aliran sesat yang
sifatnya penodaan dan penistaan terhadap agama yang kurang ditindak dengan tegas
oleh hukum, padahal instrumen hukum yang mengatur hal tersebut ada. Penodaan
agama, termasuk penghinaan kepada nabi, menurut syariat Islam, terancam hukuman
yang cukup berat yaitu mati. Hal ini dilandaskan pada hadis riwayat Abu Dawud dari
Ibnu Abbas yang menerangkan seorang buta yang membunuh ibunya sendiri, karena si
ibu tak mau berhenti melakukan penghinaan kepada Nabi. Nabi pun membenarkan
tindakan orang tersebut.

Penodaan agama dikualifikasikan jarimah atau suatu

kejahatan. Akan tetapi, meski terancam hukuman mati, apabila si pelaku kejahatan
bertobat kepada Allah sebelum proses peradilan dijalankan, ia dapat saja dilepaskan
dari segala tuntutan hukum. Tobat memiliki nilai dan kekuatan yang dapat
membebaskan seseorang dari kemungkinan vonis bersalah. Permasalahannya adalah
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

10

hukum syariat dengan ancaman sanksi (al uqubat) berat di atas tidaklah berlaku dalam
tatanan hukum positif kita. Karenanya tidak berlaku juga asas pembebasan hukum atas
dasar pertobatan. Adapun yang berlaku bagi perbuatan penyalahgunaan atau penodaan
agama adalah sanksi hukum pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).

B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang
akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah :
1.

Apakah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya Tindak Pidana Penistaan


Agama di Indonesia dan bagaimana cara penanggulangannya?

2.

Bagaimana Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di


dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia?

C. Keaslian Penulisan
Sepanjang pengetahuan penulis berdasarkan penelurusan, pembahasan skripsi
dengan judul : ANALISA HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP
TINDAK PIDANA

PENISTAAN

AGAMA DI

INDONESIA , adalah sebuah

masalah yang sudah sering kita dengar, namun dalam penulisan skripsi ini Penulis
khusus membahas masalah analisa hukum dan kriminologi terhadap tindak pidana
penistaan agama di Indonesia dengan contoh kasus aliran sesat Al-Qiyadah AlIslamiyah, Ahmadiyah dan sebagainya.

H.M. Rizal Fadhilah,Aspek Hukum Pertobatan


http://www.pikiran-rakyat.com/14/November/2007.

Mushaddeq,

diakses dari

situs

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

11

Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran
dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan
doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan
apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka
penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara
singkat, adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya Tindak Pidana
Penistaan Agama di Indonesia dan bagaimana cara penanggulangannya.
2. Untuk mengetahui Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :
1. Manfaat secara teoritis.
Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk memberikan
masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literature dalam
dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan Analisa Hukum dan
Kriminologi mengenai Tindak Pidana Penistaan terhadap Agama oleh berbagai
aliran sesat di Indonesia, seperti Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmadiyah dan
sebagainya.
2. Manfaat secara praktis

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

12

Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi
pengetahuan tentang bagaimana kasus-kasus penistaan terhadap agama yang
sekarang mulai sering terjadi di Indonesia. Akhir-akhir ini, hampir tiap hari
membaca media massa ibukota, selalu saja menemui berita tentang berbagai aliran
sesat yang meresahkan. Hampir setiap hari selalu saja ada berita mengenai hal ini.
Berita-berita yang paling santer terakhir ini adalah mengenai kelompok Al-Quran
Suci dan Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Setelah mengikuti pengajian, biasanya orang
yang mengikuti aliran semacam ini perangainya menjadi berubah total. Yang
biasanya periang menjadi pendiam, terkesan tertutup dan seperti kebingungan.
Beberapa pihak menduga kelompok Al-Quran Suci ada kemiripan dengan Inkar
Sunnah yang pernah hidup di masa orde baru. Kelompok pengajian ini menolak
keberadaan Hadits, karena dianggap sebagai buatan manusia setelah Nabi
Muhammad saw wafat. Jadinya, hanya mempercayai Al-Quran sebagai satusatunya hukum dan menolak Al-Hadits. Beberapa tokoh juga menduga kalau
pelakunya (behind the scene) adalah bukan dari kalangan muslim, karena mereka
berusaha untuk menjauhkan umat Islam dari Rasulullah. Mungkinkah ini grand
design dari musuh Islam, kita juga tidak bisa memastikan. Dari berbagai kasus,
dapat disimpulkan juga bahwa target-target yang akan direkrut kebanyakan adalah
kalangan anak muda khususnya wanita, target ini biasanya memiliki semangat
Islam tinggi, namun pemahaman agamanya masih rendah. Untuk itu, skripsi ini
diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas wawasan dan cakrawala
berfikir terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di atas.

E. Tinjauan Kepustakaan
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

13

1. Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana


Hukum pidana adalah : hukum yang mempelajari mengenai perbuatanperbuatan apa yang dapat dihukum (berupa pidana) dan hukuman-hukuman apa yang
dapat dijatuhkan (jenis pidananya). Hukum Pidana terdiri dari Hukum Pidana Materil
dan Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana).
Hukum Pidana mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatankejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan hukum, yaitu :
a. Badan peraturan perundangan negara, seperti : negara, lembaga-lembaga
pejabat negara, pegawai negeri, undang-undang,

peraturan

negara,

pemerintah

dan

sebagainya.
b. Kepentingan hukum tiap manusia, seperti : jiwa, raga, kehormatan, kemerdekaan,
hak milik, harta benda dan sebagainya
Jadi hukum pidana mengatur kepentingan umum. Hukum pidana tidak membuat
peraturan-peraturan yang baru, melainkan mengambil dari peraturan-peraturan hukum
yang lain yang bersifat kepentingan umum. Setiap serangan atas kepentingan hukum
perseorangan di samping menyangkut urusan hukum perdata, juga adakalanya menjadi
urusan hukum pidana, seperti pencurian, penghinaan dan sebagainya. Hukum pidana
bersifat memaksa dan mencegah agar tidak terjadi perkosaan terhadap hak-hak manusia
sebagai anggota masyarakat.6
Secara singkat tujuan hukum pidana adalah :

a). Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak
baik.

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1984, hal. 169.
Ibid, hal. 170.
7
Ibid, hal. 171.
6

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

14

b). Untuk mendidik orang telah pernah melakukan permbuatan tidak baik menjadi baik
dan dapat diterima kembali dalam lingkungan kehidupannya.
Setelah diketahui mengenai pengertian hukum pidana, selanjutnya akan dilihat
mengenai peristiwa pidana (selanjutnya disebut tindak pidana). Tindak pidana (delik)
adalah perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana.
Suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai tindak pidana kalau memenuhi
unsur-unsur pidananya, yang terdiri dari : 8
a). Unsur objektif, yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum
dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman.
Yang menjadikan titik utama dari pengertian objektif di sini adalah tindakannya.
b). Unsur subjektif, yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh
undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau
beberapa orang.
Selanjutnya syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu tindak pidana,
adalah : 9
a). Harus ada suatu perbuatan.
b). Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yagn dilukiskan dalam ketentuan hukum.
Artinya, perbuatan itu sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan
hukum yang berlaku pada saat itu.
c). Harus terbukti adanya kesealahan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d). Harus berlawanan dengan hukum. Artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan
hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyata-nyata bertentangan dengan aturan
hukum.
8
9

Ibid, hal. 174.


Ibid.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

15

e). Harus tersedia ancaman hukumannya. Maksudnya kalau ada ketentuan yang
megnatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka
ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang diadakan
dua macam pembagian tindak pidana, yaitu kejahatan yang ditempatkan dalam Buku ke
II dan pelanggaran yang ditempatkan dalam Buku ke III. Ternyata dalam KUHP, tiada
satu Pasal pun yang memberikan dasar pembagian tersebut, walaupun pada bab-bab
dari buku I selalu ditemukan penggunaan istilah tindak pidana, kejahatan atau
pelanggaran. Kiranya cirri-ciri pembedaan itu terletak pada penilaian-kesadaran hukum
pada umumnya dengan penekanan (stressing) kepada delik hukum (rechts-delichten)
dan delik undang-undang (wet-delichten) 10.
Beberapa sarjana mengemukakan sebagai dasar pembagian tersebut bahwa
delik hukum sudah sejak semula dapat dirasakan sebagai tindakan yang bertentangan
dengan hukum sebelum pembuat undang-undang menyatakan dalam undang-undang.
Sedangkan delik undang-undang baru dipandang/dirasakan sebagai tindakan yang
bertentangan dengan hukum, setelah ditentukan dalam undang-undang. 11
Sebagai contoh dari delik hukum antara lain adalah pengkhianatan,
pembunuhan, pencurian, perkosaan, penghinaan dan sebagainya, dan contoh dari delik
undang-undang antara lain adalah pelanggaran, peraturan lalu lintas di jalan, peraturan
pendirian perusahaan, peraturan pengendalian harga dan lain sebagainya. Sarjana lain
yaitu VOS tidak dapat menyetujui bilamana dikatakan bahwa dasar pembagian
pelanggaran adalah karena sebelumnya tindakan-tindakan tersebut tidak dirasakan
10

SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni Ahaem
Petehaem, Jakarta, 1996, hal. 17.
11
H.A.K. Moch. Anwar, Beberapa Ketentuan Umum dalam Buku Pertama KUHP, Alumni,
Bandung, 1981, hal. 15.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

16

sebagai hal yang melanggar kesopanan atau tak dapat dibenarkan oleh masyarakat
(zedelijk of maatschappelijk ongeoorloofd), karena :
a. ada pelanggaran yang diatur dalam Pasal-Pasal 489, 490 KUHP yang justru dapat
dirasakan sebagai yang tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat dan
b. ada beberapa kejahatan seperti Pasal-Pasal 303 (main judi), 396 (merugikan
kreditur) yang justru dapat dirasakan sebelumnya sebagai tindakan yang melanggar
kesopanan.
Dasar pembedaan lainnya dari kejahatan dan pelanggaran yang dikemukakan
adalah pada berat/ringannya pidana yang diancamkan. Seyogyanya untuk kejahatan
diancamkan pidana yang berat seperti pidana mati atau penjara/tutupan. Ternyata
pendapat ini menemui kesulitan karena pidana kurungan dan denda diancamkan, baik
pada kejahatan maupun pelanggaran. Dari sudut pemidanaan, pembagian kejahatan
sebagai delik hukum atau pelanggaran sebagai delik undang-undang, tidak banyak
faedahnya sebagai pedoman. Demikian pula dari sudut ketentuan berat/ringannya
ancaman pidana terhadapnya, seperti yang dikemukakan di atas, sulit untuk
dipedomani. Dalam penerapan hukum positif tiada yang merupakan suatu kesulitan,
karena dengan penempatan kejahatan dalam buku kedua dan pelanggaran dalam buku
ketiga, sudah cukup sebagai pedoman untuk menentukan apakah sesuatu tindakan
merupakan kejahatan atau pelanggaran. 12
Mengenai tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan lainnya
setingkat dengan KUHP telah ditentukan apakah ia merupakan kejahatan atau
pelanggaran. Sedangkan tindak pidana yang diatur dalam peraturan yang lebih rendah

12

H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung,
1981, hal. 20.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

17

tingkatannya (peraturan pemerintah, peraturan-peraturan gubernur/kepala daerah dan


sebagainya) pada umumnya merupakan pelanggaran.
Kegunaan pembedaan kejahatan terhadap pelanggaran, kita temukan dalam
sistematika KUHP yang merupakan buku induk bagi semua perundang-undangan
hukum pidana. Sedangkan istilah tindak pidana merupakan salah satu terjemahan dari
bahasa Belanda yaitu Het Strafbare feit yang setelah diterjemahkan

dalam bahasa

Indonesia berarti:
a. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum
b. Peristiwa pidana
c. Perbuatan pidana dan
d. Tindak pidana
Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai istilah Het
Strafbare feit antara lain

13

a. Rumusan Simon
Simon

merumuskan

(tindakan/perbuatan)

Een
yang

Strafbaar

diancam

feit

dengan

adalah

pidana

oleh

suatu

handeling

undang-undang,

bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld)


oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membaginya
dalam dua golongan unsur, yaitu : unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang
dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu, dan unsur subjektif yang
berupa

kesalahan

(schuld)

dan

kemampuan

bertanggung

jawab

(toerekeningsvatbaar) dari petindak.


b. Rumusan Van Hammel
13

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cetakan III, Eresco


Jakarta, Bandung, 1980, hal. 121.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

18

Van Hammel merumuskan Strafbaar feit itu sama dengan yang dirumuskan oleh
Simon, hanya ditambah dengan kalimat tindakan mana bersifat dapat dipidana.
c. Rumusan VOS
VOS merumuskan Strafbaar feit adalah suatu kelakukan (gedraging) manusia
yang dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan pidana.
d. Rumusan Pompe
Pompe

merumuskan

Strafbaar

feit

adalah

suatu

pelanggaran

kaidah

(penggangguan ketertiban hukum), terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan


untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum
dan menjamin kesejahteraan umum.
Para sarjana Indonesia juga telah memberikan definisi mengenai tindak pidana
ini, yaitu 14 :
a. Mr. Karni mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan yang boleh dihukum.
b. Mr. R. Tresna mendefinisikan tindak pidana sebagai peristiwa pidana.
c. Moeljatno mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan pidana.
d. Dr. Wirdjnono Prodjodikoro mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan
yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku itu dapat dikatakan
merupakan subjek tindak pidana.
Setelah melihat pendapat beberapa ahli mengenai pengertian tindak pidana,
maka selanjutnya dapat dikatakan bahwa tindak pidana adalah terdiri dari dua suku
kata yaitu tindak dan pidana. Istilah tindak dan pidana adalah merupakan singkatan dari
tindakan dan penindak. Artinya ada orang yang melakukan suatu tindakan, sedangkan
orang yang melakukan tindakan itu dinamakan penindak. Mungkin suatu tindakan
14

Ibid, hal. 204-206.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

19

dapat dilakukan oleh siapa saja, tetapi dalam banyak hal suatu tindakan tertentu hanya
mungkin dilakukan oleh

seseorang dari suatu golongan jensi kelamin saja, atau

seseorang dari suatu golongan yang bekerja pada negara/pemerintah (pegawai negeri,
militer, nakhoda dan sebagainya) atau seseorang dari golongan lainnya. Jadi
status/kualifikasi seseorang petindak harus ditentukan apakah ia salah seorang dari
barang siapa, atau seseorang dari suatu golongan tertentu. Bahwa jika ternyata
petindak itu tidak hanya orang (natuurlijk-persoon) saja melainkan juga mungkin
berbentuk badan hukum

15

. Setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum atau

tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang
dilindungi hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, baik yang langsung
atau tidak langsung terkena tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan
setiap tindakan yang sudah dipandang merugikan kepentingan umum di samping
kepentingan perseorangan, dikehendaki turun tangannya penguasa. Apabila penguasa
tidak turun tangan, maka tindakan-tindakan tersebut akan merupakan sumber
kekacauan yang tak akan habis-habisnya. Demi menjamin keamanan, ketertiban dan
kesejahteraan dalam masyarakat, perlu ditentukan mengenai tindakan-tindakan yang
dilarang atau yang diharuskan. Pelanggaran kepada ketentuan tersebut diancam dengan
pidana. Singkatnya perlu ditentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilarang atau
diharuskan dan ditentukan ancaman pidananya dalam perundang-undangan. Penjatuhan
pidana kepada pelanggar, selain dimaksudkan untuk menegakkan keadilan, juga untuk
mengembalikan keseimbangan kejiwaan dalam masyarakat 16.

2. Pengertian Tindak Pidana Penistaan Agama


15
16

Ibid, Hal. 209.


Ibid, Hal. 210.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

20

Perlu diketahui bahwa Code Penal sendiri tidak mengatur mengenai delik
agama, yang ada hanyalah undang-undang mengenai Godslastering di Negeri
Belanda pada tahun 1932 yang terkenal dengan nama Lex Donner oleh Menteri
Donner yang menciptakan undang-undang tersebut. Undang-undang di Jerman dalam
Strafgesetzbuch mencantumkan delik agama dalam Pasal 166, tampaknya menjadi
model dan ilham bagi Negeri Belanda, yang tidak memiliki aturan mengenai delik
agama tersebut di tengah-tengah kehidupan hukum di sana dan tidak mengadakan
transfer ke KUHP Indonesia. 17
Akhirnya tindak pidana penistaan terhadap agama diatur di dalaam Pasal 156
dan 156a, yang memidanakan barang siapa dengan sengaja di muka umum
mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap
suatu agama yang dianut di Indonesia.
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang
bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di negeri Belanda, Jerman dan lain-lain, bahwa ucapan, pernyataan ataupun
perbuatan-perbuatan yang mengejek Tuhan, memiliki peraturan sendiri, suatu
Godslasteringswet di samping peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan delikdelik agama, ataupun pernyataan terhadap Tuhan, Nabi dan lain-lainnya dituangkan
dalam satu ketentuan seperti di Inggris, yaitu blasphemy.
Selanjutnya Oemar Seno Adji berpendapat, tindak pidana penistaan terhadap
agama di Indonesia sendiri diatur di dalam Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP, yang
dimasukkan pada tahun 1965 dengan Penpres No. 1 Tahun 1965 ke dalam kodifikasi
17

Nanda Agung Dewantara, Kemampuan Hukum Pidana dalam Menanggulangi KejahatanKejahatan Baru yang Berkembang dalam Masyarakat, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal. 73.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

21

mengenai delik agama. Namun demikian, Indonesia dengan Pancasila dengan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai causa prima, tidak memiliki suatu afweer
terhadap serangan kata-kata mengejek terhadap Tuhan. Tidak terdapat di sini suatu
perundang-undangan semacam Godslasteringswet ataupun blasphemous libel di atas.
Hal ini dikemukakan sebagai suatu kekurangan yang vital dalam suatu negara yang
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 18
Tindak pidana penistaan terhadap agama yang diatur di dalam Pasal 156 KUHP,
adalah salah satu dari haatzaai-artikelen yang befaamd dirumuskan dengan
perbuatan pidana yang kontroversial, yaitu mengeluarkan pernyataan perasaan
bermusuhan, benci atau merendahkan dengan objek dari perbuatan pidana tersebut,
ialah golongan penduduk, yang kemudian diikuti oleh interprestasi otentik.
Dikatakan dalam Pasal 156 KUHP kemudian, bahwa yang dimaksudkan dengan
golongan penduduk ialah golongan yang berbeda, antara lain karena agama dengan
golongan penduduk yang lain. Maka suatu pernyataan perasaan di muka umum yang
bermusuhan, benci atau merendahkan terhadap golongan agama, dapat dipidanakan
berdasarkan Pasal 156 KUHP. Selanjutnya istilah dalam bahasa Belanda, yaitu
ongelukkig

adalah pernyataan yang ditujukan terhadap golongan agama itu

ditempatkan dalam salah satu haatzaai-artikelen.


Selanjutnya Pasal 156a KUHP memidanakan barangsiapa di muka umum
mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
a. yang pada pokoknya bersifat bermusuhan, penyalagunaan atau penodaan terhadap
suatu agama yang dianut di Indonesia.

18

Ibid.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

22

b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Seperti telah dikemukakan di atas, pasal ini dimasukkan dalam kodifikasi delik
agama pada Penpres No. 1 Tahun 1965, di mana dalam Pasal 1 Penpres tersebut
melarang untuk dengan sengaja dimuka umum menceritakan, menganjurkan atau
mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama
yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan-kegiatan mana
menyimpang dari pokok ajaran agama itu. 19
Selanjutnya barang siapa melanggar ketentuan dalam Pasal 1 tersebut, ia diberi
peringatan dan diperintahkan untuk menghentikan perbuatannya itu ke dalam suatu
keputusan bersama menteri agama, jaksa agung dan menteri dalam negeri. Jika yang
melanggar itu suatu organisasi atau aliran kepercayaan, ia oleh presiden setelah
mendapat pertimbangan dari menteri agama, menteri/jaksa agung dan menteri dalam
negeri, dapat dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi/aliran terlarang.
Jika setelah diadakan tindakan-tindakan sebagaimana tersebut di atas, ia masih
terus melanggar ketentuan dalam Pasal 1 itu, maka orang/anggota atau anggota
pengurus dari organisasi/aliran tersebut dipidana penjara selama-lamanya lima tahun.
Sandaran dari peraturan tersebut adalah pertama-tama melindungi ketenteraman
beragama dari pernyataan ataupun perbuatan penodaan/penghinaan serta ajaran-ajaran
untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

3. Pengertian Kriminologi
19

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya


Lengkap Pasal Demi Pasal, Pliteia, Bogor, 1996, 134-135.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

23

Dalam memberikan pengertian ataupun rumusan apa yang disebut dengan


kriminologi pada prinsipnya belum terdapat suatu definisi yang sama antara pendapat
yang satu dengan pendapat-pendapat penulis lainnya, hal ini disebabkan adanya
perbedaan pandangan para sarjana-sarjana kriminologi. Namun demikian dalam hal
memberikan rumusan apa yang dimaksud dengan kriminologi, maka penulis akan
mencoba mengemukakan pengertian kriminologi baik ditinjau dari segi tata bahasa
(etimologi) dan juga beberapa pendapat dari para sarjana.
Secara etimologi, kriminologi sebagaimana yang dimuat di dalam buku
karangan Ediwarman, yang berjudul Selayang Pandang Tentang Kriminologi
menyebutkan bahwa kriminologi berasal dari dua suku kata, yaitu Crime = kejahatan,
Logos = ilmu pengetahuan. Jadi kalau diartikan secara lengkap, kriminologi adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan 20.
Selanjutnya mengenai pengertian kriminologi dapat juga diketahui dari
beberapa rumusan yang dikemukakan oleh beberapa sarjana , antara lain:
1. Menurut Hurwitj,

kriminologi adalah, : ilmu pengetahuan yang mempelajari

kejahatan sebagai gejala masyarakat (Social Phenomenon Sutherland), sekarang ini


dimasukkan ke dalamnya, usaha-usaha untuk mengatasinya (menanggulangi),
memperbaiki kelakuan jahat, memberantas, setidak-tidaknya mengusahakan
mengurangi kejahatan atau mencegah kejahatan 21.
2. Menurut Michael dan Adler berpendapat bahwa, kriminologi adalah keseluruhan
keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka,

20

Ediwarman, Selayang Pandang Tentang Kriminologi, USU Press, Medan, 1994, hal. 4.
Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU Press,
Medan, 1994, hal. 5.
21

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

24

dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penerbit


masyarakat dan oleh para anggota masyarakat 22.
3. Menurut Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian
dengan perbuatan jahat dari penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat
terhadap perbuatan jahat dan para penjahat 23.
4. Menurut Wilhelm Sauer berpendapat bahwa kriminologi adalah merupakan ilmu
pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan individu dan bangsa-bangsa yang
berbudaya, sehingga objek penelitian kriminologi ada dua, yaitu

24

a. perbuatan individu (Tat Und Tater)


b. perbuatan / kejahatan
5. Menurut Moeljatno, kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan
dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan
kelakuan jelek itu.
Apabila diperhatikan rumusan pendapat-pendapat sarjana tersebut di atas,
maka terdapat adanya satu hal penting yang mempunyai persamaan di mana perumusan
itu secara keseluruhan mempergunakan istilah perbuatan jahat dan atau penjahat.

F.

Metode Penelitian

1. Sifat/Bentuk Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah
pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum

22

JE. Sahetapy, Kriminologi Suatu Pengantar, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 7.
Ibid.
24
Stephan Hurwitz, Kriminologi, saduran Ny. L. Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hal. 3.
23

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

25

skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum


pidana terhadap tindak pidana penodaan/penistaan terhadap agama, khususnya yang
sering terjadi dewasa ini di Indonesia, dengan munculnya berbagai ajaran-ajaran agama
baru yang menyimpang. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang
berkaitan dengan persoalan ini.
Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam
meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait
dengan masalah tindak pidana penodaan/penistaan terhadap agama.
2. D a t a
Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (Library Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teoriteori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik
yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.
Sumber data kepustakaan diperoleh dari :
1. Bahan Hukum Primer, terdiri dari :
a. Norma atau kaedah dasar ;
b. Peraturan dasar ;
c. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana penistaan
agama di Indonesia beserta peraturan-peraturan terkait lainnya.
2. Bahan Hukum Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang
relevan dengan penelitian ini.
3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang
memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

26

sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder
dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk
melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.

25

Selanjutnya Situs Web

juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang
relevan dengan penelitian ini.
3.

Tehnik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka

penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan


(Library Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,
majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain
yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis
secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih
mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika
penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah,

25

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal. 195,
sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu
Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hal. 41.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

27

Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan


dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II

ANALISA

KRIMINOLOGI

TERHADAP

TINDAK

PIDANA

PENISTAAN AGAMA
Pada bab ini dibahas mengenai Pengertian Kriminologi dan Teori-teori
Kriminologi, Pengertian Kejahatan ditinjau dari pandangan kriminologi,
Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Penistaan Agama dan UsahaUsaha Penanggulangan Timbulnya Tindak Pidana Penistaan Agama,
meliputi yaitu : Usaha Preventif (Usaha Pencegahan), Usaha Repressif
(Tindakan Penanggulangan ) dan Usaha Reformatif (Pembinaan terhadap
Para Pelaku)
BAB III

PENGATURAN DAN ANALISA HUKUM TENTANG TINDAK


PIDANA PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA
Pada bab ini dibahas mengenai Pengaturan di dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), Pengaturan di dalam Rancangan
Undang-Undang (RUU)

KUHP dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

(MUI) dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya di Indonesia.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


Pada Bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari
pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

28

BAB II
ANALISA KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA
PENISTAAN AGAMA

A.

Pengertian Kriminologi dan Teori-teori Kriminologi


1). Pengertian Kriminologi
Dalam memberikan pengertian ataupun rumusan apa yang disebut dengan

kriminologi pada prinsipnya belum terdapat suatu definisi yang sama antara pendapat
yang satu dengan pendapat-pendapat penulis lainnya, hal ini disebabkan adanya
perbedaan pandangan para sarjana-sarjana kriminologi. Namun demikian dalam hal
memberikan rumusan apa yang dimaksud dengan kriminologi, maka penulis akan
mencoba mengemukakan pengertian kriminologi baik ditinjau dari segi tata bahasa
(etimologi) dan juga beberapa pendapat dari para sarjana.
Secara etimologi, kriminologi sebagaimana yang dimuat di dalam buku
karangan Ediwarman, yang berjudul Selayang Pandang Tentang Kriminologi
menyebutkan bahwa kriminologi berasal dari dua suku kata, yaitu Crime = kejahatan,
Logos = ilmu pengetahuan. Jadi kalau diartikan secara lengkap, kriminologi adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan 26.
Selanjutnya mengenai pengertian kriminologi dapat juga diketahui dari
beberapa rumusan yang dikemukakan oleh beberapa sarjana , antara lain:

26

Ediwarman, Selayang Pandang Tentang Kriminologi, USU Press, Medan, 1994, hal.

4.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

29

1. Menurut Hurwitj,

kriminologi adalah, : ilmu pengetahuan yang mempelajari

kejahatan sebagai gejala masyarakat (Social Phenomenon Sutherland), sekarang ini


dimasukkan ke dalamnya, usaha-usaha untuk mengatasinya (menanggulangi),
memperbaiki kelakuan jahat, memberantas, setidak-tidaknya mengusahakan
mengurangi kejahatan atau mencegah kejahatan 27.
2. Menurut Michael dan Adler berpendapat bahwa, kriminologi adalah keseluruhan
keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka,
dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penerbit
masyarakat dan oleh para anggota masyarakat 28.
3. Menurut Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian
dengan perbuatan jahat dari penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat
terhadap perbuatan jahat dan para penjahat 29.
4. Menurut Wilhelm Sauer berpendapat bahwa kriminologi adalah merupakan ilmu
pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan individu dan bangsa-bangsa yang
berbudaya, sehingga objek penelitian kriminologi ada dua, yaitu

30

a. perbuatan individu (Tat Und Tater)


b. perbuatan / kejahatan
5. Menurut Moeljatno, kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan
dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan
kelakuan jelek itu.

27

Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU Press,
Medan, 1994, hal. 5.
28
JE. Sahetapy, Kriminologi Suatu Pengantar, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 7.
29
Ibid.
30
Stephan Hurwitz, Kriminologi, saduran Ny. L. Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hal. 3.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

30

Apabila diperhatikan rumusan pendapat-pendapat sarjana tersebut di atas,


maka terdapat adanya satu hal penting yang mempunyai persamaan di mana perumusan
itu secara keseluruhan mempergunakan istilah perbuatan jahat dan atau penjahat.
2). Teori-teori Kriminologi
Sudah menjadi satu istilah yang umum bahwa manusia itu adalah sebagai
makhluk sosial (zoon politicon) yang berarti di samping manusia itu sebagai makhluk
individu/pribadi, juga manusia itu harus hidup berdampingan dengan masyarakat
lainnya. Sehingga di dalam manusia itu berbuatpun, tidak hanya didasarkan atas
kemauannya sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh masyarkat lainnya atau
lingkungannya.
Demikian halnya timbulnya tindakan-tindakan criminal/kejahatan yang terjadi
di dalam masyarakat selain berasal dari diri manusia itu secara pribadi/individu juga
dipengaruhi oleh masyarakat di lingkungannya.
Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa teori tentang kriminologi, yaitu :
1.

Teori Individualistis.
Menurut teori ini kejahatan itu timbul dari dalam diri manusia itu sendiri

akibat dari sifat-sifat si pelaku yang ditentukan oleh bakatnya ataupun pembawaannya.
Unsur bakat di sini oleh para sarjana kriminologi sering diartikan sebagai unsur
keturuanan dan faktor-faktor pembawaan seseorang, sehingga diantara para sarjana
tersebut muncul suatu pertentangan mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam
timbulnya kejahatan yang dipengaruhi oleh Type Geno atau Type Pheno.
Dalam hal ini sebagian sarjana mengatakan bahwa kejahatan itu dipandang
sebagai unsur dari keturunan (type geno) dan penganut yang lain tidak sejauh itu dan

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

31

mereka hanya membicarakan kejahatan itu sebagai faktor-faktor pembawaan seseorang


(type phaeno).
JE Sahetapy mengatakan, type geno adalah modal keturunan yang dimiliki
oleh individu yang diwariskan oleh orang tua individu itu kepadanya yang ada
gilirannya nanti akan diwariskan oleh individu tersebut secara turun temurun dan untuk
selanjutnya tergantung dari keadaan, unsur-unsur yang manakah yang akan menjadi
nyata dalam hidup individu itu di kemudian harinya dan sebaliknya unsur-unsur
manakah yang tidak akan nyata atau tidak akan berkembang dalam diri individu itu
untuk seterusnya. Type Pheno adalah individu yang diwujudkan di bawah pengaruh
type geno dan lingkungan, dimana type phaeno)

ini selama hidup individu itu

berlangsung akan dimungkinkan adanya perubahan-perubahan. 31


Pelopor dari teori individualistis ini adalah Lambroso seorang ahli penyakit
jiwa dan guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Italia dan alirannya disebut
Mazhab Italia yang merupakan cikal bakal dari Mazhab Antropologi.
a. Ajaran Lambroso.
Lambroso mengatakan ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan
fisik seseorang yang mana keadaan itu sangat berbeda dengan manusia-manusia
lainnya. Bentuk-bentuk perbedaan itu menurut dia adalah berupa tanda-tanda, seperti :
tengkorak yang simetris, dagu yang memanjang, hidung pesek, roman mukanya yang
lebih lebar, mukanya menceng, tulang dahinya melengkung ke belakang, rambutnya
tebal dan kalau sudah tua lekas botak di bagian tengah kepalanya.
Ciri ciri jasmani ini (stigma atau anomaly) bukanlah sebab musabab dari
kriminalitas, namun ciri-ciri tersebut memang memberi indikasi adanya pradisposisi31

J.E. Sahetapy, op.cit.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

32

disposisi untuk kriminalitas ini. Pradisposisi ini, seperti ciri-ciri jasmani merupakan
akbiat dari gejala atavistis atau degenerasi, dan hanyalah dalam keadaan lingkungan
yang sangat memuaskan, individu yang menunjukkan sejumlah ciri tersebut tidak akan
melakukan kriminalitas.
Hipotesa yang dibuat oleh Lambroso ini dalam dunia ilmu pengetahuan
hukum jika dipandang akan menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positifnya, adalah :
a. akibat perkembangan ajaran ini maka dapat memberikan sokongan pendapat
mengenai psychiatric criminal di Prancis
mempertahankan

pengertian-pengertian

dan

tentang

memberi bantuan untuk


sebab-sebab

patologi

dari

kejahatan.
b. karena kerjanya maka pribadi si penjahat oleh hakim makin lama makin dijadikan
pusat perhatian.
Sedangkan dampak negatifnya adalah hal ini akan menghalang-halangi
majunya perkembangan kriminologi karena ada anggapan/sugesti bahwa penjahat
dipandang dari sudut biologi adalah makhluk abnormal.

2. Aliran yang menggunakan test mental (the mental testern)


Aliran ini adalah merupakan kelanjutan dari aliran Lambroso yang asli yang
ketika itu mendapat tantangan keras dari ahli-ahli masyarakat pada jamannya. Pelopor
dari teori ini adalah Goddaard, yang menyatakan : lemah pikiran merupakan suatu
faktor bakat yang membawa kepada kejahatan, sebab orang-orang yang lemah pikiran

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

33

tidak mampu memahami akibat-akibat dari perbuatan-perbuatannya, dan tidak sanggup


memahami maksud dan makna dari undang-undang. 32
Dalam hal ini Goddaard melakukan percobaan-percobaan dengan dengan test
mental, yang akhirnya menemukan suatu kesimpulan bahwa tingkah laku jahat itu
adalah bakat yang dibawa sejak lahir.
c. Aliran Psychiatric
Pelopor aliran ini adalah Sutherland yang mengatakan bahwa kejahatan
merupakan pengungkapan yang tidak dapat dihindarkan dari struktur kepribadian
tertentu, yang ditentukan oleh bakat. Keadaan lingkungan boleh dikatakan tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan itu 33. Aliran ini sangat dipengaruhi oleh ajaran
Sigmund Freud tentang susunan kepribadian dari seseorang itu yang terdiri dari : id,
ego dan super ego.
Calvin S. Hall dalam bukunya Suatu Pengantar Ke dalam Ilmu Jiwa Sigmund
Freud mengatakan bahwa ; seluruh kepribadian, seperti yang dirumuskan oleh Freud
sendiri terdiri dari tiga sistem yang penting yang dinamakan dengan id, ego dan
super ego. Ketiga sistem ini merupakan satu susunan yang bersatu dan harmonis
sehingga memungkinkan individu itu bergerak secara efisien dan memuaskan
lingkungannya. Tujuan dari gerak-gerik ini adalah untuk memenuhi keperluan dan
keinginan manusia yang pokok.

32
33

Ibid, hal. 108.


Ibid, hal. 109

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

34

Selanjutnya Sigmud Freud mengatakan bahwa ketiga susunan kepribadian ini


id, ego dan super ego masing-masing mempunyai fungsi yang saling mendukung antara
yang satu dengan yang lainnya yaitu dalam hal 34:
1.id berfungsi untuk mengusahakan segera tersalurkannya kumpulan-kumpulan
energi atau ketegangan, yang dicurahkan dalam jasad oleh rangsangan-rangsangan
baik itu dari dalam maupun dari luar.
2. ego adalah pelaksanaan dari kepribadian, yang mengontrol dan memerintah id
dan super ego dan memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan
seluruh kepribadian dan keperluannya yang luas.
3. super ego adalah cabang moril atau cabang keadilan dari kepribadian. Super ego
itu bertujuan kearah kesempurnaan dari kenyataan atau kesenangan. Jadi super ego
itu adalah kode moril dari seseorang yang berkembang dari ego sebagai akibat dari
perpaduan yang dialami oleh seorang anak dari ukuran-ukuran orangtuanya
mengenai apa yang baik dan apa yang buruk dan bathil.
2.

Teori Sosiologis
Teori sosiologis adalah merupakan kebalikan dari teori individualistis. Teori

individualistis mengatakan bahwa kejahatan adalah sebagai akibat dari pembawaan


sifat-sifat tertentu dari si pelaku. Maka dalam teori ini kejahatan itu timbul diakibatkan
oleh faktor-faktor yang terletak di luar diri si pelaku.
Menurut teori ini sebenarnya tingkah laku manusia itu ditentukan oleh
lingkungan individu (environment) dari si pelaku. Teori sosiologis ini muncul adalah
sebagai reaksi terhadap pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana yang
menganut teori individualistis yang hanya memandang kejahatan itu dari dalam diri si
34

Calvin S. Hall, Suatu Pengantar Ke dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud, Terjemahan S. Tasrif,
Pembangunan, Jakarta, 1962, hal. 28.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

35

pelaku. Sebagai reaksi terhadap teori individualistis maka penganut teori sosiologis
(lingkungan) mengemukakan pendapat-pendapat mereka, antara lain 35 :
a. Bonger
Bonger melihat kejahatan itu sebagai suatu gejala massa dalam pergaulan hidup,
dimana terutama fluktuasi (bertambah atau berkurang) mempunyai arti penting. Dan
meskipun ada orang-orang yang karena struktur kepribadiannya dapat menjadi
penjahat, namun jumlah presentase mereka dalam suatu pergaulan hidup selama
satu tenggang waktu yang panjang tidak berobah. Jika dalam jangka waktu itu dan
dalam masyarakat itu terjadi juga fluktuasi dalam jumlah kejahatan yang terbagi
dalam jenis-jenis delik, maka hal ini tentu diakibatkan oleh faktor-faktor yang
terletak di luar individu itu, jadi dari faktor lingkungan.
b. Gabriel Tarde
Gabriel Tarde mengemukakan bahwa sifat meniru (imitation) dari manusia
menentukan tingkah lakunya kemudian. Karena itu sebab dari kejahatan adalah
hasil dari peniruan kejahatan yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain, dan
dalam hal ini tiru meniru hanya terdapat dalam masyarakat/lingkungan individu
(environment).
c. Lacassagne
Mengemukakan bahwa yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling kita
yang merupakan suatu kebun pembenihan untuk kejahatan. Kumannya adalah
penjahat, yaitu suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila sebabnya sudah
menjadi suatu kejahatan 36.

35

MWE. Noach, Kriminologi Suatu Pengantar, diterjemahkan oleh JE. Sahetapy, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1992, hal. 104.
36
Ridwan Hasibuan, op. cit, hal. 24.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

36

Selanjutnya, mengenai hal ini orang beranggapan bahwa seorang individu yang
melakukan peniruan (imitasi) dalam masyarakat memang besar sekali pengaruhnya
walaupun setiap kehidupan manusia itu mempunyai ciri khas tersendiri, namun
harus kita akui bahwa orang-orang dalam hidupnya sehari-hari dan pendapatnya
sangat mengikuti keadaan dari lingkungan di sekitar mereka itu ataupun lingkungan
di sekitar kita sangat dominant dalam menentukan arah hidup kita selanjutnya.

B. Pengertian Kejahatan ditinjau dari pandangan kriminologi


Kejahatan adalah suatu nama yang diberikan oleh orang/masyarakat untuk
menilai perbuatan ataupun tingkah laku seseorang ataupun sekelompok orang sebagai
suatu perbuatan yang digolongkan ke dalam perbuatan jahat. Jadi, pengertian kejahatan
ini adalah termasuk ke dalam pengertian yang relatif, yaitu tergantung kepada orang
yang memandang dan dari sudut mana dia memandangnya. Kejahatan di dalam KUHP
terdapat di dalam buku II yang memuat tentang tindak pidana yang dinamakan
misdrijven atau kejahatan 37.
Beberapa sarjana yang memberikan definisi tentang kejahatan, membagi
kejahatan dari 3 (tiga) sudut pandang, antara lain :
1. Kejahatan dipandang dari Segi Sosiologis
a. W.A. Bonger, menyatakan bahwa kejahatan dipandang dari sudut sosiologis
adalah satu jenis gejala sosial, yaitu suatu kelakuan yang asosial dan amoral
yang tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan dan secara sadar ditentang
oleh pemerintah.

37

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hal. 4

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

37

b. Paul Mudikno Moeliono menyatakan kejahatan adalah perbuatan manusia yang


merupakan pelanggaran norma yang dirasakan merugikan, menjengkelkan
sehingga tidak boleh dibiarkan. Pengertian tidak boleh dibiarkan disini
dimaksudkan bahwa apabila terjadi juga perbuatan tersebut, maka si pembuat
tersebut harus ditindak dan sarana yang paling tepat menindaknya adalah
melalui sarana hukum, yaitu hukum pidana.
2. Kejahatan dipandang dari Segi Hukum
Pengertian kejahatan dipandang dari segi hukum adalah perbatasan yang
dilarang oleh undang-undang dan barang siapa yang melakukan sesuatu perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang tersebut, maka ia akan dihukum. Jadi, tegasnya
kejahatan di sini adalah setiap perbuatan yang telah ditetapkan atau dirumuskan dalam
suatu peraturan (pidana).
3. Kejahatan dipandang dari segi kejiwaan (Psikologis)
Setiap perbuatan manusia adalah dicerminkan oleh kejiwaan dari manusia
bersangkutan yang dalam tindakannya sampai dimana manusia itu dapat menyesuaikan
diri dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakatnya. Jadi dapat dikatakan
bahwa perbuatan jahat (kejahatan) adalah suatu tindakan (perbuatan) yang tidak sesuai
dengan kesadaran hukum masyarakat

tertentu tersebut yang oleh karena itu pula

perbuatan itu dapat dikatakan adalah tidak normal (abnormal).


Setelah melihat mengenai pengertian dari kejahatan itu tetapi masih belum
ditemui suatu keseragaman pendapat karena memang pada umumnya bahwa kejahatan
itu diartikan tergantung kepada orang tertentu dan dari sudut mana dia memandang.
JE. Sahetapy menyatakan, bahwa pengkajian lebih lanjut dan pembagian dari
gejala kejahatan dapat ditempuh melalui dua jalan, yaitu bentuk gejala kejahatan itu
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

38

sendiri yang dapat dibahas dan dibagi menurut perbuatan atau perbuatan kelompok,
tetapi perubuatan itu dapat juga dilihat sebagai ungkapan pelaku dan kemudian para
pelaku dijadikan dasar pembagian.
1. Pangkal tolak = perbuatan. Pembagian menurut perbuatan dapat dibagi dua,
bilamana dilihat pada cara tindak pidana dilakukan atau pada denda hukum dan
nilai hukum yang menderita karena tidak pidana itu 38.
Menurut cara melakukan sebagai suatu kemungkinan pembagian 39:
a. perbuatan itu dilakukan sedemikian rupa, sehingga si korban dapat mengamati,
baik perbuatan maupun si pelaku, tanpa mempertimbangkan apakah si korban
menyadari perbuatan itu sebagai tindak pidana atau tidak, misalnya
penganiayaan, penghinaan, perampokan, sejumlah bentuk perbuatan curang,
banyak tidak pidana seksual, dan sebagainya).
Sebaliknya, perbuatan itu dibuat sedemikian rupa sehingga si korban tidak
melihat perbuatan, pelaku atau kedua-duanya pada waktu hal itu dilakukan,
misalnya : penggelapan, penahanan, banyak bentuk pencurian biasa atau yang
dikualifikasi, kebanyak tindak pidana pemalsuan dan peracunan.
b. perbuatan itu dilakukan dengan mempergunakan sarana-sarana bantu khusus
(alat-alat pertukangan, bahan kimia dan sebagainya) atau tanpa yang disebut
tadi.
c. perbuatan itu dilakukan dengan kekerasan fisik, dengan cara memaksa atau
secara biasa.
Menurut benda-benda hukum yang menderita, pada pokoknya hal ini dipakai
sebagai dasar pembagian dalam hukum pidana terutama dalam Buku II, dimana
38
39

Ibid.
Ibid

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

39

pada tiap bab diberi judul = Kejahatan terhadap. Juga


dalam kriminologi dikenal selama ini pembagian sedemikian, dimana dibadakan
tindak pidana agresif, ekonomi, seksual, politik dan tindak pidana lain.
2. Pangkal tolak = si pelaku. Si pelaku juga disini terdapat dua cara, dapat dimulai
berdasarkan motif si pelaku atau berdasarkan sifat-sifat si pelaku.

C. Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Penistaan Agama


Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai perlu ada aturan perundangundangan yang lebih tegas terkait aliran-aliran sesat di Indonesia. Ketua Umum PBNU
KH Hasyim Muzadi menyatakan, aturan yang ada saat ini, seperti soal penistaan
agama, dirasa sudah kurang memadai terbukti pemerintah seringkali terkesan bingung
dan ragu menyikapi aliran sesat yang muncul dan marak belakangan ini. Oleh karena
itu, Untuk keselamatan bangsa ke depan, maka perlu ada modifikasi aturan
perundangan terkait aliran sesat tersebut.40
Menurut KH Hasyim Muzadi, kelonggaran yang muncul sejak reformasi
bergulir, juga memberi peran pada maraknya kemunculan aliran sesat.

Data

menyebutkan sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang berkembang
di Indonesia, 50 aliran di antaranya tumbuh subur di Jawa Barat. Menurut KH Hasyim
Muzadi, kalau dulu ada preventive action, kalau dinilai berpotensi membuat kekacauan,
ditangkap dulu sebelum terjadi sesuatu, kalau sekarang tidak bisa karena turannya
terlalu longgar. Tidak adanya hukum yang cukup tegas tentang aliran-aliran yang
menyimpang dari ajaran agama itu membuat aparat berwenang kehilangan pegangan

40

PBNU : Perlu Ada Aturan Yang Tegas Terkait dengan Aliran Sesat, diakses dari situs :
http://www.antara.co.id/arc/2007 /10/31.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

40

sehingga kerap tampak ragu-ragu menentukan sikap bila muncul sebuah aliran yang
berpotensi meresahkan masyarakat.
Fenomena aliran sesat, bukanlah persoalan kebebasan dalam bingkai hak asasi
manusia (HAM) sebagaimana dikampanyekan sebagian kalangan. Mengaku nabi itu
bukan hak asasi manusia, tapi hak ketuhanan. Harus dibedakan antara hak asasi
manusia dan hak ketuhanan. Hak asasi tidaklah bebas nilai. Hak tersebut, tetaplah harus
dalam bingkai norma, etika dan agama.
Dewasa ini banyak sekali muncul aliran-aliran sesat, seperti Al-Qiyadah AlIslamiyah, Ahmadiyah dan sebagainya. Seperti aliran Al-Qiayadah Al-Islamiyah telah
difatwa sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kapolri Jenderal Polisi Sutanto
menginstruksikan seluruh jajarannya untuk mencari dan menangkap tokoh-tokoh
penebar aliran al-Qiyadah al-Islamiyah. Aliran ini dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq
alias Haji Salam, yang memproklamirkan diri sebagai Rasul setelah bertapa di Gunung
Bunder Bogor 40 hari 40 malam, menjadi salah satu tokoh paling disorot dalam
beberapa waktu belakangan ini. Aliran ini telah menyebar di beberapa daerah seperti
Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan
Batam. Selain telah dinyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai ajaran sesat
dan terlarang, instruksi tersebut dikeluarkan Kapolri karena keberadaan aliran alQiyadah al-Islamiyah dinilai telah meresahkan dan mengganggu ketenteraman
masyarakat. Melalui keputusan nomor 04 tertanggal 3 Oktober 2007, MUI telah
menetapkan bahwa aliran al-Qiyadah al-Islamiyah adalah sesat dan orang-orang yang
mengikutinya telah keluar dari Islam (murtad). Dalam keterangannya di kantor MUI
masjid Istiqlal, KH Maruf Amin menegaskan bahwa al-Qiyadah telah terbukti

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

41

mengingkari ajaran pokok Nabi Muhammad serta menodai dan mencemari ajaran
agama Islam. 41
Ada dua kesalahan fatal, di samping yang lain, yang dilakukan al-Qiyadah alIslamiyah

sehingga pantas dinyatakan sesat. Pertama, pengakuan pemimpinnya

(Ahmad Mushaddeq) bahwa dia adalah rasul Allah sesudah Nabi Muhammad. Dia
diutus

untuk

menyempurnakan

ajaran

Muhammad

sebagaimana

Muhammad

menyempurnakan ajaran Musa dan Isa. Bentuk nyata dari pengakuan di atas adalah
diperkenalkannya syahadat baru, yaitu asyahadu anla Ilaha illa-Allah, wa asyahadu
anna Masih al-Mauud rasul-Allah (saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
saya bersaksi bahwa Masih al-Mauud [Ahmad Mushaddeq] adalah Rasul Allah).
Terlihat jelas di situ bahwa sang pemimpin menggantikan posisi abi Muhammad.

42

Kedua, al-Qiyadah al-Islamiyah menggugurkan kewajiban ibadah-ibadah utama


dalam Islam. Dikatakan bahwa shalat lima waktu sehari semalam, puasa di bulan
Ramdhan dan menunaikan ibadah haji tidaklah wajib. Mereka berdalih bahwa
perkembangan umat Islam Indonesia saat ini baru berada pada fase awal. Karena itu,
sebagaimana yang berlaku pada fase awal di masa Nabi, semua ibadah di atas tidaklah
diwajibkan kepada umat Islam sampai berdirinya Khilafah Islamiyah. Adapun ibadah
yang wajib dilakukan umat Islam adalah shalat tahajud pada malam hari.
Selain aliran al-Qiyadah al-Islamiyah, muncul juga aliran sesat lain, yaitu aliran
ahmadiyah. Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta menerbitkan
sebuah buku berjudul Ahmadiyah Menodai Islam memerinci kesesatan dan niat jahat
ahmadiyah. Aliran sesat yang didirikan oleh seorang Qodiyan yang mengaku dirinya

41

Melepas Jerat Aliran Sesat,


ind_more.php?id=4969_0_3_30_M14
42
Ibid.

diakses

dari

situs

http://www.cmm.or.id/cmm-

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

42

nabi bernama Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 di sebuah kota
bernama Ludhiana di Punjab, India. Negeri ini oleh orang-orang ahmadiyah disebut
Darul Baiat. Mereka meyakini sesudah Nabi Muhammad SAW akan ada nabi-nabi
lain yang tidak membawa syariat baru, dan hal ini akan berlangsung hingga hari kiamat.
Dengan pemahaman ini mereka ingin melegalkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah
nabi baru. Karena itu, bagi mereka nabi dan rasul yang wajib diimani tidak lagi 25
orang orang, tapi 26 orang. Tidak cukup mengaku nabi, Mirza juga mengaku menerima
wahyu. Wahyu itu ditulis dalam kitab suci yang disebut Tadzkirah. Kitab ini berisi
potongan-potongan ayat Al-Quran yang dimaknai sesuai keinginan nabi palsu. Selain
itu, Mirza

juga membuat ayat-ayat

sendiri yang mirip dengan ayat Al-Quran.

Tadzkirah

menempati posisi yang sama dengan Al-Quran pada jamaah mereka.

Sehingga kitab suci yang wajib diimani bertambah satu, selain Zabur, Taurat, Injil dan
Al-Quran. 43
Kajian yang dilakukan oleh LPPI menemukakan pada halaman 43-53 kitab itu
ada 101 ayat Al-Quran yang dibajak, halaman 363-374 ada 161 ayat, halaman 374-388
ada 208 ayat. Dia meramu sendiri ayat-ayat Al-Quran dan ayat-ayat buatannya sendiri,
bahkan tanpa menyebut sumber ayat tersebut. Sebagai contoh, dalam buku Haqidatul
Wahyu yang ditulis Mirza Ghulam Ahmad bahwa dalam surat Al-Anfal (8) ayat
16:dan bukan kamu melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar disambung dengan surat Ar-Rahman (55) ayat 1-2 : Tuhan Yang Maha
Pemurah (1) yang mengajarkan Al-Quran (2). Padahal ayat itu memiliki latar belakang
(asbabun nuzul) yang berbeda. Banyak lagi ayat lain yang semodel dengan ini.

43

Ahmadiyah Jahat dan Sesat, Tabloid Surat Islam, Edisi 36, tanggal 18-31 Januari 2008 M/9
22 Muharram 1429 H.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

43

Selain itu, jemaat ahmadiyah juga menganggap bahwa Rasulullah mempunyai


wakil agung. Padahal ajaran ini tidak pernah ada dalam Islam. Kemudian, ahmadiyah
mengajarkan paham reinkarnasi yang menyebut

bahwa Mirza Ghulam Ahmad

merupakan reinkarnasi (penjelmaan) dari Nabi Muhammad SAW. Ajaran ini tidak
pernah ada dalam Islam. Selanjutnya, kalangan ahmadiyah mempunyai tempat suci
sendiri untuk melaksanakan ibadah haji yaitu Rabwah dan Qodiyan di India. Mereka
mengatakan, alangkah celakanya orang yang telah melarang dirinya bersenang-senang
dalam haji akbar ke Qodiyan. Haji ke Mekkah tanpa haji ke Qodiyan adalah haji yang
kering lagi kasar. Dan selama hidupnya Mirza tidak pernah pergi haji ke Mekkah.
Aliran ahmadiyah juga memiliki perhitungan kalender yang berbeda dengan kalangan
umat Islam lainnya. Nama bulannya adalah suluh, tabligh, aman, syahadah, hijrah,
ihsan, wafa, zuhur, tabuk, ikha, nubuwah, dan fatah. Sedangkan tahunnya
menggunakan apa yang

disebut sebagai Hijri Syamsi (HS). Saat ini masuk tahun

1387 HS.44
Selanjutnya dalam pandangan ahmadiyah, orang di luar mereka adalah kafir dan
wanita ahmadiyah haram kawin dengan laki-laki di luar ahmadiyah. Mereka juga
mengeluarkan sertifikat

kuburan surga yang memungkinkan anggota ahmadiyah

yang mati bisa dikuburkan di Rabwah, Pakistan, tentu dengan membayar sejumlah
uang. Daerah ini dianggap

tempat suci. Sertifikat itu juga dilengkapi pernyataan

wasiat yang isinya menyerahkan setengah harta kekayaan orang yang mati tersebut
kepada ahmadiyah.
Berkenaan dengan hal itu Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin
meminta pengikut aliran sesat untuk dirangkul dan diajak kembali kepada Islam. Beliau
44

Ibid.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

44

menyatakan bahwa

jangan sampai ada penghakiman secara sepihak dan tindakan

kekerasan. Mareka harus dirangkul agar kembali ke jalan yang benar. Pernyataan ini
harus dipahami secara baik oleh umat Islam. Kekerasan yang sejauh ini dilakukan
terhadap para pengikut al-Qiyadah telah menimbulkan dua kemungkinan. Yang
pertama, keimanan para pengikut itu semakin kuat. Hal ini disebabkan pandangan
bahwa kebenaran senantiasa memerlukan pengorbanan. Apalagi dalam sejarah dakwah
Rasulullah Saw, penindasan dan pengucilan adalah sesuatu yang kerap terjadi. Artinya
sejarah itu bisa dijadikan inspirasi dan teladan oleh mereka dengan menganalogikan apa
yang mereka alami sekarang sama dengan di masa Rasul.

45

Selanjutnya menurut beliau bahwa munculnya aliran-aliran sesat seperti alQiyadah al-Islamiyah dan al-Quran Suci, merupakan dampak dari era kebebasan yang
tidak terbatas serta dakwah Islamiyah yang tidak komprehensif. Akibatnya banyak
masyarakat awam yang mudah terjebak dengan aliran-aliran sesat yang seringkali
mengatasnamakan Islam. Padahal, Din menegaskan, Islam menghargai perbedaan
selama perbedaan tersebut seputar persoalan-persoalan yang khilafiah. Perbedaan yang
menyangkut hal-hal bersifat cabang atau disebut khilafiah, ada toleransi. Tapi kalau
sudah menyentuh dasar keyakinan, tidak ada toleransi. Pada dasarnya Indonesia
menghargai kebebasan beragama. Namun bukan berarti kebebasan itu bisa dipakai
seenaknya. Bukan berarti bisa mencederai. Apalagi secara sengaja merusak ajaran yang
sudah baku. Agama manapun tidak akan setuju. 46
Umat Islam di Indonesia, mungkin akan bertanya mengapa banyak sekali
muncul aliran-aliran sesat di Indonesia. Sedangkan di Timur Tengah misalnya, isu-isu

45

Fenoma Aliran Sesat dan Makna Kebebasan Beragama, Diakses dari situs
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=4984, 27 November 2007.
46
Ibid.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

45

aliran sesat nyaris tidak pernah terdengar. Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmadiyah dan
berbagai aliran sesat lainnya hanya fenomena gunung es (iceberg) saja. Di dasar lautan,
ratusan ajaran menyimpang dari aqidah yang lurus telah banyak malang melintang.
Menurut koordinator Aliansi Ummat Islam (ALUMI), Hedi Muhammad, dari hasil
penyelidikan ALUMI diketahui, aliran sesat yang mengatasnamakan Islam telah
muncul di Indonesia sejak tahun 1980-an. Sampai 2006, jumlahnya telah mencapai 250
aliran. 47
Untuk menjawab hal tersebut itu, setidaknya ada beberapa faktor penting
yang wajib dicermati bersama, yaitu :

1. Kegagalan Pembinaan Agama


Semua ormas dan orsospol Islam harus mengakui bahwa mereka boleh dibilang
masih gagal dalam membina aqidah umat. Pembinaan yang serius boleh jadi belum
berhasil sepenuhnya. Di tataran akar rumput harus diakui bahwa umat ini masih belum
mendapat sentuhan tarbiyah dan pembinaan. Fenomena maraknya pengajian dan
ceramah baru menyentuh lapis terluar. Sedangkan akar rumput rakyat yang terselip di
sana-sini, luput dari sentuhan pembinaan.
Angka 250 aliran sesat sepanjang 26 tahun menunjukkan secara telanjang
bahwa begitu mudahnya sebuah aliran sesat lahir dan punya pengikut. Kalau rakyat ini
sudah terbina, mustahil mereka jadi pengikut. Umat Islam seharusnya miris dan
khawatir, berapa persen sebenarnya dari 200 juta muslim Indonesia ini yang aktif
mengerjakan shalat lima waktu, bisa membaca Al-Qurantau yang puasa penuh di bulan
Ramadhan. Sebab banyak bisa
47

disaksikan pada saat shalat Jumat, begitu banyak

Ahmad Sarwat, Aliran-Aliran Sesat di Indonesia, diakses dari


http://www.eramuslim.com/ustadz/aqd/7b06080216-aliran-aliran-sesat-indonesia.htm

situs

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

46

kendaraan yang berseliweran di jalan raya. Dan yang jelas, pada saat adzan Maghrib
berkumandang, berapa banyak orang yang turun dari mobil keluar dari kemacetan
sekedar untuk melakukan shalat Maghrib. Berapa besar kapasitas tempat shalat di malmal Jakarta untuk bisa menampung ribuan pengunjung. Jadi kalau ALUMI mengatakan
ada 250 aliran sesat, mungkin masuk akal, sebab yang tidak shalat Maghrib dan sibuk
meeting di mal pun termasuk aliran sesat juga, karena tidak shalat wajib. Padahal shalat
bagian dari rukun Islam.
Kondisi ini dapat dikatakan muncul akibat kurangnya perhatian tokoh agama
pada umatnya. Ketika orang-orang yang dianggap sebagai panutan umat terkesan hanya
sibuk mengurusi kepentingan diri sendiri, golongan maupun menceburkan diri kedalam
ranah politik, maka wajar bila sebagian dari umat yang tergolong awam mencari
pegangan lain. Kalangan awam ini, pada prinsipnya, tidak mempersoalkan apakah
ajaran baru yang mereka peroleh menyimpang dari norma-norma akidah. Yang mereka
butuhkan adalah untaian kalimat sejuk dan perhatian dari orang yang dianggap sebagai
panutan.

48

Menurut Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, munculnya aliran-aliran


sesat seperti al-Qiyadah al-Islamiyah dan al-Quran Suci, merupakan dampak dari era
kebebasan yang tidak terbatas serta dakwah Islamiyah yang tidak komprehensif.
Akibatnya banyak masyarakat awam yang mudah terjebak dengan aliran-aliran sesat
yang seringkali mengatasnamakan Islam. Padahal, Islam menghargai perbedaan selama
perbedaan tersebut seputar persoalan-persoalan yang khilafiah. Perbedaan yang

48

AH. Mahally, Pemicu Timbulnya Aliran Sesat, diakses dari situs Republika online, tanggal 9
November 2007.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

47

menyangkut hal-hal bersifat cabang atau disebut khilafiah, ada toleransi. Tapi kalau
sudah menyentuh dasar keyakinan, tidak ada toleransi. 49

2. Lemahnya Penegakan Hukum (Law Enforcement)


Peraturan perundang-undangan di Indonesia sebenarnya juga sudah mengatur
mengenai tindak pidana penistaan agama, tetapi tidak diketahui penyebab yang pasti
mengapa peraturan tersebut kurang efektif. Peraturan perundang-undangan yang
dimaksud adalah UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, selain KUHP, upaya
penindakan aliran-aliran sesat hanya memuat rumusan sanksi pidana penjara selamalamanya lima tahun. Di dalam Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 dinyatakan bahwa :
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan
mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama
yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Keberadaan ahmadiyah, suatu contoh yang dapat diberikan betapa tidak tidak
jalannya peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya tentang tindak pidana
penistaan agama ini. Status ahmadiyah sejak tahun 1974 sudah selesai dengan
dikeluarkannya fatwa sesat terhadap aliran ini oleh MUI dan fatwa ini juga menjadi
keputusan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang kemudian dieksekusi secara efektif
di puluhan negara anggotanya.
Di Indonesia, MUI menetapkan fawa sesat ahmadiyah sejak tahun 1980. Fatwa
MUI tahun 2005 menegaskan kembali fatwa itu, bahwa aliran ahmadiyah adalah aliran
49

Fenomena Aliran Sesat dan Makna Kebebasan Beragama,Op.cit.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

48

sesat dan mnyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad. MUI juga
meminta agar Pemerintah segera melarang penyebaran paham ahmadiyah di seluruh
Indonesia dan membekukan organisasinya. Kemudian rapat Tim Pakem Pusat tanggal
12 Mei 2005

merumuskan rekomendasi pelanggaran ahmadiyah tersebut

untuk

disampaikan pada Presiden RI. 50


Rapat Tim Pakem Pusat tanggal 18 Januari 2005 yang dihadiri oleh seluruh
anggota yang dikoordinir oleh Jaksa Agung Muda Inteligen di Kejaksaan Agung RI,
sepakat menyatakan bahwa aliran ahmadiyah Qodiyan maupun ahmadiyah Labore
dilarang di seluruh Indonesia dan membekukan organisasinya.
Bahkan Presiden RI pun, dalam hal ini, menyatakan tunduk pada MUI. Dengan
tegas, Menteri Agama Prof. Maftuh Basyuni mengatakan bahwa persoalan ahmadiyah
sudah terang benderang. Sesuai pendapat hukum Islam di tataran nasional maupun
internasional, ahmadiyah adalah aliran di luar Islam. Ia boleh eksis, selama membuat
agama baru di luar Islam. 51
Dalam serangkaian dialog yang difasilitasi Balitbang Departemen Agama, tokoh
ahmadiyah memang menerima sejumah butir tentang keyakinan Islam yang benar. Tapi
ahmadiyah tetap bersikukuh mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul Allah.
Padahal itulah masalah pokoknya. 52 Kejaksaan Agung, sampai hari ini seperti tak
bergigi mengeksekusi ahmadiyah. Padahal, menurut UU No. 1/PNPS/1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Pasal 1, Pasal 2 ayat (1) dan

50

Dendam Kesumat Membonceng Ahmadiyah, Suara Islam, Edisi 36 tanggal 18-31 Januari 2008
M/9 22 Muharram 1429 H, hal. 4.
51
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin pun menyatakan hal yang
sama.
52
Ibid.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

49

(2), Jaksa Agunglah yang berwenang

mengeksekusi pelarangan dan pembubaran

aliran sesat semacam ahmadiyah. 53


Ketidaktegasan aparat penegak hukum dimanfaatkan kaum liberal

untuk

mencoba menuntaskan balas dendam terhadap MUI. Kasus kekerasan di Kuningan


dipakai untuk meneriakkan lagi bahwa fatwa MUI menyebabkan kerusuhan massa. Dan
untuk itu mereka menuntut agar MUI dibubarkan saja.

3. Munculnya Pembela Aliran Sesat


Aliran sesat yang sudah banyak ini semakin subur ketika kelompok liberalis
ikut-ikutan membela. Alasan yang paling banyak adalah alasan kebebasan memilih
agama dan kebebasan untuk menafsirkan ajaran agama adalah merupakan hak asasi
yang tidak boleh dilanggar.
Kelompok liberal dan sekuler semakin gencar mengkampanyekan pembubaran
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah memfatwakan beberapa aliran sesat, seperti
al-Qiyadah al-Islamiyah, ahmadiyah dan sebagainya. Menurut mereka, fatwa MUI
tentang aliran sesat terhadap jamaah ahmadiyah merupakan pelanggaran HAM,
kebebasan dalam memeluk keyakinan dan ajaran tertentu. Selanjutnya fatwa MUI
tersebut dianggap telah mengecam pluralisme dan berpotensi memicu kekerasan dan
tindak in-toleransi.

Dengan fatwa ini

massa merasa memiliki legitimasi

untuk

53

Badan Koordinasi Pengawas Aliran dan Kepercayaan (Bakorpakem) sempat menyatakan


tidak akan melilbatkan MUI dalam rapat penentuan nasib ahmadiyah. Alasannya, agar rapat itu dapat
dilakukan dengan lebih objektif, namun rapat tersebut juga masih diundur-undur, harian Republika, edisi
31 Desember 2007.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

50

melakukan aksi kekerasan terhadap jamaah ahmadiyah.Untuk itu, MUI harus


bertanggung jawab dan harus dilaporkan ke pengadilan. 54
Tudingan miring terhadap fatwa MUI ini juga datang dari Dawam Rahardjo.
Mantan Rektor Unisma Bekasi ini menganggap Keputusan Munas MUI No.
05/Kep/munas /MUI/1980 tentang fatwa yang menetapkan ahmadiyah sebagai jamaah
di luar Islam, sesat dan menyesatkan serta menjadi sumber tetoris. Fatwa MUI tersebut
menjadi pemicu tindak kekerasan umat Islam terhadap jamaah ahmadiyah. 55

4. Media Tidak Berpihak kepada Umat Islam


Umat Islam hari ini tidak punya media. Itu realita yang tidak ada seorang pun
yang bisa menyanggahnya. Umat Islam tidak punya televisi, tidak punya kantor berita,
tidak punya jaringan pers nasional apalagi dunia.
Maka munculnya aliran sesat di media, pada akhirnya mengarahkan agar umat
jangan sampai terlibat, yang terjadi justru pembelaan kalangan pers kepada aliran-aliran
itu. Salah satu televisi swasta nasional malah membuat sebuah liputan yang
menggambarkan bagaimana anarkisme dilakukan oleh umat Islam, membakar dan
meruntuhkan sebuah markas aliran sesat sambil meneriakkan lafadz Allahu akbar.
Dalam hal ini melihat adegan seperti ini dapat menimbulkan

penafsiran dan

mendudukkan umat Islam sebagai penjahat.


Demikian beberapa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya aliran-aliran
sesat di Indonesia. Selain, faktor-faktor di atas, aliran-aliran sesat itu bisa jadi muncul
sebagai grand design pihak asing untuk menghancurkan akidah umat Islam Indonesia.
54

Poros Penjajah : Liberal Kristen Ahmadiyah, Suara Islam, Edisi 36 tanggal 18-31 Januari
2008 M/9-22 Muharram 1429 H, hal. 6.
55
Gus Dur pun menolak pelarangan ahmadiyah dengan mengatakan bahwa Indonesia bukan
negara Islam, dimana yang berlaku adalah ukuran-ukuran nasional bukan ukuran-ukuran Islam.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

51

Jika data statistik yang dijadikan patokan, maka Indonesia adalah negara berpenduduk
mayoritas Muslim tersbesar di dunia. Ada semacam kekhawatiran bahwa peradaban
Islam diprediksikan akan kembali berjaya seperti di masa Dinasti Abbasiyyah (750 M
1258 M). Kiblatnya tidak lagi di kawasan Timur Tengah, tetapi Benua Asia dengan
Indonesia sebagai titik sentralnya. Tentu saja banyak pihak yang sekarang merasa
paling bergengsi peradabannya (the most civilized nations) resah jika Islam di Indonesia
suatu saat menggeser kejayaan mereka. 56
Selanjutnya, boleh jadi para penggagas aliran sesat ini muncul hanya untuk
mencari popularitas dan keuntungan pribadi. Sejak era reformasi bergulir dan rezim
Suharto jatuh, tidak sedikit orang yang hendak mengail di air keruh. Saat siapa pun
bebas berbicara, terbuka pula peluang untuk mempopulerkan diri sendiri (self
declared popularity). Napsu semacam ini tidaklah aneh. Memunculkan aliran baru
dalam beragama menjadi pilihan yang dipandang strategis untuk sebuah popularitas.
Tak hanya itu, dengan bujuk rayu dan kadang disertai ancaman dosa jika tidak
mematuhi, maka kalangan awam yang menjadi pengikut aliran baru itu pun rela
mengeluarkan sejumlah uang untuk diberikan kepada penyebar ajaran baru, meski
mereka sebenarnya diarahkan ke jalan yang sesat.57
Kemudian, munculnya aliran sesat juga terkait dengan kondisi terpuruknya
ekonomi serta gagasan tentang ratu adil dan penyelamatan, mislanya al-Qiyadah alIslamiyah. Para pengikutnya adalah orang-orang yang merasa kehilangan harapan ke
depan sehingga kemunculan tokoh seperti Ahmad Mushaddeq memang ditunggutunggu mereka. Mushaddeq yang bernama asli Abdul Salam itu sebelumnya aktif
melatih bulu tangkis mulai 1971-1982. Setelah tidak melatih, dia mempelajari al-Quran
56
57

Ibid.
Ibid.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

52

secara otodidak. Setelah itu, dia punya pemahaman dan keyakinan sendiri sehingga
akhirnya mengaku telah mendapatkan wahyu kerasulan melalui mimpi saat berada di
Bogor sekitar enam tahun silam. Dia mengaku menerima wahyu setelah berpuasa siangmalam selama 40 hari. Selanjutnya, dia mendirikan al-Qiyadah al-Islamiyah dan
mengaku sebagai rasul bergelar al-Masih al-Mawud. 58

D.

Usaha-Usaha Penanggulangan Timbulnya Tindak Pidana Penistaan Agama,


yaitu :
a. Usaha Preventif (Usaha Pencegahan)
Maraknya aliran sesat akhir-akhir ini menuntut kita untuk melakukan otokritik.

Umat Islam yang mayoritas berada dalam golongan non-sesat tak perlu menyalahkan
pihak lain yang dianggap sesat keyakinannya. Sebab sangat mungkin aliran sesat itu
muncul karena keterbatasan dakwah. Hal itu membuat sebagian umat Islam tidak ajaran
Islam dengan baik apalagi mengamalkannya.
Sementara itu, pemerintah cenderung menggunakan upaya hukum untuk
menangani kasus munculnya aliran sesat. Upaya tersebut kurang diiringi dengan
membina dan merangkul mereka agar kembali ke jalan yang benar. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) juga mestinya tidak hanya menyatakan sesat terhadap sebuah aliran,
tapi juga melarang tindakan kekerasan terhadap penganutnya. Dalam konteks ini, harus
dikedepankan upaya merangkul, bukan memukul.
Kalau mau mengakui secara jujur, sebenarnya dakwah Islam saat ini sedang
mengidap berbagai penyakit. Ajakan pada kebenaran (amar maruf nahi munkar) sangat
kerepotan mengimbangan seruan pada kesesatan (amar munkar nahi maruf). Di
58

Ibid.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

53

samping itu, sangat sedikit para pendakwah membuat semacam kurikulum dalam
menjalankan tugasnya. Dakwah Islam tidaklah dirumuskan dalam sebuah paket yang
mendasar, integral, kreatif dan dalam koridor lillahi taala.
Tanpa menafikan adanya ulama dan pendakwah yang sungguh-sungguh dan
ikhlas, banyaknya bermunculan pendakwah profesional telah sangat membebani
dakwah itu sendiri. Mereka menggunakan dakwah sebagai jalan hidup untuk
mendapatkan popularitas dan kekayaan. Ayat-ayat Allah dijadikan barang dagangan
untuk ditukarkan dengan paket wisata, rumah mentereng, kendaraan berkelas dan
setumpuk uang. Ulama-ulama gadungan ini berpacu mendekati segala mata air
kekayaan. Para penguasa, yang notabene memegang kunci-kunci harta, begitu juga
dengan orang-orang berduit, menjadi prioritas untuk diambil hatinya. Mereka antri
berebut jadwal ceramah di perkantoran basah, komplek mewah dan perkumpulan
orang-orang berkantong tebal.
Sang pendakwah datang ke sana bukan untuk

menyelamatkan dan

mengingatkan manusia berduit ini berbagai kesalahannya, tapi hanya untuk tebar
pesona dan membuat mereka terbuai guna mendapatkan amplop setebal mungkin.
Mereka yang membacakan ayat-ayat Allah itu sedang merajut mimpin untuk menjadi
seperti para hartawan yang didakwahinya. Inilah yang membuat banyak pendakwah itu
tidak mau berceramah di tempat sembarangan. Dia baru mau menemui orang-orang
miskin jika di sana telah disiapkan banyak uang sesuai dengan tarifnya. Inilah salah
satu faktor yang membuat tidak meratanya dakwah Islam.
Akibatnya, di atas mimbar-mimbar mentereng itu, tidak ada lagi dakwah,
nasehat, koreksi dan kritik, sekalipun para pendengarnya nyata-nyata sangat pantas
ditegur. Tidak ada independensi dakwah karena sang pendakwah bukan sebagai subjek,
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

54

tetapi objek dakwah umatnya. Segala agenda dakwah, materi, metode dan
pendekatannya diatur sesuai selera pendengarnya. Sangat ironis, di samping sang
pendakwah tidak bisa menasehati apa-apa, dia malahan yang banyak menerima
masukan, bahkan dikendalikan. Tidak akan terdengar di sana amar maruf nahi
munkar dalam arti sesungguhnya karena hal itu akan membuat sang dai kehilangan
jadwal ceramah dan pengaliran dana ke rekeningnya.
Ini merupakan kelemahan utama dakwah personal. Ketika dakwah dilakukan
sendiri-sendiri dan tidak diorganisir dengan baik, dia akan menjadi sangat kerdil di
hadapan gencarnya upaya penyesatan umat. Pendekatan sangat parsial ini hanya akan
membuat dakwah tidak bisa hadir pada waktu, tempat dan dengan bobot yang tepat.
Konsep dakwah organisasional merupakan model dakwah yang mesti dirujuk
kembali dan dijadikan alternatif. Dalam model ini, para ulama dan pendakwah hanya
melaksanakan tugasnya dakwahnya secara maksimal di lapangan tanpa bersentuhan
dengan urusan amplop. Dia tidak diberi peluang untuk memilih-milih lokasi dakwah,
karena dia tetap dibayar sesuai standar organisasi. Dia dikaryakan dan digaji oleh
organisasi dakwahnya, persis seperti sebuah profesi. Organisasi inilah yang
bertanggung jawab secara finansial, menyiapkan kurikulum dan membuat peta dakwah
secara komprehensif.
Ancaman pola dakwah semacam ini adalah upaya penunggangan dari orangorang yang ingin memperalatnya. Konsep ini juga tidak akan begitu nyaman bagi para
pendakwah yang telah mapan dengan segala dunianya di di bidang dakwah. Tapi, ini
tidak perlu dijadikan halangan. Masih banyak orang ikhlas di negeri ini yang mau
mengelola dakwah dalam bingkai semacam

itu. Malahan, konsep dakwah

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

55

organisasional ini dapat dilahirkan dan dijalankan orang-orang yang belum tercemar
sama sekali dengan bisnis dakwah selama ini, sekalipun mereka dianggap masih hijau.
Untuk mengerem munculnya aliran-aliran sesat lanjutan di masa datang, ada
beberapa hal menurut penulis harus segera dilakukan, yaitu :
1). Para tokoh agama Islam mestilah kembali ke pangkuan umatnya. Saatnya umat
diurus lagi dan para ulama tidak boleh lagi menyalahkan satu sama lain. Seperti
dinasihatkan oleh Ketua Dewan Fatwa MUI KH Maruf Amin dalam acara
Pertemuan Kiai se-Indonesia di Pesantren Nurul Huda Al Islami, Pekanbaru, Riau
Pada 25 Agustus 2007, dimana para ulama harus seperti bulan yang menyinari
semua alam (public interests). Bukan seperti bintang, yang hanya bersinar untuk
dirinya sendiri (personal interest). Ceramah-ceramah agama pun sudah harus
disampaikan dengan cara-cara yang sejuk, damai dan ramah (friendly) agar umat
merasa nyaman, bukan dibayangi oleh ketakutan.
2). Departemen Agama wajib merespons dengan cepat setiap muncul keresahan
tentang penyimpangan akidah di masyarakat. Sikap lambat Depag justeru
merugikan kalangan awam yang memerlukan kepastian soal kebenaran agama yang
selama ini mereka yakini. Ketiga, Polri dan jajaran intelijen di negeri ini harus pula
mewaspadai adanya strategi asing yang hendak merusak stabilitas nasional. Jika
Indonesia sebagai negara Muslim terbesar sukses dihancurkan akidahnya, maka
akan selanjutnya negeri ini akan mudah untuk diadu domba. Perlu diingat bahwa
Tanah Air kita tercinta ini terdiri dari ribuan pulau dengan beragam suku dan
bahasa, yang tentu rentan dengan percikan api permusuhan. Untuk itu kita wajib
berdoa agar Bangsa Indonesia selamat dari bahaya disintegrasi dan penghancuran
terselubung, baik oleh elemen internal maupun eksternal. Menjaga persatuan dan
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

56

kesatuan umat Islam Indonesia sama artinya dengan menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu sendiri. Ini, jika keutuhan NKRI masih
dirasa perlu untuk dipertahankan.
3). Setiap umat Islam seharusnya lebih membekali diri dengan pengetahuan dan
pemahaman agama yang cukup. Mereka yang merasa dirinya cukup berilmu dan
mampu untuk berijtihad, janganlah berlaku semena-mena, bahkan terlalu over,
dalam mengutak-atik ajaran Islam. Tindakan ini sangat berpotensi sampai ke
gerbang kesesatan dan menyesatkan orang lain, karena segmen semacam ini
bukanlah bagian dari kebebasan beragama. Allah memang memberikan ruang
cukup besar untuk berpikir, tetapi harus tetap berada dalam lingkaran koridor
aqidah yang benar.
b. Usaha Repressif (Tindakan Penanggulangan )
Sudah berabad-abad yang lalu Indonesia selalu digambarkan sebagai negara
dengan pemeluk agama Islam yang toleran. Toleransi juga diperlihatkan agama-agama
dominan sebelum Islam, yakni Hindu dan Budha, terhadap ajaran baru: Islam. Para
ulama penyebar Islam dulunya juga bersikap toleran terhadap ajaran agama
sebelumnya, bahkan menyerap beberapa unsur budayanya. Namun, sekarang justru
sesama umat Islam sering terdapat berbagai persoalan.
Aliran yang telah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu
memang layak terkena pasal-pasal pidana sehingga diamankan aparat kepolisian karena
telah menodai agama Islam, seperti al-Qiyadah al-Islamiyah memang menodai Islam
karena beranggapan bahwa Islam sudah hancur, Nabi Muhammad sudah selesai
sehingga digantikan olehnya. Ini bisa dibaca dalam belasan halaman tanggapan alQiyadah terhadap fatwa MUI. Al-Qiyadah juga menganggap shalat dan puasa
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

57

Ramadhan belum wajib terkait dengan tahapan yang masih dalam masa perjuangan di
Mekah. Perjuangan yang mereka tempuh dilakukan dalam enam tahap, yaitu:
perjuangan rahasia, perjuangan terang-terangan, hijrah, perang, futuh (merebut) Mekah
dan membangun Khilafah yang diramal akan terjadi pada 2024. 59
Selain penahanan terhadap tokohnya, pemerintah juga akan membina
pengikutnya. Mushaddeq menyerahkan diri setelah melihat reaksi umat Islam dari
berbagai media massa yang merasa terganggu dengan aliran itu. Dengan penyerahan
diri itu, kita meminta masyarakat untuk tidak melakukan tindakan main hakim sendiri
terhadap pengikut aliran al-Qiyadah. Kalau tetap main hakim sendiri maka bisa jadi
nanti malah akan menimbulkan persoalan hukum yang baru.
Seperti yang terjadi pada sejumlah umat Islam di Jawa Barat dan Jakarta telah
merasa terganggu dengan munculnya aliran ini sebab dinilai menyimpang dari ajaran
agama Islam. Sebelumnya, sekitar 100 orang anggota Front Pemuda Islam (FPI) Jawa
Barat berunjuk rasa ke DPRD Jawa Barat, mendesak penegak hukum agar pimpinan alQiyadah, Ahmad Mushaddeq dihukum mati sesuai syariat Islam.
Apakah kita berhak memarahi mereka atau kalau perlu menghabisi mereka agar
tak menular kepada yang lain? Tanya seorang warga yang berunjuk rasa dengan nada
emosional. Kita ini sudah telanjur menjadi bangsa yang salah kaprah dan gampang
sekali marah. Ketika mengadili seseorang yang dianggap bersalah, sering tak bisa
dipilah kesalahannya apa, sehingga yang terjadi, dipukul rata.
Mereka itu sebenarnya sedang mencari jalan menuju ke Tuhan. Hanya saja, cara
mereka salah. Tapi, kita memperlakukan mereka tak ada bedanya dengan maling ayam.
Dikejar-kejar, kemudian ditangkap polisi. Berarti kita masih terhormat memperlakukan
59

Ibid.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

58

para koruptor ketimbang memperlakukan orang yang hanya salah dalam memahami
agama. Padahal, koruptor juga jelas-jelas merugikan negara. Berarti kaum agamawan
perlu mengubah cara menyampaikan dakwah kepada umatnya. Tugas dakwah Islam
menjadi lebih berat ketika dihadapkan pada penyimpangan-penyimpangan dakwah
yang mencuat kembali akhir-akhir ini. Ditengah kondisi negeri kita yang masih tertatih
ini hendaknya kita memfokuskan dirinya pada wilayah etis-emansipatoris.
Kesadaran semacam ini dalam bingkai ilmu pengetahuan dianggap sebagai
perwujudan dari sinergi epistemologi dan aksiologi. Dengan pendekatan model inilah,
dakwah billisan, bil qalam, dan bil hal bisa dijalankan dalam satu waktu. Kita harus
menilai secara sangat positif bahwa dakwah harus memberikan sumbangan untuk nilainilai kemanusiaan. Sebab di samping sasaran dakwah itu adalah akhlak manusia, juga
harus memperhatikan persoalan kemanusiaan. Kita harus peduli dengan kemanusiaan,
pada manusia-manusia yang menderita. Dengan begitu, kita harus senantiasa
menggunakan pikiran dan analisa di dalam struktur dakwah yang kita sajikan pada
masyarakat. Analisa harus kita utamakan dulu, sebelum mengambil kesimpulankesimpulan umum yang akan kita perhatikan.
Seringkali yang menjadi titik perhatian kita biasanya terletak pada pendeteksian
secara dini masalah keagamaan yang dihadapi masyarakat. Lalu, ihwal pendidikan
keagamaan di dalam kehidupan masyarakat. Keduanya mesti mendapat perhatian yang
lebih serius sehingga dapat dihindari salah tafsir dan salah paham mengenai ajaran
agama, tentu penyimpangan seperti dilakukan beberapa aliran itu dapat dihindari
sebelum terperosok lebih dalam. Jika perlu di bawah koordinasi Pemerintah dibentuk
Tim khusus untuk mengkaji kegiatan aliran yang dianggap sesat tersebut.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

59

Tim ini nantinya dapat membantu menemukan aspek-aspek yang mungkin


bertentangan dengan ajaran Islam. Pembentukan tim khusus itu juga bertujuan untuk
mengkaji berbagai aspek yang dilakukan ole berbagai aliran yang ada, terutama
mengenai praktik-praktik ibadah yang tidak lazim dilaksanakan umat Islam. Melalui
tim ini diharapkan persoalan kesalahpahaman mengenai keagamaan seperti yang
dilakukan sebagian masyarakat dapat dihindari.
Selain UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) menetapkan sepuluh kriteria suatu aliran dapat digolongkan tersesat. Namun,
tidak semua orang dapat memberikan penilaian suatu aliran dinyatakan keluar dari
nilai- nilai dasar Islam. Suatu paham atau aliran keagamaan dapat dinyatakan sesat bila
memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria.
Kriteria tersebut tidak dapat digunakan sembarang orang dalam menentukan
suatu aliran itu sesat dan menyesatkan atau tidak. Ada mekanisme dan prosedur yang
harus dilalui dan dikaji terlebih dahulu, sehingga bagi MUI sebenarnya tidak gampang
untuk mengeluarkan fatwa. Pedoman MUI itu menyebutkan, sebelum suatu aliran atau
kelompok dinyatakan sesat, terlebih dulu dilakukan penelitian. Data, informasi,
bukti, dan saksi tentang paham, pemikiran, dan aktivitas kelompok atau aliran tersebut
diteliti oleh Komisi Pengkajian.

60

Selanjutnya, Komisi Pengkajian memanggil pimpinan aliran atau kelompok


dan saksi ahli atas berbagai data, informasi, dan bukti yang didapat. Hasilnya kemudian
disampaikan kepada Dewan Pimpinan. Bila dipandang perlu, Dewan Pimpinan dapat

60

MUI
Tetapkan
Kriterika
Aliran
Sesat,
diakses
dari
situs
:
http://groups.google.com/group/soc.culture.indonesia/browse_thread/thread/969c7ef61ed6b8c4/0175364
d6029c192?lnk=raot, Rabu, 07 Nopember 2007.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

60

menugaskan Komisi Fatwa untuk membahas dan mengeluarkan fatwa. Di batang tubuh
fatwa mengenai aliran sesat, juga ada poin yang menyatakan akan menyerahkan segala
sesuatunya kepada aparat hukum dan menyeru masyarakat jangan bertindak sendirisendiri. Menurut Menteri Agama, Maftuh Basyuni, Pemerintah terus berupaya
meyakinkan para penganut aliran sesat agar dapat kembali ke jalan yang benar,
sekarang sudah banyak tokoh aliran sesat yang ditangkap dan menyerahkan diri,
tergantung aparat untuk menindaklanjutinya.

c. Usaha Reformatif (Pembinaan terhadap Para Pelaku)


Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin berpendapat bahwa aliran
sesat dan menyesatkan yang mengaitkan diri dengan ajaran Islam bermunculan di
Indonesia antara lain karena dakwah belum dilakukan secara meluas dan menyentuh
segenap umat Islam. Boleh jadi adanya paham-paham baru yang bertentangan dengan
akidah Islamiyah ini disebabkan karena dakwah yang belum meluas dan mendalam ke
seluruh umat. Mengenai berbagai

aliran

sesat seperti al-Qiyadah al-Islamiyah,

ahmadiyah dan sebagainya, beliau

berpendapat agar para pengikutnya yang telah

disesatkan untuk dirangkul dan ditarik agar kembali ke jalan yang lurus. Namun, bila
mereka tidak ingin kembali maka diharapkan agar aliran yang mereka junjung jangan
dikaitkan dengan agama Islam. Din juga mengatakan, sebab lain dari munculnya
berbagai aliran sesat juga karena adanya kebebasan yang kebablasan dari alam
reformasi sehingga orang dapat membuat berbagai organisasi tertentu. Untuk masa
mendatang, tidak ada jaminan bahwa sebuah pemikiran atau keyakinan dapat

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

61

dibunuh begitu saja. Cara yang paling baik adalah melalui penyadaran, yaitu
bagaimana kita sentuh hatinya dan kita kembalikan ke jalan yang benar.

61

Penyadaran adalah kata penting dalam beragama. Pilihan terhadap aliran


tertentu pun bukan didorong oleh keterpaksaan dan rasa frustasi. Mereka memilih
berdasarkan kesadaran penuh. Apalagi jika dilihat dalam komposisi penganut alQiyadah, sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa dan masyarakat terpelajar. Jadi
pilihan untuk masuk aliran tersebut lebih disebabkan oleh kesadaran. Dengan demikian
pendekatan yang sebaiknya diambil dalam menangani mereka adalah dengan bentuk
penyadaran. Menyuguhkan konsepsi yang dapat membuka pikiran mereka. Tentu saja
pendekatan semacam ini bukan sesuatu yang bisa dilihat hasilnya.
Jika dibandingkan dengan pendekatan kekerasan yang sejauh ini telah dilakukan
oleh sebagian kecil umat Islam dalam merespon dan menangani kasus ini, meskipun
pendekatan kekerasan memberikan hasil yang segera, namun dampaknya dalam waktu
yang panjang justru tidak baik. Amat boleh jadi konversi para pengikut setia al-Qiyadah
itu ke dalam Islam (yang konvensional) tidak berdasar pada ketulusan, sehingga justru
menjadi bumerang bagi citra Islam sendiri. Selain itu juga tindakan kekerasan telah
menyalahi ajaran Islam itu sendiri.
Dalam konteks ini peran pemerintah, termasuk lembaga agama yang diberi
otoritas oleh negara, tidak perlu intervensi terlalu jauh terhadap keyakinan agama
seseorang, dengan menghukum kafir kepada mereka misalnya. Sebab pada dasarnya
keyakinan (keberagamaan) seseorang merupakan hak asasi, yang tidak ada seorang dan

61

Negara
dan
Kebebasan
Berkeyakinan,
diakses
http://www.cmm.or.id/cmm.ind_more.php?id tanggal 12 Desember 2007

dari

situs

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

62

lembaga pun yang memiliki otoritas untuk memaksanya. Wajar jika dalam Islam
dikatakan laa ikraaha fi ad-diin (tidak ada paksaan dalam beragama). 62
Sejatinya, pemerintah becermin kepada para pendiri negara (founding fathers).
Mereka memiliki visi yang konstruktif dalam menghadapi dilema kedaulatan agama
dan negara. Muhammad Abduh adalah salah seorang tokoh modernis Mesir yang
memberikan banyak pengaruh terhadap corak pemikiran mereka. Dalam bukunya alIslam wa al-Nashraniyah maa al-Ilm wa al-Madaniyyah, Abduh mengatakan bahwa
kekuasaan negara haruslah berlandas pada kedaulatan rakyat dan kebebasan sipil.
Abduh memaksudkan kebebasan sipil di sini tidak hanya sebatas kebebasan untuk
menyatakan pendapat dan berijtihad, melainkan pula kebebasan setiap orang untuk
berbeda agama dan menjalankan ibadah agama yang diyakininya tersebut. Gagasan
Abduh ini sejalan dengan pernyataan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29, yang
menyebutkan bahwa, negara menjamin kebebasan setiap orang untuk beragama dan
menjalankan ibadahnya.

63

Negara bukanlah ciptaan Tuhan. Negara terbentuk melalui pergulatan sosialpolitik manusia. Rakyat Indonesia mendeklarasikan Republik Indonesia (RI) setelah
mengalami pergumulan panjang dengan penindasan kolonialisme Belanda. Sungguhpun
kemerdekaan tersebut diakui sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa, tetapi bukan
berarti menerima kedaulatan agama tertentu dalam negara. Indonesia bukanlah negara
agama, tetapi juga bukan negara yang tak beragama. Agama diberikan ruang untuk
hidup dan berkembang. Karena itu, tuntutan pendirian rumah ibadah adalah hak dan
konsekuensi dari kedaulatan rakyat. Konflik internal umat beragama, antara aliran alQiyadah dan Islam konvensional, tidak serta merta menjadikan negara boleh
62
63

Ibid.
Ibid.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

63

menghukum dan memvonis kriminal kepada kelompok yang minoritas itu. Dalam kasus
ini, negara atau pemerintah berkewajiban untuk melindungi hak umat beragama dan
memediasi konflik antara umat beragama.

BAB III
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

64

PENGATURAN DAN ANALISA HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA


PENISTAAN AGAMA DI INDONESIA

A. Pengaturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Pasal 156a KUHP selengkapnya berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan :
a. yang pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang
bersendikan Ketuhanan Yang maha Esa.
Perlu dijelaskan bahwa pasal tersebut tidak berasal dari Wetboek van Strafrecht
(WvS) Belanda, melainkan dari UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Pasal 4 undang-undang tersebut langsung
memerintahkan agar ketentuan di atas dimasukkan ke dalam KUHP.
Pasal 1 Undang-Undang No.1/PNPS/1965 tegas menyebutkan larangan
mengusahakan dukungan umum dan untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu
agama. Ketentuan pasal ini selengkapnya berbunyi: Setiap orang dilarang dengan
sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan
umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia
atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan
agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari
agama itu.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

65

Dalam Penjelasan Umum dinyatakan bahwa UU No. 1/PNPS/1965 bertujuan


melindungi ketentraman beragama tersebut dari penodaan/penghinaan serta ajaranajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa .
Pasal 156a ini dimasukkan ke dalam KUHP Bab V tentang Kejatahan terhadap
Ketertiban Umum yang mengatur perbuatan menyatakan perasaan permusuhan,
kebencian atau penghinaan terhadap orang atau golongan lain di depan umum. Juga
terhadap orang atau golongan yang berlainan suku, agama, keturunan dan sebagainya.
Pasal-pasal tersebut tampaknya merupakan penjabaran dari prinsip anti-diskriminasi
dan untuk melindungi minoritas dari kewenang-wenangan kelompok mayoritas.
Perumusan delik dalam Pasal 156a adalah sebagai berikut :
a). setiap orang dilarang.
b). di muka umum.
c). menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum.
d). untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran atau kegiatan
mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Penjelasan Pasal 156 a antara lain, menyatakan bahwa maksud ketentuan ini
telah cukup jelas yaitu dengan cara mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan
baik secara lisan, tulisan maupun dengan perbuatan lain yang bertujuan menghina
suatu agama.
Pasal 156a tersebut dikategorikan sebagai kejahatan terhadap ketertiban umum
yang termuat dalam Bab V Buku II KUHP. Sebagai suatu delik terhadap ketertiban
umum, maka dapat disimpulkan bahwa baik dalam Penjelasan Umum maupun dalam
Penjelasan UU No. 1/PNPS/1965, didasarkan pada suatu keinginan untuk melindungi
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

66

rasa ketentraman dari orang-orang beragama. Jika ketentraman dari orang-orang ini
dipandang sebagai suatu kepentingan hukum yang harus dilindungi, maka dapatlah
dipahami bahwa delik ini tertumat dalam Bab V Buku II KUHP mengenai kejahatan
terhadap ketertiban umum. Sebagai suatu delik terhadap ketertiban umum, maka
konsekwensinya adalah bahwa hal tersebut menimbulkan suatu delik terhadap agama,
yang hanya mengemukakan suatu sanksi pidana, apabila kepentingan umum terganggu
karenanya, Jadi, bukanlah agamanya dilindungi oleh peraturan tersebut, melainkan
kepentingan/ketertiban umumlah yang harus dilindungi.
Dengan demikian, dapat dikatakan rasa ketentraman orang-orang beragama
yang diganggu karena ucapan-ucapan atau pernyataan-pernyataan sebagaimana
dimaksud oleh Pasal 156a KUHP itu yang membahayakan ketertiban umum. Sehingga
agama sebagai agama an sich tidak menjadi objek dari perlindungan.
Pernyataan-pernyataan

atau

perbuatan

yang

bersifat

permusuhan,

penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia, yang dilakukan di


muka umum terdiri atas orang-orang yang tidak menganut agama, misalnya melihata
penempatannya di bawah Bab V mengenai kejahatan terhadap ketertiban umum dan
melihat penjelasannya, bahwa ketentraman beragama yang hendak dilindungi, tidak
akan menimbulkan delik seperti yang dimaksud dalam Pasal 156a KUHP.
Maka jelaslah bahwa hal tersebut menghendaki suatu pemidanaan terhadap
pernyataan-pernyataan mengejek Tuhan secara langsung, bukanlah suatu pemidanaan
terhadap pernyataan karena hal tersebut melanggar ketertiban umum.
Penempatannya dalam Bab V, kualifikasinya sebagai suatu
ketertiban umum, kemudian penjelasannya sebagai

delik terhadap

suatu peraturan hukum

yang

bermaksud melindungi ketentraman orang-orang beragama, pada hakekatnya tidak


Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

67

sesuai dengan teksnya sendiri dalam Pasal 156a KUHP. Jika penempatannya sebagai
Pasal 156a KUHP menggolongkan hal tersebut sebagai delik terhadap ketertiban
umum, yang timbul apabila ketentraman orang beragama terganggu karenanya, maka
kesimpulan demikian tidak dilihat dalam teks dan rumusan Pasal 156a KUHP tersebut.
Pasal 156a KUHP adalah memidanakan mereka yang di muka umum mengeluarkan
perasaan

(atau

melakukan

perbuatan-perbuatan),

yang

bersifat

permusuhan,

penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama (yang dianut di Indonesia).


Redaksinya memungkinkan penafsiran adanya pemidanaan secara langsung pernyataan
perasaan-perasaan tersebut, yang ditujukan terhadap agama dipidanakan menurut
rumusan Pasal 156a KUHP, dimana pemidanaannya dilaksanakan oleh karena hal
tersebut mengganggu ketentraman orang-orang beragama, dan oleh karena menjadi
membahayakan ketertiban umum.
Dengan demikian, berdasarkan teks Pasal 156a KUHP, pernyataan perasaan
permusuhan, penyalagunaan atau penodaan suatu agama dapat dipidanakan, tanpa
melibatkan diri dalam persoalan, apakah pernyataan demikian dapat mengganggu
ketentraman orang beragama dan karena itu membahayakan

atau mengganggu

ketertiban umum. Lagi pula, teks dari Pasal 156a KUHP ini tidak merupakan rintangan
terhadap pemidanaan yang dilakukan di muka umum di hadapan orang-orang yang
tidak beragama. Sehingga bunyi Pasal 156a KUHP adalah strafbaar, baik diucapkan
atau dilakukan di hadapan orang-orang yang beragama atau yang tidak, atau dihadapan
kedua-duanya. Sehingga pada akhirnya, statusnya sebagai delik terhadap ketertiban
umum demikian juga penjelasannya (yang bermaksud melindungi ketentraman orangorang beragama), pemidanaannya baru dapat dipertimbangkan, apabila pernyataan-

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

68

pernyataan tersebut mengganggu ketentraman orang-orang beragama, dan demikian


membahayakan ketertiban umum.
Mengapa

aturan

tentang

penodaan

agama

perlu

dimasukkan

dalam

KUHP?Pertanyaan ini barangkali bisa dijawab dengan memperhatikan konsideran


dalam UU No. 1/PNPS/1965 tersebut. Di sana disebutkan beberapa hal, antara lain:
1). Undang-undang ini dibuat untuk mengamankan Negara dan masyarakat, cita-cita
revolusi dan pembangunan nasional dimana penyalahgunaan atau penodaan agama
dipandang sebagai Kerjasama.
2). Timbulnya berbagai aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebatinan/ kepercayaan
masyarakat yang dianggap bertentangan dengan ajaran dan hukum agama.
Aliranaliran tersebut dipandang telah melanggar hukum, memecah persatuan
nasional dan menodai agama, sehingga perlu kewaspadaan nasional dengan
mengeluarkan undang-undang ini.
3). Karena itu, aturan ini dimaksudkan untuk mencegah agar jangan sampai terjadi
penyelewengan ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai ajaran-ajaran pokok
oleh para ulama dari agama yang bersangkutan; dan aturan ini melindungi
ketenteraman beragama tersebut dari penodaan/ penghinaan serta dari ajaran-ajaran
untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4). Seraya menyebut enam agama yang diakui pemerintah (Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha dan Khong Hu Cu [Confusius]), undangundang ini berupaya
sedemikian rupa agar aliran-aliran keagamaan di luar enam agama tersebut dibatasi
kehadirannya.
Pasal 156a dalam praktiknya memang menjadi semacam peluru yang
mengancam, daripada melindungi warga Negara. Ancaman itu terutama bila digunakan
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

69

oleh kekuatan yang anti demokrasi dan anti pluralisme, sehingga orang dengan mudah
menuduh orang lain telah melakukan penodaan agama. Dalam pratiknya pasal ini
seperti pasal karet (hatzaai articelen) yang bisa ditarik-ulur, mulur-mungkret untuk
menjerat siapa saja yang Tindak Pidana terhadap Kehidupan Beragama dan Sarana
Ibadah. Bagian ini mengatur dua hal, yaitu Gangguan terhadap Penyelenggaraan Ibadah
dan Kegiatan Keagamaan (pasal 346-347); dan Perusakan Tempat Ibadah (pasal 348).
(Masalah ini akan dibahas di nomor selanjutnya).
Selanjutnya kalau dianalisa lebih mendalam, dalam hubungannya dengan Pasal
156 KUHP, dimana golongan agamalah yang menjadi objek dari perbuatan pidana,
yang dalam hal ini masih menunjukkan adanya perumusan dengan pasal 156a KUHP,
maka sekarang agamanya itu sendiri dalam Pasal 156a KUHP yang menjadi sasaran,
terhadap mana perbuatan pidana itu ditujukan.
Maka Pasal 156a KUHP tersebut masih sekedar memberikan pemecahan secara
parsial, oleh karena perbuatan pidana tersebut ditujukan terhadap agama (atau untuk
tidak menganut agama) dan karenanya belum merangkum pernyataan perasaan yang
ditujukan terhadap nabi, kitab suci ataupun pemuka-pemuka agama dan lembaga
agama. Dengan demikian, hal tersebut masih memerlukan konstruksi hukum seperti
dipergunakan untuk Pasal 156 KUHP untuk dapat menghadapi pernyataan ataupun
perbuatan yang ditujukan terhadap nabi (sebagai founder dari agama), kitab suci,
pemuka-pemuka agama dan lain-lain. 64
Dapat dikatakan, bahwa nabi, kitab suci, pemuka agama secara essensial tidak
dapat dilepaskan dari agama, sehingga pernyataan atau perbuatan tidak dapat
dilepaskan dari agama, sehingga pernyataan atau perbuatan-perbuatan yang ditujukan
64

Nanda Agung Dewantara, Op.cit, hal. 78.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

70

terhadap nabi (sebagai founder dari agama), seperti dimaksudkan oleh Pasal 156a
KUHP. Bagi kita, setidak-tidaknya dapat merupakan persoalan apakah perumusan
demikian juga dapat meliputi ucapan-ucapan, ejekan, cemoohan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Maka, suatu undang-undang tersendiri mengenai Godslastering, ataupun
kata-kata yang mengotori asma Tuhan itu

ingeweven

dalam undang-undang

mengenakan ucapan demikian terhadap agama, nabi, kitab suci, pemuka agama sebagai
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu agama. Hal ini jelas akan
dibenarkan oleh hukum dalam suatu negara yang memandang sila Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagai causa prima.
Oemar Seno Adji mengemukakan bahwa

Seksi Pidana,

Tuntutan Ilmiah

Islamiah, menghendaki penambahan delik-delik mengenai agama, seperti : 65


a). pengakuan nabi palsu dan kitab suci palsu.
b). penganutan dan penyebaran atheisme (tidak ber-Tuhan dan anti Tuhan).
c). penghinaan terhadap Tuhan, Nabi dan kitab suci.
d). penghalangan dan penggangguan terhadap orang beribadat

secara upacara

keagamaan.
Jika usul dari Tuntutan Ilmiah Islamiah, khususnya yang termuat dalam sub (b)
mengenai penganutan dan penyebaran atheisme (tidak ber-Tuhan dan anti Tuhan)
sedikit banyak te penganutan dan penyebaran atheisme (tidak ber-Tuhan dan anti
Tuhan) sedikit banyak tertampung dalam sub b Pasal 156 (a) KUHP yaitu
mengeluarkan

perasaan dan perbuatan, dengan maksud agar orang tidak menganut

agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka penghinaan
dalam Pasal 156a KUHP. Hal tersebut merupakan indikasi, bahwa delik-delik agama
65

Oemar Seno Adji, Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi, Alumni, Bandung, 1983, hal. 150.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

71

tidak meliputi dengan sendirinya pernyataan yang mengotorkan asma Tuhan, nabi dan
kitab suci, yang menurut Tuntutan Ilmiah Islamiah sebagai salah satu aspek dari delikdelik agama yang harus dituangkan dalam peraturan-peraturan pidana. 66
Selain itu, Tuntutan Ilmiah Islamiah memberikan gambaran, bahwa penghinaan
terhadap Tuhan itu didampingi tersendiri oleh penghinaan terhadap nabi, kitab suci dan
bahwa Godslastering sebagai delik agama diakui di samping penghinaan terhadap nabi
dan kitab suci.
Menurut Oemar Seno Adji, maksud Tuntutan Ilmiah Islamiah untuk
mengadakan penambahan pasal-pasal tentang delik-delik agama, seperti penghinaan
terhadap nabi, kitab suci, dapat berjalan sejajar dengan konstruksi hukum, yang tidak
memisahkan secara essensial agama dengan nabi dan kitab suci dan yang dipergunakan
dalam menafsirkan Pasal 156 dan 156a KUHP. Kemudian penghinaan terhadap Tuhan
sebagai Godslastering dapat mengikuti Pasal 156a KUHP, yang melalui penafsiran
tersebut dengna meliputi penghinaan terhadap nabi, kitab suci. Suatu pasal mengenai
Godslastering apakah ia ditempatkan tersendiri ataukah ia dimasukkan dalam kerangka
yang dinamakan blasphemy dengan menyebut pula ucapan, perbuatan menghina nabi,
kitab suci, berdasarkan pandangan Ilmiah Islamiah dapat dibenarkan.
Berdasarkan Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP dengan atau tanpa
mempergunakan konstruksi hukum dan mengadakan penafsiran, maka pasal semacam
Godslastering, Gotteslaesterung merupakan hal yang condition sinequa non harus ada
di tengah-tengah kehidupan hukum kita. Sama halnya dengan perundang-undangan

66

Nanda Agung Dewantara, Op.cit, hal. 79.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

72

pidana, baik di Negeri Belanda, Jerman, Inggris ataupun Amerika Serikat, maka kita
harus bersembah-sujud kepada Tuhan, yang kita agungkan. 67
Simon mengemukakan, bahwa pasal mengenai

Godslastering, penambahan

delik agama dengan penghinaan terhadap nabi, kitab suci, pemuka agama dan lain-lain,
Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP, dapat hidup berdampingan dengan delik-delik
agama, seperti dicantumkan dalam beberapa pasal yang sekarang ada di KUHP dan
yang dimasukkan dalam bab mengenai kejahatan terhadap ketertiban umum. Hal ini
dimulai dengan Pasal 175-177, yang khususnya mengenai pelanggaran terhadap
pertemuan keagamaan, dan seterusnya Pasal 178 sampai dengan Pasal 181 KUHP, yang
umumnya mencakup mengenai delik-delik yang berkaitan dengan soal-soal kuburan
dan jenazah, Kesemuanya itu dipandang oleh Simorns sebagai delik yang bersangkutan
dengan agama.
Dari gambaran tersebut dapat dilihat dengan jelas adanya upaya untuk
merentangkan lebih luas aspek penodaan agama ini. Di sini perlu ketelitian dan
antisipasi untuk menyusun dan memunculkan pasal-pasal tentang agama dalam RUU
KUHP yang lebih berorientasi pada perlindungan korban. Pasal-pasal dalam RUU
KUHP tentang agama ini semestinya diorientasikan disamping untuk melindungi
kepentingan umum, juga untuk melindungi kebebasan beragama baik mayoritas
maupun minoritas dan juga melindungi minoritas dari ancaman diskriminasi dan
kewewenang-wenangan mayoritas. Pasal ini juga harus bisa menjamin bahwa
perbedaan penafsiran dan cara pandang atas berbagai masalah keagamaan tidak
kemudian dituduh melakukan penodaan agama. Karena, menuduh orang melakukan
penodaan agama tidak bisa hanya berangkat dari asumsi dan prasangka, namun harus
67

Nanda Agung Dewantara, Op.cit,hal. 80.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

73

bisa dibuktikan bahwa orang tersebut memang bermaksud melakukan permusuhan,


merendahkan, dan melecehkan agama. Revisi KUHP tidak boleh disandera kelompok
tertentu dengan meminjam tangan Negara guna memuluskan agenda-agenda
politiknya.
Karena dianggap menodai agama. Pasal ini bisa digunakan untuk menjerat
penulis komik, wartawan, pelaku ritual yang berbeda dengan mainstream, aliran
sempalan, dan sebagainya. Karena kelenturannya itu, pasal karet bisa direntangkan
hampir tanpa batas. Pada dasarnya, pasal ini tidak hanya bisa dipakai untuk menjerat
aliran-aliran seperti Lia Eden dan Ahmadiyah, misalnya, melainkan juga bisa dikenakan
kepada aliran-aliran natau organisasi agama yang suka membuat kekerasan dan onar di
dalam masyarakat yang mengatasnamakan agama tertentu. Namun dalam praktiknya,
pasal 156a ini tidak pernah diterapkan baik oleh Polisi maupun Hakim untuk
melindungi korban. Dalam kasus Lia Eden Aminudin, misalnya, yang justru
ditangkap dan diadili ketika ada tekanan massa. Lia sebagai korban justru dikorbankan
dan dijerat dengan pasal ini karena ada tekanan dari FPI yang dipicu oleh Fatwa MUI
yang menganggapnya sesat.

B. Pengaturan di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP


Jika dalam KUHP yang selama ini berlaku penodaan agama hanya ada dalam
satu pasal (156a), dalam Rancangan KUHP yang merevisi KUHP lama, pasal penodaan
agama diletakkan dalam bab tersendiri, yaitu Bab VII tentang Tindak Pidana terhadap
Agama dan Kehidupan Keagamaan yang di dalamnya ada 8 (delapan) pasal. Dari
delapan pasal itu dibagi dalam dua bagian: Bagian I mengatur tentang tindak pidana
terhadap Agama. Bagian ini mengatur tentang Penghinaan terhadap Agama (pasal 341Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

74

344) dan Penghasutan untuk Meniadakan Keyakinan terhadap Agama (pasal 345).
Bagian II mengatur tentang Pasal Penodaan Agama dalam KUHP.
Berikut pasal-pasal di dalam RUU KUHP yang mengatur mengenai Tindak
Pidana terhadap Agama dan Kehidupan Keagamaan.
BAB VII
TINDAK PIDANA TERHADAP AGAMA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
Bagian Kesatu
Tindak Pidana terhadap Agama
Paragraf 1
Penghinaan terhadap Agama
Pasal 342
Setiap orang yang di muka umum menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan
yang bersifat penghinaan terhadap agama yang dianut di Indonesia, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Kategori III.

Pasal 343
Setiap orang yang di muka umum menghina keagungan Tuhan, firman dan sifat-Nya,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Kategori IV.

Pasal 344
Setiap orang yang di muka umum mengejek, menodai, atau merendahkan agama, rasul,
nabi, kitab suci, ajaran agama, atau ibadah keagamaan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Kategori IV.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

75

Pasal 345
(1) Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau
gambar, sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan suatu rekaman
sehingga terdengar oleh umum, yang berisi tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 342 atau Pasal 344, dengan maksud agar isi tulisan, gambar, atau
rekaman tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Kategori IV.
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2
(dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang sama, maka dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menjalankan profesi tersebut.
Paragraf 2
Penghasutan untuk Meniadakan Keyakinan terhadap Agama
Pasal 346
Setiap orang yang di muka umum menghasut dalam bentuk apa pun dengan maksud
meniadakan keyakinan terhadap agama yang dianut di Indonesia, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Kategori IV.

Bagian Kedua
Tindak Pidana terhadap Kehidupan Beragama dan Sarana Ibadah
Paragraf 1
Gangguan terhadap Penyelenggaran Ibadah dan Kegiatan Keagamaan
Pasal 347
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

76

(1) Setiap orang yang mengganggu, merintangi, atau dengan melawan hukum
membubarkan dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap jamaah
yang sedang menjalankan ibadah, upacara keagamaan, atau pertemuan keagamaan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Kategori IV.
(2) Setiap orang yang membuat gaduh di dekat bangunan tempat untuk menjalankan
ibadah pada waktu ibadah sedang berlangsung, dipidana dengan pidana denda
paling banyak Kategori II.
Pasal 348
Setiap orang yang di muka umum mengejek orang yang sedang menjalankan ibadah
atau mengejek petugas agama yang sedang melakukan tugasnya, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Kategori III.
Paragraf 2
Perusakan Tempat Ibadah
Pasal 349
Setiap orang yang menodai atau secara melawan hukum merusak atau membakar
bangunan tempat beribadah atau benda yang dipakai untuk beribadah, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Kategori IV.

Selanjutnya sesuai dengan pendapat yang Simons mengemukakan, bahwa pasal


mengenai Godslastering, penambahan delik agama dengan penghinaan terhadap nabi,
kitab suci, pemuka agama dan lain-lain, Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP, juga
mencakup mengenai delik-delik yang berkaitan dengan soal-soal kuburan dan jenazah,

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

77

Kesemuanya itu dipandang oleh Simons sebagai delik yang bersangkutan dengan
agama. Di dalam RUU KUHP hal tersebut diatur sebagai berikut :
Ganggungan terhadap Pemakaman dan Jenazah
Pasal 312
Setiap orang yang merintangi, menghalang-halangi atau mengganggu jalan masuk
kepemakaman atau pengangkutan jenazah ke pemakaman, atau upacara penguburan
jenazah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Kategori III.
Pasal 313
Setiap orang yang secara melawan hukum menodai kuburan atau merusak kuburan,
merusak atau menghancurkan tanda peringatan di kuburan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Kategori III.
Pasal 314
Setiap orang yang secara melawan hukum mengambil barang yang ada pada jenazah,
menggali, membongkar, mengambil, memindahkan, mengangkut, atau memperlakukan
secara tidak beradab jenazah yang sudah digali atau diambil, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan

atau denda paling banyak

Kategori III.

Pasal 315
Setiap orang yang mengubur, menyembunyikan, membawa, atau menghilangkan
jenazah dengan maksud untuk menyembunyikan kematian atau kelahirannya, dipidana
dengan pidana penjara paling lama

1 (satu) tahun

atau denda paling banyak

Kategori III.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

78

C. Peraturan Perundang-Undangan lainnya di Indonesia.


Seperti telah disebutkan di atas, delik agama adalah dalam rangka melindungi
kepentingan umum, oleh karenanya harus dilindungi oleh negara.Oleh karenanya,
negara harus pro aktif dalam melihat berbagai hal-hal yang merusak ketentraman
beragamanya warga negaranya.
Selain peraturan perundangan-undangan yang terdapat di dalam KUHP dan
RUU KUHP tentang Tindak Pidana Penistaan terhadap Agama, yang menjadi landasan
dan pedoman hukum lainnya khususnya oleh umat Islam adalah Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
Beberapa Fatwa MUI telah dijadikan pedoman dalam menangani beberapa
aliran sesat di Indonesia yang masih mengatasnamakan Islam, misalnya mengeluarkan
fatwa kesesatan ahmadiyah pada tahun 1980 yang kemudian ditegaskan lagi pada
tanggal 28 Juli 2005. MUI memfatwakan orang Islam yang mengikuti aliran tersebut
adalah murtad (keluar dari Islam). Bagi yang sudah terlanjur, mereka diminta kembali
kepada ajaran Islam yang benar yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadits. Pemerintah
berkewajiban untuk melarang penyebaran paham ahmadiyah di seluruh Indonesia dan
membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.
Sebagai wadah yang dijadikan pedoman oleh umat khususnya umat Islam,
tantangan yang dihadapi oleh MUI sangat berat. Hal ini disebabkan semakin
kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh Umat Islam di negeri ini. Kebebasan
yang kebablaan akibat reformasi yang disalahartikan telah melahirkan berbagai sikap
yang jauh menyimpang dari agama, seperti perilaku hedonis yang

semakin akut,

korupsi yang merajarela, sampai lahirnya kelompok-kelompok yang menyuarakan,


paham dan pemikiran yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

79

Sebagai wadah musyawarah para ulama dan cendekiawan muslim, tentu MUI
harus bisa menjawab dan memberikan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi
umat. Karena itulah di Rakernas MUI, yang merupakan salah satu forum tertinggi di
lingkungan MUI, adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program selama satu tahun
dan menetapkan prioritas program untuk tahun berikutnya.Secara garis besar, MUI
mempunyai 5 (lima) peran dan fungsi dalam berkhitmah kepada umat dan bangsa,
yakni peran sebagai waratsah al anbiya

(penerus tugas para nabi), sebagai pemberi

fatwa, sebagai pembimbing dan pelayan umat (riayah wa khadim al-ummah), sebagai
pelapor gerakan al-ishlah wa at-tajdid, dan sebagai penegak amar maruf nahyi almunkar.

68

Apa yang dilakukan oleh MUI selama ini tidak lepas dari lima peran itu. Salah
satunya adalah penetapan sesat terhadap aliran-aliran sesat yang bertujuan

untuk

melindungi dan membimbing umat agar tidak tersesat meyakini faham yang nyatanyata keluar dari ajaran Islam.
Rapat Kerja Nasional MUI yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 4-6
November 2007 telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi ekstern yang menyoroti
berbagai permasalahannya yang dihadapi umat Islam. Dalam masalah politik, MUI
menghimbau kepada semua pihak untuk mencegah dan menghindari black compaign
dan money politics dalam berbagai event politik, seperti Pemilihan Presiden, Pemilu
Legislatif, Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) di berbagai daerah. Sebab ini
berimplikasi pada munculnya kerusuhan dari para pendukung yang kalah. Juga
memunculkan dampak yang mengganggu upaya penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
68

Majelis Ulama Indonesia, Rakornas Majelis Ulama Indonesia 2007, Suara Islam, Edisi 32
tanggal 23 November 6 Desember 2007 M/13 Dzulqaidah -26 Dzulqaidah 1428 H, hal. 16.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

80

Sementara terkait

maraknya aliran dan faham keagamaan yang berindikasi

sesat, seperti al-Qiyadah al-Islamiyah, ahmadiyah, maka MUI menyerukan kepada


Pemerintah untuk mengoptimalkan peran fungsi control dan antisipasinya terhadap
kecenderungan gerakan yang dapat memeperkeruh kehidupan beragama. Untuk itulah
MUI mendesak pemerintah untuk segera mengaktifkan Badan Koordinasi Pengawas
Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Kejaksaan Agung dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupn di daerah. Memang, untuk beberapa
kasus aliran sesat Bakor Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM)
Kejaksaan Agung ini telah berupaya untuk melaksanakan tugasnya, seperti memperkuat
fatwa MUI terhadap aliran sesat ahmadiyah dengan memutuskan untuk melarang aliran
ahmadiyah pada tanggal 15 Januari 2008.
MUI

juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk

mempercepat

mengeluarkan produk hukum untuk memberantas kemungkaran umat. Khusus untuk


aliran sesat, MUI telah mengeluarkan sepuluh kriteria mengenai aliran sesat. Ketua
Dewan

Dakwah

Islamiyah

Indonesia

(DDII)

Adian

Husaini

menyebut

keluarnya putusan MUI sebagai sesuatu yang ditunggu-tunggu umat Islam. Sepuluh
kriteria yang ditetapkan MUI itu merupakan ajaran Islam yang mendasar dan
penekanannya lebih untuk umat sendiri. Sepuluh kriteria aliran sesat tersebut adalah,
sebagai berikut : 69
(1) Mengingkari rukun iman dan rukun Islam
(2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan
As-sunah).
(3) Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran.
69

Ibid.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

81

(4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran.


(5) Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
(6) Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
(7) Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
(8) Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir .
(9) Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah.
(10) Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar'i.
Seperti telah disebutkan di atas, tidak semua orang dapat memberikan penilaian
suatu aliran dinyatakan keluar dari nilai-nilai dasar Islam. Suatu paham atau aliran
keagamaan dapat dinyatakan sesat bila memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria.
Kriteria tersebut tidak dapat digunakan sembarang orang dalam menentukan suatu
aliran itu sesat dan menyesatkan atau tidak. Ada mekanisme dan prosedur yang harus
dilalui dan dikaji terlebih dahulu, sehingga bagi MUI sebenarnya tidak gampang untuk
mengeluarkan fatwa. Pedoman MUI itu menyebutkan, sebelum suatu aliran atau
kelompok dinyatakan sesat, terlebih dulu dilakukan penelitian. Data, informasi, bukti,
dan saksi tentang paham, pemikiran, dan aktivitas kelompok atau aliran tersebut diteliti
oleh Komisi Pengkajian.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

82

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam skripsi ini, adalah :
1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya Tindak Pidana Penistaan Agama di
Indonesia, adalah :
1. Kegagalan Pembinaan Agama
Semua ormas dan orsospol Islam harus mengakui bahwa mereka boleh dibilang
masih gagal dalam membina aqidah umat. Pembinaan yang serius boleh jadi
belum berhasil sepenuhnya. Di tataran akar rumput harus diakui bahwa umat ini
masih belum mendapat sentuhan tarbiyah dan pembinaan. Fenomena maraknya
pengajian dan ceramah baru menyentuh lapis terluar. Sedangkan akar rumput
rakyat yang terselip di sana-sini, luput dari sentuhan pembinaan.
Kondisi ini dapat dikatakan muncul akibat kurangnya perhatian tokoh agama
pada umatnya. Ketika orang-orang yang dianggap sebagai panutan umat
terkesan hanya sibuk mengurusi kepentingan diri sendiri, golongan maupun
menceburkan diri kedalam ranah politik, maka wajar bila sebagian dari umat
yang tergolong awam mencari pegangan lain. Kalangan awam ini, pada
prinsipnya, tidak mempersoalkan apakah ajaran baru yang mereka peroleh
menyimpang dari norma-norma akidah. Yang mereka butuhkan adalah untaian
kalimat sejuk dan perhatian dari orang yang dianggap sebagai panutan.
2. Lemahnya Penegakan Hukum (Law Enforcement)
Peraturan perundang-undangan di Indonesia sebenarnya juga sudah mengatur
mengenai tindak pidana penistaan agama, tetapi tidak diketahui penyebab yang
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

83

pasti mengapa peraturan tersebut kurang efektif. Peraturan perundang-undangan


yang dimaksud

adalah UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.


3. Munculnya Pembela Aliran Sesat
Aliran sesat yang sudah banyak ini semakin subur ketika kelompok liberalis
ikut-ikutan membela. Alasan yang paling banyak adalah alasan kebebasan
memilih agama dan kebebasan untuk menafsirkan ajaran agama adalah
merupakan hak asasi yang tidak boleh dilanggar.
Kelompok liberal dan sekuler semakin gencar mengkampanyekan pembubaran
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah memfatwakan beberapa aliran sesat,
seperti al-Qiyadah al-Islamiyah, ahmadiyah dan sebagainya. Menurut mereka,
fatwa MUI tentang aliran sesat terhadap jamaah ahmadiyah merupakan
pelanggaran HAM, kebebasan dalam memeluk keyakinan dan ajaran tertentu.
Selanjutnya fatwa MUI tersebut dianggap telah mengecam pluralisme dan
berpotensi memicu kekerasan dan tindak in-toleransi. Dengan fatwa ini massa
merasa memiliki legitimasi untuk melakukan aksi kekerasan terhadap jamaah
ahmadiyah.Untuk itu, MUI harus bertanggung jawab dan harus dilaporkan ke
pengadilan.
4. Media Tidak Berpihak kepada Umat Islam
Umat Islam hari ini tidak punya media. Itu realita yang tidak ada seorang pun
yang bisa menyanggahnya. Umat Islam tidak punya televisi, tidak punya kantor
berita, tidak punya jaringan pers nasional apalagi dunia.
Maka munculnya aliran sesat di media, pada akhirnya mengarahkan agar umat
jangan sampai terlibat, yang terjadi justru pembelaan kalangan pers kepada
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

84

aliran-aliran itu. Salah satu televisi swasta nasional malah membuat sebuah
liputan yang menggambarkan bagaimana anarkisme dilakukan oleh umat Islam,
membakar dan meruntuhkan sebuah markas aliran sesat sambil meneriakkan
lafadz Allahu akbar. Dalam hal ini melihat adegan seperti ini dapat
menimbulkan penafsiran dan mendudukkan umat Islam sebagai penjahat.
Usaha penanggulangan yang dapat dilakukan untuk tindak pidana penistaan agama
ini adalah, sebagai berikut :
a. Usaha Preventif (Usaha Pencegahan)
1). Para tokoh agama Islam mestilah kembali ke pangkuan umatnya. Saatnya umat
diurus lagi dan para ulama tidak boleh lagi menyalahkan satu sama lain. Seperti
dinasihatkan oleh Ketua Dewan Fatwa MUI KH Maruf Amin dalam acara
Pertemuan Kiai se-Indonesia di Pesantren Nurul Huda Al Islami, Pekanbaru,
Riau Pada 25 Agustus 2007, dimana para ulama harus seperti bulan yang
menyinari semua alam (public interests). Bukan seperti bintang, yang hanya
bersinar untuk dirinya sendiri (personal interest). Ceramah-ceramah agama pun
sudah harus disampaikan dengan cara-cara yang sejuk, damai dan ramah
(friendly) agar umat merasa nyaman, bukan dibayangi oleh ketakutan.
2). Departemen Agama wajib merespons dengan cepat setiap muncul keresahan
tentang penyimpangan akidah di masyarakat. Sikap lambat Depag justeru
merugikan kalangan awam yang memerlukan kepastian soal kebenaran agama
yang selama ini mereka yakini. Ketiga, Polri dan jajaran intelijen di negeri ini
harus pula mewaspadai adanya strategi asing yang hendak merusak stabilitas
nasional. Jika Indonesia sebagai negara Muslim terbesar sukses dihancurkan
akidahnya, maka akan selanjutnya negeri ini akan mudah untuk diadu domba.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

85

Perlu diingat bahwa Tanah Air kita tercinta ini terdiri dari ribuan pulau dengan
beragam suku dan bahasa, yang tentu rentan dengan percikan api permusuhan.
Untuk itu kita wajib berdoa agar Bangsa Indonesia selamat dari bahaya
disintegrasi dan penghancuran terselubung, baik oleh elemen internal maupun
eksternal. Menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam Indonesia sama artinya
dengan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu
sendiri. Ini, jika keutuhan NKRI masih dirasa perlu untuk dipertahankan.
3). Setiap umat Islam seharusnya lebih membekali diri dengan pengetahuan dan
pemahaman agama yang cukup. Mereka yang merasa dirinya cukup berilmu dan
mampu untuk berijtihad, janganlah berlaku semena-mena, bahkan terlalu over,
dalam mengutak-atik ajaran Islam. Tindakan ini sangat berpotensi sampai ke
gerbang kesesatan dan menyesatkan orang lain, karena segmen semacam ini
bukanlah bagian dari kebebasan beragama. Allah memang memberikan ruang
cukup besar untuk berpikir, tetapi harus tetap berada dalam lingkaran koridor
aqidah yang benar.

b. Usaha Repressif (Tindakan Penanggulangan )


Selain penahanan terhadap tokohnya, pemerintah juga akan membina para
pengikut aliaran sesat. Seperti yang terjadi pada sejumlah umat Islam di Jawa
Barat dan Jakarta telah merasa terganggu dengan munculnya aliran ini sebab
dinilai menyimpang dari ajaran agama Islam. Sebelumnya, sekitar 100 orang
anggota Front Pemuda Islam (FPI) Jawa Barat berunjuk rasa ke DPRD Jawa
Barat, mendesak penegak hukum agar pimpinan al-Qiyadah, Ahmad
Mushaddeq dihukum mati sesuai syariat Islam.
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

86

Selain UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau


Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menetapkan kriteria suatu aliran dapat digolongkan tersesat.
Namun, tidak semua orang

dapat memberikan penilaian suatu aliran

dinyatakan keluar dari nilai- nilai dasar Islam. Suatu paham atau aliran
keagamaan dapat dinyatakan sesat bila memenuhi salah satu dari sepuluh
kriteria. Kriteria tersebut tidak dapat digunakan sembarang orang dalam
menentukan suatu aliran itu sesat dan menyesatkan atau tidak. Ada
mekanisme dan prosedur yang harus

dilalui dan dikaji terlebih dahulu,

sehingga bagi MUI sebenarnya tidak gampang untuk mengeluarkan fatwa.


Pedoman MUI itu menyebutkan, sebelum suatu aliran atau kelompok
dinyatakan seat, terlebih dulu dilakukan penelitian. Data, informasi, bukti, dan
saksi tentang paham, pemikiran, dan aktivitas kelompok atau aliran tersebut
diteliti oleh Komisi Pengkajia
c. Usaha Reformatif (Pembinaan terhadap Para Pelaku)
Aliran-aliran sesat yang muncul di Indonesia boleh jadi karena adanya pahampaham baru yang bertentangan dengan akidah Islamiyah ini disebabkan karena
dakwah yang belum meluas dan mendalam ke seluruh umat. Mengenai
berbagai

aliran

sesat seperti al-Qiyadah al-Islamiyah, ahmadiyah dan

sebagainya, untuk itu agar para pengikutnya yang telah disesatkan untuk
dirangkul dan ditarik agar kembali ke jalan yang lurus. Namun, bila mereka
tidak ingin kembali maka diharapkan agar aliran yang mereka junjung jangan
dikaitkan dengan agama Islam. Din juga mengatakan, sebab lain dari
munculnya berbagai aliran sesat juga karena adanya kebebasan yang
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

87

kebablasan dari alam reformasi sehingga orang dapat membuat berbagai


organisasi tertentu. Untuk masa mendatang, tidak ada jaminan bahwa sebuah
pemikiran atau keyakinan dapat dibunuh begitu saja. Cara yang paling baik
adalah melalui penyadaran, yaitu bagaimana kita sentuh hatinya dan kita
kembalikan ke jalan yang benar.

2. Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di dalam peraturan


perundang-undangan di Indonesia adalah terdapat di dalam KUHP, RUU KUHP
maupun pengaturan-pengaturan lain yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga seperti
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan
Masyarakat (PAKEM) Kejaksaan Agung baik di tingkat pusat maupun di daerah.
KUHP mengatur mengenai tindak pidana penistaan terhadap agama adalah di dalam
Pasal 156a KUHP selengkapnya berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum
mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
a. yang pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap
suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang
bersendikan Ketuhanan Yang maha Esa.
Selanjutnya di dalam UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan atau Penodaan Agama. Pasal 1 Undang-Undang No.1/PNPS/1965 tegas
menyebutkan larangan mengusahakan dukungan umum dan untuk melakukan
penafsiran tentang sesuatu agama. Ketentuan pasal ini selengkapnya berbunyi:
Setiap orang dilarang dengan

sengaja di muka umum menceritakan,

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

88

menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran


tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan
keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan
mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama itu.
Perumusan delik dalam Pasal 156a adalah sebagai berikut :
a). setiap orang dilarang.
b). di muka umum.
c). menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum.
d). untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran atau
kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Beberapa pakar mengemukakan bahwa tindak pidana penistaan terhadap agama
termasuk melakukan perbuatan-perbuatan seperti :
a). pengakuan nabi palsu dan kitab suci palsu.
b). penganutan dan penyebaran atheisme (tidak ber-Tuhan dan anti Tuhan).
c). penghinaan terhadap Tuhan, Nabi dan kitab suci.
d). penghalangan dan penggangguan terhadap orang beribadat

secara upacara

keagamaan.

B. Saran-saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan dalam skripsi ini, adalah :
1. Penyadaran adalah kata penting dalam beragama. Pilihan terhadap aliran tertentu
pun bukan didorong oleh keterpaksaan dan rasa frustasi. Mereka memilih
berdasarkan kesadaran penuh., misalnya jika dilihat dalam komposisi penganut alIsmuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

89

Qiyadah, sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa dan masyarakat terpelajar.
Jadi pilihan untuk masuk aliran tersebut lebih disebabkan oleh kesadaran. Dengan
demikian pendekatan yang sebaiknya diambil dalam menangani mereka adalah
dengan bentuk penyadaran. Menyuguhkan konsepsi yang dapat membuka pikiran
mereka. Tentu saja pendekatan semacam ini bukan sesuatu yang bisa dilihat
hasilnya.
2. Jika dibandingkan dengan pendekatan kekerasan yang sejauh ini telah dilakukan
oleh sebagian kecil umat Islam dalam merespon dan menangani kasus ini, meskipun
pendekatan kekerasan memberikan hasil yang segera, namun dampaknya dalam
waktu yang panjang justru tidak baik. Amat boleh jadi konversi para pengikut setia
al-Qiyadah itu ke dalam Islam (yang konvensional) tidak berdasar pada ketulusan,
sehingga justru menjadi bumerang bagi citra Islam sendiri. Selain itu juga tindakan
kekerasan telah menyalahi ajaran Islam itu sendiri.
Dalam konteks ini peran pemerintah, termasuk lembaga agama yang diberi otoritas
oleh negara, tidak perlu intervensi terlalu jauh terhadap keyakinan agama seseorang,
dengan menghukum kafir kepada mereka misalnya. Sebab pada dasarnya keyakinan
(keberagamaan) seseorang merupakan hak asasi, yang tidak ada seorang dan
lembaga pun yang memiliki otoritas untuk memaksanya. Wajar jika dalam Islam
dikatakan laa ikraaha fi ad-diin (tidak ada paksaan dalam beragama). Sejatinya,
pemerintah becermin kepada para pendiri negara (founding fathers). Mereka
memiliki visi yang konstruktif dalam menghadapi dilema kedaulatan agama dan
negara. Misalnya, mengenai kebebasan sipil. Dimana kebebasan sipil di sini tidak
hanya sebatas kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berijtihad, melainkan
pula kebebasan setiap orang untuk berbeda agama dan menjalankan ibadah agama
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

90

yang diyakininya tersebut. Indonesia bukanlah negara agama, tetapi juga bukan
negara yang tak beragama. Agama diberikan ruang untuk hidup dan berkembang.
Karena itu, tuntutan pendirian rumah ibadah adalah hak dan konsekuensi dari
kedaulatan rakyat. Konflik internal umat beragama, antara aliran sesat dan Islam
konvensional, tidak serta merta menjadikan negara boleh menghukum dan
memvonis kriminal kepada kelompok yang minoritas itu. Dalam hal ini, negara
atau pemerintah berkewajiban untuk melindungi hak umat beragama dan memediasi
konflik antara umat beragama.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

91

DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU/MAKALAH
Ediwarman, Selayang Pandang Tentang Kriminologi, USU Press, Medan, 1994.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal.
195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 1990.
Calvin S. Hall, Suatu Pengantar Ke dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud, Terjemahan S.
Tasrif, Pembangunan, Jakarta, 1962.
H.A.K. Moch. Anwar, Beberapa Ketentuan Umum dalam Buku Pertama KUHP,
Alumni, Bandung, 1981.
------------------------, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni,
Bandung, 1981.
JE. Sahetapy, Kriminologi Suatu Pengantar, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.
MWE. Noach, Kriminologi Suatu Pengantar, diterjemahkan oleh JE. Sahetapy, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1992.
Nanda Agung Dewantara, Kemampuan Hukum Pidana dalam Menanggulangi
Kejahatan-Kejahatan Baru yang Berkembang dalam Masyarakat, Liberty,
Yogyakarta, 1988.
Oemar Seno Adji, Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi, Alumni, Bandung, 1983.
Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU Press,
Medan, 1994..
Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

92

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1984.


Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU Press,
Medan, 1994.
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Pliteia, Bogor, 1996.
Stephan Hurwitz, Kriminologi, saduran Ny. L. Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986.
SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni Ahaem
Petehaem, Jakarta, 1996.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986.
--------------------------, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cetakan III,
Eresco Jakarta, Bandung, 1980.

2. INTERNET
Ahmad

Sarwat,

Aliran-Aliran

Sesat

di

Indonesia,

diakses

dari

situs

http://www.eramuslim.com/ustadz/aqd/7b06080216-aliran-aliran-sesatindonesia.htm
AH. Mahally, Pemicu Timbulnya Aliran Sesat, diakses dari situs Republika online,
tanggal 9 November 2007.
Ari Nursanti, Mewaspadai penyebaran aliran sesat,

diakses dari situs :

http://www.wawasandigital.com.index.php/Senin/12/November/2007
H.M. Rizal Fadhilah, Aspek Hukum Pertobatan Mushaddeq, diakses dari situs :
http://www.pikiran-rakyat.com/14/November/2007.
Fenoma Aliran Sesat dan Makna Kebebasan Beragama, Diakses dari situs

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=4984, 27 November 2007.


Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

93

Melepas Jerat Aliran Sesat, diakses dari situs : http://www.cmm.or.id/cmmind_more.php?id=4969_0_3_30_M14


MUI

Tetapkan

Kriterika

Aliran

Sesat,

diakses

dari

situs

http://groups.google.com/group/soc.culture.indonesia/browse_thread/thread/969c
7ef61ed6b8c4/0175364d6029c192?lnk=raot, Rabu, 07 Nopember 2007.
Negara

dan

Kebebasan

Berkeyakinan,

diakses

dari

situs

http://www.cmm.or.id/cmm.ind_more.php?id tanggal 12 Desember 2007


PBNU : Perlu Ada Aturan Yang Tegas Terkait dengan Aliran Sesat, diakses dari situs :
http://www.antara.co.id/arc/2007 /10/31.
Tim Pengacara Muslim (TPM) Anggap Penindakan Aliran Sesat Sesuai Prinsip HAM,
diakses dari situs: http://www.hukumonline.com/artikel/3/11/2007.

3. SURAT KABAR/MAJALAH/TABLOID
Ahmadiyah Jahat dan Sesat, Tabloid Surat Islam, Edisi 36, tanggal 18-31 Januari
2008 M/9 22 Muharram 1429 H.
Dendam Kesumat Membonceng Ahmadiyah, Suara Islam, Edisi 36 tanggal 18-31
Januari 2008 M/9 22 Muharram 1429 H.
Majelis Ulama Indonesia, Rakornas Majelis Ulama Indonesia 2007, Suara Islam, Edisi
32 tanggal 23 November 6 Desember 2007 M/13 Dzulqaidah -26 Dzulqaidah
1428 H.
Poros Penjajah : Liberal Kristen Ahmadiyah, Suara Islam, Edisi 36 tanggal 18-31
Januari 2008 M/9-22 Muharram 1429 H.

Ismuhadi : Analisa Pidana Hukum Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama Di Indonesia, 2008.
USU Repository 2009

Anda mungkin juga menyukai