PENDAHULUAN
Undang-undang Dasar, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, 1993. Ketetapan MPR
No II/MPR/1978, BP-7 Pusat, Jakarta, hlm. 7. Muh. Yamin memberikan tafsir bahwa Negara yang
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa itu bukanlah negara teokrasi, negara bukanlah negara
agama, bukan negara yang berdasarkan pada agama tertentu saja. Lihat Krissantono ED, 1976.
Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila, CSIS, Jakarta, , hlm. 27.
2
Ifdhal Kasim, 2001, Hak Sipil dan Politik, Esai-esai pilihan, ELSAM, Jakarta, hlm. 241
Pasal pasal ini mewajibkan setiap orang (human obligations) untuk menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
4
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1982, Perihal Kaidah Hukum, Penerbit Alumni,
Bandung, hlm.16.
menunjukkan bahwa
KUHP Pasal 156, 156a dan Pasal 157. Di dalam KUHP tersebut memang tidak
ada bab khusus yang mengatur mengenai delik penghinaan agama atau yang lebih
dikenal dengan sebutan delik agama. Namun dengan adanya pasal-pasal tersebut
telah membuktikan bahwa pemerintah telah mengatur mengenai delik agama ini.
Ketentuan pasal-pasal di atas, KUHP sendiri memang mengatur delik
agama walaupun pengaturannya masih sederhana, karena belum mencerminkan
komponen-komponen dalam suatu agama. Hal yang patut menjadi perhatian dan
pencermatan lebih lanjut adalah letak delik agama yang dimasukkan dalam Buku
II Bab V KUHP tentang kejahatan terhadap ketertiban umum. Dilihat dari
kenyataan ini menunjukkan bahwa seolah-olah apabila mengganggu ketertiban
umum saja pasal-pasal tersebut dapat diterapkan.
Uraian tersebut maka terlihat jelas bahwa unsur agama dalam kehidupan
hukum Indonesia merupakan faktor yang fundamental, maka dapatlah dimengerti
apabila agama dijadikan landasan yang kokoh dan kuat dihidupkan dalam delikdelik agama. 5 Pengaturan tentang Tindak Pidana Penodaan Terhadap Agama dan
Kehidupan Beragama menurut Muladi 6 merupakan refleksi bahwa Indonesia
merupakan Nation State yang religius, di mana semua agama (religion) yang
diakui sah di Indonesia merupakan kepentingan hukum yang besar yang harus
dilindungi dan tidak sekedar merupakan bagian dari ketertiban umum yang
mengatur tentang rasa keagamaan atau ketenteraman hidup beragama. Penodaan
terhadap suatu agama yang diakui di Indonesia dan ataupun dengan cara lain
5
Oemar Seno Adji, 1981, Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi, cet. 3, Erlangga, Jakarta,
hlm. 68
6
Muladi, 2004. Beberapa Catatan Berkaitan Dengan RUU KUHP Baru, Makalah Disampaikan
pada Seminar Nasional RUU KUHP Nasional Diselenggarakan oleh Universitas Internasional
Batam, Batam 17 Januari. hlm. 7.
Mardjono Reksodiputro, 1995, Pembaharuan Hukum Pidana, Buku Keempat, cet. 1, Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta,
hlm. 95
8
Delapan pasal dalam delik agama pada revisi KUHP sangat terlihat jelas bahwa negara ingin
memproteksi kehormatan agama. Agama yang dimaksud adalah agama-agama yang dianut di
Indonesia. Artinya, jika terdapat agama-agama yang tidak dianut di Indonesia, maka negara tidak
bisa memberikan proteksi. Hal ini disampaikan Direktur Program Hukum dan Legislasi Reform
Institute Ifdhal Kasim dalam diskusi "Tinjauan Kritis Pasal Agama dalam rancangan KUHP yang
diselenggarakan The Wahid Institute, di Jakarta Jakarta. Delik Agama Semakin Diperbanyak
Menjadi 8 Pasal, http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0609/07/Politikhukum/2936130.htm
karena
persoalan
keagamaan
mesti
disisakan
dalam
wilayah
komunitas.
Pidana,
diperlukan pengaturan tindak pidana terhadap agama (offenses against religion), dan
tindak pidana yang berkaitan dengan agama (offenses related religion). 11
11
Muladi, 1988. Pembaharuan Hukum Pidana yang Berkualitas di Indonesia, Majalah MasalahMasalah Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, No. 2, hlm. 25
12
Jawa Pos, Pelarangan Al-Qiyadah, 31 Oktober 2007 hlm. 4.
13
TEMPO Interaktif, Jakarta 02 November 2007 | 23:45 WIB.
10
14
11
21
Abdul Hakim Garuda Nusantara, 2006, Mengkritisi RUU KUHPidana Dalam Perspektif
HAM, Makalah. Dalam Beberapa tulisan Terkait kebijakan Kriminal dalam RUU KUHP. Bahan
Bacaan untuk Focus Group Discussion yang diselenggarakan ELSAM, DRSP (Democratic
Reform Support Program) dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP dengan tema: Melihat Politik
Kodifikasi dalam Rancangan KUHP. Hotel Ibis Tamrin, Jakarta 28 September, hlm. 47.
12
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan tindak
pidana penodaan agama pada masa sekarang (ius constitutum) oleh
pemerintah di Indonesia?
2. Bagaimana kebijakan hukum pidana untuk menanggulangi tindak pidana
penodaan agama di masa yang akan datang (ius constituendum)
berdasarkan RUU KUHP 2012?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis kebijakan hukum pidana penanggulangan tindak
pidana penodaan agama pada masa sekarang (ius constitutum) oleh
pemerintah di Indonesia.
2. Untuk menganalisis kebijakan hukum pidana untuk menanggulangi tindak
pidana penodaan agama di masa yang akan datang (ius constituendum)
berdasarkan RUU KUHP 2012.
13
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran studi kepustakaan, belum ditemui
penulisan hukum tentang politik hukum pidana dalam penanggulangan tindak
pidana penodaan agama di Indonesia. Namun dalam penelusuran studi
kepustakaan tersebut, ada beberapa penulisan hukum yang terkait dengan tindak
pidana penodaan agama, yaitu:
1. Hasty Putri Sayekti, dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, pada
tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul Fungsi Hukum Pidana
Dalam Menanggulangi Kasus Penodaan Agama Melalui Internet. Pokok
permasalahan yang diteliti adalah bagaimana fungsi hukum pidana di
dalam menanggulangi kasus penodaan agama melaui internet. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan perbuatan hukum di dunia maya
merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan mengingat tindakan
perjudian, penipuan, terorisme, penyebaran informasi destruktif telah
menjadi bagian aktifitas pelaku kejahatan di dunia maya. Dunia maya
tersebut seperti memiliki dua sisi yang sangat bertolakbelakang. Di satu
sisi internet mampu memberikan manfaat dan kemudahan bagi para
penggunanya terutama dalam hal informasi dan komunikasi. Namun di sisi
lain dampak negatif dan merugikan juga dapat dengan mudah
dimanfaatkan oleh para pelaku yang kurang bertanggung jawab. 22
2. Ismuhadi, dari Universitas Sumatera Utara Medan, pada tahun 2008
melakukan penelitian dengan judul Analisa Pidana Hukum dan
22
Hasty Putri Sayekti, 2011, Fungsi Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Kasus Penodaan
Agama Melalui Internet, Skripsi pada Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (tidak
dipublikasikan).
14
15
Konsepsi
kebijakan
penanggulangan
aliran
sesat
adalah
16
17
E. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu
pengetahuan hukum dalam pengembangan hukum pidana, khususnya
pemahaman teoritis tentang kejahatan terhadap kepentingan umum yang
berkaitan dengan tindak pidana penodaan agama yang dilakukan di
masyarakat dan pengkajian terhadap beberapa peraturan hukum pidana
yang berlaku saat ini berkaitan dengan upaya penanggulangan delik agama
2. Hasil penelitian yang berfokus pada politik hukum pidana ini diharapkan
bisa menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran, serta dapat
memberikan kontribusi dan solusi kongkrit bagi para legislator dalam
upaya penanggulangan delik agama di Indonesia. Dengan pendekatan
kebijakan hukum pidana yang tetap memperhatikan pendekatan aspek
lainnya dalam kesatuan pendekatan sistemik/integral, diharapkan dapat
menghasilkan suatu kebijakan formulasi yang dapat menjangkau
24
18
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang halhal yang akan diuraikan dalam penulisan hukum ini, maka penulis akan
memberikan sistematika penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum ini
terdiri dari V bab, beberapa sub bab, termasuk pula daftar pustaka dan
lampiran.
Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I :
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang
permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
19
PENUTUP
Pada bagian penutup memuat pokok-pokok yang menjadi
simpulan dan saran. Pokok-pokok simpulan adalah jawaban dari pokok
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Pokok-pokok
simpulan diuraikan secara padat, ringkas dan spesifik. Pada bagian
saran merupakan sumbangan pemikiran terhadap masalah
penelitian.